Rekonstruksi Perubahan Lingkungan Perairan Laut Jawa Selat Makassar Laut Flores

(1)

REKONSTRUKSI PERUBAHAN LINGKUNGAN PERAIRAN

LAUT JAWA-SELAT MAKASSAR-LAUT FLORES

YANI PERMANAWATI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016


(2)

(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis berjudul Rekonstruksi Perubahan Lingkungan Perairan Laut Jawa-Selat Makassar-Laut Flores adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2016

Yani Permanawati


(4)

RINGKASAN

YANI PERMANAWATI. Rekonstruksi Perubahan Lingkungan Perairan Laut Jawa-Selat Makassar-Laut Flores. Dibimbing oleh TRI PRARTONO, AGUS S. ATMADIPOERA, dan RINA ZURAIDA.

Perairan segitiga Laut Jawa-Selat Makassar-Laut Flores (JMF) dilalui jalur musiman karena adanya sistem monsun dan dilalui jalur Arus Lintas Indonesia atau ARLINDO. Distribusi aliran ARLINDO yang masuk ke Selat Makassar terbagi dua arah aliran karena adanya Ambang Dewakang, satu mengalir ke arah Tenggara melalui Laut Flores, dan lainnya mengalir ke arah Baratdaya melalui Selat Lombok. Sedimen laut dianalisis secara vertikal untuk merekonstruksi perubahan lingkungan saat sedimen terendapkan sebagai pengaruh daratan dan lautan.

Perairan JMF memiliki perbedaan morfologi dasar laut, perbedaan kekuatan arus, dan perbedaan material asal daratan. Sampel inti sedimen Ambang Dewakang (JMF17) mewakili perairan Selat Makassar, kemudian sampel inti sedimen Ambang Selayar (JMF21) mewakili perairan Laut Flores, sedangkan sampel inti sedimen LerengKangean (JMF26A) mewakili perairan Laut Jawa.

Metode penelitian menggunakan metode non destructive berupa pengamatan megaskopis dan pemindaian (scanning), sedangkan metode

destructive berupa pencuplikan sistematis, dianalisis dengan ketebalan 2 cm setiap interval 4 cm. Analisis dilakukan terhadap sembilan variabel, antara lain: rata-rata butir (mean), kecerahan warna sedimen (L*), kerentanan magnet sedimen (Magnetik Susceptibility/MS), karbonat biogenik (BC) berdasarkan pengamatan mikroskopis, karbonat, Karbon Organik Total (total organic carbon/TOC), Nitrogen Total untuk mendapatkan nilai C/N dan rasio unsur dari hasil XRF, yaitu ln K/Ti dan ln Mn/Cl.

Hasil analisis dari sampel inti sedimen masing-masing perairan menunjukkan perbedaan karakter sedimen. Karakter sedimen Ambang Dewakang (JMF17) umumnya dicirikan pengaruh yang kuat dari variable ln K/Ti, BC, C/N, karbonat, dan ln Mn/Cl, menunjukkan pengaruh yang kuat dari daratan dan tingkat kesuburan yang tinggi. Karakter sedimen Ambang Selayar (JMF21) umumnya dicirikan pengaruh yang kuat dari variable TOC dan rata-rata butir, menunjukkan pengaruh yang kuat dari daratan dan tingkat produktivitas yang tinggi. Karakter sedimen Lereng Kangean (JMF26A) umumnya dicirikan pengaruh yang kuat dari variable MS sebagai material yang berasal dari daratan. Kata kunci: sampel inti sedimen, perubahan lingkungan, rekonstruksi, pemindaian,


(5)

SUMMARY

YANI PERMANAWATI. Reconstruction of Environmental Changes in Java Sea-Makassar Strait-Flores Sea. Supervised by TRI PRARTONO, AGUS S. ATMADIPOERA, and RINA ZURAIDA.

Triangle waters of Java Sea-Makassar Strait-Flores Sea (JMF) are traversed by the seasonal pathway and The Indonesian Throughflow or ARLINDO. The seasonal pathway occurs the system of Monsoon. The ARLINDO splited by morphological condition of the Dewakang Sill: Southeastward of the Flores Sea and Southwestward of the Lombok Strait. Sediment cores were analyzed vertically to prediction the reconstruction of environmental changes when sediments deposition by effects of mainland and waters.

JMF’s waters has differences current strength, morphological, and

terrigenous influx. Dewakang Sill’s sediment core (JMF17) coresponding to the Makassar Strait, other Selayar Sill’s sediment core (JMF21) coresponding to the Flores Sea, and then Kangean Slope’s sediment core (JMF26A) coresponding to the Java Sea.

This research used two methods: non-destructive method such as observation of megascopis and scanning, and destructive method such as proxy which used 2 cm thick in 4 cm interval. Analysis conducted by nine variables, they are grain size, brightness sediment (L*), magnetic susceptibility (MS), biogenic carbonate (BC) by microscopic observation, carbonate, total organic carbon (TOC), total nitrogen to get C/N ratio, and ratio of the element XRF results (ln K/Ti and ln Mn/Cl).

The results are each sediment cores showed independent sedimentation process. Dewakang Sill’s core sediment (JMF17) characterized by ln K/Ti, carbonates, BC, C/N, and ln Mn/Cl, showed sediment characteristics of terrigenous and high fertility rates. Selayar Sill’s core sediment (JMF21) characterized by the TOC and main of grain size showed sediment characteristics of terrigenous and high productivity rates. Kangean Slope’s core sediment (JMF26A) characterized by MS showed sediment characteristics of terrigenous. Keywords: samples sediment core, environmental changes, reconstruction, scanning,


(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


(7)

REKONSTRUKSI PERUBAHAN LINGKUNGAN PERAIRAN

LAUT JAWA-SELAT MAKASSAR-LAUT FLORES

YANI PERMANAWATI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Kelautan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016


(8)

(9)

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis yang berjudul Rekonstruksi Perubahan Lingkungan Perairan Laut Jawa-Selat Makassar-Laut Flores. Tesis ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Kelautan.

Pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis tidak lepas dari bantuan dan dukungan dari banyak pihak. Pada kesempatan ini Penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Keluarga besar Bapak Kuswara Koes, Keluarga besar Bapak Syamsudin, Suami, Kakang, dan Ceu-ceu tersayang atas segala do’a, dukungan, kesabaran, dan kasih sayang hingga terwujudnya tesis ini. Semoga pencapaian ini dapat menjadi suatu kebanggaan bagi mereka terhadap Penulis.

2. Bapak Dr Ir Tri Prartono, MSc, Bapak Dr Agus S. Atmadipoera, DESS, dan Ibu Dr Rina Zuraida, ST MSc selaku komisi pembimbing.

3. Ibu Dr Ir Neviati P Zamani, MSc sebagai Ketua Program Studi Ilmu Kelautan sekaligus reviewer gugus kendali mutu, dan Bapak Dr Ir Haryadi Permana sebagai penguji luar komisi pembimbing atas segala koreksi sehingga penyusunan dan penulisan tesis ini menjadi lebih baik lagi.

4. Bapak Dr Ir Ediar Usman, MT sebagai Kepala Pusat Puslitbang Geologi Kelautan, Prof Dr Ir Indra Jaya, MSc, dan Prof Dr Ir Dietriech Geoffrey Bengen, DEA, Bapak Yuan-pin Chang, PhD beserta staf dari National Sun Yat-Sen University dan National Taiwan University, atas bantuan dan fasilitas penelitian selama perencanaan, pelaksanaan, hingga selesai penyusunan tesis. 5. Rekan-rekan di Puslitbang Geologi Kelautan, para Dosen dan teman-teman

Pascasarjana Program Studi Ilmu Kelautan, Departemen Ilmu Teknik Kelautan, Institut Pertanian Bogor, atas bantuan dan dukungannya mulai dari pembelajaran di dalam dan luar kelas, pengambilan sampel, kegiatan laboratorium, masukan saran dan arahannya selama penyusunan tesis.

Semoga tesis ini bermanfaat.

