Fitoremediasi Menggunakan Akar Wangi (Vetiveria Zizanioides L. Nash) Dalam Pengolahan Limbah Budidaya Perikanan Dengan Sistem Resirkulasi

FITOREMEDIASI MENGGUNAKAN AKAR WANGI
(Vetiveria zizanioides L. Nash) DALAM PENGOLAHAN LIMBAH
BUDIDAYA PERIKANAN DENGAN SISTEM RESIRKULASI

PUTU CINTHIA DELIS

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Fitoremediasi
Menggunakan Akar Wangi (Vetiveria zizanioides L. Nash) dalam Pengolahan
Limbah Budidaya Perikanan dengan Sistem Resirkulasi adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2016
Putu Cinthia Delis
NIM C251130061

RINGKASAN
PUTU CINTHIA DELIS. Fitoremediasi Menggunakan Akar Wangi (Vetiveria
zizanioides L. Nash) dalam Pengolahan Limbah Budidaya Perikanan dengan
Sistem Resirkulasi. Dibimbing oleh MAJARIANA KRISANTI dan HEFNI
EFFENDI.
Kegiatan budidaya seringkali mengakibatkan tingginya masukan bahan
organik sehingga kualitas perairan menurun. Diperlukan adanya upaya dalam
pengolahan limbah perikanan budidaya. Akar wangi (Vetiveria zizanioides),
dikenal sebagai akumulator logam berat serta pengolah limbah organik yang
efektif. Akar wangi juga memiliki banyak manfaat lain, yaitu obat-obatan,
kerajinan tangan, dan yang paling utama adalah penghasil minyak atsiri sehingga
akar wangi juga memiliki nilai ekonomis yang tinggi.
Untuk mengukur efektivitas akar wangi sebagai fitoremediator dalam
mengolah limbah organik perikanan budidaya, dilakukan penelitian menggunakan

metode akuaponik dengan Recirculating Aquaculture System (RAS). Ikan yang
digunakan yaitu ikan nila (Oreochromis niloticus) dengan tiga perlakuan, yaitu P0
(ikan nila tanpa penanaman akar wangi), P1 (ikan nila dengan akar wangi 160
gram basah), dan P2 (ikan nila dengan akar wangi 320 gram basah). Penelitian
dilakukan selama enam minggu dan pengamatan serta pengambilan sampel
dilakukan satu minggu sekali.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan tidak memberikan pengaruh
terhadap perubahan konsentrasi amonia (NH3 dan NH4+), nitrat (NO3), dan nitrit
(NO2). Pengaruh yang signifikan terlihat untuk konsentrasi ortofosfat (PO4),
terlihat bahwa akar wangi efektif dalam mengurangi konsentrasi PO4 pada media
budidaya ikan. Penurunan konsentrasi PO4 tertinggi yaitu pada hari ke-28 sebesar
15.27% untuk P1 dan 19.94% untuk P2. Ikan nila juga menunjukkan pertumbuhan
yang paling optimal pada P2, yaitu sebesar 0.025 ± 0.000 g hari-1. Sementara itu,
pertumbuhan akar wangi tidak menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan
antar perlakuan. Pada percobaan ini, baik P1 maupun P2, diketahui bahwa
pertumbuhan akar wangi dipengaruhi oleh dua nutrien utama yaitu NH4+ dan PO4.
Pada percobaan ini akar wangi kurang efektif dalam menyerap nitrogen,
namun efektif dalam menyerap PO4 serta mampu memberikan lingkungan yang
nyaman bagi ikan nila. Hal tersebut terlihat dari pertumbuhan ikan nila yang lebih
baik ketika dipelihara bersamaan dengan akar wangi. Untuk melihat efektivitas

penyerapan nitrogen oleh akar wangi, perlu dilakukan penelitian dengan
kepadatan akar wangi yang lebih tinggi dan durasi pemeliharaan yang lebih
panjang.
Kata kunci: akuaponik, RAS, ikan nila, akar wangi, penghilangan nutrien

SUMMARY
PUTU CINTHIA DELIS. Treatment of Organic Aquaculture Wastewater using
Vetiver Grass (Vetiveria zizanioides L. Nash) with Recirculating System.
Supervised by MAJARIANA KRISANTI and HEFNI EFFENDI.
Aquaculture activities often result in high input of organic material so that
the water quality decreases. Aquaculture waste treatment is required. Vetiver
(Vetiveria zizanioides), known as accumulators of heavy metals and organic waste
treatment effective. Vetiver also has many other benefits, namely
pharmaceuticals, handicrafts, and essential oil.
To determine the effectiveness of vetiver grass as phytoremediator in
absorbing organic waste from fish aquaculture, an experiment using aquaponic
with Recirculating Aquaculture System (RAS) was carried out. Nile tilapia
(Oreochromis niloticus) was used and three treatments were selected, i.e. P0 (Nile
tilapia without vetiver grass), P1 (Nile tilapia with vetiver grass of 160 grams wet
density), and P2 (Nile tilapia with vetiver grass of 320 grams wet density). The

experiment was carried out for 42 days and observations and sampling were
weekly conducted.
The results showed that the treatments does not give effect to changes in the
concentration of ammonia (NH3 and NH4+), nitrate (NO3), and nitrite (NO2).
Vetiver grass is effective in reducing the concentration of PO4 in fish culture
media. The highest PO4 removals were on day 28 at 15.27% for P1 and 19.94%
for P2. Nile tilapia also showed the most optimal growth in P2 (0.025 ± 0.000 g
day-1). Meanwhile, the growth of vetiver grass did not show any significant
difference among treatments. In this experiment, it is revealed that the growth of
vetiver grass was influenced by two main nutrients (NH4+ and PO4).
Vetiver gress was less effective in absorbing nitrogen, but effective in
absorbing PO4 and able to provide a comfortable environment for Nile tilapia.
This is evident from the growth of tilapia better when maintained along with
vetiver grass. To see the effectiveness of the absorption of nitrogen by vetiver
grass, a to study with higher vetiver grass density and longer duration of
maintenance is suggested.
Keywords: aquaponic, RAS, Nile tilapia, vetiver grass, nutrient removal

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

FITOREMEDIASI MENGGUNAKAN AKAR WANGI
(Vetiveria zizanioides L. Nash) DALAM PENGOLAHAN LIMBAH
BUDIDAYA PERIKANAN DENGAN SISTEM RESIRKULASI

PUTU CINTHIA DELIS

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Perairan


SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji luar komisi pembimbing pada ujian tesis : Dr Ir Sigid Hariyadi, MSc

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyajikan tulisan ilmiah berdasarkan
kegiatan penelitian yang dilakukan sejak Mei 2015 yang berjudul “Fitoremediasi
Menggunakan Akar Wangi (Vetiveria zizanioides L. Nash) dalam Pengolahan
Limbah Budidaya Perikanan dengan Sistem Resirkulasi”.
Pelaksanaan penelitian dan penulisan karya ilmiah ini tidak lepas dari bantuan dan
dukungan dari banyak pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Institut Pertanian Bogor (IPB) yang telah menyediakan berbagai fasilitas
sehingga penelitian ini dapat terselesaikan.
2. Dr Ir Sigid Hariyadi, MSc selaku Ketua Program Studi SDP sekaligus sebagai
dosen penguji luar komisi pembimbing pada ujian tesis yang telah banyak

membantu serta memberikan masukan dan saran dalam penyempurnaan
tulisan ini.
3. Dr Ir Yusli Wardiatno, MSc selaku perwakilan Program Studi SDP pada ujian
tesis atas saran yang diberikan untuk penyempurnaan tulisan ini.
4. Dr Majariana Krisanti, SPi MSi dan Dr Ir Hefni Effendi, MPhil selaku dosen
pembimbing yang telah memberikan arahan dan masukan kepada penulis dari
tahap awal pelaksanaan penelitian sampai pada tahap akhir penulisan karya
ilmiah ini.
5. Orang tua, Papa dan Mama, adik (Made Aria Vidiarama), dan Donny Fandri
atas doa dan dukungan yang tidak pernah putus sehingga tulisan ini berhasil
diselesaikan.
6. Dikti melalui beasiswa BPP-DN tahun 2013 atas bantuan dana pendidikan
yang telah diberikan selama dua tahun masa studi.
7. Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) IPB selaku penyokong dana
dalam penelitian ini.
8. Seluruh staf laboratorium produktivitas dan lingkungan perairan MSP IPB,
Seluruh staf PPLH IPB (Mas Bagus, Pak Nata, dan staf laboratorium), serta
teman-teman satu tim penelitian (Desi, Yuni, dan Nissa).
9. Seluruh rekan SDP 2013, rekan-rekan kosan Wisma seroja (Eka W, Mb Santi,
Neng N, Nidya K), rekan-rekan di HIMAWIPA, serta teman-teman lainnya

yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas dukungan yang telah diberikan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2016
Putu Cinthia Delis

