Karakterisasi Biphasic Calcium Phosphate Berpori Sebelum Dan Sesudah Diimplan Ke Tulang Domba
KARAKTERISASI BIPHASIC CALCIUM PHOSPHATE
BERPORI SEBELUM DAN SESUDAH DIIMPLAN KE
TULANG DOMBA
ASMARETA PANCA MARIAH
DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakterisasi Biphasic
Calcium Phosphate Berpori Sebelum dan Sesudah Diimplan ke Tulang Domba
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2015
Asmareta Panca Mariah
NIM G74110028
ABSTRAK
ASMARETA PANCA MARIAH. Karakterisasi Biphasic Calcium Phosphate
Berpori Sebelum dan Sesudah diimplan ke Tulang Domba. Dibimbing oleh
KIAGUS DAHLAN.
Biphasic Calcium Phosphate Berpori merupakan biomaterial yang
digunakan untuk pengimplanan tulang yang terdiri dari campuran HA, β-TCP dan
alginat. BCP yang digunakan adalah senyawa apatit yang bersifat biokompatibel,
bioresorbable, dan bioaktif. BCP yang diimplan menggunakan rasio 70% HA dan
30% β-TCP. BCP tersebut diujikan pada 4 ekor domba ovis aries. Dimana 3 ekor
domba merupakan domba uji, sedangkan 1 ekor domba berperan sebagai domba
kontrol. Domba uji ialah domba yang diberi implan sedangkan domba kontrol
ialah domba yang tidak diberi implan. 4 ekor domba tersebut diuji selama 90 hari.
Setiap hari ke-10, 20 dan 30 pemeliharaan domba dilakukan guna untuk evaluasi
kondisi hewan, pengamatan bentuk,tingkat degradasi implan, ikatan antara implan
dengan tulang dan pertumbuhan tulang baru ke dalam implan. Setelah 90 hari,
tulang domba yang diimplankan BCP Berpori maupun sebagai kontrol
dikarakterisasi melalui analisis XRD, FTIR, SEM-EDX dan Uji kekerasan tulang.
Kata kunci: BCP Berpori, β-TCP, HA, implan
ABSTRACT
ASMARETA PANCA MARIAH. Karakterisasi Biphasic Calcium Phosphate
Berpori Sebelum dan Sesudah diimplan ke Tulang Domba. Dibimbing oleh
KIAGUS DAHLAN.
Biphasic Calcium Phosphate Porous is biomaterial used for bone
implaned consisting of a mixture of HA, β-TCP and alginate. BCP consist from
apatite compounds that are biocompatible, bioresorbable, and bioactive. BCP
were implaned using a ratio of 70% HA and 30% β-TCP. The BCP was tested in
four sheep ovis aries. Where three sheep are the sheep test, and one sheep as the
control sheep. Test sheeps were given implans whereas control sheep was not
given the implan. That four sheep were tested for 90 days. Every 30, 60 and 90
day sheep were breeding done in order to evaluate the condition of the animal,
observation forms, the level of degradation of the implan, the bond between the
implan with bone and new bone growth into the implan. After 90 days, the bone’s
sheep were implaned as well as the control of BCP or Scaffold will be
characterized by XRD, FTIR, SEM-EDX analysis and bone hardness test.
Keywords: BCP Porous, β-TCP, HA, implant
KARAKTERISASI BIPHASIC CALCIUM PHOSPHATE
BERPORI SEBELUM DAN SESUDAH DIIMPLAN KE
TULANG DOMBA
ASMARETA PANCA MARIAH
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Fisika
DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT dan shalawat serta salam
semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Berkat rahmat dan
hidayah Allah SWT, penulis dapat menyelesaikan usulan penelitian yang berjudul
“Karakterisasi Biphasic Calsium Phosphate Berpori Sebelum dan Sesudah
Diimplankan ke Tulang Domba”. Tanpa bantuan dari orang lain, tidak mungkin
karya ilmiah ini dapat diselesaikan dengan baik, penulis mengucapkan
terimakasih kepada:
1. Ibu, Ayah, Cek Eko, Ak Anca, Ak Andi, Yuk Novi, Nyai Na dan Yai
Cik yang selalu memberikan dukungan moril,inspirasi dan kasih
sayang kepada penulis.
2. Bapak Dr. Kiagus Dahlan yang telah memberikan bimbingan, motivasi
serta pengetahuannya kepada penulis.
3. Bapak Drs. Moh. Nur Indro, M.Sc, Bapak Ardian Arif, S.Si, M.Si,
Bapak Erus Rustami M.Si, dan Ibu Dr. Yessie Widya Sari, M.Si selaku
penguji dan pembimbing yang telah memberikan saran, kritik dan
motivasi kepada penulis.
4. Bapak Dr. Husin Alatas selaku pembimbing akademik.
5. Seluruh Dosen Pengajar, dan seluruh staf di Departemen Fisika
FMIPA IPB (Bapak Bambang, Bapak Tony, Bapak Firman, Bapak
Jun).
6. Sahabat (Sri, Iim, Nadia), Partner penelitian saya (Maimuna), serta
teman-teman biomaterial (Dena, Tisa, Kadek, Yuja, Jabal dan Arbay)
yang selalu berbagi keceriaan dan canda tawanya.
7. Keluarga Besar Fisika 48, Fisika 47 dan Fisika 49
8. Kak Ryan Sugihakim yang telah memberikan doanya.
9. Keluarga Besar IKAMUSI 48, dan teman-teman Kost Pondok NN
(Mba Bule, Uni Elin, Mba Aul, Mba Rizka, Endeh, Imas, Ghina,
Venta) yang telah memberikan keceriaan.
10. Semua pihak yang belum disebutkan penulis mengucapkan
terimakasih.
Keterbatasan manusia membuat penulis merasa perlu kritik dan saran dari
rekan-rekan agar penelitian yang direncanakan dapat berjalan dengan baik dan
selesai tepat waktu. Semoga usulan penelitian ini bermanfaat bagi semuanya.
Bogor, Maret 2015
Asmareta Panca Mariah
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
1
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
Ruang Lingkup Penelitian
2
METODE
2
Bahan
3
Alat
3
Pengambilan Sampel BCP Berpori
3
Pengujian BCP secara in vivo
3
HASIL DAN PEMBAHASAN
4
Hasil Karakterisasi BCP
4
Pengujian BCP secara In vivo
9
SIMPULAN DAN SARAN
13
Simpulan
13
Saran
13
DAFTAR PUSTAKA
14
LAMPIRAN
15
RIWAYAT HIDUP
23
DAFTAR TABEL
Derajat kristalinitas BCP sebelum dan sesudah diimplan .................................. 4
Makroskopis BCP setelah diimplan .................................................................. 10
Kandungan unsur setelah diimplan ................................................................... 11
Nilai kekerasan tulang tibia domba .................................................................. 12
DAFTAR GAMBAR
Pola XRD sampel BCP: (A) domba sebelum (B) domba 1 (C) domba 2
(D) domba 3 (E) domba kontrol
Pola XRD (A) domba kontrol (B) domba normal
Pola FTIR sampel BCP: (A) domba sebelum (B) domba 1 (C) domba 2
(D) domba 3 (E) domba kontrol
Pola FTIR: (A) domba kontrol (B) domba normal
Makroskopis sampel BCP: (A) domba 1 (B) domba 2 (C) domba 3 (D)
domba kontrol
Morfologi sampel BCP setelah diimplan
5
6
7
9
10
11
DAFTAR LAMPIRAN
Diagram Alir Penelitian
Dokumentasi Penelitian
Tabel Kekerasan Tulang
Perhitungan Derajat Kristalinitas
Pola FTIR
15
16
17
20
21
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Implan tulang merupakan penempatan tulang baru atau material pengganti
untuk membantu proses penyembuhan tulang yang rusak atau fraktur.1 Jika
didefinisikan sebagai material implan tulang yang ideal, material harus bersifat
biokompatibel yaitu dapat bertahan terhadap perubahan selama pemakaian bahan
itu dilingkungan tubuh, bertahan terhadap korosi dan tidak menimbulkan
penolakan dari jaringan tubuh.2 Selain itu, material yang digunakan untuk implan
harus bersifat bioaktif yang mempunyai kemampuan untuk merangsang
pertumbuhan tulang baru di sekitar implan.
Biphasic calcium phosphate (BCP) yang terdiri dari HA/β-TCP adalah
salah satu material yang sering digunakan di bidang implan tulang. Hidroksiapatit
adalah material keramik yang digunakan sebagai material yang baik untuk tulang
karena bersifat bioaktif.2 Hidroksiapatit dianggap sebagai bahan yang ideal untuk
pengganti tulang karena kesamaan dengan mineral tulang dan sifat
osteokonduktifnya. Akan tetapi, hidroksiapatit bersifat nonresorbable dan bioinert yaitu sifat kurang larut dalam air.3 Sedangkan β-TCP menunjukkan
biodegradasi yang cepat.4 Oleh karena itu, kombinasi dari HA dengan β-TCP akan
memberikan materi osteokonduktif dengan reaktivitas tinggi dan biodegradasi
yang lebih baik.
Pada penelitian ini BCP yang digunakan adalah BCP dengan rasio 70%
HA dan 30% β-TCP. BCP ditambahkan pori yang terbuat dari alginat agar
material BCP dapat terdegradasi dengan cepat ketika diimplankan ke tubuh. BCP
diimplankan pada empat domba lokal (ovis aries) yang berumur masing-masing 2
tahun. Material BCP yang telah diimplankan ke dalam tulang tibia kiri domba
akan dilihat proses pembentukan tulangnya yang baru selama 90 hari melalui
analisis XRD, FTIR, dan SEM-EDX.
Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang, perumusan masalah penelitian ini
adalah:
1. Bagaimana karakteristik BCP Berpori melalui karakterisasi XRD, FTIR, dan
SEM-EDX sebelum diimplankan ke tulang domba.
2. Bagaimana karakteristik BCP Berpori melalui karakterisasi XRD, FTIR, dan
SEM-EDX setelah diimplankan ke tulang domba.
3. Bagaimana kekerasan tulang domba setelah diimplankan pada domba tersebut.
4. Bagaimana kandungan dan morfologi tulang domba setelah diimplankan BCP
Berpori dengan rasio 70% HA dan 30% β-TCP.
2
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1.
Karakterisasi BCP berpori dengan rasio 70% HA dan 30% β-TCP tersebut
melalui analisis XRD, FTIR, dan SEM-EDX sebelum BCP berpori
diimplankan ke tulang domba.
2.
Karakterisasi BCP berpori dengan rasio 70% HA dan 30% β-TCP tersebut
melalui analisis XRD, FTIR, dan SEM-EDX sesudah BCP berpori
diimplankan ke tulang domba.
3.
Menguji kekerasan tulang setelah BCP diimplankan ke dalam tulang
domba.
4.
Melihat proses penyembuhan tulang dan pembentukan tulang yang baru
melalui karakterisasi XRD, FTIR dan SEM-EDX.
Manfaat Penelitian
BCP berpori dengan rasio 70% HA dan 30% β-TCP yang diimplankan ke
tulang domba bermanfaat untuk proses penyembuhan tulang yang akan
menghasilkan BCP yang bersifat bioaktif, biokompatibel, terdegradasi dengan
baik, serta terbentuknya tulang yang baru secara cepat.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian ini adalah membuat suatu bahan material
biokeramik yang dapat terdegradasi dengan baik di dalam tulang yang telah
diimplankan dan dapat dimanfaatkan dalam bidang kesehatan.
METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan dari bulan Juli 2014 sampai Januari 2015 yang
bertempat di:
1.
Laboratorium Biofisika Material, Departemen Fisika Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam, Kampus IPB Darmaga.
2.
Laboratorium Bedah dan Radiologi Fakultas Kedokteran Hewan IPB
Darmaga untuk operasi dan kontrol domba.
3.
Laboratorium Analisis Bahan IPB untuk Karakterisasi XRD, dan FTIR.
4.
BATAN Serpong untuk Uji Kekerasan Tulang dan SEM-EDX.
3
Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah cangkang telur ayam,
H3PO4, CaCl2, (NH4)2HPO4, aquabides, aquades, alginat, zylazine, antropin,
ketamin, fluxin. entrofluxaxin. Hewan percobaan yang digunakan domba lokal
yang berjumlah 4 ekor dengan umur 2 tahun dan berat badan ± 29 kg (ratarata 28,75±1,04).
Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitik, labu
takar, elenmayer, furnace, gelas piala, kertas saring, buret, magnetic stirrer, pipet
tetes, hot plate, alumunium foil, XRD, FTIR, SEM-EDX, Vickers, alat bedah dan
alat suntik.
Pengambilan Sampel Biphasic Calcium Phosphate Berpori
Pengambilan sampel BCP Berpori dengan rasio 70% HA dan 30% β–TCP
oleh Hamdila, 2015 yang kemudian akan diimplankan kedalam tulang tibia kiri
domba. Sebelum proses operasi BCP melalui sintesis terlebih dahulu. Sintesis
BCP dimulai dari pencampuran HA dan β–TCP (rasio 70/30). BCP yang
digunakan ialah BCP berpori yang dapat dilakukan dengan menggunakan bahan
porogen salah satunya yaitu alginat. Sintesis BCP dimulai dari pembuatan HA dan
β–TCP. Sintesis BCP Berpori tersebut dibuat dalam bentuk pelet karena
penggunaannya secara in vivo. HA dan β–TCP tersebut distiring selama 30 menit
dengan kecepatan putar 300 rpm lalu dikeringkan dengan furnace pada suhu
110oC selama 5 jam. Kemudian setelah itu sintesis BCP/alginat dengan metode
freeze drying, BCP dipreparasi dengan mencampur serbuk alginat ke dalam
larutan BCP dengan rasio 70/30. Pencampuran tersebut dilakukan menggunakan
magnetic stirrer dengan kecepatan putar 300 rpm selama 1 jam pada suhu kamar
dan dihomogenisasi dengan kecepatan putar 600 rpm. Selanjutnya, larutan
crosslink CaCl2 0,03M ditambahkan ke dalam campuran BCP/alginat dan
dilakukan homogenisasi kembali sehingga berbentuk gel. Gel BCP/alginat yang
dihasilkan pada proses tersebut kemudian di cetak di dalam plat kultur 48-well
dan didiamkan selama 1 jam sehingga menjadi polimerisasi sempurna.
Pembekuan gel BCP/alginat dilakukan di freezer selama satu malam dan
dilanjutkan dengan pengeringan beku menggunakan freezer dryer sehingga
BCP/alginat berbentuk pellet. BCP berpori yang telah dalam bentuk pellet
dikarakterisasi melalui analisis XRD, FTIR, SEM-EDX.
Pengujian BCP secara In vivo
BCP berpori (rasio 70% HA dan 30% β–TCP) diimplankan ke dalam
tulang tibia kiri domba. Sebelum operasi, domba diberi obat bius menggunakan
zylazine, antropin, dan ketamine. Setelah domba terbius, tulang tibia kiri domba
dibor menggunakan bor tulang. Kemudian dimasukkan implan BCP berpori
dengan rasio 70/30 ke dalam tulang tibia kiri yang telah dibor tadi. Domba yang
4
digunakan ialah empat domba lokal yang masing-masing berumur 2 tahun. Tiga
ekor domba lokal tersebut diberi perlakuan yaitu diimplankan BCP berpori ke
dalam tulang tibia, berbeda dengan satu ekor domba lokal lainnya karena sebagai
domba kontrol yang tidak diberi perlakuan apa-apa. Selama 90 hari domba
dipelihara dalam lingkungan kandang dengan sirkulasi udara, pencahayaan dan
temperatur yang baik. Pemeliharaan domba dilakukan selama 10, 30, 60 dan
sehari sebelum 90 hari guna untuk evaluasi kondisi hewan, pengamatan bentuk,
tingkat degradasi implan, ikatan antara implan dengan tulang dan pertumbuhan
tulang baru ke dalam implan. Setelah 90 hari, tulang domba yang diimplan BCP
Berpori dan tulang yang tidak diimplan (kontrol) dikarakterisasi melalui analisis
XRD, FTIR, SEM-EDX dan Uji kekerasan tulang.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Karakterisasi BCP
Karakterisasi BCP Berpori dilakukan melalui 2 cara yaitu karakterisasi
melalui XRD (X-Ray Diffraction) dan karakterisasi melalui FTIR (Fourier
Transform Infra Red). Karakterisasi XRD dilakukan guna mengetahui derajat
kristalinitas suatu material BCP. Sedangkan, karakterisasi FTIR dilakukan guna
megetahui gugus fungsi suatu material yang dihasilkan. Pada karakterisasi XRD,
pola yang dihasilkan diolah menggunakan software Powder-X untuk mendapatkan
nilai derajat kristalinitasnya. Sehingga didapatkan nilai derajat kristalinitasnya
seperti pada Tabel 1.
Tabel 1 Derajat kristalinitas BCP sebelum dan sesudah diimplan
Kode Sampel
Keterangan
Kristalinitas (%)
A
BCP sebelum diimplan
27.61419
B
BCP domba-1
(setelah diimplan)
BCP domba-2
(setelah diimplan)
BCP domba-3
(setelah diimplan)
Tulang domba kontrol
(tanpa implan)
30.89558
C
D
E
72.52578
22.87647
48.43571
Derajat kristalinitas merupakan tingkat keteraturan penempatan atom-atom
dalam unit sel dan kisi kristal. Apabila tingkat kristalinitas tinggi maka semakin
teratur susunan atom dalam bahan tersebut.5 Derajat kristalinitas BCP yang
dihasilkan mempunyai derajat kristalinitas yang rendah yaitu dibawah 80%, hal
ini menunjukkan bahwa sampel BCP baik yang sebelum diimplan atau yang
sesudah diimplan memiliki ketidakteraturan struktur atom penyusunnya. Setelah
5
nilai kristalinitas didapatkan, maka pola XRD juga dapat terbentuk. Pola XRD
yang dihasilkan menunjukkan tinggi rendahnya derajat kristalinitas. Pola XRD
yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 1.
(A)
Intensitas (cacahan)
(B)
(C)
(D)
(E)
2θ (derajat)
Gambar 1 Pola XRD sampel BCP: (A) domba sebelum (B) domba 1 (C)
domba 2 (D) domba 3 (E) domba kontrol
Kehadiran fase amorf dalam jaringan keras seperti tulang menunjukkan
bahwa pembentukkan kristal apatit didahului oleh pembentukkan kristal non apatit.
Pada Gambar 1 dihasilkan sampel BCP sebelum dengan pola amorf dan kristalin
dikarenakan rasio BCP/alginat adalah 70/30. BCP menghasilkan pola kristalin
sedangkan alginat menghasilkan pola amorf yang menyebabkan pola XRD yang
didapat ialah hasil amorf dan kristalin. Pada sampel domba 1 pola yang dihasilkan
hampir menyerupai pola XRD sampel sebelum diimplan, puncak-puncak yang
dihasilkan hampir sama. Hal ini disebabkan BCP yang diimplan pada domba 1
belum terdegradasi sempurna pada saat pengujian in vivo yang dibuktikan dari
pasca panen domba, dimana BCP yang diimplankan pada tulang tibia domba
masih banyak terdapat sisa.
Pada sampel domba 2 pola yang terbentuk adalah kristalin. Pola kristalin
yang dihasilkan menunjukkan bahwa sampel telah berinteraksi dan terdegradasi
secara menyeluruh di dalam tulang. Hal ini dibuktikan dari nilai derajat
kristalinitas yang tinggi. Semakin tinggi nilai derajat kristalinitas maka semakin
6
Intensitas (cacahan)
cepat proses penyerapan senyawa apatit yang diimplankan ke tulang tibia domba
tersebut. Pola XRD domba 2 mempunyai pola yang hampir sama dengan pola
XRD domba kontrol. Hanya saja pada range sudut 30o peak yang dihasilkan
domba 2 tidak begitu tinggi seperti domba kontrol karena menunjukkan
berinteraksinya senyawa yang terdapat di dalam BCP dengan tulang tibia domba
yang telah diimplankan tersebut.
Pola XRD domba 3 sampel yang diimplan ke dalam tulang telah
berinteraksi dengan tulang tetapi tidak terdegradasi secara sempurna seperti
domba 2. Sampel domba 3 masih terdapat sedikit sisa BCP setelah proses invivo
selesai, sehingga didapatkan pola XRD yang hampir menyerupai domba kontrol
tetapi puncak yang dihasilkan domba 3 belum menyerupai domba kontrol karena
sampel tidak terdegradasi menyeluruh.
Pola XRD domba normal mempunyai pola amorf yang sama seperti pola
XRD tulang manusia, karena domba normal adalah domba yang tidak diimplan
ataupun diberi perlakuan seperti domba kontrol. Hal inilah yang menyebabkan
hasil karakterisasi XRD domba kontrol dan domba normal memiliki pola yang
berbeda.
(A)
(B)
2θ (derajat)
Gambar 2 Pola XRD: (A) domba kontrol (B) domba normal
Pola XRD pada domba normal menghasilkan pola amorf yang sesuai
dengan pola XRD tulang, sedangkan pola XRD domba kontrol tidak
menghasilkan pola amorf. Domba kontrol tidak diberikan implan hanya saja diberi
perlakuan berupa di bor tulangnya saja. Hasil XRD domba kontrol menyatakan
pola yang terbentuk terdapat kristalin, hal tersebut jauh berbeda dengan hasil
XRD domba normal dikarenakan domba kontrol awalnya diberi luka berupa
bolongan bekas bor, lalu tulang domba kontrol melakukan proses penyembuhan
sendiri, sehingga didapatkan hasil pola XRD berupa puncak-puncak yang
kemudian menjadi amorf.
Karakterisasi FTIR dilakukan guna untuk mengetahui gugus fungsi dari
senyawa BCP. Karakterisasi FTIR dilakukan dengan cara mencampurkan dua
miligram sampel dengan 100 mg KBr, dibuat pelet lalu di IR dengan jangkauan
bilangan gelombang 4000-400 cm-1.6 Hasil karakterisasi dapat dilihat pada
Gambar 3 dan Gambar 4
7
OH
CO
OH
COO-
PO4
PO4
(A)
C≡C
OH
PO4
CH
OH
C≡C
C-O
CO32C=O
(C)
PO4
PO4
PO4
OH
OH
(D)
CH
C≡C
C=O
CO32- PO
4
OH
OH
(E)
C=O
Transmitansi (%)
CH
(B)
CO32-
C≡C
CH
OH
CO32- C-O
C=O
PO4
Bilangan gelombang (cm-1)
Gambar 3 Pola FTIR sampel BCP: (A) domba sebelum (B) domba 1 (C) domba 2
(D) domba 3 (D) domba kontrol
8
Berdasarkan Gambar 3 dapat diketahui bahwa sampel BCP sebelum
diimplan mempunyai gugus fungsi hidroksil (OH) pada bilangan gelombang 3456
cm-1 yang berkaitan dengan hidrogen, gugus CO pada bilangan gelombang 2345
cm-1 yang di dapatkan dari senyawa yang terdapat pada tulang dan menyebabkan
sampel terdapat AKAB (Apatit Karbonat tipe-B). Gugus COO- pada bilangan
gelombang 1605 cm-1 yang berasal dari alginat, gugus PO4 asimetri stretching
pada bilangan gelombang 1049 cm-1 dan PO4 asimetri bending pada bilangan
gelombang 571 cm-1.
