Pertumbuhan dan produksi tanaman akar wangi (Vetiveria zizanioides L. Nash) secara hidroponik pada beberapa komposisi media tanam
PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN AKAR WANGI
(Vetiveria zizanioides L. Nash) SECARA HIDROPONIK PADA
BEBERAPA KOMPOSISI MEDIA TANAM
ARINI FALAHIYAH
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pertumbuhan dan
Produksi Tanaman Akar Wangi (Vetiveria zizanioides L. Nash) secara Hidroponik
pada Beberapa Komposisi Media Tanam adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2014
Arini Falahiyah
NIM A24100154
iv
ABSTRAK
ARINI FALAHIYAH. Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Akar Wangi
(Vetiveria zizanioides L. Nash) secara Hidroponik pada Beberapa Komposisi
Media Tanam. Dibimbing oleh SLAMET SUSANTO.
Penelitian ini bertujuan mempelajari pengaruh komposisi media tanam
terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman akar wangi (Vetiveria zizanioides L.
Nash) secara hidroponik. Penelitian dilaksanakan di rumah kaca Kebun Percobaan
Cikabayan Bawah pada elevasi 240 m di atas permukaan laut (dpl), dari bulan
Desember 2013 hingga Februari 2014. Penelitian disusun menggunakan
rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT) yang terdiri atas 2 percobaan: (1)
tanaman tanpa pemotongan akar, (2) tanaman dengan pemotongan akar. Faktor
perlakuan yang digunakan yaitu komposisi media tanam (v/v) yang terdiri atas 3
taraf: 100% arang sekam, arang sekam:styrofoam (2:1), dan arang
sekam:styrofoam (1:1). Hasil penelitian menunjukkan bahwa komposisi media
tanam berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, bobot basah dan kering tajuk
pada tanaman tanpa pemotongan akar, panjang akar pada tanaman dengan
pemotongan akar. Penelitian ini menunjukkan bahwa tanaman akar wangi yang
ditanam pada media campuran (arang sekam:styrofoam) menghasilkan
pertumbuhan yang lebih baik.
Kata kunci: arang sekam, komposisi media, styrofoam
ABSTRACT
ARINI FALAHIYAH. The Growth and Production of Vetiver (Vetiveria
zizanioides L. Nash) Using Different Media Compositions in a Hydroponic
System. Supervised by SLAMET SUSANTO.
This research aimed to determine the effects of the growing media
composition on the growth and production of vetiver (Vetiveria zizanioides L.
Nash) in a hydroponic system. The research was started from December 2013 to
February 2014 and conducted in a greenhouse of the Cikabayan Bawah with
elevation of 240 meters above sea level. The research implemented the
randomized block design (RBD) with 2 experiments: (1) uncutted root plants, (2)
cutted root plants. A single factor used in the research is the growing media
composition (v/v) that consists of 3 levels: 100% charcoal husk, charcoal
husk:styrofoam (2:1), and charcoal husk:styrofoam (1:1). The results showed that
the growing media composition significantly affected the height plants, fresh and
dry matter weight of the uncutted root plants, the roots length of the cutted root
plants. These research showed that the vetiver growing in the mixed materials
(charcoal husk:styrofoam) has a better growth than the one growing in the single
materials.
Keywords: charcoal husk, media compositions, styrofoam
v
PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN AKAR WANGI
(Vetiveria zizanioides L. Nash) SECARA HIDROPONIK PADA
BEBERAPA KOMPOSISI MEDIA TANAM
ARINI FALAHIYAH
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
vi
viii
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala rahmat, karunia, dan hidayah-Nya sehingga skripsi ini berhasil
diselesaikan. Skripsi ini merupakan laporan hasil penelitian yang dilaksanakan
sejak bulan Desember 2013 hingga Februari 2014 dengan judul Pertumbuhan dan
Produksi Tanaman Akar Wangi (Vetiveria zizanioides L. Nash) secara Hidroponik
pada Beberapa Komposisi Media Tanam.
Terima kasih penulis sampaikan kepada Kementerian Agama Republik
Indonesia yang telah memberikan beasiswa penuh kepada penulis, Prof Dr Ir
Slamet Susanto, MSc selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan
pengarahan selama pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi, Anggi
Nindita, SP MSi dan Dr Ir Ni Made Armini Wiendi, MS selaku dosen penguji
yang telah memberikan masukan untuk penyempurnaan skripsi, Dr Sintho
Wahyuning Ardie, SP MSi selaku dosen pembimbing akademik atas arahan
selama melaksanakan studi, PT Indesso Aroma yang telah mendanai penelitian
ini, orang tua dan saudara-saudara penulis yang selalu memberikan motivasi, Staf
Pengajar dan Staf Komisi Pendidikan Departemen Agronomi dan Hortikultura,
Teknisi Kebun Percobaan Cikabayan Bawah, Mbak Ulya Zulfa, Siti Aisyah RS,
Azmida Ana Shofiana, Amanda Sari Widyanti, Fitro Adi Cahyo, dan temanteman yang telah membantu selama penelitian, serta teman-teman CSS MoRA
IPB 47, Edelweiss AGH 47, Keluarga Besar CSS MoRA.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Oktober 2014
Arini Falahiyah
ix
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
Hipotesis
2
TINJAUAN PUSTAKA
2
Morfologi dan Syarat Tumbuh Akar Wangi
2
Budidaya Akar Wangi
3
Karakteristik dan Potensi Varietas Verina 2
4
Hidroponik
5
Arang Sekam dan Styrofoam
5
METODE
6
Bahan
6
Alat
6
Lokasi dan Waktu
6
Prosedur Percobaan
7
Pengamatan
8
Analisis Data
9
HASIL DAN PEMBAHASAN
9
Kondisi Umum Penelitian
9
Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Akar Wangi
12
Kandungan Klorofil, Karotenoid, dan Antosianin Tanaman Akar Wangi
14
Pertumbuhan dan Produksi Akar Tanaman Akar Wangi
15
SIMPULAN DAN SARAN
17
Simpulan
17
Saran
17
DAFTAR PUSTAKA
17
LAMPIRAN
20
RIWAYAT HIDUP
21
x
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
Tingkat adaptasi tanaman akar wangi
Persyaratan mutu minyak akar wangi
Perlakuan komposisi media tanam yang digunakan dalam budi daya
akar wangi secara hidroponik
Rekapitulasi sidik ragam hasil percobaan tanaman akar wangi pada
umur 48 MSP
Pengaruh komposisi media tanam terhadap tinggi tanaman, jumlah
anakan, jumlah daun, bobot basah dan bobot kering tajuk tanaman akar
wangi dengan dan tanpa pemotongan akar pada 48 MSP
Pengaruh komposisi media tanam terhadap kandungan klorofil,
karotenoid, dan antosianin pada tanaman akar wangi dengan dan tanpa
pemotongan akar pada 48 MSP
Pengaruh komposisi media tanam terhadap jumlah akar besar, akar
kecil, akar total, bobot basah akar, dan panjang akar tanaman akar
wangi dengan dan tanpa pemotongan akar pada 48 MSP
3
4
9
12
13
14
15
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
Intensitas radiasi matahari selama penelitian
Suhu rata-rata harian rumah kaca
Pertumbuhan tanaman akar wangi. (A1, B1, C1) tinggi tanaman, jumlah
anakan, jumlah daun tanaman tanpa pemotongan akar. (A2, B2, C2)
tinggi tanaman, jumlah anakan, jumlah daun tanaman dengan
pemotongan akar
Akar besar ditunjukkan oleh panah putih, dan akar kecil ditunjukkan
oleh panah merah
Akar mampu menembus media styrofoam (ditunjukkan oleh panah
kuning)
10
10
11
16
16
DAFTAR LAMPIRAN
1
Deskripsi varietas Verina 2
20
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Akar wangi (Vetiveria zizanioides L. Nash) merupakan salah satu tanaman
penghasil minyak atsiri yang cukup penting. Minyak akar wangi secara luas
digunakan untuk pembuatan parfum, bahan kosmetik, pewangi sabun, obatobatan, pembasmi dan pencegah serangga, juga berfungsi sebagai pengikat karena
mempunyai daya fiksasi yang cukup kuat sehingga bau minyak akar wangi dapat
bertahan lama (Kabupaten Garut 2011). Indonesia merupakan salah satu negara
pemasok minyak akar wangi dunia yang cukup besar dengan sentra produksi di
Kabupaten Garut, sekitar 89% dari produksi akar wangi Indonesia dihasilkan di
Garut (Jariyah dan Supangat 2008). Luas areal tanaman akar wangi Kabupaten
Garut adalah seluas 2 500 ha (Kabupaten Garut 2011).
Akar wangi termasuk komoditi ekspor yang memiliki pangsa pasar tingkat
dunia dengan harga cukup tinggi (Ditjenbun 2011). Volume ekspor Indonesia saat
ini mencapai 80 ton atau memasok 25% dari kebutuhan minyak akar wangi dunia
yang mencapai 300 ton tahun-1 (Al Hanief et al. 2013). Masalahnya adalah
produktivitas dan mutu minyak akar wangi di Indonesia masih rendah.
Produktivitas dan mutu minyak akar wangi sangat ditentukan oleh bahan tanaman,
kondisi agroekologi tempat budi daya, cara budi daya dan penanganan pascapanen
(Seswita dan Hadipoentyanti 2010). Produktivitas tanaman akar wangi saat ini
baru mencapai 11–12 ton akar segar ha-1 dengan rendemen hanya 1.5%, angka ini
masih bisa ditingkatkan menjadi 20 ton akar segar ha-1 dengan rendemen 4%
melalui berbagai teknologi (Emmyzar et al. 2006). Teknologi budi daya yang
tepat diperlukan untuk mengatasi permasalahan ini, terutama saat pemanenan.
Pemanenan yang kurang tepat akan menurunkan hasil dan mutu akar wangi.
Teknologi hidroponik merupakan salah satu alternatif teknik budi daya yang
dapat digunakan. Teknologi ini menggunakan media tumbuh tanpa tanah tetapi
menggunakan media inert seperti kerikil, pasir, arang sekam, vermikulit,
styrofoam, atau serbuk gergaji yang diberi larutan nutrisi (Resh 2004). Media
tanam dalam teknologi hidroponik merupakan faktor penting terutama dalam
menunjang pertumbuhan tanaman, karena sebagian besar unsur hara tanaman
dipasok melalui media tanam dengan penambahan larutan nutrisi. Media tanam
yang digunakan dalam penelitian ini adalah arang sekam dan styrofoam. Media
arang sekam merupakan media organik yang memiliki porositas paling besar
dibandingkan dengan kompos bokashi dan arang kayu serta mampu menahan air
lebih banyak selama lebih dari 24 jam, memiliki pH 7.2, kandungan C organik
dan N total masing-masing 7.51% dan 0.49% (Juliana 2011; Nurbaity et al. 2011).
Styrofoam yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk bola-bola kecil dan
memiliki bobot ringan. Bahan styrofoam ini sulit mengalami peruraian secara
biologi dan sulit didaur ulang (BPOM RI 2011). Penggunaan arang sekam dan
styrofoam sebagai media tanam juga diharapkan dapat mengatasi masalah limbah
dari sektor pertanian maupun non pertanian.
2
Tujuan Penelitian
Penelitian ini secara umum bertujuan memperoleh teknik budi daya secara
hidroponik yang tepat untuk tanaman akar wangi, sehingga memudahkan proses
pemanenan, menghasilkan produksi akar dan minyak serta kadar vetiverol yang
tinggi.
Penelitian ini secara khusus bertujuan mempelajari pengaruh komposisi
media tanam terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman akar wangi yang
ditanam secara hidroponik.
Hipotesis
Terdapat pengaruh komposisi media tanam terhadap pertumbuhan dan
produksi tanaman akar wangi yang ditanam secara hidroponik.
TINJAUAN PUSTAKA
Morfologi dan Syarat Tumbuh Akar Wangi
Tanaman akar wangi termasuk famili Graminae atau rumput-rumputan yang
berasal dari India, Afrika bagian Tropika, dan Asia Tenggara. Akar wangi
termasuk rumput menahun, yang membentuk rumpun yang besar, padat, dengan
arah tumbuh tegak lurus, kompak, dan bisa tumbuh hingga ketinggian 1–3 m,
dengan diameter 2–8 mm. Daun akar wangi berbentuk pita berwarna hijau, pipih,
kaku dengan permukaan bawah daun licin, dan tidak mengandung minyak. Batang
tegak dan kaku, dapat berdiri pada kedalaman air mengalir yang relatif dalam.
Warna batangnya putih, dengan ruas-ruas di sekeliling batang. Bunga akar wangi
tumbuh di ujung batang dan memiliki bulir, bentuknya menyerupai padi namun
berduri, berwarna putih kotor. Akarnya bercabang-cabang, tidak memiliki stolon
atau rhizome, sistem akar serabut dalam, berwarna kuning, serta beraroma harum.
Kedalaman akar bisa mencapai 3–4 m pada tahun pertama. Sistem akar yang
dalam ini membuat tanaman akar wangi toleran terhadap kekeringan yang
ekstrim, tahan oleh arus air yang kuat, dan sangat efisien dalam menyerap nutrisi
terlarut seperti N, P, dan logam berat (Truong et al. 2008; Bappebti 2012;
Puslitbangbun 2013).
Akar wangi tumbuh optimum pada ketinggian 200–1000 m dpl, pH optimal
6–7, kondisi curah hujan berkisar 200–3000 mm tahun-1, membutuhkan sinar
matahari yang cukup, tidak menghendaki lahan yang tertutup atau terlindungi,
suhu tanah optimal untuk pertumbuhan akar adalah 25 °C, tetapi akar dapat terus
tumbuh pada suhu 13 °C meskipun tunas sangat sedikit. Keadaan tanah yang
cocok adalah tanah yang berpasir (andosol) atau abu vulkanik di lereng-lereng
bukit. Tanah dengan karakteristik tersebut akan menyebabkan akar tanaman
menjadi panjang dan lebat, dan akar mudah dicabut tanpa ada yang tertinggal.
Tanaman akar wangi juga bisa tumbuh di berbagai substrat, seperti: liat pasir,
tanah liat, batu kapur hancur, lempung liat berpasir, dan gambut campuran. Akar
wangi juga memiliki potensi besar untuk merehabilitasi tanah dan air yang
3
terkontaminasi karena dapat mentolerir polutan dengan konsentrasi tinggi dan
logam berat serta toleran terhadap cekaman air dan cepat tumbuh setelah keadaan
lingkungan kembali optimal (Truong et al. 2008; DAI 2009; Zhou dan Yu 2010;
Chomchalow 2011)
Tabel 1 Tingkat adaptasi tanaman akar wangi
Kondisi/karakteristik
Tanah
Topografi
Nutrisi
Kondisi tanah dan pH
Logam berat
Cahaya dan temperatur
Air
Adaptasi
Tanah agak liat.
Lokasi dengan kemiringan yang tinggi, namun dapat
menyebabkan kelebihan air.