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Hipotesis

1
1
2
2
4
4

2 METODE
4
Waktu dan Tempat Penelitian
4
Rancangan Penelitian
4
Bahan dan Alat

5
Prosedur Penelitian
5
Pengumpulan Data
7
+
Penghitungan NH3 dan NH4
7
Penghilangan nutrien (Nutrient removal)
8
Laju pertumbuhan relatif (RGR) akar wangi
8
Kelangsungan hidup ikan nila (SR)
8
Laju pertumbuhan relatif (RGR) ikan nila
8
Koefisien konversi pakan (FCR)
9
Analisis Data
9

Rancangan acak lengkap faktoriel (RALF)
9
Pengaruh kualitas air terhadap pertumbuhan akar wangi dan ikan nila 10
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Amonia (NH3 dan NH4+)
Nitrat (NO3)
Nitrit (NO2)
Orthofosfat (PO4)
Penghilangan nutrien
Parameter kualitas air pendukung
Performa akar wangi dan ikan nila
Pengaruh kualitas air terhadap pertumbuhan akar wangi dan ikan nila
Pembahasan

11
11
11
13
13
14
15
15
16
18
19

4 KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran

24
24
24

DAFTAR PUSTAKA

25

LAMPIRAN

29

RIWAYAT HIDUP

44

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6

Daftar parameter yang diukur
Nilai pKa berdasarkan deret nilai suhu
Persentase penghilangan orthofosfat
Hasil pengukuran kualitas air pada awal dan akhir percobaan
Performa akar wangi (Vetiveria zizanioides)
Performa ikan nila (Oreochromis niloticus)

7
7
15
15
16
18

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Kerangka pemikiran perumusan masalah
Instalasi percobaan
Perubahan konsentrasi Total amonia nitrogen (TAN)
Perubahan konsentrasi amonia (NH3)
Perubahan konsentrasi amonium (NH4+)
Perubahan konsentrasi nitrat (NO3)
Perubahan konsentrasi nitrit (NO2)
Perubahan konsentrasi ortofosfat (PO4)
Pertumbuhan tinggi tajuk dan panjang akar tanaman akar wangi
Pertumbuhan ikan nila setelah enam minggu pemeliharaan

3
5
11
12
12
13
14
14
17
18

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22

Hasil uji statistik RALF Total amonia nitrogen (TAN)
Hasil uji statistik RALF amonia (NH3)
Hasil uji statistik RALF amonium (NH4+)
Hasil uji statistik RALF nitrat (NO3)
Hasil uji statistik RALF nitrit (NO2)
Hasil uji statistik RALF ortofosfat (PO4)
Hasil uji statistik RALF oksigen terlarut
Hasil uji statistik RALF pH
Hasil uji statistik RALF suhu
Hasil uji statistik RALF kekeruhan
Hasil uji statistik RALF Klorofil-a pada air budidaya
Hasil uji statistik uji T akar wangi
Hasil uji statistik RAL ikan nila
Hasil analisis korelasi Pearson P0
Hasil analisis korelasi Pearson P1
Hasil analisis korelasi Pearson P2
Hasil analisis regresi linier berganda tinggi tajuk P1
Hasil analisis regresi linier berganda panjang akar P1
Hasil analisis regresi linier berganda tinggi tajuk P2
Hasil analisis regresi linier berganda panjang akar P2
Grafik fluktuasi parameter oksigen terlarut (a), suhu (b), dan pH (c)
Grafik fluktuasi parameter kekeruhan (a) dan klorofil-a (b)

29
29
30
30
31
32
33
33
34
34
35
35
36
37
38
39
40
40
41
41
42
43

1

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang
Kegiatan budidaya perikanan yang bersifat intensif seringkali berdampak
meningkatkan kandungan bahan organik (N dan P). Peningkatan bahan organik
berasal dari sisa pakan yang tidak termakan oleh ikan dan juga dari sisa hasil
metabolisme ikan. Karakassis et al. (2005) melaporkan bahwa kegiatan
akuakultur di Mediterania menyumbang sekitar 5% N dan P dari total limbah
antropogenik tahunan. Permasalahan yang sama terjadi di Cina, yaitu penurunan
kualitas air dari tahun ke tahun akibat kegiatan akuakultur (Cao et al. 2007).
Perairan lain yang juga mengalami peningkatan bahan organik dikarenakan
kegiatan budidaya ikan yaitu Pesisir Bolinao, Filipina (Diego-McGlone et al.
2008), Danau Malawi, Afrika (Gondwe et al. 2011), serta waduk Yemlo dan
Allage di Ethiopia (Degefu et al. 2011).
Pemanfaatan tumbuhan sebagai pengolah limbah budidaya perikanan mulai
banyak diaplikasikan. Saat ini mulai dikembangkan metode pengolahan limbah
budidaya dengan sistem akuaponik. Sistem akuaponik merupakan penggabungan
akuakultur dan hidroponik (Bakiu dan Shehu 2014; Goddek et al. 2015; Datta
2015). Prinsip dari sistem ini yaitu bioremediasi limbah anorganik yang ada di
media budidaya ikan menggunakan tumbuhan. Air media budidaya ikan yang
kaya unsur N dan P dialirkan ke media tanam sehingga dapat dimanfaatkan oleh
tanaman. Beberapa contoh penelitian yang telah berhasil menerapkan metode ini
diantaranya, Graber dan Junge (2009) menggunakan ikan nila, terong, tomat, dan
mentimun; Mariscal-Lagarda et al. (2012) menggunakan udang putih dan tomat;
Liang dan Chien (2013) menggunakan ikan nila dan bayam air; serta
Wahyuningsih et al. (2015) menggunakan ikan nila dan selada Romain .
Penerapan akuaponik yang umum dilakukan yaitu dengan menggunakan sayuran,
sedangkan penelitian menggunakan akar wangi belum pernah dilakukan.
Akar wangi (Vetiveria zizanioides L. Nash) merupakan tumbuhan darat suka
air yang memiliki karakteristik fisiologis diantaranya mampu menyerap nutrien
yang larut seperti N dan P, mampu mengakumulasi logam berat, serta toleran
terhadap herbisida dan pestisida tinggi (Troung et al. 2011). Vetiver System (VS)
pertama kali dikembangkan oleh Bank Dunia untuk konservasi tanah dan air di
India pada pertengahan tahun 1980 (Chomchalow 2000). Selain memiliki
kemampuan untuk menyerap polutan, akar wangi juga memiliki nilai ekonomis
yang tinggi. Akar wangi diketahui memiliki banyak manfaat, yaitu sebagai bahan
baku pembuatan parfum dan kosmetik (Bhatia et al. 2008), obat-obatan (Chou et
al. 2012; Saikia et al. 2012), pengusir serangga (Jain et al. 1982; Aarthi dan
Murugan 2011), karbon aktif (Gaspard et al. 2007), dan bahan pembuatan biogas
(Li et al. 2014). Akar wangi juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan kerajinan
tangan (Tripathy et al. 2014).
Pemanfaatan akar wangi sebagai pengolah limbah cair mulai dikembangkan
di Indonesia. Indrayatie et al. (2013) memanfaatkan akar wangi untuk pengolahan
limbah cair organik dari pabrik tapioka. Penelitian menunjukkan bahwa pada
sistem lahan basah dengan akar wangi menunjukkan peningkatan oksigen terlarut
yang lebih tinggi dibandingkan dengan tumbuhan lain seperti Commelina

