Aroma and Flavor Sensory Profiles of Superior Cocoa Liquors from Different Region in Indonesian

PROFIL AROMA DAN MUTU SENSORI
CITARASA PASTA KAKAO UNGGULAN DARI
BEBERAPA DAERAH DI INDONESIA

INTAN KUSUMANINGRUM

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Profil Aroma dan Mutu
Sensori Citarasa Pasta Kakao Unggulan dari Beberapa Daerah di Indonesia adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, April 2014
Intan Kusumaningrum
NIM F251100241

RINGKASAN
INTAN KUSUMANINGRUM. Profil Aroma dan Mutu Sensori Citarasa
Pasta Kakao Unggulan dari Beberapa Daerah di Indonesia. Dibimbing oleh Feri
Kusnandar, Hanny Wijaya dan Misnawi
Kakao merupakan salah satu komoditi unggulan utama Indonesia yang
memberikan kontribusi bagi penerimaan negara di sektor pertanian. Biji kakao
yang dihasilkan di Indonesia sebagian besar adalah biji kakao bulk (lindak) dan
hanya sedikit perkebunan yang menghasilkan biji kakao edel (mulia). Beberapa
Kakao unggulan di Indonesia diantaranya ada di daerah Sulawesi Selatan, Bali
dan Jawa Timur. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan profil aroma dan
mutu sensori cita-rasa pasta kakao dari ketiga daerah di Indonesia yaitu dari Jawa
Timur, Sulawesi Selatan dan Bali, dengan pasta kakao dari Ghana sebagai
pembanding. Aroma pasta kakao diekstrak dengan menggunakan Solid Phase
Microextraction (SPME), dilanjutkan dengan analisis senyawa aroma aktifnya
dengan menggunakan Gas Chromatography-Mass Spectrometry/Olfactometry

(GC-MS/O) metode Nassal Impact Frequency (NIF). Analisis sensori meliputi uji
deskripsi Quantitative Descriptive Analysis (QDA), uji hedonik dan uji ranking.
Atribut sensori aroma yang diperoleh, meliputi nutty, acid, caramel, earthy,
chocolate, sedangkan atribut sensori rasanya meliputi astringency, bitterness dan
acidity.
Sebanyak 28 komponen aroma aktif terindentifikasi pada keempat pasta
kakao. Pada pasta kakao dari Jawa Timur, Bali, Sulawesi Selatan dan Ghana
teridentifikasi masing-masing 21, 19, 22 dan 18 komponen. Ketiga kakao
unggulan memiliki profil citarasa yang berbeda satu sama lain, yang juga berbeda
dengan profil kakao pembanding Ghana. Pasta kakao Jawa Timur memiliki aroma
yang khas, yaitu aroma chocolate yang kuat, creamy, caramel dan coffee bean.
Pasta kakao Bali memiliki aroma creamy, caramel dan sweet. Pasta kakao
Sulawesi Selatan memiliki aroma khas sweet dan green. Pasta kakao Sulawesi
Selatan memiliki profil aroma dan rasa yang paling serupa dengan pasta kakao
Ghana. Hasil uji kesukaan dan uji rangking menunjukkan bahwa pasta kakao Bali
dan Jawa Timur lebih disukai panelis, sedangkan pasta Sulawesi Selatan paling
kurang disukai.
Kata kunci: biji kakao, Gas Chromatography-Mass Spectrometry/ Olfactometry
(GC-MS/O), pasta kakao, profil aroma, profil sensori


SUMMARY
INTAN KUSUMANINGRUM. Aroma and Flavor Sensory Profiles of
Superior Cocoa Liquors from Different Region in Indonesian. Supervised by Feri
Kusnandar, Hanny Wijaya and Misnawi
Cocoa is one of main agricultural commodities in Indonesia. Cocoa beans
produced in Indonesia are bulk and edel cocoa beans. Some of the superior
Cocoa beans in Indonesia are found in South Sulawesi, Bali and East Java. The
objective of this research was to compare the flavor profiles and flavor sensory
qualities of three cocoa liquors obtained from different regions in Indonesian
namely East Java, South Sulawesi and Bali. The Ghanaian cocoa liquor was used
as a reference. The aroma compounds of cocoa liquors were extracted by using a
Solid Phase Microextraction (SPME), followed by measurement of the odor active
compounds using Gas Chromatography-Mass Spectrometry/ Olfactometry (GCMS/O) with Nassal Impact Frequency (NIF) method. The aroma sensory
attributes were including nutty, acid, caramel, earthy and chocolate, while the
taste sensory attributes included astringency, bitterness and acidity. The sensory
profile analysis was carried out by applying a Quantitative Descriptive Analysis
(QDA) method. The preference and ranking tests were also conducted.
A total of 28 aroma active compounds in the cocoa liquors were
identified. There were 21, 19, 22 and 18 compounds detected in East Java, Bali,
South Sulawesi and Ghana liquors, respectively. The flavor profiles of these three

liquors were different from each other as well as with the reference, Ghanaian
cocoa liquor. East Java liquor had specific aroma with a strong chocolate,
creamy, caramel and coffee bean. Bali liquor was dominated by creamy, caramel
and sweet aroma, while South Sulawesi was specified by sweet and green aroma.
Among the three liquors, flavor sensory profile of South Sulawesi was the most
similar to that of Ghanaian cocoa liquor. The cocoa liquor from Bali and East
Java cocoa were more preferred than cocoa liquor from South Sulawesi. .
Keywords: aroma profile, cocoa bean, cocoa liquor, Gas Chromatography-Mass
Spectrometry/ Olfactometry (GC-MS/O), flavor sensory profiles

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


i

PROFIL AROMA DAN MUTU
SENSORI CITARASA PASTA KAKAO UNGGULAN
DARI BEBERAPA DAERAH DI INDONESIA

INTAN KUSUMANINGRUM

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr.Ir.Dede R. Adawiyah


iii

Judul Tesis : Profil Aroma dan Mutu Sensori Citarasa Pasta Kakao Unggulan
dari Beberapa Daerah di Indonesia
Nama
: Intan Kusumaningrum
NIM
: F251100241

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr.Ir. Feri Kusnandar, M.Sc
Ketua

Prof.Dr.Ir.C.Hanny Wijaya, M.Agr
Anggota

Dr. Ir. Misnawi

Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Ilmu Pangan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof Dr Ir Ratih Dewanti-Hariyadi, MSc

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Ujian Tesis: 7 Februari 2014

