Pemberian Larutan Hara untuk Budidaya Tanaman Akar Wangi (Vetiveria zizanioides (L.) Nash) Menggunakan Teknologi Hidroponik Sistem Terapung (THST)

PEMBERIAN LARUTAN HARA UNTUK BUDIDAYA TANAMAN
AKAR WANGI (Vetiveria zizanioides (L.) Nash) MENGGUNAKAN
TEKNOLOGI HIDROPONIK SISTEM TERAPUNG (THST)

SITI AISYAH ROHMATUS SA’ADAH

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pemberian Larutan
Hara untuk Budidaya Tanaman Akar Wangi (Vetiveria zizanioides (L.) Nash)
Menggunakan Teknologi Hidroponik Sistem Terapung (THST) adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian

akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2014
Siti Aisyah Rohmatus Sa’adah
NIM A24100058

ABSTRAK
SITI AISYAH ROHMATUS SA’ADAH. Pemberian Larutan Hara untuk
Budidaya Tanaman Akar Wangi (Vetiveria zizanioides (L.) Nash) Menggunakan
Teknologi Hidroponik Sistem Terapung (THST). Dibimbing oleh SLAMET
SUSANTO.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi larutan hara
terhadap pertumbuhan dan hasil akar wangi (Vetiveria zizanioides (L.) Nash)
varietas Verina 2 dengan menggunakan Teknologi Hidroponik Sistem Terapung
(THST). Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan dari penelitian sebelumnya
Penelitian disusun berdasarkan rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT)
yang terdiri atas dua percobaan: (1) tanaman yang belum dilakukan pemotongan
akar (3 ulangan), (2) tanaman yang sudah dilakukan pemotongan akar (6 ulangan),
dengan satu faktor dan tiga taraf: konsentrasi larutan hara 200 ppm, konsentrasi

larutan hara 400 ppm, dan konsentrasi larutan hara 800 ppm. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa konsentrasi larutan hara berpengaruh nyata pada tinggi
tanaman, jumlah anakan, jumlah anakan baru, dan bobot kering tajuk pada
tanaman yang belum dilakukan pemotongan akar, serta berpengaruh nyata
terhadap bobot basah akar pada tanaman yang sudah dilakukan pemotongan akar.
Perlakuan konsentrasi larutan hara 200 ppm menghasilkan pertumbuhan tanaman
yang tidak berkembang dengan baik. Tanaman akar wangi yang ditanam dengan
pemberian konsentrasi larutan hara antara 400 ppm sampai 800 ppm memperoleh
pertumbuhan tajuk dan perkembangan akar tanaman yang lebih baik, oleh karena
itu THST dapat diterapkan untuk budidaya akar wangi pada konsentrasi larutan
hara tersebut sehingga dapat menghasilkan pertumbuhan tajuk dan perakaran yang
baik.
Kata kunci: sistem terapung, hidroponik, larutan hara, akar wangi

ABSTRACT
SITI AISYAH ROHMATUS SA’ADAH. Nutrient Solution of Vetiver (Vetiveria
zizanioides (L.) Nash) Cultivation Using Hydroponic Floating System
Technology (HFST). Supervised by SLAMET SUSANTO.
The objective of this experiment was to determine the effect of
concentration of nutrient solution on growth and yield of vetiver (Vetiveria

zizanioides (L.) Nash) Verina 2 variety using Hydroponic Floating System
Technology (HFST). This experiment that is a continuation of previous
experiment. The experiment is based on a randomized complete block desing
which consists of two experiments: (1) a plant that has not been done cutting the
roots (3 replicates), (2) plants that have been done cutting the roots (6 replicates),
with one factor and three-level: nutrient solution concentration of 200 ppm,
nutrient solution concentration of 400 ppm and nutrient solution concentration of
800 ppm. The results showed that the concentration of the nutrient solution had
significant effect on plant height, number of tillers, number of new saplings,
canopy dry weight in plants that have not done cutting the roots, and root fresh

weight in plants that have been done cutting the roots. Treatment of nutrient
solution concentration of 200 ppm resulted that the growth of plants do not
develop properly. Vetiver plants that grown with the provision of nutrient solution
concentration between 400 ppm to 800 ppm acquire a better canopy growth and
root development of plants, therefore THST can be applied to the cultivation of
vetiver on the concentration of the nutrient solution so it could produce a better
canopy growth and root development.
Keywords: floating system, hydroponic, nutrient solution, vetiver


PEMBERIAN LARUTAN HARA UNTUK BUDIDAYA TANAMAN
AKAR WANGI (Vetiveria zizanioides (L.) Nash) MENGGUNAKAN
TEKNOLOGI HIDROPONIK SISTEM TERAPUNG (THST)

SITI AISYAH ROHMATUS SA’ADAH

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan

karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
Pemberian Larutan Hara untuk Budidaya Tanaman Akar Wangi (Vetiveria
zizanioides (L.) Nash) Menggunakan Teknologi Hidroponik Sistem Terapung
(THST). Skripsi ini merupakan karya ilmiah yang dibuat penulis setelah
menyelesaikan penelitian selama tiga bulan. Hasil penelitian ini diajukan untuk
memperoleh gelar sarjana dari Fakultas Pertanian.
Terima kasih penulis ucapkan kepada seluruh pihak yang membantu dalam
pelaksanaan penelitian, yaitu:
1 Bapak Prof Dr Ir Slamet Susanto, MSc selaku dosen pembimbing skripsi
yang telah memberikan bimbingan, pengarahan, masukan dan dukungan
selama penelitian serta penulisan skripsi.
2 Bapak Dr Ir Supijatno, Msi selaku dosen penguji ujian skripsi wakil
urusan dari Departemen Agronomi dan Hortikultura yang memberikan
masukan, saran, dan pengarahan terhadap penulisan skripsi.
3 Ibu Anggi Nindita, SP Msi selaku dosen penguji ujian skripsi yang
memberikan masukan, saran, dan pengarahan terhadap penulisan skripsi.
4 Ibu Dr Tatiek Kartika S., MS selaku dosen pembimbing akademik yang
telah memberikan bimbingan kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan study dengan baik.
5 Bapak Abdul Faliq, SPd MPd dan Ibu Siti Fatimah, orang tua yang sangat

berharga bagi penulis yang selalu mendo’akan, memberikan dukungan,
dan semangat serta kasih sayang.
6 Mas Zainul Maftukhin SSi anugerah terindah bagi penulis yang selalu
memberikan semangat dan dukungan.
7 Staf pengajar dan staf Komisi Pendidikan Departemen Agronomi dan
Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
8 Bapak Mamat selaku penjaga Kebun Rumah Kaca yang membantu dan
menjaga dalam penelitian.
9 Dwi Wahyuni sahabat terbaik yang selalu mendukung penelitian penulis.
10 Teman-teman satu tim penelitian Akar Wangi dan bimbingan, Arini
Falahiyah dan Iva Nursyifa.
11 Edelweis AGH 47 yang bersama-sama menimba ilmu di Departemen
Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB.
12 Aris Sulfiana, Kak Ulya dan Agung Santosa yang sudah membantu dalam
pengamatan.
Semoga hasil penelitian ini memberikan manfaat terhadap kemajuan
pertanian Indonesia.