2
nudiflora, Cyperus iria, Ipomoea aquatic, dan Oryza sativa. Selain itu, akar wangi
juga mampu menurunkan kandungan sianida pada limbah pabrik tapioka. Akar
wangi banyak digunakan sebagai tanaman dalam aplikasi lahan basah.
Pemanfaatan akar wangi dengan metode lahan basah terapung (floating wetland)
telah berhasil dilakukan oleh Chua et al. (2012) untuk mengatasi limbah organik
dari perkotaan di Singapura. Akar wangi terbukti dapat menurunkan kandungan
total nitrogen dari limbah perkotaan. Selain mampu meremediasi pencemaran
bahan organik, akar wangi juga mampu meremediasi limbah Tetracycline (TC)
pada limbah antibiotik (Datta et al. 2013), limbah logam berat dan limbah organik
lainnya (Danh et al. 2009), serta logam berat dari limbah pabrik (Roongtanakiat et
al. 2007). Penelitian ini mengukur efektivitas akar wangi sebagai fitoremediator
dalam mengolah limbah organik perikanan untuk memperbaiki kualitas air
sehingga menghasilkan pertumbuhan ikan dan tanaman yang lebih baik.
Perumusan Masalah
Kegiatan budidaya memiliki limbah berupa bahan organik maupun
anorganik yang berasal dari sisa pakan dan sisa metabolisme ikan. Limbah berupa
bahan organik yang masuk ke dalam perairan dengan kandungan oksigen terlarut
tinggi dapat terdekomposisi menjadi bahan anorganik terlarut seperti amonia,
nitrat, nitrit, dan ortofosfat. Bila kondisi perairan tidak cukup oksigen, maka
bahan-bahan organik tersebut terdekomposisi dalam kondisi anaerob sehingga
menghasilkan gas beracun. Tingginya bahan organik yang masuk ke dalam
perairan memiliki dampak negatif yaitu meningkatkan kesuburan perairan.
Dampak negatif lainnya dapat terjadi bila nutrien terlarut berbentuk ammonia
karena dapat mengakibatkan ikan mengalami keracunan yang dapat mengganggu
pertumbuhan dan kehidupan ikan budidaya serta menurunnya kualitas perairan di
sekitar kegiatan budidaya sehingga perlu dilakukan upaya pengolahan limbah
budidaya. Salah satu metode pengolahan limbah yang mudah dan murah adalah
dengan fitoremediasi.
Fitoremediasi yaitu upaya pengolahan air limbah menggunakan tanaman
yang pada penelitian ini menggunakan akar wangi. Limbah budidaya berupa
bahan organik akan terdekomposisi menjadi nutrien terlarut ketika konsisi aerob.
Akar wangi memanfaatkan nutrien yang berasal dari limbah budidaya melalui
fitoremediasi. Akibat fitoremediasi tersebut akan terjadi perubahan konsentrasi
nutrien pada perairan. Konsentrasi nutrien limbah budidaya akan berkurang akibat
penyerapan dan pemanfaatan oleh akar wangi. Efek dari penyerapan dan
pemanfaatan nutrien oleh akar wangi yaitu terjadinya pertumbuhan pada akar
wangi dan pertumbuhan ikan nila yang optimal. Oleh karena itu, diharapkan akar
wangi cocok digunakan sebagai agen fitoremediasi pada pengolahan limbah
budidaya. Kerangka pemikiran perumusan masalah dapat dilihat pada Gambar 1.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efektivitas penggunaan akar
wangi sebagai fitoremediator dalam mengelola kualitas limbah budidaya perairan.

3

Aerasi

Dekomposisi

Bahan Organik
dari Limbah
Budidaya

Nutrien

Fitoremediasi

[]
Nutrien +
Kualitas air
?

Akar wangi

Pertumbuhan akar
wangi

Pemanfaatan akar
wangi sebagai
agen fitoremediasi
Performa ikan

Gambar 1 Kerangka pemikiran perumusan masalah

3

4
Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini yaitu informasi mengenai
efektivitas akar wangi sebagai fitoremediator limbah cair budidaya sehingga
nantinya dapat diterapkan pada kegiatan budidaya di perairan umum seperti pada
kolam-kolam pembesaran ikan maupun pada karamba jaring apung di waduk atau
danau. Selain dapat mengurangi limbah nutrien pada lokasi pemeliharaan ikan
juga dapat memberikan keuntungan tambahan dari pemanenan akar wangi.

Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini yaitu, jika kandungan bahan
anorganik terlarut yang berasal dari limbah budidaya berkurang serta terjadi
pertumbuhan pada akar wangi, maka akar wangi dapat berfungsi sebagai
fitoremediator limbah budidaya perikanan.

2 METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Maret sampai April 2015. Tempat
pelaksanaan penelitian di Laboratorium Pusat Penelitian Lingkungan Hidup
(PPLH) IPB. Analisis kualitas air dilakukan di laboratorium Fisika-Kimia
Perairan, Divisi Produktivitas dan Lingkungan Perairan (Proling) Departemen
Manajemen Sumberdaya Perairan IPB. Analisis total N dan total P pada jaringan
akar wangi dilakukan di Laboratorium Pengujian Departemen Agronomi dan
Hortikultura IPB.
Rancangan Penelitian
Penelitian dilakukan dengan metode eksperimental di laboratorium dengan
rancangan percobaan menggunakan Rancangan Acak Lengkap Faktorial (RALF)
dengan dua faktor yaitu perlakuan kepadatan akar wangi dan waktu pengamatan.
Pengamatan dilakukan dengan tiga perlakuan dan tiga kali ulangan. Penelitian
menggunakan akar wangi pada sistem akuaponik sangat minim sekali sehingga
belum ada literaturnya. Oleh karena itu, landasan penentuan perlakuan kepadatan
akar wangi pada penelitian ini merupakan modifikasi dari penelitian fitoremediasi
dengan akar wangi (Indrayatie et al. 2013) serta penelitian pada sistem akuaponik
menggunakan sayur-sayuran (Diver 2006; Endut 2010; Simeonidou et al. 2012;
Wahyuningsih et al. 2015). Pada penelitian ini melalui beberapa pertimbangan
dari literatur tersebut maka ditetapkan perbandingan antara jumlah air media
pemeliharaan dan gram akar wangi yang ditanam, 1:1 untuk P1 dan 1:2 untuk P2.
P0 = ikan nila tanpa penanaman akar wangi
P1 = ikan nila dengan akar wangi 4 rumpun (160 gram basah)
P2 = ikan nila dengan akar wangi 8 rumpun (320 gram basah)

