Studi Biokompatibilitas Besi (Fe) Sebagai Material Penyusun Implan Logam Terserap Tubuh Pada Mencit (Mus Musculus)
STUDI BIOKOMPATIBILITAS BESI (Fe) SEBAGAI
MATERIAL PENYUSUN IMPLAN LOGAM TERSERAP
TUBUH PADA MENCIT (Mus musculus)
DEVI PARAMITHA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
i
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Studi
Biokompatibilitas Besi (Fe) Sebagai Material Penyusun Implan Logam
Terserap Tubuh pada Mencit (Mus musculus)” adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2015
Devi Paramitha
NIM B351120031
RINGKASAN
DEVI PARAMITHA. Studi Biokompatibilitas Besi (Fe) Sebagai Material
Penyusun Implan Logam Terserap Tubuh pada Mencit (Mus musculus).
Dibimbing oleh DENI NOVIANA dan SRI ESTUNINGSIH.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai
biokompatibilitas besi sebagai material penyusun implan logam terserap tubuh
melalui pengamatan klinis dan histologis. Informasi ini didapat melalui
pemeriksaan respon profil darah perifer, kadar ion besi dan magnesium dalam
plasma darah, penilaian radiodensitas pada pencitraan radiografi dan respon
jaringan secara histopatologis. Sebanyak 48 ekor ekor mencit strain ddy jantan,
dewasa, berusia 8 minggu dibagi ke dalam 4 kelompok. Kelompok tersebut adalah
kelompok kontrol, kelompok implan kawat besi, kelompok implan magnesium
batang dan kelompok implan kawat medis. Kelompok kontrol diberi perlakuan
sham dan kelompok implan diberikan implan yang disisipkan di antara tulang
femur dengan otot biceps femoris.
Pemeriksaan respon darah dilakukan dengan pemeriksaan darah rutin,
sementara kadar ion besi dan magnesium plasma diperiksa dengan menggunakan
metode Atomic Absorption Spectroscopy (AAS) yang dilakukan pada hari
pengamatan ke-0 sebelum implantasi, hari ke-1, 10 dan 30 setelah implantasi.
Pencitraan radiografi dilakukan pada hari ke-1, 7, 14 dan 30 setelah implantasi.
Radiodensitas implan selanjutnya dianalisa dengan menggunakan piranti lunak
ImageJ®. Studi histopatologi dilakukan pada jaringan otot dan tulang lokasi
implan yang dipanen pada hari ke-1 dan 30 setelah impantasi.
Hasil analisa pada pemeriksaan jumlah sel darah merah, kadar hemoglobin,
nilai hematokrit, jumlah sel darah putih total dan diferensiasi sel darah putih
menunjukkan perbedaan yang tidak nyata. Kadar ion besi pada kelompok implan
besi menunjukkan peningkatan yang signifikan di dalam plasma darah.
Radiodensitas implan dan daerah sekitarnya mengalami perubahan sesuai dengan
respon tubuh yang terjadi. Studi histopatologi menunjukkan adanya reaksi
inflamasi akut pada hari pengamatan ke-1 untuk semua kelompok, baik kontrol
maupun yang diberikan implan. Sedangkan pada hari ke-30 setelah implantasi,
reaksi benda asing berupa kapsul fibrosa ditemukan mengelilingi lokasi implan
pada kelompok implan kawat besi dan kawat medis. Sebagai kesimpulan, implan
besi menyebabkan peningkatan kadar ion besi di dalam darah dan reaksi inflamasi
yang terbatas, dan tidak ditemukan adanya efek toksik dari produk degradasi
maupun dari implan besi itu sendiri.
Kata kunci:
besi, implan terserap tubuh, biokompatibilitas, in vivo, reaksi benda
asing.
SUMMARY
DEVI PARAMITHA. Biocompatibility Study of Iron (Fe) as Biodegradable
Metal Implant Material on Mice (Mus musculus). Supervised by DENI
NOVIANA and SRI ESTUNINGSIH.
This study aimed to obtain information regarding the biocompatibility of
iron as biodegradable metal implant material through clinical and
histopathological observations. The information were obtained through
examination of peripheral blood profile responses, blood plasma iron and
magnesium ion level, radiodensity assessment on radiography imaging and
histopathological tissue response. Forty eight adult male mice, aged
approximately 8 weeks were divided into 4 groups. The group were control group,
iron wire group, magnesium rod and surgical wire group. The control group were
treated with sham and the implant groups were given implants by inserted it
between femoral bone and biceps femoris muscle.
Examination of the blood response was done with Complete Blood Count
(CBC), while blood plasma iron and magnesium ion level was examined with
Atomic Absorption Spectroscopy (AAS). The examination were performed at
day-0 prior to implantation, day-1, 10 and 30 after implantation. Radiography
imaging was performed at day-1, 7, 14 and 30 after implantation. The implant and
its peri-implant area were then analyzed by using ImageJ ® software.
The analysis of red blood cells amount, hemoglobin level, hematocrite
value, total white blood cell and its diferentiation did not show significant
differences. The iron wire group showed a significant increase of iron blood
plasma ion level. Radiodensity of implant and peri-implant area have changed
along with body response that occured. Histopathological studies showed an acute
inflammatory reaction at day-1 observations for all groups, both control and
implant groups. While at day-30, foreign body reaction in the form of a fibrous
capsule surrounding the implant site were found in the iron and surgical wire
group. In conclusion, metal implants cause increased levels of iron ions in the
blood and limited inflammatory reactions, and local toxic effects from its metal
product or the material itself was not found.
Keywords: iron, biodegradable implant, biocompatibility, in vivo, foreign body
reaction
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
STUDI BIOKOMPATIBILITAS BESI (Fe) SEBAGAI
MATERIAL PENYUSUN IMPLAN LOGAM TERSERAP
TUBUH PADA MENCIT (Mus musculus)
DEVI PARAMITHA
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Biomedis Hewan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Drh Anita Esfandiari, MSi
PRAKATA
Alhamdulillahirabbil’alamin atas segala nikmat iman, Islam, kesempatan,
serta kekuatan yang telah diberikan Allah SWT sehingga penulis telah dapat
menyelesaikan tesis ini. Shalawat beriring salam untuk tuntunan dan suri tauladan
Rasulullah Muhammad SAW.
Karya ilmiah ini merupakan salah satu syarat untuk mendapat gelar magister
sains dari Program Studi Ilmu Biomedis Hewan, Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor. Tesis ini berjudul “Studi Biokompatibilitas Besi (Fe) Sebagai
Material Penyusun Implan Logam Terserap Tubuh pada Mencit (Mus musculus)”.
Ucapan terimakasih yang tidak pernah habis kepada Bapak Prof Drh Deni
Noviana, PhD selaku ketua komisi pembimbing, baik pada tingkat master maupun
sarjana, atas segala ilmu, motivasi, nasehat, bantuan, kesabaran, kesempatan
belajar dan nilai-nilai hidup yang selalu diberikan. Terimakasih untuk Ibu Dr Drh
Sri Estuningsih, MSi, APVet selaku anggota komisi pembimbing, atas bimbingan,
saran, masukan, pelajaran hidup dan motivasi yang juga selalu diberikan. Penulis
juga mengucapkan terimakasih kepada Drh M. Fakhrul Ulum, MSi atas bantuan,
motivasi untuk belajar dan terus menulis, ide-ide kreatif, kesempatan dan
kesabaran yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian.
Terimakasih juga kepada teman-teman dan adik-adik kelas yang selalu membantu
jalannya penelitian sehingga dapat terselesaikan. Terimakasih kepada kedua orang
tua, adik-adik serta sahabat-sahabat yang setia memberikan dorongan dan bantuan
moril selama penulis menyelesaikan karya ilmiah ini.
Ucapan terimakasih juga ditujukan pada DIKTI karena penelitian ini dapat
dilakukan dengan dana penelitian skim Hibah Kerjasama Luar Negeri dan
Publikasi Internasional a.n Deni Noviana No. 10/IT3.11/LT/2014.
Bogor, Maret 2015
Devi Paramitha
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1 PENDAHULUAN
ii
ii
iii
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
3
Manfaat Penelitian
3
2 TINJAUAN PUSTAKA
4
Implan Medis
4
Magnesium
4
Besi
5
Baja Tahan Karat – SS316L
5
3 METODE PENELITIAN
6
Lokasi dan Waktu Penelitian
6
Alat dan Bahan
6
Hewan Percobaan
6
Kelompok Perlakuan
7
Prosedur Implantasi
7
Pengambilan Data
8
Analisis Data
8
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Sel Darah Merah
9
9
Gambaran Sel Darah Putih
10
Kadar Ion Fe dan Mg Plasma
13
Pencitraan Radiografi
15
Studi Histopatologi
18
5 SIMPULAN DAN SARAN
26
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
26
26
26
31
46
DAFTAR TABEL
1 Jumlah sel darah merah (juta/mm3) pada kelompok mencit kontrol,
kelompok mencit dengan implan besi (Fe), magnesium (Mg) dan
kawat implan medis komersial (SS316L)
2 Kadar hemoglobin (g/dL) pada kelompok mencit kontrol, kelompok
mencit dengan implan besi (Fe), magnesium (Mg) dan kawat implan
medis komersial (SS316L)
3 Persentase hematokrit pada kelompok mencit kontrol, kelompok
mencit dengan implan besi (Fe), magnesium (Mg) dan kawat implan
medis komersial (SS316L)
4 Gambaran sel darah putih (SDP) dan persentase diferensial SDP
pada kelompok mencit kontrol, kelompok mencit dengan implan besi
(Fe), magnesium (Mg) dan kawat implan medis komersial (SS316L)
5 Kadar ion plasma Fe dan Mg pada kelompok mencit kontrol,
kelompok mencit dengan implan besi (Fe), magnesium (Mg) dan
kawat implan medis komersial (SS316L)
9
9
10
12
15
DAFTAR GAMBAR
1 Pembagian kelompok perlakuan
2 Hasil pencitraan radiografi pada kelompok implan Fe pada hari
pengamatan ke-1, 7, 14 dan 30 setelah implantasi
3 Analisis radiodensitas implan
4 Line plot profile rata-rata densitas implan pada kelompok mencit
yang diberi implan Fe, Mg dan SS316L pada hari pengamatan ke-1,
7, 14 dan 30
5 Jaringan otot sekitar perlukaan pada kelompok kontrol (K) pada hari
pengamatan ke-1 (a) dan hari pengamatan ke-30 (b) dengan
perbesaran 40x
6 Respon jaringan pada kelompok implan Fe secara histopatologis dengan
perbesaran 40x, a) jaringan otot sekitar implan pada hari pengamatan
ke-1, b) jaringan otot sekitar implan pada hari pengamatan ke-30, c) dan
d) kapsul fibrosa yang mengelilingi implan pada hari pengamatan ke-30
7 Respon jaringan pada kelompok implan Mg secara histopatologis, a)
jaringan otot sekitar implan pada hari pengamatan ke-1 dengan
perbesaran 10x, b) jaringan otot sekitar implan pada hari pengamatan ke1 dengan perbesaran 40x, c) jaringan otot sekitar implan pada hari
pengamatan ke-30 dengan perbesaran 40x
8 Respon jaringan pada kelompok implan SS316L secara
histopatologis, a) jaringan otot sekitar implan pada hari
pengamatan ke-1 dengan perbesaran 10x, b) jaringan otot sekitar
implan pada hari pengamatan ke-30 dengan perbesaran 40x, c),
7
16
16
18
19
20
21
kapsul fibrosa yang mengelilingi implan pada hari pengamatan ke30 dengan perbesaran 40x
9 Respon jaringan secara histopatologis mencit kelompok perlakuan
implan besi (Fe) (a, d), magnesium batang (Mg) (b, e) dan kawat
implan medis komersial (SS316L) (c, f) pada hari ke-1 dan 30
setelah implantasi
23
24
DAFTAR LAMPIRAN
1 Persetujuan perlakuan etik hewan coba
2 Data analisis jumlah sel darah merah, hemoglobin dan hematokrit
kelompok kontrol, kelompok mencit dengan implan Fe, Mg dan
SS316L
3 Data analisis jumlah sel darah putih dan diferensial sel darah putih
kelompok kontrol, kelompok mencit dengan implan Fe, Mg dan
SS316L
4 Data analisis kadar ion plasma darah kelompok kontrol, kelompok
mencit dengan implan Fe, Mg dan SS316L
31
32
36
43
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penyakit dan masalah yang disebabkan oleh jaringan tulang yang rusak
dapat berkaitan dengan gangguan ortopedik, oral dan maksilofasial (Bosco et al.
2012). Contoh penyakit dan masalah tersebut adalah trauma (fraktura dan
dislokasio), osteoarthritis, osteoporosis, kanker dan infeksi (British Orthopaedic
Foundation 2010). Gangguan tulang tersebut dialami oleh jutaan orang di seluruh
dunia dalam setiap tahun dan untuk itu membutuhkan pengobatan jangka panjang.
Hal tersebut menyebabkan kerugian yang sangat besar hingga mencapai 40 milyar
Euro di seluruh dunia per tahun (Bosco et al. 2012). Tercatat pada Rumah Sakit
Pendidikan Royal Infirmary of Edinburgh, Inggris, dari 7.449 kasus yang dirujuk
ke unit ortopedik dalam satu tahun, 75% bagiannya merupakan kasus fraktura
(Aitken et al. 2012). Oleh karena itu, penggunaan implan medis sebagai alat
fiksasi kasus fraktura semakin meningkat.
Penggunaan implan medis telah berkembang secara dramatis selama
beberapa dekade terakhir karena dapat meningkatkan harapan hidup, adanya
perubahan gaya hidup dan perbaikan dalam teknologi implan medis tersebut
(Bosco et al. 2012). Logam telah digunakan sebagai alat fiksasi internal untuk
membantu persembuhan tulang dan jaringan yang mengalami fraktura lebih dari
100 tahun. Saat ini logam yang umum digunakan sebagai penyusun jenis implan
tersebut antara lain baja tahan karat (stainless steel), titanium (Ti) dan campuran
kobalt-kromium (Co-Cr alloys) (Hermawan 2011; Kuhlmann et al. 2013). Implan
yang terbuat dari bahan-bahan tadi secara umum memiliki kecocokan dengan
tubuh, sehingga hal tersebut dianggap sangat berharga. Meskipun begitu, material
tersebut dapat menyebabkan stress shielding yaitu terjadinya osteopenia akibat
pemasangan implan. Selain itu, efek lainnya adalah dilepasnya ion-ion logam
yang bersifat toksik ke jaringan melalui proses korosi logam seiring dengan waktu
(Kuhlmann et al. 2013). Selain itu penggunaan logam tidak terserap tersebut
menyebabkan hasil pencitraan tubuh dengan sinar-X dan magnetic resonance
imaging (MRI) yang kurang baik. Hal lain yang juga tidak diinginkan adalah
diperlukan prosedur bedah kedua untuk pengangkatan implan (Windhagen et al.
