Studi Literatur Perbandingan Profil Eritrosit dan Leukosit Ayam Broiler, Tikus, dan Domba.

STUDI LITERATUR PERBANDINGAN PROFIL
ERITROSIT DAN LEUKOSIT AYAM BROILER,
TIKUS, DAN DOMBA

SANTA NOVA A SIBURIAN

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Studi Literatur
Perbandingan Profil Eristrosit dan Leukosit Ayam Broiler, Tikus, dan Domba
aadalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2015
Santa Nova A Siburian
NIM B04090022

ABSTRAK
SANTA NOVA A SIBURIAN. Studi Literatur Perbandingan Profil Eritrosit dan
Leukosit Ayam Broiler, Tikus, dan Domba. Dibimbing oleh ARYANI SISMIN
SATYANINGTIJAS dan ANDRIYANTO.
Studi ini bertujuan untuk membandingkan profil eritrosit dan leukosit dari
spesies hewan yang berbeda yaitu ayam broiler, tikus dan domba. Profil eritrosit
dan leukosit dapat menggambarkan kesehatan tubuh hewan. Data yang dipakai
dalam studi ini adalah data sekunder yang berasal dari beberapa penelitian. Total
butir eritrosit ayam broiler, tikus, dan domba berurutan adalah 1.93x106/mm3,
6.33x106/mm3, 10.46x106/mm3, kadar hemoglobin ayam broiler, tikus, dan domba
berurutan adalah 23.83 g%, 36.17 g%, 28.20 g%, dan nilai hematokrit ayam
broiler, tikus, dan domba berurutan adalah 5.84%, 12.87%, 8.40%. Profil leukosit
seperti total butir leukosit ayam broiler, tikus, dan domba adalah 5.84x103/mm3,
13x103/mm3, 8.43x103/mm3. Diferensiasi leukosit seperti heterofil atau neutrofil,

eosinofil, basofil, limfosit, monosit ayam broiler, berurutan adalah,
1.168x103/mm3, 0.234x103/mm3, 0, 3.796x103/mm3, 0.642x103/mm3, pada tikus
adalah 4.81x103/mm3, 0.026x103/mm3, 0, 8.138x103/mm3, 0.42x103/mm3, pada
domba adalah 2.585x103/mm3, 0.168x103/mm3, 0,
5.198x103/mm3,
3
3
0.478x10 /mm . Indeks stres ayam broiler, tikus, dan domba berurutan adalah 0.3,
0.59, dan 0.59. Kesimpulan yang dapat diambil adalah terdapat perbedaan profil
eritrosit dan leukosit pada ketiga spesies hewan tersebut.
Kata kunci: ayam broiler, domba, eritrosit, hemoglobin, hematokrit, indeks stress,
leukosit, tikus

ABSTRACT
SANTA NOVA A SIBURIAN. Literature Study Comparision of Erythrocytes and
Leukocytes Profile of Broiler Chicken, Rat, and Sheep. Supervised by ARYANI
SISMIN SATYANINGTIJAS and ANDRIYANTO.
This study was conducted to compare erythrocytes and leukocytes profile
from different species of animals among broiler chicken, rat, and sheep.
Erythrocytes and leucocytes profile could be related to health condition. This

study used secondary data from previous studies of chicken, rat and sheep. Total
erythrocyte cells count of broiler chicken, rat, and sheep were 1.93x106/mm3,
6.33x106mm3, 10.46x106/mm3, haemoglobin of broiler chicken, rat, and sheep
were 23.83 g%, 36.17 g%, 28.20 g%, and hematocrite were 5.84%, 12.87%,
8.40%. Total leucocyte cells count of broiler chickens, rats were 5.84x103/mm3,
13x103/mm3, 8.43x103/mm3 respectivelly. Leucocytes differentiation such as
heterophils or neutrophils, eosinophils, basophils, limfocytes, monocytes of
broiler chickens were 1.168x103/mm3, 0.234x103/mm3, 0, 3.796x103/mm3,
0.642x103/mm3, in rats were 4.81x103/mm3, 0.026x103/mm3, 0, 8.138x103/mm3,
0.42x103/mm3, and sheep were 2.585x103/mm3, 0.168x103/mm3, 0, 5.198x103/mm3,
0.478x103/mm3. Stress index of broiler chickens, rat, and sheep were 0.3, 0.59,
and 0.59. This study showed that erythrocyte and leukocyte profile of different
species were also different.

Keywords: blood, chicken, rat, sheep, stress index

STUDI LITERATUR PERBANDINGAN PROFIL
ERITROSIT DAN LEUKOSIT AYAM BROILER,
TIKUS, DAN DOMBA


SANTA NOVA A SIBURIAN

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih
dalam penulisan karya ilmiah ini adalah Studi Literatur Perbandingan Profil
Eritrosit dan Leukosit Ayam Broiler, Domba, dan Tikus. Penulis mengucapkan
terima kasih kepada Ibu Dr. Drh Aryani S Satyaningtijas, M.Sc dan Bapak Drh.
Andryanto, M.Si selaku pembimbing skripsi yang telah banyak memberi saran

dan kritik, serta dukungan semangat, Ibu Dr. Drh. Damiana Ekastuti, M.Si selaku
dosen pembimbing akademik yang memberi banyak saran dan nasehat. Demikian
pula saya ucapkan terima kasih pada Staf Perpustakaan FKH IPB yang telah
membantu selama pengumpulan data. Saya juga mengucapkan terima kasih pada:
1. Ibu saya, Roma Mindo Siregar, Nenek, Ayah saya Sardion Darby Siburian,
saudara saya Santo Adil, Bintang Perjuangan.
2. Guru saya Sir A. Habeahan dan teman saya, Michael Lopolisa, Tri Yuyun,
FKH 46 terutama Regina, Kak Yufi, Vinda, Rini, Rahmat, kak Maya.
atas segala doa, dukungan material dan non material, semangat, bantuan tenaga
dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2015