5
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah tumbuhan akar wangi (Vetiveria zizanioides
L. Nash) yang berumur 1 bulan, ikan nila (Oreochromis niloticus) dengan panjang
total 8-10 cm dan bobot rata-rata 20 gram, pakan ikan komersil dengan
kandungan protein 40%, dan air media pemeliharaan. Alat yang digunakan yaitu,
sembilan akuarium berukuran 80p x 40l x 60t cm3, sembilan talang air dengan
ukuran 100p x 15l x 15t cm3, sembilan tandon air berbentuk tabung dengan
volume 120 L, styrofoam, pot ukuran diameter 8 cm, rockwool, pipa paralon
ukuran AW 1/2”, pompa air celup, keran buka tutup, termometer, water heater,
serta peralatan uji unsur-unsur makro dan unsur mikro.
Prosedur Penelitian
Percobaan dilakukan dalam skala laboratorium dengan instalasi percobaan
ditempatkan di ruang terbuka yang beratap untuk menghindari masukan air dari
luar. Akuarium diisi air sebanyak 100 liter sedangkan tandon diisi air
setengahnya, yaitu sebanyak 60 liter. Total air yang digunakan yaitu 160 liter
untuk masing-masing instalasi. Sebelum percobaan dimulai, dilakukan persiapan
berupa aerasi air untuk media pemeliharaan. Air dalam akuarium diaerasi selama
lima hari untuk meningkatkan kadar oksigen terlarut dalam air. Penelitian ini
menggunakan Recirculating Aquaculture System (RAS) dengan debit air pada
inlet dan outlet yaitu 15.34 ml s-1. Selama percobaan berlangsung tidak dilakukan
pergantian air. Penambahan air hanya dilakukan jika air hilang akibat penguapan
dan transpirasi (20L/minggu). Desain instalasi terlihat seperti pada Gambar 2.
A.

B.

Gambar 2 Instalasi percobaan tampak samping (A), instalasi tampak depan (B).
Keterangan: akuarium tempat pemeliharaan ikan (a), talang air media
penanaman akar wangi (b), tandon (c), Pompa air (d), water heater
(e), termometer (f),
...= arah aliran air.
Persiapan ikan nila dan akar wangi
Ikan nila dengan bobot rata-rata 20 gram (panjang total ikan 8-10 cm)
dimasukkan ke dalam akuarium. Pada masing-masing akuarium dipelihara 20
ekor ikan nila. Kepadatan pemeliharaan ikan nila mengacu pada Simeonidou et al.
(2012) yaitu 2.5 g L-1. Sebelum percobaan dimulai, terlebih dahulu dilakukan
proses aklimatisasi ikan selama lima hari. Proses aklimatisasi bertujuan untuk
membiasakan ikan pada lingkungan baru agar tidak stess. Selama proses

6
aklimatisasi tersebut diharapkan terjadi akumulasi bahan organik sehingga
tersedia cukup nutrien sebelum akar wangi mulai ditanam. Ikan diberi makan
berupa pelet (pakan komersil) setiap hari sebanyak 4% dari bobot tubuh.
Pemberian pakan dilakukan pada pagi, siang, dan sore hari. Pakan komersil yang
diberikan memiliki kandungan protein sebesar 40% dengan persentase N dan P
masing-masing yaitu 6.85% dan 0.94%.
Setelah proses aklimatisasi, dilakukan penanaman akar wangi. Sebelum akar
wangi ditanam, akar dibersihkan dengan air untuk menghilangkan tanah dan
kotoran yang tersisa. Ukuran akar wangi diseragamkan yaitu tinggi tajuk 10 cm
dan panjang akar 5 cm. Untuk mempertahankan posisi akar wangi pada talang,
akar wangi diletakkan pada pot dengan media rockwool. Pot diletakkan pada
talang dengan penyangga berupa styrofoam yang diberi lubang dengan ukuran
telah disesuaikan dengan diameter pot. Styrofoam diletakkan pada bagian atas
talang air sehingga hanya bagian akar dari tanaman akar wangi yang menyentuh
air. Metode penanaman tersebut adalah modifikasi dari penelitian sebelumnya
menggunakan ikan nila dan selada Romain (Wahyuningsih et al. 2015).
Setelah akar wangi ditanam, dilakukan pemeliharaan selama enam minggu.
Ikan tetap diberikan pakan seperti saat proses aklimatisasi. Selama pemeliharaan
tidak diberikan nutrien tambahan untuk akar wangi dengan harapan akar wangi
mampu memanfaatkan nutrien yang tersedia pada air media budidaya.
Pengukuran nutrien dan kualitas air pendukung
Pengukuran dan pengambilan contoh air dilakukan tiap minggu selama
enam minggu (Tabel 1). Parameter yang dianalisis yaitu N (TAN, nitrat, nitrit)
dan P (ortofosfat), oksigen terlarut, pH, suhu, kekeruhan. Analisis klorofil-a pada
air dilakukan sebanyak tiga kali, yaitu pada minggu pertama, minggu keempat dan
minggu keenam. Oksigen terlarut dan suhu diukur menggunakan DO meter, pH
diukur langsung menggunakan pH meter, dan kekeruhan diukur menggunakan
turbiditimeter. Pengukuran TAN, nitrat, nitrit, ortofosfat, dan klorofil-a dalam air
dilakukan dengan mengambil contoh air sebanyak 500 ml kemudian air contoh
dibawa ke laboratorium untuk segera dilakukan analisis. Analisis dilakukan
menggunakan metode spektrofotometri mengacu pada APHA (2005).
Pengamatan pertumbuhan akar wangi dan ikan nila
Pengamatan pertumbuhan akar wangi dan ikan nila dilakukan satu minggu
sekali (Tabel 1). Pengukuran akar wangi dilakukan untuk semua akar wangi yang
ditanam. Parameter akar wangi yang diukur yaitu bobot basah, tinggi tajuk, dan
panjang akar. Pengukuran bobot basah dilakukan pada awal dan akhir percobaan.
Pengukuran tinggi tajuk dan panjang akar dilakukan satu minggu sekali.
Pengukuran tinggi tajuk dan panjang akar dilakukan in situ dengan mengukur
langsung tinggi tajuk dan panjang akar dari pangkal batang hingga ujung daun
atau dari pangkal batang hingga ujung akar dengan penggaris. Pada akhir
pemeliharaan, contoh daun dan akar diambil untuk dianalisis total N dan total P
pada jaringan tanaman. Pengukuran panjang dan bobot ikan nila dilakukan dengan
mengambil contoh ikan dari masing-masing akuarium percobaan. Jumlah ikan
nila yang dijadikan contoh sebanyak 10 ekor. Parameter ikan yang diukur yaitu
panjang total dengan penggaris dan bobot ikan menggunakan timbangan digital.

7
Tabel 1 Daftar parameter yang diukur
Parameter yang diukur

Satuan

Alat/metode

Lokasi

Waktu

C

Thermistor pada
DO meter

In-situ

Setiap minggu

NTU

Turbiditimeter

In-situ

Setiap minggu

pH meter

In-situ

Setiap minggu

In-situ

Setiap minggu

Ex-situ

Setiap minggu

Ex-situ

Setiap minggu

Ex-situ

Setiap minggu

Ex-situ

Setiap minggu

a. Fisika
o

1. Suhu
2. Kekeruhan
b. Kimia
1. pH
2. DO

mg L-1

DO meter

3. Nitrat

mg L-1

4. Nitrit

mg L-1

5. Total Amonia Nitrogen
(TAN)

mg L-1

6. Ortofosfat

mg L-1

Spektrofotometri/
Brusin
Spektrofotometri/
Sulfanilamid
Spektrofotometri/
Phenat
Spektrofotometri/
Asam askorbat

%

Pengabuan basah

Ex-situ

Minggu ke-1

1.Panjang ikan nila

cm

penggaris

In-situ

Setiap minggu

2. Bobot ikan nila

g

Timbangan
digital

In-situ

Setiap minggu

3.Tinggi dan panjang akar
akar wangi

cm

penggaris

In-situ

Setiap minggu

4. Bobot basah akar wangi

g

In-situ

Awal dan akhir

Ex-situ

Minggu
ke- 1, 4, 6

Ex-situ

Awal dan akhir

7. N dan P pada pakan
c. Biologi

[mg (m3)-1]

5. Klorofil-a pada air
6. Kandungan N dan P
pada jaringan akar wangi

%

Timbangan
digital
Spektrofotometri/
Aseton-MgCO2
Pengabuan basah

Pengumpulan Data
Penghitungan NH3 dan NH4+
Penghitungan konsentrasi NH3 dan NH4+ dilakukan berdasarkan data total
amonia nitrogen (TAN) yang diperoleh dengan melibatkan variabel pKa dan pH
(Strickland dan Parsons 1972).

