Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi Siswa SMAN I Jatisari Karawang Jawa Barat

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN
STATUS GIZI SISWA SMAN 1 JATISARI KARAWANG
JAWA BARAT

ICHSAN TRISUTRISNO

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Faktor-faktor yang
Berhubungan dengan Status Gizi Siswa SMAN 1 Jatisari Karawang Jawa Barat
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis
lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor,Agustus 2015
Ichsan Trisutrisno
NIM I14100072

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STATUS GIZI
SISWA SMAN 1 JATISARI KARAWANG JAWA BARAT
(Factors Related to the Nutrition Status of Student
Among Jatisari 1 High School Karawang West Java)
Ichsan Trisutrisno1, Ikeu Ekayanti2
1
Mahasiswa Departemen Gizi Masyarakat , Fakultas Ekologi Manusia, Institut
Pertanian Bogor, 16680. E-mail : ichsan.trisutrisno@gmail.com
2
Dosen Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut
Pertanian Bogor, 16680
ABSTRACT
The aimed of this study was to analyze the relationship among factors
related to nutritional status students of Jatisari 1 High School Karawang West

Java. The results of Spearman and Pearson correlation test showed there was no
significant correlation (p> 0.05) between pocket money, family size, parent’s
education, parent’s occupation, nutritional knowledge, nutritional attitude and
the adequacy of level energy and nutrient. On the other hand, Spearman rank
correlation showed significantly correlation (p 0.05) between the adequacy
level (energy, protein, fat, carbohydrates, calcium, and vitamin C), nutritional
knowledge, nutritional attitude, eating frequency, vegetables consumption, snack
frequency, physical activity and nutritional status.
Keywords: Nutritional status
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang
berhubungan dengan status gizi siswa SMAN 1 Jatisari Karawang. Hasil uji
korelasi spearman dan pearson menunjukkan tidak terdapat hubungan yang
signifikan (p>0.05) antara uang saku, besar keluarga, pendidikan orangtua,
pekerjaan orangtua, pengetahuan gizi, sikap gizi dengan tingkat kecukupan energi
dan zat gizi. Hasil uji korelasi spearman menunjukkan terdapat hubungan
(p0.05) antara tingkat kecukupan (energi, protein, lemak, karbohidrat,
kalsium, dan vitamin C), pengetahuan gizi, sikap gizi, frekuensi makan, konsumsi
sayur, frekuensi jajan, aktivitas fisik dengan status gizi.
Kata kunci: status gizi.


FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN
STATUS GIZI SISWA SMAN 1 JATISARI KARAWANG
JAWA BARAT

ICHSAN TRISUTRISNO

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Gizi
dari Program Studi Ilmu Gizi
pada Departemen Gizi Masyarakat

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Judul

Nama
NIM

: Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi Siswa SMAN
I Jatisari Karawang Jawa Barat
: Ichsan Trisutrisno
: I14100072

Disetujui oleh

Dr Ir. Ikeu Ekayanti, M.Kes
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Rimbawan
Ketua Departemen

Tanggal Disetujui :


PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan dengan judul Faktor-Faktor yang
Berhubungan dengan Status Gizi Siswa SMAN 1 Jatisari Karawang Jawa Barat
Skripsi ini tidak dapat terselesaikan dengan baik tanpa bantuan, do’a,
semangat, bimbingan, serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis
ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, khususnya kepada:
1. Dr. Ir. Ikeu Ekayanti, M.Kes selaku dosen pembimbing skripsi yang
senantiasa memberikan bimbingan dan motivasi kepada penulis.
2. Prof. Dr Ir. Hardinsyah, MS selaku dosen pembimbing akademik yang selalu
memberikan dukungan dan bimbingannya.
3. Prof. drh. M. Rizal Martua Damani, MrepSc, PhD selaku pemandu dan
penguji skripsi yang telah memberi masukan dan motivasi kepada penulis
4. Kedua orang tua penulis dan keluarga , Drs. H. Abdul Gani, M.Pd dan Dra. Hj.
Hasminindar, M.Pd yang telah memberikan doa, semangat, nasihat, motivasi
dan pengorbanan kepada penulis.
5. Achamd Riady, Eka Desy Asgawanti, Irda Nurdin, dan Willi Gumilang yang
telah memberikan dukungan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.
6. Seluruh pihak yang terkait yang belum disebutkan namanya yang telah
memberikan kontribusinya dalam penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat
beberapa kekurangan dan keterbatasan. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan
kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini dan
semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua.

Bogor, Agustus 2015
Ichsan Trisutrisno

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah

2
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
3
KERANGKA PEMIKIRAN
3
METODE
4
Desain, Lokasi dan Waktu
4
Teknik Penarikan Contoh
4
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
5
Pengolahan dan Analisis Data
6
Definisi Operasional
8
HASIL DAN PEMBAHASAN

9
Gambaran Umum
9
Karakteristik Individu
10
Karakteristik Keluarga
11
Pengetahuan Gizi dan Sikap Gizi
13
Kebiasaan Makan
14
Frekuensi makan
15
Konsumsi sayur
15
Konsumsi buah
15
Frekuensi jajan
16
Aktivitas fisik

16
Konsumsi pangan
17
Tingkat kecukupan energi
17
Tingkat kecukupan protein
18
Tingkat kecukupan lemak
18
Tingkat kecukupan karbohidrat
19
Tingkat kecukupan kalsium
19
Tingkat kecukupan Fe
20
Tingkat kecukupan vitamin A
21
Tingkat kecukupan vitamin C
21
Status Gizi

22
Hubungan karakteristik individu dan keluarga dengan tingkat kecukupan gizi 23
Uang saku dengan tingkat kecukupan gizi
23
Besar keluarga dengan tingkat kecukupan gizi
24
Pendidikan orang tua dengan tingkat kecukupan gizi
24
Pekerjaan orang tua dengan tingkat kecukupan gizi
25