Bogor, Desember 2014
Siti Aisyah Rohmatus Sa’adah


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xiii

DAFTAR GAMBAR

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

xiii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang


1

Tujuan Penelitian

1

Hipotesis Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA

2

Botani Tanaman Akar Wangi

2

Ekologi Tanaman Akar Wangi


3

Nilai Ekonomi Tanaman Akar Wangi

4

Teknik Budidaya Akar Wangi

5

Teknologi Hidroponik Sistem Terapung

6

METODE

7

Lokasi dan Waktu Penelitian


7

Bahan

7

Alat

7

Prosedur Penelitian

8

Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN

10
10


Kondisi Umum

10

Fase Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Akar Wangi

15

Fase Pertumbuhan dan Produksi Akar Tanaman Akar Wangi

18

Kandungan Klorofil pada Tanaman Akar Wangi

21

Biomassa yang dihasilkan oleh Tanaman Akar Wangi

22

SIMPULAN DAN SARAN

24

Simpulan

24

Saran

24

DAFTAR PUSTAKA

24

RIWAYAT HIDUP

28

DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.

5.
6.
7.

Tingkat adaptasi tanaman akar wangi
Persyaratan mutu minyak akar wangi
Seluruh peubah pengamatan karakter agronomi dan karakter
fisiologi tanaman akar wangi pada saat 48 MSP
Pengaruh konsentrasi larutan hara terhadap pertumbuhan tinggi
tanaman, jumlah daun, jumlah anakan, dan jumlah anakan baru
pada umur 48 MSP
Pertumbuhan dan produksi akar tanaman akar wangi umur 48 MSP
Kandungan klorofil pada tanaman akar wangi pada umur 48 MSP
Biomassa tanaman akar wangi pada umur 48 MSP

4
5
12

15
19
22
23

DAFTAR GAMBAR
1.
2.

Infloresen bunga tanaman akar wangi
Tanaman akar wangi dengan sistem hidroponik sistem terapung
(THST)
3. Metode stressing pada masing-masing percobaan
4. Suhu rata-rata harian selama penelitian
5. Intensitas radiasi matahari selama penelitian
6. Pertumbuhan tanaman akar wangi
7. Pertumbuhan tanaman akar wangi (A1, B1, C1, dan D1) tinggi
tanaman, jumlah daun, jumlah anakan, dan anakan baru tanaman
yang belum dilakukan pemotongan akar. (A2, B2, C2, dan D2)
tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah anakan, dan anakan baru
tanaman yang sudah dilakukan pemotongan akar.
8. Pertumbuhan akar tanaman akar wangi (E1,F1, G1, dan H1)
panjang akar, akar besar, akar kecil, dan akar baru tanaman yang
belum dilakukan pemotongan akar. (E2, F2, G2, dan G2) panjang
akar, akar besar, akar kecil, dan akar baru tanaman yang sudah
dilakukan pemotongan akar
9. Jumlah daun tanaman akar wangi pada percobaan 2 dengan bahan
tanam yang sudah pernah dilakukan pemotongan akar.
10. Pajang akar tanaman akar wangi pada percobaan 1 dengan bahan
tanam belum pernah dipotong akarnya (A), panjang akar tanaman
akar wangi pada percobaan 2 dengan bahan tanam yang sudah
pernah dipotong akarnya
11. Kriteria akar besar, akar kecil, dan akar baru pada tanaman akar
wangi

3
7
9
11
11
11

13

14
17

20
21

DAFTAR LAMPIRAN
1.

Deskripsi varietas Verina 2

27

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanaman akar wangi (Vetiveria zizanioides (L.) Nash) merupakan anggota
famili Graminae penghasil minyak asiri penting di dunia. Kebutuhan minyak akar
wangi dunia mencapai 300 ton tiap tahun. Saat ini Indonesia hanya mampu
memenuhi sekitar 28% saja dari kebutuhan minyak akar wangi dunia (Mulyati et
al. 2009). Rendemen minyak akar wangi yang sangat rendah yaitu 1.5-2% bobot
kering, semakin menghambat peningkatan ekspor minyak akar wangi (Sani 2011).
Mutu minyak akar wangi yang dihasilkan oleh petani Indonesia yang belum
standar menyebabkan harga minyak akar wangi yang sangat fluktuatif (Kardinan
2005).
Usaha peningkatan produksi dan kualitas minyak akar wangi dapat
dilakukan dengan perbaikan teknologi budidaya akar wangi. Perbaikan teknik
budidaya akar wangi, kegiatan pemanenan merupakan tahap penting yang
menentukan hasil minyak akar wangi berkualitas tinggi. Kehilangan hasil pada
proses pasca panen primer (pencucian dan pengeringan) dapat mencapai 65%
(Mulyono et al. 2012). Nilai kehilangan hasil tersebut belum memperhitungkan
kehilangan hasil akibat tertinggalnya akar di dalam tanah pada saat pemanenan.
Menanggulangi kendala tersebut diperlukan satu teknologi budidaya yang tepat
guna, salah satu teknologi budidaya yang dapat digunakan adalah teknologi
hidroponik sistem terapung. Teknologi yang lebih maju ini penting untuk
diterapkan guna meningkatkan produktivitas dan kualitas dari produksi tanaman
akar wangi.
Aplikasi teknologi hidroponik pada tanaman akar wangi diharapakan dapat
menjadi salah satu solusi untuk mendapatkan akar wangi bermutu tinggi dengan
input yang seminimal mungkin namun output yang maksimal dengan pemanenan
yang mudah. Teknologi hidroponik merupakan kegiatan budidaya tanaman tanpa
menggunakan media tanah, akan tetapi menggunakan media inert seperti gravel,
pasir, Pet, vermikulit, pumice atau sawdust, yang diberikan larutan hara yang
mengandung semua elemen esensial yang diperlukan untuk pertumbuhan dan
perkembangan normal tanaman (Resh 1998).
Budidaya tanaman secara hidroponik memiliki beberapa keuntungan
dibandingkan dengan budidaya secara konvensional, yaitu pertumbuhan tanaman
dapat dikontrol, tanaman dapat berproduksi dengan kualitas dan kuantitas yang
tinggi, tanaman jarang terserang hama penyakit karena terlindungi, dan dapat
diusahakan terus menerus tanpa tergantung oleh musim (Harris 1988). Secara
umum penelitian ini bertujuan memperoleh teknik budi daya menggunakan
teknologi hidroponik sistem terapung untuk tanaman akar wangi sehingga dapat
memudahkan proses panen dan menghasilkan biomassa akar dengan kandungan
bahan aktif yang tinggi. Penelitian ini secara khusus bertujuan untuk mengetahui
konsentrasi larutan hara yang baik untuk pertumbuhan dan hasil akar wangi.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian konsentrasi
larutan hara, terhadap pertumbuhan tanaman akar wangi dengan menggunakan

2
teknologi hidroponik sistem terapung (THST) yang ditanam di Rumah Kaca
Kebun Percobaan Cikabayan Bawah IPB Dramaga.
Hipotesis Penelitian
Hipotesis pada penelitian ini adalah terdapat konsentrasi larutan hara yang
menghasilkan pertumbuhan terbaik pada tanaman akar wangi yang dibudidayakan
dengan menggunakan teknologi hidroponik sistem terapung.

TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman Akar Wangi
Tanaman akar wangi (Vetiveria zizanioides (L.) Nash) adalah tanaman yang
berasal dari Birma, India, dan Sri Lanka, namun tidak diketahui secara pasti sejak
kapan tanaman akar wangi ini dibudidayakan di Indonesia. Tanaman akar wangi
ini tidak hanya dibudidayakan di Indonesia, tetapi juga sudah banyak menyebar ke
Asia, Amerika, Afrika sampai Australia. Tanaman akar wangi ini ditemukan
tumbuh secara liar dan sengaja ditanaman di berbagai negara beriklim tropis dan
beriklim subtropis (Santoso 1993).
Tanaman akar wangi termasuk keluarga Graminae, morfologi akar wangi
terdiri atas daun, akar, bunga, serta batang. Bunga akar wangi berwarna hijau atau
ungu. Daun akar wangi berwarna kelabu, berbentuk garis, pipih, kaku dengan
permukaan bawah daun licin, panjangnya mencapai 100 cm dan tidak
mengandung minyak. Akar wangi termasuk tanaman dengan rumpun menahun
yang lebat, besar, padat, tumbuh tegak lurus, dan kompak. Rumpunnya terdiri atas
beberapa anak rumpun yang nantinya dapat dijadikan bibit untuk perbanyakan
vegetatif dengan memisahkan anak rumpun atau memecah akar yang telah
bertunas. Rumpun tersebut dapat tumbuh hingga ketinggian 1 - 3 m. Akar wangi
merupakan tanaman dengan sistem perakaran serabut (Hartati et al. 2006).
Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (Balittro) telah melakukan
penelitian tentang akar wangi, dari penelitian tersebut diharapkan diperoleh
tanaman akar wangi yang menghasilkan minyak berkualitas. Upaya untuk
memperoleh varietas akar wangi yang berkualitas tersebut adalah dengan program
pemuliaan tanaman, diperlukan bahan genetik yang memiliki keanekaragaman
sifat yang sangat luas, sehingga dapat digunakan untuk mendapatkan karakteristik
atau sifat unggul bagi tanaman akar wangi. Pemanfaatan plasma nutfah tidak
optimal apabila tidak didukung oleh ragam genetik yang tinggi.
Hierarki taksonomi tanaman akar wangi adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi
: Magnoliophyta
Class
: Liliopsida
Ordo
: Poales
Family
: Graminae (Poaceae)

3
Genus
Species

: Vetiveria
: Vetiveria zizanoides (L.) Nash

Gambar 1 Infloresen bunga tanaman akar wangi
Seswita dan Hadipoentyanti (2010) melakukan penelitian yang
menunjukkan bahwa eksplorasi dan koleksi plasma nutfah tanaman akar wangi
sangat diperlukan untuk meningkatkan keragaman genetik. Ragam genetik yang
luas mendukung pemanfaatan plasma nutfah sebagai upaya mendapatkan varietas
unggul. Koleksi plasma nutfah tersebut kemudian diseleksi untuk mendapatkan
varietas unggul. Tahun 2012, telah dilepas varietas unggul tanaman akar wangi
yaitu varietas Verina 1 dan Verina 2. Kedua varietas tersebut adalah varietas yang
diusulkan oleh Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik Bogor. Deskripsi
varietas Verina 2 dapat dilihat pada Lampiran 1.
Ekologi Tanaman Akar Wangi
Tanaman akar wangi tumbuh pada daerah dengan kisaran curah hujan antara
200 – 6000 mm setiap tahun. Tanaman akar wangi dapat tumbuh dengan baik
pada ketinggian sekitar 300 – 2000 meter diatas permukaan laut (mdpl). Tanaman
akar wangi memiliki toleransi terhadap cekaman kekeringan dan dapat
berproduksi dengan baik pada ketinggian 600 - 1500 meter di atas permukaan laut
(mdpl). Akar wangi ini walaupun dapat tumbuh hingga 100 mdpl, elevasi
optimum tanaman akar wangi untuk menghasilkan minyak dengan kualitas baik
adalah 700 mdpl dengan suhu optimum 17 – 27o C (Kardinan 2005).
Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan kualitas minyak tanaman
akar wangi antara lain yaitu : keadaan tanah dan iklim. Jenis tanah andosol
cenderung memberikan pengaruh memberikan pengaruh baik terhadap
pertumbuhan dan produksi tanaman akar wangi (Hermanto 1996). Tanah andosol
dapat memberikan pengaruh baik bagi pertumbuhan tanaman akar wangi dalam
hal ini dikarenakan tanah andosol memiliki kapasitas air dan kesuburan yang
tinggi sehingga dapat menunjang kebutuhan pertumbuhan tanaman akar wangi
(Kaunang 2008).

4
Derajat keasaman (pH) yang optimum untuk tanaman akar wangi adalah
sekitar 6 – 7. Tanah yang terlalu masam akan menyebabkan pertumbuhan
tanaman menjadi kerdil, sedangkan tanah yang terlalu basa dapat menyebabkan
mineral Mg tidak terserap sehingga bentuk akarnya kurus kecil. Tanaman akar
wangi membutuhkan kondisi intensitas penyinaran yang cukup tinggi sehingga
tidak sesuai apabila ditanam di bawah tanaman naungan karena dapat
menyebabkan pertumbuhan akar yang kurang baik, sebab tanaman akar wangi
menyukai sinar matahari langsung, dan bila ditanam di tempat yang teduh akan
berpengaruh terhadap sistem pertumbuhan akar dan mutu minyaknya (Santoso
1993).
Tanaman akar wangi juga bisa tumbuh diberbagai substrat, seperti : liat
pasir, tanah liat, batu kapur hancur, lempung liat berpasir, dan gambut campuran.
Akar wangi juga memiliki potensi besar untuk merehabilitasi tanah dan air yang
terkontaminasi karena dapat mentolerir polutan dengan konsentrasi tinggi dan
logam berat serta toleran terhadap cekamar air dan cepat tumbuh setelah keadaan
lingkungan kembali optimal (Truong et al. 2008; DAI 2009; Zhou dan Yu 2010;
Chomchalow 2011). Tingkat adaptasi tanaman akar wangi tersaji pada Tabel 1.
Tabel 1 Tingkat adaptasi tanaman akar wangi
Kondisi/karakteristik
Tanah
Topografi
Nutrisi

Kondisi tanah dan pH
Logam berat

Cahaya dan temperatur

Air

Adaptasi
Tanah agak liat.
Lokasi dengan kemiringan yang tinggi, namun dapat
menyebabkan kelebihan air.
Dapat menyerap nutrisi terlarut seperti N dan P,
toleran terhadap Sodium, Mg, Al, dan Mn.
Tahan terhadap kadar garam tinggi, dapat bertahan di
pH 3.3–12.5
Dapat menyerap logam berat terlarut dari air
berpolutan, seperti As, Cd, Cr, Ni, Pb, Hg, Se, dan
Zn.
Dapat tumbuh di bawah naungan (shading). Toleran
pada suhu -15 °C hingga 55 °C. Akar berdormansi
pada suhu 5 °C.
Toleran pada kondisi kekeringan, banjir, dan
tergenang. Toleransi tingkat presipitasi 6.4–42.0 tapi
sekurang-kurangnya 225 mm/thn.