Sampel BCP setelah diimplan menunjukkan banyaknya interaksi antar
implan dan tulang, seperti yang terlihat pada pola FTIR sampel BCP domba 1,
domba 2, dan domba 3 yang mempunyai gugus fungsi yang sama dan terjadi
sedikit perubahan bilangan gelombang. Sampel BCP domba 1 mempunyai gugus
OH stretching pada bilangan gelombang 3780 cm-1 dan 3441 cm-1, gugus fungsi
CH stretching pada bilangan gelombang 2942 cm-1 dan 2854 cm-1, gugus C≡C
pada bilangan gelombang 2361 cm-1, gugus C=O pada bilangan gelombang 1651
cm-1, gugus CO3 pada bilangan gelombang 1551 cm-1 yang menyebabkan sampel
terdapat AKAB (Apatit Karbonat tipe-B), gugus fungsi PO4 asimetri stretching
pada bilangan gelombang 1041 cm-1, gugus PO4 asimetri bending pada bilangan
gelombang 602 cm-1, 563 cm-1 dan 447 cm-1. BCP yang diimplan ke domba 2
mempunyai gugus fungsi OH stretching pada bilangan gelombang 3919 cm-1,
3780 cm-1 dan 3456 cm-1, gugus fungsi CH stretching pada bilangan gelombang
2932 cm-1, gugus fungsi C=O pada bilangan gelombang 1651 cm-1, gugus fungsi
CO3 pada bilangan gelombang 1651 cm-1 dan 864 cm-1 yang menyebabkan sampel
terdapat AKAB (Apatit Karbonat tipe-B), gugus fungsi PO4 bending pada
bilangan gelombang 602 cm-1. BCP yang diimplan ke domba-3 mempunyai gugus
fungsi OH stretching pada bilangang gelombang 3780 cm-1 dan 3472 cm-1, gugus
fungsi CH stretching pada bilangan gelombang 2916 cm-1 dan 2854 cm-1, gugus
fungsi C ≡ C pada bilangan gelombang 2129 cm-1, gugus fungsi C=O pada
bilangan gelombang 1636 cm-1, gugus fungsi CO3 pada bilangan gelombang 1435
cm-1, dan gugus fungsi PO4 asimetri stretching pada bilangan gelombang 1049
cm-1.
Gugus fungsi yang didapat dari hasil FTIR tulang domba yang diimplan
mengindikasikan bahwa sampel yang diimplan telah berinteraksi dengan senyawa
yang terdapat di dalam tulang yang dibuktikan dari perbandingan antara domba
yang diimplan dan domba kontrol (domba yang tidak diimplan). Senyawa yang
terdapat pada domba yang diimplan dan domba kontrol mempunyai gugus fungsi
yang sama yang mengindikasikan bahwa sampel BCP yang diimplan telah
menyerap ke dalam tulang domba dan bercampur dengan senyawa apatit tulang
domba itu sendiri.
9
120
100
CO3 CO
C=O
CH
(A)
80
C≡C
60
PO4
40
20
OH
4000
3600
0
3200
2800
2400
2000
1600
1200
800
400
120
100
(B)
OH
CH
C≡C
80
C=OCH
OH
PO4
CO3
Transmitansi (%)
OH
60
40
20
0
4000
3600
3200
2800
2400
2000
1600
1200
800
400
Bilangan gelombang (cm-1)
Gambar 4 Pola FTIR: (A) domba kontrol (B) domba normal
Terdapat Perbedaan gugus fungsi yang didapatkan dari tulang domba
kontrol maupun tulang domba normal yaitu gugus fungsi C-O pada pola FTIR
tulang domba kontrol. Tulang domba kontrol mempunyai gugus fungsi C-O pada
range bilangan gelombang 1000 – 1250 cm-1. Sedangkan, tulang domba normal
tidak terdeteksi bilangan gelombang dengan range tersebut.Pola FTIR tulang
domba kontrol mempunyai gugus fungsi OH stretching pada bilangan gelombang
3780 cm-1 dan 3502 cm-1, gugus fungsi CH stretching pada bilangan gelombang
2916 cm-1 dan 2854 cm-1, gugus fungsi C=O pada bilangan gelombang 1898 cm-1
dan 1666 cm-1, gugus fungsi CO3 pada bilangan gelombang 1558 cm-1 dan 1420
cm-1, gugus fungsi C-O pada bilangan gelombang 1250 cm-1, 1111 cm-1 dan 1018
cm-1, gugus fungsi CO3 pada bilangan gelombang 864 cm-1 yang terdapat
kandungan Apatit Karbonat tipe-B, dan gugus fungsi PO4 asimetri bending pada
bilangan gelombang 571 cm-1. Sedangkan, tulang domba normal mempunyai
gugus fungsi OH stretching pada bilangan gelombang 3780 cm-1 dan 3502 cm-1,
gugus CH stretching pada bilangan gelombang 2854 cm-1, gugus fungsi C=O pada
bilangan gelombang 1651 cm-1, gugus fungsi CH pada bilangan 1450 cm-1, gugus
fungsi CO3 pada bilangan gelombang 1340 cm-1 yang terdapat kandungan Apatit
Karbonat tipe-B, dan gugus fungsi PO4 bending pada bilangan gelombang 571
cm-1.
Hasil Pengujian BCP secara In vivo
Setelah dilakukan hasil pengamatan secara invivo didapatkan hasil yang
berbeda-beda di setiap masing-masing domba. Hal tersebut dapat dilihat dari
Tabel 2 dan Gambar 5
10
Tabel 2 Makroskopis BCP setelah diimplan
Sampel
Warna
Kondisi
BCP diimplan ke Domba 1
Putih
masih banyak terdapat sampel
BCP diimplan ke Domba 2
Putih
tidak tersisa sampel
BCP diimplan ke Domba 3
Putih
tersisa sedikit sampel
BCP kontrol
Putih
Tanpa diimplan dan bekas luka tertutup
sempurna
(A)
(B)
(C)
(D)
Gambar 5 Makroskopis sampel BCP: (A) domba 1 (B) domba 2
(C) domba 3 (D) domba kontrol
Gambar Makroskopis sampel BCP diambil menggunakan kamera iPad
dengan resolusi HD menunjukan perbedaan yang cukup signifikan. Perbedaan
yang dihasilkan dari setiap domba disebabkan oleh beberapa faktor, seperti faktor
lingkungan, usia, keadaan fisik dan kesehatan domba itu sendiri, Semakin baik
kondisi kesehatan domba maka akan semakin baik penyerapan sampel di dalam
tubuh. Hal ini dapat dilihat pada gambar makroskopis domba 2, dimana sampel
yang diimplan ke dalam tulang tibia mengalami penyerapan hampir sempurna
yaitu tidak tersisa sampel dikarenakan kondisi fisik dan kesehatan domba kedua
sangat baik, ini dibuktikan dari hasil panen domba ketika disembelih tidak
mengalami muntah dan tidak mengeluarkan kotoran seperti ketiga domba lainnya.
Hasil pengamatan selama 3 bulan material BCP dengan rasio 70% HA dan
30% β-TCP menunjukkan sifat biokompatibel, bioresorable, dan bioaktif pada
domba. Hal tersebut dibuktikan dari tersisanya sampel BCP yang diimplan ke
dalam tulang tibia domba, sampel menyerap ke dalam tulang dan menunjukkan
interaksi dengan senyawa-senyawa didalam tulang yang dibuktikan dari hasil
karakterisasi FTIR. Masih tersisanya sampel BCP setelah uji in vivo selesai
menunjukkan bahwa kurangnya waktu pengujian secara in vivo. Pada umumnya,
proses penyembuhan tulang adalah lebih dari 3 bulan atau 1 tahun tergantung
faktor usia makhluk hidup itu sendiri.
Unsur yang terdapat dari material BCP Berpori setelah diimplan
didapatkan dari identifikasi EDX. Sedangkan morfologi yang dihasilkan dari
material BCP berpori didapatkan dari identifikasi SEM. Hasil SEM-EDX material
BCP berpori dengan rasio 70% HA dan 30% β-TCP dapat dilihat dari Tabel 3 dan
Gambar 6.
11
Tabel 3 Kandungan unsur setelah diimplan
Unsur
C
O
Na
Al
P
Cl
K
Ca
Massa (%)
22.5
32.32
2
0.21
12.74
1.28
0.84
28.11
Hasil EDX menunjukkan bahwa sampel BCP setelah diimplan terdapat
unsur C, O, Na, Al, P, Cl, K, dan Ca. Hal ini menunjukkan bahwa sampel telah
berinteraksi dengan ion tubuh, dibuktikan dari terdeteksinya kandungan Na dari
alginate, kandungan C, Cl,K dan Al yang berasal dari ion tubuh.7 Hal ini
diperkuat dari hasil FTIR yang menunjukkan adanya CH dan CO3.
Gambar 6 Morfologi BCP setelah diimplan
Morfologi yang terdapat dari sampel BCP berpori dengan rasio 70% HA
dan 30% β-TCP menunjukkan bahwa sampel belum masuk ke sumsum tulang.
Hasil yang ditunjukkan pada gambar 6 menggambarkan hasil SEM yang sama
12
seperti hasil SEM sebelum nya. Hal ini dikarenakan rasio yang terdapat dari
material BCP itu sendiri yaitu lebih besarnya rasio HA dibandingkan β-TCP yang
cenderung menyebabkan lamanya suatu material dapat terserap dalam tubuh.
Selain itu juga, hasil SEM tersebut diujikan pada sampel domba 1 yang masih
terdapat banyak sisa implan setelah proses in vivo selesai yang menunjukkan
bahwa sampel belum sempat terdegradasi secara menyeluruh.
Tabel 4 Nilai kekerasan tulang tibia domba
Sampel
Tulang Domba ke-1
Tulang Domba ke-2
Tulang Domba ke-3
Tulang Domba Kontrol
`
Tulang Domba Normal
Spot
Terjauh implan
VHN (HV)
rata-rata
23.44
Terdekat implan
12.33
Terjauh implan
17.28
Terdekat implan
8.06
Terjauh implan
19.55
Terdekat implan
8.42
Terjauh implan
17.55
Terdekat implan
11.99
Terjauh implan
21.79
Terdekat implan
19.93
Micro Hardness Tester merupakan alat yang digunakan untuk mengukur
kekerasan tulang. Nilai kekerasan sampel diukur pada delapan atau enam titik
yang berbeda, dikarenakan keadaan permukaan sampel yang lebar dan sempit
menyebabkan nilai yang diukur mendapatkan titik yang berbeda disetiap
sampelnya. Pada pengukuran kekerasan tulang diukur berdasarkan titik terdekat
dan titik tejauh pada implan yang menunjukkan semakin besarnya nilai yang
terdapat dalam suatu tulang, maka semakin kuat matriks penyusun tulang tersebut.