Dapat menyerap nutrisi terlarut seperti N dan P,
toleran terhadap Sodium, Mg, Al, dan Mn.
Tahan terhadap kadar garam tinggi, dapat bertahan di
pH 3.3–12.5
Dapat menyerap logam berat terlarut dari air
berpolutan, seperti As, Cd, Cr, Ni, Pb, Hg, Se, dan
Zn.
Dapat tumbuh di bawah naungan (shading). Toleran
pada suhu -15 °C hingga 55 °C. Akar berdormansi
pada suhu 5 °C.
Toleran pada kondisi kekeringan, banjir, dan
tergenang. Toleransi tingkat presipitasi 6.4–42.0 tapi
sekurang-kurangnya 225 mm.
Sumber: Truong et al. 2008
Budidaya Akar Wangi
Tanaman akar wangi dapat ditanam setiap saat di sepanjang tahun, tetapi
waktu terbaik adalah ketika musim penghujan atau awal musim hujan. Akar
wangi diperbanyak dengan cara vegetatif dengan anakan yang diperoleh dengan
memisahkan rumpun utama sebagai bibit. Awalnya pertumbuhan lambat, namun
akan berkembang cepat sejak akar terbentuk. Pertumbuhan tanaman akar wangi 5
cm per hari selama lebih dari 60 hari dan telah diukur di Malaysia (Islam et al.
2008). Metode perbanyakan vegetatif lainnya di antaranya kultur jaringan,
ratooning, tunas lateral, dan anakan.
Pemeliharaan tanaman akar wangi di antaranya penyulaman, dilakukan
sekitar 2–3 minggu setelah tanam pada tanaman yang loyo atau mati. Penyiangan
bertujuan mencegah datangnya hama yang biasanya menjadikan gulma sebagai
tempat persembunyian dan untuk memutus daur hidup hama. Pembumbunan
bertujuan menjaga aerasi dan drainase tetap baik. Penyiraman sekaligus
pemupukan untuk menyuplai hara. Pemangkasan daun dilakukan setelah tanaman
berumur ± 6 bulan. Pemangkasan daun yang dilakukan setiap 6 bulan berpengaruh
baik terhadap pertumbuhan perakaran, satu rumpun tanaman akan membentuk
anakan sehingga akarnya akan terdiri dari akar‐akar kecil yang banyak
(Kabupaten Garut 2011).
4
Umur panen sangat menentukan rendemen dan mutu minyak akar wangi
yang dihasilkan. Sistem perakaran akar wangi mengalami perkembangan penuh
setelah berumur 24 bulan (Mulyono et al. 2012). Tanaman akar wangi dipanen
rata-rata berumur antara 12 sampai 14 bulan, karena apabila dipanen pada umur
kurang atau lebih dari umur tersebut, maka akan berpengaruh pada rendemen
sehingga berpengaruh pula terhadap kualitas dan kuantitasnya (Kabupaten Garut
2011). Pemanenan akar wangi dilakukan dengan cara membongkar akarnya, tanah
dicangkul sehingga akar tidak terputus, kemudian akar dipotong di bawah
bonggolnya dan dibersihkan. Penanganan pascapanen akar wangi harus dilakukan
dengan baik sebelum dilakukan proses penyulingan. Penanganan pascapanen yang
baik dapat meningkatkan rendemen dan memperbaiki mutu minyak akar wangi.
Penanganan pascapanen yang perlu dilakukan sebelum proses penyulingan akar
wangi meliputi pembersihan, pencucian, pengeringan, pemisahan bonggol, dan
pengecilan ukuran (perajangan) akar (Mulyono et al. 2012).
Minyak akar wangi diperoleh dari proses penyulingan. Penyulingan
bertujuan untuk memisahkan zat-zat bertitik didih tinggi dari zat-zat yang tidak
dapat menguap (Sani 2011). Penyulingan merupakan proses pemisahan komponen
yang berupa cairan dari dua macam campuran atau lebih berdasarkan perbedaan
tekanan uap dari masing-masing komponen tersebut (Mulyono et al. 2012).
Penyulingan dapat dilakukan melalui 3 cara, yaitu penyulingan dengan air,
penyulingan dengan uap langsung, dan penyulingan dengan air dan uap (dikukus)
(Kabupaten Garut 2011). Mutu minyak akar wangi juga tergantung dari lamanya
penyulingan, bau gosong yang ditimbulkan dapat menurunkan mutu dan harga
minyak akar wangi (DAI 2009). Mutu minyak akar wangi berdasarkan SNI 062386-2006 disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Persyaratan mutu minyak akar wangi
No
1
2
3
4
5
6
7
8
Jenis uji
Satuan
Persyaratan
Keadaan:
1.2 Warna
1.3 Bau
Bobot jenis 20 °C/20 °C
Indeks bias pada 20 °C
Kelarutan dalam etanol 95%
Bilangan asam
Bilangan ester
Bilangan ester setelah asetilasi
Vetiverol total
%
Kuning muda–coklat kemerahan
Khas akar wangi
0.980–1.003
1.520–1.530
1:1 jernih, seterusnya jernih
10–35
5–26
100–150
Minimum 50
Sumber: SNI 06-2386-2006
Karakteristik dan Potensi Varietas Verina 2
Karakter penting pada tanaman akar wangi yang memiliki nilai ekonomi
yang cukup tinggi adalah produktivitas akar, produktivitas minyak, kadar bahan
aktif (vetiverol). Varietas Verina 2 berasal dari Kabupaten Garut dengan memiliki
karakteristik warna daun yellow green 145 B, bentuk habitus daun merumbai dan
5
pendek, perakaran kasar, kandungan minyak atsiri 1.5 ± 0.63%. Kadar vetiverol
akar wangi varietas Verina 2 adalah 55.48 ± 3.17% dengan produksi akar basah
10.64 ± 4.52 ton ha-1, produktivitas akar kering tertinggi 3.85 ton ha-1,
produktivitas minyak 60.46 kg ha-1, dan kadar vetiverol di atas standar sebesar
55.48%. Daerah pengembangan varietas Verina 2 direkomendasikan di dataran
tinggi dan penggunaan produk untuk kerajinan anyaman dan pengusir serangga
(Ditjenbun 2011).
Hidroponik
Budidaya tanaman secara hidroponik merupakan budidaya tanpa tanah,
tetapi menggunakan larutan nutrisi sebagai sumber utama pasokan nutrisi
tanaman. Larutan nutrisi dapat diberikan dalam bentuk genangan atau dalam
keadaaan mengalir. Selain itu, larutan nutrisi juga dapat dialirkan ke media tanam
hidroponik sebagai tempat berkembangnya akar. Media tanam hidroponik dapat
berasal dari bahan alam seperti kerikil, pasir, sabut kelapa, arang sekam, batu
apung, gambut, dan potongan kayu atau bahan buatan seperti pecahan bata, busa,
dan rockwool (Suhardiyanto 2011).
Tanaman yang dibudidayakan secara hidroponik dapat tumbuh dengan baik
jika terpenuhi kebutuhan akan unsur hara, air, oksigen, dan berada dalam
lingkungan tumbuh optimal (Suhardiyanto 2011). Kelebihan sistem hidroponik
menurut Jones dan Jones (2005) adalah serangan hama dan penyakit mudah
dikendalikan, penggunaan pupuk dan air lebih efisien, tidak memerlukan tenaga
intensif, larutan nutrisi dipasok sesuai kebutuhan tanaman, dapat diusahakan di
lahan sempit dan tidak subur, serta tidak tergantung musim.
Arang Sekam dan Styrofoam
Media tanam sistem hidroponik dapat berupa media organik, anorganik,
atau campuran keduanya. Arang sekam merupakan media organik yang memiliki
porositas paling besar dibandingkan dengan kompos bokashi dan arang kayu, hal
ini sesuai dengan sifat arang sekam yang poros dan berongga sehingga mampu
menahan air lebih besar. Arang sekam mampu menahan air lebih banyak selama
lebih dari 24 jam, dan memiliki pH netral 7.2 (Juliana 2011). Kandungan C
organik dan N total pada arang sekam masing-masing 7.51% dan 0.49% (Nurbaity
et al. 2011). Porositas, kemampuan pori-pori bahan memegang air, WHC yang
tinggi pada arang sekam dapat meningkatkan rasio C/N komposisi bahan yang
berguna sebagai penyokong nutrisi bagi pertumbuhan dan perkembangan
mikroorganisme dalam biofilter (Juliana 2011).
Styrofoam atau polistirena foam merupakan media tanam anorganik yang
berasal dari polystyrene. Media tanam anorganik digunakan untuk: 1)
meningkatkan aerasi, 2) meningkatkan drainase, 3) mengurangi kapasitas
memegang air yang berlebihan, dan 4) mengurangi atau menambah berat media.
Kebanyakan media anorganik relatif steril (dalam hal patogen tumbuhan) dan
banyak yang relatif inert. Butiran styrofoam memiliki ukuran yang bervariasi,
biasanya berukuran 0.25 cm hingga 0.5 cm, memiliki berat yang sangat ringan,
memiliki pH netral, tidak ada KTK. Volume styrofoam yang direkomendasikan
6
untuk media tanam antara 25% sampai 50% (Reed 2007). Styrofoam sulit
mengalami peruraian biologik dan sulit didaur ulang, sehingga penggunaan
styrofoam sebagai media tanam dapat mengurangi limbah non pertanian.
METODE
Bahan
Bahan tanaman yang digunakan adalah 48 tanaman akar wangi varietas
Verina 2 dengan umur tanaman 10 bulan yang telah ditanam pada penelitian
sebelumnya. Bibit akar wangi yang digunakan berasal dari Balai Penelitian
Tanaman Rempah dan Obat (Balittro). Bahan lain yang digunakan adalah arang
sekam, styrofoam, air bersih, tali rafia, plastik, furadan, dan larutan hara. Larutan
hara dengan konsentrasi 400 ppm terdiri atas pupuk stok A berupa
Ca(NO3)2·4H2O dan NaFeEDTA, pupuk stok B berupa (NH4)2SO4,
MgSO4·7H2O, K2HPO4, (NH4)6Mo7O2·4H2O, Na2B4O7·10H2O, H3BO3,
CuSO4·H2O, MnSO4·3H2O, Na2MoO4·2H2O, dan ZnSO4H2O. Komposisi hara
dalam larutan hara (ppm) yaitu N (102.5 ppm), P2O5 (31.9 ppm), K2O (80.6 ppm),
Ca (118.9 ppm), Mg (45.5 ppm), S (83.2 ppm), Fe (5 ppm), Mn (1.3 ppm), Zn
(0.3 ppm), Cu (0.1 ppm), Mo (0.3 ppm), dan B (1 ppm).
Alat
Peralatan yang digunakan adalah polybag berukuran 30 cm × 30 cm × 100
cm, kontainer kapasitas 90 L untuk menampung larutan hara stok A dan stok B,
kontainer kapasitas 120 L untuk menampung larutan hara penyiraman manual
yang telah diencerkan, termometer (°C) untuk mengukur suhu di dalam rumah
kaca, spectrophotometer UV-VIS untuk analisis kandungan klorofil, gelas ukur
plastik, label, alat tulis, timbangan analitik, meteran, gunting, ember, oven, dan
penggaris.
Lokasi dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di rumah kaca Kebun Percobaan Cikabayan Bawah,
University Farm, Fakultas Pertanian IPB Dramaga Bogor pada elevasi 240 m dpl.
Analisis kandungan klorofil dilaksanakan di Laboratorium Spektrophotometry
UV-VIS IPB. Pengambilan data intensitas radiasi matahari dilaksanakan di
BMKG Stasiun Klimatologi Dramaga Bogor. Kegiatan penelitian dilaksanakan
dari bulan Desember 2013 hingga Februari 2014.
7
Prosedur Percobaan
Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan yang dilakukan pada tanaman
akar wangi umur 10 bulan setelah perlakuan (BSP). Penelitian sebelumnya
melakukan penelitian perlakuan komposisi media tanam pada tanaman akar wangi
dan melakukan pengamatan dari umur tanaman 1 minggu setelah perlakuan
(MSP) hingga 20 MSP atau 5 BSP. Penelitian sebelumnya melakukan pemanenan
akar pada sebagian tanaman akar wangi saat umur tanaman 5 BSP, kemudian
ditanam kembali pada media tanam sesuai perlakuan awal. Tanaman akar wangi
yang belum dipanen akarnya (tanaman tanpa pemotongan akar) dan tanaman yang
telah dipanen akarnya (tanaman dengan pemotongan akar) diamati pertumbuhan
dan produksinya pada penelitian ini dari umur tanaman 10 BSP atau 40 MSP
hingga 48 MSP.
Pelaksanaan penelitian diawali dengan menyiapkan larutan hara stok A dan
stok B dalam kontainer kapasitas 90 L. Larutan hara stok A dan B kemudian
diambil masing-masing 1.5 L dan diencerkan sampai 120 L dalam kontainer
kapasitas 120 L untuk diaplikasikan pada tanaman. Tanaman akar wangi yang
digunakan untuk penelitian adalah tanaman dengan umur 10 bulan yang ditanam
di polybag ukuran 30 cm × 30 cm × 100 cm. Tajuk tanaman akar wangi baik pada
tanaman tanpa pemotongan akar maupun tanaman dengan pemotongan akar
sebelumnya dipangkas setinggi 30 cm diukur dari bagian tanaman yang muncul di
atas media sampai rumpun tertinggi, pemangkasan bertujuan untuk memudahkan
pengamatan serta memperbaiki perakaran dan pertumbuhan tajuk.
Perlakuan komposisi media tanam telah dilakukan pada penelitian
sebelumnya. Volume polybag yang diisi media tanam adalah 70 L. Perlakuan
komposisi media tanam 100% arang sekam (v/v) dilakukan dengan mengisi
polybag dengan 70 L arang sekam, perlakuan komposisi media tanam arang
sekam:styrofoam (2:1 v/v) dengan mengisi polybag dengan 46.67 L arang sekam
dan 23.33 L styrofoam, sedangkan perlakuan komposisi media tanam arang
sekam:styrofoam (1:1 v/v) dengan cara mengisi polybag dengan 35 L arang sekam
dan 35 L styrofoam.
Pemeliharaan tanaman yang dilakukan meliputi penyiraman secara rutin
sekaligus aplikasi larutan hara (fertigasi) secara manual dengan frekuensi siram 2
kali hari-1 dengan volume siram 1 L siram-1 polybag-1 pada pukul 07.30 WIB dan
16.00 WIB. Penyiangan gulma yang tumbuh dengan mencabut secara manual,
membuang daun-daun yang telah kering, serta pengendalian hama dengan
menggunakan furadan, disebar dalam tiap polybag.
Panen dilakukan saat tanaman berumur 48 minggu setelah perlakuan (MSP).
Tanaman akar wangi dipanen seluruhnya, baik tanaman dengan pemotongan akar
maupun tanaman tanpa pemotongan akar. Panen dilakukan dengan menggunting
polybag supaya akar tidak rusak, kemudian akar dibersihkan dari sisa-sisa arang
sekam atau styrofoam yang menempel dengan menggunakan air. Akar dipisahkan
dari tajuk dengan memotong akar pada bagian pangkal di bawah bonggol.
