Kajian kondisi terumbu karang dan ikan menggaru (Lutjanus decussatus) di zona pemukiman dan zona inti kawasan Taman Nasional Kepulauan Seribu
KAJIAN KONDISI TERUMBU KARANG DAN IKAN
MENGGARU (Lutjanus decussatus) DI ZONA PEMUKIMAN
DAN ZONA INTI KAWASAN TAMAN NASIONAL
KEPULAUAN SERIBU
DEDY EKA SYAPUTRA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Kajian Kondisi Terumbu Karang
dan Ikan Menggaru (Lutjanus decussatus) di Zona Pemukiman dan Zona Inti
Kawasan Taman Nasional Kepulauan Seribu adalah karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan
tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor,
November 2009
Dedy Eka Syaputra
NRP C252070384
ABSTRACT
DEDY EKA SYAPUTRA. Studies on the Condition of Coral Reefs and Menggaru
Fish (Lutjanus decussatus) in the Residential Zone and Core Zone of Kepulauan
Seribu Marine National Park area. Under supervision of YUSLI WARDIATNO
and ARIO DAMAR.
Studies was conducted in the Kepulauan Seribu Marine National Park area
which is administratively located in the Kepulauan Seribu District, Province of
DKI Jakarta. Four islands in two different management zones were choosen, each
with two different observation points (at 3-5 m depth). In the residential zone,
Pramuka and Panggang Island were taken while Kayu Angin Bira and Belanda
Island were choosen represented the core zone. The purposes of the study were:
(1) to elaborate the condition of coral reefs in the residential zone and core zone;
(2) to elaborate the conditions of menggaru fish (Lutjanus decussatus) based on its
abundance and some biological aspects in the residential zone and core zone; (3)
to describe the relationship between the condition of coral reefs with menggaru
fish abundance in the residential zone and core zone ; and (4) to formulate an
alternative management strategy of coral reefs and menggaru fish in the
Kepulauan Seribu Marine National Park area. Physical condition of waters was
measured directly in the field (in-situ), while some chemical parameters was
measured in the laboratory based on water samples were taken from each point of
observation. The quadrate transect method was used to collect data of coral reefs
while underwater visual census (UVC) was used to obtain fish abundance data. A
total of 41 menggaru fish caught as a sample to find out some biological
parameters.
In general, the waters conditions in the study site were still good. The coral
reefs in the residential zone and core zone included in “fair” category with percent
cover were 34.86% and 39.31%. Massive corals life form was dominant in the
residential zone while in the core zone, branching coral more dominant. The
percentage of genus cover both in the residential zone and the core zone was
dominated by the genus Acropora and Montipora. The study results of menggaru
fish bio-population in the Kepulauan Seribu Marine National Park area were as
follow: the average of menggaru fish abundance in the core zone (180 ind./ha)
was relatively higher when compared with residential zone (140 ind./ha),
comparison of sex composition idealized yet where more males than females, the
growth of fish was allometric, and the composition of its main food namely fish
and crustaceans. The results of gonad maturity level observation showed that in
June, menggaru fish in the study site were not entered in spawning time. Greater
abundance of menggaru fish in the core zone was assumed because the dominant
coral life form was branching. Based on the study, alternative management
strategies that can be recommended were as follows: (1) maintaining the condition
of waters environment in the residential zone, (2) accelerating the increase in coral
cover percentage in the residential zone; (3) more intensive supervision and law
enforcement in the core zone, and (4) restricted the size of menggaru fish that can
be caught.
Key words: coral reefs, hard coral, menggaru fish, abundance, management
strategy.
RINGKASAN
DEDY EKA SYAPUTRA. Kajian Kondisi Terumbu Karang dan Ikan Menggaru
(Lutjanus decussatus) di Zona Pemukiman dan Zona Inti Kawasan Taman
Nasional Kepulauan Seribu. Dibimbing oleh YUSLI WARDIATNO dan ARIO
DAMAR.
Perairan Kepulauan Seribu tercatat sebagai penghasil beranekaragam ikan
karang potensial dimana populasi ikan menggaru merupakan salah satu
contohnya. Menggaru merupakan nama lokal di Kepulauan Seribu untuk salah
satu jenis ikan kakap yang memiliki nama ilmiah Lutjanus decussatus dan nama
internasional checkered snapper. Nama lokal lain untuk ikan ini adalah ikan
mentimun (di Batam dan Lingga). Ikan menggaru adalah jenis kakap yang
berasosiasi dengan terumbu karang, digolongkan sebagai ikan pangan dan
kelompok ikan ekonomis penting. Namun demikian, berdasarkan informasi dari
nelayan setempat (di Kepulauan Seribu) ikan ini makin sulit ditemukan sehingga
diduga populasinya telah menurun seiring dengan menurunnya kondisi
lingkungan dan terjadinya kerusakan habitat. Adanya kecenderungan penurunan
populasi ikan menggaru (Lutjanus decussatus) di kawasan Taman Nasional
Kepulauan Seribu dimungkinkan pula karena belum ada strategi pengelolaan
terkait dengan sumberdaya ikan ini.
Pengelolaan yang baik dapat dilakukan apabila tersedia informasi seluk
beluk ikan tersebut yang ditinjau dari berbagai aspek seperti ekologi maupun
biologi ikan terutama menyangkut distribusi, kelimpahan, waktu pemijahan
maupun jenis makanan serta keterkaitannya dengan terumbu karang. Oleh
karenanya, guna menjaga keberadaan dan kelestarian populasi ikan menggaru
(Lutjanus decussatus), kiranya perlu dilakukan pengkajian menyangkut berbagai
aspek seperti yang telah disebutkan di atas. Pengetahuan dan informasi yang
diperoleh dapat dijadikan dasar dalam menyusun strategi pengelolaan yang
berkelanjutan. Hilangnya spesies ini tidak hanya merugikan secara ekologis
namun juga hilangnya salah satu sumber pangan yang cukup penting.
Penelitian Kajian Kondisi Terumbu Karang dan Ikan Menggaru (Lutjanus
decussatus) dilaksanakan pada bulan Mei hingga Juni 2009 di Kawasan Taman
Nasional Kepulauan Seribu, Jakarta. Empat pulau di dua zona pengelolaan yang
berbeda dipilih sebagai lokasi pengambilan sampel, yaitu P. Pramuka dan P.
Panggang yang mewakili zona pemukiman sedangkan P. Belanda dan P. kayu
Angin Bira mewakili zona inti. Tujuan penelitian ini adalah: (1) Menguraikan
kondisi terumbu karang di zona pemukiman dan zona inti Kawasan TNL
Kepulauan Seribu, (2) Menguraikan kondisi ikan menggaru (Lutjanus decussatus)
berdasarkan kelimpahan dan beberapa aspek biologinya di zona pemukiman dan
zona inti Kawasan Taman Nasional Kepulauan Seribu, (3) Mendeskripsikan
hubungan antara kondisi terumbu karang dengan kelimpahan ikan menggaru di
zona pemukiman dan zona inti Kawasan TNL Kepulauan Seribu, dan (4)
merumuskan alternatif strategi pengelolaan terumbu karang dan ikan menggaru di
Kawasan TNL Kepulauan Seribu secara berkelanjutan.
Data yang digunakan berupa data primer dan data sekunder. Data primer
dikumpulkan melalui survei dengan langkah- langkah dan metode sebagai berikut:
(1) Kondisi Perairan. Kondisi fisik perairan berupa temperatur air laut, kecerahan,
salinitas, kekeruhan, dan kecepatan arus permukaan diukur langsung di lapangan
(in situ). Adapun derajat keasaman (pH), kadar fosfat, nitrat, nitrit dan ammonia
diukur di laboratorium berdasarkan sampel air yang diambil dari setiap titik
pengamatan, (2) Kondisi Terumbu Karang. Metode yang digunakan untuk
pengumpulan data kondisi terumbu karang adalah transek kuadrat, (3) Ikan
karang. Underwater Visual Census digunakan untuk menghitung kelimpahan ikan
termasuk ikan menggaru (Lutjanus decussatus), dan (4) Sampel Ikan dan
Lambungnya. Sampel ikan diukur panjangnya dan ditimbang beratnya kemudian
dibedah dan diambil saluran pencernaannya dari pangkal pharynx sampai anus.
Saluran pencernaan ikan tersebut kemudian diawetkan dengan formalin 4% dan
dimasukkan ke dalam botol ukuran 50 ml serta diberi label. Setelah itu sampel
dibawa ke laboratorium untuk diidentifikasi tingkat kematangan gonad dan jenis
makanannya.
Berdasarkan hasil pengukuran beberapa parameter baik fisik maupun
kimia, dapat dikatakan bahwa kondisi perairan di zona pemukiman dan zona inti
masih cukup baik. Suhu perairan di kedua zona yang berkisar antara 28-31 °C
sangat cocok untuk pertumbuhan karang. Kecepatan arus yang terukur pada saat
pengambilan data memang terhitung lemah dan berkaitan erat dengan musim
peralihan dari musim barat menuju musim timur sehingga perairan relatif tenang.
Dalam kaitannya dengan kecerahan perairan, hasil uji beda nyata menunjukkan
bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata kecerahan di kedua
zona dimana pada zona pemukiman kecerahannya lebih rendah dibandingkan
zona inti. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa kekeruhan di zona pemukiman
relatif lebih tinggi dan dimungkinkan karena daerah ini dihuni penduduk sehingga
perairannya mendapat pengaruh dari aktivitas yang dilakukan. Berbagai aktivitas
penduduk yang merusak seperti membuang limbah baik organik maupun
anorganik, dapat membuat perairan lebih keruh dan berakibat pada kurangnya
penetrasi sinar matahari untuk menembus kedalaman. Oleh karena itu,
pembuangan limbah oleh penduduk di zona pemukiman perlu ditanggulangi
karena berdampak pada tingginya kekeruhan serta rendahnya kecerahan yang
akhirnya mengganggu kelangsungan hidup karang. Hasil pengukuran untuk
parameter kimia perairan menunjukkan bahwa distribusi Nilai pH yang terukur di
kedua zona relatif masih sesuai dengan pH yang dijumpai di perairan laut yang
normal yaitu berkisar antara 8.0-8.5 sehingga dapat dikatakan bahwa ditinjau dari
kadar pH tersebut, perairan di zona pemukiman maupun zona inti masih tergolong
baik untuk menunjang perkembangan ekosistem terumbu karang. Namun
demikian, beberapa parameter lain seperti nitrat dan fosfat baik di zona
pemukiman maupun zona inti sudah cukup tinggi dan perlu menjadi perhatian.
Mengacu pada kategori Australian Institute of Marine Science (AIMS),
terumbu karang di lokasi penelitian baik zona pemukiman maupun di zona inti
termasuk dalam kategori sedang dengan persentase tutupan karang hidup sebesar
34.86% dan 39.31%. Kondisi terumbu karang di zona inti yang berada pada
kategori “sedang” pada dasarnya cukup mengejutkan karena sesuai fungsi dan
tujuan penetapan zona ini, kondis inya diharapkan lebih baik dari zona-zona lain.
Tingginya persentase patahan karang dan karang mati menguatkan dugaan bahwa
daerah ini telah terekspos dan mengalami tekanan baik secara antropogenik
(seperti aktivitas penangkapan ikan yang merusak, dampak lego jangkar
perahu/kapal dan dampak aktivitas penyelaman yang tidak profesional) maupun
secara alami. Berdasarkan hasil penelitian untuk tutupan life form karang,
diketahui bahwa karang masif dominan di zona pemukiman sedangkan di zona
inti karang bercabang lebih dominan. Adapun untuk persentase tutupan genus,
diperoleh hasil bahwa baik pada zona pemukiman maupun zona inti, genus karang
yang cukup tinggi tutupannya adalah karang dari genus Acropora dan Montipora.
Hasil kajian bio-populasi ikan menggaru (Lutjanus decussatus) di
Kawasan Taman Nasional Kepulauan Seribu adalah sebagai berikut:
(1) Kelimpahan di zona inti relatif lebih banyak dibandingkan dengan di zona
pemukiman namun secara statistik tidak berbeda nyata, (2) Terdapat variasi
ukuran panjang ikan di zona pemukiman dengan zona inti, (3) Perbandingan
komposisi jenis kelamin ikan belum ideal. Ikan berjenis kelamin jantan lebih
banyak dibandingkan betina, (4) Bentuk pertumbuhan ikan baik di zona
pemukiman maupun di zona inti adalah allometrik, (5) Pada bulan Juni, ikan
menggaru (Lutjanus decussatus) di lokasi penelitian belum masuk waktu
pemijahan yang ditunjukkan dari cukup banyaknya ikan yang berada pada tingkat
kematangan gonad I dan II, (6) Komposisi makanan utamanya berupa ikan dan
crustacea (udang), dan (7) Kelimpahan yang lebih banyak di zona inti diduga
karena life form karang yang dominan adalah branching.