13
Nilai kekerasan tulang pada titik terjauh lebih besar dari pada sampel titik terdekat
karena titik terjauh bukan merupakan daerah bekas pengimplanan berada. Titik
terdekat mempunyai nilai kekerasan lebih kecil dikarenakan bekas pengimplanan
masih belum tertutup sempurna. Hal ini disebabkan lamanya pengujian in vivo
yang hanya berlangsung singkat.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Karakterisasi BCP dengan rasio 70% HA dan 30% β-TCP dilakukan
dengan dua cara yaitu karakterisasi XRD dan FTIR yang menunjukkan bahwa
sampel BCP berpori telah berinteraksi dengan ion tubuh. Hal tersebut dibuktikan
dari hasil yang terdapat dari karakterisasi tersebut dimana telah terdapat senyawasenyawa tubuh. Terdegradasinya sampel BCP didalam tubuh menunjukkan
sampel bersifat biokompatibel, bioresobabel dan bioaktif. Karakterisasi sebelum
dan sesudah diimplan ke dalam tulang tibia domba di uji selama 90 hari,
kemudian diuji melalui SEM-EDX untuk mengetahui morfologi tulang yang telah
diimplan dan kandungan yang terdapat didalamnya. Kandungan tulang yang telah
diimplan meunjukkan adanya kandungan C, Cl, K dan Al yang berasal dari ion
tubuh. Kandungan Na didapatkan dari senyawa alginat. Uji vickers dilakukan
untuk mengetahui kekerasan tulang di daerah implan. Hasil vickers diidentifikasi
dari perbandingan daerah terdekat implan dan daerah terjauh implan. Nilai
kekerasan tulang pada titik terjauh memiliki nilai yang lebih tinggi dari titik
terdekat, karena titik terdekat merupakan tempat implan material BCP yang
menujukkan bahwa tempat pengimplanan masih belum tertutup secara sempurna.
Saran
Perlu adanya perbaharuan metode lain untuk mengetahui hasil uji in vivo
dengan material selain BCP, baik BCP berpori atau tanpa pori. Selain itu
pengujian in vivo dilakukan pada domba beragam jenis usia untuk mengetahui
sifat sampel yang akan diuji. Sampel untuk pengujian dapat berupa senyawa apatit
yang lebih baik dari senyawa Biphasic Calcium Phosphate Berpori, yaitu senyawa
apatit OCP (Okta Tri Calcium Phosphate).
14
DAFTAR PUSTAKA
1. Paradisa GA. Evaluasi Gambara Klinis Persembuhan Tulang Implan
Hidroksiapatit Kitosan (HA-Kitosan) dengan Hidroksiapatit Tri Kalsium
Fosfat (HA-TKF) Pada Domba Lokal (Ovis Aries) Sebagai Hewan Model
untuk Manusia [skripsi], Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor, 2010. hal 1
2. Balgies, Dewi, SU., Dahlan KA. Sintesis dan Karakterisasi Hidroksiapatit
Menggunakan Analisis X-Ray Diffraction. 2011.Prosiding Seminar
Nasional Hamburan Neutron dan Sinar-X ke 8
3. Pearce, AI., Richards, RG., Milz, S., Schneider, E., Pearce, SG. Animal
Models for Implan Biomaterial Research in Bone: A Review. European
Cells and Materials Vol.13. 2007, pp 1-10
4. E. Caroline Victoria and F. D. Gnanam, Synthesis and Characterisation of
Biphasic Calcium Phosphate. Trends in Biomaterials & Artificial Organs,
Vol. 16, No.1. 2002, pp 12-14
5. H. Rojbani, M. Nyan, K. Ohya and S. Kasugai, “Evalua- tion of the
Osteoconductivity of α-Tricalcium Phosphate, β-Tricalcium Phosphate,
and Hydroxyapatite Combined with or without Simvastatin in Rat
Calvarial Defect,” Journal of Biomedical Materials Research Part A, Vol.
98, No. 4, 2011, pp. 488-498.
6. Siregar HA. Sintesis Scaffold Hidroksiapatit dari Cangkang Telur Hijau
dengan Matriks Natrium Alginat dan Selulosa Bakteri Nata De Coco
[skripsi], Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor, 2014, hal 9-13
7. Bahar R, Arief A, Sukriadi. Daya Hambat Ekstrak Na-Alginat dari Alga
Coklat jenis Sargassum sp. Terhadap Proses Pengembangan Buah Mangga
dan Buah Jeruk. Indonesia Chimica Acia. 2012. Vol 5:2
8. Dhewi RT. Karakterisasi Biphasic Calcium Phosphate Sebelum dan
Sesudah Diimplan Pada Domba [skripsi], Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor. 2014, hal 8-10
9. Sugandi. Sintesis Hidroksiapatit Berpori dari Cangkang Telur Ayam
dengan Matriks Selulosa Nata De Coco dan Natrium Alginat [skripsi],
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. 2014, hal 10-14
10. Novialisa D. Characterization of Biphasics Calcium Phosphate with Ratio
70/30 Before and After Implaned into the bone’s sheep [skripsi], Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor. 2014, pp 8-9
15
Lampiran 1 Diagram Alir Penelitian
Mulai
Persiapan sampel
BCP berupa pellet
Pengujian In vivo
Karakterisasi BCP dengan
XRD, FTIR dan SEM-EDX
Uji kekuatan tulang
Analisis Data
Penyusuna laporan
Selesai
16
Lampiran 2 Dokumentasi Penelitian
(c) BCP Pellet
(d) FTIR
(e)
(f) SEM-EDX
(a) Domba-1
(e) Domba Kontrol
(a) Hardness Vickers
(b) XRD
(b) Domba-2
(d) Domba Normal
(c) Domba-3
17
Lampiran 3
1) Tabel Kekerasan Tulang
dr2
Sampel
d1
d2
dr
HVN
Domba-1
2.83
2.83
0.07075
2.88
2.8
0.071
0.005041
9.196588
2.49
1.49
0.04975
0.00247506
18.73084
2.46
2.48
0.06175
0.00381306 12.158206
1.86
1.86
0.0465
0.00216225 21.440629
1.86
1.86
0.0465
0.00216225 21.440629
1.77
1.77
0.04425
0.00195806 23.676466
1.69
1.61
0.04125
0.00170156 27.245546
Sampel
d1
d2
dr
Domba-2
3.3
3.3
0.0825
0.00680625 6.8113866
3.15
3.15
0.07875
0.00620156 7.4755354
3.1
3.1
0.0775
0.00600625 7.7186264
2.69
2.69
0.06725
0.00452256 10.250826
2.35
2.35
0.05875
0.00345156 13.431598
2.04
2.08
0.0515
0.00265225 17.479499
2
2
0.05
1.94
1.94
0.0485
Sampel
d1
d2
dr
Domba-3
3.18
3.18
0.0795
3.12
3.12
0.078
0.006084
7.6199869
2.91
2.91
0.07275
0.00529256
8.759462
2.72
2.72
0.068
0.004624
10.025952
2.43
2.43
0.06075
0.00369056 12.561771
1.9
1.9
0.0475
0.00225625 20.547368
1.89
1.89
0.04725
0.00223256 20.765376
1.81
1.68
0.043625 0.00190314 24.359734
0.00500556 9.2616964
dr2
0.0025
HVN
18.544
0.00235225 19.708789
dr2
HVN
0.00632025 7.3351529
18
Sampel
d1
d2
Dr
dr2
HVN
Domba Kontrol
2.65
2.85
0.06875
0.004727
9.808397
2.65
2.65
0.06625
0.004389
10.56262
2.44
2.44
0.061
0.003721
12.45902
2.21
2.21
0.05525
0.003053
15.18724
2.21
2.21
0.05525
0.003053
15.18724
2.06
2.05
0.051375
0.002639
17.56466
2.02
2.02
0.0505
0.00255
18.17861
1.96
1.96
0.049
0.002401
19.30862
Sampel
Domba Normal
d1
d2
dr
dr2
HVN
1.99
1.99
0.04975
0.002475
18.73084
1.9
1.9
0.0475
0.002256
20.54737
1.9
1.9
0.0475
0.002256
20.54737
1.9
1.9
0.0475
0.002256
20.54737
1.86
1.86
0.0465
0.002162
21.44063
1.78
1.78
0.0445
0.00198
23.41119
19
2) Nilai Kekerasan Tulang
Sampel
Tulang Domba ke-1
Spot
Terjauh implan
Terdekat implan
Tulang Domba ke-2
Terjauh implan
Terdekat implan
Tulang Domba ke-3
Terjauh implan
Terdekat implan
Tulang Domba
Kontrol
`
Terjauh implan
Terdekat implan
Tulang Domba
Normal
Terjauh implan
Terdekat implan
VHN (HV)
21.44
21.44
23.67
27.24
9.19
9.26
12.15
18.73
13.43
17.47
18.54
19.7
6.81
7.47
7.71
10.25
12.56
20.54
20.76
24.35
7.33
7.61
8.75
10.02
15.18
17.56
18.17
19.3
9.8
10.56
12.45
15.18
20.54
21.44
23.41
18.73
20.54
20.54
VHN
(HV)
rata-rata
23.44
12.33
17.28
8.06
19.55
8.42
17.55
11.99
21.79
19.93
20
Lampiran 4 Perhitungan Derajat Kristalinitas
Contoh : Sampel BCP pada domba-3
Intensitas (cacahan)
Puncak Kristalin
2θ (derajat)
Intensitas (cacahan)
Puncak Kristalin+Amorf
2θ (derajat)
Perhitungan:
Luas Fraksi = FWHM (derajat)
Height (cacahan)
Total Luas Fraksi Kristalin = 195.0808
Total Luas Frsksi Amorf + Kristalin = 852.7573
21
Luas Fraksi Kristalin
Derajat Kristalinitas = Luas Fraksi Amorf + Luas Fraksi Kristalin
Derajat Kristalinitas = 22.87647
Lampiran 5 Pola FTIR
Domba sebelum
Domba-1
Domba-2
100%
22
Domba-3
Domba Kontrol
Domba Normal
23
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 24
Maret 1994 dari pasangan Bapak Usman Effendi dan Ibu
Nyayu Maimunah. Penulis adalah puteri kelima dari lima
bersaudara. Pada tahun 2005, penulis menyelesaikan sekolah
dasar di SDN 101 Palembang, menyelesaikan pendidikan
Sekolah Menengah Pertama pada tahun 2008 di SMP Patra
Mandiri 1 dan tahun 2011 penulis lulus dari SMA Patra
Mandiri 1 Palembang dan pada tahun yang sama penulis lulus
seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB
(USMI) dan diterima di Departemen Fisika, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam organisasi kemahasiswaan
sebagai Bendahara divisi Minat dan Bakat (HIMAFI) IPB 2012-2013, Dewan Asrama
A4 TPB IPB, mengikuti berbagai kepanitaan organisasi mahasiswa FMIPA IPB.
Penerima dana hibah oleh DIKTI dalam Program Kreativitas Mahasiswa (PKM)
tahun 2014. Freelancer Kementrian Kesejahteraan RI sebagai entry data Program
Keluarga Harapan 2013. Pada tahun 2015 Penulis mendapatkan kesempatan
menghadiri acara ASEAN Workshop X-Ray Spectroscopy di Nakhon Ratchasima,
Thailand.