Bogor, September 2016


(11)

DAFTAR ISI

PRAKATA x

DAFTAR ISI xi

DAFTAR TABEL xiii

DAFTAR GAMBAR xiii

DAFTAR LAMPIRAN xiv

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Deskripsi wilayah 1

Variasi komposisi sedimen sebagai pengaruh transpor, deposisi, dan

akumulasi 4

Perumusan Masalah 6

Tujuan Penelitian 7

Manfaat Penelitian 7

Ruang Lingkup Penelitian 7

2 METODE PENELITIAN 8

Pengumpulan Data 8

Penentuan lokasi sampel penelitian 8

Sumber data 10

Bahan 10

Alat 11

Sampling dan posisi 11

Pemindaian 11

Pencuplikan 11

Perlakuan Sampel 11

Prosedur pengambilan sedimen 11

Prosedur preparasi sampel di laboratorium 11

Pemindaian 12

Megaskopis 13

Mikroskopis 13

Besar butir 14

Karbon organik (karbonat, TOC, C/N) 14

Analisis Data 14

3 HASIL DAN PEMBAHASAN 16

Pengendapan di Perairan Ambang Dewakang 16

Karakteristik sedimen secara vertikal 16

Keterkaitan karakteristik sedimen dan indikasi sumber sedimen 24

Pengendapan di Perairan Ambang Selayar 30

Karakteristik sedimen secara vertikal 30

Keterkaitan karakteristik sedimen dan indikasi sumber sedimen 36

Pengendapan di Perairan Lereng Kangean 40


(12)

Keterkaitan karakteristik sedimen dan indikasi sumber sedimen 46 Keterkaitan Karakteristik Sedimen Secara Spasial di Perairan Laut Jawa-

Selat Makassar-Laut Flores (JMF) 51

4 SIMPULAN DAN SARAN 54

Simpulan 54

Saran 55

DAFTAR PUSTAKA 56

LAMPIRAN 61


(13)

DAFTAR TABEL

1 Pertimbanganan penentuan lokasi sampel penelitian 9

2 Sumber data yang digunakan dalam penelitian 10

3 Deskripsi statistik dasar variabel dalam sedimen Ambang Dewakang 19 4 Deskripsi statistik dasar variabel dalam sedimenAmbang Selayar 31 5 Deskripsi statistik dasar variabel dalam sedimenLereng Kangean 42 6 Deskripsi statistik dasar variabel dalam sedimen di perairan JMF 51 7 Perkiraan hasil pengelompokan kesamaan karakteristik sedimen JMF 53

DAFTAR GAMBAR

1 Peta lokasi penelitian. (a) Lokasi pengambilan sedimenberada dalam pengaruh ARLINDO dan monsun (Gordon 2005), (b) Peta 3D mem- perjelas morfologi dasar laut daerah penelitian (sumber peta: GEBCO_ 2014 modifikasi menggunakan perangkat lunak ArcMap 10.2.2 dan

Global Mapper15) 3

2 Kerangka pikir penelitian 7

3 Kerangka kerja penelitian 8

4 Skala warna kecerahan (L*) menurut lightness (value of Munsell colour system) (modifikasi gambar dari manual MSCL Geotek) 12 5 Besar butir sedimen Ambang Dewakang. (a) Sebaran ukuran butir dan

(b) persentase komposisi 17

6 Deskripsi log sedimen Ambang Dewakang dari hasil analisis megaskopis 18 7 Rekam sedimen Ambang Dewakang berdasarkan foto digital, rata-rata

butir, BC, L*, MS, karbonat, TOC, C/N, ln K/Ti, dan ln Mn/Cl 21 8 Perubahan komposisi sedimen pada sayatan oles oleh mikroskopis pada

sedimen Ambang Dewakang (JMF17). (a) kedalaman 188 cm, (b) keda- laman 52 cm, (c) kedalaman 27 cm, dan (d) kedalaman 0 cm 23 9 Pola biplot hasil rekam sedimen Ambang Dewakang 25 10 Hasil cluster hierarki sedimen Ambang Dewakang 27 11 Besar butir sedimen Ambang Selayar. (a) sebaran ukuran butir dan

(b) persentase komposisi 30

12 Deskripsi log sedimen Ambang Selayar dari hasil analisis megaskopis 32 13 Rekam sedimen Ambang Selayar berdasarkan foto digital, rata-rata

butir, BC, L*, MS, karbonat, TOC, C/N, ln K/Ti, dan ln Mn/Cl 33 14 Perubahan komposisi sedimen pada sayatan oles oleh mikroskopis pada

sedimen Ambang Selayar (JMF21). (a) kedalaman 144 cm, (b) kedala- man 64 cm, (c) kedalaman 40 cm, dan (d) kedalaman 0 cm 35 15 Pola biplot hasil rekam sedimen Ambang Selayar 37 16 Hasil cluster hierarki sedimen Ambang Selayar 39 17 Besar butir sedimen Lereng Kangean. (a) Sebaran ukuran butir dan

(b) persentase komposisi 41


(14)

19 Rekam sedimen Lereng Kangean berdasarkan foto digital, rata-rata butir, BC, L*, MS, karbonat, TOC, C/N, ln K/Ti, dan ln Mn/Cl 44 20 Perubahan komposisi sedimen pada sayatan oles oleh mikroskopis pada

sedimen Lereng Kangean (JMF26A). (a) kedalaman 88 cm, (b) kedala- man 64 cm, (c) kedalaman 32 cm, dan (d) kedalaman 0 cm 45 21 Pola biplot hasil rekam sedimen Lereng Kangean 47 22 Hasil cluster hierarki sedimen Lereng Kangean 49 23 Pola biplot hasil rekam sedimen dari perairan JMF 52

DAFTAR LAMPIRAN

1 Skema sirkulasi Arus Lintas Indonesia (Arlindo) di Laut Indonesia

(Gordon 2005) 62

2 Sekala Udden-Wentworth untuk besar butir sedimen (Folk 1980;

Blott & Pye 2001; Nichols 2009) 62

3 Kelimpahan unsur-unsur di kerak bumi dan laut menurut Lide (2005) 63 4 Sampel inti sedimen dari Selat Makassar (JMF17) sepanjang 190 cm,

Laut Flores (JMF21) panjang 148 cm, dan Laut Jawa (JMF26A) panjang sedimen core yang dianalisis sepanjang 88 cm 64

5 Multi Sensor Core Logger (MSCL) Geotek Type S 64

6 Pencuplikan setiap 2 cm pada interval 4 cm 64

7 Perhitungan ln rasio unsur dari XRF 65

8 Perhitungan besar butir 65

9 Perhitungan statistik 66


(15)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sedimen laut merupakan hasil deposisi sedimen berstrata dimana karakter atau sifat materi dipengaruhi oleh sumber pasokan material dan proses selama pengendapan. Sedimen laut memiliki kandungan organik dan anorganik baik terlarut atau tersuspensi (Rifardi 2012) dengan berbagai tekstur sedimen yang memiliki partikel tidak terkonsolidasi (Libes 2009). Karakteristik sedimen laut merupakan rekaman pengendapan sebagai hasil dari interaksi daratan, lautan dan udara (Bruland & Lohan 2004; Segar 2012; Pinet 2014). Pengaruh daratan yang terekam dalam sedimen berupa material asal darat (terrigenous) yang diangkut ke laut oleh sungai maupun limpasan hujan dan keduanya dipengaruhi oleh tingginya curah hujan (Yao et al. 2012; Yun et al. 2015). Pengaruh lautan terekam dalam sedimen berupa pengaruh karakteristik air laut terhadap reaksi fisik dan kimia (Zhou et al. 2014). Dengan demikian, perubahan lingkungan langsung terekam dalam lapisan sampel inti sedimen sehingga memberikan informasi kondisi perubahan lingkungan selama proses pengendapan.

Sedimen laut terdiri dari material-material berbagai sumber (Rifardi 2012). Klasifikasi sumber sedimen laut menurut Pinet (2014) terbagi ke dalam lima kategori. Pertama, sedimen daratan (terrigenous) dengan butiran halus sampai kasar merupakan hasil pelapukan dan erosi dari batuan di daratan. Kedua, sedimen biogenik (biogenous) berbentuk butiran halus sampai kasar berasal dari bagian jasad organisme, seperti kerang dan pecahan cangkang. Ketiga, sedimen hidrogenik (hydrogenous) merupakan partikel-partikel terdeposisi hasil reaksi kimia atau biokimia dalam air laut yang terdekat dengan permukaan dasar laut. Keempat, sedimen vulkanik (volcanogenous) yaitu partikel-partikel yang dilontarkan dari letusan gunungapi, contohnya debu gunungapi. Kelima, sedimen kosmogenik (cosmogenous) berupa butiran sangat kecil, terbawa oleh angin, berasal dari luar angkasa dan telah tercampur dengan terrigenous dan biogenous.