Santa Nova A Siburian

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi


DAFTAR GAMBAR

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2


TINJAUAN PUSTAKA
Ayam Broiler

2

Tikus

3

Domba

3

Darah

3

Leukosit


4

Heterofil

5

Eosinofil

5

Basofil

6

Limfosit

6

Monosit


7

METODE PENGUMPULAN DATA

7

HASIL DAN PEMBAHASAN

8

Hasil

8

Pembahasan

8

SIMPULAN DAN SARAN


11

Simpulan

11

Saran

11

DAFTAR PUSTAKA

12

RIWAYAT HIDUP

16

DAFTAR TABEL


Data profil eritrosit ayam broiler, domba, dan tikus

8

Data profil leukosit ayam broiler, domba, dan tikus

9

DAFTAR GAMBAR

Neutroil

5

Eosinofil

6

Basofil

6

Limfosit

7

Monosit

7

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ayam broiler dan domba adalah hewan peliharaan yang banyak
dibudidayakan untuk menghasilkan daging sebagai sumber protein hewani.
Pemilihan ayam broiler sebagai hewan ternak yang banyak dibudidayakan karena
pertumbuhan yang relatif cepat, penanganan pemeliharaannya mudah serta masa
panen yang cukup pendek (Koeshardini 2004). Ayam yang paling banyak
diternakkan di Indonesia adalah ayam broiler dan ayam kampung. Populasi ayam
broiler dan ayam kampung di Indonesia berturut-turut 274.9 juta ekor atau sekitar
19% dan 293.8 juta ekor atau sekitar 23.8% dari populasi unggas keseluruhan
(Ditjen PKH 2011). Ayam broiler dipanen pada umur 5-6 minggu (Suprajatna et
al. 2006) sedangkan domba dipotong pada umur 1-2 tahun (Tomaswezka et al.
1993).
Domba lokal asli Indonesia seperti domba Garut adalah jenis domba yang
paling disukai peternak untuk dibudidayakan sebab selain sebagai penghasil
daging, domba lokal ini juga mempunyai daya tarik pariwisata dan relatif tahan
terhadap penyakit tropikal di Indonesia (Heriyadi et al. 2002). Domba Priangan
atau domba Garut adalah hasil persilangan domba lokal, domba merino dan
domba ekor gemuk dari Afrika Selatan. Bobot domba Garut jantan sekitar 60 kg
dan betina sekitar 35 kg dan menghasilkan anak lebih dari satu (prolifik)
(Sudarmono dan Sugeng 2008). Domba bersifat mudah dipelihara dan cepat
berkembang biak serta modal yang dibutuhkan relatif lebih kecil dibandingkan
ternak ruminansia lainnya (Mathius et al. 1984). Domba mudah beradaptasi
terhadap perubahan iklim, pakan dan penyakit. Faktor lingkungan yang dapat
mempengaruhi aktivitas domba adalah suhu, kelembaban, dan panjangnya siang
hari (Sugiarti 2007).
Tikus adalah hewan laboratorium yang banyak digunakan untuk penelitian
ilmiah. Tikus laboratorium (Rattus norvegicus) merupakan salah satu jenis tikus
yang paling banyak dimanfaatkan dalam berbagai pengujian suatu obat
(Wolfenshon and Lyod 2003). Galur tikus yang juga sering dimanfaatkan dalam
pengujian obat adalah Sprague-Dawley (Malole dan Pramono 1989), selain itu
masih ada 2 galur tikus putih yang umum dikenal yaitu galur Wistar, dan galur
Long Evans. Tikus laboratorium umumnya lebih cepat dewasa, tidak
memperlihatkan perkawinan musiman, bobot badan yang ringan, dan cepat
berkembang biak serta lebih mudah dikontrol dibandingkan tikus liar (Smith dan
Mangkoewidjojo 1988).
Status kesehatan hewan harus dijaga dan diperhatikan agar hewan-hewan
tersebut dapat tetap difungsikan dengan baik. Gambaran darah adalah salah satu
parameter fisiologis yang dapat dijadikan acuan atau indikator kesehatan hewan.
Darah terdiri dari eritrosit dan leukosit. Pemeriksaan darah sebagai gambaran
status kesehatan dapat dilakukan dengan gambaran profil eritrosit melalui
penghitungan total sel eritrosit, kadar hemoglobin, nilai hematokrit atau packed
cell volume (PCV) dan gambaran profil leukosit melalui penghitungan total sel
leukosit dan diferensiasinya (Ganong 2003). Diferensiasi leukosit terdiri atas
limfosit, monosit, neutrofil (heterofil), eosinfil, dan basofil. Limfosit dan monosit

2
adalah jenis leukosit agranulosit. Limfosit berperan penting dalam fungsi
kekebalan dengan pembentukan antibodi (Guyton dan Hall 2006). Monosit
berfungsi sebagai makrofag benda asing yang masuk dalam tubuh dan juga reaksi
haemostatis. Leukosit granulosit terdiri dari netrofil atau heterofil, basofil, dan
eosinofil. Neutrofil atau heterofil berfungsi utama dalam sistem fagositik dan
mikrobosidal (Tizzard 1998). Eosinofil berperan aktif dalam mengatur alergi akut
dari perbarahan, mengatur investasi parasit, dan memfagosit bakteri, antigenantibodi kompleks, anafilaksis dan ragi (Dellman dan Bown 1992). Basofil
berperan aktif dalam reaksi alergi dengan kandungan heparin, histamin,
khondroitin sulfat, serotonin dalam butir granulnya (Hartono 1989).
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbandingan profil eritrosit
dan leukosit ayam, domba dan tikus.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan perbandingan fisiologis profil
sel eritrosit dan leukosit beserta diferensiasi leukosit ayam boiler, domba dan
tikus.

Manfaat Penelitian
Data dari perbandingan profil eritrosit dan leukosit beserta diferensiasi
leukosit ayam broiler, domba, dan tikus digunakan sebagai kelengkapan informasi
yang berkaitan dengan parameter fisiologis sel darah merah (eritrosit) dan sel
darah putih (leukosit).

TINJAUAN PUSTAKA
Ayam Broiler
Sumber daging ayam di Indonesia umumnya adalah ayam Broiler, ayam
kampung dan ayam petelur tua. Ayam broiler adalah ayam yang dipelihara untuk
menghasilkan daging dalam jangka waktu relatif singkat yaitu sekitar 5-6 minggu
dengan bobot antara 1.4- 1.6 kg per ekor. Ayam ras ini merupakan jenis hasil
pemuliabiakan peternakan yang memiliki mutu genetik yang tinggi. Semakin
tinggi mutu genetik berarti semakin membutuhkan manajemen yang tinggi pula.
Ayam broiler banyak dipelihara di daerah sekitar Jabodetabek, Sukabumi,
Cianjur, daerah Priangan Timur, dan daerah lain di Indonesia (Rasyaf 2008).
Penyakit yang sering menyerang ayam broiler salah satunya adalah penyakit
Newcaste Diseases (ND) yang disebabkan oleh Paramyxovirus dari famili
Paramyxoviridae. Sejak dikenal pertama kali di Indonesia sampai saat ini, ND
belum dapat dihilangkan (Fenner et al. 1993).