Alternatif strategi pengelolaan yang direkomendasikan adalah sebagai
berikut: (1) Menjaga kondisi lingkungan perairan di zona pemukiman. Meskipun
kondisi perairan di zona pemukiman secara fisik masih dalam kondisi baik,
namun beberapa parameter kimia perairan yang diteliti menunjukkan kondisi
sebaliknya. Hal ini dapat diindikasikan dari kandungan ammonia, nitrat maupun
fosfat di zona pemukiman yang cukup tinggi dan telah melewati ambang batas
yang dianjurkan. Kondisi tersebut dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan
perkembangan terumbu karang sehingga mengancam keberadaan ikan menggaru
yang berasosiasi didalamnya. Upaya yang perlu dilakukan untuk mengatasi
masalah ini adalah dengan melakukan sosialisasi kepada masyakarat yang
bermukim agar tidak mencemari lingkungan perairan, (2) Mempercepat
peningkatan persentase tutupan karang di zona pemukiman. Salah satu upaya yang
dapat dilakukan adalah pemasangan terumbu buatan atau transplantasi karang.
Berdasarkan hasil analisis, diperoleh fakta bahwa ikan menggaru relatif lebih
banyak dijumpai pada daerah yang didominasi oleh life form karang branching.
Oleh karena itu, upaya transplantasi yang dilakukan perlu ditekankan pada jenis
life form karang tersebut, (3) Pengawasan yang lebih intensif dan penegakan
hukum di zona inti. Cara yang paling efektif untuk meningkatkan kondisi terumbu
karang dan dalam rangka menjaga kelestarian ikan menggaru di zona inti adalah
dengan pengawasan yang lebih intensif. Kegiatan yang perlu dilakukan antara
lain: meningkatkan intensitas patroli di zona inti, melibatkan peran serta
masyarakat dalam kegiatan pengawasan, dan penegakan hukum apabila terjadi
pelanggaran, dan (4) Pembatasan ukuran ikan menggaru yang boleh ditangkap.
Upaya ini pada dasarnya merupakan bentuk perlindungan agar anak ikan dapat
tumbuh lebih besar. Oleh karena itu, perlu ditetapkan pelarangan untuk
menangkap ikan yang berukuran kecil dengan cara memperbesar ukuran mata
jaring sehingga hanya ikan ukuran besar yang tertangkap.
Kata kunci: terumbu karang, karang keras, ikan menggaru, kelimpahan, strategi
pengelolaan
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2009
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu
masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
KAJIAN KONDISI TERUMBU KARANG DAN IKAN
MENGGARU (Lutjanus decussatus) DI ZONA PEMUKIMAN
DAN ZONA INTI KAWASAN TAMAN NASIONAL
KEPULAUAN SERIBU
DEDY EKA SYAPUTRA
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
Judul Tesis
Nama Mahasiswa
Nomor Pokok
: Kajian Kondisi Terumbu Karang dan Ikan Menggaru
(Lutjanus decussatus) di Zona Pemukiman dan Zona Inti
Kawasan Taman Nasional Kepulauan Seribu
: Dedy Eka Syaputra, S.Si
: C252070384
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc
Ketua
Dr. Ir. Ario Damar, M.Si
Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi
Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Pesisir
dan Lautan
Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA
Tanggal Ujian : 31 Oktober 2009
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena berkat rahmat
dan karunia-Nya, tesis dengan judul “Kajian Kondisi Terumbu Karang dan Ikan
Menggaru (Lutjanus decussatus) di Zona Pemukiman dan Zona Inti Kawasan
Taman Nasional Kepulauan Seribu” berhasil diselesaikan.
Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih
kepada:
1. Yth. Bapak Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc dan Bapak Dr. Ir. Ario Damar, M.Si
selaku komisi pembimbing, atas curahan waktu, perhatian dan pikiran dalam
penyusunan tesis, serta Bapak Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA, selaku
Ketua Program Studi Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan IPB
dan Bapak Dr. Ir. Achmad Fahrudin, M.Si, selaku penguji luar komisi yang
telah banyak memberikan masukan dan saran untuk penyempurnaan tesis ini.
2. Yth. Bapak Ir. Yaya Mulyana, selaku Direktur PMO Coremap II yang telah
memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan, Ibu Ir.
Elfita Nezo n, MM, selaku KPA Coremap II dan Bapak Sarmintohadi, S.Pi.,
M.Si selaku PPK Coremap II yang telah banyak memberi bantuan kepada
penulis baik moril maupun materil.
3. Yth. Bapak Ir. Agus Dermawan, M.Si, selaku Direktur Konservasi dan Taman
Nasional Laut tempat penulis bekerja, serta Bapak Ir. Syamsul Bahri Lubis,
MM, selaku atasan langsung yang telah memberikan motivasi selama penulis
menempuh pendidikan.
4. Yth. Ayahanda Sidarman, Ibunda Imayu, Kakanda Erwinsyah, Adinda Santy
dan Hendra beserta seluruh keluarga atas doa dan dorongan semangat yang
telah diberikan kepada penulis.
5. Rekan-rekan mahasiswa SPL Sandwich Coremap II-ADB atas kebersamaan
dan kerjasamanya.
6. Tim sekretariat SPL (Mbak Ola, Pak Zaenal, Dindin dan Aji), atas kemudahan
dan bantuan kepada penulis.
7. Sponsor, Proyek Rehabilitasi dan Pengelolaan Terumbu Karang (COREMAP)
II-Departemen Kelautan dan Perikanan, atas beasiswa pendidikan Magister
Sains di IPB pada Program Studi Ilmu Pengelolaan Sumberdaya pesisir dan
Lautan Tahun 2007-2009, serta seluruh pihak yang telah memberikan bantuan
selama penulis menuntut ilmu.
Semoga tulisan ini dapat bermanfaat sebagai sumbangan pemikiran dan
wawasan bagi pembacanya.
Bogor,
November 2009
Dedy Eka Syaputra
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta, 27 Januari 1976 dari Ayah Sidarman Darus,
dan Ibu Imayu. Penulis merupakan anak kedua dari 4 bersaudara. Pada tahun 1994
penulis lulus dari SMAN 24 Jakarta, kemudian melanjutkan kuliah di Jurusan
Perencanaan dan Pengembangan Wilayah, Fakultas Geografi, Universitas Gadjah
Mada Yogyakarta dan lulus tahun 2001. Tahun 2002 penulis diterima menjadi
Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Direktorat Konservasi dan Taman Nasional Laut,
Direktorat Jenderal Kelautan Pesisir, Kelautan dan Pulau-pulau Kecil (KP3K),
Departemen Kelautan dan Perikanan.
Pada Tahun 2007 penulis mendapat kesempatan melanjutkan pendidikan S2
pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan pada Sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dengan Beasiswa dari Coral Reef
Rehabilitation and Management Program (COREMAP) II. Untuk memperoleh
gelar Magister Sains (M.Si), penulis melakukan penelitian dengan judul “Kajian
Kondisi Terumbu Karang dan Ikan Menggaru (Lutjanus decussatus) di Zona
Pemukiman dan Zona Inti Kawasan Taman Nasional Kepulauan Seribu” di bawah
bimbingan Bpk. Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc dan Bpk. Dr. Ir. Ario Damar, M.Si.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ........................................................................................
xii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................
xiii
DAFTAR LAMPIRAN ...............................................................................
xv
PENDAHULUAN
Latar Belakang............................................................................. .......
Perumusan Masalah ...........................................................................
Kerangka Pemikiran....... ....................................................................
Tujuan Penelitian ................................................................................
Manfaat Penelitian ..............................................................................
1
3
3
5
6
TINJAUAN PUSTAKA
Ekosistem Terumbu Karang ...............................................................
Ekologi Ikan Karang ...........................................................................
Taksonomi Ikan Karang .....................................................................
Hubungan Ikan Karang dan Keanekaragaman Habitat Terumbu
Karang..…….......................................................................................
Karakteristik Ikan Menggaru (Lutjanus decussatus) ..........................
Morfologi Ikan Menggaru (Lutjanus decussatus) ..............................
Habitat dan Daerah Penyebaran Ikan Menggaru ...............................
Hubungan Panjang Berat Ikan ............................................................
Tingkat Kematangan Gonad (TKG) ...................................................
Makanan dan Kebiasaan Makan Ikan.................................................
Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang dan Ikan Karang ...............
7
14
15
17
20
20
22
23
24
25
26
BAHAN DAN METODE
Lokasi Penelitian ................................................................................
Waktu Penelitian.................................................................................
Alat dan Bahan Penelitian ..................................................................
Metode Penelitian ...............................................................................
Metode Pengumpulan Data.................................................................
Analisis Data.......................................................................................
28
28
31
32
32
35
KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Administratif dan Letak Geografis .....................................................
Iklim dan Kondisi Osenografi ............................................................
Potensi Kawasan.................................................................................
Kondisi Sosial Budaya Masyarakat ....................................................
Pengelolaan Kawasan .........................................................................
38
38
39
40
41
x
xi
Halaman
HASIL PENELITIAN
Kondisi Perairan .................................................................................
Kondisi Terumbu Karang ...................................................................
Kondisi Bio-Populasi Ikan Menggaru (Lutjanus decussatus) ............
Kelimpahan Ikan..........................................................................
Distribusi Panjang, Berat dan Jenis Kelamin ..............................
Hubungan Panjang Berat .............................................................
Tingkat Kematangan Gonad ........................................................
Jenis Makanan .............................................................................
Hubungan Kondisi Terumbu Karang dengan Kelimpahan Ikan
Menggaru (Lutjanus decussatus) ……. ..............................................
PEMBAHASAN
Kondisi Terumbu Karang ...................................................................
Kondisi Bio-Populasi Ikan Menggaru (Lutjanus decussatus) ............
Kelimpahan Ikan..........................................................................
Distribusi Panjang, Berat dan Jenis Kelamin ..............................
Hubungan Panjang Berat .............................................................
Tingkat Kematangan Gonad ........................................................
Hubungan Kondisi Terumbu Karang dengan Kelimpahan Ikan
Menggaru (Lutjanus decussatus) ……. ..............................................
Strategi Pengelolaan Terumbu Karang dan Ikan Menggaru
(Lutjanus decussatus) .........................................................................
43
46
51
51
52
53
54
55
56
57
62
62
63
64
65
67
68
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan .............................................................................................
Saran ...................................................................................................
72
73
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................
74
LAMPIRAN .................................................................................................
82
ix
DAFTAR TABEL
Halaman
1 The geographical position of sampling sites in each island ....................
28
2 The classification of marine fish gonad maturity level ...........................
32
3 The length range and sex ratio of menggaru fish (Lutjanus decussatus)
which was caught in the residential zone waters….. ...............................
48
4 The length range and sex ratio of menggaru fish (Lutjanus decussatus)
which was caught in the core zone waters…...........................................
49
5 The percentage of diet composition of menggaru fish ..........................
52
xii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Bagan alir kerangka pemikiran .............................................................
5
2 Ikan menggaru (Lutjanus decussatus)...................................................
22
3 Hubungan panjang dan berat pada ikan ................................................
23
4 Lokasi penelitian ...................................................................................
29
5 Lokasi pengambilan contoh/sampling...................................................
30
6 Metode pengamatan dengan transek kuadrat ........................................
33
7 Pencatatan data kelimpahan/sensual visual spesies ikan karang. ..........
34
8 Distribusi temperatur pada setiap titik pengamatan. .............................
43
9 Distribusi salinitas pada setiap titik pengamatan ..................................
43
10 Distribusi kecepatan arus pada setiap titik pengamatan........................
44
11 Distribusi kekeruhan pada setiap titik pengamatan...............................
44
12 Distribusi kecerahan perairan pada setiap titik pengamatan .................
45
13 Distribusi derajat keasaman (pH) pada setiap titik pengamatan ...........
45
14 Distribusi kandungan fosfat, nitrat, nitrit dan ammonia pada setiap
titik pengamatan ....................................................................................
46
15 Persentase rata-rata tutupan substrat dasar di zona pemukiman ...........
46
16 Persentase tutupan substrat dasar di masing- masing titik pengamatan
pada zona pemukiman...........................................................................
47
17 Distribusi persentase rata-rata tutupan life form karang keras di zona
pemukiman .........................................................................................
48
18 Distribusi persentase rata-rata tutupan genus karang keras zona
pemukiman ...........................................................................................
48
19 Persentase rata-rata tutupan substrat dasar di zona inti.........................
49
20 Persentase tutupan substrat dasar di masing- masing titik pengamatan
pada zona inti ........................................................................................