Sumber: Truong et al. 2008

Nilai Ekonomi Tanaman Akar Wangi
Santoso (1993) menyatakan bahwa nilai ekonomi tanaman akar wangi
tersebut terdapat pada akarnya. Kardinan (2005) menjelaskan bahwa 60% dari
bagian akar tanaman akar wangi mengandung senyawa vetiverol. Senyawa lain
yang terdapat pada tanaman akar wangi adalah asam vetivenat, trisiklovetiven,
vetiverol ester, asam benzoat, asam palmitat, serta α dan β vetiverone. Minyak
dari tanaman akar wangi secara umum digunakan sebagai bahan baku dari parfum,

5
kosmetik, pewangi sabun, obat-obatan, dan pembasmi serangga. Minyak tanaman
akar wangi juga diketahui sebagai pengikat aktif (fiksatif) yang kuat.
Minyak akar wangi diperoleh dari proses penyulingan. Penyulingan
bertujuan untuk memisahkan zat-zat bertitik didih tinggi dari zat-zat yang tidak
dapat menguap (Sani 2011). Penyulingan merupakan proses pemisahan komponen
yang berupa cairan dari dua macam campuran atau lebih berdasarkan perbedaan
tekanan uap dari masing-masing komponen tersebut (Mulyono et al. 2012). Mutu
minyak akar wangi juga tergantung dari lamanya penyulingan, bau gosong yang
ditimbulkan dapat menurunkan mutu dan harga minyak akar wangi (DAI 2009).
Mutu minyak berdasarkan SNI 06-2386-2006 disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Persyaratan mutu minyak akar wangi

No
1

2
3
4
5
6
7
8

Jenis uji

Satuan

Persyaratan

Keadaan:
1.2 Warna
1.3 Bau
Bobot jenis 20 °C/20 °C
Indeks bias pada 20 °C
Kelarutan dalam etanol 95%
Bilangan asam
Bilangan ester
Bilangan ester setelah asetilasi
Vetiverol total

%

Kuning muda–coklat kemerahan
Khas akar wangi
0.980–1.003
1.520–1.530
1:1 jernih, seterusnya jernih
10–35
5–26
100–150
Minimum 50

Sumber: SNI 06-2386-2006

Tanaman akar wangi tergolong tumbuhan serba guna yang secara ekonomis
memberikan berbagai keuntungan, selain akarnya untuk menghasilkan minyak
atsiri sebagai bahan baku obat dan kosmetika, daunnya juga memiliki nilai
ekonomis yang dapat digunakan untuk berbagai kerajinan tangan (tas, topi), untuk
bahan baku kertas, bahan baku pestisida nabati, dan beberapa jenis atau varietas
lainnya juga dapat menjadi sumber pakan ternak (Sukmana 1996).
Teknik Budidaya Akar Wangi
Tanaman akar wangi dapat dikembangbiakkan secara vegetatif melalui
bonggol - bonggol dengan tiga sampai lima mata tunas yang diambil dari tanaman
berumur 12 bulan atau lebih (Rochdiani 2008). Tanaman akar wangi dipanen ratarata berumur antara 12 sampai 14 bulan, karena apabila dipanen pada umur
kurang atau lebih dari umur tersebut, maka akan berpengaruh pada rendemen
minyak sehingga berpengaruh pula terhadap kualitas dan kuantitasnya (Kabupaten
Garut 2011). Pecahan - pecahan bonggol tersebut kemudian dimasukkan ke dalam
polybag yang sudah berisi media tanam, setelah 3 - 4 minggu kemudian tunas dan
akar akan tumbuh dengan merata dan siap untuk dipindah tanamkan ke kebun
yang lebih besar (Purwaningsih dan Subagiyo 2010).
Budidaya tanaman akar wangi di Indonesia secara umum masih diusahakan
dalam usaha skala yang kecil. Petani tanaman akar wangi masih menggunakan
teknik budidaya tradisional dengan sistem monokultur ataupun tumpang sari

6
dengan sayuran. Bahan tanam tanaman akar wangi yang umumnya dipakai oleh
para petani di Kabupaten Garut adalah berasal dari bonggol jenis lokal tanpa
adanya seleksi. Jarak tanam yang digunakan sangat bervariasi, yaitu 20 cm x 20
cm, 25 cm x 30 cm, 30 cm x 30 cm, 30 cm x 40 cm, 40 cm x 40 cm, 40 cm x 60
cm, dan 40 cm x 80 cm.
Kegiatan budidaya tanaman akar wangi secara monokultur dilakukan praktis
tanpa adanya kegiatan pemupukan ataupun pemeliharaan lainnya. Kegiatan
pemupukan dan pemeliharaan dilakukan apabila tanaman akar wangi
dibudidayakan secara tumpang sari dengan sayuran (Damanik 1995).
Teknologi Hidroponik Sistem Terapung
Hidroponik, budi daya tanaman tanpa tanah, telah berkembang sejak
pertama kali dilakukan penelitian-penelitian yang berhubungan dengan penemuan
unsur-unsur hara esensial yang diperlukan bagi pertumbuhan tanaman. Penelitian
tentang unsur-unsur penyusun tanaman ini telah dimulai pada tahun 1600-an.
Budi daya tanaman tanpa tanah ini telah dipraktekkan lebih awal dari tahun
tersebut, terbukti dengan adanya taman gantung (Hanging Gardens) di Babylon,
taman terapung (Floating Gardens) dari suku Aztecs, Mexico dan Cina (Resh
1998).
Budidaya tanaman secara hidroponik merupakan budidaya tanpa tanah,
tetapi menggunakan larutan nutrisi sebagai sumber utama pasokan nutrisi tanaman.
Larutan nutrisi dapat diberikan dalam bentuk genangan atau dalam keadaaan
mengalir. Selain itu, larutan nutrisi juga dapat dialirkan ke media tanam
hidroponik sebagai tempat berkembangnya akar. Media tanam hidroponik dapat
berasal dari bahan alam seperti kerikil, pasir, sabut kelapa, arang sekam, batu
apung, gambut, dan potongan kayu atau bahan buatan seperti pecahan bata, busa,
dan rockwool (Suhardiyanto 2011).
Tanaman yang dibudidayakan secara hidroponik dapat tumbuh dengan baik
jika terpenuhi kebutuhan akan unsur hara, air, oksigen, dan berada dalam
lingkungan tumbuh optimal (Suhardiyanto 2011). Kelebihan sistem hidroponik
menurut Jones dan Jones (2005) adalah serangan hama dan penyakit mudah
dikendalikan, penggunaan pupuk dan air lebih efisien, tidak memerlukan tenaga
intensif, larutan nutrisi dipasok sesuai kebutuhan tanaman, dapat diusahakan di
lahan sempit dan tidak subur, serta tidak tergantung musim.
Teknologi hidroponik sistem terapung (THST) adalah hasil modifikasi dari
Deep Flowing System yang dikembangkan di Bagian Produksi Tanaman,
Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor. Perbedaan
utama adalah dalam THST tidak digunakan aerator, sehingga teknologi ini relatif
lebih efisien dalam penggunaan energi listrik (Susila 2013). Di dalam kultur air,
akar tanaman terndam dalam media cair yang merupakan larutan hara tanaman,
sementara bagian atas tanaman ditunjang adanya lapisan medium inert tipis yang
memungkinkan tanaman tumbuh tegak (Resh 1998).

7

METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Kebun Percobaan Cikabayan
Bawah University Farm dan Laboratorium Spektofotometer-UV Departemen
Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB Dramaga Bogor. Penelitian
ini merupakan penelitian lanjutan dari penelitian sebelumnya dan dilaksanakan
pada bulan Desember 2013 hingga bulan Februari 2014.