Tingkat pendapatan orang tua dengan tingkat kecukupan gizi
Hubungan pengetahuan gizi, sikap gizi, frekuensi makan, konsumsi sayur,
konsumsi buah, dan frekuensi jajan dengan tingkat kecukupan gizi
Pengetahuan gizi dengan tingkat kecukupan gizi
Sikap gizi dengan tingkat kecukupan gizi
Frekuensi makan dengan tingkat kecukupan gizi
Konsumsi sayur dan buah dengan tingkat kecukupan gizi
Frekuensi jajan dengan tingkat kecukupan gizi
Hubungan tingkat kecukupan gizi dengan status gizi

Tingkat kecukupan energi dengan status gizi
Tingkat kecukupan protein dengan status gizi
Tingkat kecukupan lemak dengan status gizi
Tingkat kecukupan karbohidrat dengan status gizi
Tingkat kecukupan kalsium dengan status gizi
Tingkat kecukupan Fe dengan status gizi
Tingkat kecukupan vitamin A dengan status gizi
Tingkat kecukupan vitamin C dengan status gizi
Hubungan pengetahuan gizi, sikap gizi, frekuensi makan, konsumsi sayur,
konsumsi buah, dan frekuensi jajan dengan status gizi
Pengetahuan gizi dengan status gizi
Sikap gizi dengan status gizi
Frekuensi makan dengan status gizi
Konsumsi sayur dan buah dengan status gizi
Frekuensi jajan dengan status gizi
Aktivitas fisik dengan status gizi
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

25
26
26
27
27
27
28
28
28
28
29
29
29
29
29
30
30
30
30
31
31
31
32
32
32
33
33
40
48

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

Jenis dan cara pengumpulan data
Sebaran contoh berdasarkan karakteristik individu
Sebaran contoh berdasarkan karakteristik keluarga
Sebaran contoh berdasarkan pengetahuan gizi dan sikap gizi
Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan makan
Sebaran contoh berdasarkan aktivitas fisik
Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan energi
Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan protein
Sebaran contoh tingkat kecukupan lemak
Sebaran contoh tingkat kecukupan karbohidrat
Sebaran contoh tingkat kecukupan kalsium
Sebaran contoh tingkat kecukupan Fe (besi)
Sebaran contoh tingkat kecukupan vitamin A
Sebaran contoh tingkat kecukupan vitamin C
Sebaran contoh berdasarkan status gizi
Hubungan karakteristik individu dan keluarga dengan
tingkat kecukupan gizi
17 Hubungan antara pengetahuan gizi, sikap gizi, frekuensi makan,
konsumsi sayur, konsumsi buah, dan frekuensi jajan dengan tingkat
kecukupan gizi
18 Hubungan antara tingkat kecukupan gizi dengan status gizi
19 Hubungan pengetahuan gizi, sikap gizi, frekuensi makan, konsumsi sayur,
konsumsi buah, frekuensi jajan dengan status gizi

6
10
11
14
15
16
17
18
19
19
20
20
21
22
22
23

26
30
32

DAFTAR GAMBAR
1. Skema kerangka pemikiran

4

DAFTAR LAMPIRAN
1. Lampiran kuesioner penelitian

40

1

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pangan merupakan kebutuhan pokok dalam kehidupan manusia. Konsumsi
pangan tidak hanya untuk mengatasi rasa lapar tetapi juga untuk pemenuhan
kebutuhan zat gizi demi menjaga kesehatan tubuh (Notoatmodjo 2007). Pangan
yang baik dapat memenuhi syarat kesehatan yang merupakan salah satu unsur
untuk mencapai tingkat kesehatan masyarakat yang optimal seperti yang telah
digariskan dalam pembangunan nasional. Deklarasi Universal PBB tentang Hak
Asasi Manusia tahun 1948 menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk
memperoleh kesehatan yang baik dan pangan yang cukup sehingga terbebas dari
kelaparan dan kurang gizi (Soekirman 2000). Salah satu faktor yang menentukan
terciptanya sumberdaya manusia yang berkualitas adalah pangan yang bergizi,
yang diperoleh dari konsumsi pangan yang baik (Khomsan 2000).
Periode rentan gizi melekat pada usia remaja, karena pada usia remaja
terjadi peningkatan pertumbuhan dan perkembangan fisik serta aktivitas fisik yang
berakibat pada peningkatan kebutuhan terhadap energi dan zat gizi lainnya (Togo
et al 2001). Riskedas (2007), menyatakan prevalensi nasional kurang aktivitas
fisik pada penduduk umur >10 tahun adalah 48.2%. Adapun prevalensi kurang
aktivitas fisik penduduk berdasarkan umur 10-14 tahun yaitu 66.9% dan 15-24
tahun sebesar 52.0%. Sebanyak 16 provinsi mempunyai prevalensi kurang
aktivitas fisik pada penduduk umur >10 tahun diatas prevalensi nasional, yaitu
salah satunya Jawa Barat (52.4%).
Gizi yang baik memiliki peranan penting untuk mempengaruhi ketahanan
fisik dalam melakukan pekerjaan sehingga konsumsi pangan harus bisa
mencukupi kebutuhan yang seharusnya (Taras 2005). Konsumsi pangan pada
remaja merupakan permulaan seseorang dalam mengadopsi perilaku makan yang
cenderung akan menetap (Brown 2005). Data hasil Riskesdas tahun 2010
menunjukkan rata-rata kecukupan konsumsi energi penduduk umur 16-18 tahun
(usia remaja) sebanyak 54.5% di bawah 2125 kkal dan kecukupan konsumsi
protein di bawah 59 gram sebanyak 35.6%. Selain itu, fakta menyebutkan bahwa
sampai tahun 2007, konsumsi buah-buahan dan sayur-sayuran penduduk
Indonesia baru sebesar 95 kal/kapita/hari atau 79% dari anjuran kebutuhan
minimum yaitu sebesar 120 kkal/kapita/hari. Hal ini dipengaruhi oleh berbagai
faktor diantaranya kemampuan ekonomi, ketersediaan dan pengetahuan dan
perilaku konsumsi (Riskesdas 2007).
Salah satu upaya yang dilakukan untuk mencapai derajat kesehatan dan
aktivitas yang optimal, yaitu memenuhi kecukupan gizi setiap hari sesuai dengan
golongan umur, jenis kelamin, ukuran tubuh dan aktivitas fisik. Apabila konsumsi
makanan tidak seimbang untuk pertumbuhan, maka akan terjadi defisiensi
maupun kelebihan yang akhirnya dapat menghambat pertumbuhan maupun
menyebabkan obesitas (Notoatmodjo 2007). Berdasarkan data Riset Kesehatan
Dasar (2013) kecenderungan prevalensi remaja kurus relatif sama tahun 2007 dan
2013, dan prevalensi sangat kurus naik 0,4 persen. Sebaliknya prevalensi gemuk
naik dari 1,4 persen (2007) menjadi 7,3 persen (2013). Adapun data Riskesdas
(2010), menunjukkan bahwa prevalensi kegemukan pada remaja usia 16-18 tahun