8
Pengamatan
Pengamatan pertumbuhan dilakukan terhadap parameter agronomi dan
parameter fisiologi. Pengamatan data lingkungan dilakukan terhadap parameter
suhu lingkungan rumah kaca.
Parameter agronomi yang diamati yaitu tinggi tanaman, jumlah daun, dan
jumlah anakan diamati setiap minggu dari umur tanaman 40 MSP sampai 48
MSP. Pengamatan bobot basah tajuk, bobot kering tajuk, panjang akar, jumlah
akar besar, jumlah akar kecil, jumlah akar total, dan bobot basah akar dilakukan
pada 48 MSP atau saat panen. Pengamatan pada setiap parameter dilakukan
dengan cara sebagai berikut:
1.
Tinggi tanaman (cm), dilakukan dengan mengukur tanaman dari pangkal
tanaman (pada permukaan media) sampai ujung rumpun tanaman tertinggi.
2.
Jumlah daun (helai), dilakukan dengan menghitung daun yang sudah
terbuka sempurna.
3.
Jumlah anakan, dilakukan dengan menghitung jumlah anakan yang tumbuh.
4.
Bobot basah tajuk (g), dilakukan dengan menimbang tajuk sebelum dioven
menggunakan timbangan analitik.
5.
Bobot kering tajuk (g), dilakukan dengan menimbang tajuk setelah dioven
selama 24 jam pada suhu 80 °C menggunakan timbangan analitik.
6.
Panjang akar (cm), dilakukan dengan mengukur akar dari pangkal sampai
ujung akar dengan menggunakan meteran.
7.
Jumlah akar besar (buah), dilakukan dengan menghitung jumlah akar
berdasarkan ukuran akar dengan diameter 3 mm, memiliki akar sekunder
dan tersier.
8.
Jumlah akar kecil (buah), dilakukan dengan menghitung jumlah akar
berdasarkan ukuran akar dengan diameter ˂ 3 mm, memiliki akar sekunder
dan tersier.
9.
Jumlah akar total (buah), jumlah akar total yang dihitung berdasarkan
penjumlahan akar besar dan akar kecil.
10. Bobot basah akar (g), dilakukan dengan menimbang akar basah yang telah
dipisahkan dari tajuknya dengan menggunakan timbangan analitik
Parameter fisiologi yaitu pengamatan kandungan klorofil daun, dilakukan
dengan mengambil sampel daun pada setiap tanaman sepanjang 20 cm kemudian
dimasukkan ke dalam plastik dan diletakkan pada termos yang sebelumnya telah
diberi es untuk mencegah penguapan, selanjutnya dilakukan analisis kandungan
klorofil daun (klorofil a, klorofil b, dan klorofil total), karotenoid, dan antosianin
dengan menggunakan alat spectrophotometer UV-VIS.
Pengukuran suhu di dalam rumah kaca dilakukan dengan alat termometer
(°C) setiap hari pada pukul 07.30 WIB, 13.30 WIB dan 17.30 WIB. Data suhu
yang diperoleh kemudian dibuat menjadi suhu rata-rata harian dengan
menggunakan rumus sebagai berikut (Handoko dan Impron 2008):
Trata-rata harian = ((2 T07.30) + T13.30 + T17.30) / 4
Keterangan :
T07.30
= suhu pada pengamatan pukul 07.30 WIB
T13.30
= suhu pada pengamatan pukul 13.30 WIB
T17.30
= suhu pada pengamatan pukul 17.30 WIB
9
Analisis Data
Penelitian disusun menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak
(RKLT) faktor tunggal. Faktor perlakuan adalah komposisi media tanam yang
terdiri atas 3 taraf yaitu 100% arang sekam (v/v), arang sekam:styrofoam (2:1
v/v), dan arang sekam:styrofoam (1:1 v/v). Percobaan terdiri atas 2 kondisi
tanaman (2 percobaan) yaitu tanaman tanpa pemotongan akar (6 ulangan) dan
tanaman dengan pemotongan akar (10 ulangan). Seluruh tanaman baik percobaan
pertama maupun kedua ditanam pada 3 komposisi media tanam yang berbeda,
sehingga secara keseluruhan terdapat 48 tanaman.
Tabel 3
Perlakuan komposisi media tanam yang digunakan dalam budi daya
akar wangi secara hidroponik
Volume media polybag-1
Perlakuan
100% arang sekam (v/v)
Arang sekam:styrofoam (2:1 v/v)
Arang sekam:styrofoam (1:1 v/v)
Arang sekam
Styrofoam
70 L
46.67 L
35 L
23.33 L
35 L
Data yang diperoleh dianalisis menggunakan uji F dengan perangkat lunak
SAS 9.1 portable. Apabila terdapat hasil analisis yang menunjukkan pengaruh
nyata, dilakukan uji lanjut menggunakan Duncan Multiple Range Test (DMRT)
pada taraf α = 5%.
Model rancangan percobaan:
Yij = µ + αi + βj + ɛij (i = 1, ... a; j = 1, ... r)
Keterangan:
Yij
: Nilai pengamatan pada perlakuan komposisi media ke-i, dan kelompok
ke-j
µ
: Nilai rataan umum
αi
: Pengaruh komposisi media tanam ke-i,
βj
: Pengaruh kelompok ke-j
ɛij
: Pengaruh galat percobaan perlakuan komposisi media tanam ke-i, dan
kelompok ke-j
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Penelitian
Penelitian dilakukan di rumah kaca dengan elevasi 240 m dpl dengan
intensitas radiasi matahari pada bulan Desember 2013 sampai bulan Februari 2014
tertinggi yang diperoleh dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika
(BMKG) Stasiun Klimatologi Dramaga Bogor adalah pada 40 MSP dan 44 MSP
yaitu sekitar 12.5 MJ m-2 dan terendah pada 46 MSP yaitu 6.6 MJ m-2 (Gambar 1).
Suhu rata-rata harian selama penelitian yaitu 31.3 °C, dengan rata-rata suhu pagi
10
hari 29.9 °C, suhu siang hari 41.8 °C, dan suhu sore hari 23.7 °C. Suhu rata-rata
harian rumah kaca selama penelitian disajikan pada Gambar 2.
Gambar 1 Intensitas radiasi matahari selama penelitian
Gambar 2 Suhu rata-rata harian rumah kaca
Intensitas radiasi matahari dan suhu rata-rata harian selama penelitian cukup
tinggi, namun kondisi lingkungan di rumah kaca ini tidak menyebabkan
pertumbuhan tanaman akar wangi terganggu. Tanaman akar wangi merupakan
tanaman yang toleran terhadap variasi iklim ekstrim seperti kekeringan
berkepanjangan, tergenang, dan suhu ekstrim dari -14 °C sampai 55 °C (Truong et
al. 2008), sehingga tanaman akar wangi masih dapat tumbuh dengan baik.
Menurut penelitian Dudai et al. (2006), tanaman akar wangi pada percobaan di
rumah kaca dengan kondisi yang terkendali ditemukan bahwa secara umum
menunjukkan bahwa suhu minimum 21 °C dan suhu maksimum 29 °C secara
signifikan meningkatkan tinggi tanaman akar wangi.
11
Gambar 3 Pertumbuhan tanaman akar wangi. (A1, B1, C1) tinggi tanaman,
jumlah anakan, jumlah daun tanaman tanpa pemotongan akar. (A2,
B2, C2) tinggi tanaman, jumlah anakan, jumlah daun tanaman dengan
pemotongan akar
Tinggi tanaman pada tanaman akar wangi baik pada tanaman tanpa
pemotongan akar maupun pada tanaman dengan pemotongan akar
pertumbuhannya meningkat seiring dengan bertambahnya umur tanaman,
sedangkan jumlah anakan dan jumlah daun pertumbuhannya cenderung melambat
12
bahkan menurun (Gambar 3). Hal ini kemungkinan tanaman mulai memasuki fase
penuaan. Menurunnya jumlah anakan diduga disebabkan oleh fase pertumbuhan
yang mulai ke arah fase generatif dan lebih kepada proses pembentukan minyak
(Rosman et al. 2013). Menurut Harjadi (1996) tanaman seperti padi memerlukan
suatu dominansi fase vegetatif selama tahap pertama hidupnya dan dominansi fase
reproduktif selama masa akhir hidupnya, di mana yang pertama kehilangan
dominansinya secara berangsur-angsur.
Komposisi media tanam pada penelitian ini menunjukkan pengaruh nyata
terhadap parameter agronomi pada tinggi tanaman, bobot basah dan bobot kering
tajuk pada tanaman tanpa pemotongan akar, serta panjang akar pada tanaman
dengan pemotongan akar (Tabel 4). Komposisi media tanam tidak berpengaruh
nyata terhadap parameter fisiologis, baik pada tanaman tanpa pemotongan akar
maupun pada tanaman dengan pemotongan akar.
Tabel 4
Rekapitulasi sidik ragam hasil percobaan tanaman akar wangi pada
umur 48 MSP
Percobaan 1
(Tanpa
pemotongan
akar)
A. Karakter agronomi
Tinggi tanaman (cm)
Jumlah anakan (unit)
Jumlah daun (helai)
Bobot basah tajuk (g)
Bobot kering tajuk (g)
Akar besar (unit)
Akar kecil (unit)
Akar total (unit)
Panjang akar (cm)
Bobot basah akar (g)
B. Karakter Fisiologi
Klorofil a
Klorofil b
Klorofil total
Karotenoid
Antosianin
Peubah
KK (%)
Percobaan 2
(Dengan
pemotongan
akar)
KK (%)
**
tn
tn
*
*
tn
tn
tn
tn
6.85
22.57
20.25
12.57
14.26
17.74tr
23.42tr
20.91tr
18.03tr
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
**
tn
12.06
13.43
26.10
19.71tr
17.68tr
26.56tr
22.47tr
21.69tr
16.94
29.04tr
tn
tn
tn
tn
tn
20.03tr
27.59tr
18.90tr
24.73tr
55.47tr
tn
tn
tn
tn
tn
30.02
24.82
28.50
24.96
10.12tr
Keterangan: ** = berbeda sangat nyata pada taraf α=1%, * = berbeda nyata pada taraf α=5%, tn =
tidak berbeda nyata, tr = transformasi akar, - = akar sudah menggumpal di dasar
polybag.
Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Akar Wangi
Komposisi media tanam berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, bobot
basah dan bobot kering tajuk tanaman akar wangi tanpa pemotongan akar pada 48
MSP, sedangkan pada tanaman dengan pemotongan akar perlakuan komposisi
13
media tanam yang berbeda tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman,
bobot basah dan bobot kering tajuk tanaman (Tabel 5).
Tinggi tanaman pada tanaman tanpa pemotongan akar pada perlakuan
komposisi media tanam 100% arang sekam nyata lebih rendah dibandingkan
dengan komposisi media tanam arang sekam:styrofoam (2:1) dan arang
sekam:styrofoam (1:1). Tinggi tanaman pada tanaman tanpa pemotongan akar
pada media tanam 100% arang sekam rata-rata 125.7 cm, nyata lebih rendah
dibandingkan dengan tanaman pada komposisi media tanam arang
sekam:styrofoam (2:1) dan arang sekam:styrofoam (1:1) yang berturut-turut
tingginya 143.0 cm dan 150.7 cm. Hasil ini berbeda pada tanaman dengan
pemotongan akar. Tinggi tanaman akar wangi pada perlakuan komposisi media
tanam yang berbeda tidak berbeda nyata pada media tanam 100% arang sekam,
arang sekam:styrofoam (2:1), dan arang sekam:styrofoam (1:1) yang berturut-turut
tingginya adalah 113 cm, 122.3 cm, dan 113.1 cm.
Tabel 5
Pengaruh komposisi media tanam terhadap tinggi tanaman, jumlah
anakan, jumlah daun, bobot basah dan bobot kering tajuk tanaman akar
wangi dengan dan tanpa pemotongan akar pada 48 MSP
Bobot
basah
tajuk (g)
Bobot
kering
tajuk (g)
Percobaan 1 (Tanpa pemotongan akar)
100% arang sekam (v/v)
125.7b
35
146
Arang sekam:styrofoam (2:1 v/v)
143.0a
39
168
Arang sekam:styrofoam (1:1 v/v)
150.7a
49
201
381.7b
550.0a
548.7a
86.7b
127.7a
129.7a
Percobaan 2 (Dengan pemotongan akar)
100% arang sekam (v/v)
113.0
24
92
Arang sekam:styrofoam (2:1 v/v)
122.3
28
114
Arang sekam:styrofoam (1:1 v/v)
113.1
27
113
226.3
395.3
362.0
45.0
77.7
72.3
Media tanam
Tinggi
tanaman
(cm)
Jumlah
anakan
(unit)
Jumlah
daun
(helai)
Keterangan: Angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan hasil
yang tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT pada taraf α=5%.
Komposisi media tanam yang berbeda tidak berpengaruh nyata terhadap
jumlah anakan dan jumlah daun, baik pada percobaan 1 (tanaman tanpa
pemotongan akar) maupun percobaan 2 (tanaman dengan pemotongan akar).
Bobot basah dan bobot kering tajuk tanaman tanpa pemotongan akar pada media
tanam 100% arang sekam menunjukkan hasil berturut-turut 381.7 g dan 86.7 g,
sedangkan pada media tanam arang sekam:styrofoam (2:1) bobot basah dan bobot
kering tajuk masing-masing 550.0 g dan 127.7 g, dan pada media tanam arang
sekam:styrofoam (1:1) bobot basah dan bobot kering tajuk masing-masing 548.7 g
dan 129.7 g. Hasil ini menunjukkan bahwa bobot basah dan bobot kering tajuk
tanaman pada media tanam 100% arang sekam pada tanaman tanpa pemotongan
akar nyata lebih rendah dibandingkan dengan media tanam arang
sekam:styrofoam.
Pertumbuhan tanaman pada media tanam arang sekam:styrofoam (2:1) dan
arang sekam:styrofoam (1:1) secara keseluruhan menunjukkan pertumbuhan
14
tanaman yang lebih baik dibandingkan dengan tanaman pada media tanam 100%
arang sekam. Media tanam arang sekam:styrofoam merupakan media tanam
campuran. Media tanam campuran digunakan untuk mengurangi beban media
yang berat, mengurangi biaya, serta untuk sterilisasi media. Media tanam
campuran juga harus mengandung setidaknya 25% dari bahan kasar (pasir, perlit,
styrofoam, dan lain-lain) untuk memungkinkan drainase dan aerasi yang memadai
(Reed 2007). Styrofoam yang ditambahkan ke media dalam bentuk butiran-butiran
kecil bertujuan untuk meningkatkan aerasi dan drainase. Kekurangan dari
styrofoam adalah butiran-butirannya dapat berpindah ke bagian atas media dan
dapat mengganggu jika tersebar oleh air atau angin.