Suhu (°C)
pKa

Tabel 2 Nilai pKa berdasarkan deret nilai suhu
5
10
15
20
25
9.90
9.73
9.56
9.40
9.24

30
9.09

8
Penghilangan nutrien (Nutrient Removal)
Pada masa percobaan akan terjadi kehilangan nutrien dalam air. Jumlah
pengurangan nutrien dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut (Zhou et al. 2006):

Ketrangan:
NR
= Nutrien Removal (%)
Ca
= konsentrasi nutrien pada kontrol (mg/l)
Cb
= konsentrasi nutrien pada perlakuan (mg/l)

Laju pertumbuhan relatif (RGR) akar wangi
Pengamatan laju pertambuhan bobot (g hari-1) ditentukan berdasarkan
selisih bobot rata-rata pada waktu ke-t (Xt) dengan bobot rata-rata pada awal
penelitian (X0) dibagi dengan waktu pemeliharaan, dengan persamaan sebagai
berikut (Mitchell 1974):

Keterangan :
RGR = Laju pertumbuhan relatif (%)
X0
= Bobot basah awal (g)
Xt
= Bobot basah pada waktu t (g)
t0
= Waktu awal pengamatan (hari)
t
= Waktu pengamatan ke t (hari)
Kelangsungan hidup ikan nila (SR)
Perhitungan kelangsungan hidup ikan berdasarkan jumlah ikan yang masih
hidup sampai akhir percobaan (Zonneveld et al. 1991):

Keterangan:
SR
= Survival rate (%)
Nt
= jumlah ikan pada hari ke t (ekor)
N0
= jumlah ikan awal (ekor)
Laju pertumbuhan relatif (RGR) ikan nila
Pengamatan laju pertambuhan bobot (g hari-1) ditentukan berdasarkan
selisih bobot rata-rata pada waktu ke-t (Wt) dengan bobot rata-rata pada awal
penelitian (W0) dibagi dengan waktu pemeliharaan, dengan persamaan sebagai
berikut (Zonneveld et al. 1991):

9

Keterangan :
RGR = Laju pertumbuhan relatif (g hari-1)
W0
= Bobot basah awal (g)
Wt
= Bobot basah pada waktu t (g)
t0
= Waktu awal pengamatan (hari)
t
= Waktu pengamatan ke t (hari)

Koefisien konversi pakan (FCR)
Koefisien konversi pakan dihitung berdasarkan rumus (Zonneveld et al.
1991):

Keterangan:
FCE = koefisien konversi pakan
Wf
= bobot pakan yang diberikan (g)
Wb
= bobot ikan (g)

Analisis Data
Rancangan Acak Lengkap Faktorial (RALF)
Data kualitas air dan pertumbuhan ikan selama pengamatan akan ditabulasi
dan dianalisis secara deskriptif dan statistik. Analisis secara deskriptif dilakukan
dengan ilustrasi grafik dan tabel. Analisis statistik yang digunakan pada penelitian
ini yaitu analisis ragam pada Rancangan Acak Lengkap Faktorial (RALF)
(Mattjik dan Sumertajaya 2013). Penelitian ini menggunakan dua faktor yaitu
perlakuan dan waktu pengamatan. Model linier RALF dan hipotesis yang
digunakan yaitu:

Keterangan:
= nilai pengamatan pada perlakuan taraf ke-i, waktu pengamtan taraf ke-j,
dan ulangan ke-k.
= rataan
= pengaruh perlakuan
= pengaruh waktu pengamatan
= komponen interaksi dari perlakuan dan waktu pengamatan
= pengaruh acak yang menyebar normal

10
Hipotesis:
Pengaruh perlakuan
(Perlakuan tidak berpengaruh)
paling sedikit ada satu i dengan
Pengaruh waktu pengamatan
(Waktu pengamatan tidak berpengaruh)
paling sedikit ada satu i dengan
Pengaruh interaksi perlakuan dan waktu pengamatan
(Interaksi perlakuan dan waktu
pengamatan tidak berpengaruh)
paling sedikit ada sepasang (i,j) dengan
Apabila dari analisis ragam menunjukkan adanya pengaruh nyata, maka
dilakukan uji lanjut untuk melihat perlakukan yang berbeda. Uji lanjut yang
digunakan yaitu Uji Duncan. Data pertumbuhan akar wangi serta penyerapan N
dan P pada jaringan dianalisis menggunakan uji T. Semua uji statistik dilakukan
dengan bantuan software IBM SPSS v20.
Pengaruh kualitas air terhadap pertumbuhan akar wangi dan ikan nila
Keeratan hubungan antara parameter kualitas air (fisika-kimia) dengan
performa akar wangi dan ikan nila dilihat menggunakan korelasi Pearson.
Langkah selanjutnya
yaitu memasukkan parameter-parameter
yang
memungkinkan kedalam persamaan regresi linier berganda untuk melihat
pengaruh dari masing-masing paramer tersebut. Uji korelasi Pearson dilakukan
menggunakan software IBM SPSS v20 sementara untuk melihat persamaan
regresi linier berganda dilakukan dengan software Microsoft Excel 2010. Berikut
ini merupakan rumus korelasi Pearson dan persamaan regresi linier berganda
(Usman dan Akbar 2003):
Korelasi Pearson:






Keterangan:
n
= banyaknya data
Xi
= peubah bebas ke-i
Yi
= peubah respon ke-i







Persamaan regresi linier berganda:

Keterangan:
Y
= variabel kriterium (yang dipengaruhi)
X
= variabel prediktor (yang mempengaruhi)
a
= bilangan konstan
b
= koefisien arah regresi





11

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil
Dinamika Nutrien
Nutrien yang diamati pada penelitian ini yaitu nitrogen (N) dan fosfor (P).
Parameter nitrogen diwakili oleh amonia, nitrat, dan nitrit, sedangkan fosfor
diwakili oleh ortofosfat. Selama penelitian, nutrien mengalami fluktuasi.
Beberapa nutrien tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan antar perlakuan
namun ada juga yang menunjukkan perbedaan yang signifikan antar perlakuan.
Amonia (NH3 dan NH4+)
Berdasarkan hasil pengukuran, diperoleh nilai konsentrasi total amonia
nitrogen (TAN) seperti pada Gambar 3. Berdasarkan hasil analisis statistik waktu
pengamatan mempengaruhi perbedaan konsentrasi TAN (p< 0.05) terlihat bahwa
konsentrasi TAN mengalami peningkatan dari waktu ke waktu. Sementara itu,
berdasarkan analisis statistik diketahui tidak ada pengaruh perlakuan pada
konsentrasi TAN (P> 0.05). Konsentrasi TAN antar perlakuan tidak menunjukkan
adanya perbedaan yang signifikan (Lampiran 1). Konsentrasi TAN kurang cukup
menggambarkan keadaan amonia yang sebenarnya. Oleh karena itu, dilakukan
perhitungan untuk memisahkan konsentrasi amonia (NH3) dan amonium (NH4+)
dengan menggunakan variabel pH dan suhu.