2

secara nasional masih relatif rendah yaitu 1.4%. Terdapat 11 provinsi yang
memiliki prevalensi kegemukan pada remaja 16-18 tahun diatas prevalensi
nasional, yaitu Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Kepulauan Riau, DKI
Jakarta, Jawa Barat, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi
Utara, Gorontalo, Papua Barat dan Papua. Prevalensi status gizi gemuk pada
remaja umur 16-18 tahun (IMT/U). Selain itu Riskesdas (2007), juga
menunjukkan bahwa prevalensi obesitas di Provinsi Jawa Barat sebesar (12.8%),
status gizi normal (63,3%), status gizi (kurus) sebesar (14,6%). Oleh karena itu
diperlukan perhatian khusus terhadap remaja dalam pemenuhan kebutuhan
gizinya, karena remaja merupakan aset suatu bangsa agar dapat membangun
bangsa ini menjadi lebih baik. Hal inilah yang membuat penulis mecoba ingin
menggali lebih jauh mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi
siswa SMAN 1 Jatisari Karawang Jawa Barat.
Perumusan Masalah
Masa remaja merupakan suatu fase pertumbuhan dan perkembangan
antara masa anak-anak dan masa dewasa. Dalam periode ini terjadi perubahan
yang sangat pesat dalam dimensi fisik, mental dan sosial. Proses pertumbuhan
yang cepat menunjukkan kebutuhan zat gizi remaja juga meningkat, namun intake
zat gizi pada remaja sering kali tidak sesuai dengan yang dianjurkan sehingga
akhirnya dapat menyebabkan status gizi seseorang tergolong kurang atau lebih.
Dipilihnya siswa SMA pada penelitian ini karena pada hakikatnya siswa
tersebut merupakan remaja pertengahan dan akhir yang memiliki hasrat besar
untuk ingin tahu dan mempelajari lebih jauh tentang sesuatu. Selain itu, pada
masa ini remaja memiliki kemampuan untuk menerima gagasan baru serta
memiliki daya nalar yang tinggi sehingga penelitian terkait status gizi dapat
memberikan masukan yang baik untuk siswa SMAN 1 Jatisari Karawang.
Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Secara umum penelitian ini bertujuan mempelajari faktor-faktor yang
berhubungan dengan status gizi siswa SMAN 1 Jatisari Karawang
Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi karakteristik individu (jenis kelamin, besar uang saku, suku),
karakteristik keluarga (pendidikan orang tua, pendapatan orang tua, dan besar
keluarga), pengetahuan gizi, sikap gizi, dan kebiasaan makan, serta aktivitas
fisik pada subyek laki-laki dan perempuan SMAN 1 Jatisari Karawang
2. Menganalisis hubungan uang saku, karakteristik keluarga (besar keluarga,
pendidikan orang tua, pendidikan orang tua, dan pekerjaan orang tua) dengan
konsumsi pangan siswa SMAN 1 Jatisari Karawang
3. Menganalisis hubungan pengetahuan gizi, sikap gizi, dan kebiasaan makan
dengan konsumsi pangan siswa SMAN 1 Jatisari Karawang
4. Menganalisis hubungan antara konsumsi pangan dan aktivitas fisik dengan
status gizi siswa SMAN 1 Jatisari Karawang

3

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang faktorfaktor yang berhubungan dengan status gizi pada siswa SMAN 1 Jatisari
Karawang. Bagi pihak sekolah agar lebih menghimbau kembali pentingnya
kebiasaan makan, aktivitas fisik, dan konsumsi pangan yang baik dalam upaya
pencapaian dan mempertahankan status gizi yang ideal. Data hasil penelitian ini
diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu referensi untuk membuat suatu
program kebijakan di bidang pendidikan dan kesehatan bagi remaja di daerah
Karawang pada umumnya, dalam rangka meningkatkan kualitas sumberdaya
manusia. Bagi perguruan tinggi diharapkan sebagai perwujudan dari Tri Dharma
yaitu pendidikan, pengembangan penelitian dan pengabdian masyarakat.