Gambar 2 Tanaman akar wangi dengan sistem hidroponik sistem terapung
(THST)
Bahan
Bahan yang diuji merupakan bibit akar wangi varietas Verina 2 yang
diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balittro) Cimanggu.
Bahan tanam yang digunakan adalah bahan tanam dari penelitian sebelumnya
yang berumur 10 bulan. Komposisi larutan hara stok A terdiri atas Ca(NO3)2:
3510 g, dan Fe-EDTA: 360 g, sedangkan komposisi larutan hara stok B terdiri
atas (NH4)2SO4: 648 g, K2HPO4: 1293 g, MgSO4.7H2O: 3325 g , MnSO4.3H2O:
36.6 g , CuSO4.H2O: 0.7 g , Na2B4O7.10H2O: 32 g, ZnSO4H2O: 7.9 g, H3BO3:
20.6 g, (NH4)6Mo7O2.4H2O: 1.56 g, dan Na2MoO4.2H2O: 1.6 g.
Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian meliputi bak tanam berukuran 55 cm
x 55 cm x 65 cm, panel floating dibuat dari kayu yang berukuran (panjang x lebar)
65 cm x 65 cm dengan ketebalan 3 cm sehingga dapat diletakkan pada permukaan
bak tanpa tenggelam, timbangan analitik, meteran, alat tulis, gunting pangkas,
terpal atau plastik UV, aerator, styrofoam, dan oven.

8
Prosedur Penelitian
Persiapan dan Pembuatan Larutan Hara
Menyiapkan larutan stok A dan stok B dalam kontainer kapasitas 90 L.
Larutan stok A dan stok B diencerkan dalam bak yang berkapasitas 150 L.
Konsentrasi larutan stok A dan stok B untuk konsentrasi 200 ppm masing-masing
diambil 937.5 mL dan diencerkan sampai 150 L, konsentrasi 400 ppm larutan hara
stok A dan stok B masing-masing diambil 1875 mL, serta konsentrasi 800 ppm
larutan hara stok A dan stok B diambil masing-masing 3750 mL diencerkan
sampai 150 L pada bak tanam.
Pemeliharaan dan Pemanenan
Pemeliharaan tanaman meliputi pemangkasan pada umur tanaman 10 bulan
pemangkasan dilakukan pada tanaman akar wangi yang sudah pernah dilakukan
pemotongan akar dan belum pernah dilakukan pemotongan akar, dengan tinggi
sekitar 30 cm dari pangkal tanaman agar mendapatkan tinggi tanaman yang
seragam pada umur 10 bulan dan pada saat awal dari penelitian selanjutnya yang
akan dilakukan. Pengendalian hama dan penyakit, serta pemasangan terpal untuk
menjaga kondisi bak agar tidak terjadi kebocoran. Pengurasan bak tanam selama
satu bulan sekali dan mengganti larutan haranya. Pemanenan tanaman akar wangi
akan dilakukan saat tanaman mencapai umur satu tahun.
Pengamatan dilakukan terhadap setiap semua tanaman contoh. Peubah yang
diamati meliputi fase pertumbuhan vegetatif dan pertumbuhan produksi akar
tanaman akar wangi serta pengamatan pasca panen.
Peubah yang diamati pada fase pertumbuhan vegetatif dan pertumbuhan
produksi akar serta peuban yang diamati setiap minggu :
1. Tinggi tanaman, diukur dari pangkal tanaman sampai pada ujung daun
tertinggi.
2. Jumlah daun, dihitung jumlah daun yang sudah membuka sempurna.
3. Jumlah anakan, dihitung jumlah anakan mulai dari 41 MST hingga minggu
terakhir pengamatan.
4. Jumlah anakan baru, dihitung jumlah anakan baru mulai dari 41 MST hingga
minggu terakhir pengamatan.
5. Panjang akar, diukur dari pangkal akar tanaman sampai pada ujung akar.
6. Jumlah akar besar, dihitung jumlah akar besar dengan ukuran diameter akar >
2 mm.
7. Jumlah akar kecil, dihitung jumlah akar kecil dengan ukuran diameter < 2
mm.
8. Jumlah akar yang baru muncul, dihitung jumlah akar yang baru muncul
dengan ditandai akar yang masih berwarna putih dan belum ada akar tersier.
9. Suhu (oC), diukur pada waktu pagi, siang, dan sore hari setiap minggu
pengamatan.
Pengukuran suhu di dalam rumah kaca dilakukan dengan alat termometer
(oC) setiap hari pada pukul 07.30 WIB, 13.30 WIB dan 17.30 WIB. Data suhu
yang diperoleh kemudian dibuat menjadi suhu rata-rata harian dengan
menggunakan rumus sebagai berikut (Handoko dan Impron 2008) :
Trata-rata harian = ((2 T07.30) + T13.30 + T17.30) / 4

9

Keterangan :
T07.30 = suhu pada pengamatan pukul 07.30 WIB
T13.30 = suhu pada pengamatan pukul 13.30 WIB
T17.30 = suhu pada pengamatan pukul 17.30 WIB
1.
2.

1.

Peubah yang diamati pada waktu panen :
Bobot basah tajuk, dihitung bobot basah tajuk dari pangkal tanaman sampai
ujung tajuk tanpa akar dengan menggunakan timbangan analitik.
Bobot basah akar, dihitung bobot basah dari pangkal akar tanaman sampai
ujung akar yang sudah terpotong dari tajuk tanaman dengan menggunakan
timbangan analitik.
Peubah yang diamati pada waktu pasca panen :
Bobot kering tajuk, dihitung bobot kering tajuk yang sudah di oven selama 24
jam di Laboratorium.

Metode stressing
Metode ini dilakukan pada saat umur tanaman mencapai 10 bulan dan pada
awal penelitian lanjutan berlangsung, dengan cara mengurangi volume air dari
volume awal 150 L dengan cara diambil setengah dari volume awal pada
percobaan 1 sehingga menjadi setengah volume yang tersisa sebanyak 75 L itu
akan digunakan dalam penelitian dengan ditambahkan konsentrasi larutan hara
200 ppm, 400 ppm, dan 800 ppm. Percobaan 2 juga dilakukan stressing air dari
volume awal 150 L dengan cara diambil ¼ dari volume awal sehingga menjadi ¾
volume air yang tersisa sebanyak 112.5 L itu akan digunakan dalam penelitian
dengan ditambahkan konsentrasi larutan hara 200 ppm, 400 ppm, dan 800 ppm.
Metode stressing ini dilakukan untuk mempercepat proses kematangan akar
sehingga dapat menghasilkan rendemen minyak atsiri yang lebih baik.

Gambar 3 Metode stressing pada masing-masing percobaan
Jenis percobaan
Penelitian ini menggunakan dua macam percobaan, dimana terdiri dari
bahan tanaman yang belum dilakukan pemotongan akar (percobaan 1), dan dari

10
bahan tanaman yang sudah dilakukan pemotongan akar (percobaan 2).
Pemotongan akar dilakukan pada saat tanaman mencapai umur 10 bulan.
Analisis Data
Penelitian ini dilakukan menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak
(RKLT) dengan satu faktor berupa konsentrasi larutan hara dengan 3 taraf yaitu
200 ppm, 400 ppm, dan 800 ppm. Pengulangan dilakukan sebanyak tiga kali pada
percobaan 1 dengan kondisi tanaman yang belum dilakukan pemotongan akar dan
pengulangan dilakukan sebanyak enam kali pada percobaan 2 dengan kondisi
tanaman yang sudah dilakukan pemotongan akar. Sehingga terdapat 9 tanaman
yang harus diamati pada percobaan 1, dan terdapat 18 tanaman yang harus diamati
pada percobaan 2, sehingga terdapat 27 tanaman keseluruhan yang harus diamati.
Model rancangan kelompok lengkap teracak adalah sebagai berikut:
Yij = µ + αi + ßj+ εij
Yij
µ
αi
ßj
εij

: Pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
: Rataan umum
: Pengaruh perlakuan konsentrasi larutan hara ke-i (i= 1, 2, dan 3)
: Pegaruh ulangan ke-j (j=1, 2, dan 3) dan (j=1, 2, 3, 4, 5, dan 6)
: Pengaruh galat percobaan ke-i dan ulangan ke-j

Pengolahan data pertumbuhan vegetatif dan komponen hasil dianalisis
menggunakan uji F dan apabila hasil yang diperoleh berpengaruh nyata dilakukan
uji nilai tengah dengan menggunakan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT)
pada taraf α=5 % (Gomez dan Gomez 1995).