2013).
Penelitian-penelitian yang telah dilakukan selama ini berfokus pada
keamanan dari implan logam. Penelitian dilakukan terhadap resiko terjadinya
korosi, reaksi alergi dan karsinogenesis. Berdasarkan alasan tersebut, implan
secara rutin diangkat selama ini. Seiring dengan diperkenalkannya implan
berbahan titanium dan campurannya, kebutuhan untuk pengangkatan implan
menjadi semakin diperdebatkan. Hal ini disebabkan karena implan berbahan
titanium lebih sulit untuk diangkat (Vos & Verhofstad 2013). Menurut Krettek et
al. (2012), pengangkatan implan dapat menyebabkan komplikasi yang nyata
seperti kerusakan jaringan lunak, fraktur kembali, infeksi dan masalah lainnya.
Pengangkatan implan harus ditentukan setelah pemeriksaan yang
menyeluruh berdasarkan sisi medis maupun ekonomi. Infeksi akibat pemasangan
implan, kegagalan penyatuan organ setelah pemasangan implan atau masalah
mekanis yang sangat nyata merupakan indikasi dari pengangkatan implan.
Pengangkatan implan pada anak-anak di dunia kedokteran umum perlu
2
diperhatikan, karena implan logam dapat mengganggu pola pertumbuhan normal
(Unno et al. 2009).
Peningkatan harapan akan kualitas hidup yang lebih baik di masyarakat
dunia telah mendorong para ahli biomaterial untuk mengembangkan teknologi
baru yang menyediakan implan yang lebih baik dengan kinerja klinis yang tinggi.
Paradigma yang menyatakan bahwa implan harus bersifat tidak reaktif secara
kimia (inert) dan tahan terhadap korosi telah dipatahkan sejak ditemukannya jenis
baru logam biomaterial. Paradigma mengenai bioinert tersebut juga mengalami
pergeseran dimana material sekarang ini diinginkan untuk memiliki
biokompatibilitas dengan tubuh. Biokompatibilitas didefinisikan sebagai
kemampuan material untuk dapat bekerja sesuai dengan respon jaringan penerima
pada situasi tertentu (Bosco et al. 2012). Konsep biomaterial terserap tubuh telah
digunakan sejak tahun 1988, namun penggunaan logam sebagai biomaterial
terserap tubuh masih tergolong baru. Dua jenis logam yang telah diajukan untuk
digunakan sebagai bahan dasar implan adalah magnesium (Mg) dan besi (Fe)
(Purnama et al. 2010). Implan logam tahan korosi telah terbukti bersifat inert dan
tidak menunjukkan efek yang buruk terhadap jaringan yang terganggu. Hal ini
disadari bahwa keberadaan logam terserap tubuh yang non-inert menambah
masalah baru dari yang telah ada dan juga apakah produk degradasinya tidak
mengganggu proses persembuhan (Hermawan & Mantovani 2009).
Penggunaan Mg di bidang medis telah dilakukan sejak tahun 1878, dimana
logam Mg digunakan sebagai kawat untuk ligasi pembuluh darah. Penelitian
mengenai Mg kemudian dilakukan hingga kini, baik dalam bentuk logam murni
maupun campuran sebagai bahan dasar aplikasi medis. Penelitian mengenai
implan medis berbahan dasar Mg tidak hanya pada bahan penyusunnya saja, tapi
juga terhadap berbagai bentuk implan dan lokasi penggunaannya dalam tubuh
seperti kawat yang digunakan pada pembuluh darah, tabung pada usus, pembuluh
darah dan saraf, bentuk batang, pipih dan skrup untuk fiksasi tulang dan lain
sebagainya. Meski telah banyak studi yang melaporkan mengenai Mg ini, masih
banyak hal yang belum tergali dan dapat merevolusi berbagai implan biomedis
yang telah digunakan secara klinis saat ini (Witte 2010).
Besi dianggap sebagai kandidat logam alternatif yang dapat digunakan
sebagai material logam terserap tubuh (Schinhammer et al. 2010). Penelitianpenelitian mengenai Fe telah dilakukan sejak tahun 2002 (Ikarashi et al. 2002),
namun konsep penggunaan Fe sebagai logam terserap tubuh baru dikemukakan
sejak lima tahun silam oleh Hermawan & Mantovani (2009). Setelah itu, studi
mengenai potensi Fe terus dilakukan. Penelitian mengenai Fe sebagai material
logam terserap tubuh di Indonesia, telah dilaporkan oleh Noviana et al. (2012,
2013a, 2013b), Ulum et al. (2013, 2014) dan Paramitha et al. (2013). Oleh karena
minimnya informasi mengenai logam tersebut, potensi Fe sebagai bahan dasar
penyusun implan medis masih terus dipelajari hingga sekarang.
Perumusan Masalah
Semakin tingginya angka kecelakaan pada manusia maupun hewan yang
berakibat pada kejadian fraktura menyebabkan implan sebagai alat fiksasi tulang
semakin dibutuhkan. Permintaan yang tinggi akan implan tersebut juga diiringi
dengan kebutuhan akan implan yang lebih baik. Perbaikan ini meliputi stabilitas
implan, efek samping yang ditimbulkan terhadap tubuh, rasa sakit dan
3
ketidaknyamanan yang dialami oleh pasien. Kekurangan lainnya adalah operasi
pengangkatan implan yang sebisa mungkin ingin dihindari oleh pasien maupun
pemilik hewan.
Selama ini, implan terbuat dari bahan yang tidak reaktif terhadap kondisi
biokimia tubuh dan setelah terjadi persembuhan total pada jaringan tulang, implan
tersebut harus diangkat. Pengangkatan implan tentu membutuhkan prosedur
pembedahan ulang. Hal ini yang paling menjadi masalah secara ekonomi.
Implan logam terserap tubuh merupakan jawaban dari permintaan akan
implan yang lebih baik. Implan yang terbuat dari logam ini nantinya akan
terserap oleh tubuh seiring dengan terjadinya proses persembuhan pada jaringan
tulang. Saat persembuhan yang terjadi telah selesai, implan tersebut diharapkan
telah hilang digantikan oleh jaringan yang baru sehingga tidak dibutuhkan
prosedur pengangkatan. Logam yang memiliki potensi sebagai bahan penyusun
implan jenis baru ini adalah magnesium dan besi, yang merupakan mineral
penting dalam proses biokimia tubuh manusia maupun hewan. Magnesium telah
digunakan dan studi yang dilakukan mengenai logam tersebut dalam
penggunaannya sebagai implan medis telah dilaporkan sejak tahun 2000-an.
Magnesium terserap oleh tubuh disertai dengan adanya efek yang tidak diinginkan
untuk terjadi, yaitu terbentuknya gas hidrogen dan kecepatan degradasi logam ini
terbilang tinggi. Hal ini menyebabkan lebih banyak lagi penelitian mengenai
pencampuran Mg dengan berbagai jenis material lain baik logam maupun nonlogam. Penggunaan besi, di lain sisi, dalam penyusunan implan terserap tubuh
belum banyak dilakukan. Hasil-hasil penelitian yang telah dilaporkan lebih
banyak mengenai desain dan proses pembuatan implan. Belum banyak informasi
mengenai biokompatibilitas, stabilitas mekanis dan keamanan implan, padahal
untuk dapat digunakan secara klinis hal-hal ini sangatlah penting. Informasi
tersebut dapat diketahui berdasarkan hasil pengujian secara in vitro dan in vivo,
dimana pengujian Fe secara in vitro telah banyak dilaporkan. Namun hasil uji in
vitro belum dapat mewakili kondisi sebenarnya dari tubuh manusia dan hewan,
sehingga dibutuhkan pengujian in vivo terhadap Fe terutama dalam
penggunaannya sebagai implan ortopedik.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi mengenai
biokompatibilitas besi sebagai material penyusun implan logam terserap tubuh
melalui pengamatan klinis dan histologis.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
biokompatibilitas besi sebagai material penyusun implan logam terserap tubuh.
4
2 TINJAUAN PUSTAKA
Implan Medis
Alat medis merupakan produk-produk (termasuk obat-obatan) yang
digunakan untuk diagnosa, pencegahan, pemantauan atau pengobatan suatu
penyakit atau cacat tubuh. Istilah tersebut mencakup berbagai produk dan
instrumen, seperti lensa kontak, tempat tidur rumah sakit, resusitator dan siring.
Sedangkan implan medis secara umum adalah alat medis yang dimasukkan ke
dalam tubuh. Implan medis dapat berupa alat yang dimasukkan sebagian atau
seluruhnya ke dalam tubuh melalui pembedahan dan berada di dalam tubuh
selama minimal 30 hari. Implan dapat bersifat aktif, yaitu membutuhkan sumber
tenaga seperti alat pacu jantung atau bersifat non-aktif seperti implan tulang
(House of Common Science and Committee 2012).
Penggunaan implan medis telah berkembang secara dramatis selama
beberapa dekade terakhir karena dapat meningkatkan harapan hidup, adanya
perubahan gaya hidup dan perbaikan dalam teknologi implan medis tersebut
(Bosco et al. 2012). Tidak hanya bagi manusia, saat ini penggunaan implan medis
pada hewan semakin bertambah seiring dengan meningkatnya kepedulian para
pemilik terhadap hewan peliharaannya, terutama hewan kecil.
Bahan penyusun implan tulang yang ideal menurut Schmidt et al. (2001)
adalah memiliki komposisi kimia yang biokompatibel untuk mencegah reaksi
jaringan yang merugikan, ketahanan terhadap korosi di dalam lingkungan
fisiologis yang baik, kuat dan ketahanan terhadap pemakaian serta nilai modulus
elastisitas yang mendekati nilai yang dimiliki tulang untuk meminimalisir
penyerapan tulang di sekitar implan. Namun, pada implan logam terserap tubuh,
paradigma mengenai implan yang harus tahan terhadap korosi ini dipatahkan.
Biomaterial terserap tubuh yang telah diajukan berasal dari polimer dan
logam. Polimer telah sering dijumpai dalam dunia kedokteran dan kedokteran
hewan sebagai bahan penyusun benang jahit terserap tubuh seperti polyglycolic
acid/polylactic acid dan polycaprolactone yang telah diteliti sejak tahun 1988.
Sedangkan, ide untuk menggunakan logam sebagai material terserap tubuh masih
terbilang baru. Logam jika dipandang dari sifat mekanisnya, lebih sesuai untuk
beberapa aplikasi medis tertentu yang membutuhkan kekuatan tinggi jika
dibandingkan dengan polimer, termasuk sebagai penyusun implan untuk fiksasi
tulang internal (Hermawan & Mantovani 2009).
Dua kelas logam telah diajukan, yaitu magnesium dan besi serta
campurannya. Magnesium dan campurannya telah banyak diteliti, contohnya
adalah Mg-Al, Mg-RE (rare earth) dan Mg-Ca (Hermawan & Mantovani 2009).
Sedangkan, potensi besi dan campurannya sebagai implan logam terserap tubuh
masih dipelajari.
Magnesium
Magnesium merupakan unsur penting bagi tubuh manusia dan hewan,
ditemukan dalam jumlah yang besar pada jaringan tulang sebagai unsur yang
berfungsi dalam kekuatan dan pertumbuhan tulang. Ion Mg merupakan ion urutan
keempat paling banyak yang terdapat di dalam tubuh (Swaminathan 2003). Orang
5
dewasa membutuhkan asupan Mg per hari sebesar 300-400 mg (Purnama et al.
2010), kuda dewasa 19-30 mg/kgBB/hari, sapi dan kambing/domba membutuhkan
hingga 0.4% Mg per hari dari total pakan (Kahn 2010), anjing sebesar 0.03-0.04
mg/kgBB-0.75/hari (NRC 2006) dan Mg merupakan kofaktor bagi beberapa enzim
metabolik dan berfungsi untuk menstabilkan struktur DNA dan RNA (Purnama et
al. 2010).
Tingginya kebutuhan asupan Mg per hari, menandakan bahwa Mg dapat
digunakan sebagai bahan penyusun implan. Mg dan campurannya telah
dimanfaatkan sebagai implan ortopedik karena sifat fisiknya yang dapat
menunjang tulang. Mg memiliki kerapatan yang sama dengan tulang (1.8-2 g/cm3)
dan telah dilaporkan dapat membantu aktivasi dari sel-sel tulang. Keterbatasan
Mg dan campurannya dalam penggunaannya sebagai implan ortopedik adalah
ketahanan terhadap korosinya yang rendah (10-200 mm/tahun) (Purnama et al.
2010) sehingga implan yang dipasang akan mudah terserap dan habis sebelum
waktu persembuhan jaringan selesai.
Besi
Besi (Fe) merupakan unsur penting bagi sebagian besar makhluk hidup
karena keterlibatannya dalam jumlah besar pada enzim dan protein yang berisi Fe.
Zat Fe memainkan peran yang signifikan di dalam tubuh, termasuk transportasi,
penyimpanan dan aktivasi oksigen secara molekular. Zat Fe juga terlibat dalam
dekomposisi lipid, protein dan DNA melalui reaktifitasnya dengan molekul
oksigen (Purnama et al. 2010). Anjing membutuhkan zat ini sebanyak 27
µg/kgBB/hari (NRC 2006).
Sama halnya dengan Mg, Fe juga dibutuhkan untuk membantu berjalannya
proses biokimia di dalam tubuh. Hal ini juga menandakan bahwa Fe memiliki
potensi sebagai bahan penyusun implan. Fe murni memiliki kecepatan degradasi
yang lebih rendah dibandingkan dengan Mg, yaitu sebesar 0.16 mm/tahun.
Rendahnya kecepatan degradasi Fe pada media fisiologis, menyebabkan implan
yang terbuat dari Fe murni dikhawatirkan memiliki reaksi yang sama seperti pada
implan permanen yang tidak terserap tubuh (Purnama et al. 2010). Reaksi tersebut
dapat berupa perubahan secara histologis akibat efek toksik langsung atau reaksi
hipersensitifitas lokal (Reclaru et al. 2001), keracunan, karsinogenisitas,
genotoksisitas dan alergi terhadap metal (Sargeant & Goswani 2005).