50
21 Distribusi persentase rata-rata tutupan life form karang keras di zona
inti .....................................................................................................
50
22 Distribusi persentase rata-rata tutupan genus karang keras di zona
inti .....................................................................................................
51
23 Hubungan panjang berat ikan menggaru dari perairan zona
pemukiman............................................................................................
54
24 Hubungan panjang berat ikan menggaru dari perairan zona inti ..........
54
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Distribusi parameter fisik dan kimia perairan di lokasi penelitian........
82
2 Distribusi persentase genus karang di lokasi penelitian........................
83
3 Distribusi persentase life form karang keras di lokasi penelitian..........
84
4 Sampel ikan menggaru yang tertangkap di perairan zona pemukiman.
85
5 Sampel ikan menggaru yang tertangkap di perairan zona inti...... ........
86
6 Perhitungan panjang berat ikan menggaru dari perairan zona
pemukiman............................................................................................
87
7 Perhitungan panjang berat ikan menggaru dari perairan zona inti........
88
8 Regresi hubungan panjang berat ikan menggaru dari perairan zona
pemukiman… ........................................................................................
89
9 Regresi hubungan panjang berat ikan menggaru dari perairan zona
inti… .....................................................................................................
90
10 Hasil uji beda nyata kondisi fisik dan kimia perairan di zona
pemukiman dan zona inti… ..................................................................
91
11 Hasil uji beda nyata tutupan substrat dasar di zona pemukiman dan
zona inti .................................................................................................
92
12 Hasil uji beda nyata tutupan life form karang di zona pemukiman
dan zona inti ..........................................................................................
93
13 Hasil uji beda nyata tutupan genus karang di zona pemukiman dan
zona inti .................................................................................................
94
14 Hasil uji beda nyata panjang ikan menggaru hasil sensus di zona
pemukiman dan zona Inti ......................................................................
96
15 Hasil uji beda nyata panjang ikan dan berat ikan di zona pemukiman
dan zona inti ..........................................................................................
97
16 Terumbu karang di lokasi penelitian.....................................................
98
17 Dokumentasi ikan menggaru (Lutjanus decussatus).............................
99
xv
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ekosistem terumbu karang merupakan salah satu kekayaan alam yang tidak
ternilai harganya karena memiliki peranan yang sangat penting baik dari aspek
ekologis maupun ekonomis. Ditinjau dari aspek ekologis, ekosistem terumbu
karang merupakan tempat berbagai organisme yang berasosiasi dengannya untuk
berlindung, mencari makan dan berkembang biak. Selain itu, keberadaan
ekosistem terumbu karang dapat melindungi pantai dari gelombang dan abrasi.
Berdasarkan aspek ekonomi, ekosistem terumbu karang merupakan objek wisata
bahari yang menarik serta merupakan daerah “fishing ground” yang potensial
terutama bagi nelayan tradisional.
Indonesia merupakan tempat bagi sekitar 1/8 dari terumbu karang dunia dan
merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman biota perairan dibandingkan
dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya (Cesar 1997). Luas terumbu karang
yang terdapat di perairan Indonesia diperkirakan lebih dari 60 000 km2 dan
tersebar luas dari kawasan Barat sampai kawasan Timur (Walters 1994, diacu
dalam Suharsono 1998). Berdasarkan keanekaragamannya, paling tidak terdapat
400 spesies karang dan sekitar 2 500 spesies ikan karang di perairan Indonesia
(Djohani 1997).
Meskipun luas terumbu karang Indonesia cukup besar, hasil penelitian
Suharsono (2003) menunjukkan persentase terumbu karang yang masuk dalam
kategori sangat baik hanya sebesar 6.83%, baik 25.75%, sedang 36.78% dan rusak
30.58%. Data tersebut mengindikasikan bahwa kondisi terumbu karang Indonesia
cukup mengkhawatirkan dan ini bisa berdampak negatif terhadap kehidupan biota
yang berasosiasi. Menurut Jones et al. (2004), terumbu karang yang sehat dapat
meningkatkan persentase tutupan karang dan ini dapat menjamin keberadaan ikan
karang serta mendukung keanekaragaman ikan karang.
Ikan karang telah menyediakan sumber pangan dan sumber pendapatan bagi
masyarakat pesisir diberbagai belahan dunia termasuk di Indonesia. Namun upaya
pemanfaatan terhadap sumberdaya ini, serta aktivitas manusia lainnya telah
menurunkan kemampuan produksi dan kelestarian pemanfaatannya (Sale 2002).
2
Meningkatnya permintaan terhadap jenis-jenis ikan karang, terutama untuk
keperluan konsumsi telah mendorong intensitas penangkapan ikan karang,
khususnya di wilayah perairan Indo-Pasifik. Perdagangan ikan karang hidup untuk
konsumsi (The Live Reef Food Fish Trade-LRFFT) secara cepat berkembang di
kawasan Asia Tenggara dan sekitarnya pada dekade 1990-an (Mous et al. 2000).
Perairan Kepulauan Seribu tercatat sebagai penghasil beranekaragam ikan
karang potensial dimana populasi ikan menggaru merupakan salah satu
contohnya. Menggaru merupakan nama lokal di Kepulauan Seribu untuk salah
satu jenis ikan kakap yang memiliki nama ilmiah Lutjanus decussatus dan nama
internasional checkered snapper. Nama lokal lain untuk ikan ini adalah ikan
mentimun (di Batam dan Lingga). Ikan menggaru adalah jenis kakap yang
berasosiasi dengan terumbu karang, digolongkan sebagai ikan pangan dan
kelompok ikan ekonomis penting. Namun demikian, berdasarkan informasi dari
nelayan setempat (di Kepulauan Seribu), ikan ini makin sulit ditemukan sehingga
diduga populasinya telah menurun seiring dengan menurunnya kondisi
lingkungan dan adanya kerusakan habitat.
Kondisi tersebut bukan hanya terjadi di luar kawasan taman nasional,
namun juga termasuk di dalam kawasan. Berbagai upaya yang telah dilakukan
seperti penetapan zonasi di dalam kawasan taman nasional untuk melindungi
habitat dan sumberdaya ikan, pada kenyataannya belum memperoleh hasil yang
menggembirakan. Aktani (2003) menunjukkan bahwa kondisi tutupan karang dan
kelimpahan ikan di zona inti, relatif tidak lebih baik dibandingkan dengan zona
pemanfaatan tradisional. Berdasarkan tujuan dan fungsinya, kondisi terumbu
karang dan kelimpahan ikan karang di zona inti seharusnya lebih baik bila
dibandingkan dengan zona-zona lain.
Distribusi dan kelimpahan komunitas ikan karang pada dasarnya sangat
dipengaruhi oleh faktor- faktor biologi dan fisik seperti gelombang, beban
sedimen, kedalaman perairan serta kompleksitas topografi (rugosity) dari substrat
terumbu karang (Sano et al. 1984; Galzin et al. 1994; Chabanet et al. 1997).
Diketahui pula bahwa keanekaragaman dan kelimpahan jenis pada komunitas ikan
karang hubungannya dengan terumbu karang dipengaruhi oleh beberapa faktor
yaitu: (1) tutupan karang hidup (Bel & Galzin 1984), (2) keanekaragaman
3
subtratum (Jones et al. 2004), dan (3) keanekaragaman struktural (McClanahan
1994). Artinya, banyak sekali faktor yang berpengaruh terhadap keberadaan suatu
jenis ikan karang termasuk ikan menggaru (Lutjanus decussatus) didalamnya.
Adanya kecenderungan penurunan populasi ikan menggaru (Lutjanus
decussatus) di kawasan Taman Nasional Kepulauan Seribu dimungkinkan pula
karena belum ada strategi pengelolaan terkait dengan sumberdaya ikan ini.
Pengelolaan yang baik dapat dilakukan apabila tersedia informasi seluk beluk ikan
tersebut yang ditinjau dari berbagai aspek seperti ekologi maupun biologi ikan
terutama menyangkut distribusi, kelimpahan, waktu pemijahan maupun jenis
makanan serta keterkaitannya dengan terumbu karang.
Oleh karena itu, guna menjaga keberadaan dan kelestarian populasi ikan
menggaru (Lutjanus decussatus), kiranya perlu dilakukan pengkajian menyangkut
berbagai aspek seperti yang telah disebutkan di atas. Pengetahuan dan informasi
yang diperoleh dapat dijadikan dasar dalam menyusun strategi pengelolaan yang
berkelanjutan. Hilangnya spesies ini tidak hanya merugikan secara ekologis
namun juga hilangnya salah satu sumber pangan yang cukup penting.
Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian seperti yang telah dijelaskan dalam latar belakang, dapat
dirumuskan beberapa permasalahan penelitian sebagai berikut:
1. Terdapat kecenderungan penurunan jumlah populasi ikan menggaru (Lutjanus
decussatus) di Kepulauan Seribu termasuk di dalam kawasan taman nasional.
2. Belum adanya kajian menyangkut aspek bio-populasi dan ekologi ikan
menggaru (Lutjanus decussatus) di Kepulauan Seribu termasuk di dalam
kawasan taman nasional.
3. Belum adanya strategi pengelolaan ekosistem terumbu karang terkait dengan
keberadaaan ikan menggaru (Lutjanus decussatus) di Kepulauan Seribu
termasuk di dalam kawasan taman nasional.
Kerangka Pemikiran
Pada umumnya kendala utama yang dihadapi dalam regulasi pengelolaan
sumberdaya perikanan adalah lemahnya database sebagi baseline dan basepoint.
Suatu regulasi haruslah didasarkan pada data yang valid. Penilaian sumberdaya
menjadi sangat penting dilakukan sebagai tahapan regulasi tersebut. Pengelolaan
4
sumberdaya khususnya sumberdaya alam dapat pulih (renewable resources)
seperti perikanan, membutuhkan pengkajia n dan penilaian-penilaian bukan saja
pada aspek-aspek ekonomi dan sosial tetapi juga biologi dan ekologi.
Semakin menurunnya hasil tangkapan ikan ekonomis penting, termasuk
jenis-jenis kakap dapat diduga akibat adanya tangkap lebih, kerusakan lingkungan
atau strategi pengelolaan yang kurang tepat. Sehingga dalam pengelolaan
sumberdaya perikanan, pengaturan jangan hanya difokuskan pada tingkat
pengelolaan tetapi juga diarahkan kepada pengaturan lingkungan dengan
memperhatikan berbagai aspek terkait dengan keberadaan sumberdaya ikan.
Untuk mencapai tujuan tersebut, penelitian akan difokuskan pada tiga
komponen, yaitu: (1) kondisi perairan, (2) sumberdaya terumbu karang, dan (3)
sumberdaya ikan menggaru (Lutjanus decussatus). Parameter-parameter kondisi
perairan seperti suhu, salinitas, kekeruhan, cahaya, pH, nitrat, dan sebagainya
diukur untuk mendapatkan gambaran mendalam tentang kondisi perairan secara
umum serta mengetahui keterkaitannya dengan sebaran dan jenis karang. Melalui
pengukuran parameter ini, dapat diperoleh informasi apakah kondisinya masih
mendukung untuk pertumbuhan dan perkembangan karang yang merupakan
habitat bagi ikan menggaru.
Sementara itu, pengamatan sumberdaya terumbu karang dilakukan untuk
memperoleh informasi kondisi terumbu karang seperti persentase tutupan karang
keras, life form karang dan genus karang. Berbagai penelitian yang dilakukan
telah menunjukkan bahwa kondisi terumbu karang sangat berpengaruh terhadap
keberadaan ikan- ikan karang. Oleh karenanya, pengamatan terhadap sumberdaya
terumbu karang merupakan komponen penting dalam penelitian ini.
Adapun pengamatan terhadap sumberdaya ikan menggaru (Lutjanus
decussatus) ditujukan untuk mendapatkan informasi tentang bio-populasinya
seperti: bentuk pertumbuhan, makanan, dan tingkat kematangan gonad. Dengan
mengetahui beberapa aspek biologi dan populasi ikan menggaru ini, akan sangat
membantu untuk memberikan beberapa informasi yang sangat berguna dalam
rangka pengelolaannya.
Setelah diperoleh gambaran yang mendalam tentang kondisi terumbu karang
dan ikan menggaru, dilakukan analisis secara deskriptif untuk mengetahui
5
keterkaitan antara persentase tutupan karang keras beserta life form dan genusnya
dengan kelimpahan ikan. Mengacu pada hasil analisis hubungan tersebut, hasil
pengukuran kondisi perairan serta kondisi biologi ikan menggaru, kemudian
dibuat alternatif-alternatif sebagai dasar untuk menyusun strategi pengelolaan
yang tepat sehingga sumberdaya terumbu karang dan ikan menggaru dapat lestari.