Deskripsi wilayah

Kompleksitas perairan segitiga Laut Jawa-Selat Makassar-Laut Flores (JMF) menjadi alasan ketertarikan untuk diteliti sebagai daerah penelitian (Gambar 1a). Kompleksitas morfologi dasar laut di perairan JMF (Gambar 1b) merupakan hasil dari pengaruh pertemuan antara 3 lempeng litosfer (triple junction plate convergence) yaitu Lempeng Hindia Australia di bagian selatan, Lempeng Eurasia di bagian utara dan Lempeng Pasifik di bagian timur laut (Rahardiawan et al. 2010). Karakteristik sedimen Lereng (Slope) Kangean mewakili sedimen dasar Laut Jawa, sedangkan karakteristik sedimen Ambang Dewakang mewakili sedimen dasar laut Selat Makassar, kemudian karakteristik sedimen Ambang(Sill) Selayar mewakili sedimen dasar Laut Flores.

Kompleksitas perairan JMF ditunjukkan oleh perbedaan karakteristik massa air di lapisan kedalaman (Gambar 1a). Karakter lapisan permukaan dipengaruhi oleh sistem monsun akibat pergantian musim dan karakter lapisan perairan dalam dipengaruhi oleh pergerakan Arus Lintas Indonesia atau ARLINDO (Wyrtki 1961; Gordon et al. 2003; Atmadipoera et al. 2016). ARLINDO adalah sistem


(16)

sirkulasi arus laut global yang membawa massa air dari Samudra Pasifik menuju Samudra Hindia melalui perairan Indonesia, salah satunya melalui perairan Selat Makassar yang banyak membawa massa air laut Pasifik Utara (Safitri et al. 2012).


(17)

(b)

Gambar 1 Peta lokasi penelitian. (a) Lokasi pengambilan sedimen berada dalam pengaruh ARLINDO dan monsun (Gordon 2005), (b) Peta 3D memperjelas morfologi dasar laut daerah penelitian (sumber peta: GEBCO_2014 modifikasi menggunakan perangkat lunak ArcMap 10.2.2 dan Global Mapper15)

Morfologi dasar laut Selat Makassar di sekitar perairan Spermonde dicirikan oleh morfologi dasar laut yang bervariasi sebagai akibat proses geologi yang rumit (Gambar 1b). Salah satu akibat proses geologi adalah terbentuk kanal timur dan kanal barat di dasar laut bagian selatan Selat Makassar yang terhalang oleh Ambang Dewakang, sehingga aliran ARLINDO hanya terbatas sampai kedalaman ambang yaitu 680 m (Gordon et al. 2003; Atmadipoera et al. 2016). Keberadaan ambang dan kanal dalam kondisi batimetri di sekitar Spermonde menyebabkan bercabangnya ARLINDO menuju Samudera Hindia (Lampiran 1), satu cabang mengalir melalui kanal timur menuju Laut Flores kemudian Laut Banda dan keluar di Laut Timor dan Selat Ombai, dan cabang lainnya mengalir melalui kanal barat kemudian menuju Selat Lombok (Gordon 2005; Susanto et al. 2012; Radjawane et al. 2014).

Sistem monsun akibat pergantian musim mempengaruhi sirkulasi arus lapisan permukaan sehingga terjadi dua kali dalam setahun dengan arah berlawanan (Gambar 1a). Monsun dingin Asia (monsun baratlaut) menyebabkan musim hujan terjadi sekitar bulan Desember-Januari-Februari, transisi monsun dingin Australia terjadi sekitar bulan Maret-April-Mei, monsun panas Australia (monsun tenggara) menyebabkan musim kemarau terjadi sekitar bulan Juni-Juli-Agustus, dan transisi monsun Asia terjadi sekitar bulan September-Oktober-November (Visser et al. 2004; Safitri et al. 2012). Pada kondisi tertentu, massa air dari Laut Flores bertemu dengan massa air yang keluar dari Selat Makassar dan mengalir bersama ke Laut Jawa (Ilahude & Gordon 1996; Gordon 2005).


(18)

Kekuatan arus dan jarak dari pantai dan sungai berpengaruh terhadap distribusi dan deposisi sedimen dari daratan (Nugroho & Basit 2014; Yun et al.

2015). Lokasi pengambilan tiga sampel inti sedimen terukur secara geografis dari perangkat lunak ArcMap (Gambar 1a). Lokasi pertama berjarak sekitar 337 Km dari daratan kota Kotabaru di sebelah Barat (Propinsi Kalimantan Selatan) dan sekitar 73 Km dari kota Makassar di sebelah Timur (Propinsi Sulawesi Selatan). Lokasi kedua berjarak sekitar 79 Km dari kota Jeneponto di sebelah Utara (Propinsi Sulawesi Selatan) dan sekitar 69 Km dari kota Benteng di sebelah Timur (Propinsi Sulawesi Selatan). Lokasi ketiga berjarak sekitar 109 Km dari kota Singaraja di sebelah Barat Daya (Propinsi Bali) dan sekitar 32 Km dari kota Kayuwaru di sebelah Utara (Propinsi Jawa Timur).

Secara umum kecepatan sedimentasi di perairan Laut Jawa-Selat Makassar-Laut Flores (JMF) dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya: jenis dan ukuran sedimen, energi transpor di perairan, dan batimetri. Lokasi pengambilan sampel inti sedimen termasuk dalam wilayah lereng benua pada kedalaman batial (Segar 2012). Kecepatan sedimentasi akan terus menurun seiring meningkatnya kedalaman (Libes 2009), contohnya pada kedalaman 1855 m di perairan Selat Makassar bagian selatan tepatnya 4o 41.33’S-117o 54.17’E memiliki kecepatan sedimentasi relatif rendah, yaitu sekitar 25 cm/1000 tahun (Visser et al. 2004).

Variasi komposisi sedimen sebagai pengaruh transpor, deposisi, dan akumulasi

Penelitian mengenai rekam sedimen telah banyak dilakukan. Hasil penelitian bergantung kepada waktu, metode, dan batas cakupan pembahasan penelitian. Penelitian-penelitian tersebut mengungkap perubahan lingkungan, antara lain terkait dengan: sumber asal sedimen (Gingele et al. 2001; Pinet 2014), perbedaan dampak pada ekosistem laut (Guinotte & Fabry 2008), variasi temperatur permukaan laut (Chang et al. 1999), iklim masa lalu (Chang et al.

2005; Yao et al. 2012; Zuraida et al. 2015a), variasi dalam sirkulasi arus laut (Piotrowski et al. 2005), letusan gunungapi (Buhring & Sarnthein 2000), fluktuasi permukaan laut (Siddall et al. 2003), pengaruh siklus glasial-interglasial terhadap vegetasi (Visser et al. 2004), periodesitas tinggi material asal daratan (Briones & Villalobos 2009), perbedaan tekstur alami dari sedimentasi akibat aktifitas manusia (Qiao et al. 2011), distribusi dan komposisi sebagai implikasi dari kondisi paleoseanografi (Sanchez et al. 2013), serta distribusi pengaruh monsun (Yun et al. 2015).

Keanekaragaman ukuran besar butir (grain size) terdeposisi ditentukan melalui pemilahan. Ukuran rata-rata butir sedimen (mean) sebagai hasil pemilahan berhubungan erat dengan dinamika transpor dan deposisi. Pendeposisian sedimen terjadi karena faktor transpor material pelapukan dari daratan ke laut dan faktor transpor yang terjadi di dalam laut (Manengkey 2010). Transpor sedimen terjadi jika gaya pendorong lebih besar dari gaya kritis dan gaya angkat lebih besar dari berat terendam (Widjojo 2010). Energi transpor mempengaruhi bentuk material asal dan berpindah dengan waktu pada jarak berbeda dari sumbernya akibat kekuatan energi transpor yang sama (Blott & Pye 2001; Rifardi 2012). Oleh karena itu, partikel kasar akan diendapkan dekat sumber sedimen dan partikel halus akan masuk ke perairan yang relatif lebih jauh


(19)

dan/atau dalam. Peneliti-peneliti sedimen umumnya menggunakan ukuran besar butir pada sekala Udden-Wentworth dalam satuan phi ( ) (Lampiran 2).