BERPORI SEBELUM DAN SESUDAH DIIMPLAN KE
TULANG DOMBA
ASMARETA PANCA MARIAH
DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakterisasi Biphasic
Calcium Phosphate Berpori Sebelum dan Sesudah Diimplan ke Tulang Domba
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2015
Asmareta Panca Mariah
NIM G74110028
ABSTRAK
ASMARETA PANCA MARIAH. Karakterisasi Biphasic Calcium Phosphate
Berpori Sebelum dan Sesudah diimplan ke Tulang Domba. Dibimbing oleh
KIAGUS DAHLAN.
Biphasic Calcium Phosphate Berpori merupakan biomaterial yang
digunakan untuk pengimplanan tulang yang terdiri dari campuran HA, β-TCP dan
alginat. BCP yang digunakan adalah senyawa apatit yang bersifat biokompatibel,
bioresorbable, dan bioaktif. BCP yang diimplan menggunakan rasio 70% HA dan
30% β-TCP. BCP tersebut diujikan pada 4 ekor domba ovis aries. Dimana 3 ekor
domba merupakan domba uji, sedangkan 1 ekor domba berperan sebagai domba
kontrol. Domba uji ialah domba yang diberi implan sedangkan domba kontrol
ialah domba yang tidak diberi implan. 4 ekor domba tersebut diuji selama 90 hari.
Setiap hari ke-10, 20 dan 30 pemeliharaan domba dilakukan guna untuk evaluasi
kondisi hewan, pengamatan bentuk,tingkat degradasi implan, ikatan antara implan
dengan tulang dan pertumbuhan tulang baru ke dalam implan. Setelah 90 hari,
tulang domba yang diimplankan BCP Berpori maupun sebagai kontrol
dikarakterisasi melalui analisis XRD, FTIR, SEM-EDX dan Uji kekerasan tulang.
Kata kunci: BCP Berpori, β-TCP, HA, implan
ABSTRACT
ASMARETA PANCA MARIAH. Karakterisasi Biphasic Calcium Phosphate
Berpori Sebelum dan Sesudah diimplan ke Tulang Domba. Dibimbing oleh
KIAGUS DAHLAN.
Biphasic Calcium Phosphate Porous is biomaterial used for bone
implaned consisting of a mixture of HA, β-TCP and alginate. BCP consist from
apatite compounds that are biocompatible, bioresorbable, and bioactive. BCP
were implaned using a ratio of 70% HA and 30% β-TCP. The BCP was tested in
four sheep ovis aries. Where three sheep are the sheep test, and one sheep as the
control sheep. Test sheeps were given implans whereas control sheep was not
given the implan. That four sheep were tested for 90 days. Every 30, 60 and 90
day sheep were breeding done in order to evaluate the condition of the animal,
observation forms, the level of degradation of the implan, the bond between the
implan with bone and new bone growth into the implan. After 90 days, the bone’s
sheep were implaned as well as the control of BCP or Scaffold will be
characterized by XRD, FTIR, SEM-EDX analysis and bone hardness test.
Keywords: BCP Porous, β-TCP, HA, implant
KARAKTERISASI BIPHASIC CALCIUM PHOSPHATE
BERPORI SEBELUM DAN SESUDAH DIIMPLAN KE
TULANG DOMBA
ASMARETA PANCA MARIAH
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Fisika
DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT dan shalawat serta salam
semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Berkat rahmat dan
hidayah Allah SWT, penulis dapat menyelesaikan usulan penelitian yang berjudul
“Karakterisasi Biphasic Calsium Phosphate Berpori Sebelum dan Sesudah
Diimplankan ke Tulang Domba”. Tanpa bantuan dari orang lain, tidak mungkin
karya ilmiah ini dapat diselesaikan dengan baik, penulis mengucapkan
terimakasih kepada:
1. Ibu, Ayah, Cek Eko, Ak Anca, Ak Andi, Yuk Novi, Nyai Na dan Yai
Cik yang selalu memberikan dukungan moril,inspirasi dan kasih
sayang kepada penulis.
2. Bapak Dr. Kiagus Dahlan yang telah memberikan bimbingan, motivasi
serta pengetahuannya kepada penulis.
3. Bapak Drs. Moh. Nur Indro, M.Sc, Bapak Ardian Arif, S.Si, M.Si,
Bapak Erus Rustami M.Si, dan Ibu Dr. Yessie Widya Sari, M.Si selaku
penguji dan pembimbing yang telah memberikan saran, kritik dan
motivasi kepada penulis.
4. Bapak Dr. Husin Alatas selaku pembimbing akademik.
5. Seluruh Dosen Pengajar, dan seluruh staf di Departemen Fisika
FMIPA IPB (Bapak Bambang, Bapak Tony, Bapak Firman, Bapak
Jun).
6. Sahabat (Sri, Iim, Nadia), Partner penelitian saya (Maimuna), serta
teman-teman biomaterial (Dena, Tisa, Kadek, Yuja, Jabal dan Arbay)
yang selalu berbagi keceriaan dan canda tawanya.
7. Keluarga Besar Fisika 48, Fisika 47 dan Fisika 49
8. Kak Ryan Sugihakim yang telah memberikan doanya.
9. Keluarga Besar IKAMUSI 48, dan teman-teman Kost Pondok NN
(Mba Bule, Uni Elin, Mba Aul, Mba Rizka, Endeh, Imas, Ghina,
Venta) yang telah memberikan keceriaan.
10. Semua pihak yang belum disebutkan penulis mengucapkan
terimakasih.
Keterbatasan manusia membuat penulis merasa perlu kritik dan saran dari
rekan-rekan agar penelitian yang direncanakan dapat berjalan dengan baik dan
selesai tepat waktu. Semoga usulan penelitian ini bermanfaat bagi semuanya.
Bogor, Maret 2015
Asmareta Panca Mariah
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
1
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
Ruang Lingkup Penelitian
2
METODE
2
Bahan
3
Alat
3
Pengambilan Sampel BCP Berpori
3
Pengujian BCP secara in vivo
3
HASIL DAN PEMBAHASAN
4
Hasil Karakterisasi BCP
4
Pengujian BCP secara In vivo
9
SIMPULAN DAN SARAN
13
Simpulan
13
Saran
13
DAFTAR PUSTAKA
14
LAMPIRAN
15
RIWAYAT HIDUP
23
DAFTAR TABEL
Derajat kristalinitas BCP sebelum dan sesudah diimplan .................................. 4
Makroskopis BCP setelah diimplan .................................................................. 10
Kandungan unsur setelah diimplan ................................................................... 11
Nilai kekerasan tulang tibia domba .................................................................. 12
DAFTAR GAMBAR
Pola XRD sampel BCP: (A) domba sebelum (B) domba 1 (C) domba 2
(D) domba 3 (E) domba kontrol
Pola XRD (A) domba kontrol (B) domba normal
Pola FTIR sampel BCP: (A) domba sebelum (B) domba 1 (C) domba 2
(D) domba 3 (E) domba kontrol
Pola FTIR: (A) domba kontrol (B) domba normal
Makroskopis sampel BCP: (A) domba 1 (B) domba 2 (C) domba 3 (D)
domba kontrol
Morfologi sampel BCP setelah diimplan
5
6
7
9
10
11
DAFTAR LAMPIRAN
Diagram Alir Penelitian
Dokumentasi Penelitian
Tabel Kekerasan Tulang
Perhitungan Derajat Kristalinitas
Pola FTIR
15
16
17
20
21
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Implan tulang merupakan penempatan tulang baru atau material pengganti
untuk membantu proses penyembuhan tulang yang rusak atau fraktur.1 Jika
didefinisikan sebagai material implan tulang yang ideal, material harus bersifat
biokompatibel yaitu dapat bertahan terhadap perubahan selama pemakaian bahan
itu dilingkungan tubuh, bertahan terhadap korosi dan tidak menimbulkan
penolakan dari jaringan tubuh.2 Selain itu, material yang digunakan untuk implan
harus bersifat bioaktif yang mempunyai kemampuan untuk merangsang
pertumbuhan tulang baru di sekitar implan.
Biphasic calcium phosphate (BCP) yang terdiri dari HA/β-TCP adalah
salah satu material yang sering digunakan di bidang implan tulang. Hidroksiapatit
adalah material keramik yang digunakan sebagai material yang baik untuk tulang
karena bersifat bioaktif.2 Hidroksiapatit dianggap sebagai bahan yang ideal untuk
pengganti tulang karena kesamaan dengan mineral tulang dan sifat
osteokonduktifnya. Akan tetapi, hidroksiapatit bersifat nonresorbable dan bioinert yaitu sifat kurang larut dalam air.3 Sedangkan β-TCP menunjukkan
biodegradasi yang cepat.4 Oleh karena itu, kombinasi dari HA dengan β-TCP akan
memberikan materi osteokonduktif dengan reaktivitas tinggi dan biodegradasi
yang lebih baik.
Pada penelitian ini BCP yang digunakan adalah BCP dengan rasio 70%
HA dan 30% β-TCP. BCP ditambahkan pori yang terbuat dari alginat agar
material BCP dapat terdegradasi dengan cepat ketika diimplankan ke tubuh. BCP
diimplankan pada empat domba lokal (ovis aries) yang berumur masing-masing 2
tahun. Material BCP yang telah diimplankan ke dalam tulang tibia kiri domba
akan dilihat proses pembentukan tulangnya yang baru selama 90 hari melalui
analisis XRD, FTIR, dan SEM-EDX.
Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang, perumusan masalah penelitian ini
adalah:
1. Bagaimana karakteristik BCP Berpori melalui karakterisasi XRD, FTIR, dan
SEM-EDX sebelum diimplankan ke tulang domba.
2. Bagaimana karakteristik BCP Berpori melalui karakterisasi XRD, FTIR, dan
SEM-EDX setelah diimplankan ke tulang domba.
3. Bagaimana kekerasan tulang domba setelah diimplankan pada domba tersebut.
4. Bagaimana kandungan dan morfologi tulang domba setelah diimplankan BCP
Berpori dengan rasio 70% HA dan 30% β-TCP.
2
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1.
Karakterisasi BCP berpori dengan rasio 70% HA dan 30% β-TCP tersebut
melalui analisis XRD, FTIR, dan SEM-EDX sebelum BCP berpori
diimplankan ke tulang domba.
2.
Karakterisasi BCP berpori dengan rasio 70% HA dan 30% β-TCP tersebut
melalui analisis XRD, FTIR, dan SEM-EDX sesudah BCP berpori
diimplankan ke tulang domba.
3.
Menguji kekerasan tulang setelah BCP diimplankan ke dalam tulang
domba.
4.
Melihat proses penyembuhan tulang dan pembentukan tulang yang baru
melalui karakterisasi XRD, FTIR dan SEM-EDX.
Manfaat Penelitian
BCP berpori dengan rasio 70% HA dan 30% β-TCP yang diimplankan ke
tulang domba bermanfaat untuk proses penyembuhan tulang yang akan
menghasilkan BCP yang bersifat bioaktif, biokompatibel, terdegradasi dengan
baik, serta terbentuknya tulang yang baru secara cepat.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian ini adalah membuat suatu bahan material
biokeramik yang dapat terdegradasi dengan baik di dalam tulang yang telah
diimplankan dan dapat dimanfaatkan dalam bidang kesehatan.
METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan dari bulan Juli 2014 sampai Januari 2015 yang
bertempat di:
1.
Laboratorium Biofisika Material, Departemen Fisika Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam, Kampus IPB Darmaga.
2.
Laboratorium Bedah dan Radiologi Fakultas Kedokteran Hewan IPB
Darmaga untuk operasi dan kontrol domba.
3.
Laboratorium Analisis Bahan IPB untuk Karakterisasi XRD, dan FTIR.
4.
BATAN Serpong untuk Uji Kekerasan Tulang dan SEM-EDX.
3
Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah cangkang telur ayam,
H3PO4, CaCl2, (NH4)2HPO4, aquabides, aquades, alginat, zylazine, antropin,
ketamin, fluxin. entrofluxaxin. Hewan percobaan yang digunakan domba lokal
yang berjumlah 4 ekor dengan umur 2 tahun dan berat badan ± 29 kg (ratarata 28,75±1,04).
Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitik, labu
takar, elenmayer, furnace, gelas piala, kertas saring, buret, magnetic stirrer, pipet
tetes, hot plate, alumunium foil, XRD, FTIR, SEM-EDX, Vickers, alat bedah dan
alat suntik.
Pengambilan Sampel Biphasic Calcium Phosphate Berpori
Pengambilan sampel BCP Berpori dengan rasio 70% HA dan 30% β–TCP
oleh Hamdila, 2015 yang kemudian akan diimplankan kedalam tulang tibia kiri
domba. Sebelum proses operasi BCP melalui sintesis terlebih dahulu. Sintesis
BCP dimulai dari pencampuran HA dan β–TCP (rasio 70/30). BCP yang
digunakan ialah BCP berpori yang dapat dilakukan dengan menggunakan bahan
porogen salah satunya yaitu alginat. Sintesis BCP dimulai dari pembuatan HA dan
β–TCP. Sintesis BCP Berpori tersebut dibuat dalam bentuk pelet karena
penggunaannya secara in vivo. HA dan β–TCP tersebut distiring selama 30 menit
dengan kecepatan putar 300 rpm lalu dikeringkan dengan furnace pada suhu
110oC selama 5 jam. Kemudian setelah itu sintesis BCP/alginat dengan metode
freeze drying, BCP dipreparasi dengan mencampur serbuk alginat ke dalam
larutan BCP dengan rasio 70/30. Pencampuran tersebut dilakukan menggunakan
magnetic stirrer dengan kecepatan putar 300 rpm selama 1 jam pada suhu kamar
dan dihomogenisasi dengan kecepatan putar 600 rpm. Selanjutnya, larutan
crosslink CaCl2 0,03M ditambahkan ke dalam campuran BCP/alginat dan
dilakukan homogenisasi kembali sehingga berbentuk gel. Gel BCP/alginat yang
dihasilkan pada proses tersebut kemudian di cetak di dalam plat kultur 48-well
dan didiamkan selama 1 jam sehingga menjadi polimerisasi sempurna.
Pembekuan gel BCP/alginat dilakukan di freezer selama satu malam dan
dilanjutkan dengan pengeringan beku menggunakan freezer dryer sehingga
BCP/alginat berbentuk pellet. BCP berpori yang telah dalam bentuk pellet
dikarakterisasi melalui analisis XRD, FTIR, SEM-EDX.
Pengujian BCP secara In vivo
BCP berpori (rasio 70% HA dan 30% β–TCP) diimplankan ke dalam
tulang tibia kiri domba. Sebelum operasi, domba diberi obat bius menggunakan
zylazine, antropin, dan ketamine. Setelah domba terbius, tulang tibia kiri domba
dibor menggunakan bor tulang. Kemudian dimasukkan implan BCP berpori
dengan rasio 70/30 ke dalam tulang tibia kiri yang telah dibor tadi. Domba yang
4
digunakan ialah empat domba lokal yang masing-masing berumur 2 tahun. Tiga
ekor domba lokal tersebut diberi perlakuan yaitu diimplankan BCP berpori ke
dalam tulang tibia, berbeda dengan satu ekor domba lokal lainnya karena sebagai
domba kontrol yang tidak diberi perlakuan apa-apa. Selama 90 hari domba
dipelihara dalam lingkungan kandang dengan sirkulasi udara, pencahayaan dan
temperatur yang baik. Pemeliharaan domba dilakukan selama 10, 30, 60 dan
sehari sebelum 90 hari guna untuk evaluasi kondisi hewan, pengamatan bentuk,
tingkat degradasi implan, ikatan antara implan dengan tulang dan pertumbuhan
tulang baru ke dalam implan. Setelah 90 hari, tulang domba yang diimplan BCP
Berpori dan tulang yang tidak diimplan (kontrol) dikarakterisasi melalui analisis
XRD, FTIR, SEM-EDX dan Uji kekerasan tulang.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Karakterisasi BCP
Karakterisasi BCP Berpori dilakukan melalui 2 cara yaitu karakterisasi
melalui XRD (X-Ray Diffraction) dan karakterisasi melalui FTIR (Fourier
Transform Infra Red). Karakterisasi XRD dilakukan guna mengetahui derajat
kristalinitas suatu material BCP. Sedangkan, karakterisasi FTIR dilakukan guna
megetahui gugus fungsi suatu material yang dihasilkan. Pada karakterisasi XRD,
pola yang dihasilkan diolah menggunakan software Powder-X untuk mendapatkan
nilai derajat kristalinitasnya. Sehingga didapatkan nilai derajat kristalinitasnya
seperti pada Tabel 1.
Tabel 1 Derajat kristalinitas BCP sebelum dan sesudah diimplan
Kode Sampel
Keterangan
Kristalinitas (%)
A
BCP sebelum diimplan
27.61419
B
BCP domba-1
(setelah diimplan)
BCP domba-2
(setelah diimplan)
BCP domba-3
(setelah diimplan)
Tulang domba kontrol
(tanpa implan)
30.89558
C
D
E
72.52578
22.87647
48.43571
Derajat kristalinitas merupakan tingkat keteraturan penempatan atom-atom
dalam unit sel dan kisi kristal. Apabila tingkat kristalinitas tinggi maka semakin
teratur susunan atom dalam bahan tersebut.5 Derajat kristalinitas BCP yang
dihasilkan mempunyai derajat kristalinitas yang rendah yaitu dibawah 80%, hal
ini menunjukkan bahwa sampel BCP baik yang sebelum diimplan atau yang
sesudah diimplan memiliki ketidakteraturan struktur atom penyusunnya. Setelah
5
nilai kristalinitas didapatkan, maka pola XRD juga dapat terbentuk. Pola XRD
yang dihasilkan menunjukkan tinggi rendahnya derajat kristalinitas. Pola XRD
yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 1.
(A)
Intensitas (cacahan)
(B)
(C)
(D)
(E)
2θ (derajat)
Gambar 1 Pola XRD sampel BCP: (A) domba sebelum (B) domba 1 (C)
domba 2 (D) domba 3 (E) domba kontrol
Kehadiran fase amorf dalam jaringan keras seperti tulang menunjukkan
bahwa pembentukkan kristal apatit didahului oleh pembentukkan kristal non apatit.
Pada Gambar 1 dihasilkan sampel BCP sebelum dengan pola amorf dan kristalin
dikarenakan rasio BCP/alginat adalah 70/30. BCP menghasilkan pola kristalin
sedangkan alginat menghasilkan pola amorf yang menyebabkan pola XRD yang
didapat ialah hasil amorf dan kristalin. Pada sampel domba 1 pola yang dihasilkan
hampir menyerupai pola XRD sampel sebelum diimplan, puncak-puncak yang
dihasilkan hampir sama. Hal ini disebabkan BCP yang diimplan pada domba 1
belum terdegradasi sempurna pada saat pengujian in vivo yang dibuktikan dari
pasca panen domba, dimana BCP yang diimplankan pada tulang tibia domba
masih banyak terdapat sisa.
Pada sampel domba 2 pola yang terbentuk adalah kristalin. Pola kristalin
yang dihasilkan menunjukkan bahwa sampel telah berinteraksi dan terdegradasi
secara menyeluruh di dalam tulang. Hal ini dibuktikan dari nilai derajat
kristalinitas yang tinggi. Semakin tinggi nilai derajat kristalinitas maka semakin
6
Intensitas (cacahan)
cepat proses penyerapan senyawa apatit yang diimplankan ke tulang tibia domba
tersebut. Pola XRD domba 2 mempunyai pola yang hampir sama dengan pola
XRD domba kontrol. Hanya saja pada range sudut 30o peak yang dihasilkan
domba 2 tidak begitu tinggi seperti domba kontrol karena menunjukkan
berinteraksinya senyawa yang terdapat di dalam BCP dengan tulang tibia domba
yang telah diimplankan tersebut.
Pola XRD domba 3 sampel yang diimplan ke dalam tulang telah
berinteraksi dengan tulang tetapi tidak terdegradasi secara sempurna seperti
domba 2. Sampel domba 3 masih terdapat sedikit sisa BCP setelah proses invivo
selesai, sehingga didapatkan pola XRD yang hampir menyerupai domba kontrol
tetapi puncak yang dihasilkan domba 3 belum menyerupai domba kontrol karena
sampel tidak terdegradasi menyeluruh.
Pola XRD domba normal mempunyai pola amorf yang sama seperti pola
XRD tulang manusia, karena domba normal adalah domba yang tidak diimplan
ataupun diberi perlakuan seperti domba kontrol. Hal inilah yang menyebabkan
hasil karakterisasi XRD domba kontrol dan domba normal memiliki pola yang
berbeda.
(A)
(B)
2θ (derajat)
Gambar 2 Pola XRD: (A) domba kontrol (B) domba normal
Pola XRD pada domba normal menghasilkan pola amorf yang sesuai
dengan pola XRD tulang, sedangkan pola XRD domba kontrol tidak
menghasilkan pola amorf. Domba kontrol tidak diberikan implan hanya saja diberi
perlakuan berupa di bor tulangnya saja. Hasil XRD domba kontrol menyatakan
pola yang terbentuk terdapat kristalin, hal tersebut jauh berbeda dengan hasil
XRD domba normal dikarenakan domba kontrol awalnya diberi luka berupa
bolongan bekas bor, lalu tulang domba kontrol melakukan proses penyembuhan
sendiri, sehingga didapatkan hasil pola XRD berupa puncak-puncak yang
kemudian menjadi amorf.
Karakterisasi FTIR dilakukan guna untuk mengetahui gugus fungsi dari
senyawa BCP. Karakterisasi FTIR dilakukan dengan cara mencampurkan dua
miligram sampel dengan 100 mg KBr, dibuat pelet lalu di IR dengan jangkauan
bilangan gelombang 4000-400 cm-1.6 Hasil karakterisasi dapat dilihat pada
Gambar 3 dan Gambar 4
7
OH
CO
OH
COO-
PO4
PO4
(A)
C≡C
OH
PO4
CH
OH
C≡C
C-O
CO32C=O
(C)
PO4
PO4
PO4
OH
OH
(D)
CH
C≡C
C=O
CO32- PO
4
OH
OH
(E)
C=O
Transmitansi (%)
CH
(B)
CO32-
C≡C
CH
OH
CO32- C-O
C=O
PO4
Bilangan gelombang (cm-1)
Gambar 3 Pola FTIR sampel BCP: (A) domba sebelum (B) domba 1 (C) domba 2
(D) domba 3 (D) domba kontrol
8
Berdasarkan Gambar 3 dapat diketahui bahwa sampel BCP sebelum
diimplan mempunyai gugus fungsi hidroksil (OH) pada bilangan gelombang 3456
cm-1 yang berkaitan dengan hidrogen, gugus CO pada bilangan gelombang 2345
cm-1 yang di dapatkan dari senyawa yang terdapat pada tulang dan menyebabkan
sampel terdapat AKAB (Apatit Karbonat tipe-B). Gugus COO- pada bilangan
gelombang 1605 cm-1 yang berasal dari alginat, gugus PO4 asimetri stretching
pada bilangan gelombang 1049 cm-1 dan PO4 asimetri bending pada bilangan
gelombang 571 cm-1.