3
Tikus
Tikus adalah salah satu jenis rodensia yang banyak dipakai untuk
kepentingan laboratorium, yang jika dibandingkan dengan tikus liar, tikus
laboratorium lebih cepat dewasa, tidak memperlihatkan perkawinan musiman,
umumnya lebih mudah berkembang biak, dan lebih ringan dibandingkan berat
badan tikus liar. Tikus liar dapat hidup selama 4-5 tahun, tikus laboratorium
jarang hidup lebih dari 3 tahun (Smith dan Mangkoewidjojo 1988). Ada dua sifat
yang membedakan tikus dari hewan percobaan lainnya, yaitu bahwa tikus tidak
muntah karena struktur anatomi yang tidak lazim di tempat esophagus bermuara
ke dalam lambung, dan tikus tidak mempunyai kantung empedu. Data biologis
dan fisiologis untuk volume darah normal tikus putih antara 57-70 ml/kg; sel
darah merah sekitar 7.2-9.6 x 1 /m ; sel darah putih sekitar 5-13 x1 /m
(Bivin et al. 1979). .

Domba
Domba merupakan ternak ruminansia kecil yang dalam pemeliharaan tidak
begitu sulit, hal ini disebabkan karena ternak domba badannya relatif kecil dan
cepat dewasa sehingga secara otomatis cukup menguntungkan karena dapat
menghasilkan wol dan daging. Domba yang berkembang biak di Asia Tenggara
adalah domba berambut dan domba bulu (wool). Indonesia hanya memiliki domba
ekor gemuk yang termasuk dalam jenis domba berambut, sedangkan jenis lain
seperti domba Jawa, domba Sumatera dan domba Priangan adalah domba berbulu.
Domba Garut atau Priyangan adalah domba lokal berpotensi baik untuk
dikembangkan sebagai sumber daging dibanding domba lokal lainnya yang
keunikannya juga sebagai daya tarik pariwisata (Heriyadi et al. 2002). Domba
Garut pedaging jantan maupun betina memiliki ciri-ciri garis muka lurus, bentuk
mata normal, bentuk telinga hiris dan rubak, garis punggung lurus, bulu lurus
dengan warna dasar dominan putih, jantan bertanduk dan betina tidak bertanduk
(Riwantoro 2005). Penyakit yang sering menyerang pada domba adalah
Brucellosis dan Tuberculosis (Theml et al. 2004).

Darah
Darah merupakan media cair yang terdiri dari komponen seluler yaitu selsel darah dan komponen cairan yang kaya akan protein yaitu plasma darah
(Schalm et al. 2010). Darah dianggap sebagai jaringan khusus yang menjalani
sirkulasi dan terdiri atas sel-sel yang terendam dalam plasma darah (Dellman dan
Brown 1992). Darah berperan penting dalam mempertahankan homeostasis tubuh
yang meliputi keseimbangan cairan tubuh, pH maupun suhu tubuh, transportasi
oksigen, enzim dan hormon, pertahanan tubuh terhadap infitrasi benda-benda
asing, dan mikroorganisme (Guyton dan Hall 2006). Selain itu, darah berperan
penting dalam pengaturan suhu, menjaga keseimbangan asam basa, serta faktor
penting pertahanan tubuh terhadap penyakit (Schalm et al. 2010).

4
Unsur seluler dari darah terdiri dari leukosit (sel darah putih), eritrosit (sel
darah merah), dan platelet (trombosit) yang tersuspensi dalam plasma (Ganong
2003). Jika tubuh hewan mengalami perubahan fisiologis gambaran darah juga
akan mengalami perubahan baik disebabkan secara internal dan eksternal. Secara
internal seperti pertambahan umur, status gizi, latihan, kesehatan, stress, siklus
esterus dan suhu tubuh, sedangkan secara eksternal akibat infeksi kuman, fraktura,
dan perubahan suhu lingkungan (Guyton dan Hall 2006). Fungsi utama seritrosit
adalah mengangkut hemoglobin, dan seterusnya mengangkut oksien dari paruparu ke jaringan. Eritrosit juga banyak mengandung karbonik anhidrase, yang
berfungsi unuk mengkatalisis reaksi antara karbondioksida dan air, sehingga akan
meningkatkan kecepatan reaksi bolak-balik beberapa ribu kali lpat (Guyton dan
Hall 2006). Hemoglobin adalah substansi pembawa oksigen dalam eritrosit
(Ganong 2003). Menurut Cuningham (2002) hemoglobin adalah pigmen merah
protein dalam ertrosit. Hemoglobin terdiri atas protein 96% globin dan 4% hem
(Hartono 1988). Hem adalah suatu derifat protein yang megandung besi,
sedangkan globin adalah suatu polipeptida yang didapatkan dari pembentukan
hemoglobin yang disintesis oleh sitoplasma eritrosit (Ganong 2003).
Hematokrit atau packed cell volume (PCV) adalah suatu ukuran yang
mewakili eritrosit di dalam 100 mL darah, sehingga dilaporkan dalam bentuk
persentase, dimana nilai hematokrit dipengaruhi oleh faktor-faktor yang
mempengaruhi jumlah dan ukuran eritrosit (Schalm dan Jain 1995). Saat
pendarahan jumlah eritrosit yang hilang berbanding lurus dengan plasma darah
sehingga nilai hematokrit tidak berubah, namun anemia menyebabkan nilai
hematokrit turun. Nilai hematokrit sangat bervariasi pada setiap individu. Angka
ini tergantung derajat aktivitas tubuh, anemia, dan ketinggian dimana individu
tersebut berada (Guyton dan Hall 2006).

Leukosit
Leukosit yang juga disebut sel darah putih adalah unit yang bergerak aktif
dari sistem pertahanan tubuh. Leukosit terbagi menjadi granulosit (neutrofil,
basofil, eosinofil), agranulosit (limfosit, monosit), dan sel plasma. Jumlah seluruh
leukosit di bawah eritrosit dan bervariasi tergantung jenis hewan (Dellmann dan
Brown 1992). Leukosit ini sebagian dibentuk dalam tulang (granulosit, monosit
dan sebagian dari limfosit) dan sebagian lagi di jaringan limfa (limfosit dan dan
sel plasma) (Guyton dan Hall 2006). Leukosit berfungsi sebagai pertahanan tubuh,
melawan infeksi secara langsung dan toksin yang dihasilkan akan dinetralisir oleh
antibodi yang berada dalam plasma darah yang apabila jaringan mengalami cedera
atau adanya infeksi oleh mikroorganisme, maka akan terjadi serangkaian proses
reaksi antigen-antibodi yang dapat memusnahkan mikroorganisme tersebut.