Media tanam arang sekam:styrofoam merupakan media tanam yang terdiri
dari substrat organik dan anorganik. Penelitian Graceson et al. (2014)
menunjukkan bahwa penambahan substrat anorganik mengubah sifat fisik media.
Substrat anorganik cenderung meningkatkan pertumbuhan fisik tanaman,
kapasitas menahan air, porositas media, tetapi kepadatan massa media menurun.
Hasil ini juga bisa berbeda tergantung jenis substrat dan rasio massa.
Kandungan Klorofil, Karotenoid, dan Antosianin Tanaman Akar Wangi
Komposisi media tanam tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan
klorofil, karotenoid, dan antosianin tanaman akar wangi pada 48 MSP (Tabel 6).
Kandungan klorofil total pada tanaman akar wangi baik pada tanaman tanpa
pemotongan akar maupun tanaman dengan pemotongan akar menunjukkan ratarata 1.8 mg g-1 daun segar. Hasil ini sesuai dengan penelitian Maffei et al. (1995)
bahwa total kandungan klorofil dari ekstrak mentah akar wangi berkisar 1.6–2 mg
g-1 daun segar, dengan nilai rata-rata 1.8 mg g-1 daun segar.
Tabel 6
Pengaruh komposisi media tanam terhadap kandungan klorofil,
karotenoid, dan antosianin pada tanaman akar wangi dengan dan tanpa
pemotongan akar pada 48 MSP
Media tanam
Klorofil Klorofil Klorofil Karotenoid
total
a
b
......................mg g-1 daun segar..................
Antosianin
(µmol g-1
daun segar)
Percobaan 1 (Tanpa pemotongan akar)
100% arang sekam (v/v)
1.9
1.4
0.5
Arang sekam:styrofoam (2:1 v/v)
2.1
1.5
0.6
Arang sekam:styrofoam (1:1 v/v)
1.6
1.2
0.4
0.3
0.3
0.3
0.2
0.3
0.2
Percobaan 2 (Dengan pemotongan akar)
100% arang sekam (v/v)
1.3
0.9
0.4
Arang sekam:styrofoam (2:1 v/v)
2.2
1.6
0.6
Arang sekam:styrofoam (1:1 v/v)
1.5
1.1
0.4
0.2
0.4
0.3
0.3
0.3
0.3
Keterangan: Angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan hasil
yang tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT pada taraf α=5%
Klorofil disintesis di daun dan berperan untuk menangkap cahaya matahari
yang jumlahnya berbeda untuk tiap tanaman. Sintesis klorofil dipengaruhi oleh
15
berbagai faktor seperti cahaya, gula atau karbohidrat, air, temperatur, faktor
genetik, unsur-unsur hara seperti N, Mg, Fe, Mn, Cu, Zn, S dan O (Curtis dan
Clark 1950 dalam Hendriyani dan Setiari 2009). Penambahan larutan nutrisi pada
media tanam diduga mampu menyediakan unsur hara yang dibutuhkan tanaman,
sehingga sintesis klorofil dapat berjalan baik.
Komposisi media tanam yang berbeda tidak berpengaruh nyata terhadap
kandungan karotenoid dan antosianin pada tanaman akar wangi. Kandungan
karotenoid dan antosianin pada semua perlakuan komposisi media tanam pada
tanaman percobaan 1 maupun tanaman percobaan 2 rata-rata 0.3 mg g-1 daun
segar dan 0.3 µmol g-1 daun segar. Hasil ini menunjukkan bahwa kandungan
dalam daun akar wangi paling banyak adalah klorofil, dan kandungan paling
sedikit adalah antosianin.
Pertumbuhan dan Produksi Akar Tanaman Akar Wangi
Komposisi media tanam berpengaruh nyata terhadap panjang akar pada
tanaman dengan pemotongan akar, dan tidak berpengaruh nyata terhadap peubah
lainnya baik pada tanaman tanpa pemotongan akar maupun tanpa pemotongan
akar (Tabel 7). Tanaman dengan pemotongan akar mengalami regenerasi dan
pemanjangan pada sistem perakarannya untuk menunjang pertumbuhan tanaman
dan menyuplai kebutuhan hara tanaman. Panjang akar pada media tanam arang
sekam:styrofoam (1:1) pada tanaman dengan pemotongan akar menunjukkan
panjang akar rata-rata 120.6 cm, nilai ini nyata lebih tinggi dibandingkan dengan
panjang akar pada media tanam arang sekam 100% dan arang sekam:styrofoam
(2:1) yang berturut-turut panjangnya 91.4 cm dan 98.6 cm.
Tabel 7 Pengaruh komposisi media tanam terhadap jumlah akar besar, akar kecil,
akar total, bobot basah akar, dan panjang akar tanaman akar wangi
dengan dan tanpa pemotongan akar pada 48 MSP
Panjang
akar
(cm)
Bobot
basah
akar (g)
Percobaan 1 (Tanpa pemotongan akar)
100% arang sekam (v/v)
32
143
175
Arang sekam:styrofoam (2:1 v/v)
41
178
219
Arang sekam:styrofoam (1:1 v/v)
30
168
197
-
231.7
346.3
348.7
Percobaan 2 (Dengan pemotongan akar)
100% arang sekam (v/v)
11
90
102
Arang sekam:styrofoam (2:1 v/v)
13
73
87
Arang sekam:styrofoam (1:1 v/v)
16
77
92
91.4 b
98.6 b
120.6 a
82.7
66.7
77.6
Media tanam
Akar
besar
(buah)
Akar
kecil
(buah)
Akar
total
(buah)
Keterangan: Angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan hasil
yang tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT pada taraf α=5%. - = akar sudah
menggumpal di dasar polybag.
Panjang akar tanaman akar wangi pada beberapa komposisi media tanam
menunjukkan hasil yang berbeda nyata. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh
perbedaan sifat fisik dan ukuran partikel media tanam. Menurut Ingram et al.
16
(2003), distribusi akar dalam media wadah dapat dipengaruhi oleh distribusi
ukuran partikel media. Media dengan kapasitas memegang air yang tinggi dan
aerasi rendah dapat mengakibatkan konsentrasi akar di bagian atas wadah,
terutama jika media di bagian bawah wadah tetap jenuh dalam waktu lama.
Jumlah akar besar, akar kecil, dan akar total tidak menunjukkan perbedaan
yang nyata pada semua perlakuan komposisi media tanam baik pada tanaman
tanpa pemotongan akar maupun tanaman dengan pemotongan akar. Proporsi
jumlah akar paling banyak adalah akar kecil (diameter ˂ 3 mm, memiliki akar
sekunder dan tersier) kemudian jumlah akar besar (diameter 3 mm, memiliki
akar sekunder dan tersier). Secara visual keragaan akar besar dan akar kecil dapat
dilihat pada gambar 4.
Gambar 4 Akar besar ditunjukkan oleh panah putih, dan akar kecil ditunjukkan
oleh panah merah
Komposisi media tanam yang berbeda tidak berpengaruh nyata terhadap
bobot basah akar, baik pada tanaman tanpa pemotongan akar maupun tanaman
dengan pemotongan akar. Tabel 7 menunjukkan bahwa bobot basah akar tanaman
pada media tanam arang sekam:styrofoam (1:1) menghasilkan bobot basah akar
tertinggi pada tanaman tanpa pemotongan akar yaitu 348.7 g, sedangkan pada
tanaman dengan pemotongan akar bobot basah akar tertinggi pada media tanam
100% arang sekam yaitu 82.7 g.
Penelitian menunjukkan saat pemanenan tanaman akar wangi pada media
campuran arang sekam:styrofoam akar tanaman dapat menembus media styrofoam
(dapat dilihat pada Gambar 5). Hal ini merupakan salah satu kekurangan
penggunaan media tanam styrofoam, karena mengakibatkan kesulitan saat
pemanenan akar. Styrofoam yang menempel pada akar harus dibersihkan terlebih
dahulu, hal tersebut membutuhkan waktu serta menambah biaya tenaga kerja.
Gambar 5 Akar mampu menembus media styrofoam (ditunjukkan oleh panah
kuning)
17
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Komposisi media tanam berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan
produksi tanaman akar wangi berdasarkan karakter tinggi tanaman, bobot basah
dan bobot kering tajuk pada tanaman tanpa pemotongan akar dan panjang akar
pada tanaman dengan pemotongan akar. Media tanam campuran arang
sekam:styrofoam menunjukkan pertumbuhan tanaman akar wangi yang lebih baik
dibandingkan dengan tanaman pada media tanam 100% arang sekam. Kekurangan
penggunaan styrofoam dalam campuran media tanam adalah butiran styrofoam
dapat ditembus dan menempel pada akar. Teknik budi daya secara hidroponik
dengan menggunakan media tanam arang sekam dan styrofoam secara umum
dapat menunjang pertumbuhan tanaman akar wangi dengan baik.
Saran
Penelitian lanjutan perlu dilakukan dengan menggunakan polybag atau
wadah dengan ukuran yang lebih besar dan panjang, agar pertumbuhan dan
produksi tanaman akar wangi dapat ditunjang dengan baik dan tidak menggumpal
di dasar polybag.
DAFTAR PUSTAKA
Al Hanief MM, Al Mushawwir H, Mahfud. 2013. Ekstraksi minyak atsiri dari
akar wangi menggunakan metode steam–hydro distilation dan hydro
distilation dengan pemanas microwave. Jurnal Teknik POMITS. 2(2):219223.
[Bappebti] Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi. 2012. Java vetiver
rootoil (akar wangi). Buletin Kontrak Berjangka [Internet]. [diunduh 2013
Nov 25]. Tersedia pada: http://www.bappebti.go.id/id/topdf/create/
1040.html.
[BPOM RI] Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2011.
Kemasan polistirena foam (styrofoam). Info POM. 9(5):1-3.
Chomchalow N. 2011. Vetiver research, development and applications in
Thailand. AU J.T. 14(4):268-274.
[DAI] Dewan Atsiri Indonesia. 2009. Minyak Atsiri Indonesia. Rizal M, Rusli
MS, Mulyadi A, editor. Jakarta (ID): Dewan Atsiri Indonesia.
[Ditjenbun] Direktorat Jenderal Perkebunan. 2011. Potensi besar minyak ada pada
akar wangi [Internet]. [diunduh 2013 Nov 25]. Tersedia pada:
http://ditjenbun.pertanian.go.id/tansim/berita-176-potensi-besar-minyakatsiri-ada-pada-akar-wangi.html.
Dudai N, Putievsky E, Chaimovitch D, Ben-Hur M. 2006. Growth management of
vetiver (Vetiveria zizanioides) under Mediterranean conditions. Journal of
18
Environmental Management. 81(2006):63-71.doi:10.1016/j.jenvman.2005.
10.014.
Emmyzar, Ferry Y, Daswir. 2006. Prospek pengembangan tanaman akar wangi.
Perkembangan Teknologi TRO. 18(1):1-11.
Graceson A, Hare M, Hall N, Monaghan J. 2014. Use of inorganic substrates and
composted green waste in growing media for green roofs. Biosystem
Engineering. 124(2014):1-7.
Handoko I, Impron I. 2008. Modul Klimatologi, Suhu Udara. Bogor (ID):
Departemen Geofisika dan Meteorologi FMIPA IPB.
Harjadi MM SS. 1996. Pengantar Agronomi. Jakarta (ID): PT Gramedia.
Hendriyani IS, Setiari N. 2009. Kandungan klorofil dan pertumbuhan kacang
panjang (Vigna sinensis) pada tingkat penyediaan air yang berbeda. J Sains
& Mat. 17(3):145-150.
Ingram DL, Henley RW, Yeager TH. Growth media for container grown
ornamental plants. BUL 241 [Internet]. [diunduh 2014 Okt 2]. Tersedia
pada: miami-dade.ifas.ufl.edu/agriculture/CCH/media.pdf.
Islam MP, Bhuiyan Md KH, Hossain MZ. 2008. Vetiver grass as a potential
resource for rural development in Bangladesh. Agricultural Engineering
International: The CIGR Ejournal. 10(5):1-18.
Jariyah NA, Supangat AB. 2008. Dilema penanaman akar wangi Vetivera
zizanoides L. Nash di Kabupaten Garut. Info Hutan. 5(3):261-272.
Jones J, Jones B. 2005. Hydroponics: A Practical Guide for the Soiless Grower.
Florida (US): CRC Pr.
Juliana M. 2011. Karakteristik fisik dan kimia kompos bokashi, arang sekam, dan
arang kayu terhadap penyerapan gas amoniak (NH3) [skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Kabupaten Garut. 2011. Peluang investasi minyak akar wangi [Internet]. [diunduh
2013 Okt 23]. Tersedia pada: http://www.garutkab.go.id/galleries/pdf_link/
ekonomi/investasi/akar_wangi.pdf.
Maffei M, Scannerini S, Berta G, Mucciarelli M. 1995. Photosynthetic enzyme
activities in Vetiveria zizanioides cultivated in temperate climates.
Biochemical Systematics and Ecology. 23(1):27-32.
Mulyono E, Sumangat D, Hidayat T. 2012. Peningkatan mutu dan efisiensi
produksi minyak akar wangi melalui teknologi penyulingan dengan tekanan
uap bertahap. Buletin Teknologi Pascapanen Pertanian. 8(1):35-47.
Nurbaity A, Setiawan A, Mulyani O. 2011. Efektivitas arang sekam sebagai bahan
pembawa pupuk hayati mikoriza arbuskula pada produksi sorgum.
Agrinimal. 1(1):1-6.
[Puslitbangbun] Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. 2013. Varietas
unggul hasil inovasi perkebunan: akar wangi [Internet]. [diunduh 2013 Nov
29]. Tersedia pada: http://perkebunan.litbang.deptan.go.id/?p=3826.
Reed D Wm. 2007. Soil and soilless growing media. Horticulture Workshops,
Plant Propagation, Soil and Soilles Growing Media, Simple Soil and Water
Testing [Internet]. [diunduh 2014 Okt 2]. Tersedia pada:
http://generalhorticulture.tamu.edu/hort604/workshopmex07/propsoilwater
workshop.htm.
Resh HM. 2004. Hydroponics Food Production. New Jersey (US): Newconcept
Pr.
19
Rosman R, Trisilawati O, Setiawan. 2013. Pemupukan nitrogen, fosfor, dan
kalium pada tanaman akar wangi. Jurnal Littri. 19(1)33-40.
Sani. 2011. Minyak dari Tumbuhan Akar Wangi. Surabaya (ID): Unesa University
Press.
Seswita D, Hadipoentyanti E. 2010. Pemanfaatan plasma nutfah akar wangi dalam
memperoleh varietas unggul. Perkembangan Teknologi TRO. 22(1):27-30.
Suhardiyanto H. 2011. Teknologi hidroponik untuk budi daya tanaman. Di dalam:
Erizal, Ibnul Q, Utomo K, editor. Kumpulan Makalah Pengantar ke Ilmuilmu Pertanian. Bogor (ID): IPB Pr.
Truong P, Van TT, Pinners E. 2008. The Vetiver System for Agriculture. Texas
(US): The Vetiver Network International.