KERANGKA PEMIKIRAN
Status gizi yang baik merupakan salah satu unsur yang penting dalam
pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas. Pemenuhan zat gizi yang
baik akan mendukung pertumbuhan dan perkembangan dalam diri manusia, serta
mencapai kesehatan yang optimal. Pangan sebagai sumber zat gizi bagi makhluk
hidup umumnya merupakan kebutuhan pokok yang harus dikonsumsi setiap hari.
Menurut Supariasa et al (2002), status gizi merupakan keadaan seseorang akibat
dari konsumsi, penyerapan, dan penggunaan zat gizi dari makanan dalam jangka
waktu yang lama. Anak yang mengalami gizi kurang dapat menyebabkan
konsentrasi belajar dan persentase kehadiran di sekolahnya menurun (Taras 2005).
Kerangka konsep ini mengacu kepada kerangka pikir UNICEF (1998) yaitu
faktor penyebab langsung timbulnya masalah gizi antara lain konsumsi pangan
dan penyakit. Pencapaian konsumsi pangan dipengaruhi oleh karakteristik sosial
ekonomi keluarga. Karakteristik sosial ekonomi keluarga akan menentukan
konsumsi pangan seseorang. Seseorang akan cenderung memiliki kebiasaan
makan yang baik jika orang tua membiasakan mengonsumsi makanan bergizi dari
sejak kecil. Ketersediaan makanan yang diberikan oleh orang tua tersebut
berkaitan dengan besar keluarga, pendidikan, pekerjaan, pendapatan orang tua,
dan suku. Besar keluarga dapat mempengaruhi jumlah dan jenis makanan yang
dikonsumsi masing-masing anggota keluarga. Menurut Deskmukh (2007)
besarnya jumlah populasi dalam keluarga akan berpengaruh pada semakin
besarnya jumlah pangan yang harus tersedia. Tingkat pendidikan formal
merupakan faktor yang ikut menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan
menekuni pengetahuan yang diperoleh. Orang tua yang berpendidikan tinggi
diharapkan memiliki pengetahuan gizi yang baik, sehingga konsumsi pangan
anaknya akan lebih diperhatikan dan membentuk sikap dan kebiasaan makan yang
baik pada anak. Selain itu pendidikan yang tinggi akan mencerminkan jenis
pekerjaan seseorang dan memberikan pengaruh terhadap pendapatannya.
Pendapatan merupakan faktor utama yang menentukan konsumsi pangan
(Martianto & Ariani 2004). Pendapatan mempunyai peranan besar dalam masalah
gizi dan kebisasaan makan masyarakat. Menurut Garcia (2009), pendapatan
memiliki dampak terhadap jumlah konsumsi pangan. Pendapatan yang tinggi

4

berarti memiliki kemampuan yang lebih dalam membeli barang ataupun makanan.
Kebudayaan suatu bangsa mempunyai kekuatan yang berpengaruh terhadap
pemilihan bahan makanan yang digunakan untuk dikonsumsi. Setiap suku bangsa
memiliki kebudayaan yang berbeda satu sama lain tanpa terkecuali dalam hal
memilih dan mengolah makanan. Pola kebudayaan dapat mempengaruhi orang
dalam memilih makanan. Hal ini juga mempengaruhi jenis pangan apa yang harus
dibuat, bagaimana cara pengolahannya, penyalurannya, hingga penyajiannya
(Sukandar 2007). Adapun bagan kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 1
dibawah ini.
Karakteristik keluarga
- Besar keluarga
- Pendidikan orangtua
- Pekerjaan orangtua
- Pendapatan orangtua

Karakteristik individu
- Jenis kelamin
- Umur
- Uang saku
- Suku

-

Pengetahuan gizi
Sikap gizi
Kebiasaan makan

Konsumsi pangan

Status kesehatan
- Riwayat
penyakit
- Infeksi

Aktivitas fisik

Status gizi

Keterangan :
= Variabel yang diteliti
= hubungan antar variable yang diteliti
= Variabel yang tidak diteliti
= Hubungan antar variabel yang tidak diteliti

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran

METODE
Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional study yaitu pengambilan
data yang dilakukan pada satu waktu. Penelitian ini dilaksanakan di SMAN 1
Jatisari Karawang. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara purposive dengan
pertimbangan SMA Negeri 1 Jatisari merupakan salah satu sekolah yang berada di
daerah pedesaan dengan kondisi sosial ekonomi orang tua yang beragam dan
jarang mendapatkan sosialisasi tentang kesehatan terutama dibidang ilmu gizi.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari hingga Maret 2015.
Teknik Penarikan Subjek
Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa SMA Negeri 1 Jatisari. Contoh
dalam penelitian ini adalah siswa SMA tersebut yang masih aktif mengikuti
kegiatan belajar mengajar. Jumlah siswa di SMA tersebut adalah kelas X
sebanyak 486 siswa, kelas XI sebanyak 437 siswa dan kelas XII sebanyak 464

5

siswa. Total populasi SMA Negeri Jatisari berjumlah 1387 orang. Besar contoh
dalam penelitian ini dihitung menggunakan rumus Slovin:
n=

N
1 + N (d2)

Keterangan:
n = Jumlah contoh
N = Jumlah populasi
d = Tingkat kesalahan yang dapat ditolerir (10%)
Apabila nilai yang diketahui dimasukan ke dalam rumus maka diperoleh
hasil sebagai berikut:
n=

1387
= 93.2 = 93 siswa
1 + 1387 (0.12)

Berdasarkan perhitungan, sampel yang dibutuhkan adalah 93 siswa, dengan
pertimbangan siswa yang drop out saat penelitian dan data yang tidak lengkap
maka sampel ditambah 10 %, sehingga sampel yang diambil menjadi 108 siswa
yang terdiri dari 54 siswa laki-laki dan 54 siswa perempuan.
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan sekunder. Data primer
meliputi karakteristik individu (umur, uang saku, dan suku), karakteristik keluarga
(besar keluarga, pendapatan orang tua, pendidikan orang tua, dan pekerjaan orang
tua), pengetahuan gizi, sikap gizi, kebiasaan makan, aktivitas fisik, dan status gizi.
Adapun data sekunder meliputi data populasi siswa SMAN 1 Jatisari Karawang
yang diperoleh dari arsip sekolah tersebut.
Data identitas contoh meliputi nama, umur, kelas, jenis kelamin, uang saku,
tinggi badan, dan berat badan. Data mengenai pengetahuan gizi responden
diperoleh berdasarkan jawaban responden terhadap 20 pertanyaan yang meliputi
pengetahuan gizi secara umum, PUGS, fungsi-fungsi zat gizi, dan sumber-sumber
zat gizi. Data mengenai kebiasaan makan diperoleh dari formulir food frequency
questioner selama 1 bulan terakhir yang meliputi makanan pokok, lauk hewani,
lauk nabati, sayur-sayuran dan buah-buahan. Data sikap pemenuhan gizi diperoleh
dengan metode skala likert yang terdiri dari S dan TS.
Data konsumsi pangan diperoleh dengan cara recall 24 jam selama dua
hari yaitu hari sekolah dan hari libur. Data aktivitas fisik dilakukan dua hari yaitu
bersamaan dengan recall konsumsi pangan. Data status gizi diukur dengan
pengukuran antropometri yaitu pengukuran berat badan (BB) dan tinggi badan
(TB). Pengukuran BB dilakukan dengan metode penimbangan langsung
menggunakan timbangan digital berkapasitas 150 kg dan ketelitian 0,1 kg,
sedangkan pengukuran TB dilakukan menggunakan alat pengukur tinggi badan
(microtoise) dengan kapasitas 200 cm dan ketelitian 0,1 cm. Berikut disajikan
Tabel 1 Jenis dan cara pengumpulan data

