Comparative Advantage and Trade Flow of Indonesian Cocoa in International Market

DAYA SAING DAN ALIRAN PERDAGANGAN KAKAO
INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL

ANGGITA TRESLIYANA SURYANA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Daya Saing dan Aliran
Perdagangan Kakao Indonesia di Pasar Internasional adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2014
Anggita Tresliyana Suryana
NIM H451110271

RINGKASAN
ANGGITA TRESLIYANA SURYANA. Daya Saing dan Aliran Perdagangan
Kakao Indonesia di Pasar Internasional. Dibimbing oleh ANNA FARIYANTI dan
AMZUL RIFIN.
Indonesia merupakan produsen biji kakao terbesar ketiga di dunia setelah
Pantai Gading dan Ghana, dengan produksi biji kakao Indonesia sekitar 11.81
persen dari total produksi dunia. Ekspor kakao didorong dari sisi permintaan,
yakni adanya pertumbuhan konsumsi dunia yaitu sebesar 3 persen per tahun.
Meskipun secara kuantitas ekspor kakao menunjukkan peningkatan, namun mulai
tahun 2011 terjadi perubahan komposisi ekspor kakao Indonesia, yakni ekspor
produk olahan meningkat, sedangkan biji kakao menurun. Hal ini terjadi akibat
dampak penetapan pajak ekspor biji kakao yang dimulai sejak tahun 2010.
Dengan tren peningkatan ekspor kakao Indonesia dan peningkatan konsumsi
kakao dunia, menunjukkan potensi pasar kakao masih tinggi di pasar internasional.
Volume ekspor kakao di pasar internasional ditentukan oleh daya saing kakao dan
faktor-faktor penentu lainnya. Untuk itu, tujuan penelitian ini adalah: (1)

menganalisis daya saing dan tingkat persaingan kakao biji dan olahan Indonesia di
pasar internasional dan (2) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi aliran
perdagangan kakao biji dan olahan Indonesia serta potensi perdagangannya di
pasar internasional. Data sekunder yang digunakan berupa data panel yaitu
penggabungan antara data time series dan cross section. Metode analisis yang
digunakan dalam penelitian ini adalah: (1) analisis deskriptif, (2) analisis daya
saing dengan metode Revealed Comparative Advantage (RCA), (3) analisis
korelasi rank spearman, (4) analisis data panel dengan gravity model, dan (5)
analisis rasio potensi perdagangan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perdagangan kakao Indonesia di
pasar internasional memiliki keunggulan komparatif tertinggi untuk biji kakao
(nilai rata-rata RCA sebesar 12.53) dan terendah untuk kakao butter (nilai ratarata RCA sebesar 7.35), walaupun dilihat dari nilai RCA semua produk kakao
menunjukkan Indonesia memiliki keunggulan komparatif. Berdasarkan hasil
analisis daya saing, Indonesia memiliki korelasi yang positif dengan negara Ghana
untuk pasar biji kakao, namun tidak memiliki korelasi dengan negara eksportir
lainnya di pasar kakao butter dan kakao powder.
Variabel-variabel yang berpengaruh signifikan terhadap volume ekspor biji
kakao Indonesia antara lain GDP riil per kapita negara tujuan, nilai tukar rupiah
terhadap LCU, dan bea keluar biji kakao. Ketiga variabel tersebut memiliki tanda
koefisien yang sesuai dengan hipotesa. Sedangkan variabel yang tidak signifikan

terhadap volume ekspor biji adalah GDP riil per kapita Indonesia dan jarak
ekonomi antara Indonesia dengan negara tujuan ekspor. Pada model kakao butter,
semua variabel berpengaruh signifikan yaitu GDP riil per kapita Indonesia, GDP
riil per kapita negara tujuan, jarak ekonomi Indonesia dengan negara tujuan, nilai
tukar rupiah terhadap LCU, dan bea keluar biji kakao. Seluruh variabel tersebut
memiliki tanda koefisien yang sesuai dengan hipotesa. Untuk model kakao
powder, variabel-variabel yang berpengaruh signifikan terhadap volume ekspor
adalah GDP riil per kapita Indonesia, GDP riil per kapita negara tujuan, dan jarak

ekonomi Indonesia dengan negara tujuan. Ketiga variabel ini memiliki variabel
yang sesuai dengan hipotesa.
Rasio potensi perdagangan biji kakao Indonesia menunjukkan bahwa
perdagangan yang masih under trade dan berpotensi meningkat di masa
mendatang adalah Amerika Serikat, China, dan Brazil. Untuk perdagangan kakao
butter adalah China, Belanda, dan Jepang, sedangkan pada perdagangan kakao
powder adalah Estonia, Rusia, dan Amerika Serikat. Hal ini ditunjukkan dengan
rasio potensi perdagangan yang lebih besar dari satu di beberapa tahun terakhir
yang artinya perdagangan Indonesia dengan mitra dagang mengalami under trade
atau selama ini belum melebihi potensi perdagangan yang ada. Sedangkan potensi
perdagangan kakao Indonesia memiliki tren meningkat di masa mendatang

ditunjukkan oleh slope potensi perdagangan yang positif.
Dari tiga analisis yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa Indonesia
dapat meningkatkan pangsa pasarnya dengan lebih memprioritaskan mengekspor
biji kakao ke China, Amerika Serikat dan Brazil. Untuk kakao butter pangsa
pasar sebaiknya ditingkatkan di China, Australia, dan UEA. Sedangkan untuk
kakao powder, negara yang dapat ditingkatkan pangsa pasarnya adalah Estonia,
Rusia dan Australia. Hal ini dikarenakan, negara-negara tersebut pertumbuhan
GDP riil per kapita dan keunggulan komparatif, serta potensi perdagangan
Indonesia di negara tersebut masih potensial. Untuk itu Indonesia perlu
menciptakan hubungan kerjasama ekonomi timbal balik melalui perjanjian
ataupun organisasi internasional.
Kata kunci: daya saing, ekspor, gravity model, kakao

SUMMARY
ANGGITA TRESLIYANA SURYANA. Comparative Advantage and Trade Flow
of Indonesian Cocoa in International Market. Supervised by ANNA FARIYANTI
and AMZUL RIFIN.
Indonesia is the third largest cocoa beans producer in the world after Ivory
Coast and Ghana, since total production of cocoa beans in Indonesia around 11.81
percent of the total world production. Cocoa export is driven from the demand

side, showed by the growth of world consumption around 3 percent per year.
Although the quantity of cocoa exports showed an increase, however, started in
2011 there is a change in the composition of Indonesian cocoa exports, exports of
processed cocoa increased, while cocoa beans decreased. This happens due to the
impact of taxation cocoa exports that began in 2010. With the increasing trend of
Indonesian cocoa exports and an increase in world cocoa consumption, indicating
the potential cocoa market is still high in the international market. The volume of
cocoa export in the international market is determined by its competitiveness and
other factors. Thus, the purposes of this study are: (1) to analyze the
competitiveness and the level of competition of Indonesian cocoa beans and
processed cocoa in the international market and (2) to analyze the factors that
affect the flow Indonesian cocoa beans and processed cocoa trade and the
potential trade in the international market. Secondary data were used in the form
of panel data, combination between the time series and cross section data. The
analysis methods used in this study are: (1) descriptive analysis, (2) Revealed
Comparative Advantage (RCA), (3) Spearman rank correlation analysis, (4)
analysis of panel data with gravity models, and (5) ratio of trade potential.
The results of this study indicate that the Indonesian cocoa trade in the
international market has the highest comparative advantage for cocoa beans
(average value RCA 12.53) and the lowest for the cocoa butter (average value