Baja Tahan Karat – SS316L
Stainless steel 316L merupakan jenis campuran logam yang paling banyak
digunakan dalam aplikasi medis terutama implan. Implan berbahan dasar SS316L
bisa ditemukan sebagai bahan penyusun implan tulang (bone plate, screw dan
pin), katup jantung buatan, pengisi tambalan gigi hingga gendang telinga buatan.
Logam ini dipilih karena sifatnya yang inert dan fungsi strukturalnya, logam ini
tidak memiliki biofungsionalitas seperti kompatibilitas dengan darah,
konduktifitas terhadap tulang dan sifat bioaktifitas. Sifat-sifat tersebut terkait
dengan biokompatibilitas sebuah implan, terutama yang digunakan dalam jangka
yang panjang, dimana implan tersebut inaktif secara biologis dan nonreaktif
secara kimiawi sehingga tidak menyebabkan efek berbahaya bagi jaringan tubuh.
SS316L tersusun atas sebagian besar Besi (Fe), 16-19% Kromium (Cr), 10-14%
6
Nikel (Ni), 2-3% Molibdenum (Mo), < 2% Mangan (Mn), < 1% Silikon (Si) dan <
0.03% Karbon (C) (Hermawan et al. 2011; Balaji et al. 2012).
3 METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Divisi Bedah dan Radiologi untuk proses
implantasi dan pemeliharaan hewan coba, pemrosesan, pemeriksaan dan
pengambilan gambar histopatologi dilakukan di Divisi Patologi, Departemen
Klinik, Reproduksi dan Patologi, pemeriksaan darah dilakukan di Laboratorium
Fisiologi, Fakultas Kedokteran Hewan serta pemeriksaan kadar ion darah
dilakukan di Laboratorium Nutrisi Ternak, Departemen Ilmu Nutrisi dan
Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pemeriksaan radiografi dilakukan di MyVets Animal Clinic, Kemang, Jakarta.
Penelitian berlangsung selama 6 bulan, sejak Februari hingga Juli 2014 dimulai
dari persiapan penelitian hingga pengolahan data.
Alat dan Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 48 ekor mencit jantan
strain ddy (Mus musculus) dengan berat ± 35-40 g dan berumur 8 minggu,
anthelmintika Praziquantel (Univerm®, VMD, Hungary), antiprotozoa
Metronidazole (Flagyl®, Oubari Pharma, Syria), antibiotika Amoksisilin-Asam
Klavulanat (Claneksi®, PT. Sanbe Farma, Indonesia), anestetika Ketamine 10%
injeksi (Ilium®, Troy Laboratories, Australia), Xylazine 10% injeksi (Ilium®,
Troy Laboratories, Australia), antibiotika Gentamisin, kawat besi, magnesium
batang (Goodfellow Inc, UK), kawat medis komersial (baja tahan karat SS316L,
FHK Fujihira Industry, Japan), Ethylene Diamine Tetra Acetic Acid (EDTA) 10%,
benang poliglaktin sintetis terserap (Hinglact®, HiCare, India) ukuran 5/0 dan
plester Hypafix® (BSN Medical UK).
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sterilisator UV,
timbangan halus, satu set alat bedah, CR7 Vet Digital Dental X-ray (iM3®,
Australia), software SPSS® versi 16 for Microsoft® Windows®, dan software
ImageJ® versi 1.47 for Microsoft® Windows® (Waine Rasband, National
Institutes of Health, USA).
Hewan Percobaan
Empat puluh delapan ekor mencit strain ddy jantan dewasa dengan umur ± 8
minggu, berat badan ± 35-40 gram digunakan dalam penelitian ini. Hewan
dipelihara secara berkelompok berdasarkan kelompok perlakuan di kandang
pemeliharaan hewan. Adaptasi hewan dilakukan selama 2 minggu sebelum
perlakuan untuk mengondisikan hewan dalam keadaan sehat. Aklimatisasi
dilakukan dengan memberikan antibiotika dengan dosis 10 mg/kg BB per hari
selama 5 hari, anthelmentika dengan dosis 10 mg/kg BB dua kali pemberian saat
sebelum dan setelah pemberian antibiotika, pemberian antiprotozoa dengan dosis
20 mg/kg BB per hari selama 5 hari. Semua obat diberikan secara per oral. Pakan
7
komersial diberikan dua kali sehari pada pagi dan sore hari dan air minum
diberikan secara ad libitum.
Kelompok Perlakuan
Mencit dibagi ke dalam 2 kelompok besar, yaitu :
48 ekor mencit strain ddy
Jantan, dewasa, usia 8 minggu, BB ±
35-40 g
a. Kelompok Kontrol
1. Kontrol Positif
(SS316L) 12 ekor
2. Kontrol Negatif
(Sham) 12 ekor
b. Kelompok Perlakuan
1. Implan Kawat Besi (Fe)
12 ekor
2. Implan Magnesium
Batang (Mg) 12 ekor
Gambar 1 Pembagian kelompok perlakuan.
a. Kelompok Kontrol
Kelompok kontrol positif menerima implan SS316L yang disisipkan antara otot
dan tulang femur mencit. Sementara itu, pada kelompok kontrol negatif sham
dilakukan tanpa ada implan yang diberikan.
b. Kelompok Perlakuan
Kelompok implan Fe menerima implan kawat besi dan kelompok implan Mg
menerima implan magnesium batang yang disisipkan antara otot dan tulang femur
mencit.
Prosedur Implantasi
Mencit yang telah diaklimatisasi kemudian akan menjalani prosedur
implantasi. Pertama, mencit diberi induksi anestesi menggunakan kombinasi
Ketamine-Xylazine dengan dosis masing-masing 30 mg/kgBB dan 5 ml/kgBB.
Setelah mencit teranestesi, pencukuran dilakukan pada bagian sebelah kanan dan
pada daerah tersebut dilakukan desinfeksi menggunakan alkohol 70% dan iodine
10%, kemudian mencit diletakkan di atas meja operasi. Prosedur tersebut
dilakukan dengan menyayat kulit daerah paha tepat di atas m. biceps femoris,
kemudian otot tersebut dipreparir dan dikuakkan hingga mencapai tulang femur.
Setelah itu, implan yang sebelumnya telah ditimbang dan disterilisasi dengan
dipapar panas kering dan sinar UV disisipkan di antara tulang femur dan m. biceps
femoris. Kedua bagian m. biceps femoris yang terpisah digabungkan kembali
dengan jahitan sederhana menggunakan benang poliglaktin ukuran 5/0, begitu
8
juga dengan kulit yang terbuka akibat sayatan. Luka jahitan ditutup dengan
menggunakan plester. Doxycycline 10 mg/kg digunakan sebagai antibiotik postoperasi dan diberikan untuk 3 hari.
Pengambilan Data
Data yang diambil meliputi pemeriksaan klinis yaitu pengambilan darah
melalui vena retroorbitalis di daerah mata dengan menggunakan mikrohematokrit
pipet. Pengambilan darah dilakukan pada hari ke-0 sebelum operasi, hari ke-1, 10
dan 30 setelah operasi. Darah dikoleksi di dalam tabung vakum yang berisi
antikoagulan EDTA dan kemudian dilakukan penghitungan jumlah sel darah
merah (SDM), kadar hemoglobin dan nilai hematokrit. Penghitungan jumlah dan
diferensiasi sel darah putih dilakukan dengan parameter diferensiasi yaitu
persentase neutrofil, limfosit, monosit, eosinofil dan basofil. Sebagian darah
kemudian digunakan untuk pemeriksaan kadar ion Fe dan Mg. Sebelumnya, darah
disentrifus terlebih dahulu, kemudian bagian plasma dikoleksi ke dalam tabung
Eppendorf. Selanjutnya plasma darah akan diproses untuk dilakukan pemeriksaan
kadar ion Fe dan Mg darah. Pengambilan gambar radiografi dilakukan pada hari
ke-0, 7, 14 dan 30 setelah prosedur implantasi untuk melihat radiodensitas implan
dan jaringan sekitarnya. Pengukuran radiodensitas dilakukan dengan
menggunakan piranti lunak ImageJ® for Windows.
Pemeriksaan histopatologis dilakukan dengan mengambil sampel otot dan
tulang femur mencit di daerah lokasi implan pada hari ke- 1 dan 30 setelah
implantasi. Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat perubahan yang terjadi pada
jaringan secara mikroskopis.
Analisis Data
Semua data yang telah diperoleh dianalisis secara statistik untuk
membedakan respon tiap kelompok perlakuan menggunakan uji lanjut Analisis
Varian satu arah (one way ANOVA) pada post-hoc Duncan test menggunakan
software SPSS 18 pada taraf nyata 95% (p0.05).
Tabel 1 Jumlah sel darah merah (juta/mm 3) pada kelompok mencit kontrol,
kelompok mencit dengan implan besi (Fe), magnesium (Mg) dan kawat
implan medis komersial (SS316L).
Hari ke0
1
10
30
Kontrol
Fe
Kelompok Perlakuan
Mg
SS316L
a
9.18 ± 1.53
8.71 ± 1.76a
9.11 ± 1.16a
9.29 ± 1.75a
10.50 ± 1.71a
9.63 ± 1.87a
7.46 ± 0.35a
10.24 ± 2.58a
8.09 ± 0.58a
a
a
a
10.30 ± 1.52
10.16 ± 2.22
8.30 ± 0.48
9.66 ± 1.50a
Data disajikan dalam bentuk rataan dengan standar deviasi (x̄ ± SD). Huruf yang sama pada baris
dan kolom yang berbeda menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (p >0.05).
Kadar hemoglobin (Hb) mencit disajikan pada Tabel 2. Hasil menunjukkan
bahwa kadar Hb darah mencit kelompok kontrol dan kelompok perlakuan implan
pada hari ke-1, 10 dan 30 setelah implantasi tidak ada perbedaan yang nyata. Nilai
hematokrit kelompok kontrol dan kelompok perlakuan implan pada hari ke-1, 10
dan 30 disajikan pada Tabel 3. Berdasarkan hasil yang didapat, nilai hematokrit
tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Nilai yang didapat berdasar
pemeriksaan pada ketiga parameter tersebut masih termasuk ke dalam kisaran
nilai normal kelompok kontrol dan literatur yang ada (Fox et al. 2002; Schnell et
al. 2002).
Tabel 2 Kadar hemoglobin (g/dL) pada kelompok mencit kontrol, kelompok
mencit dengan implan besi (Fe), magnesium (Mg) dan kawat implan
medis komersial (SS316L).
Hari ke-
Kontrol
Kelompok Perlakuan
Fe
Mg
SS316L
0
13.48 ± 0.56ab
1
12.49 ± 0.41ab
15.05 ± 0.66b
14.21 ± 1.09ab
14.16 ± 0.92ab
10
13.76 ± 1.63ab
12.94 ± 1.13ab
14.57 ± 2.76ab
11.75 ± 1.17a
30
15.13 ± 1.80b
14.13±0.29ab
12.31 ± 4.17ab
14.49 ± 1.45ab
Data disajikan dalam bentuk rataan dengan standar deviasi (x̄ ± SD). Huruf yang sama pada baris
yang berbeda menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (p >0.05).
Darah selalu merupakan jaringan pertama yang selalu berkontak dengan
implan setelah ditanamkan ke dalam tubuh. Kontak tersebut kemudian akan
diikuti oleh serangkaian proses biologis, yang pada akhirnya dapat menyebabkan
hemolisis, pembentukan bekuan darah dan hadirnya sel-sel inflamasi (Anderson
2001; Diaz-Rodriguez et al. 2014).
10
Salah satu uji dalam rangkaian pengujian biokompatibilitas sebuah material
implan adalah penilaian hemokompatibilitas. Uji yang dilakukan adalah uji
perlekatan trombosit pada implan dan uji hemolisis. Uji hemolisis secara umum
dilakukan untuk mengevaluasi hemokompatibilitas darah yang berkontak dengan
biomaterial. Hemolisis merupakan pengukuran terhadap sitotoksisitas biomaterial
terhadap SDM. Sitotoksisitas menyebabkan rupturnya membran SDM dan
keluarnya hemoglobin. Hemolisis dapat diinduksi oleh desain implan dan sifat
mekanis material seperti komposisi kimia dan sifat fisika permukaan implan
tersebut (Van Oeveren et al. 1999; Purnama et al. 2010).
Hemolisis akibat zat toksik dapat menyebabkan anemia, hemoglobinemia
dan meningkatnya bilirubin tak terkonjugasi pada pemeriksaan darah (Kaneko et
al. 1997), dimana nilai SDM menjadi rendah dan nilai hemoglobin meningkat dari
nilai normalnya. Hal ini berarti, pada pengujian hemokompatibilitas biomaterial,
anemia dan hemoglobinemia dapat mengindikasikan bahwa biomaterial tersebut
memiliki efek toksik dan dianggap tidak hemokompatibel. Jumlah SDM yang
beredar dalam darah, tentu saja mempengaruhi nilai hematokrit. Hematokrit
mencerminkan persentase SDM di dalam darah, sehingga nilai hematokrit akan
berbanding lurus dengan nilai SDM (Vadgama 2005).
Sel darah merah atau eritrosit memiliki fungsi utama untuk membawa
hemoglobin yang mengangkut oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh (Hall
2010). Oksigen merupakan salah satu unsur penting dalam persembuhan luka,
begitu juga dengan hemoglobin yang mengikat oksigen. Kadar hemoglobin darah
yang rendah dan/atau kurangnya asupan oksigen pada jaringan dapat
menyebabkan kematian pada jaringan. Hal tersebut menyebabkan proses
persembuhan luka terganggu dan diperpanjang (Carson et al. 2003; Kuriyan &
Carson 2005). Menurut Vadgama (2005), nilai hematokrit harus dioptimalisasi
pada penggunaan biomaterial. Hal tersebut dilakukan untuk memastikan bahwa
semua organ tubuh mendapatkan oksigen yang cukup.
Tabel 3 Persentase hematokrit pada kelompok mencit kontrol, kelompok mencit
dengan implan besi (Fe), magnesium (Mg) dan kawat implan medis
komersial (SS316L).
Hari ke-
Kontrol
Kelompok Perlakuan
Fe
Mg
SS316L
35.23 ± 3.76ab
0
33.57 ± 3.79ab
41.03 ± 3.15b
37.55 ± 3.18ab
38.07 ± 3.40ab
1
a
ab
ab
30.67 ± 4.06
34.22 ± 3.03
34.52 ± 3.36
30.40 ± 0.70a
10
41.75 ± 5.05b
36.47 ± 4.45ab
36.48 ± 9.42ab
40.75 ± 2.48b
30
Data disajikan dalam bentuk rataan dengan standar deviasi (x̄ ± SD). Huruf yang sama pada baris
yang berbeda menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (p >0.05).