6

Tabel 1 Jenis dan cara pengumpulan Data
Variabel
Karakteristik individu

Karakteristik keluarga

Pengetahuan gizi
Sikap gizi
Kebiasaan makan

Konsumsi pangan

Jenis Data
1. Jenis kelamin
2. Umur
3. Uang saku
4. Suku
1. Besar keluarga
2. Pendapatan orang tua
3. Pendidikan orang tua
4. Pekerjaan orang tua
Pengukuran pengetahuan gizi
Pengukuran sikap gizi
1. Frekuensi makan
2. Konsumsi sayur dan buah
3. Frekuensi jajan
Daily food recall selama 2 hari yaitu
hari libur dan hari sekolah

Aktivitas fisik

Jenis dan alokasi
aktivitas fisik

waktu

untuk

Status Gizi

Berat badan (Kg) dan tinggi badan
(cm)

Cara Pengumpulan
Wawancara langsung
menggunakan Kuisioner

Wawancara langsung
menggunakan kuisioner

Test tertulis
Test tertulis
Pengisian form FFQ semi
kuantitatif
Wawancara langsung
menggunakan form recall 2 x
24 jam
Wawancara menggunakan
kuisioner dengan
menggunakan acuan
perhitungan PAL dan PAR
Berat badan diukur dengan
menggunakan timbangan
digital, tinggi badan diukur
menggunakan microtoise

Pengolahan dan Analisis Data
Proses pengolahan meliputi editing, coding, entry dan analisis. Proses
editing adalah pemeriksaan seluruh kuesioner setelah data terkumpul. Coding
adalah pemberian kode tertentu terhadap jawaban-jawaban pertanyaan dalam
kuesioner, sehingga memudahkan pada saat memasukkan data ke komputer. Entry
adalah memasukkan data dari lembaran jawaban kuesioner sesuai kode yang telah
ditentukan untuk masing-masing variabel. Cleaning yaitu melakukan pengecekan
terhadap isian data yang di luar pilihan jawaban yang disediakan kuesioner atau
isian data yang di luar kewajaran. Data diolah dan dianalisis secara deskriptif dan
inferesia menggunakan Microsoft Excel 2007 dan SPSS 15.0 for windows.
Perbedaan data subyek laki-laki dan perempuan dianalisis menggunakan Mann
Whitney sedangkan hubungan antar variabel dianalisis menggunakan uji statistik
Spearman atau Pearson
Karakteristik individu dan keluarga dianalisis secara deskriptif.
Karakteristik individu adalah jenis kelamin, umur, uang saku, dan suku. Jenis
kelamin terdiri atas laki-laki dan perempuan. Umur subyek dilihat berdasarkan
tanggal lahir. Uang saku subyek di kategori menjadi tiga yaitu <
Rp70.000/minggu, Rp 70.000-Rp 140.000/minggu, dan > Rp140.000/minggu
(Kusumaningsih I 2007). Kategori tersebut diperoleh dengan cara
mengelompokkan uang saku subyek berdasarkan sebaran. Data suku (budaya)
terdiri atas Sunda, Jawa, Batak, Betawi, dan Lampung. Kategori tersebut
didapatkan dari pengelompokan suku berdasarkan sebaran. Data aktivitas fisik
yang digunakan yaitu aktivitas fisik pada hari sekolah dan hari libur kemudian
dinyatakan dengan nilai PAR (Physical Activity Ratio), selanjutnya nilai PAR

7

digunakan dalam menentukan tingkat aktivitas fisik (PAL). Tingkat aktivitas fisik
diperoleh dengan mengalikan PAR dengan lama melakukan sebuah aktivitas
dibagi dengan 24 jam. Nilai PAL tersebut dibagi menjadi empat kategori yaitu
sedentary (1.10-1.39), low active (1.40-1.59), active (1.60-1.89) dan very active
(1.90-2.50) (Frary & Jhonson 2008). Kebiasaan makan subyek dilihat berdasarkan
frekuensi konsumsi bahan pangan selama satu bulan terakhir dengan
menggunakan food frequency semi quantitative sehingga frekuensi makan,
konsumsi buah, konsumsi sayur, dan frekuensi jajan dapat diketahui. Frekuensi
makan per hari yang diklasifikasikan menjadi 1 kali sehari, 2 kali sehari, 3-4 kali
sehari, dan >4 kali sehari (Raharto & Romdiati 2001), konsumsi buah yang terdiri
atas 3 kali
sehari, dan tidak pernah (Andarwulan et al 2009).
Data karakteristik keluarga berupa besar keluarga, pendapatan keluarga,
pendidikan orangtua, dan pekerjaan orangtua. Menurut BKKBN (1998) data besar
keluarga dikategorikan menjadi tiga yaitu keluarga kecil dengan jumlah anggota
keluarga ≤4 orang, keluarga sedang 5-6 orang, dan keluarga besar dengan jumlah
anggota keluarga ≥7 orang. Data pendidikan orangtua dikategorikan menurut
jenjang pendidikan yaitu tidak sekolah, tamat SD, SMP, SMA, dan Perguruan
Tinggi yang kemudian dianalisis secara deskriptif. Data pekerjaan orangtua
dikategorikan menjadi tidak bekerja (ibu rumah tangga untuk ibu),
PNS/Polisi/ABRI, wiraswasta, buruh/karyawan, jasa (penjahit, supir, ojeg) dan
lainnya (pensiunan). Pendapatan orangtua dihitung berdasarkan pendapatan per
bulan yang dikategorikan menjadi 3 yaitu rendah < Rp 2000.000 , sedang
Rp.2000.000-Rp. 4000.000, dan tinggi > Rp. 4000.000 (Kusumaningsih I 2007).
Data konsumsi pangan berupa jenis dan jumlah makanan dalam
gram/URT diolah dengan menggunakan Analisis Daftar Konsumsi Bahan
Makanan. Jumlah makanan dalam bentuk gram/URT kemudian dikonversi dengan
menggunakan Daftar Konsumsi Bahan Makanan tersebut kemudian dilakukan
perhitungan tingkat kecukupan gizi untuk energi, protein, lemak, karbohidrat,
kalsium, Fe (zat besi), vitamin A, dan vitamin C. Angka kecukupan zat gizi yang
digunakan mengacu pada angka kecukupan gizi 2013. Adapun rumus umum yang
digunakan untuk mengetahui kandungan zat gizi makanan yang dikonsumsi
adalah :
KGij = (Bj/100) x Gij x (BDDj/100)
Keterangan :
KGij = Penjumlahan zat gizi i dari setiap bahan makanan/pangan yang dikonsumsi
Bj
= Berat bahan makanan j (gram)
Gij
= Kandungan zat gizi i dari bahan makanan j
BDDj = % bahan makanan j yang dapat dimakan
(Sumber : Hardinsyah & Briawan 1994)