RCA 7.35), even though the value of the RCA of all cocoa products shows
Indonesia has comparative advantage. Based on the competitiveness analysis,
Indonesia has a positive correlation with Ghana in cocoa beans market, but has no
correlation with other exporting countries in the markets of cocoa butter and
cocoa powder.
The variables that significantly influence the volume of Indonesian cocoa
exports are real GDP per capita of the destination country, exchange rate, and the
cocoa beans export tax. All of these variables have coefficient sign that consistent
with the hypothesis. In the cocoa butter model, all variables significantly affect
Indonesia's export. All of these variables have coefficient sign that consistent with
the hypothesis. Meanwhile, in the cocoa powder model, the variables that
significantly influence the volume of exports is Indonesia's per capita real GDP,
real GDP per capita of the destination country, and the economic distance between
Indonesia and destination countries.
The countries that still under trade in cocoa beans model and potentially
increased in the future are USA, China, and Brazil. While in cocoa butter trade are
China, the Netherlands, and Japan, and in cocoa powder trade are Estonia, Russia,
and the United States. This is indicated by the ratio of trade potential is greater

than one, which means Indonesia's trade with trading partners has not exceeded

the existing trade potential. The increasing potential of Indonesian cocoa trade in
the future trends indicated by the positive slope of trade potential.
From the three analyzes that have been done it can be concluded that
Indonesia could increase its market share by prioritizing to export cocoa beans to
China, the United States, and Brazil. In the meantime, for cocoa butter Indonesia
should be increasing market share in China, Australia, and UAE. As for cocoa
powder, market share still can be improved in Estonia, Russia and Australia. To
that end Indonesia should create a relationship of reciprocal economic cooperation
through international organizations or agreements.
Keywords: competitiveness, export, gravity model, cocoa

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


DAYA SAING DAN ALIRAN PERDAGANGAN KAKAO
INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL

ANGGITA TRESLIYANA SURYANA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Agribisnis

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis

: Dr Ir Ratna Winandi Asmarantaka, MS


Penguji Program Studi

: Dr Ir Suharno, M.ADev

Judul Tesis : Daya Saing dan Aliran Perdagangan Kakao Indonesia di Pasar
Internasional
Nama
: Anggita Tresliyana Suryana
NIM
: H451110271

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Anna Fariyanti, MSi
Ketua

Dr Amzul Rifin, SP, MA
Anggota


Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Agribisnis

Dekan Sekolah Pascasarjana,

Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian:
30 Desember 2013

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga tesis berjudul Daya Saing dan Aliran Perdagangan Kakao Indonesia
di Pasar Internasional ini berhasil diselesaikan. Penyelesaian tesis ini juga tidak

terlepas dari bantuan berbagai pihak. Maka dari itu, dalam kesempatan ini, penulis
menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu, khususnya kepada:
1. Dr Ir Anna Fariyanti, MSi selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Dr Amzul
Rifin, SP MA selaku Anggota Komisi Pembimbing atas bimbingan, arahan,
dan motivasi yang diberikan kepada penulis selama melakukan penelitian dan
penyusunan tesis ini.
2. Dr Ir Ratna Winandi Asmarantaka, MS selaku dosen penguji luar komisi dan
Dr Ir Suharno, M.ADev selaku dosen penguji perwakilan program studi pada
ujian tesis atas saran dan kritikan membangun dalam penyempurnaan tesis
ini.
3. Dr Ir Netti Tinaprila, MM selaku Dosen Evaluator pada kolokium proposal
penelitian atas saran dan arahan yang telah diberikan sehingga penulis dapat
melaksanakan penelitian dengan baik.
4. Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS selaku Ketua Program Studi Magister Sains
Agribisnis dan Dr Ir Suharno, M.ADev selaku Sekretaris Program Studi
Magister Sains Agribisnis, serta seluruh staf Program Studi Magister Sains
Agribisnis atas bantuan dan kemudahan yang diberikan selama penulis
menjalani pendidikan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2014
Anggita Tresliyana Suryana

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

iii

DAFTAR GAMBAR

iii

DAFTAR LAMPIRAN

iv

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
4
6
6
6

2 TINJAUAN PUSTAKA
Daya Saing Komoditas Pertanian
Perdagangan Internasional Kakao
Metode Analisis Perdagangan Internasional
Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu

6
6
8
9
10

3 KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Perdagangan Internasional dan Daya Saing
Aliran Perdagangan Komoditas
Variabel Pembangun Gravity Model
Data Panel
Kerangka Pemikiran Operasional
Hipotesa Penelitian

11
11
11
14
14
16
17
19

4 METODE PENELITIAN
Jenis Dan Sumber Data
Teknik Pengolahan Data
Analisis Daya Saing
Analisis Data Panel dengan Gravity Model

20
20
21
22
24

5 HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Perdagangan Kakao Internasional
Subsistem Hulu
Subsistem On-farm
Subsistem Hilir
Perdagangan Kakao Dunia
Konsumsi Kakao Dunia
Nilai Tambah Kakao
Daya Saing Kakao Indonesia di Pasar Internasional
Analisis Daya Saing (RCA) Kakao Indonesia
Daya Saing Biji Kakao Indonesia di Dunia
Daya Saing Kakao butter Indonesia di Dunia
Daya Saing Kakao Powder Indonesia di Dunia
Analisis Daya Saing (RCA) Kakao Indonesia di Negara
Tujuan Ekspor

27
27
27
28
29
30
32
33
34
35
35
36
37
38

Daya Saing Biji Kakao Indonesia di Negara Tujuan
Daya Saing Kakao Butter Indonesia di Negara Tujuan
Daya Saing Kakao Powder Indonesia di Negara Tujuan
Analisis Korelasi Daya Saing Antar Negara Eksportir Kakao Dunia
Korelasi Daya Saing Biji Kakao
Korelasi Daya Saing Kakao Butter
Korelasi Daya Saing Kakao Powder
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perdagangan Kakao Indonesia
di Pasar Internasional
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perdagangan Biji Kakao
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perdagangan Kakao Butter
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perdagangan Kakao Powder
Potensi Perdagangan Kakao Indonesia di Negara Tujuan Ekspor
Potensi Perdagangan Biji Kakao Indonesia
Potensi Perdagangan Kakao Butter Indonesia
Potensi Perdagangan Kakao Powder Indonesia
Implikasi Kebijakan Perdagangan Kakao Indonesia di Pasar
Internasional
Kebijakan Perdagangan Biji Kakao
Kebijakan Perdagngan Kakao Butter
Kebijakan Perdagangan Kakao Powder
6 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