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan
penulisan tesis yang berjudul “Profil Aroma dan Mutu Sensori Citarasa Pasta
Kakao Unggulan dari Beberapa Daerah di Indonesia”. Karya ilmiah ini disusun

dalam rangka menyelesaikan studi pada Program Studi Ilmu Pangan, Sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang
sebesarbesamya kepada:
1. Dr.Ir. Feri Kusnandar, M.Sc, Prof.Dr.Ir. C. Hanny Wijaya,M.Agr dan Dr.
Misnawi sebagai dosen pembimbing atas segala arahan, petunjuk dan
waktu yang telah diberikan sejak penulisan proposal, pelaksanaan
penelitian sampai penulisan tesis ini.
2. Penulis juga sampaikan terima kasih kepada Dr.Ir.Dede Robiatul
Adawiyah, M.Si sebagai dosen penguji luar komisi atas masukannya
selama ujian sidang.
3. Papa, Mama, Suami dan seluruh keluarga tercinta, atas kasih sayang, doa
dan dukungannya yang tiada henti kepada penulis.
4. Tim Panelis QDA: Ibu Fitratin, Vetlin, Intan, Rizki, Panji, Fajar atas
kesediaannya terlibat dalam pelaksanaan penelitian ini.
5. Tim Panelis GC-MS/O: Desi S.TP, Umi S.TP , Ranti S.TP, Andika S.TP
6. Teman-teman PS. IPN Angkatan 2010 atas bantuan dan dukungannya.
7. Yunita S.TP yang telah membantu dalam perbaikan tulisan tesis ini.
8. Seluruh dosen dan pegawai di Program Studi Ilmu Pangan Sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, yang telah membagikan banyak hal

selama kegiatan perkuliahan
Penulis menyadari tesis ini masih jauh dari sempuma, untuk itu penulis sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun terutama untuk kelanjutan
penelitian ini. Semoga tesis ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Bogor, April 2014
Intan Kusumaningrum

v

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian


v
vi
vii
viii
1
1
2
2
3

2 TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Kakao
Komposisi Kimia Biji Kakao
Pengolahan Produk Kakao
Flavor Kakao
Metode Ekstraksi SPME (Solid Phase Microextraction)
Kromatografi Gas-Spektrometer Massa-Olfaktometri
Evaluasi Sensori

4

4
5
6
8
9
10
12

3 METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Bahan
Alat
Metode Penelitian

14
14
14
14
15

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Kompoen Volatil Pasta Kakao
Komponen Aroma Aktif pada Pasta Kakao
Profil Sensori Aroma dan Rasa Pasta Kakao
Tingkat Kesukaan Panelis terhadap Mutu Sensori Pasta Kakao

24
24
30
35
38

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

42
42
42

DAFTAR PUSTAKA

43

LAMPIRAN

48

RIWAYAT HIDUP

65

DAFTAR TABEL
1. Standar Nasional Indonesia (SNI) biji kakao
5
2. Komposisi kimia biji kakao
6
3. Metilpirazin diidentifikasi dengan SPME pada kakao di beberapa
negara
10
4. Konsentrasi larutan uji deskripsi rasa dan aroma dasar
17
5. Konsentrasi larutan standar uji segitiga rasa dan aroma dasar
18
6. Konsentrasi larutan standar uji rangking rasa dan aroma dasar
18
7. Flavor reference untuk pengembangan atribut
19
8. Konsentrasi larutan standar rasa yang diguanakan pada pelatihan uji rating
dan rangking
19
9. Konsentrasi larutan standar aroma yang digunakan pada pelatihan uji
rating dan rangking.
20
10. Hasil identifikasi komponen volatil pada pasta kakao
25
11. Komponen volatil pasta kakao Jawa Timur, Bali, Sulawesi Selatan dan
Ghana
31
12. Hasil analisis warna dengan kromameter terhadap pasta kakao Jawa
Timur, Sulawesi Selatan, Bali dan Ghana
40
13. Hasil uji rangking
41
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4

5

6

7
8
9
10
11

Gambar buah dan biji kakao
5
Penampakan biji kakao
14
Pasta kakao
15
Profil kromatogram pasta kakao
26
4.1 Profil kromatogram pasta kakao Jawa Timur
26
4.2 Profil kromatogram pasta kakao Bali
26
4.3 Profil kromatogram pasta kakao Sulawesi Selatan
26
4.4 Profil kromatogram pasta kakao Ghana
27
Hasil semiquantifikasi komponen volatil pasta kakao
28
5.1 Hasil semiquantifikasi komponen volatil pasta kakao Jawa Timur
28
5.2 Hasil semiquantifikasi komponen volatil pasta kakao Bali
29
5.3Hasil semiquantifikasi komponen volatil pasta kakao Sulawesi
Selatan
29
5.4 Hasil semiquantifikasi komponen volatil pasta kakao Ghana
30
Hasil GC-O komponen aroma aktif pada Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Bali
dan Ghana yang dapat dideteksi oleh panelis sebagai komponen aroma aktif
34
Diagram spider web profil aroma dan rasa pasta kakao Jawa Timur, Bali,
Sulawesi Selatan dan Ghana
35
Hasil plot score aroma dan rasa pasta kakao Jawa Timur, Bali, Sulawesi
Selatan dan Ghana
36
Hasil biplot atribut aroma dan rasa pasta kakao Jawa Timur, Bali, Sulawesi
Selatan dan Ghana
38
Hasil penilaian sensori keempat pasta kakao pada uji kesukaan
39
Warna pasta kakao (a) Jawa Timur; (b) Bali; (c) Sulawesi Selatan; (d) Ghana
40

vii
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

Kuesioner pre-Sceening
Kemampuan menskala
Lembar persetujuan dan riwayat kesehatan
Formulir uji hedonik
Kuesioner uji matching test dan identifikasi aroma dan rasa
Kuesioner uji segitiga aroma dasar
Kuesioner uji segitiga rasa dasar
Kuesioner uji rangking
Lembaran uji deskriptif kuantitatif aroma
Lembaran uji deskriptif kuantitatif rasa
Hasil uji aroma sederhana dan rasa dasar
Hasil ANOVA dan DMRT uji hedonik
Hasil friedman pada uji rangking

48
49
50
51
53
54
55
56
57
58
59
60
61

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kakao merupakan salah satu komoditi unggulan utama Indonesia yang
memberikan kontribusi terbesar bagi penerimaan negara di sektor pertanian,
setelah kelapa sawit dan karet. Saat ini Indonesia menjadi negara pengekspor biji
kakao terbesar ketiga di dunia setelah Pantai Gading dan Ghana, dengan produksi
per tahun mencapai 530 ribu ton, yang setara dengan 13.6% produksi dunia
(ICCO 2013).
Biji kakao yang dihasilkan di Indonesia sebagian besar adalah biji kakao
bulk (lindak) dan hanya sedikit perkebunan yang menghasilkan biji kakao edel
(mulia). Sulawesi Selatan adalah penghasil biji kakao lindak terbesar yang
mencapai 70% dari seluruh hasil produksi Indonesia (Langkong et al. 2011).
Provinsi Bali merupakan daerah penghasil kakao nasional. Sejak tahun 2003
Provinsi Bali memberi sumbangan produksi biji kakao sekitar 5.968,11 ton setiap
tahun. Sumbangan tersebut terus meningkat pada tahun–tahun berikutnya karena
meningkatnya pertanaman kakao di Provinsi Bali (Dinas Perkebunan Provinsi
Bali 2012). Kakao edel atau dengan istilah lain ”Java Cocoa a Light Breaking”
merupakan klon unggulan kakao Indonesia, yang ditanam secara luas di
perkebunan-perkebunan di Jawa Tengah dan Jawa Timur (Direktorat Jenderal
Perkebunan 2012). Kakao edel berjumlah kurang lebih 7% dari produksi kakao
dunia dan hanya diproduksi di Equador, Venezuela, Trinidad, Grenada, Jamaika,
Srilangka, Indonesia dan Samoa (Jenis dan Anatomi Buah Kakao 2011).
Kualitas biji kakao yang diekspor oleh Indonesia masih bermutu rendah
(berada di kelas 3 dan 4). Hal ini disebabkan antara lain oleh pengolahan produk
kakao yang masih tradisional, yaitu 85% biji kakao produksi nasional tidak
difermentasi. Hal ini menyebabkan kualitas kakao Indonesia menjadi rendah
(Suryani et al. 2007). Tidak dilakukannya proses fermentasi menyebabkan biji
kakao memiliki citarasa yang lemah. Penelitian Misnawi et al. (2002)
menunjukkan biji kakao yang tidak difermentasi tidak menghasilkan aroma
cokelat ketika proses penyangraian, bahkan menghasilkan rasa kelat dan pahit.
Fermentasi merupakan salah satu faktor pembentukan citarasa pada kakao
yang berkaitan dengan rasa dan aroma berawal dari kualitas bahan baku biji kakao
dan proses pengolahannya (Mulato et al. 2010) Disamping fermentasi dan
parameter kualitas biji kakao, asal biji kakao juga menentukan karakteristik aroma
dan rasa dari produk kakao yang dihasilkan. Faktor-faktor tersebut berdampak
pada aroma kakao yang dihasilkan. Variasi dalam biji kakao Indonesia disebabkan
antara lain oleh perbedaan asal geografis (perbedaan iklim dan tanah), metode dan
derajat fermentasi yang berbeda (Aculey et al. 2010).
Biji kakao merupakan produk hulu yang dihasilkan oleh perkebunan kakao
di Indonesia. Adapun pasta kakao, lemak kakao serta bubuk kakao merupakan
produk antara atau setengah jadi yang digunakan sebagai bahan baku oleh industri
hilir seperti cokelat makanan, permen yang mengandung cokelat, susu cokelat,
dan sebagainya. Pasta kakao merupakan biji kakao yang telah digiling halus dan
hasilnya seperti bubur halus dari biji cokelat yang bercampur dengan lemak
cokelat (ICN 2010).