Variasi jenis dan komposisi sampel inti sedimen menunjukkan kondisi perubahan lingkungan. Perubahan karakter sedimen mencerminkan perubahan sumber material dan proses pengendapan. Perubahan lingkungan berdasarkan variasi komposisi dihubungkan dengan perubahan warna kecerahan sedimen (L*). Penyebab perubahan L* selain berhubungan dengan konsentrasi material asal daratan (Yao et al. 2012) juga berhubungan dengan jumlah kandungan karbonat (Rogerson et al. 2006). Analisis kimia dapat digunakan untuk mengukur kandungan sedimen laut yang terlarut maupun tersuspensi. Indikasi material asal daratan dapat dilakukan dengan mengukur sifat kerentanan magnet sedimen (Magnetik Susceptibility/MS) (Zhou et al. 2014), material organik (Chang et al. 2005; Briones & Villalobos 2009; Manengkey 2010), dan anorganik (Segar 2012).

Setiap jenis batuan memiliki sifat dan karakteristik tingkat kemagnetan yang berbeda. Kemampuan suatu benda untuk termagnetisasi dalam sebuah medan magnet dimanifestasikan sebagai kerentanan magnet sedimen (MS). Semakin besar kandungan mineral magnetik di dalam batuan, akan semakin besar harga kerentanannya. Nilai MS tinggi menandakan batuan berasal dari material batuan sebagai indikator sedimen daratan (Zhou et al. 2014).

Material organik umumnya berasal senyawa karbon yang terbentuk secara alamiah. Material organik dalam sedimen laut terdiri dari dua tipe karbon organik (organic carbon/OC) yaitu material OC dari daratan yang terbawa oleh limpasan hujan atau sungai, dan material OC dari lautan berupa hasil produksi organisme laut (biogenous) seperti karbonat biogenik(contohnya berupa foram dan moluska) (Yun et al. 2015; Segar 2012; Pinet 2014). Material OC ditunjukkan oleh Karbon Organik Total (total organic carbon/TOC) dan Nitrogen Total (TN) untuk mengetahui siklus karbon dihubungkan dengan proses diagenesis (Briones & Villalobos 2009) sebagai hasil proses di kolom sedimen. Nilai karbonat dalam sedimen berasal dari selisih Total Karbon (TC) dengan TOC (Chang et al. 2005). Nilai karbonat memprediksi sumber karbonat sebagai hasil proses fisik dan kimia selama di kolom air sehingga terdeposisi dalam sedimen. Rasio OC terhadap nitrogen (C/N) adalah salah satu cara untuk membedakan bahan organik secara kualitatif antara sumber darat atau laut. Batas rasio C/N bahan organik cair bernilai sekitar 4-10 dan bahan organik asal daratan menurut Visser et al. (2004) dan Yu et al. (2015) menyebutkan lebih besar dari 20 sedangkan Briones dan Villalobos (2009) menyebutkan lebih besar dari 15. Nilai C/N dalam tesis ini menunjukkan bahan organik asal daratan bernilai lebih besar dari 15.

Material anorganik umumnya berasal dari material alam yang tidak semuanya mengandung senyawa karbon. Lide (2005) mengungkap nilai kelimpahan unsur-unsur di kerak bumi dan laut (Lampiran 3). Secara umum, Segar (2012) mengelompokan unsur-unsur berdasarkan kelimpahannya dalam tiga bagian, unsur utama/major element (kelimpahan >100 ppm), unsur minor/minor element (kelimpahan 1-100 ppm) dan unsur jejak/trace element (selain unsur-unsur utama dan minor yang memiliki kelimpahan <1 ppm). Keterdapatan unsur-unsur utama, minor, dan jejak dapat menelusuri asal deposit melalui pemilihan unsur dari XRF (X-Ray Fluorescence) resolusi tinggi yang telah banyak dilakukan beberapa peneliti (Haschke 2006; Croudace et al. 2006; Thomson et al. 2006). Penerapan metode ini akan mendapatkan hasil terbaik pada sedimen berpartikel


(20)

halus (lempung-lanau) dibandingkan pasir berukuran kasar karena pengaruh dari permukaan sedimen yang tidak homogen (Hennekam & Lange 2012).

Perbedaan karakteristik sedimen akibat dari perbedaan jenis, komposisi, dan konsentrasi dianalisis mengunakan analisis multivariat PCA (Principal Component Analysis) untuk mencerminkan interpretasi variabel penciri utama sedimen. Minimalisir perbedaan karakter sedimen menggunakan analisis cluster

berdasarkan hasil PCA melalui pengelompokan sedimen yang dianggap homogen karena variabel penciri yang kuat. Karakter sedimen yang homogen akan ditunjukkan oleh jarak kesamaan. Semakin besar kesamaan karakter sedimen akan semakin dekat jarak kesamaan. Jarak kesamaan pada dendrogram merupakan jarak yang menunjukkan nilai kelompok cluster dengan karakter yang sama (Bengen 2000).

Perumusan Masalah

Kondisi perairan segitiga Laut Jawa-Selat Makassar-Laut Flores (JMF) dengan perbedaan faktor pengaruh daratan maupun lautan menjadi dasar penentuan hipotesis (Gambar 1 dan Tabel 1). Hipotesis penelitian ini adalah sampel inti sedimen perairan JMF akan menunjukkan perbedaan karakteristik sedimen yang disebabkan oleh perbedaan sumber sedimen dan proses pengendapan.

Daerah penelitian Laut Jawa-Selat Makassar-Laut Flores (JMF) merupakan perairan yang kompleks dengan ciri sebagai berikut:

1. Perairan JMF berada di wilayah batial merupakan hasil tumbukan 3 lempeng benua. Morfologi dasar laut membentuk ambang dan kanal yang berpengaruh pada aliran air laut. Topografi daratan menunjukkan kondisi geologi yang kompleks tersusun oleh jenis batuan yang berbeda. Batuan ini mengalami pengikisan, pengangkutan kemudian terdeposisi di laut sebagai salah satu komponen sedimen asal daratan.

2. Perbedaan morfologi dasar laut menyebabkan perubahan kekuatan dan arah ARLINDO (Gambar 1a dan 1b) mempengaruhi deposisi sedimen di ketiga lokasi penelitian.

3. Perbedaan kondisi perairan menghasilkan rekam sedimen yang berbeda di setiap lokasi penelitian. Perbedaan tersebut dikondisikan karena beda jarak dengan daratan, beda kondisi geologi di darat, beda komposisi jenis-jenis material asal daratan yang terendapkan, beda bathimetri, beda kekuatan arus, dan beda komposisi dan jenis material asal lautan.

Pemahaman karakter sedimen dasar laut diharapkan dapat merekonstruksi perubahan lingkungan saat terjadi sedimentasi di Laut Jawa-Selat Makassar-Laut Flores (JMF). Oleh karena itu, perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah keterdapatan Ambang Dewakang yang membentuk cabang aliran

massa air mempengaruhi karakteristik sedimen di Ambang Dewakang, Ambang Selayar dan Lereng Kangean?

2. Perubahan karakteristik sedimen menunjukkan adanya perubahan lingkungan pada saat sedimen terdeposisi. Bagaimana proses yang terjadi disetiap lokasi, dan apakah masing-masing lokasi mengalami proses perubahan yang sama?

Batasan rumusan penelitian tesis menganalisis perubahan lingkungan sampel inti sedimen berdasarkan energi (tercermin pada rata-rata butir), komposisi


(21)

sedimen (tercermin pada warna kecerahan sedimen (L*), kerentanan magnet (Magnetic Susceptibility/MS), karbonat biogenik (Biogenic Carbonate/BC) berdasarkan pengamatan mikroskopis, karbonat, dan karbon organik total (total organic carbon/TOC)), dan pengaruh yang kuat dari daratan atau lautan (tercermin pada C/N, ln K/Mn, dan ln Mn/Cl).

Tujuan Penelitian

Rekonstruksi perubahan lingkungan di perairan Laut Jawa-Selat Makassar-Laut Flores (JMF) dilakukan dengan tujuan penelitian, sebagai berikut:

1. Menunjukkan karakteristik sedimen secara vertikal. 2. Memahami keterkaitan karakteristik sedimen. 3. Menunjukkan sumber sedimen yang terendapkan.