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan dari penelitian sebelumnya dan
penelitian berlangsung mulai bulan Desember 2013 sampai bulan Februari 2014.
Suhu rata-rata harian selama penelitian berlangsung yaitu 31.3 °C, dengan ratarata suhu pada saat pagi hari 29.2 oC, suhu pada saat siang hari 41.8 oC, dan suhu
pada saat sore hari 23.7 oC. Suhu rata-rata harian rumah kaca selama penelitian
disajikan pada Gambar 4.
Intensitas radiasi matahari yang tertinggi yang diperoleh dari Badan
Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Klimatologi Dramaga
Bogor adalah pada 43 MSP yaitu sekitar 14.7 MJ m-2 dan terendah pada 45 MSP
yaitu 6.2 MJ m-2 yang disajikan pada Gambar 5.

11

Gambar 4 Suhu rata-rata harian selama penelitian

Gambar 5 Intensitas radiasi matahari selama penelitian
Pertumbuhan tanaman selama penelitian ini menunjukkan semakin
melambatnya proses pertumbuhan tanaman, bagian yang mudah diketahui
menurunnya pertumbuhan yaitu jumlah daun dan jumlah anakan tanaman, hal ini
dikarenakan umur tanaman yang sudah memasuki fase penuaan atau senesen.
Menurunnya jumlah anakan dan jumlah daun ini disebabkan karena fase
pertumbuhan tanaman yang mulai ke arah fase generatif dan lebih berpusat
kepada proses pembentukan minyak (Rosman et al. 2013).
Kondisi daun menunjukkan warna yang semula dari hijau menjadi berubah
warna yang semakin kekuningan dan kecoklatan kemudian daun menjadi
mengering, dalam hal ini perubahan warna daun dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6 Pertumbuhan tanaman akar wangi

12
Gambar A menunjukkan kondisi tanaman pada keadaan awal
pertumbuhannya jumlah daunnya masih banyak dan berwarna hijau segar dan
pada gambar B menunjukkan kondisi tanaman yang sudah mulai mengalami
senesen sehingga menyebabkan menurunnya pertumbuhan tanaman terutama pada
jumlah daun dan jumlah anakannya sehingga banyak daun yang berwarna kuning
kecoklatan. Perkembangan tanaman selama penelitian tidak mengalami gangguan
yang disebabkan oleh penyakit karena tanaman akar wangi tahan terhadap
serangan penyakit dan karena tempat penanamannya di rumah kaca sehingga
dapat meminimalkan serangan hama dan penyakit terhadap tanaman, sehingga
penelitian juga dapat berjalan dengan baik.
Tabel 3 Seluruh peubah pengamatan karakter agronomi dan karakter fisiologi
tanaman akar wangi pada saat 48 MSP
Peubah yang diamati
Karakter Agronomi
Tinggi tanaman (cm)
Jumlah daun (helai)
Jumlah anakan (unit)
Jumlah anakan baru (unit)
Bobot basah tajuk (g)
Bobot kering tajuk (g)
Panjang akar (cm)
Jumlah akar besar (unit)
Jumlah akar kecil (unit)
Jumlah akar baru (unit)
Bobot basah akar (g)
Karakter Fisiologi
Klorofil a (mg g-l)
Klorofil b (mg g-l)
Karoten (mg g-l)
Antosianin (µmol g-l)
Klorofil total (mg g-l)

Percobaan 1
(belum pernah dilakukan
pemotongan akar)
Uji-F
KK (%)
*
tn
*
*
tn
*
tn
tn
tn
tn
tn
-

6.44
23.12
11.08
5.28
20.54
17.11
8.93
13.71tr
22.18tr
29.67tr
18.10
-

Percobaan 2
(sudah pernah dilakukan
pemotongan akar)
Uji-F
KK (%)
tn
tn
tn
**
tn
*
tn
tn
tn
tn
*

15.16
21.76tr
20.14tr
24.21tr
20.02
20.82
20.64
23.94tr
21.57tr
27.37tr
11.86

tn
tn
tn
tn
tn

16.22tr
11.46tr
8.99tr
7.19tr
16.90tr

MSP: minggu setelah perlakuan; tn: tidak nyata; *: berpengaruh nyata pada taraf 5%; **: berpengaruh
sangat nyata pada taraf 1%; tr: transformasi.

Hasil analisis ragam (Tabel 3) menunjukkan bahwa ringkasan hasil
penelitian untuk seluruh peubah pengamatan karakter agronomi dan karakter
fisiologi pada saat 48 MSP. Berdasarkan hasil rekapitulasi sidik ragam diketahui
bahwa konsentrasi larutan hara menunjukkan pengaruh nyata terhadap tinggi
tanaman, jumlah anakan, jumlah anakan baru, dan bobot kering tajuk pada
percobaan 1 dengan bahan tanam yang belum pernah dilakukan pemotongan akar.
Kosentrasi larutan hara juga memberikan pengaruh nyata terhadap hasil jumlah
anakan baru, bobot kering tajuk, dan bobot basah akar pada percobaan 2 dengan
bahan tanam yang sudah pernah dilakukan pemotongan akar. Konsentrasi larutan
hara tidak menunjukkan adanya pengaruh nyata terhadap hasil yang diamati pada
seluruh karakter fisiologi pada percobaan 2 dengan bahan tanam yang sudah
pernah dilakukan pemotongan akar.

13

Gambar 7 Pertumbuhan tanaman akar wangi (A1, B1, C1, dan D1) tinggi tanaman,
jumlah daun, jumlah anakan, dan anakan baru tanaman yang belum
dilakukan pemotongan akar. (A2, B2, C2, dan D2) tinggi tanaman, jumlah
daun, jumlah anakan, dan anakan baru tanaman yang sudah dilakukan
pemotongan akar.

14

Gambar 8 Pertumbuhan akar tanaman akar wangi (E1,F1, G1, dan H1) panjang
akar, akar besar, akar kecil, dan akar baru tanaman yang belum dilakukan
pemotongan akar. (E2, F2, G2, dan G2) panjang akar, akar besar, akar kecil,
dan akar baru tanaman yang sudah dilakukan pemotongan akar