Zhou Q, Yu B. 2010. Changes in content of free, conjugated and bound
polyamines and osmotic in adap
(Vetiveria zizanioides L. Nash) SECARA HIDROPONIK PADA
BEBERAPA KOMPOSISI MEDIA TANAM
ARINI FALAHIYAH
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pertumbuhan dan
Produksi Tanaman Akar Wangi (Vetiveria zizanioides L. Nash) secara Hidroponik
pada Beberapa Komposisi Media Tanam adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2014
Arini Falahiyah
NIM A24100154
iv
ABSTRAK
ARINI FALAHIYAH. Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Akar Wangi
(Vetiveria zizanioides L. Nash) secara Hidroponik pada Beberapa Komposisi
Media Tanam. Dibimbing oleh SLAMET SUSANTO.
Penelitian ini bertujuan mempelajari pengaruh komposisi media tanam
terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman akar wangi (Vetiveria zizanioides L.
Nash) secara hidroponik. Penelitian dilaksanakan di rumah kaca Kebun Percobaan
Cikabayan Bawah pada elevasi 240 m di atas permukaan laut (dpl), dari bulan
Desember 2013 hingga Februari 2014. Penelitian disusun menggunakan
rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT) yang terdiri atas 2 percobaan: (1)
tanaman tanpa pemotongan akar, (2) tanaman dengan pemotongan akar. Faktor
perlakuan yang digunakan yaitu komposisi media tanam (v/v) yang terdiri atas 3
taraf: 100% arang sekam, arang sekam:styrofoam (2:1), dan arang
sekam:styrofoam (1:1). Hasil penelitian menunjukkan bahwa komposisi media
tanam berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, bobot basah dan kering tajuk
pada tanaman tanpa pemotongan akar, panjang akar pada tanaman dengan
pemotongan akar. Penelitian ini menunjukkan bahwa tanaman akar wangi yang
ditanam pada media campuran (arang sekam:styrofoam) menghasilkan
pertumbuhan yang lebih baik.
Kata kunci: arang sekam, komposisi media, styrofoam
ABSTRACT
ARINI FALAHIYAH. The Growth and Production of Vetiver (Vetiveria
zizanioides L. Nash) Using Different Media Compositions in a Hydroponic
System. Supervised by SLAMET SUSANTO.
This research aimed to determine the effects of the growing media
composition on the growth and production of vetiver (Vetiveria zizanioides L.
Nash) in a hydroponic system. The research was started from December 2013 to
February 2014 and conducted in a greenhouse of the Cikabayan Bawah with
elevation of 240 meters above sea level. The research implemented the
randomized block design (RBD) with 2 experiments: (1) uncutted root plants, (2)
cutted root plants. A single factor used in the research is the growing media
composition (v/v) that consists of 3 levels: 100% charcoal husk, charcoal
husk:styrofoam (2:1), and charcoal husk:styrofoam (1:1). The results showed that
the growing media composition significantly affected the height plants, fresh and
dry matter weight of the uncutted root plants, the roots length of the cutted root
plants. These research showed that the vetiver growing in the mixed materials
(charcoal husk:styrofoam) has a better growth than the one growing in the single
materials.
Keywords: charcoal husk, media compositions, styrofoam
v
PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN AKAR WANGI
(Vetiveria zizanioides L. Nash) SECARA HIDROPONIK PADA
BEBERAPA KOMPOSISI MEDIA TANAM
ARINI FALAHIYAH
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
vi
viii
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala rahmat, karunia, dan hidayah-Nya sehingga skripsi ini berhasil
diselesaikan. Skripsi ini merupakan laporan hasil penelitian yang dilaksanakan
sejak bulan Desember 2013 hingga Februari 2014 dengan judul Pertumbuhan dan
Produksi Tanaman Akar Wangi (Vetiveria zizanioides L. Nash) secara Hidroponik
pada Beberapa Komposisi Media Tanam.
Terima kasih penulis sampaikan kepada Kementerian Agama Republik
Indonesia yang telah memberikan beasiswa penuh kepada penulis, Prof Dr Ir
Slamet Susanto, MSc selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan
pengarahan selama pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi, Anggi
Nindita, SP MSi dan Dr Ir Ni Made Armini Wiendi, MS selaku dosen penguji
yang telah memberikan masukan untuk penyempurnaan skripsi, Dr Sintho
Wahyuning Ardie, SP MSi selaku dosen pembimbing akademik atas arahan
selama melaksanakan studi, PT Indesso Aroma yang telah mendanai penelitian
ini, orang tua dan saudara-saudara penulis yang selalu memberikan motivasi, Staf
Pengajar dan Staf Komisi Pendidikan Departemen Agronomi dan Hortikultura,
Teknisi Kebun Percobaan Cikabayan Bawah, Mbak Ulya Zulfa, Siti Aisyah RS,
Azmida Ana Shofiana, Amanda Sari Widyanti, Fitro Adi Cahyo, dan temanteman yang telah membantu selama penelitian, serta teman-teman CSS MoRA
IPB 47, Edelweiss AGH 47, Keluarga Besar CSS MoRA.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Oktober 2014
Arini Falahiyah
ix
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
Hipotesis
2
TINJAUAN PUSTAKA
2
Morfologi dan Syarat Tumbuh Akar Wangi
2
Budidaya Akar Wangi
3
Karakteristik dan Potensi Varietas Verina 2
4
Hidroponik
5
Arang Sekam dan Styrofoam
5
METODE
6
Bahan
6
Alat
6
Lokasi dan Waktu
6
Prosedur Percobaan
7
Pengamatan
8
Analisis Data
9
HASIL DAN PEMBAHASAN
9
Kondisi Umum Penelitian
9
Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Akar Wangi
12
Kandungan Klorofil, Karotenoid, dan Antosianin Tanaman Akar Wangi
14
Pertumbuhan dan Produksi Akar Tanaman Akar Wangi
15
SIMPULAN DAN SARAN
17
Simpulan
17
Saran
17
DAFTAR PUSTAKA
17
LAMPIRAN
20
RIWAYAT HIDUP
21
x
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
Tingkat adaptasi tanaman akar wangi
Persyaratan mutu minyak akar wangi
Perlakuan komposisi media tanam yang digunakan dalam budi daya
akar wangi secara hidroponik
Rekapitulasi sidik ragam hasil percobaan tanaman akar wangi pada
umur 48 MSP
Pengaruh komposisi media tanam terhadap tinggi tanaman, jumlah
anakan, jumlah daun, bobot basah dan bobot kering tajuk tanaman akar
wangi dengan dan tanpa pemotongan akar pada 48 MSP
Pengaruh komposisi media tanam terhadap kandungan klorofil,
karotenoid, dan antosianin pada tanaman akar wangi dengan dan tanpa
pemotongan akar pada 48 MSP
Pengaruh komposisi media tanam terhadap jumlah akar besar, akar
kecil, akar total, bobot basah akar, dan panjang akar tanaman akar
wangi dengan dan tanpa pemotongan akar pada 48 MSP
3
4
9
12
13
14
15
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
Intensitas radiasi matahari selama penelitian
Suhu rata-rata harian rumah kaca
Pertumbuhan tanaman akar wangi. (A1, B1, C1) tinggi tanaman, jumlah
anakan, jumlah daun tanaman tanpa pemotongan akar. (A2, B2, C2)
tinggi tanaman, jumlah anakan, jumlah daun tanaman dengan
pemotongan akar
Akar besar ditunjukkan oleh panah putih, dan akar kecil ditunjukkan
oleh panah merah
Akar mampu menembus media styrofoam (ditunjukkan oleh panah
kuning)
10
10
11
16
16
DAFTAR LAMPIRAN
1
Deskripsi varietas Verina 2
20
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Akar wangi (Vetiveria zizanioides L. Nash) merupakan salah satu tanaman
penghasil minyak atsiri yang cukup penting. Minyak akar wangi secara luas
digunakan untuk pembuatan parfum, bahan kosmetik, pewangi sabun, obatobatan, pembasmi dan pencegah serangga, juga berfungsi sebagai pengikat karena
mempunyai daya fiksasi yang cukup kuat sehingga bau minyak akar wangi dapat
bertahan lama (Kabupaten Garut 2011). Indonesia merupakan salah satu negara
pemasok minyak akar wangi dunia yang cukup besar dengan sentra produksi di
Kabupaten Garut, sekitar 89% dari produksi akar wangi Indonesia dihasilkan di
Garut (Jariyah dan Supangat 2008). Luas areal tanaman akar wangi Kabupaten
Garut adalah seluas 2 500 ha (Kabupaten Garut 2011).
Akar wangi termasuk komoditi ekspor yang memiliki pangsa pasar tingkat
dunia dengan harga cukup tinggi (Ditjenbun 2011). Volume ekspor Indonesia saat
ini mencapai 80 ton atau memasok 25% dari kebutuhan minyak akar wangi dunia
yang mencapai 300 ton tahun-1 (Al Hanief et al. 2013). Masalahnya adalah
produktivitas dan mutu minyak akar wangi di Indonesia masih rendah.
Produktivitas dan mutu minyak akar wangi sangat ditentukan oleh bahan tanaman,
kondisi agroekologi tempat budi daya, cara budi daya dan penanganan pascapanen
(Seswita dan Hadipoentyanti 2010). Produktivitas tanaman akar wangi saat ini
baru mencapai 11–12 ton akar segar ha-1 dengan rendemen hanya 1.5%, angka ini
masih bisa ditingkatkan menjadi 20 ton akar segar ha-1 dengan rendemen 4%
melalui berbagai teknologi (Emmyzar et al. 2006). Teknologi budi daya yang
tepat diperlukan untuk mengatasi permasalahan ini, terutama saat pemanenan.
Pemanenan yang kurang tepat akan menurunkan hasil dan mutu akar wangi.
Teknologi hidroponik merupakan salah satu alternatif teknik budi daya yang
dapat digunakan. Teknologi ini menggunakan media tumbuh tanpa tanah tetapi
menggunakan media inert seperti kerikil, pasir, arang sekam, vermikulit,
styrofoam, atau serbuk gergaji yang diberi larutan nutrisi (Resh 2004). Media
tanam dalam teknologi hidroponik merupakan faktor penting terutama dalam
menunjang pertumbuhan tanaman, karena sebagian besar unsur hara tanaman
dipasok melalui media tanam dengan penambahan larutan nutrisi. Media tanam
yang digunakan dalam penelitian ini adalah arang sekam dan styrofoam. Media
arang sekam merupakan media organik yang memiliki porositas paling besar
dibandingkan dengan kompos bokashi dan arang kayu serta mampu menahan air
lebih banyak selama lebih dari 24 jam, memiliki pH 7.2, kandungan C organik
dan N total masing-masing 7.51% dan 0.49% (Juliana 2011; Nurbaity et al. 2011).
Styrofoam yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk bola-bola kecil dan
memiliki bobot ringan. Bahan styrofoam ini sulit mengalami peruraian secara
biologi dan sulit didaur ulang (BPOM RI 2011). Penggunaan arang sekam dan
styrofoam sebagai media tanam juga diharapkan dapat mengatasi masalah limbah
dari sektor pertanian maupun non pertanian.
2
Tujuan Penelitian
Penelitian ini secara umum bertujuan memperoleh teknik budi daya secara
hidroponik yang tepat untuk tanaman akar wangi, sehingga memudahkan proses
pemanenan, menghasilkan produksi akar dan minyak serta kadar vetiverol yang
tinggi.
Penelitian ini secara khusus bertujuan mempelajari pengaruh komposisi
media tanam terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman akar wangi yang
ditanam secara hidroponik.
Hipotesis
Terdapat pengaruh komposisi media tanam terhadap pertumbuhan dan
produksi tanaman akar wangi yang ditanam secara hidroponik.
TINJAUAN PUSTAKA
Morfologi dan Syarat Tumbuh Akar Wangi
Tanaman akar wangi termasuk famili Graminae atau rumput-rumputan yang
berasal dari India, Afrika bagian Tropika, dan Asia Tenggara. Akar wangi
termasuk rumput menahun, yang membentuk rumpun yang besar, padat, dengan
arah tumbuh tegak lurus, kompak, dan bisa tumbuh hingga ketinggian 1–3 m,
dengan diameter 2–8 mm. Daun akar wangi berbentuk pita berwarna hijau, pipih,
kaku dengan permukaan bawah daun licin, dan tidak mengandung minyak. Batang
tegak dan kaku, dapat berdiri pada kedalaman air mengalir yang relatif dalam.
Warna batangnya putih, dengan ruas-ruas di sekeliling batang. Bunga akar wangi
tumbuh di ujung batang dan memiliki bulir, bentuknya menyerupai padi namun
berduri, berwarna putih kotor. Akarnya bercabang-cabang, tidak memiliki stolon
atau rhizome, sistem akar serabut dalam, berwarna kuning, serta beraroma harum.
Kedalaman akar bisa mencapai 3–4 m pada tahun pertama. Sistem akar yang
dalam ini membuat tanaman akar wangi toleran terhadap kekeringan yang
ekstrim, tahan oleh arus air yang kuat, dan sangat efisien dalam menyerap nutrisi
terlarut seperti N, P, dan logam berat (Truong et al. 2008; Bappebti 2012;
Puslitbangbun 2013).
Akar wangi tumbuh optimum pada ketinggian 200–1000 m dpl, pH optimal
6–7, kondisi curah hujan berkisar 200–3000 mm tahun-1, membutuhkan sinar
matahari yang cukup, tidak menghendaki lahan yang tertutup atau terlindungi,
suhu tanah optimal untuk pertumbuhan akar adalah 25 °C, tetapi akar dapat terus
tumbuh pada suhu 13 °C meskipun tunas sangat sedikit. Keadaan tanah yang
cocok adalah tanah yang berpasir (andosol) atau abu vulkanik di lereng-lereng
bukit. Tanah dengan karakteristik tersebut akan menyebabkan akar tanaman
menjadi panjang dan lebat, dan akar mudah dicabut tanpa ada yang tertinggal.
Tanaman akar wangi juga bisa tumbuh di berbagai substrat, seperti: liat pasir,
tanah liat, batu kapur hancur, lempung liat berpasir, dan gambut campuran. Akar
wangi juga memiliki potensi besar untuk merehabilitasi tanah dan air yang
3
terkontaminasi karena dapat mentolerir polutan dengan konsentrasi tinggi dan
logam berat serta toleran terhadap cekaman air dan cepat tumbuh setelah keadaan
lingkungan kembali optimal (Truong et al. 2008; DAI 2009; Zhou dan Yu 2010;
Chomchalow 2011)
Tabel 1 Tingkat adaptasi tanaman akar wangi
Kondisi/karakteristik
Tanah
Topografi
Nutrisi
Kondisi tanah dan pH
Logam berat
Cahaya dan temperatur
Air
Adaptasi
Tanah agak liat.
Lokasi dengan kemiringan yang tinggi, namun dapat
menyebabkan kelebihan air.
Dapat menyerap nutrisi terlarut seperti N dan P,
toleran terhadap Sodium, Mg, Al, dan Mn.