Sampel BCP setelah diimplan menunjukkan banyaknya interaksi antar
implan dan tulang, seperti yang terlihat pada pola FTIR sampel BCP domba 1,
domba 2, dan domba 3 yang mempunyai gugus fungsi yang sama dan terjadi
sedikit perubahan bilangan gelombang. Sampel BCP domba 1 mempunyai gugus
OH stretching pada bilangan gelombang 3780 cm-1 dan 3441 cm-1, gugus fungsi
CH stretching pada bilangan gelombang 2942 cm-1 dan 2854 cm-1, gugus C≡C
pada bilangan gelombang 2361 cm-1, gugus C=O pada bilangan gelombang 1651
cm-1, gugus CO3 pada bilangan gelombang 1551 cm-1 yang menyebabkan sampel
terdapat AKAB (Apatit Karbonat tipe-B), gugus fungsi PO4 asimetri stretching
pada bilangan gelombang 1041 cm-1, gugus PO4 asimetri bending pada bilangan
gelombang 602 cm-1, 563 cm-1 dan 447 cm-1. BCP yang diimplan ke domba 2
mempunyai gugus fungsi OH stretching pada bilangan gelombang 3919 cm-1,
3780 cm-1 dan 3456 cm-1, gugus fungsi CH stretching pada bilangan gelombang
2932 cm-1, gugus fungsi C=O pada bilangan gelombang 1651 cm-1, gugus fungsi
CO3 pada bilangan gelombang 1651 cm-1 dan 864 cm-1 yang menyebabkan sampel
terdapat AKAB (Apatit Karbonat tipe-B), gugus fungsi PO4 bending pada
bilangan gelombang 602 cm-1. BCP yang diimplan ke domba-3 mempunyai gugus
fungsi OH stretching pada bilangang gelombang 3780 cm-1 dan 3472 cm-1, gugus
fungsi CH stretching pada bilangan gelombang 2916 cm-1 dan 2854 cm-1, gugus
fungsi C ≡ C pada bilangan gelombang 2129 cm-1, gugus fungsi C=O pada
bilangan gelombang 1636 cm-1, gugus fungsi CO3 pada bilangan gelombang 1435
cm-1, dan gugus fungsi PO4 asimetri stretching pada bilangan gelombang 1049
cm-1.
Gugus fungsi yang didapat dari hasil FTIR tulang domba yang diimplan
mengindikasikan bahwa sampel yang diimplan telah berinteraksi dengan senyawa
yang terdapat di dalam tulang yang dibuktikan dari perbandingan antara domba
yang diimplan dan domba kontrol (domba yang tidak diimplan). Senyawa yang
terdapat pada domba yang diimplan dan domba kontrol mempunyai gugus fungsi
yang sama yang mengindikasikan bahwa sampel BCP yang diimplan telah
menyerap ke dalam tulang domba dan bercampur dengan senyawa apatit tulang
domba itu sendiri.
9
120
100
CO3 CO
C=O
CH
(A)
80
C≡C
60
PO4
40
20
OH
4000
3600
0
3200
2800
2400
2000
1600
1200
800
400
120
100
(B)
OH
CH
C≡C
80
C=OCH
OH
PO4
CO3
Transmitansi (%)
OH
60
40
20
0
4000
3600
3200
2800
2400
2000
1600
1200
800
400
Bilangan gelombang (cm-1)
Gambar 4 Pola FTIR: (A) domba kontrol (B) domba normal
Terdapat Perbedaan gugus fungsi yang didapatkan dari tulang domba
kontrol maupun tulang domba normal yaitu gugus fungsi C-O pada pola FTIR
tulang domba kontrol. Tulang domba kontrol mempunyai gugus fungsi C-O pada
range bilangan gelombang 1000 – 1250 cm-1. Sedangkan, tulang domba normal
tidak terdeteksi bilangan gelombang dengan range tersebut.Pola FTIR tulang
domba kontrol mempunyai gugus fungsi OH stretching pada bilangan gelombang
3780 cm-1 dan 3502 cm-1, gugus fungsi CH stretching pada bilangan gelombang
2916 cm-1 dan 2854 cm-1, gugus fungsi C=O pada bilangan gelombang 1898 cm-1
dan 1666 cm-1, gugus fungsi CO3 pada bilangan gelombang 1558 cm-1 dan 1420
cm-1, gugus fungsi C-O pada bilangan gelombang 1250 cm-1, 1111 cm-1 dan 1018
cm-1, gugus fungsi CO3 pada bilangan gelombang 864 cm-1 yang terdapat
kandungan Apatit Karbonat tipe-B, dan gugus fungsi PO4 asimetri bending pada
bilangan gelombang 571 cm-1. Sedangkan, tulang domba normal mempunyai
gugus fungsi OH stretching pada bilangan gelombang 3780 cm-1 dan 3502 cm-1,
gugus CH stretching pada bilangan gelombang 2854 cm-1, gugus fungsi C=O pada
bilangan gelombang 1651 cm-1, gugus fungsi CH pada bilangan 1450 cm-1, gugus
fungsi CO3 pada bilangan gelombang 1340 cm-1 yang terdapat kandungan Apatit
Karbonat tipe-B, dan gugus fungsi PO4 bending pada bilangan gelombang 571
cm-1.
Hasil Pengujian BCP secara In vivo
Setelah dilakukan hasil pengamatan secara invivo didapatkan hasil yang
berbeda-beda di setiap masing-masing domba. Hal tersebut dapat dilihat dari
Tabel 2 dan Gambar 5
10
Tabel 2 Makroskopis BCP setelah diimplan
Sampel
Warna
Kondisi
BCP diimplan ke Domba 1
Putih
masih banyak terdapat sampel
BCP diimplan ke Domba 2
Putih
tidak tersisa sampel
BCP diimplan ke Domba 3
Putih
tersisa sedikit sampel
BCP kontrol
Putih
Tanpa diimplan dan bekas luka tertutup
sempurna
(A)
(B)
(C)
(D)
Gambar 5 Makroskopis sampel BCP: (A) domba 1 (B) domba 2
(C) domba 3 (D) domba kontrol
Gambar Makroskopis sampel BCP diambil menggunakan kamera iPad
dengan resolusi HD menunjukan perbedaan yang cukup signifikan. Perbedaan
yang dihasilkan dari setiap domba disebabkan oleh beberapa faktor, seperti faktor
lingkungan, usia, keadaan fisik dan kesehatan domba itu sendiri, Semakin baik
kondisi kesehatan domba maka akan semakin baik penyerapan sampel di dalam
tubuh. Hal ini dapat dilihat pada gambar makroskopis domba 2, dimana sampel
yang diimplan ke dalam tulang tibia mengalami penyerapan hampir sempurna
yaitu tidak tersisa sampel dikarenakan kondisi fisik dan kesehatan domba kedua
sangat baik, ini dibuktikan dari hasil panen domba ketika disembelih tidak
mengalami muntah dan tidak mengeluarkan kotoran seperti ketiga domba lainnya.
Hasil pengamatan selama 3 bulan material BCP dengan rasio 70% HA dan
30% β-TCP menunjukkan sifat biokompatibel, bioresorable, dan bioaktif pada
domba. Hal tersebut dibuktikan dari tersisanya sampel BCP yang diimplan ke
dalam tulang tibia domba, sampel menyerap ke dalam tulang dan menunjukkan
interaksi dengan senyawa-senyawa didalam tulang yang dibuktikan dari hasil
karakterisasi FTIR. Masih tersisanya sampel BCP setelah uji in vivo selesai
menunjukkan bahwa kurangnya waktu pengujian secara in vivo. Pada umumnya,
proses penyembuhan tulang adalah lebih dari 3 bulan atau 1 tahun tergantung
faktor usia makhluk hidup itu sendiri.
Unsur yang terdapat dari material BCP Berpori setelah diimplan
didapatkan dari identifikasi EDX. Sedangkan morfologi yang dihasilkan dari
material BCP berpori didapatkan dari identifikasi SEM. Hasil SEM-EDX material
BCP berpori dengan rasio 70% HA dan 30% β-TCP dapat dilihat dari Tabel 3 dan
Gambar 6.
11
Tabel 3 Kandungan unsur setelah diimplan
Unsur
C
O
Na
Al
P
Cl
K
Ca
Massa (%)
22.5
32.32
2
0.21
12.74
1.28
0.84
28.11
Hasil EDX menunjukkan bahwa sampel BCP setelah diimplan terdapat
unsur C, O, Na, Al, P, Cl, K, dan Ca. Hal ini menunjukkan bahwa sampel telah
berinteraksi dengan ion tubuh, dibuktikan dari terdeteksinya kandungan Na dari
alginate, kandungan C, Cl,K dan Al yang berasal dari ion tubuh.7 Hal ini
diperkuat dari hasil FTIR yang menunjukkan adanya CH dan CO3.
Gambar 6 Morfologi BCP setelah diimplan
Morfologi yang terdapat dari sampel BCP berpori dengan rasio 70% HA
dan 30% β-TCP menunjukkan bahwa sampel belum masuk ke sumsum tulang.
Hasil yang ditunjukkan pada gambar 6 menggambarkan hasil SEM yang sama
12
seperti hasil SEM sebelum nya. Hal ini dikarenakan rasio yang terdapat dari
material BCP itu sendiri yaitu lebih besarnya rasio HA dibandingkan β-TCP yang
cenderung menyebabkan lamanya suatu material dapat terserap dalam tubuh.
Selain itu juga, hasil SEM tersebut diujikan pada sampel domba 1 yang masih
terdapat banyak sisa implan setelah proses in vivo selesai yang menunjukkan
bahwa sampel belum sempat terdegradasi secara menyeluruh.
Tabel 4 Nilai kekerasan tulang tibia domba
Sampel
Tulang Domba ke-1
Tulang Domba ke-2
Tulang Domba ke-3
Tulang Domba Kontrol
`
Tulang Domba Normal
Spot
Terjauh implan
VHN (HV)
rata-rata
23.44
Terdekat implan
12.33
Terjauh implan
17.28
Terdekat implan
8.06
Terjauh implan
19.55
Terdekat implan
8.42
Terjauh implan
17.55
Terdekat implan
11.99
Terjauh implan
21.79
Terdekat implan
19.93
Micro Hardness Tester merupakan alat yang digunakan untuk mengukur
kekerasan tulang. Nilai kekerasan sampel diukur pada delapan atau enam titik
yang berbeda, dikarenakan keadaan permukaan sampel yang lebar dan sempit
menyebabkan nilai yang diukur mendapatkan titik yang berbeda disetiap
sampelnya. Pada pengukuran kekerasan tulang diukur berdasarkan titik terdekat
dan titik tejauh pada implan yang menunjukkan semakin besarnya nilai yang
terdapat dalam suatu tulang, maka semakin kuat matriks penyusun tulang tersebut.