5
Heterofil
Heterofil sama dengan sel neutrofil pada mamalia yang banyak terdapat
dalam sel darah putih, memiliki granul pada sitoplasmanya dan nukleus yang
berlobus-lobus. Granulnya berwarna ungu atau pink yang sulit dilihat melalui
mikroskop cahaya, yang berakibat sitoplasma seperti terlihat bersih atau kosong.
Siklusnya memiliki beberapa lobus yang dihubungkan oleh garis kromatin.
Neutrofil berjumlah sekitar 60-70% dari jumlah total leukosit (Ereschenko 2008).
Heterofil memiliki fungsi dalam proses fagositosis infeksi kuman patogen seperti
bakteri atau zat asing (seperti kristal asam urea yang dapat ditemukan pada sendi
lutut). Setiap material asing yang difagosit akan didegredasi oleh granul lisosom
yang ada di dalam neutrofil melalui enzim lisozim dan myeloperoxidase.
Heterofil dikenal sebagai makrofag dengan aktifitas amoeboid dan fagositosis
yang tinggi karena daya tarik dan aktifasi bahan kemotaksis yang mampu keluar
dari sel pembuluh darah menuju tempat infeksi untuk fagositosis mikroorganisme
(Dellmann dan Brown 1992). Morfologi heterofil (neutrofil) dapat dilihat pada
gambar berikut.

Gambar 1 Neutrofil (Eroschenko 2008)

Eosinofil
Nukleus eosinofil hampir menyerupai nukleus neutrofil, tetapi mempunyai
jumlah lobus yang lebih sedikit. Sitoplasmanya berwarna biru pucat sampai abuabu dan warna granulnya bervariasi dari oranye, pink, atau merah (Bacha dan
Bacha 2000). Eosinofil mudah dikenali pada preparat ulas melalui sitoplasmanya
dengan granul yang jelas, besar, dan berwarna eosinofilik (pink), memiliki 2 lobus
nukleus, terkadang ditemukan lagi lobus ketiganya yang berukuran kecil.
Eosinofil berjumlah sekitar 2-4% dari jumlah total leukosit (Ereschenko 2008).
Eosinofil diduga berperan dalam detoksikasi histamin dengan histaminase dan
serotonin yang dihasilkan oleh sel mast. Peningkatan jumlah eosinofil terjadi pada
kasus alergi, asma bronkial, penyakit kulit, dan penyakit parasit. Eosinofil
membunuh parasit melalui beberapa cara: 1) dengan melepaskan enzim hidrolitik
dari granul yang dimodifikasi lisosom; 2) melepaskan bentuk oksigen yang sangat
reaktif dan sangat mematikan untuk parasit; 3) melepaskan polipeptida yang
sangat larvasidal dari granulnya (Guyton dan Hall 2006). Morfologi eosinofil
dapat dilihat pada gambar berikut.

6

Gambar 2 Eosinofil (Eroschenko 2008)

Basofil
Leukosit dengan persentase terkecil adalah basofil, yaitu sekitar 0.5-3%.
Sehingga jarang ditemukan pada preparat ulas darah. Bentuk nukleus basofil
berubah-ubah, berlobus-lobus, atau bersegmen-segmen karena nukleusnya yang
memiliki bentuk bervariasi, basofil juga disebut leukosit polimorfonukleus,
namun sebutan ini lebih sering untuk neutrofil (Frandson 1992). Granul pada
basofil tidak sebanyak granul pada eosinofil, tetapi memiliki ukuran lebih
bervariasi, sedikit padat, dan berwarna biru gelap atau cokelat (Eroschenko 2008).
Butir granul basofil mengandung heparin, histamin, khondroitin sulfat, serotonin,
dan beberapa faktor kemotaktik (Hartono 1989). Bahan-bahan ini dapat
menyebabkan timbulnya alergi (Guyton dan Hall 2006).

Gambar 3 Basofil (Eroschenko 2008)

Limfosit
Limfosit merupakan leukosit yang berukuran antara 6-15 µm dan
diklasifikasikan menjadi limfosit kecil, sedang, dan besar. Limfosit mempunyai
nukleus yang relatif besar serta dikelilingi oleh sitoplasma (Frandson 1992).
Limfosit kecil memiliki ukuran nukleus yang besar dan sitoplasma yang kecil,
limfosit besar memiliki nukleus yang kecil dan sitoplasma yang lebih besar
ukurannya dibandingkan limfosit kecil. Limfosit berjumlah 20-30% dari total
jumlah leukosit. Kebanyakan limfosit yang berada dalam darah adalah limfosit
kecil (Ganong 2003).

7

Gambar 4 Limfosit (Eroschenko 2008)

Monosit
Monosit adalah leukosit agrunolsit yang memiliki bentuk terbesar diantara
yang lainnya. Nukleusnya bervariasi dengan bentuk cekung atau menyerupai tapal
kuda dan lebih terlihat dengan pewarnaan daripada nukleus limfosit sedangkan,
limfosit lebih basofilik. Monosit terdapat sebanyak 3-8% dalam leukosit darah
(Ganong 2003) mencapai tingkat dewasa pada saat monosit telah berubah menjadi
makrofag. Monosit akan berubah menjadi makrofag bila terjadi infeksi yang
membuat monosit bermigrasi keluar dari pembuluh darah dan masuk ke dalam
jaringan, tersebar dalam organ–organ penting tubuh, seperti pada sinusoid hati (sel
Kupfer), sumsum tulang, alveoli paru-paru, lapisan serosa usus, sinus limpa,
limfonodus, kulit (sel Langerhans), sinovial (sel Synovial A), otak (mikroglia),
atau lapisan endotel (misalnya glomelurus ginjal. Selain berperan sebagai
makrofag, monosit penting dalam respon imunologi (Dellmann dan Brown 1992).
Monosit mempunyai enzim yang berguna untuk membantu proses fagosit
runtuhan sel jaringan dari reaksi peradangan yang kronik. Monosit jaringan atau
makrofag mempunyai kemampuan fagositosis yang lebih hebat dan neutrofil,
yang bahkan mampu untuk menfagosit 100 sel bakteri (Guyton dan Hall 2006).