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah untuk mengumpulkan data dan informasi awal kondisi lingkungan perairan JMF yang memiliki perbedaan karakteristik sedimen. Implikasi dari data dan informasi hasil penelitian adalah sebagai bahan untuk merekonstruksi perubahan lingkungan perairan karena adanya perubahan kondisi energi arus, komposisi sedimen, dan pengaruh kuat sumber dari daratan atau lautan dalam proses sedimentasi.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian menerangkan kerangka pikir (Gambar 2). Kerangka pikir untuk merunut proses sedimentasi material melalui analisis fisik dan kimia sedimen yang dilakukan dalam penelitian tesis.


(22)

2

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan dua jenis metode, yaitu metode non destructive

(pengamatan megaskopis dan pemindaian/scanning) dan metode destructive

(pencuplikan sistematis). Pemindaian dianggap efektif karena tidak merusak, terukur secara menerus (kontinyu) setiap 1 cm dan dalam waktu relatif cepat (Croudace et al. 2006; Thomson et al. 2006; Yao et al. 2012) untuk mendapatkan foto digital, warna kecerahan sedimen (L*), kerentanan magnet sedimen (Magnetic Susceptibility/MS), dan XRF (X-Ray Fluorescence). Pencuplikan sistematis untuk mendapatkan data kandungan karbonat biogenik (biogenic carbonate/BC) berdasarkan pengamatan mikroskopis, besar butir, kandungan karbonat, Karbon Organik Total (total organic carbon/TOC) dan Nitrogen Total (TN) untuk mendapatkan rasio C/N. Kerangka kerja penelitian dapat dilihat pada Gambar 3. Kerangka kerja digunakan untuk memberikan gambaran tahapan kerja penelitian.

Gambar 3 Kerangka kerja penelitian

Pengumpulan Data

Penentuan lokasi sampel penelitian

Pengambilan lokasi sampel inti sedimen ditentukan berdasarkan pertimbangan lingkungan perairan Laut Jawa-Selat Makassar-Laut Flores (JMF). Sampel diambil dari tiga perairan yang mewakili lokasi penelitian (Tabel 1).


(23)

Table 1 Pertimbanganan penentuan lokasi sampel penelitian No. Sampel Inti

Sedimen Kondisi Perairan

1.

Ambang Dewakang (JMF-17) sepanjang 190 cm

Sampel inti JMF17 mewakili kondisi Selat Makassar diambil pada kedalaman 763 m pada koordinat 118º48’53,65” BT dan 4º50’20,43” LS, lokasi ini berdekatan dengan perairan Spermonde yang ditutupi batugamping dan terumbu karang (Sukamto & Supriatna 1982; Imran et al. 2013). Lokasi termasuk wilayah lereng benua pada kedalaman batial (Segar 2012) memiliki morfologi dasar laut yang komplek (Rahardiawan et al. 2010) salah satunya adalah adanya ambang dan kanal. Ambang Dewakang terdapat di bagian selatan Selat Makassar. Ambang ini mempengaruhi aliran ARLINDO dalam mendistribusikan air laut sehingga aliran ARLINDO terbagi menjadi dua arah (Gordon et al. 2003; Gordon 2005) melalui kanal barat dan timur yang berada di bagian selatan Selat Makassar.

2.

Ambang Selayar (JMF-21) sepanjang 148 cm

Sampel inti JMF21 mewakili kondisi Laut Flores yang diambil pada kedalaman 1322 m pada koordinat 119º52’15,60” BT dan 6º23’01,93” LS. Lokasi termasuk wilayah lereng benua pada kedalaman batial (Segar 2012). Sedimen asal daratan berdasarkan Peta Geologi Lembar 2010, 2109 dan 2110 (Sukamto & Supriatna 1982) berukuran lempung-lanau terdiri dari endapan sedimen dan batuan gunungapi (Imran et al. 2013) dengan morfologi dasar laut yang komplek (Rahardiawan et al. 2010). Perairan ini merupakan salah satu percabangan ARLINDO dari Selat Makassar ke Laut Flores melalui kanal timur (Gordon 2005; Atmadipoera et al. 2016).

3.

Lereng Kangean (JMF-26A) sepanjang 88 cm

Sampel inti JMF26A mewakili kondisi Laut Jawa yang diambil pada kedalaman 632 m pada koordinat 115º36’25,20” BT dan 7º16’29,03” LS, Lokasi termasuk wilayah lereng benua pada kedalaman batial (Segar 2012) terlindung dari salah satu jalur percabangan ARLINDO dari Selat Makassar ke Laut Jawa melalui kanal barat (Gordon 2005; Atmadipoera et al. 2016). Sedimen dominan berukuran lempung-lanau dan tinggi suplai sedimen dari daratan (Helfinalis 2005).


(24)

Sumber data

Jenis data yang digunakan berupa data primer dan data sekunder. Rincian sumber data disajikan dalam Tabel 2.

Table 2 Sumber data yang digunakan dalam penelitian

Bahan

Bahan penelitian berupa sampel inti sedimen dasar laut dari Selat Makassar (JMF17) dengan panjang 190 cm, dari Laut Flores (JMF21) dengan panjang 148 cm, dan dari Laut Jawa (JMF26A) dengan panjang 88 cm (Lampiran 4). Jumlah cuplikan untuk masing-masing analisis sebanyak 107 sampel yang terdiri dari: 48 sampel dari JMF17, 37 sampel dari JMF21, dan 22 sampel dari JMF26A. Perbedaan panjang sampel inti sedimen karena kondisi ketiga lokasi berada wilayah batial (200-2000 meter) (Segar 2012) dengan perbedaan jenis sedimen pada kondisi kemiringan dasar laut yang berbeda, yaitu JMF17 dan JMF21 merupakan ambang, sedangkan JMF26A merupakan lereng.

Jenis Data Sumber

Data

Sifat Data

Tempat

Melakukan Satuan

Prime

r Sekunder

Peta Lokasi Survei Survei JMF

2015, P3GL V

P3GL

Bandung Peta Peta digital batimetri

Indonesia

GEBCO

2014 V IPB Peta

Peta Geologi Puslitbang

Geologi V

P3GL

Bandung Peta

Megaskopis Survei JMF

2015, P3GL V

P3GL Bandung dan Cirebon Data log Karbonat biogenik

dari hasil mikroskopis (BC)

Survei JMF 2015, P3GL V

P3GL

Bandung %

Warna kecerahan (L*) Survei JMF

2015, P3GL V P3GL Cirebon -

Kerentanan Magnet (MS)

Survei JMF

2015, P3GL V P3GL Cirebon SI

X-Ray Fluorescence

(XRF)

Survei JMF

2015, P3GL V P3GL Cirebon ppm

Besar butir dan karbon organik (karbonat,

TOC, C/N)

Diluar survei JMF 2015,

P3GL

V NSYSU dan


(25)

Alat

Sampling dan posisi

Alat yang digunakan untuk pengambilan sampel inti sedimen adalah gravity corer sepanjang 2 meter. Posisi koordinat geografis lokasi sampel ditentukan menggunakan C-Nav yang diproses oleh GeoNav dari sistem navigasi kapal GM3.

Pemindaian

Pemindaian dilakukan bersamaan untuk mendapatkan foto digital sedimen, warna kecerahan (L*), kerentanan magnet (MS), dan X-Ray Fluorescence (XRF). Alat yang digunakan adalah sistem rangkaian alat sensor Multi Sensor Core Logger (MSCL) Geotek Handheld Type S. Sensor untuk data L* menggunakan

Konica-Minolta CM2600d. Sensor untuk data MS menggunakan Bartington MS2E point sensor yang menghasilkan medan magnet intensitas rendah (sekitar 80A/m RMS) melalui rangkaian sensor osilator. Sensor untuk data XRF menggunakan Olympus Innov-X Handheld XRF Spectrometer (Manual MSCL Geotek).