Gambaran Sel Darah Putih (SDP)
Gambaran SDP disajikan pada Tabel 4. Jumlah SDP pada kelompok
kontrol, kelompok perlakuan implan Fe, Mg dan SS316L pada hari ke-1, 10 dan
30 tidak ada perbedaan yang nyata. Persentase limfosit pada kelompok kontrol
dan kelompok perlakuan implan menunjukkan perbedaan yang nyata di hari ke-1
11
pengamatan dan di hari ke-30 perbedaan nyata hanya terlihat pada kelompok
implan Mg. Hal yang sama teramati pada persentase neutrofil, dimana pada
kelompok perlakuan implan Fe, Mg dan SS316L di hari pengamatan ke-1 terlihat
mengalami penurunan yang nyata jika dibandingkan dengan kontrol. Peningkatan
yang nyata kemudian ditemukan pada kelompok implan Mg di hari pengamatan
ke-30. Pada perhitungan persentase monosit tidak terdapat perbedaan yang nyata
dari setiap kelompok perlakuan implan maupun kelompok kontrol di hari ke-1, 10
dan 30. Perbedaan nyata terlihat hanya pada kelompok implan Fe hari ke-30.
Persentase eosinofil dan basofil pada kelompok perlakuan dan kelompok
kontrol di hari ke-1, 10 dan 30 tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata.
Berdasarkan hasil yang diperoleh dan disajikan pada Tabel 4 tersebut, dapat
dilihat bahwa jumlah SDP, persentase limfosit, neutrofil, monosit, eosinofil dan
basofil yang ditunjukkan masih berada dalam kisaran nilai normal pada mencit
(Fox et al. 2002). Hal ini berarti, pemberian implan Fe, Mg dan SS316L tidak
menyebabkan terjadinya perubahan yang nyata pada gambaran sel darah putih
secara sistemik.
Sel darah putih merupakan bagian dari sistem pertahanan tubuh. Sel ini
dibentuk di sumsum tulang dan jaringan limfoid, kemudian ditranspor ke bagian
tubuh yang membutuhkan. Sel darah putih secara spesifik ditranspor ke daerah
yang mengalami infeksi dan inflamasi (Hall 2010). Hal ini menjelaskan mengapa
jumlah SDP berada di bawah nilai normal, karena selama masa pengamatan
berlangsung SDP dikirim ke jaringan sehingga jumlahnya di sirkulasi menurun.
Jenis sel dominan yang hadir pada respon inflamasi bervariasi sesuai dengan usia
luka. Neutrofil mendominasi selama beberapa hari pertama, kemudian digantikan
oleh monosit. Monosit selanjutnya berdiferensiasi menjadi makrofag (Anderson
2001). Reaksi yang terjadi dalam tubuh setelah mengalami implantasi biomaterial
adalah termasuk luka, interaksi darah-material, pembentukan matriks jaringan
sementara, inflamasi akut dan kronis, pembentukan jaringan granulasi, reaksi
benda asing dan pembentukan kapsul fibrosa atau fibrosis (Anderson et al. 2008).
Prosedur implantasi melalui operasi mayor tentunya menyebabkan luka dan
kerusakan pada jaringan kulit dan otot akibat penyayatan dan pada tulang akibat
pengikisan periosteum. Kerusakan jaringan tersebut menimbulkan reaksi
persembuhan luka yang diawali dengan inflamasi akut. Secara umum, neutrofil
merupakan sel yang dominan selama beberapa hari pertama setelah terjadi
perlukaan. Neutrofil adalah sel yang datang pertama ke lokasi perlukaan dengan
jumlah tertingginya pada jam ke-24 hingga jam ke-48. Monosit kemudian
mendominasi sel radang yang hadir, menggantikan neutrofil. Monosit secara cepat
bertransformasi menjadi makrofag yang selanjutnya memfagosit produk-produk
korosi dari implan terserap tubuh, yaitu partikel logam (Paramitha et al. 2013).
Emigrasi monosit dapat bertahan hingga beberapa hari sampai beberapa minggu.
Jenis biomaterial yang ditanam ke dalam tubuh dan tingkat keparahan luka
memengaruhi emigrasi monosit (Anderson 2001). Hal ini menjelaskan mengapa
jumlah monosit meningkat dari hari ke-1 sampai hari ke-30 setelah implantasi.
Limfosit memiliki peran dalam mengatur perilaku monosit dan makrofag
pada reaksi benda asing. Tingkat proliferasi limfosit meningkat dengan
Tabel 4 Gambaran sel darah putih (SDP) dan persentase diferensial SDP pada kelompok mencit kontrol, kelompok mencit dengan implan
besi (Fe), magnesium (Mg) dan kawat implan medis komersial (SS316L).
No
1
2
3
4
5
6
7
Parameter
SDP (103x sel/ml)
Limfosit (% SDP)
Neutrofil (% SDP)
Monosit (% SDP)
Eosinofil (% SDP)
Basofil (% SDP)
Rasio Neutrofil/Limfosit
(% SDP)
Hari
Kelompok
Kontrol
Fe
Mg
SS316L
0
1
10
30
12.8 ± 3.54c
5.37 ± 1.94ab
9.45 ± 4.32b
10.20 ± 1.70 bc
6.85 ± 1.49
6.30 ± 1.74 ab
8.75 ± 3.18 ab
6.47 ± 2.65
9.52 ± 2.30b
6.62 ± 0.96 ab
4.40 ± 1.00a
8.33 ± 3.43 ab
9.83 ± 3.11b
0
1
10
30
62.00 ± 8.09bcd
40.67 ± 6.66a
60.67 ± 8.62bcd
72.33 ± 5.03cd
69.33 ± 5.03bcd
64.33 ± 7.09bcd
63.00 ± 3.00bcd
67.67 ± 17.47bcd
59.00 ± 16.70bc
54.33 ± 1.53ab
76.33 ± 3.21d
59.67 ± 15.70bcd
73.33 ± 11.15cd
0
1
10
30
36.6 ± 8.47abc
57.67 ± 6.03c
34.67 ± 10.12ab
24.67 ± 4.04a
28.00 ± 4.58ab
33.33 ± 6.66ab
31.67 ± 5.13ab
30.00 ± 16.82ab
38.33 ± 16.80ab
43.33 ± 0.58bc
22.00 ± 3.61a
33.33 ± 17.21ab
24.33 ± 10.79a
0
1
10
30
1.00 ± 0.7a
1.00 ± 1.00a
1.33 ± 0.58a
2.33 ± 0.58a
1.67 ± 0.58a
1.33 ± 0.58a
3.33 ± 2.08b
2.00 ± 1.00ab
1.67 ± 0.58a
1.33 ± 0.58a
1.67 ± 0.58a
2.33 ± 1.53ab
2.00 ± 0.00ab
0
1
10
30
0.40 ± 0.55a
0.67 ± 1.15a
3.33 ± 2.89bc
0.67 ± 0.58a
1.00 ± 1.00ab
1.00 ± 0.00ab
2.00 ± 1.73ab
0.33 ± 0.58a
1.00 ± 0.00ab
1.00 ± 1.00ab
0.00 ± 0.00a
4.67 ± 2.31c
0.33 ± 0.58a
0
1
10
30
0.00 ± 0.00
0.00 ± 0.00
0.00 ± 0.00
0.00 ± 0.00
0.00 ± 0.00
0.00 ± 0.00
0.00 ± 0.00
0.00 ± 0.00
0.00 ± 0.00
0.00 ± 0.00
0.00 ± 0.00
0.00 ± 0.00
0.00 ± 0.00
0
1
10
30
0.65 ± 0.02ab
1.46 ± 0.37c
0.59 ± 0.23ab
0.34 ± 0.08ab
0.41 ± 0.09ab
0.53 ± 0.16ab
0.51 ± 0.10ab
0.50 ± 0.35ab
0.74 ± 0.47ab
0.80 ± 0.03b
0.29 ± 0.06a
0.65 ± 0.53ab
0.35 ± 0.19ab
ab
ab
12
Data disajikan dalam bentuk rataan dengan standar deviasi (x̄ ± SD). Huruf yang sama pada baris dan kolom yang berbeda menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (p
>0.05).
13
keberadaan makrofag (Chang et al. 2013). Hal ini mungkin merupakan alasan
mengapa jumlah limfosit meningkat pada hari ke-1 pada semua kelompok implan
namun tidak pada kelompok kontrol yang tidak terdapat benda asing. Eosinofil
mampu mengatur respon inflamasi lokal dan akumulasinya baik di dalam aliran
darah maupun di jaringan berkaitan dengan beberapa respon inflamasi dan
penyakit infeksius (Fulkerson & Rothenberg 2013). Basofil merupakan sel yang
memiliki peranan penting dalam reaksi alergi, hasil yang didapat dari pemeriksaan
darah putih dapat mengindikasikan bahwa tidak terdapat reaksi alergi terhadap
logam terserap tubuh yang ditanam.
Perhitungan SDP merupakan salah satu biomarker inflamasi yang sangat
berguna dalam praktik klinis, terutama jika ditemukan fluktuasi yang abnormal
pada jumlah SDP. Meskipun nilai SDP dalam kisaran nilai normal, indeks SDP
seperti rasio neutrofil/limfosit (rasio N/L) dapat digunakan untuk mengevaluasi
inflamasi sistemik (Balta et al. 2013; Kaya 2013). Rasio N/L mengintegrasikan
informasi pada lingkungan inflamasi dan stres fisiologis (Alkhouri et al. 2012).
Rasio N/L merupakan parameter yang dapat memberikan informasi mengenai
tingkat stres seluler (Ambore et al. 2009). Berdasarkan hasil perhitungan, nilai
rasio N/L pada semua kelompok implan di hari pengamatan ke-1 mengalami
penurunan yang nyata. Sementara perubahan yang terjadi pada hari pengamatan
lain tidak nyata. Pengukuran rasio N/L dipengaruhi oleh adanya infeksi lokal atau
sistemik, sejarah infeksi yang terjadi selama lebih dari 3 bulan, penyakit
inflamasi, dan berbagai obat-obatan yang berkaitan dengan kondisi inflamasi
pasien (Balta et al. 2013). Limfopenia berkaitan dengan pelepasan kortisol yang
disebabkan oleh stres. Beberapa tahun terakhir, rasio N/L mulai digunakan
sebagai indeks yang menggambarkan baik peningkatan level neutrofil yang
mengindikasikan inflamasi akut, maupun limfopenia yang teramati setelah kondisi
stres fisiologis akut (Kaya 2013). Pada hari ke-1 setelah pemasangan implan,
terjadi inflamasi yang bersifat akut dan berlangsung dari beberapa jam hingga
beberapa hari (Kumar et al. 2014). Selain itu, pemasangan implan atau benda
asing ke dalam tubuh tentu akan menyebabkan terjadinya stres fisiologis. Menurut
Milisav (2011), sel menghadapi stimulus baik internal maupun eksternal, beberapa
di antaranya dapat menyebabkan stres, baik sel tersebut merupakan bagian dari
jaringan normal maupun yang tumbuh pada kultur. Stres tersebut memicu respon
yang dapat mengubah respon seluler terhadap sinyal jaringan sekitarnya atau
bahkan mengalami kematian. Namun pada hari pengamatan selanjutnya, yaitu hari
ke-10 dan 30, nilai rasio N/L tidak mengalami perubahan yang nyata jika
dibandingkan dengan kelompok kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa tubuh telah
dapat beradaptasi dengan adanya implan yang ditanam. Dengan hal tersebut,
implan yang ditanam berarti tidak menyebabkan stres seluler yang dikhawatirkan
menyebabkan kematian sel bahkan jaringan.
Kadar Ion Fe dan Mg Plasma
Kadar ion plasma Fe dan Mg dari kelompok kontrol dan kelompok
perlakuan implan Fe, Mg dan SS316L pada hari ke-1, 10 dan 30 disajikan pada
Tabel 5. Kadar ion Fe plasma semua kelompok pada hari ke-1, 10 dan 30 tidak
memiliki perbedaan yang nyata. Kadar ion Fe pada semua kelompok kecuali
14
kelompok implan Fe mengalami penurunan di hari pengamatan ke-1. Hal ini
terjadi karena di hari ke-1 setelah implantasi, tubuh mencit kehilangan darah
akibat perdarahan selama prosedur implantasi yang menyebabkan besi yang
terdapat di dalam darah ikut keluar dan menyebabkan nilainya menurun. Pada
kelompok implan Fe, kadar ion Fe darah terus meningkat sejak hari ke-1 dan ke10, namun kemudian nilainya menurun di hari pengamatan ke-30. Besi
merupakan unsur esensial, namun disadari sebagai salah satu yang dapat
menyebabkan toksisitas. Besi merupakan unsur penting bagi tubuh, yaitu sebagai
komponen kunci bagi hemoglobin dalam mentranspor oksigen. Oksigen yang
masuk ke dalam tubuh akan berikatan dengan besi pada hemoglobin dalam sel
darah merah (Arora & Kapoor 2012). Besi di dalam tubuh disimpan terutama di
hati, limpa dan sumsum tulang (Brown et al. 1977). Hal ini berarti, produk
degradasi implan Fe memberikan pengaruh terhadap kadar ion Fe dalam darah.
Kadar ion yang meningkat dan kemudian kembali menurun menandakan bahwa
produk Fe dari implan tersebut dapat dieliminasi dari darah.
Kadar ion Mg pada setiap kelompok tidak menunjukkan adanya perubahan
yang nyata. Peningkatan dan penurunan terlihat pada setiap kelompok di setiap
hari pengamatan. Kelompok implan Mg sendiri tidak mengalami adanya
perubahan signifikan pada kadar ion Mg darah. Hal ini mengindikasikan bahwa
produk degradasi implan Mg tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap
kadarnya dalam darah. Hal ini juga dinyatakan oleh Waizy et al. (2014), pada
studi in vivo menggunakan implan Mg selama 12 bulan, tidak ditemukan adanya
perubahan yang signifikan pada hasil pemeriksaan kadar Mg dalam darah.
Besi dan magnesium merupakan dua nutrien esensial bagi tubuh, sehingga
membuat keduanya dianggap sebagai logam esensial yang potensial untuk
dikembangkan sebagai bahan dasar penyusun implan. Elemen toksik hanya dapat
ditolerir pada konsentrasi rendah di bawah nilai ambang batas toleransi tubuh.