38
39
41
42
42
44
44
45
45
51
55
59
59
61
58
63
63
65
66
68
68
69

DAFTAR PUSTAKA

70

LAMPIRAN

75

DAFTAR TABEL
1 Produksi Biji Kakao Dunia (000 ton)
2 Kuantitas Ekspor Kakao Indonesia Tahun 2008 -2012
3 Negara Produsen Kakao berdasarkan Rata-rata Volume Ekspor
Tahun 2007 – 2011 (ton)
4 Negara Utama Tujuan Ekspor Kakao Berdasarkan Rata-rata Volume
Ekspor Tahun 2008 – 2012 (ton)
5 Selang Nilai Statistik Durbin-Watson serta Keputusannya
6 Volume Impor Kakao Dunia Tahun 2006/2007 – 2010/2011 (000 ton)
7 Hasil estimasi daya saing (RCA) negara eksportir biji kakao
8 Hasil estimasi daya saing (RCA) negara eksportir kakao butter
9 Hasil estimasi daya saing (RCA) negara eksportir kakao powder
10 Daya saing biji kakao Indonesia di negara tujuan ekspor (RCA)
11 Daya saing kakao butter Indonesia di negara tujuan ekspor (RCA)
12 Daya saing kakao powder Indonesia di negara tujuan ekspor (RCA)
13 Korelasi daya saing antar negara eksportir biji kakao dunia
14 Pangsa pasar dunia negara eksportir biji kakao (%)

3
4
20
21
25
31
35
36
38
38
40
41
43
43

15 Korelasi daya saing antar negara eksportir kakao butter dunia
16 Korelasi daya saing antar negara eksportir kakao powder dunia
17 Hasil estimasi model aliran ekspor biji kakao Indonesia ke negara
tujuan ekspor
18 Hasil estimasi model aliran ekspor kakao butter Indonesia ke negara
tujuan ekspor
19 Nilai dan perkembangan GDP riil per kapita Indonesia tahun 20002012
20 Hasil estimasi model aliran ekspor kakao powder Indonesia ke negara
tujuan ekspor
21 Rasio potensi perdagangan biji kakao Indonesia ke negara tujuan tahun
2005-2012
22 Rasio potensi perdagangan kakao butter Indonesia ke negara tujuan
tahun 2005-2012
23 Rasio potensi perdagangan kakao powder Indonesia ke negara tujuan
tahun 2005-2012
24 Nilai rata-rata RCA biji kakao Indonesia di negara tujuan, potensi
perdagangan, slope tren PP, dan tren GDP negara tujuan ekspor (2003 –
2012)
25 Nilai rata-rata RCA kakao butter Indonesia di negara tujuan, potensi
perdagangan, slope tren PP, tren GDP, dan jarak negara tujuan ekspor
(2003 – 2012)
26 Nilai rata-rata RCA kakao powder Indonesia di negara tujuan, potensi
perdagangan, slope tren PP, tren GDP, dan jarak negara tujuan ekspor
(2003 – 2012)

44
45
46
51
52
55
60
61
62

63

65

67

DAFTAR GAMBAR
1 Luas Areal dan Produksi kakao Indonesia Tahun 1990 – 2010
2 Produksi dan Konsumsi Kakao Dunia Tahun 2011/2012
3 Keseimbangan dalam Perdagangan Internasional
4 Kerangka Pemikiran Operasional
5 Perubahan Produksi Biji Kakao Tahun 2002/2003 – 2011/2012
6 Ekspor Biji Kakao Dunia Tahun 2010/2011
7 Konsumsi Domestik Kakao Tahun 2002/2003 – 2010/2011 (000 ton)
8 Tahap Pengolahan Biji Kakao Menjadi Produk Antara
9 Pertumbuhan GDP riil per kapita negara tujuan ekspor (2001-2012)
10 Volume ekspor kakao Indonesia tahun 2008 – 2012 (ton)
11 Pertumbuhan GDP riil per kapita negara tujuan ekspor kakao butter
tahun 2001-2012
12 Volume ekspor kakao Indonesia tahun 2008 – 2012 (ton)
13 Pertumbuhan GDP riil per kapita negara tujuan ekspor kakao powder
tahun 2001-2012

1
3
12
19
29
31
32
33
48
50
53
55
57

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian
Data analisis RCA kakao Indonesia di pasar internasional
Data analisis RCA negara eksportir biji kakao dunia
Data analisis RCA negara eksportir kakao butter dunia
Data analisis RCA negara eksportir kakao powder dunia
Uji Chow terhadap model awal biji kakao
Output hasil olahan eviews terhadap estimasi model aliran
perdagangan biji kakao Indonesia di pasar internasional
Uji asumsi pada model biji kakao
Uji Chow terhadap model awal kakao butter
Output hasil olahan eviews terhadap estimasi model aliran
perdagangan kakao butter Indonesia di pasar internasional
Uji asumsi pada model kakao butter
Uji Chow terhadap model awal kakao powder
Output hasil olahan eviews terhadap estimasi model aliran
perdagangan kakao powder Indonesia di pasar internasional
Uji asumsi pada model kakao powder

75
76
77
78
79
80
81
82
83
84
85
86
87
88

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 2 Juli 1981 dari bapak Achmad
Suryana dan ibu Rita Nurmalina. Penulis merupakan anak pertama dari tiga
bersaudara.
Pendidikan formal penulis diawali di SD negeri Polisi 4 Bogor dari tahun
1987 – 1993. Kemudian penulis melanjutkan studi di SMP negeri 1 Bogor dan
lulus tahun 1996. Pada tahun 1999, penulis lulus dari SMU negeri 1 Bogor. Pada
tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui Undangan Seleksi Masuk IPB
(USMI) pada program studi Manajemen Agribisnis, Jurusan Ilmu-ilmu Sosial
Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian dan lulus pada tahun 2003. Penulis
mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan studi ke Program Magister pada
Program Studi Magister Sains Agribisnis pada tahun 2011 melalui beasiswa
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian.
Pada tahun 2003, penulis mulai bekerja sebagai staf teknis di Direktorat
Jenderal Hortikultura, Kementerian Pertanian. Penulis mutasi ke Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian (BPTP) Sumatera Utara, Badan Litbang Pertanian di Medan
pada tahun 2008. Setahun kemudian, penulis bekerja di Balai Besar Pengkajian
dan Pengembangan Teknologi Pertanian (BBP2TP), Badan Litbang Pertanian di
Bogor hingga sekarang.
Selama mengikuti pendidikan pada program studi Magister Sains
Agribisnis, penulis mengikuti kegiatan seminar internasional Advance Science and
Technology: Sustainability & Prosperity di Universitas Hokkaido Jepang dan
mempresentasikan tulisan Sustainability of Organic Rice Farming in Indonesia.
Artikel yang sama telah diterbitkan dalam Prosiding HISAS 10. Saat ini artikel
berjudul Daya Saing Perdagangan Kakao Indonesia di Pasar Internasional sedang
dalam proses review pada Jurnal Informatika Pertanian.