TAN (mg/L)

25.00
a a a

20.00
a a a

10.00
5.00

a

a

a

a a a

a

a

15.00

a a a

a

a a
a

0.00
0

7

14

21
Hari ke-

28

35

42

Gambar 3 Perubahan konsentrasi total amonia nitrogen (TAN).
P0 (tanpa akar
wangi),
P1 (akar wangi 160 gram),
P2 (akar wangi 320 gram).
Huruf di atas balok menunjukkan perbandingan nilai tengah antar
perlakuan pada tiap kelompok waktu pengamatan dengan taraf nyata
0.05.
Bentuk amonia yang diamati pada penelitian ini yaitu amonia tidak
terionisasi (NH3) dan amonia terionisasi (NH4+). Amonia (NH3) bersifat toksik
bagi organisme perairan, sementara amonium (NH4+) tidak berbahaya dan
merupakan bentuk yang dapat dimanfaatakan oleh tumbuhan sebagai sumber
nutrien. Perubahan bentuk antara NH3 dan NH4+ di perairan dipengaruhi oleh pH

12

NH3 (mg L-1)

dan suhu (Goldman dan Horne 1983). Persentase NH3 di perairan akan menurun
seiring dengan menurunnya pH dan suhu perairan. Selama penelitian, konsentrasi
NH3 mengalami peningkatan pada hari ke-7 dan kemudian terus mengalami
penurunan hingga hari ke- 42 (p < 0.05) (Gambar 4). Konsentrasi NH3 di akhir
pengamatan pada P0, P1, dan P2 berturut-turut yaitu 0.01±0.01, 0.01±0.00, dan
0.03±0.02 mg L-1. Konsentrasi NH3 antar perlakuan tidak menunjukkan adanya
perbedaan yang signifikan (p > 0.05) (Lampiran 2). Perbedaan NH3 yang
signifikan hanya terjadi pada kari ke- 14 (p < 0.05) dengan persentase
penghilangan NH3 sebesar 31.33% untuk P1 dan 48.36% untuk P2.
0.80
a
a

0.60
a

0.40

a a

0.20

a
a

ab b

a a a

a a a

a a a

a a a

21
Hari ke-

28

35

42

0.00
0

7

14

Gambar 4 Perubahan konsentrasi amonia (NH3).
P0 (tanpa akar wangi),
P1
(akar wangi 160 gram),
P2 (akar wangi 320 gram). Huruf di atas
balok menunjukkan perbandingan nilai tengah antar perlakuan pada
tiap kelompok waktu pengamatan dengan taraf nyata 0.05.

NH4+ (mg L-1)

25.00
a a
a

20.00
a
a a a

10.00
5.00

a a

a a a

a

a

15.00

a a a

a

a a a

0.00
0

7

14

21
Hari ke-

28

35

42

P0 (tanpa akar wangi),
Gambar 5 Perubahan konsentrasi amonium (NH4+).
„‟‟ P1 (akar wangi 160 gram),
P2 (akar wangi 320 gram). Huruf di
atas balok menunjukkan perbandingan nilai tengah antar perlakuan
pada tiap kelompok waktu pengamatan dengan taraf nyata 0.05.
Berbanding terbalik dengan NH3, konsentrasi NH4+ terus mengalami
peningkatan hingga akhir pengamatan (Gambar 5). Konsentrasi NH4+ tertinggi
terjadi pada akhir pengamatan yaitu hari ke- 42. Konsentrasi NH4+ pada akhir

13
pengamatan untuk P0, P1, dan P2 berturut-turut yaitu 22.84±0.19, 22.92±0.33,
dan 22.71±0.57 mg L-1. Konsentrasi NH4+ tidak menunjukkan perbedaan yang
signifikan pada p < 0.05 (Lampiran 3), namun menunjukkan perbedaan yang
signifikan pada p < 0.1. Tren pada grafik menunjukkan konsentrasi yang lebih
rendah pada P2 dibandingkan P1 dan P0. Hal ini mengindikasikan bahwa pada
penelitian ini akar wangi menyerap dan memanfaatkan NH4+ meskipun dalam
jumlah yang sedikit.
Nitrat (NO3)
Konsentrasi nitrat pada penelitian tampak berfluktuasi dari hari ke hari
(Gambar 6). Waktu pengamatan mempengaruhi perubahan konsentrasi nitrat (p <
0.05). Konsentrasi terendah terjadi pada hari ke- 0 dengan nilai P0, P1, dan P2
berturut-turut yaitu 2.97±0.08, 2.82±0.17, dan 2.98±0.07 mg L-1. Konsentrasi
tertinggi terjadi pada pengamatan hari ke- 21 dengan nilai P0, P1, dan P2 berturutturut yaitu 8.86±1.76, 9.97±0.81, dan 9.43±1.73 mg L-1. Konsentrasi nitrat antar
perlakuan tidak menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan (p > 0.05)
(Lampiran 4). Hal ini berarti akar wangi tidak memberikan pengaruh yang
signifikan terhadap perubahan kandungan nitrat pada media pemeliharaan ikan.
12.00

a
a a

Nitrat (mg L-1)

10.00
8.00
6.00
4.00

a a a

a a a

7

14

a a a

a a a

28

35

a
a a

a a a

2.00
0.00

0

21

42

Hari keGambar 6 Perubahan konsentrasi nitrat.
P0 (tanpa akar wangi),
P1 (akar
wangi 160 gram),
P2 (akar wangi 320 gram). Huruf di atas balok
menunjukkan perbandingan nilai tengah antar perlakuan pada tiap
kelompok waktu pengamatan dengan taraf nyata 0.05.
Nitrit (NO2)
Waktu pengamatan mempengaruhi perubahan konsentrasi nitrit (p < 0.05)
(Gambar 7). Konsentrasi nitrit terendah terjadi pada hari ke- 0 dengan nilai P0,
P1, dan P2 berturut-turut yaitu 0.32±0.12, 0.32±0.18, dan 0.29±0.09 mg L-1.
Konsentrasi nitrit tertinggi terjadi pada pengamatan hari ke- 7 dengan nilai P0, P1,
dan P2 berturut-turut yaitu 1.10±0.08, 0.92±0.21, dan 1.01±1.18 mg L-1.
Konsentrasi nitrit antar perlakuan tidak menunjukkan adanya perbedaan yang
signifikan (p > 0.05) (Lampiran 5). Perlakuan akar wangi tidak memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap perubahan kandungan nitrit pada media
pemeliharaan ikan karena nitrit bukan merupakan nutrien yang dapat diserap oleh
tumbuhan.

Nitrit (mg L-1)

14
1.40
1.20
1.00
0.80
0.60
0.40
0.20
0.00

a a a

a

a

a
a a a

a a a

14

21

a

a a

a

a

a a

a

a

0

7

28

35

42

Hari keGambar 7 Perubahan konsentrasi nitrit.
P0 (tanpa akar wangi),
P1 (akar
wangi 160 gram),
P2 (akar wangi 320 gram). Huruf di atas balok
menunjukkan perbandingan nilai tengah antar perlakuan pada tiap
kelompok waktu pengamatan dengan taraf nyata 0.05.
Ortofosfat (PO4)
Konsentrasi ortofosfat selama penelitian terus mengalami peningkatan
hingga hari ke-35 namun mengalami penurunan pada akhir pengamatan (p < 0.05)
(Gambar 8). Konsentrasi ortofosfat pada akhir pengamtan untuk P0, P1, dan P2
berturut-turut yaitu 9.80±1.33, 9.51±0.77, dan 7.78±0.74 mg L-1. Konsentrasi
ortofosfat antar perlakuan menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan
(p < 0.05) (Lampiran 6). Perlakuan akar wangi memberikan pengaruh yang
signifikan terhadap pengurangan kandungan ortofosfat pada media pemeliharaan
ikan. Pengaruh yang signifikan terlihat jelas pada hari ke- 0, 7, 28, dan 35.
Konsentrasi ortofosfat pada P2 lebih rendah dibandingkan P1 dan P0. Hal tersebut
menunjukkan bahwa akar wangi mampu memanfaatkan ortofosfat dengan baik
pada media budidaya.
Ortofosfat (mg L-1)

12.00

a

10.00

a

8.00

a

6.00

b

a
a

b

a a

a a
a

4.00
2.00

a

ab

a

a ab b
a ab b

0.00
0

7

14

21

28

35

42

Hari keGambar 8 Perubahan konsentrasi ortofosfat.
P0 (tanpa akar wangi), P1 (akar
wangi 160 gram),
P2 (akar wangi 320 gram). Huruf di atas balok
menunjukkan perbandingan nilai tengah antar perlakuan pada tiap
kelompok waktu pengamatan dengan taraf nyata 0.05.