Kerangka pemikiran tersebut secara rinci dibuat dalam bagan alir seperti tampak
pada Gambar 1 sebagai berikut:
Ekosistem Terumbu Karang
Kondisi
Perairan
Kondisi
Terumbu Karang
Pengukuran
Parameter
Lingkungan
Deskripsi kondisi
Terumbu (Persentase
Tutupan Karang Keras,
Life form dan Genus)
Kondisi Populasi Ikan
Menggaru (Lutjanus decussatus)
Deskripsi
Kelimpahan Ikan
Menggaru (Lutjanus
decussatus)
Deskripsi Biometri,
Jenis Makanan dan
TKG
Analisis Hubungan Kondisi Terumbu
Karang dengan Kelimpahan Ikan
Menggaru (Lutjanus decussatus)
Strategi Pengelolaan Terumbu Karang dan
Ikan Menggaru (Lutjanus decussatus)
Secara Terpadu dan Berkelanjutan
Gambar 1 Bagan alir kerangka pemikiran.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Menguraikan kondisi terumbu karang di zona pemukiman dan zona inti
kawasan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu.
2. Menguraikan kondisi ikan menggaru (Lutjanus decussatus) berdasarkan
kelimpahan dan beberapa aspek biologinya di zona pemukiman dan zona inti
kawasan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu.
6
3. Mendeskripsikan hubungan antara kondisi terumbu karang dengan kelimpahan
ikan menggaru (Lutjanus decussatus) di zona pemukiman dan zona inti
kawasan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu.
4. Merumuskan alternatif strategi pengelolaan terumbu karang dan ikan menggaru
(Lutjanus decussatus) di kawasan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat sebagai berikut:
1. Sebagai bahan acuan dalam penyusunan kebijakan dan pengelolaan ekosistem
terumbu karang dan ikan menggaru (Lutjanus decussatus) khususnya di
kawasan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu.
2. Sebagai bahan informasi dalam pengembangan ilmu dan pengetahuan bidang
perikanan.
TINJAUAN PUSTAKA
Ekosistem Terumbu Karang
Terumbu karang (Coral Reef) merupakan masyarakat organisme yang hidup
di dasar perairan dan berupa bentukan batuan kapur (CaCO3 ) yang cukup kuat
menahan gaya gelombang laut. Organisme-organisme yang dominan hidup di sini
adalah binatang-binatang karang yang mempunyai kerangka kapur, dan alga yang
juga mengandung kapur. Berkaitan dengan hal tersebut, dapat dibedakan antara
binatang karang atau karang (reef coral) sebagai individu organisme atau
komponen dari masyarakat, dan terumbu karang (coral reef) sebagai suatu
ekosistem (Sorokin 1993).
Terumbu karang (coral reef) sebagai ekosistem dasar laut mempunyai
arsitektur yang mengagumkan dan dibentuk oleh ribuan hewan kecil yang disebut
polip. Dalam bentuk sederhana, karang terdiri dari satu polip yang mempunyai
bentuk tubuh seperti tabung dengan mulut yang terletak di bagian atas dan
dikelilingi oleh tentakel (Barnes 1987; Lalli & Parsons 1995). Namun pada
kebanyakan spesies, satu individu polip karang akan berkembang menjadi banyak
individu yang disebut koloni (Sorokin 1993).
Berdasarkan pada kemampuan memproduksi kapur, karang dibedakan
menjadi dua kelompok yaitu karang hermatipik dan karang ahermatipik. Karang
hermatipik adalah karang yang dapat membentuk bangunan karang dikenal
sebagai terumbu dan penyebarannya hanya di daerah tropis sementara karang
ahermatipik tidak menghasilkan terumbu dan ini merupakan kelompok yang
tersebar luas di seluruh dunia. Perbedaan utama diantara keduanya adalah adanya
simbiosis mutualisme antara karang hermatipik dengan zooxanthellae, yaitu
sejenis
alga
uniselular
(Dinoflagellata
unisular),
seperti
Gymnodinium
microadriatum, yang terdapat di jaringan-jaringan polip binatang karang dan
melaksanakan fotosintesis (Ditlev 1980; Barnes & Hughes 1990; Nybakken 1992;
Veron 1995).
Karang hermatipik mempunyai sifat yang unik yaitu perpaduan antara sifat
hewan dan tumbuhan sehingga arah pertumbuhannya selalu bersifat fototopik
positif. Pada umumnya jenis karang ini hidup di perairan pantai yang cukup
8
dangkal dimana penetrasi cahaya matahari masih dapat mencapai dasar perairan
tersebut (Nybakken 1992).
Hewan karang sebagai pembangun utama terumbu adalah organisme laut
yang efisien karena mampu tumbuh subur dalam lingkungan sedikit nutrien
(oligotrofik). Menurut Sumich (1992) dan Burke et al. (2002), sebagian besar
spesies karang melakukan simbiosis dengan alga simbiotik yaitu zooxanthellae
yang hidup pada jaringan tubuhnya. Dalam simbiosis tersebut, zooxanthellae
menghasilkan oksigen dan senyawa organik melalui fotosintesis yang akan
dimanfaatkan oleh karang, sedangkan karang menghasilkan komponen inorganik
berupa nitrat, fosfat dan karbon dioksida untuk keperluan hidup zooxanthellae.
Barnes (1980) menjelaskan bahwa adanya proses fotosintesa oleh alga
menyebabkan bertambahnya produksi kalsium karbonat dengan menghilangkan
karbon dioksida dan merangsang reaksi kimia yaitu: Ca (HCO3 ) CaCO3 +
H2 CO3 H2 O + CO2 . Selanjutnya menurut Ditlev (1980), fotosintesa oleh alga
yang bersimbiosis membuat karang pembentuk terumbu menghasilkan deposit
cangkang yang terbuat dari kalsium karbonat, kira-kira 10 kali lebih cepat
daripada karang yang tidak membentuk terumbu (ahermatipik) dan tidak
bersimbiosis dengan zooxanthellae.
Terumbu adalah endapan-endapan masif yang penting dari kalsium karbonat
yang terutama dihasilkan oleh karang (filum Cnidaria, klas Anthozoa, ordo
Madreporaria = Scelaractinia) dengan sedikit tambahan dari alga berkapur dan
organisme-organisme lain yang mengeluarkan kalsium karbonat. Kelas Anthozoa
tersebut terdiri dari dua sub-kelas yaitu Hexacorallia (atau Zoantharia) dan
Octocorallia, yang dibedakan menurut asal-usul, morfologi dan fisiologi.
(Nybakken 1992).
Berdasarkan morfologinya, Barnes dan Hughes (1990) membedakan karang
dengan melihat bentuk skeleton sebagai berikut : (a) Devonhire cup-coral (spesies
non-hermatypic), (b) Karang masif dengan bagian kepala polip terpisah, (c)
Karang otak ma sif, (d) Karang kuping masif, (e) Karang masif dengan kuping, (f)
Karang menyerupai daun paku, (g) Karang bercabang kecil, (h) Karang bercabang
“tanduk rusa jantan”, dan (i) Karang bercabang “tanduk rusa tua”.
9
English et al. (1994) menggolongkan beberapa karakteristik morfologi
karang keras yang digunakan sebagai kategori yaitu seperti bentuk jari, karang
susun, bercabang, masif, sub- masif, karang daun, karang kerak, dan karang
mushroom. Menurut Veron (1986), morfologi skeleton karang merupakan hasil
jadi dari bentuk pertumbuhan koloni karang. Istilah paling umum yang digunakan
olehnya untuk menggambarkan bentuk pertumbuhan karang yaitu: massive (sama
dalam semua dimensi), columnar (berbentuk tonggak), branching (seperti cabang
pohon atau jari), encrusting (melekat pada substrata atau berbentuk kerak,
foliaceous (seperti daun), laminar (seperti lempengan) dan free living (hidup lepas
dari substrat).
Dahl (1981) membagi tipe pertumbuhan dan karakteristik masing- masing
genera dari terumbu karang sebagai berikut:
1. Tipe Bercabang (Branching) yaitu karang yang memiliki cabang dengan
ukuran cabang lebih panjang dibandingkan dengan ketebalan atau diameter
yang dimilikinya.
2. Tipe Padat (Massive) yaitu karang yang berbentuk seperti bola, ukurannya
bervariasi mulai dari sebesar telur sampai sebesar ukuran rumah. Jika beberapa
bagian dari karang tersebut mati, karang ini akan berkembang menjadi tonjolan
dan bila berada di daerah dangkal, bagian atasnya akan berbentuk seperti
cincin. Permukaan terumbu adalah halus dan padat.
3. Tipe Kerak (Encrusting) yaitu karang yang tumbuh menutupi permukaan dasar
terumbu. Karang ini memiliki permukaan yang kasar dan keras serta lubanglubang kecil.
4. Tipe Meja (Tabulate) yaitu karang yang berbentuk menyerupai meja dengan
permukaan yang lebar dan datar. Karang ini ditopang oleh sebuah batang yang
berpusat atau bertumpu pada satu sisi membentuk sudut atau datar.
5. Tipe Daun (Foliose) yaitu karang yang tumbuh dalam bentuk lembaranlembaran yang menonjol pada dasar terumbu, berukuran kecil dan membentuk
lipatan melingkar.
6. Tipe Jamur (Mushroom) yaitu karang yang berbentuk oval dan tampak seperti
jamur, memiliki banyak tonjolan seperti punggung bukit beralur dari tepi
hingga pusat mulut.
10
Dilihat dari proses geologis terbentuknya dan hubungannya dengan daratan,
terumbu karang dibagi menjadi tiga bentuk dasar yaitu: terumbu karang tepi
(fringing reefs), terumbu karang penghalang (barrier reefs), dan terumbu karang
cincin (atol). Tomascik (1993) menjelaskan tiga tipe tersebut sebagai berikut:
a. Terumbu karang tepi (Fringing Reef) yaitu terumbu karang yang tumbuh dan
berkembang di tepi suatu pulau yang umumnya mempunyai lebar yang
bervariasi antara 0.1-1 km.
b. Barrier reef yaitu terumbu karang yang tumbuh dan berkembang terpisah dari
pulau dan umumnya dipisahkan oleh alur atau goba yang dalam.
c. Atol adalah terumbu karang yang membentuk lingkaran dan di tengah terdapat
goba yang dalam. Atol biasanya terbentuk di tengah laut yang dalam dan
muncul kepermukaan akibat proses penenggelaman suatu gunung.
Pertumbuhan dan perkembangan terumbu serta koloni karang sangat
dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Veron (1986) mengemukakan faktor- faktor
utama yang menentukan distribusi karang pada suatu terumbu adalah kedalaman,
aksi gelombang, cahaya, sedimen, suhu, bathimetri dan pola sirkulasi samudera.
Sementara Nybakken (1992) menyatakan bahwa beberapa faktor yang menjadi
pembatas dalam pertumbuhan terumbu karang antara lain: kedalaman dan
kejernihan air, suhu perairan, cahaya, salinitas, sedimentasi dan pergerakan air
laut (arus).
Terumbu karang merupakan ekosistem laut dangkal daerah tropis dimana
perkembangan yang terbaik berada pada suhu antara 25-29 °C (Salm & Clark
1989). Suhu berperanan penting dalam membatasi sebaran terumbu karang. Oleh
sebab itu, terumbu karang tidak ditemukan di daerah beriklim sedang (temperate)
apalagi di daerah dingin (Nybakken 1992). Karang hermatypic dapat bertahan
hidup beberapa waktu pada suhu sedikit di bawah 20 °C, akan tetapi tidak ada
yang berkembang pada suhu minimum tahunan rata-rata 18 °C (Wells 1957, diacu
dalam Nybakken 1992). Perkembangan paling optimal bagi terumbu karang
terjadi di perairan yang rata-rata suhu tahunannya antara 23-25 °C sedangkan suhu
ekstrim yang masih dapat ditolerans i berkisar antara 36-40 °C (Nybakken 1992).
Menurut Suharsono (1999), Perubahan suhu lingkungan dapat menghambat
pertumbuhan karang. Pemanasan global yang melanda perairan tropis di tahun
11
1998 terbukti telah menyebabkan pemutihan karang (coral bleaching) yang diikuti
dengan kematian masal mencapai 90-95%. Hasil penelitiannya menunjukkan
bahwa selama peristiwa pemutihan tersebut, rata-rata suhu permukaan air di
perairan Indonesia adalah 2-3 °C di atas suhu normal.