2

Mutu citarasa kakao dapat diketahui dengan profil citarasa pasta kakao.
Profil kakao dapat diperoleh dengan melakukan analisis komponen aroma aktif
pada pasta kakao dengan Gas Chromatography-Mass Spectrometry/Olfactometry
(GC-MS/O), serta uji mutu sensori aroma dan rasa pasta kakao dengan
menggunakan metode Quantitative Descriptive Analysis (QDA).
Pada pengujian aroma dengan menggunakan kromatografi gas, metode
ekstraksi aroma dari bahan merupakan tahapan yang sangat menentukan. Selama
ini metode yang banyak digunakan antara lain metode steam distillation, static
and dynamic headspace, supercritical fluid extraction dan vacuum distillation
(Curioni dan Bosset 2002).
Penelitian yang dilakukan oleh Holland dan Gardner (2001) menunjukkan
bahwa penggunaan Solid Phase Microextraction (SPME) sebagai metode
ekstraksi mampu memberikan hasil yang serupa dengan metode direct injection
dan lebih akurat apabila dibandingkan dengan metode ekstraksi konvensional
seperti static headspace extraction pada sampel uji yang sama. Seperti pada buah
aprikot, parfum, minyak bunga mawar, lavender dan lili. Misnawi dan Ariza
(2011) juga menggunakan SPME sebagai metode ekstraksi yang mampu
mendeteksi profil aroma pasta kakao dengan menggunakan GC-MS/O. Kualitas
dan karakteristik sensori pasta kakao yang unggul, terutama yang terkait aspek
profil rasa dan aroma (flavor) belum banyak dilakukan di Indonesia. Pemetaan
profil pasta kakao pada berbagai daerah di Indonesia khususnya dari segi profil
aroma dapat digunakan untuk memetakan keunggulan biji kakao dari tiap daerah
sehingga dapat lebih efektif dalam pemanfaatan dan pengembangannya di masa
depan. Penelitan ini difokuskan untuk mendapatkan profil pasta kakao dari
beberapa daerah penghasil biji kakao di Indonesia (Sulawesi Selatan, Jawa Timur
dan Bali) dan mengevaluasi keunggulan sensorinya dibandingkan dengan salah
satu kakao unggul di dunia, yaitu kakao dari Ghana.
Rumusan Masalah
1. Biji kakao dari daerah Sulawesi Selatan, Jawa timur dan Bali merupakan tiga
pasta kakao unggul yang berada di Indonesia yang belum diketahui profil
aroma dan mutu sensori citarasanya, sehingga perlu dikaji untuk diketahui
keung-gulan dan ciri khasnya masing-masing dibandingkan pasta kakao dari
Ghana.
2. Perbedaan komponen-komponen volatil dari setiap pasta kakao menentukan
citarasa yang dihasilkan dan mempengaruhi tingkat penerimaan panelis
Tujuan Penelitian
1. Mengidentifikasi komponen aroma aktif pasta kakao dari daerah Sulawesi
Selatan, Jawa Timur, Bali dan Ghana dengan menggunakan GC-MS/O
2. Membandingkan profil sensori aroma dan rasa ketiga jenis pasta kakao di atas
dengan metode quantitative descriptive analysis (QDA).
3. Mengetahui tingkat penerimaan keempat pasta kakao di atas dan mengevaluasi hubungannya dengan profil sensori aroma dan rasa yang diketahui
dengan GC-MS/O .

3

Manfaat
1. Memperkaya database profil flavor pasta kakao dari pasta kakao yang tumbuh
di Indonesia.
2. Memberikan informasi dasar mengenai keunggulan dan ciri khas masingmasing pasta kakao Indonesia sehingga berbagai karakteristik khas pasta kakao
tersebut dapat dipelajari, dipetakan, didokumentasikan dengan baik yang pada
akhirnya akan dapat meningkatkan harga ekonomis biji kakao di Indonesia.