15
Penghilangan Nutrien
Persentase penghilangan nutrien menunjukkan jumlah nutrien yang hilang
pada perlakuan P1 dan P2 yang dibandingkan dengan kontrol (P0). Pada
percobaan ini telah diketahui bahwa akar wangi efektif menyerap ortofosfat (p <
0.05) namun kurang efektif dalam penyerapan amonia, nitrat, dan nitrit.
Penghilangan konsentrasi ortofosfat signifikan terjadi pada hari ke ke-0, 7, 28, dan
35. Penghilangan ortofosfat tertinggi terjadi pada hari ke-28, yaitu sebesar 19.94%
untuk P2 dan 15.27% untuk P1 (Tabel 3).
Tabel 3 Persentase penghilangan ortofosfat
Perlakuan
P1
P2

0
-9.00
16.07

Penghilangan ortofosfat (%) pada hari ke7
14
21
28
35
13.55
11.47
13.60
15.27
4.00
19.06
15.10
17.28
19.94
17.63

42
2.96
20.60

Parameter Kualitas Air Pendukung
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa konsentrasi oksigen terlarut tidak
berbeda secara signifikan antar perlakuan (p > 0.05) namun berbeda signifikan
antara awal dan akhir pengamtan (p < 0.05) (Lampiran 7). Konsentrasi oksigen
terlarut cenderung mengalami penurunan untuk semua perlakuan, nilai oksigen
terlarut tertinggi pada P1 dan terendah pada P0 (Tabel 4). Nilai pH antar
perlakuan juga tidak berbeda nyata (p > 0.05) (Lampiran 8), namun berbeda
signifikan antara awal dan akhir pengamtan. Pada akhir pengamtan pH mengalami
penurunan yang signifikan (p < 0.05). Nilai pH tertinggi terdapat pada perlakuan
P2 dan terendah pada P0. Terjadi perbedaan suhu antar perlakuan (p < 0.05)
(Lampiran 9), namun untuk awal dan akhir pengamatan tidak ada perbedaan yang
signifikan antar perlakuan (Tabel 4). Suhu berada pada kisaran 27-29 oC yang
merupakan suhu optimum untuk pertumbuhan ikan nila (DeLong et al. 2009).
Tabel 4 Hasil pengukuran kualitas air pada awal dan akhir percobaan
Perlakuan
Parameter
Satuan
a
P0
P1a
P2a
Awalb
5.97 ± 0.18
6.03 ± 0.17
5.85 ± 0.05
Oksigen terlarut
-1
(mg L )
Akhirc
5.28 ± 0.55
5.66 ± 0.16
5.60 ± 0.44
pH
Suhu (oC)
Kekeruhan
(NTU)
Klorofil-a
[mg (m3)-1]

Awalb
Akhirc
Awalb
Akhirb
Awalb
Akhirc

7.93 ± 0.04
5.64 ± 0.70
27.43 ± 0.50
27.93 ± 0.49
4.39 ± 0.87
50.62 ± 44.44

7.94 ± 0.04
5.80 ± 0.12
28.13 ± 0.76
28.92 ± 1.06
4.28 ± 0.59
17.09 ± 11.57

7.89 ± 0.09
6.15 ± 0.30
27.97 ± 0.64
28.70 ± 0.40
4.36 ± 0.43
8.76 ± 4.50

Awalb

2.53 ± 1.55

1.98 ± 0.83

3.19 ± 4.55

Akhirc

58.22 ± 44.77

28.95 ± 25.24

10.38 ± 1.68

Nilai dengan huruf superscript yang sama pada tiap parameter tidak berbeda pada taraf nyata 0.05.
Grafik fluktuasi parameter kualitas air dapat dilihat pada Lampiran 21 dan 22.

16
Berbeda dengan oksigen terlarut dan pH, kekeruhan justru mengalami
peningkatan, hal ini juga terjadi pada kandungan klorofil-a (Tabel 4). Peningkatan
kekeruhan dan klorofil-a pada masing-masing perlakuan terlihat signifikan
(p < 0.05). Diduga, meningkatnya kekeruhan terjadi akibat tingginya partikel dan
koloid. Meningkatnya kekeruhan juga dapat menggambarkan tingginya
kelimpahan fitoplankton. Berdasarkan hasil yang diperoleh selama pengamatan,
kekeruhan dan klorofil-a tertinggi terjadi pada P0 dan terendah pada P2.
Meskipun begitu, antar perlakuan menunjukkan perbedaan kekeruhan dan
klorofil-a yang tidak signifikan (p > 0.05) (Lampiran 10 dan 11).
Performa Akar Wangi dan Ikan Nila
Performa akar wangi
Data pertumbuhan akar wangi dapat dilihat pada Tabel 5. Selama masa
pemeliharaan, tidak didapati akar wangi yang mengalami kematian, sehingga SR
untuk kedua perlakuan yaitu 100%. Hal ini dapat mengindikasikan bahwa
kepadatan tanam akar wangi tidak terlalu berpengaruh terhadap daya hidup
tanaman. Akar wangi yang dipelihara mengalami pertambahan tinggi tajuk
(Gambar 9A), namun antar perakuan P1 dan P2 tidak berbeda signifikan (p >
0.05). Bila dilihat dari nilainya, tampak bahwa P1 memiliki pertumbuhan tajuk
yang lebih cepat dibandingkan P2. Akar tanaman juga mengalami pertumbuhan
yang cukup baik meskipun selama pemeliharaan, akar yang tumbuh masih berupa
akar-akar yang halus (Gambar 9B). Pengamatan mengenai pertumbuhan akar pada
tanaman akar wangi penting mengingat nilai ekonomis akar wangi terdapat pada
minyak yang dihasilkan oleh akarnya. Pertumbuhan panjang akar menunjukkan
perbedaan yang tidak signifikan (p > 0.05). Namun, bila dilihat dari nilainya, P2
memiliki pertumbuhan akar yang lebih panjang dibandingkan dengan P1.
Tabel 5 Performa akar wangi (Vetiveria zizanioides)
Perlakuan
Indikator
Satuan
pertumbuhan
Awal
Akhir (P1)
SR
%
100a
Tinggi tajuk
cm
10
49.6 ± 3.1 a
Pajang akar
cm
5
9.5 ± 1.7 a
RGR
g hari-1
0.01 ± 0.006a
Nitrogen di daun
% DW
1.21 ± 0.03
1.97 ± 0.13 a
Nitrogen di akar
% DW
0.47 ± 0.01
1.05 ± 0.14 a
Fosfor di daun
% DW
0.24 ± 0.01
0.36 ± 0.04 a
Fosfor di akar
% DW
0.04 ± 0.01
0.10 ± 0.02 a

Akhir (P2)
100a
49.0 ± 4.9 a
11.3 ± 0.6 a
0.01 ± 0.007a
1.98 ± 0.05 a
1.10 ± 0.07 a
0.35 ± 0.02 a
0.11 ± 0.01 a

Nilai dengan huruf superscript yang sama tidak berbeda pada taraf nyata 0.05.