.
Gambar 5 Monosit (Eroschenko 2008)

METODE PENGUMPULAN DATA
Studi pustaka atau literatur dilakukan dengan cara mengumpulkan,
mempelajari, dan menelaah buku-buku, majalah ilmiah, serta dokumen yang
terkait seperti skripsi dan disertasi serta jurnal ilmiah (Singarimbun dan Effendi
1995). Data dan informasi yang didapat dianalisis melalui tiga tahapan yakni: (1)

8
Reduksi data berupa penyuntingan dan meringkas sehingga didapatkan data utama
inti penulisan; (2) penyajian data, yaitu data alam tabel deskriptif; (3) penarikan
kesimpulan, melakukan verifikasi dan tinjauan ulang data yang didapat agar
penarikan simpulan dilakukan dengan benar.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Darah merupakan media cair yang terdiri dari komponen selular yaitu sel
darah dan komponen cair yang kaya akan protein yaitu plasma darah (Schalm et
al. 2010). Sel darah mencakup eritrosit, leukosit dan trombosit. Sel darah merah
unggas berinti sedangkan mamalia tidak berinti. Eritrosit diproduksi di hati,
limpa, limfonodus dan sumsum tulang. Profil sel darah merah ayam broiler,
domba dan tikus dapat dilihat dalam Tabel 1.
Tabel 1 Data profil eritrosit ayam broiler, domba, dan tikus.
Parameter
RBC (juta / mm3)
Hb (g%)
PCV (%)

*Ayam broiler
1.93
5.84
23.83

** Tikus

*** Domba

6.33
12.87
36.17

10.46
8.40
28.20

Sumber : *Mulyeti (2012), ** Bahar (2010), *** Wajjuanna (2013).

Nilai eritrosit ayam broiler ini berada pada rentang nilai normal yaitu, 2.23.3 juta/mL (Samour 2008), begitu pun tikus dan domba berurutan berada pada
rentang normal, yaitu dan 5.91-8.69 juta/mm3 (Suprayogi et al. 2009) dan 9-15
juta/mm3 (Weiss dan Wardrop 2010). Laju metabolisme mempengaruhi jumlah
total eritrosit. Isroli et al. (2009) menyebutkan darah khususnya sel eritrosit
berperan penting dalam transportasi nutrisi dan oksigen sehingga laju
metabolisme dan produktivitas berhubungan erat dengan kondisi hematologis.
Total eritrosit pada ayam broiler yang lebih sedikit jumlahnya dibandingkan tikus
dan domba dikarenakan oleh laju metabolisme tubuh ayam lebih tinggi
dibandingkan tikus dan domba. Pada unggas, temperatur tubuh yang tinggi
menyebabkan tingkat proses metabolisme juga semakin meningkat. Hal tersebut
mengakibatkan pengangkutan darah harus lebih cepat. Tingkat metabolisme yang
tinggi pada unggas mengakibatkan kinerja eritrosit lebih tinggi pula, sehingga sel
darah merah cepat mati dan kembali bersiklus.
Afinitas hemoglobin terhadap oksigen membentuk oksihemoglobin di
dalam sel eritrosit (Soma et al. 2013). Nilai eritrosit rata-rata atau mean
corpusculus values (MCV) memberi keterangan mengenai ukuran rata-rata
eritrosit dan mengenai banyaknya hemoglobin per eritrosit. Kadar hemoglobin
ayam broiler dibawah kadar hemoglobin normal 6.5-9 gdL (Swenson 1993).
Kadar hemoglobin tikus, dan domba berurutan berada dalam rentang nilai normal
sebesar 10-27-14.69 g% (Suprayogi et al. 2009) dan 9-15 g% (Weiss dan
Wardrop). Kadar hemoglobin dipengaruhi oleh jenis kelamin (Frandson 1992).
Faktor yang mungkin dapat menyebabkan penurunan kadar hemoglobin adalah

9
fisiologis hewan (umur relatif muda dan strain), lingkungan (suhu dan
kelembapan), dan pakan (Swenson 1993), selain itu ketersediaan oksigen yang
sedikit juga menurunkan kadar hemoglobin dalam darah (Khan 2005). Faktorfaktor yang juga menurunkan sintesis hemoglobin, yaitu defisiensi protein
(Pratiwi 2012), Fe (Wahyuni et al. 2012), dan Cu (Setiyawan dan Piliang 2011).
Kadar hemoglobin dalam sel eritrosit berkaitan dengan volume sel eritrosit. Pada
hewan normal, nilai hematokrit berhubungan dengan jumlah eritrosit dan kadar
hemoglobin (Swenson 1993).
Hematokrit sebagai indikator agregat kesehatan secara keseluruhan dapat
meningkat dalam keadaan dehidrasi atau peningkatan energi sehingga perlu untuk
meningkatkan kapasitas hemoglobin sebagai pembawa oksigen dan menurun bila
kehilangan darah, kerusakan sel eritrosit atau turunnya produksi sel eritrosit
(Milenkaya et al. 2013). Nilai persentase PCV atau packed cell volume
(hematokrit) ayam broiler, tikus, dan domba ini berurutan masih dalam rentang
normal yaitu 24-43% (Samour 2008), 29.34-37.56% (Suprayogi et al. 2009), dan
27-45% (Weiss dan Wardrop 2010). Nilai hematokrit dipengaruhi oleh faktorfaktor yang mempengaruhi jumlah dan ukuran sel eritrosit (Schalm dan Jain
1995).
Sel darah putih (leukosit) berperan penting dalam eliminasi patogen asing
yang masuk ke dalam tubuh. Leukosit memiliki nukleus dan organel-organel sel
sebagai dasar pendiferensiasian leukosit. Diferensiasi leukosit terdiri atas monosit
dan limfosit sebagai leukosit agranulosit dan netrofil, basofil, dan eosinofil
sebagai leukosit granulosit. Data perbandingan profil leukosit dapat dilihat pada
Tabel 2.
Tabel 2 Data leukosit ayam broiler, domba, dan tikus.
Parameter

*Ayam broiler

**Tikus

Leukosit (ribu/mm3)
Heterofil/
Neutrophil (ribu/mm3)
Eosinofil (ribu/mm3)
Basofil (ribu/mm3)
Limfosit (ribu/mm3)
Monosit (ribu/mm3)
Indeks stress

5.84

13

1.168
0.234
0
3.796
0.642
0.3

4.81
0.026
0
8.138
0.42
0.59

***Domba
8.43
2.585
0.168
0
5.198
0.478
0.59

Sumber : *Zaenuddin (2013), **Jasmin (2014), ***Riadi (2007).