Tahan terhadap kadar garam tinggi, dapat bertahan di
pH 3.3–12.5
Dapat menyerap logam berat terlarut dari air
berpolutan, seperti As, Cd, Cr, Ni, Pb, Hg, Se, dan
Zn.
Dapat tumbuh di bawah naungan (shading). Toleran
pada suhu -15 °C hingga 55 °C. Akar berdormansi
pada suhu 5 °C.
Toleran pada kondisi kekeringan, banjir, dan
tergenang. Toleransi tingkat presipitasi 6.4–42.0 tapi
sekurang-kurangnya 225 mm.
Sumber: Truong et al. 2008
Budidaya Akar Wangi
Tanaman akar wangi dapat ditanam setiap saat di sepanjang tahun, tetapi
waktu terbaik adalah ketika musim penghujan atau awal musim hujan. Akar
wangi diperbanyak dengan cara vegetatif dengan anakan yang diperoleh dengan
memisahkan rumpun utama sebagai bibit. Awalnya pertumbuhan lambat, namun
akan berkembang cepat sejak akar terbentuk. Pertumbuhan tanaman akar wangi 5
cm per hari selama lebih dari 60 hari dan telah diukur di Malaysia (Islam et al.
2008). Metode perbanyakan vegetatif lainnya di antaranya kultur jaringan,
ratooning, tunas lateral, dan anakan.
Pemeliharaan tanaman akar wangi di antaranya penyulaman, dilakukan
sekitar 2–3 minggu setelah tanam pada tanaman yang loyo atau mati. Penyiangan
bertujuan mencegah datangnya hama yang biasanya menjadikan gulma sebagai
tempat persembunyian dan untuk memutus daur hidup hama. Pembumbunan
bertujuan menjaga aerasi dan drainase tetap baik. Penyiraman sekaligus
pemupukan untuk menyuplai hara. Pemangkasan daun dilakukan setelah tanaman
berumur ± 6 bulan. Pemangkasan daun yang dilakukan setiap 6 bulan berpengaruh
baik terhadap pertumbuhan perakaran, satu rumpun tanaman akan membentuk
anakan sehingga akarnya akan terdiri dari akar‐akar kecil yang banyak
(Kabupaten Garut 2011).
4
Umur panen sangat menentukan rendemen dan mutu minyak akar wangi
yang dihasilkan. Sistem perakaran akar wangi mengalami perkembangan penuh
setelah berumur 24 bulan (Mulyono et al. 2012). Tanaman akar wangi dipanen
rata-rata berumur antara 12 sampai 14 bulan, karena apabila dipanen pada umur
kurang atau lebih dari umur tersebut, maka akan berpengaruh pada rendemen
sehingga berpengaruh pula terhadap kualitas dan kuantitasnya (Kabupaten Garut
2011). Pemanenan akar wangi dilakukan dengan cara membongkar akarnya, tanah
dicangkul sehingga akar tidak terputus, kemudian akar dipotong di bawah
bonggolnya dan dibersihkan. Penanganan pascapanen akar wangi harus dilakukan
dengan baik sebelum dilakukan proses penyulingan. Penanganan pascapanen yang
baik dapat meningkatkan rendemen dan memperbaiki mutu minyak akar wangi.
Penanganan pascapanen yang perlu dilakukan sebelum proses penyulingan akar
wangi meliputi pembersihan, pencucian, pengeringan, pemisahan bonggol, dan
pengecilan ukuran (perajangan) akar (Mulyono et al. 2012).
Minyak akar wangi diperoleh dari proses penyulingan. Penyulingan
bertujuan untuk memisahkan zat-zat bertitik didih tinggi dari zat-zat yang tidak
dapat menguap (Sani 2011). Penyulingan merupakan proses pemisahan komponen
yang berupa cairan dari dua macam campuran atau lebih berdasarkan perbedaan
tekanan uap dari masing-masing komponen tersebut (Mulyono et al. 2012).
Penyulingan dapat dilakukan melalui 3 cara, yaitu penyulingan dengan air,
penyulingan dengan uap langsung, dan penyulingan dengan air dan uap (dikukus)
(Kabupaten Garut 2011). Mutu minyak akar wangi juga tergantung dari lamanya
penyulingan, bau gosong yang ditimbulkan dapat menurunkan mutu dan harga
minyak akar wangi (DAI 2009). Mutu minyak akar wangi berdasarkan SNI 062386-2006 disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Persyaratan mutu minyak akar wangi
No
1
2
3
4
5
6
7
8
Jenis uji
Satuan
Persyaratan
Keadaan:
1.2 Warna
1.3 Bau
Bobot jenis 20 °C/20 °C
Indeks bias pada 20 °C
Kelarutan dalam etanol 95%
Bilangan asam
Bilangan ester
Bilangan ester setelah asetilasi
Vetiverol total
%
Kuning muda–coklat kemerahan
Khas akar wangi
0.980–1.003
1.520–1.530
1:1 jernih, seterusnya jernih
10–35
5–26
100–150
Minimum 50
Sumber: SNI 06-2386-2006
Karakteristik dan Potensi Varietas Verina 2
Karakter penting pada tanaman akar wangi yang memiliki nilai ekonomi
yang cukup tinggi adalah produktivitas akar, produktivitas minyak, kadar bahan
aktif (vetiverol). Varietas Verina 2 berasal dari Kabupaten Garut dengan memiliki
karakteristik warna daun yellow green 145 B, bentuk habitus daun merumbai dan
5
pendek, perakaran kasar, kandungan minyak atsiri 1.5 ± 0.63%. Kadar vetiverol
akar wangi varietas Verina 2 adalah 55.48 ± 3.17% dengan produksi akar basah
10.64 ± 4.52 ton ha-1, produktivitas akar kering tertinggi 3.85 ton ha-1,
produktivitas minyak 60.46 kg ha-1, dan kadar vetiverol di atas standar sebesar
55.48%. Daerah pengembangan varietas Verina 2 direkomendasikan di dataran
tinggi dan penggunaan produk untuk kerajinan anyaman dan pengusir serangga
(Ditjenbun 2011).
Hidroponik
Budidaya tanaman secara hidroponik merupakan budidaya tanpa tanah,
tetapi menggunakan larutan nutrisi sebagai sumber utama pasokan nutrisi
tanaman. Larutan nutrisi dapat diberikan dalam bentuk genangan atau dalam
keadaaan mengalir. Selain itu, larutan nutrisi juga dapat dialirkan ke media tanam
hidroponik sebagai tempat berkembangnya akar. Media tanam hidroponik dapat
berasal dari bahan alam seperti kerikil, pasir, sabut kelapa, arang sekam, batu
apung, gambut, dan potongan kayu atau bahan buatan seperti pecahan bata, busa,
dan rockwool (Suhardiyanto 2011).
Tanaman yang dibudidayakan secara hidroponik dapat tumbuh dengan baik
jika terpenuhi kebutuhan akan unsur hara, air, oksigen, dan berada dalam
lingkungan tumbuh optimal (Suhardiyanto 2011). Kelebihan sistem hidroponik
menurut Jones dan Jones (2005) adalah serangan hama dan penyakit mudah
dikendalikan, penggunaan pupuk dan air lebih efisien, tidak memerlukan tenaga
intensif, larutan nutrisi dipasok sesuai kebutuhan tanaman, dapat diusahakan di
lahan sempit dan tidak subur, serta tidak tergantung musim.
Arang Sekam dan Styrofoam
Media tanam sistem hidroponik dapat berupa media organik, anorganik,
atau campuran keduanya. Arang sekam merupakan media organik yang memiliki
porositas paling besar dibandingkan dengan kompos bokashi dan arang kayu, hal
ini sesuai dengan sifat arang sekam yang poros dan berongga sehingga mampu
menahan air lebih besar. Arang sekam mampu menahan air lebih banyak selama
lebih dari 24 jam, dan memiliki pH netral 7.2 (Juliana 2011). Kandungan C
organik dan N total pada arang sekam masing-masing 7.51% dan 0.49% (Nurbaity
et al. 2011). Porositas, kemampuan pori-pori bahan memegang air, WHC yang
tinggi pada arang sekam dapat meningkatkan rasio C/N komposisi bahan yang
berguna sebagai penyokong nutrisi bagi pertumbuhan dan perkembangan
mikroorganisme dalam biofilter (Juliana 2011).
Styrofoam atau polistirena foam merupakan media tanam anorganik yang
berasal dari polystyrene. Media tanam anorganik digunakan untuk: 1)
meningkatkan aerasi, 2) meningkatkan drainase, 3) mengurangi kapasitas
memegang air yang berlebihan, dan 4) mengurangi atau menambah berat media.
Kebanyakan media anorganik relatif steril (dalam hal patogen tumbuhan) dan
banyak yang relatif inert. Butiran styrofoam memiliki ukuran yang bervariasi,
biasanya berukuran 0.25 cm hingga 0.5 cm, memiliki berat yang sangat ringan,
memiliki pH netral, tidak ada KTK. Volume styrofoam yang direkomendasikan
6
untuk media tanam antara 25% sampai 50% (Reed 2007). Styrofoam sulit
mengalami peruraian biologik dan sulit didaur ulang, sehingga penggunaan
styrofoam sebagai media tanam dapat mengurangi limbah non pertanian.
METODE
Bahan
Bahan tanaman yang digunakan adalah 48 tanaman akar wangi varietas
Verina 2 dengan umur tanaman 10 bulan yang telah ditanam pada penelitian
sebelumnya. Bibit akar wangi yang digunakan berasal dari Balai Penelitian
Tanaman Rempah dan Obat (Balittro). Bahan lain yang digunakan adalah arang
sekam, styrofoam, air bersih, tali rafia, plastik, furadan, dan larutan hara. Larutan
hara dengan konsentrasi 400 ppm terdiri atas pupuk stok A berupa
Ca(NO3)2·4H2O dan NaFeEDTA, pupuk stok B berupa (NH4)2SO4,
MgSO4·7H2O, K2HPO4, (NH4)6Mo7O2·4H2O, Na2B4O7·10H2O, H3BO3,
CuSO4·H2O, MnSO4·3H2O, Na2MoO4·2H2O, dan ZnSO4H2O. Komposisi hara
dalam larutan hara (ppm) yaitu N (102.5 ppm), P2O5 (31.9 ppm), K2O (80.6 ppm),
Ca (118.9 ppm), Mg (45.5 ppm), S (83.2 ppm), Fe (5 ppm), Mn (1.3 ppm), Zn
(0.3 ppm), Cu (0.1 ppm), Mo (0.3 ppm), dan B (1 ppm).
Alat
Peralatan yang digunakan adalah polybag berukuran 30 cm × 30 cm × 100
cm, kontainer kapasitas 90 L untuk menampung larutan hara stok A dan stok B,
kontainer kapasitas 120 L untuk menampung larutan hara penyiraman manual
yang telah diencerkan, termometer (°C) untuk mengukur suhu di dalam rumah
kaca, spectrophotometer UV-VIS untuk analisis kandungan klorofil, gelas ukur
plastik, label, alat tulis, timbangan analitik, meteran, gunting, ember, oven, dan
penggaris.
Lokasi dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di rumah kaca Kebun Percobaan Cikabayan Bawah,
University Farm, Fakultas Pertanian IPB Dramaga Bogor pada elevasi 240 m dpl.
Analisis kandungan klorofil dilaksanakan di Laboratorium Spektrophotometry
UV-VIS IPB. Pengambilan data intensitas radiasi matahari dilaksanakan di
BMKG Stasiun Klimatologi Dramaga Bogor. Kegiatan penelitian dilaksanakan
dari bulan Desember 2013 hingga Februari 2014.
7
Prosedur Percobaan
Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan yang dilakukan pada tanaman
akar wangi umur 10 bulan setelah perlakuan (BSP). Penelitian sebelumnya
melakukan penelitian perlakuan komposisi media tanam pada tanaman akar wangi
dan melakukan pengamatan dari umur tanaman 1 minggu setelah perlakuan
(MSP) hingga 20 MSP atau 5 BSP. Penelitian sebelumnya melakukan pemanenan
akar pada sebagian tanaman akar wangi saat umur tanaman 5 BSP, kemudian
ditanam kembali pada media tanam sesuai perlakuan awal. Tanaman akar wangi
yang belum dipanen akarnya (tanaman tanpa pemotongan akar) dan tanaman yang
telah dipanen akarnya (tanaman dengan pemotongan akar) diamati pertumbuhan
dan produksinya pada penelitian ini dari umur tanaman 10 BSP atau 40 MSP
hingga 48 MSP.
Pelaksanaan penelitian diawali dengan menyiapkan larutan hara stok A dan
stok B dalam kontainer kapasitas 90 L. Larutan hara stok A dan B kemudian
diambil masing-masing 1.5 L dan diencerkan sampai 120 L dalam kontainer
kapasitas 120 L untuk diaplikasikan pada tanaman. Tanaman akar wangi yang
digunakan untuk penelitian adalah tanaman dengan umur 10 bulan yang ditanam
di polybag ukuran 30 cm × 30 cm × 100 cm. Tajuk tanaman akar wangi baik pada
tanaman tanpa pemotongan akar maupun tanaman dengan pemotongan akar
sebelumnya dipangkas setinggi 30 cm diukur dari bagian tanaman yang muncul di
atas media sampai rumpun tertinggi, pemangkasan bertujuan untuk memudahkan
pengamatan serta memperbaiki perakaran dan pertumbuhan tajuk.
Perlakuan komposisi media tanam telah dilakukan pada penelitian
sebelumnya. Volume polybag yang diisi media tanam adalah 70 L. Perlakuan
komposisi media tanam 100% arang sekam (v/v) dilakukan dengan mengisi
polybag dengan 70 L arang sekam, perlakuan komposisi media tanam arang
sekam:styrofoam (2:1 v/v) dengan mengisi polybag dengan 46.67 L arang sekam
dan 23.33 L styrofoam, sedangkan perlakuan komposisi media tanam arang
sekam:styrofoam (1:1 v/v) dengan cara mengisi polybag dengan 35 L arang sekam
dan 35 L styrofoam.
Pemeliharaan tanaman yang dilakukan meliputi penyiraman secara rutin
sekaligus aplikasi larutan hara (fertigasi) secara manual dengan frekuensi siram 2
kali hari-1 dengan volume siram 1 L siram-1 polybag-1 pada pukul 07.30 WIB dan
16.00 WIB. Penyiangan gulma yang tumbuh dengan mencabut secara manual,
membuang daun-daun yang telah kering, serta pengendalian hama dengan
menggunakan furadan, disebar dalam tiap polybag.
Panen dilakukan saat tanaman berumur 48 minggu setelah perlakuan (MSP).
Tanaman akar wangi dipanen seluruhnya, baik tanaman dengan pemotongan akar
maupun tanaman tanpa pemotongan akar. Panen dilakukan dengan menggunting
polybag supaya akar tidak rusak, kemudian akar dibersihkan dari sisa-sisa arang
sekam atau styrofoam yang menempel dengan menggunakan air. Akar dipisahkan
dari tajuk dengan memotong akar pada bagian pangkal di bawah bonggol.