Sementara itu, zat nutrien dapat menyebabkan efek yang tidak diinginkan pada
konsentrasi yang berlebihan bagi tubuh. Pada manusia, Fe di dalam tubuh terdapat
MATERIAL PENYUSUN IMPLAN LOGAM TERSERAP
TUBUH PADA MENCIT (Mus musculus)
DEVI PARAMITHA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
i
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Studi
Biokompatibilitas Besi (Fe) Sebagai Material Penyusun Implan Logam
Terserap Tubuh pada Mencit (Mus musculus)” adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2015
Devi Paramitha
NIM B351120031
RINGKASAN
DEVI PARAMITHA. Studi Biokompatibilitas Besi (Fe) Sebagai Material
Penyusun Implan Logam Terserap Tubuh pada Mencit (Mus musculus).
Dibimbing oleh DENI NOVIANA dan SRI ESTUNINGSIH.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai
biokompatibilitas besi sebagai material penyusun implan logam terserap tubuh
melalui pengamatan klinis dan histologis. Informasi ini didapat melalui
pemeriksaan respon profil darah perifer, kadar ion besi dan magnesium dalam
plasma darah, penilaian radiodensitas pada pencitraan radiografi dan respon
jaringan secara histopatologis. Sebanyak 48 ekor ekor mencit strain ddy jantan,
dewasa, berusia 8 minggu dibagi ke dalam 4 kelompok. Kelompok tersebut adalah
kelompok kontrol, kelompok implan kawat besi, kelompok implan magnesium
batang dan kelompok implan kawat medis. Kelompok kontrol diberi perlakuan
sham dan kelompok implan diberikan implan yang disisipkan di antara tulang
femur dengan otot biceps femoris.
Pemeriksaan respon darah dilakukan dengan pemeriksaan darah rutin,
sementara kadar ion besi dan magnesium plasma diperiksa dengan menggunakan
metode Atomic Absorption Spectroscopy (AAS) yang dilakukan pada hari
pengamatan ke-0 sebelum implantasi, hari ke-1, 10 dan 30 setelah implantasi.
Pencitraan radiografi dilakukan pada hari ke-1, 7, 14 dan 30 setelah implantasi.
Radiodensitas implan selanjutnya dianalisa dengan menggunakan piranti lunak
ImageJ®. Studi histopatologi dilakukan pada jaringan otot dan tulang lokasi
implan yang dipanen pada hari ke-1 dan 30 setelah impantasi.
Hasil analisa pada pemeriksaan jumlah sel darah merah, kadar hemoglobin,
nilai hematokrit, jumlah sel darah putih total dan diferensiasi sel darah putih
menunjukkan perbedaan yang tidak nyata. Kadar ion besi pada kelompok implan
besi menunjukkan peningkatan yang signifikan di dalam plasma darah.
Radiodensitas implan dan daerah sekitarnya mengalami perubahan sesuai dengan
respon tubuh yang terjadi. Studi histopatologi menunjukkan adanya reaksi
inflamasi akut pada hari pengamatan ke-1 untuk semua kelompok, baik kontrol
maupun yang diberikan implan. Sedangkan pada hari ke-30 setelah implantasi,
reaksi benda asing berupa kapsul fibrosa ditemukan mengelilingi lokasi implan
pada kelompok implan kawat besi dan kawat medis. Sebagai kesimpulan, implan
besi menyebabkan peningkatan kadar ion besi di dalam darah dan reaksi inflamasi
yang terbatas, dan tidak ditemukan adanya efek toksik dari produk degradasi
maupun dari implan besi itu sendiri.
Kata kunci:
besi, implan terserap tubuh, biokompatibilitas, in vivo, reaksi benda
asing.
SUMMARY
DEVI PARAMITHA. Biocompatibility Study of Iron (Fe) as Biodegradable
Metal Implant Material on Mice (Mus musculus). Supervised by DENI
NOVIANA and SRI ESTUNINGSIH.
This study aimed to obtain information regarding the biocompatibility of
iron as biodegradable metal implant material through clinical and
histopathological observations. The information were obtained through
examination of peripheral blood profile responses, blood plasma iron and
magnesium ion level, radiodensity assessment on radiography imaging and
histopathological tissue response. Forty eight adult male mice, aged
approximately 8 weeks were divided into 4 groups. The group were control group,
iron wire group, magnesium rod and surgical wire group. The control group were
treated with sham and the implant groups were given implants by inserted it
between femoral bone and biceps femoris muscle.
Examination of the blood response was done with Complete Blood Count
(CBC), while blood plasma iron and magnesium ion level was examined with
Atomic Absorption Spectroscopy (AAS). The examination were performed at
day-0 prior to implantation, day-1, 10 and 30 after implantation. Radiography
imaging was performed at day-1, 7, 14 and 30 after implantation. The implant and
its peri-implant area were then analyzed by using ImageJ ® software.
The analysis of red blood cells amount, hemoglobin level, hematocrite
value, total white blood cell and its diferentiation did not show significant
differences. The iron wire group showed a significant increase of iron blood
plasma ion level. Radiodensity of implant and peri-implant area have changed
along with body response that occured. Histopathological studies showed an acute
inflammatory reaction at day-1 observations for all groups, both control and
implant groups. While at day-30, foreign body reaction in the form of a fibrous
capsule surrounding the implant site were found in the iron and surgical wire
group. In conclusion, metal implants cause increased levels of iron ions in the
blood and limited inflammatory reactions, and local toxic effects from its metal
product or the material itself was not found.
Keywords: iron, biodegradable implant, biocompatibility, in vivo, foreign body
reaction
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
STUDI BIOKOMPATIBILITAS BESI (Fe) SEBAGAI
MATERIAL PENYUSUN IMPLAN LOGAM TERSERAP
TUBUH PADA MENCIT (Mus musculus)
DEVI PARAMITHA
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Biomedis Hewan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Drh Anita Esfandiari, MSi
PRAKATA
Alhamdulillahirabbil’alamin atas segala nikmat iman, Islam, kesempatan,
serta kekuatan yang telah diberikan Allah SWT sehingga penulis telah dapat
menyelesaikan tesis ini. Shalawat beriring salam untuk tuntunan dan suri tauladan
Rasulullah Muhammad SAW.
Karya ilmiah ini merupakan salah satu syarat untuk mendapat gelar magister
sains dari Program Studi Ilmu Biomedis Hewan, Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor. Tesis ini berjudul “Studi Biokompatibilitas Besi (Fe) Sebagai
Material Penyusun Implan Logam Terserap Tubuh pada Mencit (Mus musculus)”.
Ucapan terimakasih yang tidak pernah habis kepada Bapak Prof Drh Deni
Noviana, PhD selaku ketua komisi pembimbing, baik pada tingkat master maupun
sarjana, atas segala ilmu, motivasi, nasehat, bantuan, kesabaran, kesempatan
belajar dan nilai-nilai hidup yang selalu diberikan. Terimakasih untuk Ibu Dr Drh
Sri Estuningsih, MSi, APVet selaku anggota komisi pembimbing, atas bimbingan,
saran, masukan, pelajaran hidup dan motivasi yang juga selalu diberikan. Penulis
juga mengucapkan terimakasih kepada Drh M. Fakhrul Ulum, MSi atas bantuan,
motivasi untuk belajar dan terus menulis, ide-ide kreatif, kesempatan dan
kesabaran yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian.
Terimakasih juga kepada teman-teman dan adik-adik kelas yang selalu membantu
jalannya penelitian sehingga dapat terselesaikan. Terimakasih kepada kedua orang
tua, adik-adik serta sahabat-sahabat yang setia memberikan dorongan dan bantuan
moril selama penulis menyelesaikan karya ilmiah ini.
Ucapan terimakasih juga ditujukan pada DIKTI karena penelitian ini dapat
dilakukan dengan dana penelitian skim Hibah Kerjasama Luar Negeri dan
Publikasi Internasional a.n Deni Noviana No. 10/IT3.11/LT/2014.
Bogor, Maret 2015
Devi Paramitha
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1 PENDAHULUAN
ii
ii
iii
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
3
Manfaat Penelitian
3
2 TINJAUAN PUSTAKA
4
Implan Medis
4
Magnesium
4
Besi
5
Baja Tahan Karat – SS316L
5
3 METODE PENELITIAN
6
Lokasi dan Waktu Penelitian
6
Alat dan Bahan
6
Hewan Percobaan
6
Kelompok Perlakuan
7
Prosedur Implantasi
7
Pengambilan Data
8
Analisis Data
8
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Sel Darah Merah
9
9
Gambaran Sel Darah Putih
10
Kadar Ion Fe dan Mg Plasma
13
Pencitraan Radiografi
15
Studi Histopatologi
18
5 SIMPULAN DAN SARAN
26
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
26
26
26
31
46
DAFTAR TABEL
1 Jumlah sel darah merah (juta/mm3) pada kelompok mencit kontrol,
kelompok mencit dengan implan besi (Fe), magnesium (Mg) dan
kawat implan medis komersial (SS316L)
2 Kadar hemoglobin (g/dL) pada kelompok mencit kontrol, kelompok
mencit dengan implan besi (Fe), magnesium (Mg) dan kawat implan
medis komersial (SS316L)
3 Persentase hematokrit pada kelompok mencit kontrol, kelompok
mencit dengan implan besi (Fe), magnesium (Mg) dan kawat implan
medis komersial (SS316L)
4 Gambaran sel darah putih (SDP) dan persentase diferensial SDP
pada kelompok mencit kontrol, kelompok mencit dengan implan besi
(Fe), magnesium (Mg) dan kawat implan medis komersial (SS316L)
5 Kadar ion plasma Fe dan Mg pada kelompok mencit kontrol,
kelompok mencit dengan implan besi (Fe), magnesium (Mg) dan
kawat implan medis komersial (SS316L)
9
9
10
12
15
DAFTAR GAMBAR
1 Pembagian kelompok perlakuan
2 Hasil pencitraan radiografi pada kelompok implan Fe pada hari
pengamatan ke-1, 7, 14 dan 30 setelah implantasi
3 Analisis radiodensitas implan
4 Line plot profile rata-rata densitas implan pada kelompok mencit
yang diberi implan Fe, Mg dan SS316L pada hari pengamatan ke-1,
7, 14 dan 30
5 Jaringan otot sekitar perlukaan pada kelompok kontrol (K) pada hari
pengamatan ke-1 (a) dan hari pengamatan ke-30 (b) dengan
perbesaran 40x
6 Respon jaringan pada kelompok implan Fe secara histopatologis dengan
perbesaran 40x, a) jaringan otot sekitar implan pada hari pengamatan
ke-1, b) jaringan otot sekitar implan pada hari pengamatan ke-30, c) dan
d) kapsul fibrosa yang mengelilingi implan pada hari pengamatan ke-30
7 Respon jaringan pada kelompok implan Mg secara histopatologis, a)
jaringan otot sekitar implan pada hari pengamatan ke-1 dengan
perbesaran 10x, b) jaringan otot sekitar implan pada hari pengamatan ke1 dengan perbesaran 40x, c) jaringan otot sekitar implan pada hari
pengamatan ke-30 dengan perbesaran 40x
8 Respon jaringan pada kelompok implan SS316L secara
histopatologis, a) jaringan otot sekitar implan pada hari
pengamatan ke-1 dengan perbesaran 10x, b) jaringan otot sekitar
implan pada hari pengamatan ke-30 dengan perbesaran 40x, c),
7
16
16
18
19
20
21
kapsul fibrosa yang mengelilingi implan pada hari pengamatan ke30 dengan perbesaran 40x
9 Respon jaringan secara histopatologis mencit kelompok perlakuan
implan besi (Fe) (a, d), magnesium batang (Mg) (b, e) dan kawat
implan medis komersial (SS316L) (c, f) pada hari ke-1 dan 30
setelah implantasi
23
24
DAFTAR LAMPIRAN
1 Persetujuan perlakuan etik hewan coba
2 Data analisis jumlah sel darah merah, hemoglobin dan hematokrit
kelompok kontrol, kelompok mencit dengan implan Fe, Mg dan
SS316L
3 Data analisis jumlah sel darah putih dan diferensial sel darah putih
kelompok kontrol, kelompok mencit dengan implan Fe, Mg dan
SS316L
4 Data analisis kadar ion plasma darah kelompok kontrol, kelompok
mencit dengan implan Fe, Mg dan SS316L
31
32
36
43
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penyakit dan masalah yang disebabkan oleh jaringan tulang yang rusak
dapat berkaitan dengan gangguan ortopedik, oral dan maksilofasial (Bosco et al.
2012). Contoh penyakit dan masalah tersebut adalah trauma (fraktura dan
dislokasio), osteoarthritis, osteoporosis, kanker dan infeksi (British Orthopaedic
Foundation 2010). Gangguan tulang tersebut dialami oleh jutaan orang di seluruh
dunia dalam setiap tahun dan untuk itu membutuhkan pengobatan jangka panjang.
Hal tersebut menyebabkan kerugian yang sangat besar hingga mencapai 40 milyar
Euro di seluruh dunia per tahun (Bosco et al. 2012). Tercatat pada Rumah Sakit
Pendidikan Royal Infirmary of Edinburgh, Inggris, dari 7.449 kasus yang dirujuk
ke unit ortopedik dalam satu tahun, 75% bagiannya merupakan kasus fraktura
(Aitken et al. 2012). Oleh karena itu, penggunaan implan medis sebagai alat
fiksasi kasus fraktura semakin meningkat.
Penggunaan implan medis telah berkembang secara dramatis selama
beberapa dekade terakhir karena dapat meningkatkan harapan hidup, adanya
perubahan gaya hidup dan perbaikan dalam teknologi implan medis tersebut
(Bosco et al. 2012). Logam telah digunakan sebagai alat fiksasi internal untuk
membantu persembuhan tulang dan jaringan yang mengalami fraktura lebih dari
100 tahun. Saat ini logam yang umum digunakan sebagai penyusun jenis implan
tersebut antara lain baja tahan karat (stainless steel), titanium (Ti) dan campuran
kobalt-kromium (Co-Cr alloys) (Hermawan 2011; Kuhlmann et al. 2013). Implan
yang terbuat dari bahan-bahan tadi secara umum memiliki kecocokan dengan
tubuh, sehingga hal tersebut dianggap sangat berharga. Meskipun begitu, material
tersebut dapat menyebabkan stress shielding yaitu terjadinya osteopenia akibat
pemasangan implan. Selain itu, efek lainnya adalah dilepasnya ion-ion logam
yang bersifat toksik ke jaringan melalui proses korosi logam seiring dengan waktu
(Kuhlmann et al. 2013). Selain itu penggunaan logam tidak terserap tersebut
menyebabkan hasil pencitraan tubuh dengan sinar-X dan magnetic resonance
imaging (MRI) yang kurang baik. Hal lain yang juga tidak diinginkan adalah
diperlukan prosedur bedah kedua untuk pengangkatan implan (Windhagen et al.