Pengukuran tingkat kecukupan energi, protein,lemak, karbohidrat, kalsium,
Fe, vitamin A, dan vitamin C merupakan tahap lanjutan dari penghitungan
konsumsi pangan. Tingkat kecukupan konsumsi merupakan persentase konsumsi

8

aktual subyek dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG). Secara umum tingkat
kecukupan zat gizi dapat dirumuskan sebagai berikut:
TKGi = (Ki/AKGi) x 100%
Keterangan:
TKGi = Tingkat kecukupan zat gizi i
Ki
= Konsumsi zat gizi i
AKGi = Kecukupan zat gizi i yang dianjurkan
(Sumber : Hardinsyah & Briawan 1994)

Pengkategorian tingkat kecukupan zat gizi makro menurut Departemen
Kesehatan (1996) adalah defisit tingkat berat (0.05) pada uang saku subyek
laki-laki dan subyek perempuan.

11

Budaya atau suku dalam suatu bangsa mempunyai kekuatan yang
berpengaruh terhadap pemilihan bahan makanan yang digunakan untuk
dikonsumsi. Dalam hal sikap terhadap makanan, masih banyak terdapat pantangan,
tahayul, tabu dalam masyarakat yang menyebabkan konsumsi makanan menjadi
rendah (Supariasa 2002). Berdasarkan Tabel 2 sebagian besar subyek (96.3%)
berasal dari suku Sunda dan sisanya 3.7% yang berasal dari suku Jawa. Hasil uji
statistik menunjukkan tidak terdapat perbedaan nyata (p>0.05) antara asal suku
subyek laki-laki dan subyek perempuan
Karakteristik keluarga
Karakteristik keluarga yang diamati meliputi besar keluarga, pendapatan
keluarga, pendidikan orang tua, dan pekerjaan orang tua. Berikut adalah sebaran
contoh berdasarkan karakteristik keluarga yang disajikan pada Tabel 3
Tabel 3 Sebaran contoh berdasarkan karakteristik keluarga
Karakteristik
keluarga
Besar keluarga
Kecil
Sedang
Besar
Total
Rata-rata + SD
Pendapatan
Rendah
Sedang
Tinggi
Total
Rata rata + SD
Pendidikan Ayah
Tidak Sekolah
SD/sederajat
SMP/sederajat
SMA/sederajat
Perguruan Tinggi
Total
Pendidikan Ibu
Tidak sekolah
SD/sederajat
SMP/sederajat
SMA/sederajat
Perguruan Tinggi
Total
Pekerajaan Ayah
Tidak bekerja
PNS/TNI/POLRI
Wiraswasta
Buruh/Karyawan
Jasa
Lainnya
Total

Laki-laki
n

%

33
61.11
15
27.78
6
11.11
54
100
4,56 + 1,40
13
24.1
30
55.6
11
20.4
54
100
2864815 ± 1312050

Perempuan
n
%
20
37.04
28
51.85
6
11.11
54
100
4,91 + 1,29
11
20.4
31
57.4
12
22.2
54
100
2888462 ± 1456308

Total
n

%

53
49.07
43
39.81
12
11.11
108
100
4,73 + 1,35
24
22.2
61
56.5
23
21.3
108
100
2744898 ± 1588426

0
9
16
24
5
54

0.0
16.7
29.6
44.4
9.3
100

1
14
13
17
9
54

1.85
25.93
24.07
31.48
16.67
100

1
23
29
41
14
108

0.93
21.30
26.85
37.96
12.96
100

0
24
10
16
4
54

0.0
44.4
18.5
29.6
7.4
100

2
19
13
14
6
54

3.7
35.2
24.1
25.9
11.1
100

2
43
26
40
9
108

1.9
39.8
21.3
27.8
9.3
100

5
9
21
13
2
4
54

9.3
16.7
38.9
24.1
3.7
7.4
100

1
5
28
17
1
2
54

1.9
9.3
51.9
31.5
1.9
3.7
100

6
14
49
30
3
6
108

5.56
12.96
45.37
27.78
2.78
5.56
100

P

0.034

0.616

0.600

0.761

0.372

12

Tabel 3 Sebaran contoh berdasarkan karakteristik keluarga (lanjutan)
Karakteristik
keluarga
Pekerjaan Ibu
Tidak bekerja
PNS/TNI/POLRI
Wiraswasta
Buruh/Karyawan
Jasa
Lainnya
Total