4

2 TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Kakao
Tanaman kakao merupakan tanaman tahunan yang termasuk kelompok
tanaman caulofloris, yaitu tanaman yang berbunga dan berbuah pada batang dan
cabang (Puslitkoka 2005). Bunga kakao untuk setiap pohon bisa mencapai 5000
hingga 12.000 per pohon tiap tahun, namun dari sejumlah bunga tersebut yang
mampu menjadi buah hanya berkisar 1%. Tanaman kakao dapat tumbuh baik dan
berbuah banyak di daerah yang mempunyai ketinggian 100 – 600 meter di atas
permukaan laut (Syamsulbahri 1996).
Tanaman kakao termasuk Kingdom Plantae, Sub Kingdom Spermatophyta,
Kelas Dicotyledon, Ordo Malvales, Famili Sterculiaceae, Genus Theobroma,
Species Theobroma cacao. Genus Theobroma secara keseluruhan terdiri dari 20
spesies, namun hanya spesies Theobroma cacao yang memiliki nilai komersial.
Kakao berasal dari hutan Amerika Selatan yang kemudian tanaman ini diusahakan
penanamannya oleh orang-orang Indian Aztec. Tanaman ini diperkirakan menyebar secara alami dari Amerika Selatan ke Guyana dan Meksiko kemudian menyebar sampai kepulauan Karibia (Minnifie 1999).
Tanaman kakao dibagi ke dalam tiga kelompok besar, yaitu Criolo, Forastero dan Trinitario. Kakao Criollo termasuk kakao mulia fine cacao, sementara
kakao Forastero termasuk kakao lindak atau bulk cacao. Kelompok kakao
Trinitario merupakan hibrida Criollo dan Forastero. Kelompok Trinitario dapat
masuk ke dalam kakao mulia dan lindak, bergantung pada mutu bijinya (Puslitkoka 2006). Perbedaan utama antara ketiga jenis kelompok tersebut adalah warna
buah, dan biji kakaonya. Jenis Criollo menghasilkan buah berwana merah, tipis,
berbintil-bintil dan lunak. Biji buahnya berbentuk bulat telur dan berukuran besar
dengan kotiledon berwarna putih saat basah. Jenis Forastero menghasilkan buah
berwarna hijau dan kulit tebal, memiliki biji buah yang tipis atau gepeng dan
kotiledon berwarna ungu pada waktu basah. Jenis Trianitario merupakan hibrida
alami dari Criollo dan Forastero yang biji kakaonya termasuk fine flavor (Sunanto
1992).
Buah kakao terdiri dari tiga komponen utama, yaitu kulit buah, plasenta, dan
biji (Gambar 1). Kulit buah merupakan komponen terbesar dari buah kakao, yaitu
lebih dari 70% berat masak. Presentasi biji kakao di dalam buah hanya sekitar 2729%, sedangkan sisanya adalah plasenta yang merupakan pengikat dari 30-40 biji.
Permukaan biji kakao diselimuti pulp yang berwarna putih. Pulp merupakan
jaringan halus berlendir dan melekat kelat pada biji kakao. Pulp sebagian besar
terdiri atas air dan sebagian kecil berupa gula (Mulato et al. 2010).
Standar kakao di Indonesia pada umumnya mengikuti Standar Nasional
Indonesia (SNI 01-2323-2008). Standar SNI ini sudah merujuk pada standar yang
digunakan oleh negara produsen kakao lainnya dan persyaratan mutu yang
ditetapkan oleh negara konsumen atau tujuan ekspor. Salah satu standar mutu biji
kakao yaitu tidak terdapat benda-benda asing. Benda-benda asing merupakan
benda-benda lain bukan biji kakako, serangga mati, pasir dan kotoran lainnya.

5

Biji kakao

Kulit buah kakao

Plasenta buah kakao

Gambar 1 Gambar buah dan biji kakao (Mulato et al. 2010)
Klasifikasi atau penggolongan mutu biji kakao kering menurut SNI 23232008 terbagi menjadi tiga, yaitu menurut jenis tanaman, jenis mutu dan ukuran
berat biji per 100 gram. Menurut jenis tanaman kakao, biji kakao digolongkan
menjadi dua, yaitu biji mulia (biji kakao yang berasal dari tanaman kakao jenis
Criolo atau Trinitarioserta hasil persilangannya dan biji kakao lindak (biji kakao
yang berasal dari tanaman kakao jenis Forastero) (BSN 2008)
Biji kakao kering menurut persyaratan mutunya, terbagi menjadi 3 kelas,
yaitu mutu kelas I, II, dan III dengan ketentuan telah memenuhi persyaratan
umum. Persyaratan umum biji kakao kering tercantum dalam Tabel 1.
Tabel 1 Standar Nasional Indonesia (SNI) biji kakao 01-2323-2008
No

Karakteristik

Mutu I

Mutu II

1
2

Jumlah biji/100 gr
Kadar air,% (b/b) maks

*
7.7

*
7.5

Sub
Standar
*
>7.5

3

Berjamur,% (b/b) maks

3

4

>4

4

Tak terfermentasi% (b/b) maks

3

8

>8

Komposisi Kimia Biji Kakao
Biji kakao merupakan bagian buah kakao yang paling banyak dimanfaatkan. Keping biji pada biji kakao selanjutnya akan diolah menjadi makanan
cokelat dan diambil lemaknya. Dalam proses fermentasi terjadi penguraian
glukosa menjadi alkohol yang dilakukan oleh beberapa jenis khamir, yang
dilanjutkan dengan penguraian alkohol menjadi asam asetat dan asam laktat oleh
beberapa jenis bakteri. Selain itu, selama proses ini juga berlangsung pembentukan senyawa-senyawa organik yang merupakan senyawa calon pembentuk
aroma pada biji kakao akibat aktivitas mikroorganisme tersebut (Atmana 2000).
Perbandingan komposisi bji kakao tidak difermentasi dan yang telah mengalami
fermentasi, dapat dilihat pada Tabel 2.

6

Tabel 2 Komposisi kimia biji kakao
No
1
2
3

4

5

6

Komponen
Kulit biji
Kecambah
Keping biji
Lemak
Air
Nitrogen
Total N
Protein N
Amonia N
Amida N
Theobromin
Kafein
Karbohidrat
Glukosa
Pati
Pektin
Serat
Selulosa
Pentosa
Gum
Asam organik
Asetat
Oksalat

Persen (%)
Tidak
Difermentasi
difermentasi
9.63
9.63
0.77
0.77
53.05
3.65

54.70
2.10

2.28
1.50
0.03
0.19
1.70
10.08

2.20
1.30
1.40
0.07

6.10
2.25
2.09
1.92
1.27
0.38
7.54

6.10
4.10
2.10
1.90
1.20
1.80
6.20

0.01
0.30

0.10
0.30

Sumber : Minnifie 1999

Pengolahan Produk Kakao
Pengolahan kakao dimulai dari pasca panen yang baik meliputi beberapa
tahapan penting, yaitu pemanenan dan penyimpanan buah, pembelahan buah
kakao, fermentasi, pengeringan, pemisahan kulit biji, penyangraian dan
pemastaan.
Pemanenan dan penyimpanan buah kakao
Proses pemanenan buah kakao dilakukan dengan cara memetik buah kakao
yang tepat matang. Buah kakao yang tepat matang brubah warna kulitnya dari
hijau ke kuning (untuk kakao lindak) dan bijinya terlepas dari kulit bagian dalam
buah kakao sehingga bila buah diguncang akan terdengar bunyi. Pemanenan buah
kakao diusahakan harus pada buah yang tepat matang, karena apabila terlalu
matang atau kurang matang dapat menurunkan kualitas akhir produk. Pemanenan
yang terlambat menghasilkan biji yang berkecambah, sedangkan bila terlalu cepat
menghasilkan aroma yang lemah Tujuan dari penyimpanan buah sebelum fermentasi adalah untuk mengurangi sebagian gula pulp agar pada saat fermentasi asam