Pencuplikan

Cuplikan sedimen memerlukan perlakuan khusus sesuai peruntukan masing-masing analisis, antara lain: mikroskopis, besar butir, TOC dan TN. Pengamatan megaskopis dan mikroskopis dilakukan di Laboratorium Contoh Inti P3GL di Cirebon dan Bandung dengan menggunakan mikroskop jenis binokuler, panduan komparator besar butir (PSG, KESDM) dan buku manual Munsell Soil Color Charts (1994). Analisis besar butir dilakukan di Oceanography Laboratory, National Taiwan University dengan menggunakan alat Grain Size Laser Diffraction Particle Size analyzer (LS 13 320). Analisis OC (karbonat, TOC dan C/N) dilakukan di Micropaleontology Laboratory dan Stabile Isotope Geochemistry Laboratory, National Sun-Yat Sen University Taiwan dengan menggunakan alat Elemental Analyser dari Thermo Scientific model Delta V FLASH 2000.

Perlakuan Sampel

Prosedur pengambilan sedimen

Prosedur pengambilan sampel inti sedimen berdasarkan standar pengambilan di atas kapal RV Geomarin 3, P3GL, KESDM (Zuraida et al.

2015b). Setelah di atas kapal, sampel kemudian dikemas tertutup untuk menjaga keutuhan sampel dan disimpan dalam kamar pendingin untuk menjaga kelembaban sampel. Sampel kemudian dikemas dimasukkan ke dalam kotak kayu selama pengiriman agar terhindar goncangan yang dapat merusak kondisi sampel selama perjalanan menuju Laboratorium Contoh Inti P3GL di Cirebon.

Prosedur preparasi sampel di laboratorium

Sampel inti kemudian dibelah menjadi 2 (dua) bagian. Satu bagian dipakai untuk metode pemindaian oleh Multi Sensor Core Logger (MSCL) Geotek tipe S


(26)

(Lampiran 5), sedangkan satu bagian lainnya digunakan untuk metode pencuplikan dengan ketebalan 2 cm setiap interval 4 cm (Lampiran 6). Tahapan preparasi sampel sedimen setiap cuplikan dilakukan sesuai peruntukan masing-masing analisis.

Pemindaian

Pemindaian dilakukan untuk mendapatkan foto digital sedimen, warna kecerahan (L*), kerentanan magnet (MS), dan X-Ray Fluorescence (XRF). Pengukuran L* menggunakan pantulan cahaya dari permukaan sampel diterima oleh detektor pada sudut 8º terhadap sudut normal permukaan. Prinsip pengukuran melalui pengumpulan cahaya oleh detektor. Cahaya yang terukur merupakan warna kecerahan sedimen (L*) menurut lightness (value of Munsell colour system) (Gambar 4).

Gambar 4 Skala warna kecerahan (L*) menurut lightness (value of Munsell colour system) (modifikasi gambar dari manual MSCL Geotek)

Pengukuran MS dilakukan dengan menghasilkan medan magnet intensitas rendah (sekitar 80A/m RMS) melalui rangkaian sensor osilator. Prinsip pengukuran berdasarkan material yang memiliki MS di sekitar dekat sensor menyebabkan perubahan frekuensi osilator. Rangkaian elektronik mengubah informasi frekuensi ke nilai-nilai MS (manual MSCL Geotek) ke dalam satuan unit SIx10-5.


(27)

Pengukuran XRF menggunakan prinsip bahwa foton merupakan energi tinggi dari sinar-X “primer” yang dipancarkan dari sumbernya yaitu tabung X-ray di dalam alat. Elektron yang tidak stabil yang berasal dari luar orbital masuk ke dalam ruang kosong di bagian dalam orbital membuat konfigurasi elektronik yang lebih stabil. Elektron dari luar orbital (energi yang lebih tinggi) bergerak ke dalam orbital (energi yang lebih rendah) memancarkan sinar-X bermuatan foton

“sekunder” yang merupakan karakteristik dari elemen tertentu berkaitan dengan perbedaan energi foton “sekunder”. Fenomena ini disebut fluorescence (manual MSCL Geotek). Nilai unsur-unsur hasil XRF disajikan dalam satuan part per million (ppm). Pemilihan unsur pembilang atau penyebut dalam melakukan analisis rasio unsur dari hasil pemindaian XRF hingga saat ini tidak ada aturan baku (Haschke 2006; Croudace et al. 2006; Thomson et al. 2006). Pengurangan efek bias unsur terukur dari XRF karena matriks keberadaan unsur lain menggunakan persamaan logaritma dari rasio kelimpahan (ln-rasio) (Weltje & Tjallingii 2008; Hennekam & Lange 2012). Persamaan yang digunakan dalam analisis rasio unsur berdasarkan Weltje dan Tjallingii (2008), sebagai berikut:

(1) dimana:

r = korelasi unsur 1-2; P1 = unsur pembilang XRF; P2 = unsur penyebut XRF;

U1 = unsur pembilang rasio; U2 = unsur penyebut rasio

Penelitian tesis ini melakukan rasio unsur dari hasil pemindaian XRF menggunakan rasio ln K/Ti dan ln Mn/Cl, bermaksud untuk menggambarkan indikator antara unsur pengaruh dominan daratan dan lautan. Rasio unsur ln K/Ti sebagai indikator umum komponen asal daratan, sedangkan ln Mn/Cl sebagai kontrol dominan kondisi paleoseanografi karena K (Kalium/Potasium) merupakan unsur utama yang mewakili mineral lempung, Ti (Titanium) merupakan unsur utama yang merupakan indikator komponen asal daratan, Mn (Mangan) merupakan indikator paleoredoks dan Cl (Chlorine) menunjukkan kondisi dengan salinitas tertentu yang terekam dalam air pori (Yao et al. 2012). Segar (2012) menyebutkan bahwa Cl memiliki konsentrasi paling banyak sebagai unsur utama salinitas (Cl=19.400 mg/kg) dapat bertahan paling lama (Cl=80.000.000 tahun).

Megaskopis

Deskripsi megaskopis mempersingkat waktu dalam memperoleh informasi pokok dilakukan dengan mengamati keseluruhan sampel sedimen secara kasat mata. Pemerian berdasarkan panduan komparator besar butir (PSG, KESDM) dan buku manual Munsell Soil Color Charts (1994). Data sebagai data log sampel inti sedimen terdiri dari ukuran butir, warna, dan komposisi kelimpahan materialnya.

Mikroskopis

Pemerian dilengkapi hasil sayatan oles (smear slides) untuk mengetahui komposisi sedimen (Dewi & Darlan 2008). Hasil pengamatan mikroskopis memberikan komposisi karbonat biogenik (BC) dengan sekala ukur panduan komparator PSG, KESDM.


(28)

Besar butir

Preparasi sampel sedimen untuk analisis besar butir atau granulometri (Zhou

et al. 2014) melalui tahapan: penambahan larutan HCl untuk menghilangkan karbonat, penambahan larutan H2O2 untuk menghilangkan material organik, kemudian penambahan larutan (NaPO3)6 untuk menghilangkan garam dengan memisahkan ikatan partikel-pertikel. Sampel kemudian dianalisis dengan Laser Diffraction Particle Analyzer yang memberikan volume setiap fraksi ukuran butir. Perhitungan ukuran butir rata-rata butir (mean) menggunakan persamaan:

Rata-rata butir (mean) = exp ((ln d16 + ln d50 + ln d84)/3) (2) Nilai rata-rata butir kemudian diplot ke dalam bentuk profil grafik dan bagan segitiga pasir-lempung-lanau dalam satuan persen. Hasil analisis besar butir disajikan dalam nilai rata-rata butir dengan sekala (phi) Udden-Wentworth (Folk 1980; Blott & Pye 2001; Nichols 2009) yang didapat dari persamaan:

d( )= -log2 D (3)

dimana:

d = diameter kesesuaian ( ); D = diameter partikel (µm)

Karbon organik (karbonat, TOC, C/N)

Analisis karbon organik dilakukan menggunakan metode CHN (Visser et al. 2004; Chang et al. 2005; Sanchez et al. 2013; Camacho et al. 2014). Preparasi sampel diawali dengan tahap pengeringan menggunakan freeze-drier kemudian dihaluskan hingga butiran mencapai ukuran mesh 200. Sampel dimasukkan ke dalam kapsul timah (ukuran 0.5x1 cm) sekitar 0.2 gram sampel sedimen kemudian dilakukan pengukuran untuk mendapatkan nilai total karbon (TC). Sampel yang tersisa kemudian dipreparasi dengan menambahkan 10 ml HCl (1N) untuk menghilangkan material karbon inorganik dan sekitar 0.2 gram sampel sedimen dikemas ke dalam kapsul timah untuk mendapatkan nilai TOC dan TN. Nilai TOC relatif berbanding terbalik dengan karbonat karena nilai karbonat dalam sedimen berasal dari selisih TC dengan TOC yang dikalikan dengan persen berat atom karbon. Persamaan tersebut sebagai berikut (Chang et al. 2005):