Laju pertumbuhan relatif berdasarkan bobot (RGR) untuk kedua perlakuan
juga tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan yaitu berkisar 0.01 g hari-1
(p > 0.05). Kepadatan tanam dalam hal ini tidak mempengaruhi pertumbuhan akar
wangi. Persentase nitrogen dan fosfor pada jaringan tidak berbeda untuk
perlakuan P1 dan P2 (p > 0.05). Bila dilihat dari kandungan N dan P pada
jaringan, dapat diketahui bahwa terjadi proses penyerapan nutrien oleh akar
wangi. Terlihat dari adanya peningkatan persentase N dan P pada akhir

17
pemeliharaan jika dibandingkan dengan pada awal pemeliharaan. Proses
penyerapan nutrien ini cukup penting untuk mengetahui kemampuan akar wangi
dalam menyerap nutrien yang tersedia pada media pemeliharaan. Berdasarkan
data yang diperoleh maka dapat diduga bahwa perlakuan kepadatan dan kerapatan
tanam tidak mempengaruhi pertumbuhan dan proses penyerapan nutrien pada akar
wangi. Hal ini mungkin saja dapat terjadi pada sistem RAS mengingat air pada
sistem resirkulasi terus dipompa dan mengalir melewati media tanam akar wangi
sehingga penyebaran nutrien dapat terjadi secara merata dan terus menerus. Hasil
uji analisis statistik untuk performa akar wangi dapat dilihat pada Lampiran 12.

A

B

Gambar 9 Pertumbuhan tinggi tajuk (A) dan panjang akar (B) tanaman akar
wangi setelah enam minggu pemeliharaan
Performa ikan nila
Parameter pertumbuhan ikan nila yang diamati selama penelitian yaitu
bobot, panjang, SR, RGR, dan FCR. Ikan nila memiliki pertumbuhan panjang
yang baik. Berdasarkan data pada Tabel 6 terlihat bahwa perlakuan P2 memiliki
pertumbuhan panjang yang lebih tinggi disusul oleh P1 dan P0. Panjang akhir
ikan nila tersebut berbeda signifikan untuk masing-masing perlakuan (p < 0.05).
Sama seperti panjang ikan, bobot ikan nila juga terus mengalami pertambahan
selama masa pemeliharaan. Perlakuan P2 juga memiliki bobot akhir yang lebih
tinggi dibandingkan P1 dan P0. Bobot akhir ikan nila juga berbeda secara
signifikan antar perlakuan (p < 0.05).
Survival rate (SR) pada tiap perlakuan menunjukkan perbedaan yang tidak
signifikan (p > 0.05) (Tabel 4). Survival rate untuk ketiga perlakuan tergolong
tinggi dan masih pada batas kisaran aman karena SR masih berada di atas 90%.
Kematian ikan nila pada P2 terjadi pada minggu pertama dan kedua, sedangkan
kematian pada P0 lebih sering terjadi pada minggu ke lima dan ke enam
mendekati akhir penelitian. Kematian pada ikan umum dialami, mengingat
perbedaan ketahanan masing-masing individu terhadap lingkungan yang baru.
Sampai akhir penelitian, ikan nila tidak terlihat mengalami serangan penyakit
bakteri maupun jamur. Ikan yang dipanen setelah enam minggu pemeliharaan
memiliki fisik yang baik dan sehat (Gambar 10).

18
Tabel 6 Performa ikan nila (Oreochromis niloticus)
Perlakuan
Indikator
Satuan
pertumbuhan
P0
P1
P2
a
a
Bobot awal
g
20.8 ± 0.9
21.0 ± 0.5
20.9 ± 0.3a
Bobot akhir
g
50.6 ± 2.0a
52.6 ± 5.20ab
58.8 ± 1.0b
Panjang awal
cm
10.6 ± 0.3a
10.4 ± 0.3a
10.7 ± 0.3a
Panjang akhir
cm
14.0 ± 0.2a
14.2 ± 0.3ab
14.6 ± 0.1b
SR
%
93.33 ± 7.6a
98.33 ± 2.9a
91.66 ± 4.7a
RGR
g hari-1
0.021 ± 0.001a 0.022 ± 0.002a
0.025 ± 0.000b
FCR
2.0 ± 0.1a
1.9 ± 0.3a
1.6 ± 0.1a
Nilai dengan huruf superscript yang sama tidak berbeda pada taraf nyata 0.05.

Hari ke-0

Hari ke-42

Gambar 10 Pertumbuhan ikan nila setelah enam minggu pemeliharaan
Pertumbuhan relatif ikan nila berdasarkan bobot (RGR) menggambarkan
pertambahan bobot ikan nila berdasarkan waktu. Pada penelitian ini, RGR pada
P2 lebih baik dibandingkan P1 dan P0 (Tabel 6). Perbedaan nilai RGR antar
perlakuan cukup signifikan (p < 0.05). Semakin tinggi nilai RGR maka ikan akan
lebih cepat pertambahan bobotnya. Bila dilihat dari FCR, perlakuan P2 memiliki
nilai FCR terbaik disusul oleh P1 dan kemudian P0. Perbedaan nilai FCR ini tidak
signifikan pada P < 0.05, namun signifikan pada p < 0.1. Pada percobaan ini P2
memiliki nilai FCR sebesar 1.6, artinya untuk menghasilkan 1 kg daging
dibutuhkan 1,6 kg pakan yang menunjukkan efektivitas tinggi dalam pemanfaatan
pakan. Hasil uji statistik performa ikan nila dapat dilihat pada Lampiran 13.
Pengaruh kualitas air terhadap pertumbuhan akar wangi dan ikan nila
Analisis korelasi untuk P1 dan P2 menunjukkan hasil yang serupa.
Berdasarkan analisis korelasi Pearson, maka diketahui bahwa parameter yang
memiliki korelasi signifikan terhadap pertumbuhan tinggi tajuk dan panjang akar
yaitu pH, NH4+, dan PO4 (p < 0.05). Matrik korelasi Pearson dapat dilihat pada
Lampiran 13 dan 14. Berbeda dengan akar wangi, berdasarkan hasil analisis
korelasi, performa ikan nila berkorelasi signifikan (p < 0.05) dengan pH dan
kekeruhan untuk P0, pH untuk P1, serta pH dan suhu untuk P2 (Lampiran 14, 15,
dan 16). Setelah diketahui tingkat keeratan antar parameter, kemudian parameter

19
nutrien dimasukkan ke dalam persamaan regresi linier (Lampiran 17, 18, 19, dan
20) untuk melihat besarnya pengaruh NH4+, dan PO4 terhadap tinggi tajuk dan
panjang akar sehingga diperoleh persamaan seperti berikut:
Perlakuan 1 (P1)
Y = 1.42 + 0.51 X1 + 0.33 X2
Z = 1.22 + 0.34 X1 + 0.01 X2

R2= 99.88%
R2= 98.03%

Perlakuan 2 (P2)
Y = 1.11 + 0.81 X1 + 0.08 X2
Z = 0.62 + 0.79 X1 – 0.30 X2

R2= 99.96%
R2= 96.15%

Keterangan:
Y
= ln(1+tinggi tajuk)
Z
= ln(1+panjang akar)
X1
= ln(NH4)
X2
= ln(PO4)
R2
= koefisien determinasi
Berdasarkan persamaan regresi pada P1 dan P2, dapat diketahui bahwa
parameter yang memiliki pengaruh yang besar terhadap pertumbuhan tinggi tajuk
dan panjang akar adalah NH4+. Ortofosfat (PO4) juga memberikan pengaruh,
namun pengaruhnya tidak sebesar NH4. Nilai koefisien determinasi pada masingmasing persamaan cukup tinggi yaitu di atas 95% yang menunjukkan bahwa
persamaan tersebut memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi.

Pembahasan
Amonia merupakan salah satu hasil buangan utama dalam keg