n
32
1
13
2
0
6
54

Laki-laki
%
59.3
1.9
24.1
3.7
0.0
11.1
100

Perempuan
n
%
36
2
13
1
0
2
54

66.7
3.7
24.1
1.9
0.0
3.7
100

Total
n

%

68
3
26
3
0
8
108

62.96
2.78
24.07
2.78
0.00
7.41
100

P

0.269

Besar keluarga adalah banyaknya atau jumlah anggota keluarga yang
terdiri dari ayah, ibu, anak dan anggota keluarga lain dari pengelolaan sumber
daya yang sama. Ukuran besarnya keluarga berkaitan erat dengan kejadian
masalah gizi dan kesehatan. Keluarga dengan pendapatan yang rendah dan jumlah
anggota keluarga yang banyak menyebabkan makanan yang diasup kurang bergizi
(Kartasapoetra & Marsetyo 2008). Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui bahwa
sebagian besar keluarga subyek berada dalam kategori keluarga kecil (49.07%)
dengan rata-rata (4.73±1.35) orang. Adapun persentase subyek laki-laki yang
memiliki kategori keluarga kecil (61.11%) sedangkan perempuan (37.04%). Hasil
uji beda Mann Whitney menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata (p0.05) antara pendapatan orangtua dari kedua subyek
Tingkat pendidikan orang tua yang baik akan memungkinkan orang tua
dapat memantau dan menerima informasi tentang prilaku anaknya. Semakin tinggi
tingkat pendidikan seseorang maka diasumsikan bahwa kemampuannya akan
semakin baik dalam mengakses dan menyerap informasi demi memenuhi
kebutuhan gizinya dan keluarga (Isnani 2011). Pendidikan orangtua subyek
meliputi pendidikan ayah dan pendidikan ibu. Pendidikan orangtua dikategorikan
menjadi lima kategori yaitu tidak sekolah, SD/sederajat, SMP/sederajat,
SMA/sederajat dan Perguruan Tinggi. Secara umum (37.96%) pendidikan terakhir
yang ditempuh ayah subyek adalah SMA/sederajat. Subyek laki-laki yang
memiliki ayah dengan pendidikan terakhir SMA/sederajat adalah 44.4%
sedangkan subyek perempuan 31.48%. Fikawati dan Syafiq (2009), menyatakan
tingginya pendidikan ayah memungkinan terjadinya peningkatkan pendapatan
sehingga dapat meningkatkan daya beli terhadap makanan. Hasil uji statistik

13

menunjukkan tidak terdapat perbedaan nyata (p>0.05) pada tingkat pendidikan
ayah dari kedua subyek
Ketersediaan makanan merupakan salah satu tugas dari seorang ibu
sehingga tingkat pendidikan menjadi salah satu faktor yang berpengaruh terhadap
kuantitas dan kualitas makanan dalam keluarga (Fikawati & Syafiq 2009).
Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui sebagian besar subyek (39.8%) memiliki ibu
dengan pendidikan terakhir SD/sederajat. Adapun subyek laki-laki yang memiliki
ibu dengan pendidikan terkahir SD/sederajat menunjukkan 44.4% sedangkan
subyek perempuan (35.2%). Tingkat pendidikan yang tinggi diharapkan dapat
memberikan pengetahuan dan keterampilan mengenai gizi yang lebih baik,
pengasuhan anak yang baik, ketahanan pangan keluarga, dan makin banyaknya
keluarga yang memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada (Depkes 2004). Hasil
uji statistik Mann Whitney menunjukkan tidak terdapat perbedaan nyata (p>0.05)
antara tingkat pendidikan ibu dari subyek laki-laki dan subyek perempuan
Pekerjaan orang tua merupakan salah satu faktor yang menentukan
kecukupan gizi dalam sebuah keluarga. Pekerjaan berhubungan dengan jumlah
pendapatan yang diterima. Semakin tinggi kedudukan seseorang secara otomatis
akan semakin tinggi penghasilan yang diterima, dan semakin besar pula jumlah
uang yang dibelanjakan untuk memenuhi kecukupan gizi dalam keluarga
(Sediaoetama 2008). Pekerjaan orang tua subyek laki-laki dan perempuan terdiri
dari tidak bekerja, PNS/TNI/POLRI, wiraswasta, buruh/karyawan, jasa dan
lainnya. Berdasarkan Tabel 3 di atas, sebagian besar subyek (45.37%) memiliki
ayah dengan profesi wiraswasta, sedangkan ibu (62.96%) sebagai ibu rumah
tangga (tidak bekerja). Subyek laki-laki menunjukkan 38.9% bekerja sebagai
wiraswasta sedangkan subyek perempuan 51.9%. Hasil uji mann whitney
menunjukkan tidak terdapat perbedaan nyata (p=0.372) antara jenis pekerjaan
ayah subyek laki-laki dengan subyek perempuan. Adapun pekerjaan ibu dari
subyek laki-laki menunjukkan 59.3% memiliki profesi sebagai ibu rumah tangga
(tidak bekerja), sedangkan subyek perempuan 66.7%. Hasil uji mann whitney
menunjukkan tidak terdapat perbedaan nyata (p=0.269) antara jenis pekerjaan ibu
subyek laki-laki dengan subyek perempuan.
Pengetahuan gizi dan sikap gizi
Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia atau hasil dari tahu
seseorang terhadap objek tertentu melalui indera yang dimilikinya. Pengetahuan
gizi diukur dari kemamapuan contoh dalam menjawab pertanyaan yang berkaitan
dengan gizi secara umum yang disiapkan dalam kuesioner (Notoatmodjo 2005).
Menurut Contento (2007), yaitu seseorang dengan tingkat pengetahuan yang lebih
tinggi akan lebih baik dalam menerima, memproses, menginterpretasikan, dan
menggunakan informasi yang diperolehnya. Pada penelitian ini sebagian besar
subyek memiliki pengetahuan gizi yang tergolong ke dalam kategori sedang yaitu
64.81% dan sisanya termasuk ke dalam kategori kurang 10.19% dan baik 25%.
Subyek laki-laki yang memiliki pengetahuan gizi dalam kategori sedang yaitu
62.96% sedangkan perempuan 66.67%. Hasil uji statistik Mann Whitney
menujukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata (p=0.821) pada
pengetahuan gizi kedua subyek laki-laki dan subyek perempuan.