Perubahan salinitas juga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi
perkembangan terumbu karang. Nybakken (1992) berpendapat bahwa karang
hermatypic sebagai organisme laut sejati tidak dapat bertahan pada salinitas yang
jelas menyimpang dari salinitas air laut yang normal
MENGGARU (Lutjanus decussatus) DI ZONA PEMUKIMAN
DAN ZONA INTI KAWASAN TAMAN NASIONAL
KEPULAUAN SERIBU
DEDY EKA SYAPUTRA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Kajian Kondisi Terumbu Karang
dan Ikan Menggaru (Lutjanus decussatus) di Zona Pemukiman dan Zona Inti
Kawasan Taman Nasional Kepulauan Seribu adalah karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan
tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor,
November 2009
Dedy Eka Syaputra
NRP C252070384
ABSTRACT
DEDY EKA SYAPUTRA. Studies on the Condition of Coral Reefs and Menggaru
Fish (Lutjanus decussatus) in the Residential Zone and Core Zone of Kepulauan
Seribu Marine National Park area. Under supervision of YUSLI WARDIATNO
and ARIO DAMAR.
Studies was conducted in the Kepulauan Seribu Marine National Park area
which is administratively located in the Kepulauan Seribu District, Province of
DKI Jakarta. Four islands in two different management zones were choosen, each
with two different observation points (at 3-5 m depth). In the residential zone,
Pramuka and Panggang Island were taken while Kayu Angin Bira and Belanda
Island were choosen represented the core zone. The purposes of the study were:
(1) to elaborate the condition of coral reefs in the residential zone and core zone;
(2) to elaborate the conditions of menggaru fish (Lutjanus decussatus) based on its
abundance and some biological aspects in the residential zone and core zone; (3)
to describe the relationship between the condition of coral reefs with menggaru
fish abundance in the residential zone and core zone ; and (4) to formulate an
alternative management strategy of coral reefs and menggaru fish in the
Kepulauan Seribu Marine National Park area. Physical condition of waters was
measured directly in the field (in-situ), while some chemical parameters was
measured in the laboratory based on water samples were taken from each point of
observation. The quadrate transect method was used to collect data of coral reefs
while underwater visual census (UVC) was used to obtain fish abundance data. A
total of 41 menggaru fish caught as a sample to find out some biological
parameters.
In general, the waters conditions in the study site were still good. The coral
reefs in the residential zone and core zone included in “fair” category with percent
cover were 34.86% and 39.31%. Massive corals life form was dominant in the
residential zone while in the core zone, branching coral more dominant. The
percentage of genus cover both in the residential zone and the core zone was
dominated by the genus Acropora and Montipora. The study results of menggaru
fish bio-population in the Kepulauan Seribu Marine National Park area were as
follow: the average of menggaru fish abundance in the core zone (180 ind./ha)
was relatively higher when compared with residential zone (140 ind./ha),
comparison of sex composition idealized yet where more males than females, the
growth of fish was allometric, and the composition of its main food namely fish
and crustaceans. The results of gonad maturity level observation showed that in
June, menggaru fish in the study site were not entered in spawning time. Greater
abundance of menggaru fish in the core zone was assumed because the dominant
coral life form was branching. Based on the study, alternative management
strategies that can be recommended were as follows: (1) maintaining the condition
of waters environment in the residential zone, (2) accelerating the increase in coral
cover percentage in the residential zone; (3) more intensive supervision and law
enforcement in the core zone, and (4) restricted the size of menggaru fish that can
be caught.
Key words: coral reefs, hard coral, menggaru fish, abundance, management
strategy.
RINGKASAN
DEDY EKA SYAPUTRA. Kajian Kondisi Terumbu Karang dan Ikan Menggaru
(Lutjanus decussatus) di Zona Pemukiman dan Zona Inti Kawasan Taman
Nasional Kepulauan Seribu. Dibimbing oleh YUSLI WARDIATNO dan ARIO
DAMAR.
Perairan Kepulauan Seribu tercatat sebagai penghasil beranekaragam ikan
karang potensial dimana populasi ikan menggaru merupakan salah satu
contohnya. Menggaru merupakan nama lokal di Kepulauan Seribu untuk salah
satu jenis ikan kakap yang memiliki nama ilmiah Lutjanus decussatus dan nama
internasional checkered snapper. Nama lokal lain untuk ikan ini adalah ikan
mentimun (di Batam dan Lingga). Ikan menggaru adalah jenis kakap yang
berasosiasi dengan terumbu karang, digolongkan sebagai ikan pangan dan
kelompok ikan ekonomis penting. Namun demikian, berdasarkan informasi dari
nelayan setempat (di Kepulauan Seribu) ikan ini makin sulit ditemukan sehingga
diduga populasinya telah menurun seiring dengan menurunnya kondisi
lingkungan dan terjadinya kerusakan habitat. Adanya kecenderungan penurunan
populasi ikan menggaru (Lutjanus decussatus) di kawasan Taman Nasional
Kepulauan Seribu dimungkinkan pula karena belum ada strategi pengelolaan
terkait dengan sumberdaya ikan ini.
Pengelolaan yang baik dapat dilakukan apabila tersedia informasi seluk
beluk ikan tersebut yang ditinjau dari berbagai aspek seperti ekologi maupun
biologi ikan terutama menyangkut distribusi, kelimpahan, waktu pemijahan
maupun jenis makanan serta keterkaitannya dengan terumbu karang. Oleh
karenanya, guna menjaga keberadaan dan kelestarian populasi ikan menggaru
(Lutjanus decussatus), kiranya perlu dilakukan pengkajian menyangkut berbagai
aspek seperti yang telah disebutkan di atas. Pengetahuan dan informasi yang
diperoleh dapat dijadikan dasar dalam menyusun strategi pengelolaan yang
berkelanjutan. Hilangnya spesies ini tidak hanya merugikan secara ekologis
namun juga hilangnya salah satu sumber pangan yang cukup penting.
Penelitian Kajian Kondisi Terumbu Karang dan Ikan Menggaru (Lutjanus
decussatus) dilaksanakan pada bulan Mei hingga Juni 2009 di Kawasan Taman
Nasional Kepulauan Seribu, Jakarta. Empat pulau di dua zona pengelolaan yang
berbeda dipilih sebagai lokasi pengambilan sampel, yaitu P. Pramuka dan P.
Panggang yang mewakili zona pemukiman sedangkan P. Belanda dan P. kayu
Angin Bira mewakili zona inti. Tujuan penelitian ini adalah: (1) Menguraikan
kondisi terumbu karang di zona pemukiman dan zona inti Kawasan TNL
Kepulauan Seribu, (2) Menguraikan kondisi ikan menggaru (Lutjanus decussatus)
berdasarkan kelimpahan dan beberapa aspek biologinya di zona pemukiman dan
zona inti Kawasan Taman Nasional Kepulauan Seribu, (3) Mendeskripsikan
hubungan antara kondisi terumbu karang dengan kelimpahan ikan menggaru di
zona pemukiman dan zona inti Kawasan TNL Kepulauan Seribu, dan (4)
merumuskan alternatif strategi pengelolaan terumbu karang dan ikan menggaru di
Kawasan TNL Kepulauan Seribu secara berkelanjutan.
Data yang digunakan berupa data primer dan data sekunder. Data primer
dikumpulkan melalui survei dengan langkah- langkah dan metode sebagai berikut:
(1) Kondisi Perairan. Kondisi fisik perairan berupa temperatur air laut, kecerahan,
salinitas, kekeruhan, dan kecepatan arus permukaan diukur langsung di lapangan
(in situ). Adapun derajat keasaman (pH), kadar fosfat, nitrat, nitrit dan ammonia
diukur di laboratorium berdasarkan sampel air yang diambil dari setiap titik
pengamatan, (2) Kondisi Terumbu Karang. Metode yang digunakan untuk
pengumpulan data kondisi terumbu karang adalah transek kuadrat, (3) Ikan
karang. Underwater Visual Census digunakan untuk menghitung kelimpahan ikan
termasuk ikan menggaru (Lutjanus decussatus), dan (4) Sampel Ikan dan
Lambungnya. Sampel ikan diukur panjangnya dan ditimbang beratnya kemudian
dibedah dan diambil saluran pencernaannya dari pangkal pharynx sampai anus.
Saluran pencernaan ikan tersebut kemudian diawetkan dengan formalin 4% dan
dimasukkan ke dalam botol ukuran 50 ml serta diberi label. Setelah itu sampel
dibawa ke laboratorium untuk diidentifikasi tingkat kematangan gonad dan jenis
makanannya.
Berdasarkan hasil pengukuran beberapa parameter baik fisik maupun
kimia, dapat dikatakan bahwa kondisi perairan di zona pemukiman dan zona inti
masih cukup baik. Suhu perairan di kedua zona yang berkisar antara 28-31 °C
sangat cocok untuk pertumbuhan karang. Kecepatan arus yang terukur pada saat
pengambilan data memang terhitung lemah dan berkaitan erat dengan musim
peralihan dari musim barat menuju musim timur sehingga perairan relatif tenang.
Dalam kaitannya dengan kecerahan perairan, hasil uji beda nyata menunjukkan
bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata kecerahan di kedua
zona dimana pada zona pemukiman kecerahannya lebih rendah dibandingkan
zona inti. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa kekeruhan di zona pemukiman
relatif lebih tinggi dan dimungkinkan karena daerah ini dihuni penduduk sehingga
perairannya mendapat pengaruh dari aktivitas yang dilakukan. Berbagai aktivitas
penduduk yang merusak seperti membuang limbah baik organik maupun
anorganik, dapat membuat perairan lebih keruh dan berakibat pada kurangnya
penetrasi sinar matahari untuk menembus kedalaman. Oleh karena itu,
pembuangan limbah oleh penduduk di zona pemukiman perlu ditanggulangi
karena berdampak pada tingginya kekeruhan serta rendahnya kecerahan yang
akhirnya mengganggu kelangsungan hidup karang. Hasil pengukuran untuk
parameter kimia perairan menunjukkan bahwa distribusi Nilai pH yang terukur di
kedua zona relatif masih sesuai dengan pH yang dijumpai di perairan laut yang
normal yaitu berkisar antara 8.0-8.5 sehingga dapat dikatakan bahwa ditinjau dari
kadar pH tersebut, perairan di zona pemukiman maupun zona inti masih tergolong
baik untuk menunjang perkembangan ekosistem terumbu karang. Namun
demikian, beberapa parameter lain seperti nitrat dan fosfat baik di zona
pemukiman maupun zona inti sudah cukup tinggi dan perlu menjadi perhatian.
Mengacu pada kategori Australian Institute of Marine Science (AIMS),
terumbu karang di lokasi penelitian baik zona pemukiman maupun di zona inti
termasuk dalam kategori sedang dengan persentase tutupan karang hidup sebesar
34.86% dan 39.31%. Kondisi terumbu karang di zona inti yang berada pada
kategori “sedang” pada dasarnya cukup mengejutkan karena sesuai fungsi dan
tujuan penetapan zona ini, kondis inya diharapkan lebih baik dari zona-zona lain.
Tingginya persentase patahan karang dan karang mati menguatkan dugaan bahwa
daerah ini telah terekspos dan mengalami tekanan baik secara antropogenik
(seperti aktivitas penangkapan ikan yang merusak, dampak lego jangkar
perahu/kapal dan dampak aktivitas penyelaman yang tidak profesional) maupun
secara alami. Berdasarkan hasil penelitian untuk tutupan life form karang,
diketahui bahwa karang masif dominan di zona pemukiman sedangkan di zona
inti karang bercabang lebih dominan. Adapun untuk persentase tutupan genus,
diperoleh hasil bahwa baik pada zona pemukiman maupun zona inti, genus karang
yang cukup tinggi tutupannya adalah karang dari genus Acropora dan Montipora.
Hasil kajian bio-populasi ikan menggaru (Lutjanus decussatus) di
Kawasan Taman Nasional Kepulauan Seribu adalah sebagai berikut:
(1) Kelimpahan di zona inti relatif lebih banyak dibandingkan dengan di zona
pemukiman namun secara statistik tidak berbeda nyata, (2) Terdapat variasi
ukuran panjang ikan di zona pemukiman dengan zona inti, (3) Perbandingan
komposisi jenis kelamin ikan belum ideal. Ikan berjenis kelamin jantan lebih
banyak dibandingkan betina, (4) Bentuk pertumbuhan ikan baik di zona
pemukiman maupun di zona inti adalah allometrik, (5) Pada bulan Juni, ikan
menggaru (Lutjanus decussatus) di lokasi penelitian belum masuk waktu
pemijahan yang ditunjukkan dari cukup banyaknya ikan yang berada pada tingkat
kematangan gonad I dan II, (6) Komposisi makanan utamanya berupa ikan dan
crustacea (udang), dan (7) Kelimpahan yang lebih banyak di zona inti diduga
karena life form karang yang dominan adalah branching.