7

yang terbentuk tidak terlalu tinggi. Penyimpanan lebih baik dilakukan pada
tempat yang terlindung dari sinar matahari, terhindar dari genangan air dan
dilakukan dengan tumpukan buah yang tipis. Hal tersebut dapat mempersingkat
waktu penyimpanan sehingga dapat menghindari kebusukan buah (Amin 2005).
Pembelahan buah kakao
Setelah proses penyimpanan selesai, buah dibelah untuk mengeluarkan biji
kakao. Pembelahan sebaiknya dilakukan dengan menggunakan pemukul yang
terbuat dari kayu yang keras. Penggunaan parang atau benda tajam kurang disukai
karena dapat mengakibatkan kerusakan pada biji kakao. Biji dan plasenta kemudian dilepaskan dari ujung buah dengan cara diaduk menggunakan tangan (Amin
2005).
Fermentasi
Fermentasi merupakan suatu cara pengolahan melalui proses memanfaatkan
penguraian senyawa dari bahan-bahan protein kompleks. Fermentasi dalam pengolahan biji kakao merupakan tahapan yang sangat penting. Fermentasi biji kakao
terdiri dari dua proses, yaitu fermentasi eksternal dan fermentasi internal. Fermentasi eksternal bertujuan untuk menghilangkan pulp dan meniadakan daya hidup
pada biji kakao. Fermentasi internal bertujuan untuk membentuk warna, rasa dan
aroma (Amin 2005).
Sunanto (1992) menyatakan bahwa proses fermentasi dilakukan dengan cara
memasukkan biji-biji kakao basah ke dalam kotak pemeraman, dan ditutup
dengan karung goni atau daun pisang. Proses yang terjadi selama fermentasi adalah berupa peragian dari lendir-lendir yang sebagian besar terdiri dari zat gula.
Fermentasi dapat menurunkan rendemen biji kakao tetapi dapat meningkatkan
kadar lemak sampai 2%. Lama fermentasi biji kakao yang dianjurkan adalah 5
hari dengan dilakukan satu kali pembalikan pada hari kedua.
Pengeringan
Pengeringan dilakukan untuk mengurangi kadar air pada biji kakao setelah
proses fermentasi maupun pencucian. Untuk menjaga agar komoditas kakao tidak
cepat rusak dan dapat disimpan lama, kadar air kakao harus diturunkan menjadi 67%. Pengeringan dapat dilakukan dengan pengeringan alami (penjemuran),
pengeringan buatan ataupun kombinasi keduanya (Amin 2005).
Pemisahan kulit biji kakao
Pemisahan kulit biji merupakan proses yang bertujuan untuk memisahkan
daging biji (nib) dari kulit biji. Daging biji merupakan komponen biji kakao yang
dimanfaatkan untuk pengolahan bahan pangan, sedangkan kulit biji merupakan
limbah yang banyak dimanfaatkan sebagai campuran pakan ternak (Mulato et al.
2010).
Penyangraian biji kakao
Penyangraian (roasting) merupakan pengolahan pendahuluan untuk semua
hasil olahan akhir kakao. Tujuan penyangraian adalah mengembangkan cita rasa
dan aroma khas cokelat, menurunkan kadar air, mematikan mikroba, menggelembungkan kulit biji hingga mudah dipisahkan dari nib, dan membuat nib lebih

8

renyah sehingga memudahkan penghancuran dan penghalusan. Penyangraian juga
bertujuan untuk mengurangi kadar air, membunuh mikroba yang terdapat di
dalam biji kakao dan memudahkan pemisahan kulit biji dari kepingnya (Wahyudi
et al. 2008).
Suhu yang digunakan dalam penyangraian biji kakao sekitar 120-140°C
selama 15-120 menit. Proses penyangraian akan selesai apabila warna bagian
dalam keping biji berubah menjadi cokelat tua dan rasa pahitnya berkurang. Kadar
air setelah melakukan penyangraian berkisar 2.5% (Muchtadi dan Sugiyono
1992).
Pemastaan
Pemastaan merupakan proses menghancurkan nib yang semula berbentuk
butiran padat kasar menjadi bentuk pasta cair kental. Proses pemastaan dilakukan
dalam dua tahap. Tahap pertama adalah penghancuran untuk merubah biji kakao
padat menjadi pasta kasar atau pasta dengan kehalusan lebih dari 40µm dengan
menggunakan mesin pemasta silinder. Tahap ini menghasilkan pasta cokelat
kasar. Tahap kedua adalah proses pelumatan dengan alat penghalus pasta atau
refiner untuk menghasilkan kehalusan pasta dengan ukuran partikel kurang dari
20 µm. Pelumatan dilakukan di dalam gilingan (roll) berputar yang dipasang
secara seri sebanyak lima buah. Proses pelumatan dilakukan secara berulang
sampai diperoleh pasta cokelat dengan tingkat kehalusan di bawah 20 µm (Mulato
et al. 2010).
Flavor Kakao
Flavor merupakan salah satu atribut bahan pangan atau produk pangan atau
produk pangan yang berperan penting dalam penerimaan atau penolakan suatu
makanan atau minuman oleh konsumen. Aroma dari suatu bahan pangan dapat
ditimbulkan oleh satu atau beberapa komponen yang merupakan karakteristik
aroma bahan pangan tersebut, sedangkan komponen lainnya hanya memberikan
nuansa terhadap keseluruhan flavor (Apriantono dan Kumara 2004).
Menurut Lindsay (1996), flavor adalah keseluruhan sensasi yang berkontribusi pada persepsi yang diterima oleh indera meliputi bau, rasa, penglihatan,
perasaan dan suara pada saat mengkonsumsi. Kemampuan sel-sel khusus epitel
penciuman dari rongga hidung untuk mendeteksi jumlah volatile odorant untuk
variasi hampir tidak terbatas dalam intensitas dan kualitas bau dan rasa. Pengecap
terletak di belakang lidah dan rongga mulut memungkinkan manusia untuk
merasakan rasa manis, asam, asin dan pahit, sensasi ini disumbangkan kepada
komponen citarasa. Tanggapan saraf trigeminal juga memberikan kontribusi
penting utuk memberikan persepsi melalui deteksi dari ketajaman (pedas), dingin,
umami atau atribut yang lezat, serta sensasi yang diinduksi secara kimia lainnya
yang dalam persepsi rasa dan bau, sehingga dapat diterima konsumen.
Flavor pasta kakao merupakan karakteristik dasar yang sangat penting pada
produk kakao yang pada akhirnya akan diolah menjadi produk cokelat, baik
berupa cocoa powder, cocoa butter ataupun cocoa liquor. Komponen-komponen
aroma cokelat terbentuk selama penyangraian biji kakao dari calon-calon pembentuk citarasa seperti asam amino, peptida, gula pereduksi dan kuinon. Senyawasenyawa tersebut terbentuk selama proses persiapan biji, khususnya fermentasi