Nilai leukosit ayam broiler tidak berada pada rentang nilai normal, yaitu
7.000-32.000/mL (Coles 2006), sedangkan tikus, dan domba berada pada rentang
normal yaitu 5-13 ribu/mm3 (Smith dan Mangkoewidjojo 1988) dan 8-12
ribu/mm3 (Scalm dan Jain 1995). Respon penurunan jumlah leukosit (leukopenia)
sering terjadi akibat kerusakan limfosit maupun akibat penggunaan bahan-bahan
immunosupresif (Mayer dan John 1998). Selain itu menurut Coles (2006)
penurunan jumlah leukosit bisa dikarenakan oleh faktor stress panas yang
menurunkan respon kekebalan sebagai alat pertahanan tubuh. Cekaman panas itu

10
bisa berasal dari metabolisme tubuhnya yang cepat, radiasi matahari yang
ditansfer secara radiasi, maupun panas dari fermentasi dalam litter (Ahmadi
2012).
Nilai heterofil dan limfosit ayam broiler berturut-turut berada pada rentang
normal 20-75% dan 20-65% (Coles 2006). Persentase neutrofil dan limfosit tikus
berurutan pada penelitian ini dalam rentang normal yaitu 9-34% dan 63-84%
(Smith dan Mangkoewidjojo 1988), sedangkan nilai neutrofil domba berada pada
rentang bawah normal yaitu 60-70%, jumlah limfositnya lebih tinggi dari normal
2000-4900 /mL (diatas 30%) dari total leukosit (Dellmann dan Brown 1992) yang
bisa disebabkan oleh hormon epinefrin yang meningkatkan jumlah limfosit dan
netrofil yang bersikulasi dalam darah (Jain 1993). Jumlah limfosit secara
fisiologis juga terjadi saat umur kelahiran 24 jam yang akan terus meningkat
hingga mencapai umur 1 tahun dan akan dominan dan persentase mencapai 7080% saat mencapai 2 tahun (Dellmann dan Eurel 1998). Kemungkinan lain adalah
faktor patologis oleh invasi spesifik benda asing yang membutuhkan kerja
limfosit untuk mengeliminasinya, namun perlu pemeriksaan laboratorium untuk
memastikannya.
Nilai basofil serta eosinofil ayam broiler secara berurutan berada pada
rentang normal 0-6%, 1-4% (Coles 2006), akan tetapi monositnya di atas rentang
normal, pada tikus ini tidak ditemukan basofil dan itu normal sebab maksimal
basofil ditemukan dalam darah tikus adalah 4%, begitupun nilai monosit masih
berada dalam rentang normal yaitu 0-15%, nilai eosinofil tikus 5.3% ini berada
pada rentang normal 0-6% (Smith dan Mangkoewidjojo 1988), dan pada domba,
persentase basofil normal sebab maksimal basofil adalah sebanyak 0.5% dalam
sirkulasi sel darah putih (Ganong 2003), 6.9% jumlah eosinofil ini berada pada
rentang normal domba, yaitu 1-10% (Theml et al. 2004) dan nilai monosit yang
berada di rentang normal 3– 8% (Effendi 2003). Kadar heterofil, limfosit, basofil
dan eosinofil yang normal mengindikasikan bahwa ayam sehat sebab proses
pembentukan dari masng-masing jenis leukosit berjalan baik dalam tubuh
(Baratawidjaja 2000). Keberadaan monosit broiler yang diatas nilai normal
menunjukkan bahwa tubuh merespon inflamasi kronis. Monosit memiliki sifat
motil dan kemampuan fagositosis dalam melawan bakteri dengan lipid kapsul
yang dimilikinya dalam waktu yang lama (Jain 1993). Makrofag atau monosit
yang berada dalam jaringan berperan penting bagi tubuh untuk melawan infeksi
mikroba dan pada saat kondisi stress juga berfungsi mengganti sel yang rusak,
memproses informasi keberadaan antigen untuk limfosit, dan memproduksi
interferon (senyawa anti viral) (Jain 1993).
Profil darah dapat menggambarkan tingkat stress yang akan mengganggu
kesehatan hewan. Indeks stres didapat melalui perhitungan jumlah heterofil
(netrofil) dibagi jumlah limfosit. Data penelitian ini menunjukkan bahwa indeks
stress ayam tersebut lebih rendah dari rasio ayam normal 0.45-0.5 (Swenson
1993) menunjukkan ayam tidak mengalami stress. Indeks stress domba dalam
penelitian ini juga lebih kecil dari nomal. Rasio neutrofil/limfosit (N/L) domba
dewasa memiliki nilai sekitar 1 dan domba baru lahir nilainya lebih besar dari 1
(Tornquist dan Rigas 2010). Nilai N/L pada penelitian ini kurang dari 1.5
menunjukkan tikus tidak dalam keadaan stress (Johnson et al. 1992).
Penelitian senada lainnya yang menggunakan ayam broiler oleh
Puspitosari (2010) menunjukkan adanya peningkatan monosit dalam sirkulai

11
darah pada kelompok yang tidak terinfeksi Eimeria spp sebagai bentuk adaptasi
terhadap lingkungan. Monositosis ini sebagai bentuk adaptif terhadap stress
lingkungan. Hal ini dikarenakan monosit dalam keadaan normal merupakan
sumber pembentukan makrofag tetap pada mononuclear phagocytes system
(MPS) untuk menjalankan fungsinya (Guyton 1995). Penelitian lain yang
menggunakan tikus oleh Adiyati (2011) menunjukkan peningkatan limfosit dan
monosit serta penurunan netrofil sebagai respon terhadap gigitan ektoparasit yang
berlangsung cukup lama ini menciptakan pertahanan spesifik dengan didahului
migrasi monosit ke jaringan yang meradang. Samuelson (2007) menyatakan
bahwa di dalam jaringan, monosit (makrofag) bereaksi dengan limfosit dalam
pengenalan dan interaksi sel antigen, serta penurunan neutrofil disebabkan oleh
respon sel pertahanan pertama dan primer pembentukan antibodi terhenti dalam
beberapa jam setelah paparan pertama antigen dan digantikan oleh monosit dan
limfosit. Peningkatan diferensiasi leukosit tikus ini berhubungan erat dengan
kondisi lingkungan sekitar kandang dan manajemen pemeliharaan. Penelitian
sebelumnya pada domba oleh Nugraha (2011) menunjukkan bahwa domba
bunting memiliki jumlah neutrofil yang kecil dibandingkan domba yang tidak
bunting yaitu hanya sekitar 1.975 butir/mm3 dari total 3.545 butir/mm3. Hal ini
menyimpulkan faktor fisiologis umur dan kebuntingan dapat menyebabkan
turunnya jumlah netrofil.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Total eritrosit pada ayam broiler lebih sedikit (1.9 juta/mm3) jumlahnya
dibandingkan tikus dan domba berurutan yaitu 6.33 juta/mm3 dan 10.46 juta/mm3.
Jumlah total leukosit dan diferensiasi leukosit dari ayam broiler, tikus, dan domba
bervariasi tergantung pada kondisi fisiologis dan patologis hewan.