14

Menurut Khomsan et al (2007), tingkat pengetahuan gizi seseorang
berpengaruh terhadap sikap dan perilaku dalam memilih makanan yang pada
akhirnya akan berpengaruh pada keadaan gizi seseorang. Semakin tinggi tingkat
pengetahuan gizi seseorang diharapkan semakin baik pula keadaan gizinya
(Khomsan et al. 2007). Pada penelitian ini sebagian besar sikap gizi subyek
tergolong netral yaitu 68.5% dan sisanya tergolong kedalam kategori kurang 5.6%
dan positif 25.9%. Sikap gizi subyek laki-laki yang tergolong netral yaitu 64.8%
sedangkan subyek perempuan 72.2%. Adapun maksud dari sikap netral tersebut
menunjukkan persepsi seseorang yang berada pada tingkatan ragu-ragu terhadap
pernyataan terkait gizi. Hasil uji Mann Whitney menujukkan bahwa tidak terdapat
perbedaan yang nyata (p=0.921) pada sikap gizi kedua subyek. Adapun sebaran
contoh berdasarkan pengetahuan gizi dan sikap gizi disajikan pada tabel 4 berikut.
Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan pengetahuan gizi dan sikap gizi
Variabel
Pengetahuan
Kurang
Sedang
Baik
Total
Rata-rata ±SD
Sikap
Negatif
Netral
Positif
Total
Rata-rata ±SD

Laki-laki
n

%

Perempuan
n
%

Total
n

%

7
12.96
34
62.96
13
24.07
54
100
73.7 ± 11.78

4
7.41
36
66.67
14
25.93
54
100
73.9 ± 10.84

11
10.19
70
64.81
27
25
108
100
73.8 ± 11.27

4
7.4
35
64.8
15
27.8
54
100
77.04 ± 13.41

2
3.7
39
72.2
13
24.1
54
100
77.78 ± 10.84

6
5.6
74
68.5
28
25.9
108
100
77.41 ± 12.1

Kebiasaan Makan
Kebiasaan makan dalam penelitian ini dilihat dari frekuensi makan,
konsumsi sayur, konsumsi buah dan frekuensi jajan. Salah satu aspek penting dari
kebiasaan makan adalah frekuensi makan per hari, karena secara langsung akan
mempengaruhi asupan zat gizi melalui konsumsi pangan. Frekuensi makan yang
baik adalah 3 kali dalam sehari. Jarak antara dua waktu makan yang panjang
menyebabkan adanya kecenderungan untuk makan lebih banyak dan melebihi
batas (Khomsan 2000). Konsumsi sayur dan buah merupakan salah satu sumber
zat gizi mikro yang diperlukan dalam membantu peran dari zat gizi makro
sehingga zat gizi yang masuk di dalam tubuh dapat digunakan dengan baik.
Misalnya vitamin A yang didapatkan dari sayur dan buah berperan dalam proses
sintesis protein sehingga dapat membantu peranan protein dalam proses
pertumbuhan sel. Rendahnya konsumsi pangan yang bersumber dari makanan
pokok, sayur, dan buah dapat disebabkan oleh pengaruh jajan yang dapat
menyebabkan timbulnya rasa kenyang dan penurunan nafsu makan. Sehingga
asupan zat gizi makro maupun mikro pada seseorang mengalami defisit. Berikut
adalah Tabel 5 yang menunjukkan sebaran contoh berdasarkan kebiasaan makan

15

Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan makan
Kebiasaan makan
Frekuensi makan
1 kali/hari
2 kali/hari
3-4 kali/hari
> 4 kali/ hari
Total
Rata-rata ± SD
Konsumsi sayur
Kurang (< 1 ½ porsi per hari)
Baik (≥ 1 ½ porsi per hari)
Total
Rata-rata ± SD
Konsumsi buah
Kurang (< 2 porsi per hari)
Baik (≥ 2 porsi per hari)
Total
Rata-rata ± SD
Frekuensi jajan
Tidak pernah jajan
1 kali per hari
2 kali per hari
3 kali per hari
>3 kali per hari
Total
Rata-rata ± SD

Laki-laki
n
%

Perempuan
n
%

Total

0
0
7
12.96
45
83.33
2
3.70
54
100
3.49 ± 0.69

0
0
11
20.93
43
79.63
0
0
54
100
3.18 ± 0.60

41
75.93
13
24.07
54
100
1.24 ± 0.43

50
92.59
4
7.41
54
100
1.07 ± 0.26

91
84.26
17
15.74
108
100
1.16 ± 0.35

51
94.44
3
5.56
54
100
1.06 ± 0.23

47
87.04
7
12.96
54
100
1.13 ± 0.34

98
90.74
10
9.26
108
100
1.09 ± 0.28

7
12.96
6
11.11
12
22.22
13
24.07
16
29.63
54
100
3.06 ± 1.61

3
5.56
10
18.52
17
31.48
9
16.67
15
27.78
54
100
3.21 ± 1.83

10
9.26
16
14.81
29
26.85
22
20.37
31
28.7
108
100
3.13 ± 1.72

n

%

0
0
18
16.67
88
81.48
2
1.85
108
100
3.34 ± 0.65

Berdasarkan Tabel 5 di atas diketahui bahwa sebagian besar subyek
(81.48%) terbiasa makan dengan frekuensi 3-4 kali/hari dengan rata-rata
(3.34±0.65) kali sehari. Adapun persentase subyek laki-laki yang memiliki
frekuensi makan 3-4 kali yaitu 83.33% sedangkan subyek perempuan 79.63%.
Menurut Khomsan (2003), untuk menghindari tubuh dari kekosongan lambung
maka frekuensi makan yang baik adalah 3 kali dalam sehari. Hasil uji beda Mann
Whitney menunjukkan terdapat perbedaan nyata (p=0.021) antara frekuensi makan
subyek laki-laki dan subyek perempuan. Adanya perbedaan ini disebabkan oleh
rata-rata frekuensi makan subyek laki-laki lebih tinggi dibandingkan subyek
perempuan.
Berdasarkan Tabel 5 di atas, sebagian besar subyek (84.26%) memiliki
kebiasaan konsumsi sayur yang tergolong kurang (