15
Pertumbuhan tanaman dapat dilihat pada Gambar 7 yang menunjukkan
bahwa pada umur tanaman yang semakin bertambah pertumbuhannya semakin
mengalami penurunan, terutama pada pertumbuhan jumlah daun yang dihasilkan
menunjukkan penurunan pada setiap minggunya, begitu pula pada jumlah anakan
yang dihasilkan juga ada yang mengalami penurunan. Tinggi tanaman pada setiap
minggunya mengalami kenaikan dan begitu pula pada jumlah anakan baru yang
menunjukkan adanya perubahan setiap minggunya. Gambar 8 menunjukkan
pertumbuhan akar tanaman mengalami banyak peningkatan pada jumlah akar
besar dan jumlah akar baru yang dihasilkan sedangkan pertumbuhan panjang akar
dan jumlah akar kecil cenderung mengalami pertumbuhan yang stagnan serta
hanya mengalami sedikit peningkatan bahkan ada juga yang mengalami
penurunan.
Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Akar Wangi
Penelitian ini terdiri dari dua percobaan, dengan bahan tanaman yang belum
pernah dilakukan pemotongan akar (percobaan 1), dan dengan bahan tanaman
yang sudah pernah dilakukan pemotongan akar (percobaan 2). Konsentrasi larutan
hara memberikan pengaruh yang nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah anakan,
dan jumlah anakan baru tanaman akar wangi pada umur 48 MSP yang disajikan
pada Tabel 4.
Tabel 4 Pengaruh konsentrasi larutan hara terhadap pertumbuhan tinggi tanaman,
jumlah daun, jumlah anakan, dan jumlah anakan baru pada umur 48 MSP
Tinggi
Jumlah
Jumlah
Jumlah
tanaman
daun
anakan
anakan baru
(cm)
(helai)
(unit)
(unit)
Percobaan 1 (belum pernah dilakukan pemotongan akar)
50.50b
10.00
4.00b
3.00b
129.60a
221.67
53.33a
25.00a
110.76a
169.00
41.00a
21.66a
Percobaan 2 (sudah pernah dilakukan pemotongan akar)
108.18
113.00
24.50
6.50b
102.53
138.17
35.33
19.50a
110.95
86.33
21.50
9.16b

Konsentrasi larutan hara

200 ppm
400 ppm
800 ppm
200 ppm
400 ppm
800 ppm

Keterangan: Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata
pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan).

Tinggi tanaman akar wangi
Pertumbuhan tinggi tanaman akar wangi pada umur 48 MSP dapat dilihat
pada Tabel 4. Berdasarkan data yang diperoleh pada penelitian ini konsentrasi
larutan hara memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi tanaman akar wangi
pada umur 48 MSP pada percobaan 1 dengan bahan tanam yang belum pernah
dilakukan pemotongan akar. Konsentrasi larutan hara 400 ppm menunjukkan hasil
nilai yang paling baik dari pada konsentrasi larutan hara 200 ppm dan 800 ppm,
dapat dilihat tinggi tanaman mencapai 129.60 cm dengan konsentrasi larutan hara
400 ppm, tinggi tanaman mencapai 110.76 cm dengan konsentrasi larutan hara
800 ppm, dan tinggi tanaman mencapai 50.50 cm dengan konsentrasi larutan hara

16
200 ppm pada percobaan 1 dengan bahan tanam yang belum pernah dilakukan
pemotongan akar.
Konsentrasi larutan hara tidak memberikan pengaruh nyata tehadap tinggi
tanaman akar wangi pada umur 48 MSP pada percobaan 2 dengan bahan tanam
yang sudah pernah dilakukan pemotongan akar. Konsentrasi larutan hara 200 ppm
menunjukkan tinggi tanaman mencapai 108.18 cm, konsentrasi larutan hara 400
ppm tinggi tanamannya mencapai 102.54 cm, dan konsentrasi larutan hara 800
ppm tinggi tanamannya mencapai 110.95 cm, tetapi pada percobaan 2 ini
konsentrasi larutan hara tidak memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi
tanaman yang dihasilkan.
Tinggi tanaman merupakan salah satu karakter agronomi yang dapat
menunjukkan laju pertumbuhan tanaman, dengan karakter ini dapat dilihat bahwa
tanaman tersebut mengalami pertumbuhan, dimana dengan ditandai bertambahnya
tinggi tanaman tersebut. Tinggi tanaman menunjukkan pertumbuhan yang cepat
pada setiap minggunya, tetapi tinggi tanaman tidak menunjukkan adanya
hubungan dengan pertumbuhan panjang akar, jadi pada keadaan tanaman yang
tinggi belum tentu akan memiliki kondisi akar yang panjang.
Jumlah daun tanaman akar wangi
Pertumbuhan vegetatif jumlah daun tanaman akar wangi dapat dilihat pada
Tabel 4. Jumlah daun mengalami pertumbuhan yang semakin menurun setiap
minggunya baik pada percobaan 1 dengan bahan tanam yang belum pernah
dilakukan pemotongan akar, maupun percobaan 2 dengan bahan tanam yang
sudah dilakukan pemotongan akar yang sudah disajikan pada grafik B1 dan grafik
B2, dalam Gambar 7. Umur 48 MSP memiliki jumlah daun rata-rata terendah
yaitu 10.00 helai dengan konsentrasi larutan hara 200 ppm pada percobaan 1 yang
belum pernah dilakukan pemotongan akar, dan umur 48 MSP memiliki jumlah
daun terendah rata-rata yaitu 86.33 helai dengan konsentrasi larutan hara 800
ppm pada percobaan 2 yang sudah pernah dilakukan pemotongan akar.
Berdasarkan analisis ragam pada Tabel 4, konsentrasi larutan hara tidak
memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan jumlah daun tanaman akar
wangi pada umur 48 MSP baik dalam percobaan 1 dengan bahan tanam yang
belum pernah dilakukan pemotongan akar, maupun dalam percobaan 2 dengan
bahan tanam yang sudah pernah dilakukan pemotongan akar. Konsentrasi larutan
hara 200 ppm menghasilkan jumlah daun sebanyak 10.00 helai, konsentrasi
larutan hara 400 ppm menghasilkan jumlah daun sebnyak 221.67 helai, dan
konsentrasi larutan hara 800 ppm menghasilkan jumlah daun sebanyak 169.00
helai pada percobaan 1.
Konsentrasi larutan hara 200 ppm menghasilkan jumlah daun sebanyak
113.00 helai, konsentrasi larutan hara 400 ppm menghasilkan jumlah daun
sebanyak 138.17 helai, dan konsentrasi larutan hara 800 ppm menghasilkan
jumlah daun sebanyak 86.33 helai pada percobaan 2, tetapi konsentrasi larutan
hara ini tidak memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah daun yang dihasilkan
tanaman akar wangi pada umur 48 MSP baik dalam percobaan 1 maupun
percobaan 2. Jumlah daun mengalami penurunan pada minggu-minggu
sebelumnya dalam Gambar 7, hal ini disebabkan karena daun sudah ada yang
mengalami penuaan sehingga ada daun yang mengering, dan dapat menyebabkan
terjadinya penurunan jumlah daun.

17
Jumlah daun yang mengalami penurunan ini dikarenakan pertumbuhan
tanaman sudah memasuki fase penuaan atau senesen, sehingga dapat
menyebabkan daun menjadi layu dan mengering, dan juga dikarenakan stressing
yang dilakukan pada masing-masing percobaan menjadikan akar tanaman menjadi
tidak tercelup sebagian pada percobaan 1 dengan bahan tanam yang belum pernah
dilakukan pemotongan akar sehingga kemampuan penyerapan hara dari akar
menuju kebagian tanaman yang lain menjadi terhambat dan dapat menyebabkan
daun kekurangan unsur hara yang membuat daun menjadi mengering.
Stressing pada percobaan 2 dengan bahan tanam yang sudah pernah
dilakukan pemotongan akar dilakukan membuat akar tanaman yang tidak tercelup
dalam air hanya ¼ bagian akar, sehingga masih ada banyak bagian akar yang
masih tercelup ke dalam air, hal ini juga mempengaruhi daun yang dihasilkan
sehingga masih banyak daun yang masih segar dan sedikit daun yang mengering
walaupun dalam jumlah daun yang sedikit. Perbedaan jumlah daun akar wangi
yang dihasilkan dapat dillihat pada Gambar 9.