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang

Luas Areal (Ha)

Perkebunan merupakan salah satu subsektor yang mempunyai peran yang
penting dalam sektor pertanian, baik dari sisi sumbangan ekonomi nasional,
pendapatan petani, maupun penyerapan tenaga kerja. Pada tahun 2010, di tingkat
nasional komoditas perkebunan menyumbang Produk Domestik Bruto (PDB)
sekitar 22.45 persen dari PDB sektor pertanian, menduduki urutan kedua setelah
subsektor tanaman bahan makanan (BPS 2011). Atas dasar harga berlaku, nilai
PDB perkebunan secara kumulatif mengalami peningkatan, tumbuh rata-rata per
tahunnya sebesar 23.52 persen dalam periode 2005 – 2009, angka ini lebih besar
dari rata-rata laju pertumbuhan PDB Pertanian (23.30%) maupun PDB nasional
(17.94%) (Ditjenbun 2010). Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan
yang merupakan komoditas unggulan nasional, dengan volume produksi terbesar
kelima setelah kelapa sawit, kelapa, karet, dan tebu. Pada tahun 2010, Indonesia
memproduksi 440 ribu ton kakao (ICCO 2013), dari total produksi tahun tersebut,
92.2 persennya merupakan perkebunan rakyat, 4.1 persen berasal dari perkebunan
besar negara, dan 3.6 persen dari perkebunan swasta (Ditjenbun 2011).
1800000
1600000
1400000
1200000
1000000
800000
600000
400000
200000
0

Tahun
Luas
Areal (Ha)

Gambar 1 Luas Areal Pertanaman Kakao Indonesia Tahun 1990 – 2010
Sumber: Ditjenbun (2011)

Gambar 1 menunjukkan peningkatan luas areal pertanaman kakao di
Indonesia. Pengembangan produksi hampir di setiap provinsi menyebabkan
pertumbuhan produksi kakao tiap tahunnya. Pada tahun 2010 perkebunan kakao
Indonesia tersebar di setiap provinsi kecuali DKI Jakarta, dengan luas areal
sebesar 1 650 621 ha, jauh meningkat dari tahun 1990 yang hanya seluas 357 490
ha (Gambar 1). Daerah penghasil kakao terbesar berada di kawasan timur
Indonesia, yaitu Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Tengah.
Pada tahun 2010, total luas lahan ketiga sentra produksi ini sebesar 45.39 persen
dari total luas areal nasional, dan menyumbang sebesar 54.09 persen dari jumlah
produksi nasional (Ditjenbun 2011). Provinsi sentra kakao di luar pulau Sulawesi
adalah Sumatera Utara, Sumatera Barat, Aceh dan Jawa Timur.

2

Namun demikian, laju produktivitas kakao sejak tahun 2005 cenderung
mengalami penurunan. Penurunan produktivitas kakao dimulai sejak tahun 2006
akibat tanaman tua, kurang terpelihara, dan serangan organisme pengganggu
tanaman. Intervensi pemerintah melalui berbagai kegiatan lambat laun
menunjukkan keberhasilan, pada tahun 2008 produktivitas kakao mulai meningkat
sekitar 4.71 persen dibandingkan dengan tahun 2006. Upaya yang dilaksanakan
adalah peningkatan produksi dan mutu tanaman seluas 450 000 hektar melalui
Gerakan Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao Nasional (Gernas Kakao) mulai
tahun 2009 (Ditjenbun 2010). Gerakan ini merupakan upaya percepatan
peningkatan produktivitas tanaman dan mutu hasil kakao nasional melalui
pemberdayaan yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan dan sumberdaya
yang ada secara optimal. Sasaran Gernas Kakao adalah (i) perbaikan tanaman
kakao rakyat seluas 450 000 ha, (ii) pemberdayaan petani melalui pelatihan dan
pendampingan 450 000 petani, (iii) pengendalian hama dan penyakit seluas 450
000 ha, dan (iv) perbaikan mutu kakao sesuai standar SNI.
Pengembangan kakao tidak terlepas dari perannya sebagai salah satu
komoditas perkebunan yang menjadi fokus tujuan ekspor. Pengembangan kakao
merupakan upaya yang dilaksanakan untuk mengembangkan dan meningkatkan
mutu tanaman ekspor dalam rangka mempertahankan pangsa pasar internasional
yang sudah ada serta penetrasi pasar yang baru. Sesuai dengan tujuan pemerintah
yang menjadikan kakao sebagai komoditas ekspor andalan, produksi kakao yang
tinggi menjadikan Indonesia sebagai salah satu produsen dan eksportir biji kakao
terbesar di dunia. Ekspor kakao didorong dari sisi permintaan, yakni adanya
pertumbuhan konsumsi dunia akan kakao selama sepuluh tahun terakhir, yaitu
sebesar rata-rata 3 persen per tahun (Damayanti 2012). Jika konsumsi dunia
meningkat, maka ekspor kakao Indonesia juga meningkat karena adanya
peningkatan permintaan di negara importir. Permintaan konsumen akan produk
kakao meningkat sejalan dengan peningkatan ekspornya (Gilber dan Varangis
2003). Alasan peningkatan permintaan kakao antara lain banyaknya hasil studi
yang menunjukkan dampak positif mengkonsumsi dark chocolate yang kaya
antioksidan, yaitu menurunkan resiko penyakit jantung, kanker kolon, dan
diabetes, dapat menurunkan tekanan darah, serta menunda penuaan (Carnésecchi
et al. 2001; Engler dan Engler 2004; Fisher et al. 2004).
Gambar 2 menunjukkan konsumsi kakao tertinggi tahun 2011/2012 berada
di Eropa dan Amerika, artinya 61 persen kakao dikonsumsi di dua kawasan ini.
Konsumsi di kawasan ini diproyeksikan meningkat sebesar 2.2 persen setiap
tahunnya, sehingga menjadi 2.3 juta ton pada tahun 2010 dan akan terus menjadi
konsumen kakao terbesar di dunia (FAO 2003). Namun demikian produksi biji
kakao dunia mencapai 3.99 juta ton sementara konsumsi mencapai 3.997 juta ton,
sehingga terjadi defisit sekitar 7 ribu ton (Gambar 2). Hal ini diperkirakan akan
berlangsung pada tahun-tahun mendatang dengan pertumbuhan produksi kakao
dunia yang cenderung menurun sekitar 8 persen per tahunnya (ICCO 2012).
Dengan adanya kecenderungan penurunan produksi dunia, maka kenaikan
konsumsi dunia dapat dilihat sebagai peluang yang dapat diisi oleh kakao
Indonesia.