2013).
Penelitian-penelitian yang telah dilakukan selama ini berfokus pada
keamanan dari implan logam. Penelitian dilakukan terhadap resiko terjadinya
korosi, reaksi alergi dan karsinogenesis. Berdasarkan alasan tersebut, implan
secara rutin diangkat selama ini. Seiring dengan diperkenalkannya implan
berbahan titanium dan campurannya, kebutuhan untuk pengangkatan implan
menjadi semakin diperdebatkan. Hal ini disebabkan karena implan berbahan
titanium lebih sulit untuk diangkat (Vos & Verhofstad 2013). Menurut Krettek et
al. (2012), pengangkatan implan dapat menyebabkan komplikasi yang nyata
seperti kerusakan jaringan lunak, fraktur kembali, infeksi dan masalah lainnya.
Pengangkatan implan harus ditentukan setelah pemeriksaan yang
menyeluruh berdasarkan sisi medis maupun ekonomi. Infeksi akibat pemasangan
implan, kegagalan penyatuan organ setelah pemasangan implan atau masalah
mekanis yang sangat nyata merupakan indikasi dari pengangkatan implan.
Pengangkatan implan pada anak-anak di dunia kedokteran umum perlu
2
diperhatikan, karena implan logam dapat mengganggu pola pertumbuhan normal
(Unno et al. 2009).
Peningkatan harapan akan kualitas hidup yang lebih baik di masyarakat
dunia telah mendorong para ahli biomaterial untuk mengembangkan teknologi
baru yang menyediakan implan yang lebih baik dengan kinerja klinis yang tinggi.
Paradigma yang menyatakan bahwa implan harus bersifat tidak reaktif secara
kimia (inert) dan tahan terhadap korosi telah dipatahkan sejak ditemukannya jenis
baru logam biomaterial. Paradigma mengenai bioinert tersebut juga mengalami
pergeseran dimana material sekarang ini diinginkan untuk memiliki
biokompatibilitas dengan tubuh. Biokompatibilitas didefinisikan sebagai
kemampuan material untuk dapat bekerja sesuai dengan respon jaringan penerima
pada situasi tertentu (Bosco et al. 2012). Konsep biomaterial terserap tubuh telah
digunakan sejak tahun 1988, namun penggunaan logam sebagai biomaterial
terserap tubuh masih tergolong baru. Dua jenis logam yang telah diajukan untuk
digunakan sebagai bahan dasar implan adalah magnesium (Mg) dan besi (Fe)
(Purnama et al. 2010). Implan logam tahan korosi telah terbukti bersifat inert dan
tidak menunjukkan efek yang buruk terhadap jaringan yang terganggu. Hal ini
disadari bahwa keberadaan logam terserap tubuh yang non-inert menambah
masalah baru dari yang telah ada dan juga apakah produk degradasinya tidak
mengganggu proses persembuhan (Hermawan & Mantovani 2009).
Penggunaan Mg di bidang medis telah dilakukan sejak tahun 1878, dimana
logam Mg digunakan sebagai kawat untuk ligasi pembuluh darah. Penelitian
mengenai Mg kemudian dilakukan hingga kini, baik dalam bentuk logam murni
maupun campuran sebagai bahan dasar aplikasi medis. Penelitian mengenai
implan medis berbahan dasar Mg tidak hanya pada bahan penyusunnya saja, tapi
juga terhadap berbagai bentuk implan dan lokasi penggunaannya dalam tubuh
seperti kawat yang digunakan pada pembuluh darah, tabung pada usus, pembuluh
darah dan saraf, bentuk batang, pipih dan skrup untuk fiksasi tulang dan lain
sebagainya. Meski telah banyak studi yang melaporkan mengenai Mg ini, masih
banyak hal yang belum tergali dan dapat merevolusi berbagai implan biomedis
yang telah digunakan secara klinis saat ini (Witte 2010).
Besi dianggap sebagai kandidat logam alternatif yang dapat digunakan
sebagai material logam terserap tubuh (Schinhammer et al. 2010). Penelitianpenelitian mengenai Fe telah dilakukan sejak tahun 2002 (Ikarashi et al. 2002),
namun konsep penggunaan Fe sebagai logam terserap tubuh baru dikemukakan
sejak lima tahun silam oleh Hermawan & Mantovani (2009). Setelah itu, studi
mengenai potensi Fe terus dilakukan. Penelitian mengenai Fe sebagai material
logam terserap tubuh di Indonesia, telah dilaporkan oleh Noviana et al. (2012,
2013a, 2013b), Ulum et al. (2013, 2014) dan Paramitha et al. (2013). Oleh karena
minimnya informasi mengenai logam tersebut, potensi Fe sebagai bahan dasar
penyusun implan medis masih terus dipelajari hingga sekarang.
Perumusan Masalah
Semakin tingginya angka kecelakaan pada manusia maupun hewan yang
berakibat pada kejadian fraktura menyebabkan implan sebagai alat fiksasi tulang
semakin dibutuhkan. Permintaan yang tinggi akan implan tersebut juga diiringi
dengan kebutuhan akan implan yang lebih baik. Perbaikan ini meliputi stabilitas
implan, efek samping yang ditimbulkan terhadap tubuh, rasa sakit dan
3
ketidaknyamanan yang dialami oleh pasien. Kekurangan lainnya adalah operasi
pengangkatan implan yang sebisa mungkin ingin dihindari oleh pasien maupun
pemilik hewan.
Selama ini, implan terbuat dari bahan yang tidak reaktif terhadap kondisi
biokimia tubuh dan setelah terjadi persembuhan total pada jaringan tulang, implan
tersebut harus diangkat. Pengangkatan implan tentu membutuhkan prosedur
pembedahan ulang. Hal ini yang paling menjadi masalah secara ekonomi.
Implan logam terserap tubuh merupakan jawaban dari permintaan akan
implan yang lebih baik. Implan yang terbuat dari logam ini nantinya akan
terserap oleh tubuh seiring dengan terjadinya proses persembuhan pada jaringan
tulang. Saat persembuhan yang terjadi telah selesai, implan tersebut diharapkan
telah hilang digantikan oleh jaringan yang baru sehingga tidak dibutuhkan
prosedur pengangkatan. Logam yang memiliki potensi sebagai bahan penyusun
implan jenis baru ini adalah magnesium dan besi, yang merupakan mineral
penting dalam proses biokimia tubuh manusia maupun hewan. Magnesium telah
digunakan dan studi yang dilakukan mengenai logam tersebut dalam
penggunaannya sebagai implan medis telah dilaporkan sejak tahun 2000-an.
Magnesium terserap oleh tubuh disertai dengan adanya efek yang tidak diinginkan
untuk terjadi, yaitu terbentuknya gas hidrogen dan kecepatan degradasi logam ini
terbilang tinggi. Hal ini menyebabkan lebih banyak lagi penelitian mengenai
pencampuran Mg dengan berbagai jenis material lain baik logam maupun nonlogam. Penggunaan besi, di lain sisi, dalam penyusunan implan terserap tubuh
belum banyak dilakukan. Hasil-hasil penelitian yang telah dilaporkan lebih
banyak mengenai desain dan proses pembuatan implan. Belum banyak informasi
mengenai biokompatibilitas, stabilitas mekanis dan keamanan implan, padahal
untuk dapat digunakan secara klinis hal-hal ini sangatlah penting. Informasi
tersebut dapat diketahui berdasarkan hasil pengujian secara in vitro dan in vivo,
dimana pengujian Fe secara in vitro telah banyak dilaporkan. Namun hasil uji in
vitro belum dapat mewakili kondisi sebenarnya dari tubuh manusia dan hewan,
sehingga dibutuhkan pengujian in vivo terhadap Fe terutama dalam
penggunaannya sebagai implan ortopedik.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi mengenai
biokompatibilitas besi sebagai material penyusun implan logam terserap tubuh
melalui pengamatan klinis dan histologis.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
biokompatibilitas besi sebagai material penyusun implan logam terserap tubuh.
4
2 TINJAUAN PUSTAKA
Implan Medis
Alat medis merupakan produk-produk (termasuk obat-obatan) yang
digunakan untuk diagnosa, pencegahan, pemantauan atau pengobatan suatu
penyakit atau cacat tubuh. Istilah tersebut mencakup berbagai produk dan
instrumen, seperti lensa kontak, tempat tidur rumah sakit, resusitator dan siring.
Sedangkan implan medis secara umum adalah alat medis yang dimasukkan ke
dalam tubuh. Implan medis dapat berupa alat yang dimasukkan sebagian atau
seluruhnya ke dalam tubuh melalui pembedahan dan berada di dalam tubuh
selama minimal 30 hari. Implan dapat bersifat aktif, yaitu membutuhkan sumber
tenaga seperti alat pacu jantung atau bersifat non-aktif seperti implan tulang
(House of Common Science and Committee 2012).
Penggunaan implan medis telah berkembang secara dramatis selama
beberapa dekade terakhir karena dapat meningkatkan harapan hidup, adanya
perubahan gaya hidup dan perbaikan dalam teknologi implan medis tersebut
(Bosco et al. 2012). Tidak hanya bagi manusia, saat ini penggunaan implan medis
pada hewan semakin bertambah seiring dengan meningkatnya kepedulian para
pemilik terhadap hewan peliharaannya, terutama hewan kecil.
Bahan penyusun implan tulang yang ideal menurut Schmidt et al. (2001)
adalah memiliki komposisi kimia yang biokompatibel untuk mencegah reaksi
jaringan yang merugikan, ketahanan terhadap korosi di dalam lingkungan
fisiologis yang baik, kuat dan ketahanan terhadap pemakaian serta nilai modulus
elastisitas yang mendekati nilai yang dimiliki tulang untuk meminimalisir
penyerapan tulang di sekitar implan. Namun, pada implan logam terserap tubuh,
paradigma mengenai implan yang harus tahan terhadap korosi ini dipatahkan.
Biomaterial terserap tubuh yang telah diajukan berasal dari polimer dan
logam. Polimer telah sering dijumpai dalam dunia kedokteran dan kedokteran
hewan sebagai bahan penyusun benang jahit terserap tubuh seperti polyglycolic
acid/polylactic acid dan polycaprolactone yang telah diteliti sejak tahun 1988.
Sedangkan, ide untuk menggunakan logam sebagai material terserap tubuh masih
terbilang baru. Logam jika dipandang dari sifat mekanisnya, lebih sesuai untuk
beberapa aplikasi medis tertentu yang membutuhkan kekuatan tinggi jika
dibandingkan dengan polimer, termasuk sebagai penyusun implan untuk fiksasi
tulang internal (Hermawan & Mantovani 2009).
Dua kelas logam telah diajukan, yaitu magnesium dan besi serta
campurannya. Magnesium dan campurannya telah banyak diteliti, contohnya
adalah Mg-Al, Mg-RE (rare earth) dan Mg-Ca (Hermawan & Mantovani 2009).
Sedangkan, potensi besi dan campurannya sebagai implan logam terserap tubuh
masih dipelajari.
Magnesium
Magnesium merupakan unsur penting bagi tubuh manusia dan hewan,
ditemukan dalam jumlah yang besar pada jaringan tulang sebagai unsur yang
berfungsi dalam kekuatan dan pertumbuhan tulang. Ion Mg merupakan ion urutan
keempat paling banyak yang terdapat di dalam tubuh (Swaminathan 2003). Orang
5
dewasa membutuhkan asupan Mg per hari sebesar 300-400 mg (Purnama et al.
2010), kuda dewasa 19-30 mg/kgBB/hari, sapi dan kambing/domba membutuhkan
hingga 0.4% Mg per hari dari total pakan (Kahn 2010), anjing sebesar 0.03-0.04
mg/kgBB-0.75/hari (NRC 2006) dan Mg merupakan kofaktor bagi beberapa enzim
metabolik dan berfungsi untuk menstabilkan struktur DNA dan RNA (Purnama et
al. 2010).
Tingginya kebutuhan asupan Mg per hari, menandakan bahwa Mg dapat
digunakan sebagai bahan penyusun implan. Mg dan campurannya telah
dimanfaatkan sebagai implan ortopedik karena sifat fisiknya yang dapat
menunjang tulang. Mg memiliki kerapatan yang sama dengan tulang (1.8-2 g/cm3)
dan telah dilaporkan dapat membantu aktivasi dari sel-sel tulang. Keterbatasan
Mg dan campurannya dalam penggunaannya sebagai implan ortopedik adalah
ketahanan terhadap korosinya yang rendah (10-200 mm/tahun) (Purnama et al.
2010) sehingga implan yang dipasang akan mudah terserap dan habis sebelum
waktu persembuhan jaringan selesai.
Besi
Besi (Fe) merupakan unsur penting bagi sebagian besar makhluk hidup
karena keterlibatannya dalam jumlah besar pada enzim dan protein yang berisi Fe.
Zat Fe memainkan peran yang signifikan di dalam tubuh, termasuk transportasi,
penyimpanan dan aktivasi oksigen secara molekular. Zat Fe juga terlibat dalam
dekomposisi lipid, protein dan DNA melalui reaktifitasnya dengan molekul
oksigen (Purnama et al. 2010). Anjing membutuhkan zat ini sebanyak 27
µg/kgBB/hari (NRC 2006).
Sama halnya dengan Mg, Fe juga dibutuhkan untuk membantu berjalannya
proses biokimia di dalam tubuh. Hal ini juga menandakan bahwa Fe memiliki
potensi sebagai bahan penyusun implan. Fe murni memiliki kecepatan degradasi
yang lebih rendah dibandingkan dengan Mg, yaitu sebesar 0.16 mm/tahun.
Rendahnya kecepatan degradasi Fe pada media fisiologis, menyebabkan implan
yang terbuat dari Fe murni dikhawatirkan memiliki reaksi yang sama seperti pada
implan permanen yang tidak terserap tubuh (Purnama et al. 2010). Reaksi tersebut
dapat berupa perubahan secara histologis akibat efek toksik langsung atau reaksi
hipersensitifitas lokal (Reclaru et al. 2001), keracunan, karsinogenisitas,
genotoksisitas dan alergi terhadap metal (Sargeant & Goswani 2005).