8
Pengamatan
Pengamatan pertumbuhan dilakukan terhadap parameter agronomi dan
parameter fisiologi. Pengamatan data lingkungan dilakukan terhadap parameter
suhu lingkungan rumah kaca.
Parameter agronomi yang diamati yaitu tinggi tanaman, jumlah daun, dan
jumlah anakan diamati setiap minggu dari umur tanaman 40 MSP sampai 48
MSP. Pengamatan bobot basah tajuk, bobot kering tajuk, panjang akar, jumlah
akar besar, jumlah akar kecil, jumlah akar total, dan bobot basah akar dilakukan
pada 48 MSP atau saat panen. Pengamatan pada setiap parameter dilakukan
dengan cara sebagai berikut:
1.
Tinggi tanaman (cm), dilakukan dengan mengukur tanaman dari pangkal
tanaman (pada permukaan media) sampai ujung rumpun tanaman tertinggi.
2.
Jumlah daun (helai), dilakukan dengan menghitung daun yang sudah
terbuka sempurna.
3.
Jumlah anakan, dilakukan dengan menghitung jumlah anakan yang tumbuh.
4.
Bobot basah tajuk (g), dilakukan dengan menimbang tajuk sebelum dioven
menggunakan timbangan analitik.
5.
Bobot kering tajuk (g), dilakukan dengan menimbang tajuk setelah dioven
selama 24 jam pada suhu 80 °C menggunakan timbangan analitik.
6.
Panjang akar (cm), dilakukan dengan mengukur akar dari pangkal sampai
ujung akar dengan menggunakan meteran.
7.
Jumlah akar besar (buah), dilakukan dengan menghitung jumlah akar
berdasarkan ukuran akar dengan diameter 3 mm, memiliki akar sekunder
dan tersier.
8.
Jumlah akar kecil (buah), dilakukan dengan menghitung jumlah akar
berdasarkan ukuran akar dengan diameter ˂ 3 mm, memiliki akar sekunder
dan tersier.
9.
Jumlah akar total (buah), jumlah akar total yang dihitung berdasarkan
penjumlahan akar besar dan akar kecil.
10. Bobot basah akar (g), dilakukan dengan menimbang akar basah yang telah
dipisahkan dari tajuknya dengan menggunakan timbangan analitik
Parameter fisiologi yaitu pengamatan kandungan klorofil daun, dilakukan
dengan mengambil sampel daun pada setiap tanaman sepanjang 20 cm kemudian
dimasukkan ke dalam plastik dan diletakkan pada termos yang sebelumnya telah
diberi es untuk mencegah penguapan, selanjutnya dilakukan analisis kandungan
klorofil daun (klorofil a, klorofil b, dan klorofil total), karotenoid, dan antosianin
dengan menggunakan alat spectrophotometer UV-VIS.
Pengukuran suhu di dalam rumah kaca dilakukan dengan alat termometer
(°C) setiap hari pada pukul 07.30 WIB, 13.30 WIB dan 17.30 WIB. Data suhu
yang diperoleh kemudian dibuat menjadi suhu rata-rata harian dengan
menggunakan rumus sebagai berikut (Handoko dan Impron 2008):
Trata-rata harian = ((2 T07.30) + T13.30 + T17.30) / 4
Keterangan :
T07.30
= suhu pada pengamatan pukul 07.30 WIB
T13.30
= suhu pada pengamatan pukul 13.30 WIB
T17.30
= suhu pada pengamatan pukul 17.30 WIB
9
Analisis Data
Penelitian disusun menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak
(RKLT) faktor tunggal. Faktor perlakuan adalah komposisi media tanam yang
terdiri atas 3 taraf yaitu 100% arang sekam (v/v), arang sekam:styrofoam (2:1
v/v), dan arang sekam:styrofoam (1:1 v/v). Percobaan terdiri atas 2 kondisi
tanaman (2 percobaan) yaitu tanaman tanpa pemotongan akar (6 ulangan) dan
tanaman dengan pemotongan akar (10 ulangan). Seluruh tanaman baik percobaan
pertama maupun kedua ditanam pada 3 komposisi media tanam yang berbeda,
sehingga secara keseluruhan terdapat 48 tanaman.
Tabel 3
Perlakuan komposisi media tanam yang digunakan dalam budi daya
akar wangi secara hidroponik
Volume media polybag-1
Perlakuan
100% arang sekam (v/v)
Arang sekam:styrofoam (2:1 v/v)
Arang sekam:styrofoam (1:1 v/v)
Arang sekam
Styrofoam
70 L
46.67 L
35 L
23.33 L
35 L
Data yang diperoleh dianalisis menggunakan uji F dengan perangkat lunak
SAS 9.1 portable. Apabila terdapat hasil analisis yang menunjukkan pengaruh
nyata, dilakukan uji lanjut menggunakan Duncan Multiple Range Test (DMRT)
pada taraf α = 5%.
Model rancangan percobaan:
Yij = µ + αi + βj + ɛij (i = 1, ... a; j = 1, ... r)
Keterangan:
Yij
: Nilai pengamatan pada perlakuan komposisi media ke-i, dan kelompok
ke-j
µ
: Nilai rataan umum
αi
: Pengaruh komposisi media tanam ke-i,
βj
: Pengaruh kelompok ke-j
ɛij
: Pengaruh galat percobaan perlakuan komposisi media tanam ke-i, dan
kelompok ke-j
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Penelitian
Penelitian dilakukan di rumah kaca dengan elevasi 240 m dpl dengan
intensitas radiasi matahari pada bulan Desember 2013 sampai bulan Februari 2014
tertinggi yang diperoleh dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika
(BMKG) Stasiun Klimatologi Dramaga Bogor adalah pada 40 MSP dan 44 MSP
yaitu sekitar 12.5 MJ m-2 dan terendah pada 46 MSP yaitu 6.6 MJ m-2 (Gambar 1).
Suhu rata-rata harian selama penelitian yaitu 31.3 °C, dengan rata-rata suhu pagi
10
hari 29.9 °C, suhu siang hari 41.8 °C, dan suhu sore hari 23.7 °C. Suhu rata-rata
harian rumah kaca selama penelitian disajikan pada Gambar 2.
Gambar 1 Intensitas radiasi matahari selama penelitian
Gambar 2 Suhu rata-rata harian rumah kaca
Intensitas radiasi matahari dan suhu rata-rata harian selama penelitian cukup
tinggi, namun kondisi lingkungan di rumah kaca ini tidak menyebabkan
pertumbuhan tanaman akar wangi terganggu. Tanaman akar wangi merupakan
tanaman yang toleran terhadap variasi iklim ekstrim seperti kekeringan
berkepanjangan, tergenang, dan suhu ekstrim dari -14 °C sampai 55 °C (Truong et
al. 2008), sehingga tanaman akar wangi masih dapat tumbuh dengan baik.
Menurut penelitian Dudai et al. (2006), tanaman akar wangi pada percobaan di
rumah kaca dengan kondisi yang terkendali ditemukan bahwa secara umum
menunjukkan bahwa suhu minimum 21 °C dan suhu maksimum 29 °C secara
signifikan meningkatkan tinggi tanaman akar wangi.
11
Gambar 3 Pertumbuhan tanaman akar wangi. (A1, B1, C1) tinggi tanaman,
jumlah anakan, jumlah daun tanaman tanpa pemotongan akar. (A2,
B2, C2) tinggi tanaman, jumlah anakan, jumlah daun tanaman dengan
pemotongan akar
Tinggi tanaman pada tanaman akar wangi baik pada tanaman tanpa
pemotongan akar maupun pada tanaman dengan pemotongan akar
pertumbuhannya meningkat seiring dengan bertambahnya umur tanaman,
sedangkan jumlah anakan dan jumlah daun pertumbuhannya cenderung melambat
12
bahkan menurun (Gambar 3). Hal ini kemungkinan tanaman mulai memasuki fase
penuaan. Menurunnya jumlah anakan diduga disebabkan oleh fase pertumbuhan
yang mulai ke arah fase generatif dan lebih kepada proses pembentukan minyak
(Rosman et al. 2013). Menurut Harjadi (1996) tanaman seperti padi memerlukan
suatu dominansi fase vegetatif selama tahap pertama hidupnya dan dominansi fase
reproduktif selama masa akhir hidupnya, di mana yang pertama kehilangan
dominansinya secara berangsur-angsur.
Komposisi media tanam pada penelitian ini menunjukkan pengaruh nyata
terhadap parameter agronomi pada tinggi tanaman, bobot basah dan bobot kering
tajuk pada tanaman tanpa pemotongan akar, serta panjang akar pada tanaman
dengan pemotongan akar (Tabel 4). Komposisi media tanam tidak berpengaruh
nyata terhadap parameter fisiologis, baik pada tanaman tanpa pemotongan akar
maupun pada tanaman dengan pemotongan akar.
Tabel 4
Rekapitulasi sidik ragam hasil percobaan tanaman akar wangi pada
umur 48 MSP
Percobaan 1
(Tanpa
pemotongan
akar)
A. Karakter agronomi
Tinggi tanaman (cm)
Jumlah anakan (unit)
Jumlah daun (helai)
Bobot basah tajuk (g)
Bobot kering tajuk (g)
Akar besar (unit)
Akar kecil (unit)
Akar total (unit)
Panjang akar (cm)
Bobot basah akar (g)
B. Karakter Fisiologi
Klorofil a
Klorofil b
Klorofil total
Karotenoid
Antosianin
Peubah
KK (%)
Percobaan 2
(Dengan
pemotongan
akar)
KK (%)
**
tn
tn
*
*
tn
tn
tn
tn
6.85
22.57
20.25
12.57
14.26
17.74tr
23.42tr
20.91tr
18.03tr
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
**
tn
12.06
13.43
26.10
19.71tr
17.68tr
26.56tr
22.47tr
21.69tr
16.94
29.04tr
tn
tn
tn
tn
tn
20.03tr
27.59tr
18.90tr
24.73tr
55.47tr
tn
tn
tn
tn
tn
30.02
24.82
28.50
24.96
10.12tr
Keterangan: ** = berbeda sangat nyata pada taraf α=1%, * = berbeda nyata pada taraf α=5%, tn =
tidak berbeda nyata, tr = transformasi akar, - = akar sudah menggumpal di dasar
polybag.
Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Akar Wangi
Komposisi media tanam berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, bobot
basah dan bobot kering tajuk tanaman akar wangi tanpa pemotongan akar pada 48
MSP, sedangkan pada tanaman dengan pemotongan akar perlakuan komposisi
13
media tanam yang berbeda tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman,
bobot basah dan bobot kering tajuk tanaman (Tabel 5).
Tinggi tanaman pada tanaman tanpa pemotongan akar pada perlakuan
komposisi media tanam 100% arang sekam nyata lebih rendah dibandingkan
dengan komposisi media tanam arang sekam:styrofoam (2:1) dan arang
sekam:styrofoam (1:1). Tinggi tanaman pada tanaman tanpa pemotongan akar
pada media tanam 100% arang sekam rata-rata 125.7 cm, nyata lebih rendah
dibandingkan dengan tanaman pada komposisi media tanam arang
sekam:styrofoam (2:1) dan arang sekam:styrofoam (1:1) yang berturut-turut
tingginya 143.0 cm dan 150.7 cm. Hasil ini berbeda pada tanaman dengan
pemotongan akar. Tinggi tanaman akar wangi pada perlakuan komposisi media
tanam yang berbeda tidak berbeda nyata pada media tanam 100% arang sekam,
arang sekam:styrofoam (2:1), dan arang sekam:styrofoam (1:1) yang berturut-turut
tingginya adalah 113 cm, 122.3 cm, dan 113.1 cm.
Tabel 5
Pengaruh komposisi media tanam terhadap tinggi tanaman, jumlah
anakan, jumlah daun, bobot basah dan bobot kering tajuk tanaman akar
wangi dengan dan tanpa pemotongan akar pada 48 MSP
Bobot
basah
tajuk (g)
Bobot
kering
tajuk (g)
Percobaan 1 (Tanpa pemotongan akar)
100% arang sekam (v/v)
125.7b
35
146
Arang sekam:styrofoam (2:1 v/v)
143.0a
39
168
Arang sekam:styrofoam (1:1 v/v)
150.7a
49
201
381.7b
550.0a
548.7a
86.7b
127.7a
129.7a
Percobaan 2 (Dengan pemotongan akar)
100% arang sekam (v/v)
113.0
24
92
Arang sekam:styrofoam (2:1 v/v)
122.3
28
114
Arang sekam:styrofoam (1:1 v/v)
113.1
27
113
226.3
395.3
362.0
45.0
77.7
72.3
Media tanam
Tinggi
tanaman
(cm)
Jumlah
anakan
(unit)
Jumlah
daun
(helai)
Keterangan: Angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan hasil
yang tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT pada taraf α=5%.
Komposisi media tanam yang berbeda tidak berpengaruh nyata terhadap
jumlah anakan dan jumlah daun, baik pada percobaan 1 (tanaman tanpa
pemotongan akar) maupun percobaan 2 (tanaman dengan pemotongan akar).
Bobot basah dan bobot kering tajuk tanaman tanpa pemotongan akar pada media
tanam 100% arang sekam menunjukkan hasil berturut-turut 381.7 g dan 86.7 g,
sedangkan pada media tanam arang sekam:styrofoam (2:1) bobot basah dan bobot
kering tajuk masing-masing 550.0 g dan 127.7 g, dan pada media tanam arang
sekam:styrofoam (1:1) bobot basah dan bobot kering tajuk masing-masing 548.7 g
dan 129.7 g. Hasil ini menunjukkan bahwa bobot basah dan bobot kering tajuk
tanaman pada media tanam 100% arang sekam pada tanaman tanpa pemotongan
akar nyata lebih rendah dibandingkan dengan media tanam arang
sekam:styrofoam.
Pertumbuhan tanaman pada media tanam arang sekam:styrofoam (2:1) dan
arang sekam:styrofoam (1:1) secara keseluruhan menunjukkan pertumbuhan
14
tanaman yang lebih baik dibandingkan dengan tanaman pada media tanam 100%
arang sekam. Media tanam arang sekam:styrofoam merupakan media tanam
campuran. Media tanam campuran digunakan untuk mengurangi beban media
yang berat, mengurangi biaya, serta untuk sterilisasi media. Media tanam
campuran juga harus mengandung setidaknya 25% dari bahan kasar (pasir, perlit,
styrofoam, dan lain-lain) untuk memungkinkan drainase dan aerasi yang memadai
(Reed 2007). Styrofoam yang ditambahkan ke media dalam bentuk butiran-butiran
kecil bertujuan untuk meningkatkan aerasi dan drainase. Kekurangan dari
styrofoam adalah butiran-butirannya dapat berpindah ke bagian atas media dan
dapat mengganggu jika tersebar oleh air atau angin.
Media tanam arang sekam:styrofoam merupakan media tanam yang terdiri
dari substrat organik dan anorganik. Penelitian Graceson et al. (2014)
menunjukkan bahwa penambahan substrat anorganik mengubah sifat fisik media.