13
Nilai kekerasan tulang pada titik terjauh lebih besar dari pada sampel titik terdekat
karena titik terjauh bukan merupakan daerah bekas pengimplanan berada. Titik
terdekat mempunyai nilai kekerasan lebih kecil dikarenakan bekas pengimplanan
masih belum tertutup sempurna. Hal ini disebabkan lamanya pengujian in vivo
yang hanya berlangsung singkat.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Karakterisasi BCP dengan rasio 70% HA dan 30% β-TCP dilakukan
dengan dua cara yaitu karakterisasi XRD dan FTIR yang menunjukkan bahwa
sampel BCP berpori telah berinteraksi dengan ion tubuh. Hal tersebut dibuktikan
dari hasil yang terdapat dari karakterisasi tersebut dimana telah terdapat senyawasenyawa tubuh. Terdegradasinya sampel BCP didalam tubuh menunjukkan
sampel bersifat biokompatibel, bioresobabel dan bioaktif. Karakterisasi sebelum
dan sesudah diimplan ke dalam tulang tibia domba di uji selama 90 hari,
kemudian diuji melalui SEM-EDX untuk mengetahui morfologi tulang yang telah
diimplan dan kandungan yang terdapat didalamnya. Kandungan tulang yang telah
diimplan meunjukkan adanya kandungan C, Cl, K dan Al yang berasal dari ion
tubuh. Kandungan Na didapatkan dari senyawa alginat. Uji vickers dilakukan
untuk mengetahui kekerasan tulang di daerah implan. Hasil vickers diidentifikasi
dari perbandingan daerah terdekat implan dan daerah terjauh implan. Nilai
kekerasan tulang pada titik terjauh memiliki nilai yang lebih tinggi dari titik
terdekat, karena titik terdekat merupakan tempat implan material BCP yang
menujukkan bahwa tempat pengimplanan masih belum tertutup secara sempurna.
Saran
Perlu adanya perbaharuan metode lain untuk mengetahui hasil uji in vivo
dengan material selain BCP, baik BCP berpori atau tanpa pori. Selain itu
pengujian in vivo dilakukan pada domba beragam jenis usia untuk mengetahui
sifat sampel yang akan diuji. Sampel untuk pengujian dapat berupa senyawa apatit
yang lebih baik dari senyawa Biphasic Calcium Phosphate Berpori, yaitu senyawa
apatit OCP (Okta Tri Calcium Phosphate).
14
DAFTAR PUSTAKA
1. Paradisa GA. Evaluasi Gambara Klinis Persembuhan Tulang Implan
Hidroksiapatit Kitosan (HA-Kitosan) dengan Hidroksiapatit Tri Kalsium
Fosfat (HA-TKF) Pada Domba Lokal (Ovis Aries) Sebagai Hewan Model
untuk Manusia [skripsi], Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor, 2010. hal 1
2. Balgies, Dewi, SU., Dahlan KA. Sintesis dan Karakterisasi Hidroksiapatit
Menggunakan Analisis X-Ray Diffraction. 2011.Prosiding Seminar
Nasional Hamburan Neutron dan Sinar-X ke 8
3. Pearce, AI., Richards, RG., Milz, S., Schneider, E., Pearce, SG. Animal
Models for Implan Biomaterial Research in Bone: A Review. European
Cells and Materials Vol.13. 2007, pp 1-10
4. E. Caroline Victoria and F. D. Gnanam, Synthesis and Characterisation of
Biphasic Calcium Phosphate. Trends in Biomaterials & Artificial Organs,
Vol. 16, No.1. 2002, pp 12-14
5. H. Rojbani, M. Nyan, K. Ohya and S. Kasugai, “Evalua- tion of the
Osteoconductivity of α-Tricalcium Phosphate, β-Tricalcium Phosphate,
and Hydroxyapatite Combined with or without Simvastatin in Rat
Calvarial Defect,” Journal of Biomedical Materials Research Part A, Vol.
98, No. 4, 2011, pp. 488-498.
6. Siregar HA. Sintesis Scaffold Hidroksiapatit dari Cangkang Telur Hijau
dengan Matriks Natrium Alginat dan Selulosa Bakteri Nata De Coco
[skripsi], Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor, 2014, hal 9-13
7. Bahar R, Arief A, Sukriadi. Daya Hambat Ekstrak Na-Alginat dari Alga
Coklat jenis Sargassum sp. Terhadap Proses Pengembangan Buah Mangga
dan Buah Jeruk. Indonesia Chimica Acia. 2012. Vol 5:2
8. Dhewi RT. Karakterisasi Biphasic Calcium Phosphate Sebelum dan
Sesudah Diimplan Pada Domba [skripsi], Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor. 2014, hal 8-10
9. Sugandi. Sintesis Hidroksiapatit Berpori dari Cangkang Telur Ayam
dengan Matriks Selulosa Nata De Coco dan Natrium Alginat [skripsi],
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. 2014, hal 10-14
10. Novialisa D. Characterization of Biphasics Calcium Phosphate with Ratio
70/30 Before and After Implaned into the bone’s sheep [skripsi], Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor. 2014, pp 8-9
15
Lampiran 1 Diagram Alir Penelitian
Mulai
Persiapan sampel
BCP berupa pellet
Pengujian In vivo
Karakterisasi BCP dengan
XRD, FTIR dan SEM-EDX
Uji kekuatan tulang
Analisis Data
Penyusuna laporan
Selesai
16
Lampiran 2 Dokumentasi Penelitian
(c) BCP Pellet
(d) FTIR
(e)
(f) SEM-EDX
(a) Domba-1
(e) Domba Kontrol
(a) Hardness Vickers
(b) XRD
(b) Domba-2
(d) Domba Normal
(c) Domba-3
17
Lampiran 3
1) Tabel Kekerasan Tulang
dr2
Sampel
d1
d2
dr
HVN
Domba-1
2.83
2.83
0.07075
2.88
2.8
0.071
0.005041
9.196588
2.49
1.49
0.04975
0.00247506
18.73084
2.46
2.48
0.06175
0.00381306 12.158206
1.86
1.86
0.0465
0.00216225 21.440629
1.86
1.86
0.0465
0.00216225 21.440629
1.77
1.77
0.04425
0.00195806 23.676466
1.69
1.61
0.04125
0.00170156 27.245546
Sampel
d1
d2
dr
Domba-2
3.3
3.3
0.0825
0.00680625 6.8113866
3.15
3.15
0.07875
0.00620156 7.4755354
3.1
3.1
0.0775
0.00600625 7.7186264
2.69
2.69
0.06725
0.00452256 10.250826
2.35
2.35
0.05875
0.00345156 13.431598
2.04
2.08
0.0515
0.00265225 17.479499
2
2
0.05
1.94
1.94
0.0485
Sampel
d1
d2
dr
Domba-3
3.18
3.18
0.0795
3.12
3.12
0.078
0.006084
7.6199869
2.91
2.91
0.07275
0.00529256
8.759462
2.72
2.72
0.068
0.004624
10.025952
2.43
2.43
0.06075
0.00369056 12.561771
1.9
1.9
0.0475
0.00225625 20.547368
1.89
1.89
0.04725
0.00223256 20.765376
1.81
1.68
0.043625 0.00190314 24.359734
0.00500556 9.2616964
dr2
0.0025
HVN
18.544
0.00235225 19.708789
dr2
HVN
0.00632025 7.3351529
18
Sampel
d1
d2
Dr
dr2
HVN
Domba Kontrol
2.65
2.85
0.06875
0.004727
9.808397
2.65
2.65
0.06625
0.004389
10.56262
2.44
2.44
0.061
0.003721
12.45902
2.21
2.21
0.05525
0.003053
15.18724
2.21
2.21
0.05525
0.003053
15.18724
2.06
2.05
0.051375
0.002639
17.56466
2.02
2.02
0.0505
0.00255
18.17861
1.96
1.96
0.049
0.002401
19.30862
Sampel
Domba Normal
d1
d2
dr
dr2
HVN
1.99
1.99
0.04975
0.002475
18.73084
1.9
1.9
0.0475
0.002256
20.54737
1.9
1.9
0.0475
0.002256
20.54737
1.9
1.9
0.0475
0.002256
20.54737
1.86
1.86
0.0465
0.002162
21.44063
1.78
1.78
0.0445
0.00198
23.41119
19
2) Nilai Kekerasan Tulang
Sampel
Tulang Domba ke-1
Spot
Terjauh implan
Terdekat implan
Tulang Domba ke-2
Terjauh implan
Terdekat implan
Tulang Domba ke-3
Terjauh implan
Terdekat implan
Tulang Domba
Kontrol
`
Terjauh implan
Terdekat implan
Tulang Domba
Normal
Terjauh implan
Terdekat implan
VHN (HV)
21.44
21.44
23.67
27.24
9.19
9.26
12.15
18.73
13.43
17.47
18.54
19.7
6.81
7.47
7.71
10.25
12.56
20.54
20.76
24.35
7.33
7.61
8.75
10.02
15.18
17.56
18.17
19.3
9.8
10.56
12.45
15.18
20.54
21.44
23.41
18.73
20.54
20.54
VHN
(HV)
rata-rata
23.44
12.33
17.28
8.06
19.55
8.42
17.55
11.99
21.79
19.93
20
Lampiran 4 Perhitungan Derajat Kristalinitas
Contoh : Sampel BCP pada domba-3
Intensitas (cacahan)
Puncak Kristalin
2θ (derajat)
Intensitas (cacahan)
Puncak Kristalin+Amorf
2θ (derajat)
Perhitungan:
Luas Fraksi = FWHM (derajat)
Height (cacahan)
Total Luas Fraksi Kristalin = 195.0808
Total Luas Frsksi Amorf + Kristalin = 852.7573
21
Luas Fraksi Kristalin
Derajat Kristalinitas = Luas Fraksi Amorf + Luas Fraksi Kristalin
Derajat Kristalinitas = 22.87647
Lampiran 5 Pola FTIR
Domba sebelum
Domba-1
Domba-2
100%
22
Domba-3
Domba Kontrol
Domba Normal
23
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 24
Maret 1994 dari pasangan Bapak Usman Effendi dan Ibu
Nyayu Maimunah. Penulis adalah puteri kelima dari lima
bersaudara. Pada tahun 2005, penulis menyelesaikan sekolah
dasar di SDN 101 Palembang, menyelesaikan pendidikan
Sekolah Menengah Pertama pada tahun 2008 di SMP Patra
Mandiri 1 dan tahun 2011 penulis lulus dari SMA Patra
Mandiri 1 Palembang dan pada tahun yang sama penulis lulus
seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB
(USMI) dan diterima di Departemen Fisika, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam organisasi kemahasiswaan
sebagai Bendahara divisi Minat dan Bakat (HIMAFI) IPB 2012-2013, Dewan Asrama
A4 TPB IPB, mengikuti berbagai kepanitaan organisasi mahasiswa FMIPA IPB.
Penerima dana hibah oleh DIKTI dalam Program Kreativitas Mahasiswa (PKM)
tahun 2014. Freelancer Kementrian Kesejahteraan RI sebagai entry data Program
Keluarga Harapan 2013. Pada tahun 2015 Penulis mendapatkan kesempatan
menghadiri acara ASEAN Workshop X-Ray Spectroscopy di Nakhon Ratchasima,
Thailand.