TIC (%) = TC (%) - TOC (%) (4) Karbonat (%) = TIC (%) x (100/12) (5)

C/N = TOC/TN (6)

dimana:

TC = Total Karbon; TN= Total Nitrogen; TOC = Total Karbon Organik; TIC = Total Karbon Anorganik; 12 = berat atom C

Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan beberapa perangkat lunak. Analisis statistik menggunakan perangkat lunak Microsoft Excel, PAST


(29)

informasi lokasi menggunakan ArcMap 10.2.2 dan Global Mapper 15. Analisis data pemindaian menggunakan rangkaian sistem perangkat lunak MSCL Geotek. Analisis sebaran ukuran besar butir berdasarkan bagan segitiga menggunakan PAST. Pembuatan grafik profil vertikal menggunakan MS Excell versi 2013. Profil vertikal sedimen digunakan untuk mengungkap karakteristik setiap sedimen perairan Laut Jawa-Selat Makassar-Laut Flores (JMF), diidentifikasi dari sifat fisik dan kimia. Sifat fisik sedimen yang diamati adalah ukuran besar butir, warna kecerahan (L*), jenis dan komposisi sedimen berdasarkan pengamatan megaskopis dan mikroskopis, serta kerentanan magnet (MS). Sifat kimia sedimen yang diamati adalah karbonat, TOC, C/N, dan rasio unsur dari hasil XRF.

Pembahasan hasil analisis variabel berdasarkan penafsiran karakter sedimen yang ditunjukkan dalam masing-masing profil variabel secara vertikal. Hasil deskripsi megaskopis ditampilkan sebagai data log sedimen sedangkan hasil pengamatan mikroskopis memberikan persentase kelimpahan BC yang diukur dari kandungan foram dan moluska berdasarkan komparator yang dikeluarkan oleh PSG KESDM. Warna kecerahan (L*) memiliki rentang nilai 0-100, nilai 0 pada L* berarti gelap sedangkan nilai 100 berarti terang (Gambar 4). Pada saat L* terang menunjukkan konsentrasi komposisi karbonat (Rogerson et al. 2006) sedangkan pada saat L* gelap menunjukkan konsentrasi komposisi asal daratan (Yao et al. 2012). Pengendapan material asal daratan dapat dipengaruhi oleh jarak lokasi dari pantai dan sungai (Yun et al. 2015). Perbedaan ukuran butir yang terendapkan karena adanya pengaruh faktor energi transpor, yaitu faktor terhadap material asal daratan dan faktor yang terjadi di dalam laut (Widjojo 2010; Manengkey 2010; Blott & Pye 2001; Rifardi 2012). Sedimen berukuran butir pasir (-1 -4 ) ditafsirkan terdeposisi di dekat sumber sedimen dibandingkan dengan sedimen berukuran halus (lempung-lanau, <4 ) dalam arus dengan kekuatan sama (Folk 1980; Blott & Pye 2001; Nichols 2009; Zuraida et al.

2015b). Variabel MS menandakan batuan berasal dari daratan berupa batuan yang tersingkap di daratan kemudian terkikis sehingga terdeposisi di lautan (Zhou et al.

2014). Semakin besar kandungan MS menandakan semakin tinggi material asal daratan membawa mineral magnetik sehingga terdeposisi sebagai hasil batuan dan terbawa limpasan air hujan atau sungai (Yun et al. 2015). Variabel-variabel tersebut merupakan beberapa sifat fisik sedimen yang diamati.

Sifat kimia sedimen yang diamati adalah karbon organik (OC) dan rasio unsur dari hasil XRF. Variabel OC dianalisis untuk mengetahui sumber OC yang terukur dalam karbonat, TOC, dan rasio C/N (persamaan 6). Kelimpahan kandungan N sebagai faktor kesuburan perairan menggambarkan perairan yang subur dimanfaatkan maksimal oleh organisme laut. Nilai TOC sebagai indikasi produktivitas perairan (Souza et al. 2012; Sanchez et al. 2013). Produktivitas perairan adalah kecepatan produksi organisme dalam memanfaatkan energi yang terdapat di perairan. Nilai C/N>15 menunjukkan kecenderungan mengandung bahan organik asal daratan sebagai kompilasi batas rasio (Visser et al. 2004; Yu et al. 2015; Briones & Villalobos 2009). Rasio unsur (ln-rasio) dilakukan untuk mengurangi efek bias karena matriks (Weltje & Tjallingii 2008; Haschke 2006; Croudace et al. 2006; Thomson et al. 2006; Hennekam & Lange 2012).

Sifat fisika dan kimia setiap variabel menunjukkan perbedaan perubahan lingkungan saat sedimen terdeposisi. Analisis statistik dianggap sebagai alat bantu yang penting dalam meminimalisir kesalahan atau meningkatkan objektifitas


(30)

dalam menilai perbedaan perubahan setiap variabel yang dianalisis. Perbedaan ini diminimalisir dengan mencari kesamaan karakteristik sedimen melalui analisis multivariat PCA (Principal Component Analysis) untuk menginterpretasikan sumbu utama sebagai variabel penciri utama karakteristik sedimen. Pengelompokan sedimen menggunakan analisis cluster berdasarkan kesamaan karakter yang dianggap homogen. Klasifikasi cluster hierarki ditunjukkan dendrogram sebagai sekala tingkatan jarak kesamaan. Semakin besar kesamaan karakter sedimen maka semakin dekat jarak kesamaan (Bengen 2000). Jarak kesamaan dendrogram menunjukkan kelompok perubahan lingkungan berdasarkan pengaruh dominan variabel penciri karakter sedimen.

3

HASIL DAN PEMBAHASAN

Proses pengendapan sedimen berhubungan dengan waktu, sehingga pembacaan analisis secara vertikal setiap variabel dimulai dari bagian bawah sedimen. Perbedaan karakter sedimen disebabkan oleh kondisi perubahan lingkungan selama sedimen diendapkan. Tahap perhitungan ln rasio (Lampiran 7) dan besar butir (Lampiran 8) sebagai tahap awal analisis variabel penelitian. Hasil perhitungan ukuran rata-rata butir diplot ke dalam bagan segitiga pasir-lempung-lanau, persentase komposisi ukuran butir dan ln rasio dapat dilihat pada masing-masing sampel inti sedimen.

Pengendapan di Perairan Ambang Dewakang

Karakteristik sedimen secara vertikal

Perairan Ambang Dewakang berdekatan dengan perairan Spermonde, Sulawesi Selatan yang ditemukan banyak terumbu karang (Imran et al. 2013) menandakan perairan yang jernih. Perairan berada di wilayah lereng benua dengan morfologi dasar laut yang kompleks karena sistem monsun yang berpengaruh terhadap aliran permukaan, sedangkan keberadaan ambang dan kanalberpengaruh terhadap aliran ARLINDO (Gordon et al. 2003; Visser et al. 2004; Gordon 2005; Safitri et al. 2012) dan perubahan proses deposisi sedimen. Berikut ini adalah uraian data hasil analisis sampel inti sedimen yang diwakilkan oleh JMF-17.

Hasil deskriptif bagan segitiga (Gambar 5a) berdasarkan diagram Folk menunjukkan adanya sebaran ukuran butir mulai dari ukuran lumpur sampai pasir lanauan. Profil distribusi vertikal (dari bawah ke atas) dari satuan pasir mengalami kenaikan persentase diiringi dengan penurunan persentase satuan lempung dan lanau (Gambar 5b). Penurunan persentase ukuran butir ini berhubungan dengan adanya pengaruh faktor energi transpor terhadap material asal daratan dan faktor yang terjadi di dalam laut (Widjojo 2010; Manengkey 2010; Blott & Pye 2001; Rifardi 2012) sehingga ukuran butir halus yang terendapkan mengalami penurunan dibandingkan ukuran butir kasar mencerminkan adanya pengaruh kecepatan arus meningkat.