Substrat anorganik cenderung meningkatkan pertumbuhan fisik tanaman,
kapasitas menahan air, porositas media, tetapi kepadatan massa media menurun.
Hasil ini juga bisa berbeda tergantung jenis substrat dan rasio massa.
Kandungan Klorofil, Karotenoid, dan Antosianin Tanaman Akar Wangi
Komposisi media tanam tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan
klorofil, karotenoid, dan antosianin tanaman akar wangi pada 48 MSP (Tabel 6).
Kandungan klorofil total pada tanaman akar wangi baik pada tanaman tanpa
pemotongan akar maupun tanaman dengan pemotongan akar menunjukkan ratarata 1.8 mg g-1 daun segar. Hasil ini sesuai dengan penelitian Maffei et al. (1995)
bahwa total kandungan klorofil dari ekstrak mentah akar wangi berkisar 1.6–2 mg
g-1 daun segar, dengan nilai rata-rata 1.8 mg g-1 daun segar.
Tabel 6
Pengaruh komposisi media tanam terhadap kandungan klorofil,
karotenoid, dan antosianin pada tanaman akar wangi dengan dan tanpa
pemotongan akar pada 48 MSP
Media tanam
Klorofil Klorofil Klorofil Karotenoid
total
a
b
......................mg g-1 daun segar..................
Antosianin
(µmol g-1
daun segar)
Percobaan 1 (Tanpa pemotongan akar)
100% arang sekam (v/v)
1.9
1.4
0.5
Arang sekam:styrofoam (2:1 v/v)
2.1
1.5
0.6
Arang sekam:styrofoam (1:1 v/v)
1.6
1.2
0.4
0.3
0.3
0.3
0.2
0.3
0.2
Percobaan 2 (Dengan pemotongan akar)
100% arang sekam (v/v)
1.3
0.9
0.4
Arang sekam:styrofoam (2:1 v/v)
2.2
1.6
0.6
Arang sekam:styrofoam (1:1 v/v)
1.5
1.1
0.4
0.2
0.4
0.3
0.3
0.3
0.3
Keterangan: Angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan hasil
yang tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT pada taraf α=5%
Klorofil disintesis di daun dan berperan untuk menangkap cahaya matahari
yang jumlahnya berbeda untuk tiap tanaman. Sintesis klorofil dipengaruhi oleh
15
berbagai faktor seperti cahaya, gula atau karbohidrat, air, temperatur, faktor
genetik, unsur-unsur hara seperti N, Mg, Fe, Mn, Cu, Zn, S dan O (Curtis dan
Clark 1950 dalam Hendriyani dan Setiari 2009). Penambahan larutan nutrisi pada
media tanam diduga mampu menyediakan unsur hara yang dibutuhkan tanaman,
sehingga sintesis klorofil dapat berjalan baik.
Komposisi media tanam yang berbeda tidak berpengaruh nyata terhadap
kandungan karotenoid dan antosianin pada tanaman akar wangi. Kandungan
karotenoid dan antosianin pada semua perlakuan komposisi media tanam pada
tanaman percobaan 1 maupun tanaman percobaan 2 rata-rata 0.3 mg g-1 daun
segar dan 0.3 µmol g-1 daun segar. Hasil ini menunjukkan bahwa kandungan
dalam daun akar wangi paling banyak adalah klorofil, dan kandungan paling
sedikit adalah antosianin.
Pertumbuhan dan Produksi Akar Tanaman Akar Wangi
Komposisi media tanam berpengaruh nyata terhadap panjang akar pada
tanaman dengan pemotongan akar, dan tidak berpengaruh nyata terhadap peubah
lainnya baik pada tanaman tanpa pemotongan akar maupun tanpa pemotongan
akar (Tabel 7). Tanaman dengan pemotongan akar mengalami regenerasi dan
pemanjangan pada sistem perakarannya untuk menunjang pertumbuhan tanaman
dan menyuplai kebutuhan hara tanaman. Panjang akar pada media tanam arang
sekam:styrofoam (1:1) pada tanaman dengan pemotongan akar menunjukkan
panjang akar rata-rata 120.6 cm, nilai ini nyata lebih tinggi dibandingkan dengan
panjang akar pada media tanam arang sekam 100% dan arang sekam:styrofoam
(2:1) yang berturut-turut panjangnya 91.4 cm dan 98.6 cm.
Tabel 7 Pengaruh komposisi media tanam terhadap jumlah akar besar, akar kecil,
akar total, bobot basah akar, dan panjang akar tanaman akar wangi
dengan dan tanpa pemotongan akar pada 48 MSP
Panjang
akar
(cm)
Bobot
basah
akar (g)
Percobaan 1 (Tanpa pemotongan akar)
100% arang sekam (v/v)
32
143
175
Arang sekam:styrofoam (2:1 v/v)
41
178
219
Arang sekam:styrofoam (1:1 v/v)
30
168
197
-
231.7
346.3
348.7
Percobaan 2 (Dengan pemotongan akar)
100% arang sekam (v/v)
11
90
102
Arang sekam:styrofoam (2:1 v/v)
13
73
87
Arang sekam:styrofoam (1:1 v/v)
16
77
92
91.4 b
98.6 b
120.6 a
82.7
66.7
77.6
Media tanam
Akar
besar
(buah)
Akar
kecil
(buah)
Akar
total
(buah)
Keterangan: Angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan hasil
yang tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT pada taraf α=5%. - = akar sudah
menggumpal di dasar polybag.
Panjang akar tanaman akar wangi pada beberapa komposisi media tanam
menunjukkan hasil yang berbeda nyata. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh
perbedaan sifat fisik dan ukuran partikel media tanam. Menurut Ingram et al.
16
(2003), distribusi akar dalam media wadah dapat dipengaruhi oleh distribusi
ukuran partikel media. Media dengan kapasitas memegang air yang tinggi dan
aerasi rendah dapat mengakibatkan konsentrasi akar di bagian atas wadah,
terutama jika media di bagian bawah wadah tetap jenuh dalam waktu lama.
Jumlah akar besar, akar kecil, dan akar total tidak menunjukkan perbedaan
yang nyata pada semua perlakuan komposisi media tanam baik pada tanaman
tanpa pemotongan akar maupun tanaman dengan pemotongan akar. Proporsi
jumlah akar paling banyak adalah akar kecil (diameter ˂ 3 mm, memiliki akar
sekunder dan tersier) kemudian jumlah akar besar (diameter 3 mm, memiliki
akar sekunder dan tersier). Secara visual keragaan akar besar dan akar kecil dapat
dilihat pada gambar 4.
Gambar 4 Akar besar ditunjukkan oleh panah putih, dan akar kecil ditunjukkan
oleh panah merah
Komposisi media tanam yang berbeda tidak berpengaruh nyata terhadap
bobot basah akar, baik pada tanaman tanpa pemotongan akar maupun tanaman
dengan pemotongan akar. Tabel 7 menunjukkan bahwa bobot basah akar tanaman
pada media tanam arang sekam:styrofoam (1:1) menghasilkan bobot basah akar
tertinggi pada tanaman tanpa pemotongan akar yaitu 348.7 g, sedangkan pada
tanaman dengan pemotongan akar bobot basah akar tertinggi pada media tanam
100% arang sekam yaitu 82.7 g.
Penelitian menunjukkan saat pemanenan tanaman akar wangi pada media
campuran arang sekam:styrofoam akar tanaman dapat menembus media styrofoam
(dapat dilihat pada Gambar 5). Hal ini merupakan salah satu kekurangan
penggunaan media tanam styrofoam, karena mengakibatkan kesulitan saat
pemanenan akar. Styrofoam yang menempel pada akar harus dibersihkan terlebih
dahulu, hal tersebut membutuhkan waktu serta menambah biaya tenaga kerja.
Gambar 5 Akar mampu menembus media styrofoam (ditunjukkan oleh panah
kuning)
17
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Komposisi media tanam berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan
produksi tanaman akar wangi berdasarkan karakter tinggi tanaman, bobot basah
dan bobot kering tajuk pada tanaman tanpa pemotongan akar dan panjang akar
pada tanaman dengan pemotongan akar. Media tanam campuran arang
sekam:styrofoam menunjukkan pertumbuhan tanaman akar wangi yang lebih baik
dibandingkan dengan tanaman pada media tanam 100% arang sekam. Kekurangan
penggunaan styrofoam dalam campuran media tanam adalah butiran styrofoam
dapat ditembus dan menempel pada akar. Teknik budi daya secara hidroponik
dengan menggunakan media tanam arang sekam dan styrofoam secara umum
dapat menunjang pertumbuhan tanaman akar wangi dengan baik.
Saran
Penelitian lanjutan perlu dilakukan dengan menggunakan polybag atau
wadah dengan ukuran yang lebih besar dan panjang, agar pertumbuhan dan
produksi tanaman akar wangi dapat ditunjang dengan baik dan tidak menggumpal
di dasar polybag.
DAFTAR PUSTAKA
Al Hanief MM, Al Mushawwir H, Mahfud. 2013. Ekstraksi minyak atsiri dari
akar wangi menggunakan metode steam–hydro distilation dan hydro
distilation dengan pemanas microwave. Jurnal Teknik POMITS. 2(2):219223.
[Bappebti] Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi. 2012. Java vetiver
rootoil (akar wangi). Buletin Kontrak Berjangka [Internet]. [diunduh 2013
Nov 25]. Tersedia pada: http://www.bappebti.go.id/id/topdf/create/
1040.html.
[BPOM RI] Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2011.
Kemasan polistirena foam (styrofoam). Info POM. 9(5):1-3.
Chomchalow N. 2011. Vetiver research, development and applications in
Thailand. AU J.T. 14(4):268-274.
[DAI] Dewan Atsiri Indonesia. 2009. Minyak Atsiri Indonesia. Rizal M, Rusli
MS, Mulyadi A, editor. Jakarta (ID): Dewan Atsiri Indonesia.
[Ditjenbun] Direktorat Jenderal Perkebunan. 2011. Potensi besar minyak ada pada
akar wangi [Internet]. [diunduh 2013 Nov 25]. Tersedia pada:
http://ditjenbun.pertanian.go.id/tansim/berita-176-potensi-besar-minyakatsiri-ada-pada-akar-wangi.html.
Dudai N, Putievsky E, Chaimovitch D, Ben-Hur M. 2006. Growth management of
vetiver (Vetiveria zizanioides) under Mediterranean conditions. Journal of
18
Environmental Management. 81(2006):63-71.doi:10.1016/j.jenvman.2005.
10.014.
Emmyzar, Ferry Y, Daswir. 2006. Prospek pengembangan tanaman akar wangi.
Perkembangan Teknologi TRO. 18(1):1-11.
Graceson A, Hare M, Hall N, Monaghan J. 2014. Use of inorganic substrates and
composted green waste in growing media for green roofs. Biosystem
Engineering. 124(2014):1-7.
Handoko I, Impron I. 2008. Modul Klimatologi, Suhu Udara. Bogor (ID):
Departemen Geofisika dan Meteorologi FMIPA IPB.
Harjadi MM SS. 1996. Pengantar Agronomi. Jakarta (ID): PT Gramedia.
Hendriyani IS, Setiari N. 2009. Kandungan klorofil dan pertumbuhan kacang
panjang (Vigna sinensis) pada tingkat penyediaan air yang berbeda. J Sains
& Mat. 17(3):145-150.
Ingram DL, Henley RW, Yeager TH. Growth media for container grown
ornamental plants. BUL 241 [Internet]. [diunduh 2014 Okt 2]. Tersedia
pada: miami-dade.ifas.ufl.edu/agriculture/CCH/media.pdf.
Islam MP, Bhuiyan Md KH, Hossain MZ. 2008. Vetiver grass as a potential
resource for rural development in Bangladesh. Agricultural Engineering
International: The CIGR Ejournal. 10(5):1-18.
Jariyah NA, Supangat AB. 2008. Dilema penanaman akar wangi Vetivera
zizanoides L. Nash di Kabupaten Garut. Info Hutan. 5(3):261-272.
Jones J, Jones B. 2005. Hydroponics: A Practical Guide for the Soiless Grower.
Florida (US): CRC Pr.
Juliana M. 2011. Karakteristik fisik dan kimia kompos bokashi, arang sekam, dan
arang kayu terhadap penyerapan gas amoniak (NH3) [skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Kabupaten Garut. 2011. Peluang investasi minyak akar wangi [Internet]. [diunduh
2013 Okt 23]. Tersedia pada: http://www.garutkab.go.id/galleries/pdf_link/
ekonomi/investasi/akar_wangi.pdf.
Maffei M, Scannerini S, Berta G, Mucciarelli M. 1995. Photosynthetic enzyme
activities in Vetiveria zizanioides cultivated in temperate climates.
Biochemical Systematics and Ecology. 23(1):27-32.
Mulyono E, Sumangat D, Hidayat T. 2012. Peningkatan mutu dan efisiensi
produksi minyak akar wangi melalui teknologi penyulingan dengan tekanan
uap bertahap. Buletin Teknologi Pascapanen Pertanian. 8(1):35-47.
Nurbaity A, Setiawan A, Mulyani O. 2011. Efektivitas arang sekam sebagai bahan
pembawa pupuk hayati mikoriza arbuskula pada produksi sorgum.
Agrinimal. 1(1):1-6.
[Puslitbangbun] Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. 2013. Varietas
unggul hasil inovasi perkebunan: akar wangi [Internet]. [diunduh 2013 Nov
29]. Tersedia pada: http://perkebunan.litbang.deptan.go.id/?p=3826.
Reed D Wm. 2007. Soil and soilless growing media. Horticulture Workshops,
Plant Propagation, Soil and Soilles Growing Media, Simple Soil and Water
Testing [Internet]. [diunduh 2014 Okt 2]. Tersedia pada:
http://generalhorticulture.tamu.edu/hort604/workshopmex07/propsoilwater
workshop.htm.
Resh HM. 2004. Hydroponics Food Production. New Jersey (US): Newconcept
Pr.
19
Rosman R, Trisilawati O, Setiawan. 2013. Pemupukan nitrogen, fosfor, dan
kalium pada tanaman akar wangi. Jurnal Littri. 19(1)33-40.
Sani. 2011. Minyak dari Tumbuhan Akar Wangi. Surabaya (ID): Unesa University
Press.
Seswita D, Hadipoentyanti E. 2010. Pemanfaatan plasma nutfah akar wangi dalam
memperoleh varietas unggul. Perkembangan Teknologi TRO. 22(1):27-30.
Suhardiyanto H. 2011. Teknologi hidroponik untuk budi daya tanaman. Di dalam:
Erizal, Ibnul Q, Utomo K, editor. Kumpulan Makalah Pengantar ke Ilmuilmu Pertanian. Bogor (ID): IPB Pr.
Truong P, Van TT, Pinners E. 2008. The Vetiver System for Agriculture. Texas
(US): The Vetiver Network International.
Zhou Q, Yu B. 2010. Changes in content of free, conjugated and bound
polyamines and osmotic in adap