3

Produksi (000 ton)

Konsumsi (000 ton)

Gambar 2 Produksi dan Konsumsi Kakao Dunia Tahun 2011/2012
Sumber: ICCO (2012a)

Menurut International Cocoa Organization (2013), pada tahun 2012
Indonesia merupakan produsen biji kakao terbesar ketiga di dunia setelah Pantai
Gading dan Ghana. Tabel 1 menunjukkan bahwa Indonesia sebagai produsen biji
kakao terbesar ketiga dunia, total produksinya sekitar 11.81 persen dari total
produksi dunia. Hingga tahun 2009, lebih dari 90 persen dari total produksi biji
kakao Indonesia ditujukan untuk ekspor.
Tabel 1 Produksi Biji Kakao Dunia (000 ton)
2009/2010
2010/2011
2 486
3 224
209
229
1 242
1 511
632
1 025
235
240
168
220
516
561
161
200
150
161
205
201
633
526
550
440
39
48
44
39
3 635
4 311
Keterangan: * Angka Estimasi; ** Angka Ramalan
Sumber: ICCO (2013)
Negara
Afrika
Kamerun
Pantai Gading
Ghana
Nigeria
Lainnya
Amerika
Brazil
Ekuador
Lainnya
Asia dan Oceania
Indonesia
Papua New Guinea
Lainnya
Total Dunia

2011/2012*
2 918
207
1 486
879
235
112
639
220
190
229
521
450
39
32
4 078

2012/2013**
2 826
225
1 475
820
220
86
606
195
185
226
534
450
45
39
3 967

Tabel 2 menunjukkan hingga tahun 2010 terlihat bahwa sekitar 80 persen
ekspor kakao masih didominasi oleh biji kakao, belum produk olahan. Meskipun
secara kuantitas ekspor kakao menunjukkan peningkatan, mulai tahun 2011 tren
ekspor kakao Indonesia berubah. Tren ekspor memperlihatkan ekspor produk
olahan baik setengah jadi maupun jadi mengalami peningkatan, sedangkan ekspor
biji kakao mengalami penurunan. Pada 2009, ekspor biji kakao mencapai 82
persen dari total produksi, angka ini menurun menjadi 51 persen pada tahun 2011.
Sementara itu ekspor kakao olahan di periode yang sama mencatat kenaikan.

4

Tabel 2. Kuantitas Ekspor Kakao Indonesia Tahun 2008 - 2012
Jenis Kakao
2008

2009

Biji kakao
380513
Kakao butter
55584
Kakao pasta
30056
Kakao powder
34408
Cokelat
12814
Kakao shells
2164
Sumber: ITC (2013)

439305
41606
13393
27540
12244
1102

Kuantitas Ekspor (ton)
2010
2011

432427
46687
20014
36354
16159
1201

210067
82535
54922
41494
16520
4672

2012

163501
94345
58385
43749
19311
8485

Pada tahun 2009 ekspor kakao olahan hanya 18 persen, namun pada tahun
2012 ekspor kakao olahan naik menjadi 56 persen, meningkat lebih dari tiga kali
lipatnya (Tabel 2). Hal ini terjadi akibat dampak penetapan pajak ekspor biji
kakao yang dimulai sejak tahun 2010. Pajak ekspor biji kakao ini selain
mendorong ekspor kakao olahan, juga mengembangkan industri pengolahan
kakao dalam negeri (kapasitas penggilingan meningkat) dan investasi baru
bertambah. Kapasitas produksi penggilingan biji kakao nasional mencapai 350
ribu ton tahun 2012 dan diperkirakan akan naik menjadi 500 ribu ton di tahun
2013 (Kemenperin 2013).
Dari uraian diatas, terlihat perkembangan ekspor kakao Indonesia yang
dinamis. Nilai ekspor kakao masih mempunyai peluang besar untuk ditingkatkan
karena saat ini sebagian besar ekspor kakao masih dalam bentuk produk primer
sehingga nilai tambah belum dapat dinikmati. Maka dengan potensi kakao yang
tinggi, membuat pemerintah menetapkan kakao sebagai komoditas unggulan
nasional untuk ekspor. Perhatian yang besar terhadap produksi kakao Indonesia
tersebut harus diimbangi dengan peluang pasar yang yang tepat agar kakao yang
dihasilkan dapat dipasarkan sesuai permintaan konsumen khususnya negaranegara tujuan ekspor kakao Indonesia
Dengan adanya kecenderungan peningkatan ekspor kakao Indonesia dan
peningkatan konsumsi kakao dunia, menunjukkan bahwa potensi pasar kakao
yang masih tinggi. Ditambah kondisi perdagangan bebas, menjadikan pasar
internasional akan dikuasai oleh negara yang memiliki daya saing.
Perumusan Masalah
Sektor pertanian termasuk subsektor perkebunan, telah terbukti berperan
penting dalam perekonomian Indonesia. Ketika krisis tahun 1997, nilai ekspor
produk pertanian meningkat drastis dan pendapatan petani kakao juga ikut
meningkat tinggi. Hal ini disebabkan dari konsekuensi depresiasi rupiah yang
menyebabkan peningkatan permintaan akan produk pertanian Indonesia, sehingga
sektor pertanian dipercaya sebagai sektor utama jalan keluar dari krisis ekonomi.
Terbukti, sektor pertanian merupakan sektor yang paling tidak terkena dampak
krisis, terlihat dari penurunan output kurang dari dua persen saja (Arsyad dan
Yusuf 2008). Khusus untuk kakao, setidaknya terdapat dua peran penting dalam
perekonomian Indonesia. Pertama kakao menyediakan pendapatan ekspor,
berikutnya kakao memberikan sumber pekerjaan untuk jutaan petani kecil.
Menurut Arsyad dan Yusuf (2008), kedua hal ini merupakan pendorong utama
dari pertumbuhan area perkebunan kakao.