9

dan pengeringan. Komponen aroma sebagian besar terdiri dari pirazin. Di antara
kelompok senyawa yang membentuk aroma cokelat, alkilpirazin dianggap kontributor yang sangat penting karena memiliki ambang batas bau yang rendah dan
signifikansi terhadap sensorik (Wahyudi et al. 2008).
Dalam fermentasi, selain terbentuk prekursor, juga terjadi perubahan pH
atau keasaman biji. Dalam proses tersebut keasaman biji kakao dipengaruhi oleh
kadar pulp, dalam buah kakao. Makin banyak kadar pulp, maka makin asam biji
kakao setelah fermentasi (Purwo 2012). Saat ini sudah ditemukan lebih 400
komponen aroma yang telah teridentifikasi dari biji kakao fermentasi yang telah
disangrai. Di antara prekursor flavor kakao yang sering mendapat perhatian para
peneliti adalah asam amino dan gula pereduksi. Reaksi-reaksi pembentukan flavor
kakao dari asam amino dan gula pereduksi terjadi selama penyangraian dan salah
satu senyawa yang dihasilkan adalah pirazin, tiazole, oksazol, pirol, piridin, furan,
amina, aldehida, keton, ester, alkohol dan asam (Owusu 2010; Bonvehi 2005).
Owusu, Petersen dan Heimdal (2008) telah meneliti komponen biji kakao hasil
fermentasi dengan analisis GC-MS/O. Dalam penelitian ini dapat diketahui Fenilasetaldehida (bitter/green/grassy), 3-metil asam butanon (unpleasant/old cheese/
sweaty), 2,5-dimetilpirazin (popcorn), tetrametilpirazin (potato/earthy), dan
linalool (sweet/flowery/fruity).
Metode Ekstraksi SPME (Solid Phase Microextraction)
SPME digunakan untuk menyerap komponen volatil dan selanjutnya dianalisis menggunakan Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS). Proses
ekstraksi jenis ini telah terbukti berguna untuk mempelajari komponen volatil dari
beberapa jenis makanan yang berbeda. Kondisi pengujian pada waktu dan suhu
tertentu dipilih karena kondisi ini memberikan hasil yang terbaik. SPME yang
digabungkan dengan GC-MS merupakan teknik yang bermanfaat untuk mengidentifikasi dan menentukan komponen volatil dari pasta kakao. Metode ini dapat
digunakan untuk mendeteksi volatilitas pada pasta kakao (Misnawi dan Ariza
2011).
SPME memiliki beberapa keuntungan dibandingkan dengan metode preparasi sampel tradisional, yaitu pemisahan sampel dari bahan matriks, mudah penggunaanya, tidak menggunakan pelarut, biaya yang rendah dan tidak perlu
memerlukan peralatan aksesoris yang rumit dan mahal dalam penggunaannya.
SPME menjadi sangat populer karena prosedurnya sederhana dan pengumpulan
senyawa-senyawa volatilnya berlangsung cepat walaupun mengandalkan GC
untuk pemisahan zat-zat volatil dan MS untuk identifikasinya (Hilshaw 2003).
Suhu ekstraksi yang digunakan rendah, sehingga SPME dapat memberikan
hasil yang lebih baik dari profil aroma seperti yang dirasakan pada hidung
manusia. Dengan keungulan ini, SPME telah dipraktikkan secara luas stabil dan
senyawa semi volatil dari biologis, lingkungan dan pangan (Ho et al. 2006). Fiber
dimasukkan pada bagian headspace di atas sampel (HS-SPME), sampel dapat
berbentuk cair atau padat. Volatil pada bagian headspace akan terbagi dalam
bentuk gas dan cairan tipis pada permukaan fiber. Dalam hal ini terdapat 3 bentuk
sistem: matriks sampel, headspace pada bagian atas sampel lapisan fiber, dua
sistem kesetimbangan antara sampel dan bentuk gas, antara bentuk gas dan

10

lapisan fiber. Kedua sistem dalam kesetimbangan umumnya dihubungkan oleh
konsentrasi dari analat dalam bentuk gas (Klob dan Ettre 2006).
Tipe polimer pelapis fiber mempengaruhi daya serap terhadap komponen
berdasarkan tingkat polaritasnya. Terdapat 3 tipe fiber yang sudah tersedia, yaitu
tipe nonpolar, polar dan bipolar. Tipe nonpolar yang telah tersedia adalah tipe
PDMS (Polydimethylsiloxane) coating. Pelapis fiber seperti polyacrylate (PA)
dan carbowax-divinylbenzene (CW-DVB) merupakan pelapis tipe polar. Pelapis
fiber SPME tipe bipolar antara lain PDMS-DVB, PDMS-DVB Stableflex, Carboxen- PDMS dan DVB-Carboxen-PDMS Stableflex (Shirey et al. 1999).
Menurut Stadelmann (2001), polaritas fiber mempengaruhi selektifitas fiber
berdasarkan prinsip kesamaan polaritas. Komponen polar lebih mudah diekstrak
dengan menggunakan fiber bertipe polar. Tidak semua zat non polar lebih mudah
diekstrak dengan menggunakan fiber tipe non polar.
Analisis komponen aroma dengan menggunakan SPME telah banyak digunakan pada produk kakao. Penelitian yang dilakukan oleh Perego et al. (2004)
menunjukkan bahwa penggunaan SPME sebagai metode ekstraksi mampu mendeteksi beberapa metilpirazin pada pasta kakao dengan menggunakan gas kromatografi (Tabel 3).
Tabel 3 Metilpirazin diidentifikasi dengan SPME pada kakao di beberapa negara
Ecuador
Ghana
Grenada
Komponen
(ppm)
(ppm)
(ppm)
2-metilpirazin
5.18
4.43
5.91
2,5-dimetilpirazin
2.31
5.07
2.71
2,6-dimetilpirazin
2.33
2.59
2.01
2,3 dimetilpirazin
0.91
2,32
1.87
2,3,4-trimetilpirazin
2.46
7.51
4.51
Tetrametilpirazin
4.98
13.91
9.91
Kromatografi Gas-Spektometer Massa/Olfaktometri (GC-MS/O)
Kromatografi menurut Grob (2004) adalah metode pemisahan komponen
bahan secara fisik, dimana komponen tersebut terdistribusi menjadi dua fase, yaitu
fase diam dan fase gerak. Fase diam dapat berupa padatan atau cairan pada
matriks padat. Kromatografi gas pertama kali diperkenalkan oleh James dan
Martin pada tahun 1952. Prinsip kerja kromatografi gas secara umum mencakup
perubahan fase sampel menjadi fase gas dengan pemanasan ke tempat penyuntikan, pemisahan komponen campuran secara spesifik pada kolom yang telah
dipersiapkan dan pendeteksian tiap komponen menggunakan detektor (Miller
2005).
Untuk meningkatkan kemampuan analitiknya, terkadang dua atau lebih
instrumen analitis digabungkan dalam satu rangkaian, supaya memungkinkan
untuk dilakukan analisis kuantitatif maupun kualitatif. Spektrometri massa
merupakan metode analisa dimana atom atau molekul dari sampel diionisasi dan
dipisahkan berdasarkan mass-to-charge (m/z) dan direkam oleh rekorder. Prinsip
kerja spektrometri massa adalah menembak bahan yang sedang dianalisis dengan
berkas elektron dan secara kuantitatif mencatat hasilnya sebagai suatu spektrum
fragmen ion positif. Fragmen-fragmen tersebut berkelompok sesuai dengan
massanya (Herbert dan Johnstone 2002).