Baja Tahan Karat – SS316L
Stainless steel 316L merupakan jenis campuran logam yang paling banyak
digunakan dalam aplikasi medis terutama implan. Implan berbahan dasar SS316L
bisa ditemukan sebagai bahan penyusun implan tulang (bone plate, screw dan
pin), katup jantung buatan, pengisi tambalan gigi hingga gendang telinga buatan.
Logam ini dipilih karena sifatnya yang inert dan fungsi strukturalnya, logam ini
tidak memiliki biofungsionalitas seperti kompatibilitas dengan darah,
konduktifitas terhadap tulang dan sifat bioaktifitas. Sifat-sifat tersebut terkait
dengan biokompatibilitas sebuah implan, terutama yang digunakan dalam jangka
yang panjang, dimana implan tersebut inaktif secara biologis dan nonreaktif
secara kimiawi sehingga tidak menyebabkan efek berbahaya bagi jaringan tubuh.
SS316L tersusun atas sebagian besar Besi (Fe), 16-19% Kromium (Cr), 10-14%
6
Nikel (Ni), 2-3% Molibdenum (Mo), < 2% Mangan (Mn), < 1% Silikon (Si) dan <
0.03% Karbon (C) (Hermawan et al. 2011; Balaji et al. 2012).
3 METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Divisi Bedah dan Radiologi untuk proses
implantasi dan pemeliharaan hewan coba, pemrosesan, pemeriksaan dan
pengambilan gambar histopatologi dilakukan di Divisi Patologi, Departemen
Klinik, Reproduksi dan Patologi, pemeriksaan darah dilakukan di Laboratorium
Fisiologi, Fakultas Kedokteran Hewan serta pemeriksaan kadar ion darah
dilakukan di Laboratorium Nutrisi Ternak, Departemen Ilmu Nutrisi dan
Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pemeriksaan radiografi dilakukan di MyVets Animal Clinic, Kemang, Jakarta.
Penelitian berlangsung selama 6 bulan, sejak Februari hingga Juli 2014 dimulai
dari persiapan penelitian hingga pengolahan data.
Alat dan Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 48 ekor mencit jantan
strain ddy (Mus musculus) dengan berat ± 35-40 g dan berumur 8 minggu,
anthelmintika Praziquantel (Univerm®, VMD, Hungary), antiprotozoa
Metronidazole (Flagyl®, Oubari Pharma, Syria), antibiotika Amoksisilin-Asam
Klavulanat (Claneksi®, PT. Sanbe Farma, Indonesia), anestetika Ketamine 10%
injeksi (Ilium®, Troy Laboratories, Australia), Xylazine 10% injeksi (Ilium®,
Troy Laboratories, Australia), antibiotika Gentamisin, kawat besi, magnesium
batang (Goodfellow Inc, UK), kawat medis komersial (baja tahan karat SS316L,
FHK Fujihira Industry, Japan), Ethylene Diamine Tetra Acetic Acid (EDTA) 10%,
benang poliglaktin sintetis terserap (Hinglact®, HiCare, India) ukuran 5/0 dan
plester Hypafix® (BSN Medical UK).
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sterilisator UV,
timbangan halus, satu set alat bedah, CR7 Vet Digital Dental X-ray (iM3®,
Australia), software SPSS® versi 16 for Microsoft® Windows®, dan software
ImageJ® versi 1.47 for Microsoft® Windows® (Waine Rasband, National
Institutes of Health, USA).
Hewan Percobaan
Empat puluh delapan ekor mencit strain ddy jantan dewasa dengan umur ± 8
minggu, berat badan ± 35-40 gram digunakan dalam penelitian ini. Hewan
dipelihara secara berkelompok berdasarkan kelompok perlakuan di kandang
pemeliharaan hewan. Adaptasi hewan dilakukan selama 2 minggu sebelum
perlakuan untuk mengondisikan hewan dalam keadaan sehat. Aklimatisasi
dilakukan dengan memberikan antibiotika dengan dosis 10 mg/kg BB per hari
selama 5 hari, anthelmentika dengan dosis 10 mg/kg BB dua kali pemberian saat
sebelum dan setelah pemberian antibiotika, pemberian antiprotozoa dengan dosis
20 mg/kg BB per hari selama 5 hari. Semua obat diberikan secara per oral. Pakan
7
komersial diberikan dua kali sehari pada pagi dan sore hari dan air minum
diberikan secara ad libitum.
Kelompok Perlakuan
Mencit dibagi ke dalam 2 kelompok besar, yaitu :
48 ekor mencit strain ddy
Jantan, dewasa, usia 8 minggu, BB ±
35-40 g
a. Kelompok Kontrol
1. Kontrol Positif
(SS316L) 12 ekor
2. Kontrol Negatif
(Sham) 12 ekor
b. Kelompok Perlakuan
1. Implan Kawat Besi (Fe)
12 ekor
2. Implan Magnesium
Batang (Mg) 12 ekor
Gambar 1 Pembagian kelompok perlakuan.
a. Kelompok Kontrol
Kelompok kontrol positif menerima implan SS316L yang disisipkan antara otot
dan tulang femur mencit. Sementara itu, pada kelompok kontrol negatif sham
dilakukan tanpa ada implan yang diberikan.
b. Kelompok Perlakuan
Kelompok implan Fe menerima implan kawat besi dan kelompok implan Mg
menerima implan magnesium batang yang disisipkan antara otot dan tulang femur
mencit.
Prosedur Implantasi
Mencit yang telah diaklimatisasi kemudian akan menjalani prosedur
implantasi. Pertama, mencit diberi induksi anestesi menggunakan kombinasi
Ketamine-Xylazine dengan dosis masing-masing 30 mg/kgBB dan 5 ml/kgBB.
Setelah mencit teranestesi, pencukuran dilakukan pada bagian sebelah kanan dan
pada daerah tersebut dilakukan desinfeksi menggunakan alkohol 70% dan iodine
10%, kemudian mencit diletakkan di atas meja operasi. Prosedur tersebut
dilakukan dengan menyayat kulit daerah paha tepat di atas m. biceps femoris,
kemudian otot tersebut dipreparir dan dikuakkan hingga mencapai tulang femur.
Setelah itu, implan yang sebelumnya telah ditimbang dan disterilisasi dengan
dipapar panas kering dan sinar UV disisipkan di antara tulang femur dan m. biceps
femoris. Kedua bagian m. biceps femoris yang terpisah digabungkan kembali
dengan jahitan sederhana menggunakan benang poliglaktin ukuran 5/0, begitu
8
juga dengan kulit yang terbuka akibat sayatan. Luka jahitan ditutup dengan
menggunakan plester. Doxycycline 10 mg/kg digunakan sebagai antibiotik postoperasi dan diberikan untuk 3 hari.
Pengambilan Data
Data yang diambil meliputi pemeriksaan klinis yaitu pengambilan darah
melalui vena retroorbitalis di daerah mata dengan menggunakan mikrohematokrit
pipet. Pengambilan darah dilakukan pada hari ke-0 sebelum operasi, hari ke-1, 10
dan 30 setelah operasi. Darah dikoleksi di dalam tabung vakum yang berisi
antikoagulan EDTA dan kemudian dilakukan penghitungan jumlah sel darah
merah (SDM), kadar hemoglobin dan nilai hematokrit. Penghitungan jumlah dan
diferensiasi sel darah putih dilakukan dengan parameter diferensiasi yaitu
persentase neutrofil, limfosit, monosit, eosinofil dan basofil. Sebagian darah
kemudian digunakan untuk pemeriksaan kadar ion Fe dan Mg. Sebelumnya, darah
disentrifus terlebih dahulu, kemudian bagian plasma dikoleksi ke dalam tabung
Eppendorf. Selanjutnya plasma darah akan diproses untuk dilakukan pemeriksaan
kadar ion Fe dan Mg darah. Pengambilan gambar radiografi dilakukan pada hari
ke-0, 7, 14 dan 30 setelah prosedur implantasi untuk melihat radiodensitas implan
dan jaringan sekitarnya. Pengukuran radiodensitas dilakukan dengan
menggunakan piranti lunak ImageJ® for Windows.
Pemeriksaan histopatologis dilakukan dengan mengambil sampel otot dan
tulang femur mencit di daerah lokasi implan pada hari ke- 1 dan 30 setelah
implantasi. Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat perubahan yang terjadi pada
jaringan secara mikroskopis.
Analisis Data
Semua data yang telah diperoleh dianalisis secara statistik untuk
membedakan respon tiap kelompok perlakuan menggunakan uji lanjut Analisis
Varian satu arah (one way ANOVA) pada post-hoc Duncan test menggunakan
software SPSS 18 pada taraf nyata 95% (p0.05).
Tabel 1 Jumlah sel darah merah (juta/mm 3) pada kelompok mencit kontrol,
kelompok mencit dengan implan besi (Fe), magnesium (Mg) dan kawat
implan medis komersial (SS316L).
Hari ke0
1
10
30
Kontrol
Fe
Kelompok Perlakuan
Mg
SS316L
a
9.18 ± 1.53
8.71 ± 1.76a
9.11 ± 1.16a
9.29 ± 1.75a
10.50 ± 1.71a
9.63 ± 1.87a
7.46 ± 0.35a
10.24 ± 2.58a
8.09 ± 0.58a
a
a
a
10.30 ± 1.52
10.16 ± 2.22
8.30 ± 0.48
9.66 ± 1.50a
Data disajikan dalam bentuk rataan dengan standar deviasi (x̄ ± SD). Huruf yang sama pada baris
dan kolom yang berbeda menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (p >0.05).
Kadar hemoglobin (Hb) mencit disajikan pada Tabel 2. Hasil menunjukkan
bahwa kadar Hb darah mencit kelompok kontrol dan kelompok perlakuan implan
pada hari ke-1, 10 dan 30 setelah implantasi tidak ada perbedaan yang nyata. Nilai
hematokrit kelompok kontrol dan kelompok perlakuan implan pada hari ke-1, 10
dan 30 disajikan pada Tabel 3. Berdasarkan hasil yang didapat, nilai hematokrit
tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Nilai yang didapat berdasar
pemeriksaan pada ketiga parameter tersebut masih termasuk ke dalam kisaran
nilai normal kelompok kontrol dan literatur yang ada (Fox et al. 2002; Schnell et
al. 2002).
Tabel 2 Kadar hemoglobin (g/dL) pada kelompok mencit kontrol, kelompok
mencit dengan implan besi (Fe), magnesium (Mg) dan kawat implan
medis komersial (SS316L).
Hari ke-
Kontrol
Kelompok Perlakuan
Fe
Mg
SS316L
0
13.48 ± 0.56ab
1
12.49 ± 0.41ab
15.05 ± 0.66b
14.21 ± 1.09ab
14.16 ± 0.92ab
10
13.76 ± 1.63ab
12.94 ± 1.13ab
14.57 ± 2.76ab
11.75 ± 1.17a
30
15.13 ± 1.80b
14.13±0.29ab
12.31 ± 4.17ab
14.49 ± 1.45ab
Data disajikan dalam bentuk rataan dengan standar deviasi (x̄ ± SD). Huruf yang sama pada baris
yang berbeda menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (p >0.05).
Darah selalu merupakan jaringan pertama yang selalu berkontak dengan
implan setelah ditanamkan ke dalam tubuh. Kontak tersebut kemudian akan
diikuti oleh serangkaian proses biologis, yang pada akhirnya dapat menyebabkan
hemolisis, pembentukan bekuan darah dan hadirnya sel-sel inflamasi (Anderson
2001; Diaz-Rodriguez et al. 2014).
10
Salah satu uji dalam rangkaian pengujian biokompatibilitas sebuah material
implan adalah penilaian hemokompatibilitas. Uji yang dilakukan adalah uji
perlekatan trombosit pada implan dan uji hemolisis. Uji hemolisis secara umum
dilakukan untuk mengevaluasi hemokompatibilitas darah yang berkontak dengan
biomaterial. Hemolisis merupakan pengukuran terhadap sitotoksisitas biomaterial
terhadap SDM. Sitotoksisitas menyebabkan rupturnya membran SDM dan
keluarnya hemoglobin. Hemolisis dapat diinduksi oleh desain implan dan sifat
mekanis material seperti komposisi kimia dan sifat fisika permukaan implan
tersebut (Van Oeveren et al. 1999; Purnama et al. 2010).
Hemolisis akibat zat toksik dapat menyebabkan anemia, hemoglobinemia
dan meningkatnya bilirubin tak terkonjugasi pada pemeriksaan darah (Kaneko et
al. 1997), dimana nilai SDM menjadi rendah dan nilai hemoglobin meningkat dari
nilai normalnya. Hal ini berarti, pada pengujian hemokompatibilitas biomaterial,
anemia dan hemoglobinemia dapat mengindikasikan bahwa biomaterial tersebut
memiliki efek toksik dan dianggap tidak hemokompatibel. Jumlah SDM yang
beredar dalam darah, tentu saja mempengaruhi nilai hematokrit. Hematokrit
mencerminkan persentase SDM di dalam darah, sehingga nilai hematokrit akan
berbanding lurus dengan nilai SDM (Vadgama 2005).
Sel darah merah atau eritrosit memiliki fungsi utama untuk membawa
hemoglobin yang mengangkut oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh (Hall
2010). Oksigen merupakan salah satu unsur penting dalam persembuhan luka,
begitu juga dengan hemoglobin yang mengikat oksigen. Kadar hemoglobin darah
yang rendah dan/atau kurangnya asupan oksigen pada jaringan dapat
menyebabkan kematian pada jaringan. Hal tersebut menyebabkan proses
persembuhan luka terganggu dan diperpanjang (Carson et al. 2003; Kuriyan &
Carson 2005). Menurut Vadgama (2005), nilai hematokrit harus dioptimalisasi
pada penggunaan biomaterial. Hal tersebut dilakukan untuk memastikan bahwa
semua organ tubuh mendapatkan oksigen yang cukup.
Tabel 3 Persentase hematokrit pada kelompok mencit kontrol, kelompok mencit
dengan implan besi (Fe), magnesium (Mg) dan kawat implan medis
komersial (SS316L).
Hari ke-
Kontrol
Kelompok Perlakuan
Fe
Mg
SS316L
35.23 ± 3.76ab
0
33.57 ± 3.79ab
41.03 ± 3.15b
37.55 ± 3.18ab
38.07 ± 3.40ab
1
a
ab
ab
30.67 ± 4.06
34.22 ± 3.03
34.52 ± 3.36
30.40 ± 0.70a
10
41.75 ± 5.05b
36.47 ± 4.45ab
36.48 ± 9.42ab
40.75 ± 2.48b
30
Data disajikan dalam bentuk rataan dengan standar deviasi (x̄ ± SD). Huruf yang sama pada baris
yang berbeda menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (p >0.05).