Alternatif strategi pengelolaan yang direkomendasikan adalah sebagai
berikut: (1) Menjaga kondisi lingkungan perairan di zona pemukiman. Meskipun
kondisi perairan di zona pemukiman secara fisik masih dalam kondisi baik,
namun beberapa parameter kimia perairan yang diteliti menunjukkan kondisi
sebaliknya. Hal ini dapat diindikasikan dari kandungan ammonia, nitrat maupun
fosfat di zona pemukiman yang cukup tinggi dan telah melewati ambang batas
yang dianjurkan. Kondisi tersebut dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan
perkembangan terumbu karang sehingga mengancam keberadaan ikan menggaru
yang berasosiasi didalamnya. Upaya yang perlu dilakukan untuk mengatasi
masalah ini adalah dengan melakukan sosialisasi kepada masyakarat yang
bermukim agar tidak mencemari lingkungan perairan, (2) Mempercepat
peningkatan persentase tutupan karang di zona pemukiman. Salah satu upaya yang
dapat dilakukan adalah pemasangan terumbu buatan atau transplantasi karang.
Berdasarkan hasil analisis, diperoleh fakta bahwa ikan menggaru relatif lebih
banyak dijumpai pada daerah yang didominasi oleh life form karang branching.
Oleh karena itu, upaya transplantasi yang dilakukan perlu ditekankan pada jenis
life form karang tersebut, (3) Pengawasan yang lebih intensif dan penegakan
hukum di zona inti. Cara yang paling efektif untuk meningkatkan kondisi terumbu
karang dan dalam rangka menjaga kelestarian ikan menggaru di zona inti adalah
dengan pengawasan yang lebih intensif. Kegiatan yang perlu dilakukan antara
lain: meningkatkan intensitas patroli di zona inti, melibatkan peran serta
masyarakat dalam kegiatan pengawasan, dan penegakan hukum apabila terjadi
pelanggaran, dan (4) Pembatasan ukuran ikan menggaru yang boleh ditangkap.
Upaya ini pada dasarnya merupakan bentuk perlindungan agar anak ikan dapat
tumbuh lebih besar. Oleh karena itu, perlu ditetapkan pelarangan untuk
menangkap ikan yang berukuran kecil dengan cara memperbesar ukuran mata
jaring sehingga hanya ikan ukuran besar yang tertangkap.
Kata kunci: terumbu karang, karang keras, ikan menggaru, kelimpahan, strategi
pengelolaan
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2009
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu
masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
KAJIAN KONDISI TERUMBU KARANG DAN IKAN
MENGGARU (Lutjanus decussatus) DI ZONA PEMUKIMAN
DAN ZONA INTI KAWASAN TAMAN NASIONAL
KEPULAUAN SERIBU
DEDY EKA SYAPUTRA
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
Judul Tesis
Nama Mahasiswa
Nomor Pokok
: Kajian Kondisi Terumbu Karang dan Ikan Menggaru
(Lutjanus decussatus) di Zona Pemukiman dan Zona Inti
Kawasan Taman Nasional Kepulauan Seribu
: Dedy Eka Syaputra, S.Si
: C252070384
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc
Ketua
Dr. Ir. Ario Damar, M.Si
Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi
Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Pesisir
dan Lautan
Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA
Tanggal Ujian : 31 Oktober 2009
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena berkat rahmat
dan karunia-Nya, tesis dengan judul “Kajian Kondisi Terumbu Karang dan Ikan
Menggaru (Lutjanus decussatus) di Zona Pemukiman dan Zona Inti Kawasan
Taman Nasional Kepulauan Seribu” berhasil diselesaikan.
Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih
kepada:
1. Yth. Bapak Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc dan Bapak Dr. Ir. Ario Damar, M.Si
selaku komisi pembimbing, atas curahan waktu, perhatian dan pikiran dalam
penyusunan tesis, serta Bapak Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA, selaku
Ketua Program Studi Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan IPB
dan Bapak Dr. Ir. Achmad Fahrudin, M.Si, selaku penguji luar komisi yang
telah banyak memberikan masukan dan saran untuk penyempurnaan tesis ini.
2. Yth. Bapak Ir. Yaya Mulyana, selaku Direktur PMO Coremap II yang telah
memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan, Ibu Ir.
Elfita Nezo n, MM, selaku KPA Coremap II dan Bapak Sarmintohadi, S.Pi.,
M.Si selaku PPK Coremap II yang telah banyak memberi bantuan kepada
penulis baik moril maupun materil.
3. Yth. Bapak Ir. Agus Dermawan, M.Si, selaku Direktur Konservasi dan Taman
Nasional Laut tempat penulis bekerja, serta Bapak Ir. Syamsul Bahri Lubis,
MM, selaku atasan langsung yang telah memberikan motivasi selama penulis
menempuh pendidikan.
4. Yth. Ayahanda Sidarman, Ibunda Imayu, Kakanda Erwinsyah, Adinda Santy
dan Hendra beserta seluruh keluarga atas doa dan dorongan semangat yang
telah diberikan kepada penulis.
5. Rekan-rekan mahasiswa SPL Sandwich Coremap II-ADB atas kebersamaan
dan kerjasamanya.
6. Tim sekretariat SPL (Mbak Ola, Pak Zaenal, Dindin dan Aji), atas kemudahan
dan bantuan kepada penulis.
7. Sponsor, Proyek Rehabilitasi dan Pengelolaan Terumbu Karang (COREMAP)
II-Departemen Kelautan dan Perikanan, atas beasiswa pendidikan Magister
Sains di IPB pada Program Studi Ilmu Pengelolaan Sumberdaya pesisir dan
Lautan Tahun 2007-2009, serta seluruh pihak yang telah memberikan bantuan
selama penulis menuntut ilmu.
Semoga tulisan ini dapat bermanfaat sebagai sumbangan pemikiran dan
wawasan bagi pembacanya.
Bogor,
November 2009
Dedy Eka Syaputra
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta, 27 Januari 1976 dari Ayah Sidarman Darus,
dan Ibu Imayu. Penulis merupakan anak kedua dari 4 bersaudara. Pada tahun 1994
penulis lulus dari SMAN 24 Jakarta, kemudian melanjutkan kuliah di Jurusan
Perencanaan dan Pengembangan Wilayah, Fakultas Geografi, Universitas Gadjah
Mada Yogyakarta dan lulus tahun 2001. Tahun 2002 penulis diterima menjadi
Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Direktorat Konservasi dan Taman Nasional Laut,
Direktorat Jenderal Kelautan Pesisir, Kelautan dan Pulau-pulau Kecil (KP3K),
Departemen Kelautan dan Perikanan.
Pada Tahun 2007 penulis mendapat kesempatan melanjutkan pendidikan S2
pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan pada Sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dengan Beasiswa dari Coral Reef
Rehabilitation and Management Program (COREMAP) II. Untuk memperoleh
gelar Magister Sains (M.Si), penulis melakukan penelitian dengan judul “Kajian
Kondisi Terumbu Karang dan Ikan Menggaru (Lutjanus decussatus) di Zona
Pemukiman dan Zona Inti Kawasan Taman Nasional Kepulauan Seribu” di bawah
bimbingan Bpk. Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc dan Bpk. Dr. Ir. Ario Damar, M.Si.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ........................................................................................
xii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................
xiii
DAFTAR LAMPIRAN ...............................................................................
xv
PENDAHULUAN
Latar Belakang............................................................................. .......
Perumusan Masalah ...........................................................................
Kerangka Pemikiran....... ....................................................................
Tujuan Penelitian ................................................................................
Manfaat Penelitian ..............................................................................
1
3
3
5
6
TINJAUAN PUSTAKA
Ekosistem Terumbu Karang ...............................................................
Ekologi Ikan Karang ...........................................................................
Taksonomi Ikan Karang .....................................................................
Hubungan Ikan Karang dan Keanekaragaman Habitat Terumbu
Karang..…….......................................................................................
Karakteristik Ikan Menggaru (Lutjanus decussatus) ..........................
Morfologi Ikan Menggaru (Lutjanus decussatus) ..............................
Habitat dan Daerah Penyebaran Ikan Menggaru ...............................
Hubungan Panjang Berat Ikan ............................................................
Tingkat Kematangan Gonad (TKG) ...................................................
Makanan dan Kebiasaan Makan Ikan.................................................
Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang dan Ikan Karang ...............
7
14
15
17
20
20
22
23
24
25
26
BAHAN DAN METODE
Lokasi Penelitian ................................................................................
Waktu Penelitian.................................................................................
Alat dan Bahan Penelitian ..................................................................
Metode Penelitian ...............................................................................
Metode Pengumpulan Data.................................................................
Analisis Data.......................................................................................
28
28
31
32
32
35
KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Administratif dan Letak Geografis .....................................................
Iklim dan Kondisi Osenografi ............................................................
Potensi Kawasan.................................................................................
Kondisi Sosial Budaya Masyarakat ....................................................
Pengelolaan Kawasan .........................................................................
38
38
39
40
41
x
xi
Halaman
HASIL PENELITIAN
Kondisi Perairan .................................................................................
Kondisi Terumbu Karang ...................................................................
Kondisi Bio-Populasi Ikan Menggaru (Lutjanus decussatus) ............
Kelimpahan Ikan..........................................................................
Distribusi Panjang, Berat dan Jenis Kelamin ..............................
Hubungan Panjang Berat .............................................................
Tingkat Kematangan Gonad ........................................................
Jenis Makanan .............................................................................
Hubungan Kondisi Terumbu Karang dengan Kelimpahan Ikan
Menggaru (Lutjanus decussatus) ……. ..............................................
PEMBAHASAN
Kondisi Terumbu Karang ...................................................................
Kondisi Bio-Populasi Ikan Menggaru (Lutjanus decussatus) ............
Kelimpahan Ikan..........................................................................
Distribusi Panjang, Berat dan Jenis Kelamin ..............................
Hubungan Panjang Berat .............................................................
Tingkat Kematangan Gonad ........................................................
Hubungan Kondisi Terumbu Karang dengan Kelimpahan Ikan
Menggaru (Lutjanus decussatus) ……. ..............................................
Strategi Pengelolaan Terumbu Karang dan Ikan Menggaru
(Lutjanus decussatus) .........................................................................
43
46
51
51
52
53
54
55
56
57
62
62
63
64
65
67
68
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan .............................................................................................
Saran ...................................................................................................
72
73
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................
74
LAMPIRAN .................................................................................................
82
ix
DAFTAR TABEL
Halaman
1 The geographical position of sampling sites in each island ....................
28
2 The classification of marine fish gonad maturity level ...........................
32
3 The length range and sex ratio of menggaru fish (Lutjanus decussatus)
which was caught in the residential zone waters….. ...............................
48
4 The length range and sex ratio of menggaru fish (Lutjanus decussatus)
which was caught in the core zone waters…...........................................
49
5 The percentage of diet composition of menggaru fish ..........................
52
xii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Bagan alir kerangka pemikiran .............................................................
5
2 Ikan menggaru (Lutjanus decussatus)...................................................
22
3 Hubungan panjang dan berat pada ikan ................................................
23
4 Lokasi penelitian ...................................................................................
29
5 Lokasi pengambilan contoh/sampling...................................................
30
6 Metode pengamatan dengan transek kuadrat ........................................
33
7 Pencatatan data kelimpahan/sensual visual spesies ikan karang. ..........
34
8 Distribusi temperatur pada setiap titik pengamatan. .............................
43
9 Distribusi salinitas pada setiap titik pengamatan ..................................
43
10 Distribusi kecepatan arus pada setiap titik pengamatan........................
44
11 Distribusi kekeruhan pada setiap titik pengamatan...............................
44
12 Distribusi kecerahan perairan pada setiap titik pengamatan .................
45
13 Distribusi derajat keasaman (pH) pada setiap titik pengamatan ...........
45
14 Distribusi kandungan fosfat, nitrat, nitrit dan ammonia pada setiap
titik pengamatan ....................................................................................
46
15 Persentase rata-rata tutupan substrat dasar di zona pemukiman ...........
46
16 Persentase tutupan substrat dasar di masing- masing titik pengamatan
pada zona pemukiman...........................................................................
47
17 Distribusi persentase rata-rata tutupan life form karang keras di zona
pemukiman .........................................................................................
48
18 Distribusi persentase rata-rata tutupan genus karang keras zona
pemukiman ...........................................................................................
48
19 Persentase rata-rata tutupan substrat dasar di zona inti.........................
49
20 Persentase tutupan substrat dasar di masing- masing titik pengamatan
pada zona inti ........................................................................................
50
21 Distribusi persentase rata-rata tutupan life form karang keras di zona
inti .....................................................................................................