Saran
Penelitian ini juga seharusnya dilakukan analisis profil sel darah merah
(eritrosit) dan sel darah putih (leukosit) pada sebaran umur dan jenis kelamin
yang sama.

12

DAFTAR PUSTAKA
Adiyati. 2011. Ragam Jenis Ektoparasit pada Hewan Coba Tikus Putih (Rattus
norvegicus) Galur Spraque Dawley [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Ahmadi. 2012. Sarjana Membangun Desa Turut Memberdayakan Usaha
Peternakan Rakyat. Semarang (ID): Universitas Dipenogoro. Semarang.
Bacha WJ, Bacha LM. 2000. Color Atlas of Veterinary Histology 2nd Edition.
Philadelphia (US): Lippincott Williams & Wilkins.
Bahar. 2010. Pengaruh Pemberian Ekstrak dan Fraksi Daun Katuk (Sauropus
androgynus (L.) Merr) terhadap Gambaran Hematologi pada Tikus Putih
Laktasi [skripsi]. Bogor (ID): Institut pertanian Bogor.
Baratawidjaja KG. 2000. Imunologi Dasar. Jakarta (ID): Balai Penerbit FKUI.
Bivin WS, Crawford MP, Brewer NR. 1979. The Laboratory Rat. New York
(US): Academic Pr.
Coles BH. 2006. Essential of Avian Medicine Surgery. Iowa (US): Blackwell Pub.
Cunningham JG. 2002. Textbook of Veterinary Physiologhy. Ed ke-3. Philadelphia
(US): Saunders.
Dellmann HD, Brown EM. 1992. Buku Teks Histloogi Veteriner.Ed ke-3. R.
Hartono Penerjemah. Jakarta (ID): UI Pr.
Dellmann HD, Jo Ann Eurell. 1998. Textbook of Veterinary Histology.
Philadelphia (US): Lippincott Williams & Wilkins.
Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2011. Data Nasional
Peternakan Ayam di Indonesia. Jakarta (ID): Direktorat Jenderal Peternakan
dan Kesehatan Hewan.
Effendi Z. 2003. Peranan Leukosit Sebagai Anti Inflamasi Alergik Dalam Tubuh.
Medan (ID): Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Eroschenko VP. 2008. Di Fiore’s Atlas of Histology with Functional Corelations.
11th Ed. Philadelphia (US): Lippincott Williams & Wilkins.
Fenner FJ, Gibb EP, Murphy FA, Rott R, Studdert MJ, White DO. 1993.
Veterinary Virology. Hal: 337-368. San Diego (US): Academic Pr Inc.
Frandson RD. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Yogyakarta (ID): Gadjah
Mada University Pr.
Ganong WF. 2003. Medical Physiology. 20th Ed Diterjemahkan oleh
Widjajakusumah MD, Irawati D, Siagian M. Jakarta (ID): EGC.
Guyton AC. 1995. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (Rivew of Medical
Physiology). Ed ke-14. Diterjemahkan oleh Petrus Andrianto. Jakarta (ID):
EGC.
Guyton AC, Hall JE. 2006. Textbook of Medical Physiology 11th Ed. Philadelphia
(US): Elsevier Inc.
Hartono. 1989. Histologi Veteriner. Bogor (ID): Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas
Ilmu Hayati, Insitut Pertanian Bogor.
Heriyadi D, Anang A, Budinuryanto DC dan Hadiana H. 2002. Standarisasi
mutubibit domba Garut. [laporan penelitian]. Bandung (ID): Dinas
Peternakan Propinsi Jawa Barat dan Universitas Padjadjaran Pr.

13
Isroli, Susanti S, Widiastuti E, Yudiarti T, Sugiharto. 2009. Hlmn 548-557.
Observasi beberapa variabel hematologis ayam kedu pada pemeliharaan
intensif. Seminar Nasional Kebangkitan Peternakan [Internet]. [Semarang
20
Mei].;
[diunduh
2015
Juni
12]
Tersedia
pada
:
http//eprints.undip.ac.id/3276/2/ONRI-(2)Isroli-setting.pdf.
Jain NC. 1993. Essential of Veterinary Hematology. Philadelphia (US): Lea and
Febriger.
Jasmin AM. 2014. Gambaran Diferensiasi Leukosit Anak Domba yang Dilahirkan
oleh Induk Domba dengan Perlakuan Superovulasi sebelum Perkawinan
[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Johnson EO, Kamilaris TC, Chroususos GP. 1992. Mechanism of Stress: A
dynamic overview on hormonal and behavioral homeostasis. Neurosic
Biobehave Rev. 16: 115- 130
Khan CM. 2005. The Merck Veterinary Manual Ed9. Philadelphia (US):
Nutrional Pub.
Koeshardini SYP. 2004. Pertumbuhan Awal Ayam Merawang yang Dipelihara
Bersama Ayam Broiler. Jurnal Matematika, Sains dan Teknologi. 5(1): 1416.
Malole MBM, Pramono CSU. 1989. Penggunaan Hewan-hewan Percobaan di
Laboratorium. Bogor (ID): Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. PAU. IPB.
Mathius IW, Azmi, Manurung BP, Sitompul DM, Priyatno E, et al. 1984. Sheep
and Goat in Indonesia; Domba dan kambing di Indonesia. Karakteristik
Sistem Pemeliharaan Ternak Ruminansia Kecil di Jawa Barat. Pertemuan
Ilmiah Penelitian Ruminansia Kecil. Bogor, Indonesia. 22-23 November
1983. 1(9): 37-41.
Mayer DJ, John WH. 1998. Veterinary Laboratory Medicine Interpretation and
Diagnostic. Edisi 3. Philadelphia (US): Saunder An Imprint of Elsevier.
Milenkaya O, Weinstein N, Legge S, Walters JR. 2013. Variation in body
condition indices of crimson finches by sex, breeding stage, age, time, of
day, and year. Conserv Physiol. 1:1-14 . doi10.1093./conphys/cot20.
Mulyeti V. 2012. Gambaran Eritrosit Ayam Broiler yang Diberi Hormon
Testosteron Dosis Bertingkat [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Nugraha. 2011. Diferensiasi Sel Darah Putih Domba Bunting Hasil Superovulasi
dan Dicekok Temulawak Plus [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Pratiwi L. 2012. Perbedaan Kadar Hemoglobin Darah Pada kelompok Polisi Lalu
Lintas yang Terpapar dan Tidak Terpapar Timbal di Wilayah Polres Jakarta
Selatan. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 1(2): 738-749.
Puspitosari. 2010. Gambaran Diferensiasi Leukosit pada Ayam yang Terinfeksi
Eimeria spp. Secara Alami dan Telah Diberi Ekstrak Daun Johar (Cassia
simea Lamk) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Rasyaf M. 2008. Panduan Beternak Ayam Pedaging. Jakarta (ID): Penebar
Swadaya.
Riadi. 2007. Diferensiasi Leukosit Tikus Putih strain Spraque Dawley dalam
Kondisi Demam dan Diberi Ekstrak Etanol Biji Duku (Lansium
Domesticum) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