5

Indonesia, sebagai salah satu pemasok utama kakao di pasar internasional,
merupakan eksportir ketiga terbesar biji kakao setelah Pantai Gading dan Nigeria
dengan pangsa pasar 15 persen, sedangkan untuk produk olahan berupa pasta
kakao, kakao butter, dan kakao bubuk, posisi Indonesia berada di posisi yang
lebih rendah dengan pangsa pasar kurang dari 6 persen. Pada tahun 2010 nilai
ekspor biji kakao sebesar US $1 190 740 atau 72.44 persen dari total nilai ekspor
kakao secara kseluruhan (ITC 2011). Adanya perbedaan nilai ekspor yang tinggi
antara biji kakao dengan produk kakao olahan, menunjukkan bahwa industri hilir
kakao belum berkembang dengan baik. Indonesia masih mengandalkan biji kakao,
padahal pasar internasional pun memerlukan banyak produk kakao olahan.
Sejalan dengan tujuan pengembangan kakao nasional yakni sebagai
komoditas ekspor unggulan, baik biji maupun olahan, maka pemerintah mulai
mengembangkan industri hilir kakao. Untuk itu, pemerintah menetapkan bea
keluar bagi biji kakao hingga 15 persen melalui Peraturan Menteri Keuangan No
No 67/PMK.011/2010 yang diberlakukan sejak April 2010. Peraturan ini
bertujuan untuk menumbuhkan industri pengolahan kakao di dalam negeri yang
akan meningkatkan ekspor produk olahan kakao yang berdaya saing. Sebagai
dampaknya, ekspor kakao Indonesia pelan-pelan bergeser dari biji kakao ke
produk kakao olahan. Pada Tabel 2, terlihat dalam rentang waktu lima tahun dari
tahun 2008 – 2012, ekspor kakao olahan mengalami peningkatan sebesar rata-rata
33 persen per tahun, dengan peningkatan tertinggi adalah kakao pasta (43.68%),
diikuti kakao butter (19.53%) dan kakao powder (7.90%).
Dengan adanya perubahan komposisi ekspor dan permintaan internasional
dari masing-masing jenis produk kakao Indonesia, maka perlu diketahui daya
saing kakao Indonesia baik biji maupun olahan. Hal ini dilakukan agar dapat
mengetahui posisi ekspor kakao yang mana yang unggul di pasar internasional,
sehingga dapat menentukan arah kebijakan ekspor kakao. Terutama dengan
adanya kecenderungan penurunan produksi dunia, maka kenaikan konsumsi dunia
dapat dilihat sebagai peluang yang dapat diisi oleh kakao Indonesia. Untuk itu
pertanyaan penelitian pertama adalah: Bagaimana daya saing kakao Indonesia di
pasar internasional?
Pasar kakao Indonesia ditujukan ke negara-negara di Amerika, Asia maupun
Eropa. Negara-negara tujuan ekspor kakao Indonesia ini memiliki lokasi dan
karakteristik yang berbeda-beda, baik dari kondisi perekonomian yaitu Gross
Domestic Product (GDP), maupun jarak antar negara. Faktor-faktor yang berbeda
pada negara tujuan tersebut dapat berlaku sebagai faktor penentu terjadinya aliran
perdagangan kakao dari Indonesia sebagai negara pengekspor ke negara tujuan
ekspor. Analisis aliran perdagangan kakao Indonesia ke negara-negara tujuan
perlu dilakukan agar dapat mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi aliran
ekspor kakao Indonesia ke pasar internasional, yang selanjutnya akan mengetahui
potensi ekspor kakao Indonesia serta negara tujuan ekspor mana yang saat ini
sudah jenuh atau masih potensial. Dari uraian tersebut, maka pertanyaan
penelitian berikutnya adalah faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi aliran
perdagangan kakao Indonesia di pasar internasional dan bagaimana potensi
perdagangannya. Kedua pertanyaan penelitian tersebut akan dijawab dalam
penelitian ini.

6

Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan
sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menganalisis daya saing biji kakao dan kakao olahan Indonesia di pasar
internasional.
2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi aliran perdagangan kakao
Indonesia di pasar internasional dan potensi perdagangannya.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan rekomendasi bagi
penetapan prioritas kebijakan daya saing dan perdagangan kakao Indonesia di
pasar internasional. Selain itu hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi
rujukan bagi peneliti yang akan melakukan penelitian terkait daya saing dan
perdagangan internasional pada komoditas lain.
Ruang Lingkup Penelitian
Beberapa batasan diterapkan dalam melakukan penelitian agar lebih terarah
dalam mencapai tujuannya. Batasan penelitian tersebut antara lain:
1. Periode tahun analisis yang digunakan yaitu 13 tahun terakhir dari tahun 2000
sampai 2012.
2. Kakao yang diteliti dalam analisis perdagangan kakao Indonesia di pasar
internasional adalah biji kakao HS 18010 (cocoa beans, whole or broken
raw/roasted), kakao butter HS 18040 (cocoa butter, fat and oil), dan kakao
powder HS 18050 (cocoa powder, not containing added sugar or other
sweetening matter).
3. Biji kakao dalam penelitian ini tidak membedakan biji kakao yang sudah
fermetasi atau belum fermentasi.
4. Variabel-variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini antara lain GDP
riil per kapita Indonesia dan negara tujuan, jarak ekonomi Indonesia dengan
negara tujuan, nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara tujuan, dan dummy
bea keluar biji kakao. Sedangkan volume ekspor kakao (biji, butter, dan
powder) sebagai variabel tak bebasnya.
5. Negara tujuan ekspor yang digunakan sebanyak 10 negara yang merupakan
negara-negara tujuan ekspor utama kakao biji, butter, dan powder Indonesia.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Daya Saing Komoditas Pertanian
Analisis daya saing dilakukan untuk mengetahui keunggulan kompetitif
dan komparatif suatu komoditas di pasar internasional, sehingga diketahuinya
daya saing tersebut akan sangat berguna bagi perumusan kebijakan dan strategi
untuk meningkatkan kualitas dalam rangka meningkatkan ekspor suatu komoditas
pertanian. Suatu negara memiliki daya saing dalam memproduksi suatu komoditas
pertanian dikarenakan negara tersebut memiliki keunggulan dalam hal