Gambar 9 Jumlah daun tanaman akar wangi pada percobaan 2 dengan bahan
tanam yang sudah pernah dilakukan pemotongan akar.
Jumlah anakan tanaman akar wangi
Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian ini konsentrasi larutan hara
memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah anakan yang dihasilkan pada
percobaan 1 dengan bahan tanam yang belum pernah dilakukan pemotongan akar
pada umur 48 MSP (Tabel 4). Konsentrasi larutan hara 400 ppm menunjukkan
hasil jumlah anakan yang paling banyak diantara konsentrasi yang lainnya
sebanyak 53.33 unit, konsentrasi larutan hara 800 ppm menghasilkan jumlah
anakan sebanyak 41.00 unit, dan konsentrasi larutan hara 200 ppm menghasilkan
jumlah anakan yang paling sedikit yaitu 4.00 unit dengan bahan tanam yang
belum pernah dilakukan pemotongan akar (percobaan 1).
Konsentrasi larutan hara tidak menunjukkan adanya pengaruh yang nyata
terhadap hasil jumlah anakan tanaman akar wangi pada percobaan 2 dengan bahan
tanam yang sudah pernah dilakukan pemotongan akar. Konsentrasi larutan hara
200 ppm menghasilkan jumlah anakan 24.50 unit, konsentrasi larutan hara 400
ppm menhasilkan jumlah anakan 35.33 unit, dan konsentrasi larutan hara 800 ppm
menghasilkan jumlah anakan 21.50 unit pada percobaan 2 dengan bahan tanam
yang sudah dilakukan pemotongan akar.

18

Jumlah anakan baru
Jumlah anakan baru tanaman akar wangi dapat dilihat pada Tabel 4.
Berdasarkan data yang diperoleh, konsentrasi larutan hara memberikan pengaruh
nyata terhadap jumlah anakan baru pada umur 48 MSP dalam percobaan 1 dengan
bahan tanam yang belum pernah dilakukan pemotongan akar. Konsentrasi larutan
hara 400 ppm menghasilkan jumlah anakan baru yang paling tinggi dari
konsentrasi larutan hara yang lain yaitu sebanyak 25.00 unit, kemudian
konsentrasi larutan hara 800 ppm menghasilkan jumlah anakan baru 21.66 unit,
dan pada konsentrasi larutan hara 200 ppm menghasilkan jumlah anakan yang
paling sedikit yaitu 3.00 unit dalam percobaan yang bahan tanamnya belum
pernah dilakukan pemotongan akar (percobaan1).
Konsentrasi larutan hara memberikan pengaruh sangat nyata terhadap
jumlah anakan baru yang dihasilkan tanaman akar wangi pada umur 48 MSP
dalam percobaan 2 dengan bahan tanam yang sudah pernah dilakukan
pemotongan akar (Tabel 4). Konsentrasi larutan hara 400 ppm menunjukkan hasil
jumlah anakan baru yang paling tinggi dibandingkan dengan konsentrasi larutan
hara yang lainnya yaitu sebesar 19.50 unit, konsentrasi larutan hara 800 ppm
menghasilkan jumlah anakan baru 9.16 unit, dan konsentrasi larutan hara 200 ppm
menunjukkan hasil jumlah anakan baru yang paling sedikit yaitu 6.50 unit dalam
percobaan yang bahan tanamnya sudah pernah dilakukan pemotongan akar
(percobaan 2).
Hampir dari seluruh peubah pengamatan mulai dari tinggi tanaman, jumlah
daun, jumlah anakan, dan jumlah anakan baru pada percobaan 1 dan percobaan 2
diketahui nilai yang paling tinggi ditunjukkan dengan konsentrasi larutan hara 400
ppm, konsentrasi larutan hara 800 ppm menghasilkan nilai dari masing-masing
peubah dengan nilai yang tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah, sedangkan
dengan konsentrasi larutan hara 200 ppm memiliki hasil nilai yang paling rendah
dari pada konsentrasi larutan hara yang lain.
Pertumbuhan dan Produksi Akar Tanaman Akar Wangi
Hasil analisis ragam (Tabel 5) menunjukkan bahwa konsentrasi larutan hara
tidak memberikan pengaruh nyata terhadap panjang akar, jumlah akar besar,
jumlah akar kecil, dan jumlah akar baru pada umur 48 MSP. Panjang akar
tanaman yang belum pernah dilakukan pemotongan akar (percobaan 1) dan yang
sudah pernah dilakukan pemotongan akar (percobaan 2) pada konsentrasi larutan
hara 800 ppm menunjukkan nilai rata-rata paling tinggi dari pada konsentrasi
larutan hara 400 ppm dan 200 ppm, sedangkan pada keseluruhan peubah
pengamatan jumlah akar besar, jumlah akar kecil, dan jumlah akar baru
menunjukkan hasil nilai yang paling baik pada konsentrasi larutan hara 400 ppm.
Metode stressing yang dilakukan menjadikan akar hanya terendam sebagian,
sehingga konsentrasi larutan hara tidak menunjukkan perbedaan yang nyata
terhadap jumlah akar baru karena adanya celah dari bagian pangkal tanaman
dengan air sehingga akar menjadi lebih sedikit untuk tumbuh, karena tidak
mampu menyerap hara dengan efektif. Produksi akar yang paling banyak adalah

19
akar kecil (diameter < 2 mm), antara tanaman yang belum pernah dipotong
akarnya (percobaan 1) dan yang sudah pernah dipotong akarnya (percobaan 2),
dan konsentrasi larutan hara juga tidak memberikan pengaruh nyata terhadap
jumlah akar kecil yang diberikan pada setiap percobaan.
Tabel 5 Pertumbuhan dan produksi akar tanaman akar wangi umur 48 MSP
Panjang
Jumlah
Jumlah
akar
akar
besar
akar
kecil
Konsentrasi larutan hara
(cm)
(unit)
(unit)
Percobaan 1 (belum pernah dilakukan pemotongan akar)
200 ppm
135.10
35.00
151.00
400 ppm
136.60
52.67
209.33
800 ppm
152.93
21.67
105.00
Percobaan 2 (sudah pernah dilakukan pemotongan akar)
200 ppm
81.43
16.50
151.40
400 ppm
85.68
19.83
97.00
800 ppm
89.48
18.00
118.17

Jumlah
akar baru
(unit)
5.00
19.33
15.67
12.16
13.00
11.16

Keterangan: Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata
pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan).

Konsentrasi larutan hara tidak memberikan pengaruh nyata terhadap panjang
akar pada umur 48 MSP baik dalam percobaan 1 yang bahan tanamnya belum
pernah dilakukan pemotongan akar maupun dalam percobaan 2 yang bahan
tanamnya sudah pernah dilakukan pemotongan akar. Panjang akar pada
konsentrasi larutan hara 800 ppm pada percobaan 1 dan percobaan 2 menunjukkan
nilai yang paling tinggi yaitu dengan panjang 152.93 cm dan 89.48 cm.
Konsentrasi larutan hara 400 ppm pada percobaan 1 dan percobaan 2
menunjukkan nilai panjang akar 136.60 cm dan 85.68 cm, dan konsentrasi larutan
hara 200 ppm baik pada percobaan 1 maupun percobaan menunjukkan nilai
terendah diantara konsentrasi larutan hara yang lain dengan panjang akar 135.10
cm dan 81.43 cm. Panjang akar tanaman akar wangi yang belum pernah dilakukan
pemotongan akar dan belum pernah dilakukan pemotongan akar dapat dilihat
dalam Gambar 10.

20
Gambar 10 Pajang