50
22 Distribusi persentase rata-rata tutupan genus karang keras di zona
inti .....................................................................................................
51
23 Hubungan panjang berat ikan menggaru dari perairan zona
pemukiman............................................................................................
54
24 Hubungan panjang berat ikan menggaru dari perairan zona inti ..........
54
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Distribusi parameter fisik dan kimia perairan di lokasi penelitian........
82
2 Distribusi persentase genus karang di lokasi penelitian........................
83
3 Distribusi persentase life form karang keras di lokasi penelitian..........
84
4 Sampel ikan menggaru yang tertangkap di perairan zona pemukiman.
85
5 Sampel ikan menggaru yang tertangkap di perairan zona inti...... ........
86
6 Perhitungan panjang berat ikan menggaru dari perairan zona
pemukiman............................................................................................
87
7 Perhitungan panjang berat ikan menggaru dari perairan zona inti........
88
8 Regresi hubungan panjang berat ikan menggaru dari perairan zona
pemukiman… ........................................................................................
89
9 Regresi hubungan panjang berat ikan menggaru dari perairan zona
inti… .....................................................................................................
90
10 Hasil uji beda nyata kondisi fisik dan kimia perairan di zona
pemukiman dan zona inti… ..................................................................
91
11 Hasil uji beda nyata tutupan substrat dasar di zona pemukiman dan
zona inti .................................................................................................
92
12 Hasil uji beda nyata tutupan life form karang di zona pemukiman
dan zona inti ..........................................................................................
93
13 Hasil uji beda nyata tutupan genus karang di zona pemukiman dan
zona inti .................................................................................................
94
14 Hasil uji beda nyata panjang ikan menggaru hasil sensus di zona
pemukiman dan zona Inti ......................................................................
96
15 Hasil uji beda nyata panjang ikan dan berat ikan di zona pemukiman
dan zona inti ..........................................................................................
97
16 Terumbu karang di lokasi penelitian.....................................................
98
17 Dokumentasi ikan menggaru (Lutjanus decussatus).............................
99
xv
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ekosistem terumbu karang merupakan salah satu kekayaan alam yang tidak
ternilai harganya karena memiliki peranan yang sangat penting baik dari aspek
ekologis maupun ekonomis. Ditinjau dari aspek ekologis, ekosistem terumbu
karang merupakan tempat berbagai organisme yang berasosiasi dengannya untuk
berlindung, mencari makan dan berkembang biak. Selain itu, keberadaan
ekosistem terumbu karang dapat melindungi pantai dari gelombang dan abrasi.
Berdasarkan aspek ekonomi, ekosistem terumbu karang merupakan objek wisata
bahari yang menarik serta merupakan daerah “fishing ground” yang potensial
terutama bagi nelayan tradisional.
Indonesia merupakan tempat bagi sekitar 1/8 dari terumbu karang dunia dan
merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman biota perairan dibandingkan
dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya (Cesar 1997). Luas terumbu karang
yang terdapat di perairan Indonesia diperkirakan lebih dari 60 000 km2 dan
tersebar luas dari kawasan Barat sampai kawasan Timur (Walters 1994, diacu
dalam Suharsono 1998). Berdasarkan keanekaragamannya, paling tidak terdapat
400 spesies karang dan sekitar 2 500 spesies ikan karang di perairan Indonesia
(Djohani 1997).
Meskipun luas terumbu karang Indonesia cukup besar, hasil penelitian
Suharsono (2003) menunjukkan persentase terumbu karang yang masuk dalam
kategori sangat baik hanya sebesar 6.83%, baik 25.75%, sedang 36.78% dan rusak
30.58%. Data tersebut mengindikasikan bahwa kondisi terumbu karang Indonesia
cukup mengkhawatirkan dan ini bisa berdampak negatif terhadap kehidupan biota
yang berasosiasi. Menurut Jones et al. (2004), terumbu karang yang sehat dapat
meningkatkan persentase tutupan karang dan ini dapat menjamin keberadaan ikan
karang serta mendukung keanekaragaman ikan karang.
Ikan karang telah menyediakan sumber pangan dan sumber pendapatan bagi
masyarakat pesisir diberbagai belahan dunia termasuk di Indonesia. Namun upaya
pemanfaatan terhadap sumberdaya ini, serta aktivitas manusia lainnya telah
menurunkan kemampuan produksi dan kelestarian pemanfaatannya (Sale 2002).
2
Meningkatnya permintaan terhadap jenis-jenis ikan karang, terutama untuk
keperluan konsumsi telah mendorong intensitas penangkapan ikan karang,
khususnya di wilayah perairan Indo-Pasifik. Perdagangan ikan karang hidup untuk
konsumsi (The Live Reef Food Fish Trade-LRFFT) secara cepat berkembang di
kawasan Asia Tenggara dan sekitarnya pada dekade 1990-an (Mous et al. 2000).
Perairan Kepulauan Seribu tercatat sebagai penghasil beranekaragam ikan
karang potensial dimana populasi ikan menggaru merupakan salah satu
contohnya. Menggaru merupakan nama lokal di Kepulauan Seribu untuk salah
satu jenis ikan kakap yang memiliki nama ilmiah Lutjanus decussatus dan nama
internasional checkered snapper. Nama lokal lain untuk ikan ini adalah ikan
mentimun (di Batam dan Lingga). Ikan menggaru adalah jenis kakap yang
berasosiasi dengan terumbu karang, digolongkan sebagai ikan pangan dan
kelompok ikan ekonomis penting. Namun demikian, berdasarkan informasi dari
nelayan setempat (di Kepulauan Seribu), ikan ini makin sulit ditemukan sehingga
diduga populasinya telah menurun seiring dengan menurunnya kondisi
lingkungan dan adanya kerusakan habitat.
Kondisi tersebut bukan hanya terjadi di luar kawasan taman nasional,
namun juga termasuk di dalam kawasan. Berbagai upaya yang telah dilakukan
seperti penetapan zonasi di dalam kawasan taman nasional untuk melindungi
habitat dan sumberdaya ikan, pada kenyataannya belum memperoleh hasil yang
menggembirakan. Aktani (2003) menunjukkan bahwa kondisi tutupan karang dan
kelimpahan ikan di zona inti, relatif tidak lebih baik dibandingkan dengan zona
pemanfaatan tradisional. Berdasarkan tujuan dan fungsinya, kondisi terumbu
karang dan kelimpahan ikan karang di zona inti seharusnya lebih baik bila
dibandingkan dengan zona-zona lain.
Distribusi dan kelimpahan komunitas ikan karang pada dasarnya sangat
dipengaruhi oleh faktor- faktor biologi dan fisik seperti gelombang, beban
sedimen, kedalaman perairan serta kompleksitas topografi (rugosity) dari substrat
terumbu karang (Sano et al. 1984; Galzin et al. 1994; Chabanet et al. 1997).
Diketahui pula bahwa keanekaragaman dan kelimpahan jenis pada komunitas ikan
karang hubungannya dengan terumbu karang dipengaruhi oleh beberapa faktor
yaitu: (1) tutupan karang hidup (Bel & Galzin 1984), (2) keanekaragaman
3
subtratum (Jones et al. 2004), dan (3) keanekaragaman struktural (McClanahan
1994). Artinya, banyak sekali faktor yang berpengaruh terhadap keberadaan suatu
jenis ikan karang termasuk ikan menggaru (Lutjanus decussatus) didalamnya.
Adanya kecenderungan penurunan populasi ikan menggaru (Lutjanus
decussatus) di kawasan Taman Nasional Kepulauan Seribu dimungkinkan pula
karena belum ada strategi pengelolaan terkait dengan sumberdaya ikan ini.
Pengelolaan yang baik dapat dilakukan apabila tersedia informasi seluk beluk ikan
tersebut yang ditinjau dari berbagai aspek seperti ekologi maupun biologi ikan
terutama menyangkut distribusi, kelimpahan, waktu pemijahan maupun jenis
makanan serta keterkaitannya dengan terumbu karang.
Oleh karena itu, guna menjaga keberadaan dan kelestarian populasi ikan
menggaru (Lutjanus decussatus), kiranya perlu dilakukan pengkajian menyangkut
berbagai aspek seperti yang telah disebutkan di atas. Pengetahuan dan informasi
yang diperoleh dapat dijadikan dasar dalam menyusun strategi pengelolaan yang
berkelanjutan. Hilangnya spesies ini tidak hanya merugikan secara ekologis
namun juga hilangnya salah satu sumber pangan yang cukup penting.
Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian seperti yang telah dijelaskan dalam latar belakang, dapat
dirumuskan beberapa permasalahan penelitian sebagai berikut:
1. Terdapat kecenderungan penurunan jumlah populasi ikan menggaru (Lutjanus
decussatus) di Kepulauan Seribu termasuk di dalam kawasan taman nasional.
2. Belum adanya kajian menyangkut aspek bio-populasi dan ekologi ikan
menggaru (Lutjanus decussatus) di Kepulauan Seribu termasuk di dalam
kawasan taman nasional.
3. Belum adanya strategi pengelolaan ekosistem terumbu karang terkait dengan
keberadaaan ikan menggaru (Lutjanus decussatus) di Kepulauan Seribu
termasuk di dalam kawasan taman nasional.
Kerangka Pemikiran
Pada umumnya kendala utama yang dihadapi dalam regulasi pengelolaan
sumberdaya perikanan adalah lemahnya database sebagi baseline dan basepoint.
Suatu regulasi haruslah didasarkan pada data yang valid. Penilaian sumberdaya
menjadi sangat penting dilakukan sebagai tahapan regulasi tersebut. Pengelolaan
4
sumberdaya khususnya sumberdaya alam dapat pulih (renewable resources)
seperti perikanan, membutuhkan pengkajia n dan penilaian-penilaian bukan saja
pada aspek-aspek ekonomi dan sosial tetapi juga biologi dan ekologi.
Semakin menurunnya hasil tangkapan ikan ekonomis penting, termasuk
jenis-jenis kakap dapat diduga akibat adanya tangkap lebih, kerusakan lingkungan
atau strategi pengelolaan yang kurang tepat. Sehingga dalam pengelolaan
sumberdaya perikanan, pengaturan jangan hanya difokuskan pada tingkat
pengelolaan tetapi juga diarahkan kepada pengaturan lingkungan dengan
memperhatikan berbagai aspek terkait dengan keberadaan sumberdaya ikan.
Untuk mencapai tujuan tersebut, penelitian akan difokuskan pada tiga
komponen, yaitu: (1) kondisi perairan, (2) sumberdaya terumbu karang, dan (3)
sumberdaya ikan menggaru (Lutjanus decussatus). Parameter-parameter kondisi
perairan seperti suhu, salinitas, kekeruhan, cahaya, pH, nitrat, dan sebagainya
diukur untuk mendapatkan gambaran mendalam tentang kondisi perairan secara
umum serta mengetahui keterkaitannya dengan sebaran dan jenis karang. Melalui
pengukuran parameter ini, dapat diperoleh informasi apakah kondisinya masih
mendukung untuk pertumbuhan dan perkembangan karang yang merupakan
habitat bagi ikan menggaru.
Sementara itu, pengamatan sumberdaya terumbu karang dilakukan untuk
memperoleh informasi kondisi terumbu karang seperti persentase tutupan karang
keras, life form karang dan genus karang. Berbagai penelitian yang dilakukan
telah menunjukkan bahwa kondisi terumbu karang sangat berpengaruh terhadap
keberadaan ikan- ikan karang. Oleh karenanya, pengamatan terhadap sumberdaya
terumbu karang merupakan komponen penting dalam penelitian ini.
Adapun pengamatan terhadap sumberdaya ikan menggaru (Lutjanus
decussatus) ditujukan untuk mendapatkan informasi tentang bio-populasinya
seperti: bentuk pertumbuhan, makanan, dan tingkat kematangan gonad. Dengan
mengetahui beberapa aspek biologi dan populasi ikan menggaru ini, akan sangat
membantu untuk memberikan beberapa informasi yang sangat berguna dalam
rangka pengelolaannya.
Setelah diperoleh gambaran yang mendalam tentang kondisi terumbu karang
dan ikan menggaru, dilakukan analisis secara deskriptif untuk mengetahui
5
keterkaitan antara persentase tutupan karang keras beserta life form dan genusnya
dengan kelimpahan ikan. Mengacu pada hasil analisis hubungan tersebut, hasil
pengukuran kondisi perairan serta kondisi biologi ikan menggaru, kemudian
dibuat alternatif-alternatif sebagai dasar untuk menyusun strategi pengelolaan
yang tepat sehingga sumberdaya terumbu karang dan ikan menggaru dapat lestari.