7

ketersediaan sumber daya, volume produksi, produktivitas, dan kualitas.
(Dermoredjo dan Setiyanto 2008; Lubis dan Nuryanti 2011).
Salah satu metode untuk mengetahui posisi daya saing dan ekspor produk
suatu negara di pasar dunia adalah metode Revealed Comparative Advantage
RCA. Asmarantaka (2011) melakukan penelitian yang berjudul Analisis
Dayasaing Ekspor Kopi Indonesia dengan menggunakan metode RCA tersebut.
Variabel yang diukur adalah kinerja ekspor kopi di pasar dunia, dengan
menghitung nilai pangsa produk ekspor Indonesia terhadap total ekspor ke luar
negeri yang kemudian dibandingkan dengan pangsa nilai ekspor produk tersebut
di dunia. Selain metode RCA, Asmarantaka (2011) juga menggunakan
pendekatan export product dynamics (EPD) untuk mengidentifikasi daya saing
atau keunggulan kompetitif suatu produk, juga untuk mengetahui apakah suatu
produk tersebut merupakan produk dengan performa dinamis atau tidak.
Seperti Asmarantaka (2011), Dermoredjo dan Setiyanto (2008) yang
mencermati daya saing perdagangan Indonesia dan negara-negara pemasok utama
kakao ke Spanyol juga menggunakan menggunakan metode Revealed
Comparative Advantage (RCA). Selain itu Dermoredjo dan Setiyanto (2008) juga
menggunakan metode Revealed Trade Advantage (RTA) dan Trade Specialist
Ratio (TSR/ISP). Hasil analisis menunjukkan posisi daya saing kakao Indonesia
(HS 18100 hingga HS 18690) dibandingkan dengan pesaingnya, memiliki potensi
keunggulan bersaing yang tergolong rendah hingga sedang, dengan kemampuan
bersaing rendah hingga tinggi.
Hal ini mendukung penelitian yang dilakukan Daryanto (2007), bahwa
posisi daya saing Indonesia berdasarkan nilai RCA masih rendah dibandingkan
negara-negara produsen kakao lainnya. Kemampuan daya saing kakao Indonesia
masih dibawah Pantai Gading, Ghana dan Nigeria, namun dibandingkan Brazil
posisi daya saing kakao Indonesia masih lebih baik. Supriatna dan Dradjat (2008)
menyatakan bahwa kecenderungan daya saing kakao Indonesia di Sulawesi
Tenggara menurun selama sembilan tahun (1995 – 2004) disebabkan ekspor
kakao Indonesia belum berorientasi pasar, melainkan
berorientasi
masih
produksi. Pemerintah perlu memberikan dukungan kebijakan yang kondusif
untuk
meningkatkan daya saing kakao Indonesia, mulai dari tingkat usahatani
melalui penerapan
teknologi unggulan, perbaikan pasca panen dan pemasaran.
Dampak ASEAN China Free Trade Agreement ACFTA ternyata tidak
meningkatkan daya saing biji kakao Indonesia di pasar China terhadap Malaysia
(Lubis dan Nuryanti 2011). Dengan menggunakan analisis daya saing Revealed
Symetric Comparative Advantage (RSCA), ISP, dan analisis regresi berganda
diketahui bahwa sejak pelaksanaan ACFTA daya saing ekspor biji kakao
Indonesia di pasar China telah memasuki tahap kematangan, sehingga Indonesia
tidak meraih keuntungan dalam perdagangan bebas ACFTA hanya dengan
mengekspor produk primer seperti biji kakao ke China. Oleh karena itu,
Indonesia harus mengekspor produk kakao seperti kakao bubuk, kakao pasta dan
lemak kakao untuk memperoleh nilai tambah dan memperbaiki daya saing kakao
di pasar China.

8

Perdagangan Internasional Kakao
Suatu negara melakukan perdagangan internasional karena dua alasan
utama yaitu karena setiap negara berbeda satu sama lain sehingga dapat
memperoleh keuntungan dari perbedaan-perbedan yang dimiliki, dan untuk
mencapai skala ekonomis dalam produksi, agar dapat menghasilkan barangbarang tersebut dan mengekspor dengan skala yang lebih besar. Analisis
perdagangan internasional dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja
yang menentukan volume ekspor dari negara eksportir ke negara importir.
Dengan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor suatu komoditas,
maka akan membantu suatu negara eksportir untuk meningkatkan volume ekspor
(Yeboah et al. 2008; Dermoredjo dan Setiyanto 2008; Lubis dan Nuryanti 2011;
Cassim 2001).
Untuk mengestimasi potensi ekspor kakao di bawah liberalisasi
perdagangan oleh 16 negara produsen kakao ke Amerika Serikat pada tahun 1989
hingga 2003, Yeboah et al. (2008) menggunakan gravity model. Hasil penelitian
mengindikasikan faktor yang berpengaruh terhadap ekspor kakao ke Amerika
Serikat adalah pendapatan perkapita dan GDP Amerika Serikat, sedangkan nilai
tukar terhadap US dolar tidak berpengaruh. Hal ini sejalan dengan Cassim (2001)
mengenai faktor penentu perdagangan intra-regional produk kakao, kopi, dan teh
di Afrika Selatan dengan gravity model, terlihat bahwa struktur mendasar dan
faktor ekonomi seperti biaya transaksi perdagangan, pertumbuhan ekonomi, dan
perubahan pendapatan per kapita harus menjadi fokus integrasi regional, lebih
daripada kebijakan perdagangan itu sendiri. Namun bertentangan dengan Yeboah
et al., penelitian yang dilakukan oleh Nwachukwu et al. (2010) di Nigeria,
menyatakan bahwa hasil estimasi OLS menunjukkan volume ekspor dunia, nilai
tukar dan output kakao Nigeria merupakan faktor yang menentukan ekspor kakao
Nigeria.
Sari (2013) mengkaji perdagangan kakao Indonesia ke sebelas negara Uni
Eropa. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
ekspor biji kakao adalah GDP negara eksportir, populasi negara eksportir, nilai
tukar, dan pajak ekspor. Lain halnya dengan Dermoredjo dan Setiyanto (2008)
yang menganalisis perdagangan kakao Indonesia ke Spanyol dengan
menggunakan metode Constant Market Share (CMS). Temuan pada penelitian
ini, faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan ekspor produk bubuk kakao
(18050) adalah efek struktural, yakni perubahan permintaan impor di Spanyol.
Sedangkan untuk pasta kakao yang dihilangkan lemaknya sebagian atau
seluruhnya (18032), faktor yang mempengaruhi perubahan ekspor adalah efek
kompetitif, yakni perkembangan yang terjadi di pasar Spanyol. Hasil analisis
CMS menunjukkan bahwa selama ini peningkatan ekspor bubuk kakao dan pasta
kakao Indonesia ke Spanyol lebih banyak dalam bentuk peningkatan volume
permintaan, bukan dari segi keunggulan kompetitif produk. Hasil penelitian
Dermoredjo dan Setiyanto ini didukung oleh Lubis dan Nuryanti (2011), bahwa
walaupun Indonesia paling banyak mengekspor biji kakao (cocoa beans), lemak
dan pasta kakao (cocoa butter dan cocoa paste), ironisnya dalam periode yang
sama Indonesia juga mengimpor biji kakao dan olahannya untuk kebutuhan
konsumsi dalam bentuk coklat (chocolate and other food preparation of cocoa).
Lebih lanjut Lubis dan Nuryanti (2011) menjelaskan bahwa produk kakao