11

GC-MS/O merupakan gabungan kromatografi gas-massa spektrometri
ditambah dengan olfaktometri. Dengan gas kromatografi-spektrometri massa/
olfaktometri, aliran bahan kimia dibagi dengan satu-setengah diarahkan ke spektrometri massa detektor (MSD), dan setengah sisanya mengalir melalui tabung
dipanaskan dicampur dengan kelembaban udara. Seorang panelis mengendus dari
tabung dipanaskan/ dilembabkan dan intensitas bau tersebut, kemudian dicatat
pada saat yang sama dari MSD. Hasilnya merupakan aromagram yaitu kromatogram puncak mewakili bau intensitas dan waktu (Bazemore 2012).
Analisis GC-MS memberikan dua informasi dasar yaitu hasil analisis
kromatografi gas dalam bentuk kromatogram dan hasil analisis spektrometri
massa dalam bentuk spektrum massa. Kromatogram menunjukkan jumlah komponen kimia dalam campuran yang dianalisis dan spektrum massa menunjukkan
jenis dan jumlah fragmen molekul yang terbentuk dari suatu komponen kimia
(McNair dan Miller 1998). Identifikasi komponen dilakukan dengan membandingkan pecahan m/z senyawa yang terdeteksi dengan data library. Identifikasi
hasil perbandingan m/z senyawa yang terdeteksi dengan data library harus
diperkuat lagi dengan perbaningan data LRI (linier Retention Indices) senyawa
tersebut pada literatur-literatur yang telah diterbitkan sebelumnya (Reineccius
1996).
Analisis Gas Chromatography-Olfactometri (GC-O) adalah salah satu cara
yang baik untuk menentukan komponen kunci dalam flavor suatu bahan pangan.
GC-O merupakan kumpulan teknik yang menggunakan manusia sebagai detektor
pada gas kromatogram atau sebagai olfaktometer dengan menggunakan gas
kromatogram untuk memisahkan dan menyampaikan dosis aroma kepada manusia
sebagai subjek. Pemilihan teknik identifikasi komponen volatil sangat tergantung
kepada kemurnian, volatilitas, dan ukuran sampel serta informasi yang ingin
diperoleh (Bazemore 2012).
Berbagai teknik GC-O telah dikembangkan menjadi 3 jenis; deteksi frekuensi/nassal impact frequency (NIF), dilusi pada treshold/aroma ekstract dilution
analysis (AEDA) dan intensitas langsung (metode intensitas posterior). Metode
yang paling banyak digunakan adalah deteksi frekwensi/NIF. Keuntungan utama
dari metode deteksi berbasis frekwensi adalah kesederhanaannya, dan assessors
yang tidak memerlukan banyak pelatihan. Panelis yang digunakan sebanyak 6-12
orang. Dihitung proporsi panelis yang mampu mendeteksi pada waktu retensi
tertentu. Senyawa yang terdeteksi paling sering disimpulkan memiliki peranan
relatif lebih penting (Delahunty 2006).
Analisis komponen aroma dengan metode GC-O dengan deteksi NIF telah
banyak digunakan pada berbagai buah-buahan. Wijaya et al. (2005) telah mengidentifikasi potensi aroma pada beberapa kultivar salak dengan menggunakan gas
kromatografi dengan metode NIF, memiliki total aroma aktif 24 komponen
dengan intensitas tertinggi pada 2 asam metilbutanat, 3-asam metilpentanoat
memiliki aroma friut’s sweety. Silamba (2011) mengidentikasi aroma nanas kultivar Mahkota Bogor, Pasir Kuda dan Delika Subang dengan gas kromatografi
olfaktometri dengan metode NIF. Mahkota Bogor dan Pasir Kuda Atribut memiliki
aroma dominan, yaitu sweet, fruity, pineapple-like, caramel sedangkan pada Delika
Subang lebih dominan atribut aroma coconut like dan sour.

12

Evaluasi Sensori
Evaluasi sensori dapat didefinisikan sebagai pengukuran ilmiah untuk mengukur, menganalisa karakteristik bahan pangan dan bahan lain yang diterima oleh
indra. Penggunaan manusia digunakan sebagai alat ukur untuk mengukur rasa
atau karakteristik sensori makanan. Data indrawi seperti warna, rasa bau, dan rasa
di mulut yang diperoleh melalui evaluasi subjektif (Meilgaard et al. 1999).
Uji Deskriptif QDA
Analisis sensori deskriptif adalah metode analisis sensori dimana atribut
sensori suatu produk atau bahan pangan diidentifikasi, dideskripsikan dan
dikuantifikasi dengan menggunakan panelis yang dilatih khusus untuk tujuan ini.
Panelis yang digunakan harus dipilih secara hati-hati, dilatih dan dipertahankan
kemampuannya dibawah pengawasan supervisor yang berpengalaman (Setyaningsih et al. 2010).
Parameter-parameter sensori yang diamati guna menggambarkan produk
dapat berupa aneka ragam terminologi baik itu tentang atribut, karakteristik,
characternotes, kalimat penjelasan atau pendiskripsi lain. Pemilihan terminologi
untuk sensori parameter boleh sekehendak hati, namun harus disetujui oleh semua
panelis selama masa pelatihan dan digunakan dengan seragam selama pengujian.
Akan tetapi bila atribut sensori yang terpilih dan definisi yang berhubungan
dengan atribut ini dapat dikaitkan dengan sifat fisik atau kimia produk, data
deskripsi yang diperoleh akan lebih mudah dalam interpretasi dan lebih berguna
dalam pembuatan keputusan (Apriyantono dan Wijaya 2006).
Metode dalam analisis deskriptif terus berkembang. Tiga metode yang digunakan dalam analisis deskriptif, yaitu flavor profile, texture profile, dan quantitative descriptive analysis (QDA). Analisis deskriptif juga dapat dilakukan menggunakan metode spectrum descriptive analysis method, free choice profiling, dan
time-intensity descriptive analysis (Meilgaard et al. 1999).
Saat ini metode QDA diterima secara luas sebagai salah satu alat yang
paling penting untuk mengkaji masalah yang berkaitan dengan flavor, penampakan dan tekstur serta untuk usaha pengembangan produk. Pada metode QDA
panelis terpilih berkerja bersama dalam sebuah kelompok yang fokus untuk
mengidentifikasi atribut kunci dari produk dan menentukan skala yang tepat pada
produk yang dikaji. Panelis selanjutnya dilatih oleh panel leader, seorang analisis
sensori yang profesional menjadi anggota dari panelis untuk mengidentifikasi dan
memberi skor pada produk dengan benar. Selama pelatihan, panelis (jumlah
panelis selalu 8-12 orang) menentukan kata-kata yang tepat (lexicon) untuk
menggambarkan produk. Panelis terlatih menentukan istilah-istilah mengenai
atribut dan deskripsi produk yang mengandung arti bagi konsumen. Oleh karena
itu, informasi dari QDA dapat diaplikasikan dalam bentuk model prediksi
terhadap penerimaan konsumen (Marsili 2007; Heyman et al. 1993).
Analisis kuantitatif dilakukan oleh masing-masing panelis dengan menggunakan unstructured line scale. Unstructured line scale yang digunakan untuk
QDA adalah sepanjang 15 cm atau 6 inci (Meilgaard et al. 1999). Data hasil QDA
dapat dilakukan analisis statistik menggunakan analysis of variance (ANOVA)
atau multivariate statistical technique. Umumnya, digunakan spider web untuk
mempresentasikan hasil analisis QDA. Metode multivariate terutama digunakan