Kerangka pemikiran tersebut secara rinci dibuat dalam bagan alir seperti tampak
pada Gambar 1 sebagai berikut:
Ekosistem Terumbu Karang
Kondisi
Perairan
Kondisi
Terumbu Karang
Pengukuran
Parameter
Lingkungan
Deskripsi kondisi
Terumbu (Persentase
Tutupan Karang Keras,
Life form dan Genus)
Kondisi Populasi Ikan
Menggaru (Lutjanus decussatus)
Deskripsi
Kelimpahan Ikan
Menggaru (Lutjanus
decussatus)
Deskripsi Biometri,
Jenis Makanan dan
TKG
Analisis Hubungan Kondisi Terumbu
Karang dengan Kelimpahan Ikan
Menggaru (Lutjanus decussatus)
Strategi Pengelolaan Terumbu Karang dan
Ikan Menggaru (Lutjanus decussatus)
Secara Terpadu dan Berkelanjutan
Gambar 1 Bagan alir kerangka pemikiran.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Menguraikan kondisi terumbu karang di zona pemukiman dan zona inti
kawasan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu.
2. Menguraikan kondisi ikan menggaru (Lutjanus decussatus) berdasarkan
kelimpahan dan beberapa aspek biologinya di zona pemukiman dan zona inti
kawasan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu.
6
3. Mendeskripsikan hubungan antara kondisi terumbu karang dengan kelimpahan
ikan menggaru (Lutjanus decussatus) di zona pemukiman dan zona inti
kawasan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu.
4. Merumuskan alternatif strategi pengelolaan terumbu karang dan ikan menggaru
(Lutjanus decussatus) di kawasan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat sebagai berikut:
1. Sebagai bahan acuan dalam penyusunan kebijakan dan pengelolaan ekosistem
terumbu karang dan ikan menggaru (Lutjanus decussatus) khususnya di
kawasan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu.
2. Sebagai bahan informasi dalam pengembangan ilmu dan pengetahuan bidang
perikanan.
TINJAUAN PUSTAKA
Ekosistem Terumbu Karang
Terumbu karang (Coral Reef) merupakan masyarakat organisme yang hidup
di dasar perairan dan berupa bentukan batuan kapur (CaCO3 ) yang cukup kuat
menahan gaya gelombang laut. Organisme-organisme yang dominan hidup di sini
adalah binatang-binatang karang yang mempunyai kerangka kapur, dan alga yang
juga mengandung kapur. Berkaitan dengan hal tersebut, dapat dibedakan antara
binatang karang atau karang (reef coral) sebagai individu organisme atau
komponen dari masyarakat, dan terumbu karang (coral reef) sebagai suatu
ekosistem (Sorokin 1993).
Terumbu karang (coral reef) sebagai ekosistem dasar laut mempunyai
arsitektur yang mengagumkan dan dibentuk oleh ribuan hewan kecil yang disebut
polip. Dalam bentuk sederhana, karang terdiri dari satu polip yang mempunyai
bentuk tubuh seperti tabung dengan mulut yang terletak di bagian atas dan
dikelilingi oleh tentakel (Barnes 1987; Lalli & Parsons 1995). Namun pada
kebanyakan spesies, satu individu polip karang akan berkembang menjadi banyak
individu yang disebut koloni (Sorokin 1993).
Berdasarkan pada kemampuan memproduksi kapur, karang dibedakan
menjadi dua kelompok yaitu karang hermatipik dan karang ahermatipik. Karang
hermatipik adalah karang yang dapat membentuk bangunan karang dikenal
sebagai terumbu dan penyebarannya hanya di daerah tropis sementara karang
ahermatipik tidak menghasilkan terumbu dan ini merupakan kelompok yang
tersebar luas di seluruh dunia. Perbedaan utama diantara keduanya adalah adanya
simbiosis mutualisme antara karang hermatipik dengan zooxanthellae, yaitu
sejenis
alga
uniselular
(Dinoflagellata
unisular),
seperti
Gymnodinium
microadriatum, yang terdapat di jaringan-jaringan polip binatang karang dan
melaksanakan fotosintesis (Ditlev 1980; Barnes & Hughes 1990; Nybakken 1992;
Veron 1995).
Karang hermatipik mempunyai sifat yang unik yaitu perpaduan antara sifat
hewan dan tumbuhan sehingga arah pertumbuhannya selalu bersifat fototopik
positif. Pada umumnya jenis karang ini hidup di perairan pantai yang cukup
8
dangkal dimana penetrasi cahaya matahari masih dapat mencapai dasar perairan
tersebut (Nybakken 1992).
Hewan karang sebagai pembangun utama terumbu adalah organisme laut
yang efisien karena mampu tumbuh subur dalam lingkungan sedikit nutrien
(oligotrofik). Menurut Sumich (1992) dan Burke et al. (2002), sebagian besar
spesies karang melakukan simbiosis dengan alga simbiotik yaitu zooxanthellae
yang hidup pada jaringan tubuhnya. Dalam simbiosis tersebut, zooxanthellae
menghasilkan oksigen dan senyawa organik melalui fotosintesis yang akan
dimanfaatkan oleh karang, sedangkan karang menghasilkan komponen inorganik
berupa nitrat, fosfat dan karbon dioksida untuk keperluan hidup zooxanthellae.
Barnes (1980) menjelaskan bahwa adanya proses fotosintesa oleh alga
menyebabkan bertambahnya produksi kalsium karbonat dengan menghilangkan
karbon dioksida dan merangsang reaksi kimia yaitu: Ca (HCO3 ) CaCO3 +
H2 CO3 H2 O + CO2 . Selanjutnya menurut Ditlev (1980), fotosintesa oleh alga
yang bersimbiosis membuat karang pembentuk terumbu menghasilkan deposit
cangkang yang terbuat dari kalsium karbonat, kira-kira 10 kali lebih cepat
daripada karang yang tidak membentuk terumbu (ahermatipik) dan tidak
bersimbiosis dengan zooxanthellae.
Terumbu adalah endapan-endapan masif yang penting dari kalsium karbonat
yang terutama dihasilkan oleh karang (filum Cnidaria, klas Anthozoa, ordo
Madreporaria = Scelaractinia) dengan sedikit tambahan dari alga berkapur dan
organisme-organisme lain yang mengeluarkan kalsium karbonat. Kelas Anthozoa
tersebut terdiri dari dua sub-kelas yaitu Hexacorallia (atau Zoantharia) dan
Octocorallia, yang dibedakan menurut asal-usul, morfologi dan fisiologi.
(Nybakken 1992).
Berdasarkan morfologinya, Barnes dan Hughes (1990) membedakan karang
dengan melihat bentuk skeleton sebagai berikut : (a) Devonhire cup-coral (spesies
non-hermatypic), (b) Karang masif dengan bagian kepala polip terpisah, (c)
Karang otak ma sif, (d) Karang kuping masif, (e) Karang masif dengan kuping, (f)
Karang menyerupai daun paku, (g) Karang bercabang kecil, (h) Karang bercabang
“tanduk rusa jantan”, dan (i) Karang bercabang “tanduk rusa tua”.
9
English et al. (1994) menggolongkan beberapa karakteristik morfologi
karang keras yang digunakan sebagai kategori yaitu seperti bentuk jari, karang
susun, bercabang, masif, sub- masif, karang daun, karang kerak, dan karang
mushroom. Menurut Veron (1986), morfologi skeleton karang merupakan hasil
jadi dari bentuk pertumbuhan koloni karang. Istilah paling umum yang digunakan
olehnya untuk menggambarkan bentuk pertumbuhan karang yaitu: massive (sama
dalam semua dimensi), columnar (berbentuk tonggak), branching (seperti cabang
pohon atau jari), encrusting (melekat pada substrata atau berbentuk kerak,
foliaceous (seperti daun), laminar (seperti lempengan) dan free living (hidup lepas
dari substrat).
Dahl (1981) membagi tipe pertumbuhan dan karakteristik masing- masing
genera dari terumbu karang sebagai berikut:
1. Tipe Bercabang (Branching) yaitu karang yang memiliki cabang dengan
ukuran cabang lebih panjang dibandingkan dengan ketebalan atau diameter
yang dimilikinya.
2. Tipe Padat (Massive) yaitu karang yang berbentuk seperti bola, ukurannya
bervariasi mulai dari sebesar telur sampai sebesar ukuran rumah. Jika beberapa
bagian dari karang tersebut mati, karang ini akan berkembang menjadi tonjolan
dan bila berada di daerah dangkal, bagian atasnya akan berbentuk seperti
cincin. Permukaan terumbu adalah halus dan padat.
3. Tipe Kerak (Encrusting) yaitu karang yang tumbuh menutupi permukaan dasar
terumbu. Karang ini memiliki permukaan yang kasar dan keras serta lubanglubang kecil.
4. Tipe Meja (Tabulate) yaitu karang yang berbentuk menyerupai meja dengan
permukaan yang lebar dan datar. Karang ini ditopang oleh sebuah batang yang
berpusat atau bertumpu pada satu sisi membentuk sudut atau datar.
5. Tipe Daun (Foliose) yaitu karang yang tumbuh dalam bentuk lembaranlembaran yang menonjol pada dasar terumbu, berukuran kecil dan membentuk
lipatan melingkar.
6. Tipe Jamur (Mushroom) yaitu karang yang berbentuk oval dan tampak seperti
jamur, memiliki banyak tonjolan seperti punggung bukit beralur dari tepi
hingga pusat mulut.
10
Dilihat dari proses geologis terbentuknya dan hubungannya dengan daratan,
terumbu karang dibagi menjadi tiga bentuk dasar yaitu: terumbu karang tepi
(fringing reefs), terumbu karang penghalang (barrier reefs), dan terumbu karang
cincin (atol). Tomascik (1993) menjelaskan tiga tipe tersebut sebagai berikut:
a. Terumbu karang tepi (Fringing Reef) yaitu terumbu karang yang tumbuh dan
berkembang di tepi suatu pulau yang umumnya mempunyai lebar yang
bervariasi antara 0.1-1 km.
b. Barrier reef yaitu terumbu karang yang tumbuh dan berkembang terpisah dari
pulau dan umumnya dipisahkan oleh alur atau goba yang dalam.
c. Atol adalah terumbu karang yang membentuk lingkaran dan di tengah terdapat
goba yang dalam. Atol biasanya terbentuk di tengah laut yang dalam dan
muncul kepermukaan akibat proses penenggelaman suatu gunung.
Pertumbuhan dan perkembangan terumbu serta koloni karang sangat
dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Veron (1986) mengemukakan faktor- faktor
utama yang menentukan distribusi karang pada suatu terumbu adalah kedalaman,
aksi gelombang, cahaya, sedimen, suhu, bathimetri dan pola sirkulasi samudera.
Sementara Nybakken (1992) menyatakan bahwa beberapa faktor yang menjadi
pembatas dalam pertumbuhan terumbu karang antara lain: kedalaman dan
kejernihan air, suhu perairan, cahaya, salinitas, sedimentasi dan pergerakan air
laut (arus).
Terumbu karang merupakan ekosistem laut dangkal daerah tropis dimana
perkembangan yang terbaik berada pada suhu antara 25-29 °C (Salm & Clark
1989). Suhu berperanan penting dalam membatasi sebaran terumbu karang. Oleh
sebab itu, terumbu karang tidak ditemukan di daerah beriklim sedang (temperate)
apalagi di daerah dingin (Nybakken 1992). Karang hermatypic dapat bertahan
hidup beberapa waktu pada suhu sedikit di bawah 20 °C, akan tetapi tidak ada
yang berkembang pada suhu minimum tahunan rata-rata 18 °C (Wells 1957, diacu
dalam Nybakken 1992). Perkembangan paling optimal bagi terumbu karang
terjadi di perairan yang rata-rata suhu tahunannya antara 23-25 °C sedangkan suhu
ekstrim yang masih dapat ditolerans i berkisar antara 36-40 °C (Nybakken 1992).
Menurut Suharsono (1999), Perubahan suhu lingkungan dapat menghambat
pertumbuhan karang. Pemanasan global yang melanda perairan tropis di tahun
11
1998 terbukti telah menyebabkan pemutihan karang (coral bleaching) yang diikuti
dengan kematian masal mencapai 90-95%. Hasil penelitiannya menunjukkan
bahwa selama peristiwa pemutihan tersebut, rata-rata suhu permukaan air di
perairan Indonesia adalah 2-3 °C di atas suhu normal.
Perubahan salinitas juga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi
perkembangan terumbu karang. Nybakken (1992) berpendapat bahwa karang
hermatypic sebagai organisme laut sejati tidak dapat bertahan pada salinitas yang
jelas menyimpang dari salinitas air laut yang normal