9

Indonesia tidak berkualitas untuk diolah menjadi produk olahan yang kompetitif,
sehingga memerlukan campuran kakao dari negara lain, seperti kakao Ghana dan
Pantai Gading. Pencampuran tersebut bertujuan untuk meningkatkan kualitas hasil
olahan biji kakao nasional sehingga dapat memenuhi standar impor di negara
tujuan ekspor.
Mendukung penelitian perdagangan kakao sebelumnya, Arsyad (2007)
dalam kajian dampak subsidi pupuk dan kebijakan pajak ekspor terhadap ekspor
dan produksi kakao Indonesia, menemukan fakta bahwa (1) Ekspor kakao
Indonesia sangat dipengaruhi oleh harga ekspor, pertumbuhan produksi kakao,
nilai tukar, dan tren waktu, (2) Kebijakan subsidi harga pupuk dapat
meningkatkan ekspor dan produksi kakao Indonesia, sedangkan kebijakan pajak
ekspor akan berdampak negatif, yakni menurunkan ekspor dan produksi kakao.
Pada penelitian Arsyad (2007) juga terlihat bahwa dalam jangka pendek, harga
kakao Indonesia inelastis terhadap perubahan penawaran kakao. Artinya,
perdagangan kakao tidak tergantung dari sisi penawaran.
Metode Analisis Perdagangan Internasional
Salah satu alat analisis dalam penelitian perdagangan yang sering
digunakan adalah gravity model. Walau diterapkan pada berbagai jenis produk
dan variabel, lintas regional dan negara dengan berbagai perbedaan situasi, dapat
menyajikan hasil analisis yang baik. Variabel-variabel mendasar yang
mempengaruhi aliran perdagangan adalah GDP dan jarak.
Okubo (2000) melakukan analisis dampak jarak terhadap perdagangan
internasional yang dilakukan di wilayah-wilayah Jepang. Penelitian ini menarik
kesimpulan adanya hubungan yang negatif antara jarak dan perdagangan
internasional yaitu sebesar 1.91. Selain faktor jarak, faktor lainnya yang kuat
mempengaruhi perdagangan internasional di Jepang adalah border effect. Border
effect ini digambarkan sebagai hambatan perdagangan berupa tarif, ketika tarif
mengalami penurunan, border effect juga mengalami penurunan, sehingga
perdagangan internasional mengalami peningkatan.
Namun, dari penelitian yang dilakukan Melitz (2006) mengenai lokasi
negara di Utara atau Selatan dunia dan pengaruh jarak dalam model gravity,
mempertanyakan asumsi yang menyebutkan jarak sebagai penghambat
perdagangan. Penelitian ini membandingkan perdagangan di wilayah Utara –
Utara, Selatan – Selatan, dan Utara – Selatan. Hasil penelitian menunjukkan
peningkatan jarak antar wilayah Utara – Selatan dapat berarti perbedaan yang
tinggi pada sumberdaya seperti perbedaan agroklimat, pendapatan perkapita,
sehingga dapat meningkatkan keuntungan dalam perdagangan.
Pada penelitian Cassim (2001) mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi perdagangan intra-regional di Afrika Selatan, jelas terlihat bahwa
penentu utama pertumbuhan perdagangan intra-regional adalah pertumbuhan
GDP dan GDP perkapita diantara negara-negara Southern African Development
Community dan pengurangan biaya transaksi pada perdagangan.
Namun
demikian, model menunjukkan walaupun faktor-faktor struktural ini penting, juga
ada faktor lain yang mempengaruhi perdagangan, yakni perbedaan bahasa.
Penelitian yang dilakukan oleh Atici dan Guloglu (2006) dilakukan untuk
menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perdagangan buah dan sayur agar

10

membantu Turki untuk meningkatkan ekspor komoditasnya ke negara Uni Eropa
dan memberikan informasi awal dalam persaingan dengan negara Mediterania
lain. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa GDP, populasi warga Uni
Eropa, populasi warga Turki di Uni Eropa dan negara non-mediterania merupakan
faktor yang signifikan yang mempengaruhi ekspor buah dan sayur Turki.
Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu
Berdasarkan beberapa penelitian mengenai daya saing oleh Dermoredjo dan
Setiyanto (2008), Daryanto (2007), Supriatna dan Dradjat (2008), serta Lubis dan
Nuryanti (2011), terdapat beberapa perbedaan dengan kajian dan metode analisis
yang digunakan dalam penelitian ini. Kajian yang diteliti yaitu mencakup analisis
daya saing dan keunggulan komparatif dengan menggunakan analisis RCA.
Analisis daya saing dengan metode RCA juga dilakukan Asmarantaka (2011)
Dermoredjo dan Setiyanto (2008) dan Daryanto (2007), namun demikian terdapat
perbedaan dalam hal negara, jenis produk, dan tahun yang dianalisis. Periode
waktu yang dianalisis oleh peneliti yaitu periode tahun 2003 sampai 2012,
sedangkan kasus yang diteliti yaitu menganalisis daya saing kakao Indonesia baik
biji maupun olahannya di pasar internasional juga menganalisis daya saing kakao
biji dan olahan Indonesia di 10 negara tujuan ekspor utama. Selain itu, penulis
juga menganalisis daya saing kakao yang dihasilkan oleh negara-negara eksportir
kakao lainnya. Perbedaan lainnya yaitu penulis menambahkan analisis korelasi
rank spearman untuk melihat tingkat persaingan antar negara pengekspor kakao
dengan memanfaatkan nilai RCA yang diperoleh.
Perbedaan penelitian perdagangan komoditas kakao yang dilakukan pada
penelitian ini dengan penelitian sejenis oleh Yeboah et al. (2008), Dermoredjo
dan Setiyanto (2008), Lubis dan Nuryanti (2011), Sari (2013) dan Cassim (2001)
yaitu dilihat pada metode analisis, variabel yang digunakan, dan lingkup kajian
yang dilakukan. Metode analisis yang digunakan oleh penulis yaitu analisis data
panel dengan gravity model, dengan tiga jenis kakao yaitu biji, butter, dan
powder. Metode analisis yang digunakan penulis berbeda dengan yang dilakukan
oleh Dermorejo dan Setiyanto (2008) yang menggunakan model Constant Market
Share (CMS) untuk mengevaluasi faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan
ekspor produk kakao di pasar Spanyol. Metode analisis yang digunakan oleh
Yeboah (2008) juga analisis data panel dengan gravity model, namun yang
membedakan dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis yaitu variabel bebas
yang digunakan cukup berbeda.
Dari beberapa penelitian terdahulu, dapat disimpulkan bahwa perdagangan
kakao Indonesia didorong dari sisi permintaan (demand side), yakni dari
peningkatan volume permintaan kakao negara lain, dan variabel lainnya seperti
nilai tukar, harga ekspor (Arsyad 2007; Dermoredjo dan Setiyanto 2008). Hal ini
menguatkan penelitian ini yang akan menggunakan Gravity Model yang melihat
faktor-faktor yang mempengaruhi aliran perdagangan kakao Indonesia dari sisi
permintaan.
Selain itu, penulis juga menambahkan analisis lanjutan dari hasil estimasi
gravity model yaitu analisis rasio potensi perdagangan untuk mengetahui apakah
kakao Indonesia masih berpotensi untuk diperdagangkan di suatu negara tujuan
ataukah sudah jenuh. Perbedaan lainnya juga dilihat dari aspek lingkup kajian

11

yang dilakukan, dimana penulis menganalisis perdagangan kakao di sepuluh
negara utama pengimpor kakao di dunia, sedangkan lingkup kajian yang
dilakukan oleh Sari (2013) yaitu analisis perdagangan komoditas kakao di
kawasan Uni Eropa.

3 KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Perdagangan Internasional dan Daya Saing
Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh
penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan
bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa perorangan (antara individu
dengan individu), antara individu dengan pemerintah su