Gambaran Sel Darah Putih (SDP)
Gambaran SDP disajikan pada Tabel 4. Jumlah SDP pada kelompok
kontrol, kelompok perlakuan implan Fe, Mg dan SS316L pada hari ke-1, 10 dan
30 tidak ada perbedaan yang nyata. Persentase limfosit pada kelompok kontrol
dan kelompok perlakuan implan menunjukkan perbedaan yang nyata di hari ke-1
11
pengamatan dan di hari ke-30 perbedaan nyata hanya terlihat pada kelompok
implan Mg. Hal yang sama teramati pada persentase neutrofil, dimana pada
kelompok perlakuan implan Fe, Mg dan SS316L di hari pengamatan ke-1 terlihat
mengalami penurunan yang nyata jika dibandingkan dengan kontrol. Peningkatan
yang nyata kemudian ditemukan pada kelompok implan Mg di hari pengamatan
ke-30. Pada perhitungan persentase monosit tidak terdapat perbedaan yang nyata
dari setiap kelompok perlakuan implan maupun kelompok kontrol di hari ke-1, 10
dan 30. Perbedaan nyata terlihat hanya pada kelompok implan Fe hari ke-30.
Persentase eosinofil dan basofil pada kelompok perlakuan dan kelompok
kontrol di hari ke-1, 10 dan 30 tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata.
Berdasarkan hasil yang diperoleh dan disajikan pada Tabel 4 tersebut, dapat
dilihat bahwa jumlah SDP, persentase limfosit, neutrofil, monosit, eosinofil dan
basofil yang ditunjukkan masih berada dalam kisaran nilai normal pada mencit
(Fox et al. 2002). Hal ini berarti, pemberian implan Fe, Mg dan SS316L tidak
menyebabkan terjadinya perubahan yang nyata pada gambaran sel darah putih
secara sistemik.
Sel darah putih merupakan bagian dari sistem pertahanan tubuh. Sel ini
dibentuk di sumsum tulang dan jaringan limfoid, kemudian ditranspor ke bagian
tubuh yang membutuhkan. Sel darah putih secara spesifik ditranspor ke daerah
yang mengalami infeksi dan inflamasi (Hall 2010). Hal ini menjelaskan mengapa
jumlah SDP berada di bawah nilai normal, karena selama masa pengamatan
berlangsung SDP dikirim ke jaringan sehingga jumlahnya di sirkulasi menurun.
Jenis sel dominan yang hadir pada respon inflamasi bervariasi sesuai dengan usia
luka. Neutrofil mendominasi selama beberapa hari pertama, kemudian digantikan
oleh monosit. Monosit selanjutnya berdiferensiasi menjadi makrofag (Anderson
2001). Reaksi yang terjadi dalam tubuh setelah mengalami implantasi biomaterial
adalah termasuk luka, interaksi darah-material, pembentukan matriks jaringan
sementara, inflamasi akut dan kronis, pembentukan jaringan granulasi, reaksi
benda asing dan pembentukan kapsul fibrosa atau fibrosis (Anderson et al. 2008).
Prosedur implantasi melalui operasi mayor tentunya menyebabkan luka dan
kerusakan pada jaringan kulit dan otot akibat penyayatan dan pada tulang akibat
pengikisan periosteum. Kerusakan jaringan tersebut menimbulkan reaksi
persembuhan luka yang diawali dengan inflamasi akut. Secara umum, neutrofil
merupakan sel yang dominan selama beberapa hari pertama setelah terjadi
perlukaan. Neutrofil adalah sel yang datang pertama ke lokasi perlukaan dengan
jumlah tertingginya pada jam ke-24 hingga jam ke-48. Monosit kemudian
mendominasi sel radang yang hadir, menggantikan neutrofil. Monosit secara cepat
bertransformasi menjadi makrofag yang selanjutnya memfagosit produk-produk
korosi dari implan terserap tubuh, yaitu partikel logam (Paramitha et al. 2013).
Emigrasi monosit dapat bertahan hingga beberapa hari sampai beberapa minggu.
Jenis biomaterial yang ditanam ke dalam tubuh dan tingkat keparahan luka
memengaruhi emigrasi monosit (Anderson 2001). Hal ini menjelaskan mengapa
jumlah monosit meningkat dari hari ke-1 sampai hari ke-30 setelah implantasi.
Limfosit memiliki peran dalam mengatur perilaku monosit dan makrofag
pada reaksi benda asing. Tingkat proliferasi limfosit meningkat dengan
Tabel 4 Gambaran sel darah putih (SDP) dan persentase diferensial SDP pada kelompok mencit kontrol, kelompok mencit dengan implan
besi (Fe), magnesium (Mg) dan kawat implan medis komersial (SS316L).
No
1
2
3
4
5
6
7
Parameter
SDP (103x sel/ml)
Limfosit (% SDP)
Neutrofil (% SDP)
Monosit (% SDP)
Eosinofil (% SDP)
Basofil (% SDP)
Rasio Neutrofil/Limfosit
(% SDP)
Hari
Kelompok
Kontrol
Fe
Mg
SS316L
0
1
10
30
12.8 ± 3.54c
5.37 ± 1.94ab
9.45 ± 4.32b
10.20 ± 1.70 bc
6.85 ± 1.49
6.30 ± 1.74 ab
8.75 ± 3.18 ab
6.47 ± 2.65
9.52 ± 2.30b
6.62 ± 0.96 ab
4.40 ± 1.00a
8.33 ± 3.43 ab
9.83 ± 3.11b
0
1
10
30
62.00 ± 8.09bcd
40.67 ± 6.66a
60.67 ± 8.62bcd
72.33 ± 5.03cd
69.33 ± 5.03bcd
64.33 ± 7.09bcd
63.00 ± 3.00bcd
67.67 ± 17.47bcd
59.00 ± 16.70bc
54.33 ± 1.53ab
76.33 ± 3.21d
59.67 ± 15.70bcd
73.33 ± 11.15cd
0
1
10
30
36.6 ± 8.47abc
57.67 ± 6.03c
34.67 ± 10.12ab
24.67 ± 4.04a
28.00 ± 4.58ab
33.33 ± 6.66ab
31.67 ± 5.13ab
30.00 ± 16.82ab
38.33 ± 16.80ab
43.33 ± 0.58bc
22.00 ± 3.61a
33.33 ± 17.21ab
24.33 ± 10.79a
0
1
10
30
1.00 ± 0.7a
1.00 ± 1.00a
1.33 ± 0.58a
2.33 ± 0.58a
1.67 ± 0.58a
1.33 ± 0.58a
3.33 ± 2.08b
2.00 ± 1.00ab
1.67 ± 0.58a
1.33 ± 0.58a
1.67 ± 0.58a
2.33 ± 1.53ab
2.00 ± 0.00ab
0
1
10
30
0.40 ± 0.55a
0.67 ± 1.15a
3.33 ± 2.89bc
0.67 ± 0.58a
1.00 ± 1.00ab
1.00 ± 0.00ab
2.00 ± 1.73ab
0.33 ± 0.58a
1.00 ± 0.00ab
1.00 ± 1.00ab
0.00 ± 0.00a
4.67 ± 2.31c
0.33 ± 0.58a
0
1
10
30
0.00 ± 0.00
0.00 ± 0.00
0.00 ± 0.00
0.00 ± 0.00
0.00 ± 0.00
0.00 ± 0.00
0.00 ± 0.00
0.00 ± 0.00
0.00 ± 0.00
0.00 ± 0.00
0.00 ± 0.00
0.00 ± 0.00
0.00 ± 0.00
0
1
10
30
0.65 ± 0.02ab
1.46 ± 0.37c
0.59 ± 0.23ab
0.34 ± 0.08ab
0.41 ± 0.09ab
0.53 ± 0.16ab
0.51 ± 0.10ab
0.50 ± 0.35ab
0.74 ± 0.47ab
0.80 ± 0.03b
0.29 ± 0.06a
0.65 ± 0.53ab
0.35 ± 0.19ab
ab
ab
12
Data disajikan dalam bentuk rataan dengan standar deviasi (x̄ ± SD). Huruf yang sama pada baris dan kolom yang berbeda menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (p
>0.05).
13
keberadaan makrofag (Chang et al. 2013). Hal ini mungkin merupakan alasan
mengapa jumlah limfosit meningkat pada hari ke-1 pada semua kelompok implan
namun tidak pada kelompok kontrol yang tidak terdapat benda asing. Eosinofil
mampu mengatur respon inflamasi lokal dan akumulasinya baik di dalam aliran
darah maupun di jaringan berkaitan dengan beberapa respon inflamasi dan
penyakit infeksius (Fulkerson & Rothenberg 2013). Basofil merupakan sel yang
memiliki peranan penting dalam reaksi alergi, hasil yang didapat dari pemeriksaan
darah putih dapat mengindikasikan bahwa tidak terdapat reaksi alergi terhadap
logam terserap tubuh yang ditanam.
Perhitungan SDP merupakan salah satu biomarker inflamasi yang sangat
berguna dalam praktik klinis, terutama jika ditemukan fluktuasi yang abnormal
pada jumlah SDP. Meskipun nilai SDP dalam kisaran nilai normal, indeks SDP
seperti rasio neutrofil/limfosit (rasio N/L) dapat digunakan untuk mengevaluasi
inflamasi sistemik (Balta et al. 2013; Kaya 2013). Rasio N/L mengintegrasikan
informasi pada lingkungan inflamasi dan stres fisiologis (Alkhouri et al. 2012).
Rasio N/L merupakan parameter yang dapat memberikan informasi mengenai
tingkat stres seluler (Ambore et al. 2009). Berdasarkan hasil perhitungan, nilai
rasio N/L pada semua kelompok implan di hari pengamatan ke-1 mengalami
penurunan yang nyata. Sementara perubahan yang terjadi pada hari pengamatan
lain tidak nyata. Pengukuran rasio N/L dipengaruhi oleh adanya infeksi lokal atau
sistemik, sejarah infeksi yang terjadi selama lebih dari 3 bulan, penyakit
inflamasi, dan berbagai obat-obatan yang berkaitan dengan kondisi inflamasi
pasien (Balta et al. 2013). Limfopenia berkaitan dengan pelepasan kortisol yang
disebabkan oleh stres. Beberapa tahun terakhir, rasio N/L mulai digunakan
sebagai indeks yang menggambarkan baik peningkatan level neutrofil yang
mengindikasikan inflamasi akut, maupun limfopenia yang teramati setelah kondisi
stres fisiologis akut (Kaya 2013). Pada hari ke-1 setelah pemasangan implan,
terjadi inflamasi yang bersifat akut dan berlangsung dari beberapa jam hingga
beberapa hari (Kumar et al. 2014). Selain itu, pemasangan implan atau benda
asing ke dalam tubuh tentu akan menyebabkan terjadinya stres fisiologis. Menurut
Milisav (2011), sel menghadapi stimulus baik internal maupun eksternal, beberapa
di antaranya dapat menyebabkan stres, baik sel tersebut merupakan bagian dari
jaringan normal maupun yang tumbuh pada kultur. Stres tersebut memicu respon
yang dapat mengubah respon seluler terhadap sinyal jaringan sekitarnya atau
bahkan mengalami kematian. Namun pada hari pengamatan selanjutnya, yaitu hari
ke-10 dan 30, nilai rasio N/L tidak mengalami perubahan yang nyata jika
dibandingkan dengan kelompok kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa tubuh telah
dapat beradaptasi dengan adanya implan yang ditanam. Dengan hal tersebut,
implan yang ditanam berarti tidak menyebabkan stres seluler yang dikhawatirkan
menyebabkan kematian sel bahkan jaringan.
Kadar Ion Fe dan Mg Plasma
Kadar ion plasma Fe dan Mg dari kelompok kontrol dan kelompok
perlakuan implan Fe, Mg dan SS316L pada hari ke-1, 10 dan 30 disajikan pada
Tabel 5. Kadar ion Fe plasma semua kelompok pada hari ke-1, 10 dan 30 tidak
memiliki perbedaan yang nyata. Kadar ion Fe pada semua kelompok kecuali
14
kelompok implan Fe mengalami penurunan di hari pengamatan ke-1. Hal ini
terjadi karena di hari ke-1 setelah implantasi, tubuh mencit kehilangan darah
akibat perdarahan selama prosedur implantasi yang menyebabkan besi yang
terdapat di dalam darah ikut keluar dan menyebabkan nilainya menurun. Pada
kelompok implan Fe, kadar ion Fe darah terus meningkat sejak hari ke-1 dan ke10, namun kemudian nilainya menurun di hari pengamatan ke-30. Besi
merupakan unsur esensial, namun disadari sebagai salah satu yang dapat
menyebabkan toksisitas. Besi merupakan unsur penting bagi tubuh, yaitu sebagai
komponen kunci bagi hemoglobin dalam mentranspor oksigen. Oksigen yang
masuk ke dalam tubuh akan berikatan dengan besi pada hemoglobin dalam sel
darah merah (Arora & Kapoor 2012). Besi di dalam tubuh disimpan terutama di
hati, limpa dan sumsum tulang (Brown et al. 1977). Hal ini berarti, produk
degradasi implan Fe memberikan pengaruh terhadap kadar ion Fe dalam darah.
Kadar ion yang meningkat dan kemudian kembali menurun menandakan bahwa
produk Fe dari implan tersebut dapat dieliminasi dari darah.
Kadar ion Mg pada setiap kelompok tidak menunjukkan adanya perubahan
yang nyata. Peningkatan dan penurunan terlihat pada setiap kelompok di setiap
hari pengamatan. Kelompok implan Mg sendiri tidak mengalami adanya
perubahan signifikan pada kadar ion Mg darah. Hal ini mengindikasikan bahwa
produk degradasi implan Mg tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap
kadarnya dalam darah. Hal ini juga dinyatakan oleh Waizy et al. (2014), pada
studi in vivo menggunakan implan Mg selama 12 bulan, tidak ditemukan adanya
perubahan yang signifikan pada hasil pemeriksaan kadar Mg dalam darah.
Besi dan magnesium merupakan dua nutrien esensial bagi tubuh, sehingga
membuat keduanya dianggap sebagai logam esensial yang potensial untuk
dikembangkan sebagai bahan dasar penyusun implan. Elemen toksik hanya dapat
ditolerir pada konsentrasi rendah di bawah nilai ambang batas toleransi tubuh.
Sementara itu, zat nutrien dapat menyebabkan efek yang tidak diinginkan pada
konsentrasi yang berlebihan bagi tubuh. Pada manusia, Fe di dalam tubuh terdapat