13

untuk menganalisis data consumer test dan descriptive test. Salah satu metode
yang digunakan dalam multivariate statistical technique adalah Principal Component Analysis (PCA) (Setyaningsih et al. 2010).
Principal Component Analysis (PCA) adalah metode statistik yang dapat
mengidentifikasi suatu keragaman, dinamakan “principal component“ dijelaskan
jumlah keragaman dari yang terbesar hingga jumlah keragaman terkecil yang
tersembunyi. Analisis ini dapat menjelaskan sebanyak 75-90% dari total keragaman dalam data yang mempunyai 25-30 variabel hanya dengan dua sampai tiga
principal component (Meilgaard et al. 1999).
Uji Penerimaan Pasta kakao
Uji kesukaan termasuk ke dalam kelompok uji afeksi. Uji afeksi
menyangkut penilaian seseorang akan suatu sifat atau kualitas suatu bahan yang
menyebabkan orang menyukainya. Tujuan uji afeksi adalah untuk mengetahui
apakah suatu komoditi atau suatu sifat sensori tertentu dapat diterima oleh
masyarakat. Panelis yang digunakan dalam kelompok besar (50 sampai beberapa
ratus orang) (Steyaningsih et al. 2010).
a. Uji Rating Kesukaan
Pada uji rating kesukaan, panelis diminta tangapan pribadinya tentang
kesukaan atau sebaliknya (ketidaksukaan). Disamping panelis mengemukakan
tanggapan senang, suka atau kebalikannya, mereka juga mengemukakan tingkat
kesukaannya. Tingkat-tingkat kesukaan ini disebut skala kesukaan. Misalnya
dalam hal “suka” dapat mempunyai skala hedonik seperti: amat sangat suka,
sangat suka, suka dan agak suka. Sebaliknya, jika tanggapan itu “tidak suka”
dapat mempunyai skala kesukaan seperti suka dan agak suka, terdapat
tanggapannya yang disebut netral, yaitu bukan suka tetapi juga bukan tidak suka
(neither like nor dislike) (Setyaningsih et al. 2010).
Panelis yang digunakan dalam uji kesukaan umumnya panelis tidak terlatih,
Panel hedonik menyangkut aseptabilitas komoditi oleh masyarakat karena itu
anggota panel harus dapat mewakili masyarakat. Dengan demikian, orang-orang
yang menjadi anggota panel tidak dari orang-orang yang secara berlebihan
menyukai atau membenci komoditi yang diujikan (Meilgaard et al.1999)
b. Uji Rangking Kesukaan
Pada uji rangking, panelis diminta mengurutkan contoh-contoh yang diuji
berdasarkan perbedaan tingkat mutu sensori. Rangking adalah metode yang
digunakan untuk menguji tiga atau lebih sampel, yang disajikan dalam waktu
bersamaan, dengan tujuan untuk mengetahui urutan atau jenjang sampel
berdasarkan atribut tertentu. Uji rangking merupakan uji yang mudah dilakukan
dan dapat menguji sampel dalam jumlah yang relatif banyak (Setyaningsih et al.
2010)
Pada uji rangking, komoditi diurutkan dengan pemberian nomor urut,
dimana urutan pertama selalu menyatakan tingkat mutu sensori tertinggi dan
urutan selanjutnya menunjukkan tingkat yang makin rendah. Angka atau nilai
hasil uji rangking hanya berbentuk nomor urut dan tidak menyatakan suatu
besaran skalar. Pada uji rangking kesukaan ini, panelis diminta untuk merangking
kesukaan pada produk (Meilgaard et al. 1999).

14

3 METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan mulai dari Juli 2012 sampai April 2013. Pengujian
sensori dilaksanakan di Laboratorium Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia,
Jember-Jawa Timur, penelitian menggunakan kromatografi gas-spektrometer
massa-olfaktometri (GC-MS/O) dilaksanakan di Laboratorium Analisis Flavor,
Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi dan pengujian analisis warna di
Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, IPB Bogor.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji kakao terfermentasi
yang diperoleh dari tiga daerah di Indonesia, yaitu Sulawesi Selatan (bulk dari
perkebunan rakyat di Luwu), Jawa Timur (edel dari PT Perkebunan Nusantara
XII, Jember) dan Bali (bulk dari perkebunan rakyat di Jembrana). Sebagai
pembanding digunakan biji kakao dari Ghana (bulk diperoleh dari PT General
Food Indonesia). Perbandingan dari keempat jenis biji kakao dapat dilihat pada
Gambar 2. Bahan kimia yang digunakan untuk analisis terdiri dari sukrosa, asam
sitrat, kalium alumunium sulfat garam NaCl, kafein, propilen glikol dan flavor
standar. Flavor standar yang digunakan diantaranya adalah 2 metil pirazin, fenil
etil alkohol, 2,3-pentandion yang diperoleh dari PT. Ogawa Indonesia, sedangkan
flavor standar menggunakan etil butirat, cis-3 heksenon, fenil asetaldehid, 1okten-3-ol dari PT Firmenich Indonesia, aldehid C33 dari PT Indesso Niagatama
dan asam asetat. Standar internal yang digunakan adalah dekana dari PT Sigma
Aldrich.

1

2
1

Jawa Timur

2

Bali
1

1

2

2

Sulawesi Selatan

Ghana

Gambar 2 Penampakan biji kakao (1) Biji kakao (2) Nib dari biji kakao
Jawa timur, Bali, Sulawesi Selatan dan Ghana

15

Alat yang digunakan adalah timbangan analitik, SPME fiber Polydimethy
lsyloxane-divinilbenzena (PDMS- DVB), GC-MS/O Agilent Technologies GC
System (GC 7890 dan 5975 C Double Axis, USA), peralatan gelas, waterbath,
vial, mikropipet, gelas kaca kecil, sendok, gelas piala, gelas ukur, mangkuk kaca
kecil. Pengukuran warna pasta kakao digunakan Chromameter CR 300 Minolta.
Metode Penelitian
Penelitian yang dilakukan terdiri atas tiga tahap yaitu: 1) Pembuatan pasta
kakao, 2) Analisis profil aroma pasta kakao dengan alat GC-MS-O dengan metode
NIF (nassal impact frequency) dan analisa sensori cita-rasa menggunakan metode
analisis deskriptif QDA (Quantitative Descriptive Analysis), dan 3) mengetahui
penerimaan sensori cita-rasa pasta kakao melalui uji penerimaan panelis (uji
kesukaan dan uji rangking).
Pembuatan Pasta Kakao (Misnawi dan Ariza 2011)
Sebanyak 500 gram biji kakao dari keempat daerah tersebut dikupas secara
manual untuk memisahkan (keping biji) kotiledon dan kulitnya. Selanjutnya
keping biji kakao disangrai pada suhu 120oC selama 12 menit. Keping biji hasil
penyangraian kemudian dihancurkan dengan blender, dan selanjutnya dihaluskan
dengan alat pemasta selama 15 menit, sehingga diperoleh pasta kakao (Gambar
3). Pasta kakao kemudian dikemas dan disimpan pada suhu 5oC hingga dilakukan
analisis.

Gambar 3 Contoh pasta kakao
Analisis Pasata Kakao dengan GC-MS/O (Modifikasi Metode Misnawi dan
Ariza 2011)
Analisis komposisi komponen volatil terdiri dari identifikasi dan penentuan
kandungan komponen volatil yang diperoleh dengan GC-MS/O. Tahapan pekerjaan meliputi 1) ekstraksi pasta kakao dengan SPME (Solid Phase Microextraction), 2) injeksi sampel ke perangkat GC-MS/O, 3) penentuan LRI (Linier
Retention Index) dan 4) penentuan kuantitatif komponen volatil.
a. Ekstraksi pasta kakao dengan SPME (Solid Phase Microextraction)
Komponen aroma dari pasta kakao diekstrak dengan SPME, serat penjerap
(absorber) yang digunakan adalah Polydimethylsyloxane-divinilbenzena (PDMSDVB) polimer (Supelco, USA). Pasta kakao ditimbang sebanyak 2 g ditempatkan
pada vial berkapasitas 40 ml. Selanjutnya vial dipanaskan dengan penangas air
pada suhu 60˚C sampai mencair. Standar dekana ditam