14
Riwantoro. 2005. Konservasi Plasma Nutfah Domba Garut dan Strategi
Pengembangannya Secara Berkelanjutan [disertasi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Samour J. 2008. Avian Medicine.Ed ke-2. Philadelphia (US): Lea and Febiger.
Samuelson DA. 2007. Textbook of Veterinary Histology. Missouri (US): Saunders
Elsevier.
Schalm OW, Jain. 1995. Veterinary Hematology 5th Ed. Philadelphia (US): Lea
and Febiger.
Schalm OW, Weiss DJ, Wardrop KJ, editor. 2010. Veterinary Haemolology. Ed
ke-6. Iowa (US): Blackwell Pub.
Setiawan H, Piliang WG. 2011. Respon Ayam Broiler yang Diberi Ransum
dengan Suplementasi Fitase, Zn, dan Cu. Jurnal Ilmu Ternak. 11(2): 68-73.
SingarimbunM, S Effendi. 1995. Metode Penelitian Survey. Jakarta (ID): LPES.
Smith JB, Mangkoewidjojo S. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan, Penggunaan
Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Jakarta (ID): UI Pr.
Soma IG, Wandia IN, Putra IGAA, Silta R. 2013. Profil darah monyet ekor
panjang (Macaca fascicularis) liar di habitat alam. Jurnal Ilmu dan
kesehatan Hewan. 1(1):22-28.
Sudarmono AS, Sugeng YB. 2008. Beternak Domba. Jakarta (ID): Penebar
Swadaya.
Sugiarti Y. 2007. Nilai-nilai Hematologi Domba yang Dipelihara di Hutan
Pendidikan Gunung Walat-Sukabumi [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Suprajatna E, Atmomarsono U, Kartasudjana R. 2006. Ilmu Dasar Ternak
Unggas. Depok (ID): Penebar Swadaya.
Suprayogi A, Kusumorini N, Setiadi MA, Murti YB. 2009. Produksi fraksi
ekstrak daun katuk terstandar sebagai bahan baku obat perbaikan gizi,
perbaikan reproduksi dan laktasi. Laporan Akhir Penelitian LPPM IPB,
Hibah Kompetitif Penelitian Sesuai Prioritas Nasional Batch II, 2009.
Swenson. 1993. Duke’s Physology of Domestic Animal. Florida (US): Comstok
Pub Co. Lnc Pert Conectial.
Theml H, Diem H, Haflach T. 2004. Color Atlas of Haematology, Practical
Microscopc and Clnical Diagnosis. Stuttgart (DE): Thieme.
Tizard, I R. 1988. Pengantar Imunolgi Veteriner. Soehardjio H dan Masduki,
Penerjemah. Terjemahan dari: Veterinary Imunology. Surabaya (ID):
Airlangga Pr.
Tomaszweska MW, Mastika IM, Djajanegara A, Gardiner S, Wiradaya TR. 1993.
Produksi Kambing dan Domba di Indonesia. Surakarta (ID): Sebelas Maret
University Pr.
Tornquist SJ, Rigas J. 2010. Interpretatio of ruminant leukocyte response. Hlmn
307-313. Didalam: Weiss DJ, Wadrop KJ, editor. Schalm’s Veterinary
Hematology 6th Ed: Iowa (US): Blackwell Pub Ltd.
Wajuanna. 2013. Gambaran Darah Merah Anak Domba yang Dilahirkan oleh
Induk Domba yang Disuperovuasi Sebelum Perkawinan [kripsi]r (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Wahyuni NY, Mayasari N, Abun. 2012. Pengaruh Penggunaan Ekstrak Kulit
Jengkol (Pithecellobium jiringa (Jack) (Prain) Dalam Ransum terhadap
Nilai Hematologi Ayam Broiler. Student E-J. 1(1).

15
Weiss DJ, Wadrop KJ. 2010. Scalm’s Veterinary Hematology. 6th Ed.. Iowa (US):
Blackwell Pub Ltd.
Wolfenshon S, Lyod M. 2003. Handbook of Laboratory Animal Management and
Welfare. 3rd Ed. Oxford (UK): Blackwell Pub Ltd.
Zaenuddin. 2013. Gambaran Sel Darah Putih dan Indeks Stress Ayam Broiler
yang Diberi Sirup Temulawak Plus [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.

16

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Medan Sumatera Utara pada tanggal 27 April 1991,
anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Sardion Darby Siburian dan
Roma Mindo Siregar. Penulis adalah kakak dari Santo Adil dan Bintang
Perjuangan yang meluluskan sekolah di SMA Katolik Santa Maria Berbelas Kasih
pada tahun 2009 dan masuk perguruan tinggi Institut Pertanian Bogor melalui
Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI).
Penulis pernah menjadi staf Pengembangan Sumber Daya Manusia klub
Cybertroon Asrama pada 2009-2010 dan merupakan anggota dari Kemaki
(Keluarga Mahasiswa Katolik IPB) yang menjadi sekretaris II pada kepengurusan
Kemaki (Keluarga Mahasiswa Katolik IPB) tahun 2010-2011 serta anggota divisi
Pelatihan dan Pengembangan organisasi debat IPB, IPB Debating Community
(IDC). Selama kuliah di FKH penulis merupakan anggota dari himpunan profesi
Hewan Kesayangan dan Satwa Akuatik divisi Hewan Eksotik dan Satwa Akuatik
dan Gita Klinika (GK).