Hasil deskripsi megaskopis (Gambar 6) menunjukkan tiga bagian batas gradasi satuan ukuran butir, yaitu bagian dasar (sekitar 190-120 cm) merupakan satuan lempung, bagian tengah (sekitar 120-52 cm) merupakan satuan lanau, dan


(31)

bagian atas (sekitar 52-0 cm) merupakan satuan pasir. Bagian dasar menunjukkan warna dark greenish gray (Munsell Soil Color Charts 1994), ukuran butir satuan lempung antara lempung–pasir sedang bawah (komparator PSG KESDM) dengan komposisi dominan foram mencapai >35%. Bagian tengah menunjukkan warna

darkgreenish gray–greenish gray (Munsell Soil Color Charts 1994), ukuran butir satuan lanau antara lanau–pasir sedang atas (komparator PSG KESDM) dengan komposisi dominan foram lebih besar dari lapisan 1 mencapai >50%. Sekitar kedalaman 52 cm ditemukan fosil jejak jenis skolithos sepanjang 2 cm 15 mm. Bagian atas menunjukkan warna dark greenish gray–light yellowis brown (Munsell Soil Color Charts 1994), ukuran butir satuan pasir antara pasir sangat halus bawah–pasir kasar bawah (komparator PSG KESDM) dengan komposisi dominan foram di bagian atas mencapai >70%.

(a)

(b)

Gambar 5 Besar butir sedimen Ambang Dewakang. (a) Sebaran ukuran butir dan (b) persentase komposisi


(32)

SEKALA FOTO PROFIL DESKRIPSI

Gambar 6 Deskripsi log sedimen Ambang Dewakang dari hasil analisis megaskopis

10YR 6/4 light yellowis brown, pasir halus–pasir kasar bawah, mengandung material mineral <20% dan didominasi foram >70%

0 cm

10Y 7/1 light greenish gray, pasir sangat halus bawah–pasir sedang atas,

mengandung material mineral <20%, masih didominasi foram >50%, dan mulai banyak terdapat fragmen pecahan cangkang <10%

32 cm

5GY 6/1 greenish gray, pasir sangat halus atas–pasir sedang atas, mengandung material mineral <15%, foram masih mendominasi >50%, dan fragmen pecahan cangkang mulai berkurang <5%, mulai tampak ada perubahan tampilan sebagai batas tegas perubahan pasir terhadap lumpur pasiran. Ditemukan fosil jejak jenis

skolithos sepanjang 2 cm 15 mm. 52 cm

5GY 4/1 dark greenish gray, lanau–pasir sedang bawah, mengandung material mineral <10%, foram masih mendominasi >35%, dan fragmen pecahan cangkang terus berkurang <10%

54 cm

10GY 5/1 dark greenish gray, lempung–pasir sedang bawah, mengandung material mineral <5%, foram masih mendominasi >35%, dan fragmen pecahan cangkang terus berkurang <5%

120 cm

10GY 4/1 dark greenish gray, lempung–pasir sedang bawah, mengandung material mineral <3%, foram masih mendominasi >15%, dan fragmen pecahan cangkang terus berkurang <5%


(33)

Perubahan satuan ukuran sedimen (Gambar 6) menunjukkan terjadinya perubahan ukuran butir diperkirakan akibat adanya gesekan atau pengikisan sedimen oleh material yang terdeposisi di lapisan berikutnya. Pengikisan kuat dipengaruhi kondisi profil morfologi dasar laut yang curam dan salah satu perairan yang dilalui jalur utama pengaruh ARLINDO (Gordon et al. 2003; Gordon 2005). Pada kedalaman sedimen sekitar 52 cm ditemukan fosil jejak jenis

skolithos sepanjang 2 cm 15 mm menunjukkan kondisi saat itu berada pada lingkungan sedimen yang mengandung oksigen sehingga memungkinkan organisme hidup dan membuat jejak (Nichols 2009). Kenaikan oksigen dalam sedimen tercermin pada kenaikan warna kecerahan (L*) dan berpengaruh terhadap kondisi redoks sedimen yang tercermin pada ln Mn/Cl.

Hasil korelasi antar variabel digunakan untuk memperkuat diagnosa hasil pengamatan megaskopis. Hasil rekam perubahan lingkungan menunjukkan nilai deskriptif statistik dasar (Tabel 3) dengan perbedaan pola perubahan di setiap variabel (Gambar 6). Perubahan deposisi kemungkinan terjadi karena arus kuat yang melintasi perairan Selat Makassar semakin ke selatan yang semakin meningkat (Horhoruw et al. 2015). Hal ini diduga pernah terjadi juga pada kondisi lingkungan masa lalu sehingga mempengaruhi sedimen asal daratan berukuran halus (lempung-lanau) sedikit terdeposisi dibandingkan dengan satuan kasar (pasir). Praduga ini diperkuat dengan ukuran rata-rata butir (Gambar 5) bervariasi pada kisaran 3.60–7.86 (Tabel 3). Profil rata-rata butir secara vertikal menunjukkan nilai paling kasar berada di lapisan atas sekitar kedalaman 4-6 cm dengan ukuran 3.60 .

Table 3 Deskripsi statistik dasar variabel dalam sedimen Ambang Dewakang Variabel Jumlah

Data Minimum Maksimum Rata-rata

Simpangan Baku

Rata-rata butir ( ) 48 3.60 7.86 6.47 1.09

BC (%) 48 15.00 50.00 30.31 12.69

L* 190 36.24 52.14 41.92 3.55

MS (SIx10-5) 190 0.10 40.80 15.86 9.96

Karbonat (%) 48 52.01 74.81 63.72 5.74

TOC (%) 48 0.19 0.91 0.53 0.20

C/N 48 12.27 40.81 17.53 6.92

ln K/Ti 190 0.93 2.51 1.31 0.31

ln Mn/Cl 190 -5.46 -3.49 -4.85 0.42

Data lainnya dari sampel Ambang Dewakang menunjukkan kenaikan ukuran rata-rata butir relatif disertai dengan kenaikan komposisi BC (Gambar 7). Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa satuanpasir yang teramati dari megaskopis (Gambar 6) merupakan komposisi BC dan batuan. Interpretasi komposisi kelimpahan BC dan batuan dalam sedimen kemudian dikorelasikan dengan hasil sayatan oles dari mikroskopis yang diambil pada kedalaman tertentu (Gambar 8) yang menunjukkan BC mendominasi komposisi sedimen. Kesimpulan awal menunjukkan bahwa perairan Ambang Dewakang telah mengalami peningkatan BC. Kondisi ini menguatkan asumsi bahwa perairan yang memiliki arus tinggi akan membawa sedimen berukuran halus sehingga perairan relatif jernih


(34)

menunjang kehidupan organisme. Kondisi perairan yang jernih terbukti memungkinkan terumbu karang berkembang dengan baik seperti dijumpai di perairan Kepulauan Spermonde yang terletak di bagian selatan Ambang Dewakang (Imran et al. 2013; Arifin & Kepel 2013).

Profil rata-rata butir dan BC kemudian dikorelasikan dengan warna sedimen (L*). Perubahan lingkungan yang terekam dalam profil L* cenderung menunjukkan empat pola perubahan lingkungan. Bagian pertama (190-134 cm), profil menunjukkan pola penurunan nilai L* pada rentang nilai 39.36-46.34. Bagian kedua (133-53 cm), profil menunjukkan pola perubahan relatif stabil pada rentang nilai 36.24-41.72. Bagian ketiga (52-35 cm), profil menunjukkan pola kenaikan signifikan pada rentang nilai 45.18-52.14. Bagian keempat (34-0 cm), profil menunjukkan kembali pola penurunan signifikan pada rentang nilai 38.74-46.15. Hasil pengamatan sementara menyimpulkan bahwa bagian kedua memiliki warna lebih gelap dibandingkan dengan bagian pertama, ketiga dan keempat. Berarti bagian kedua mencapai konsentrasi komponen asal daratan paling besar (Yao et al. 2012). Penyebab perubahan L* selain berhubungan dengan konsentrasi komponen asal daratan berhubungan juga dengan jumlah konsentrasi karbonat. Oleh karena itu dugaan sementara menyatakan bahwa perubahan L* terang karena konsentrasi karbonat (Rogerson et al. 2006). Konsentrasi karbonat terbanyak diduga berada pada bagian ketiga dan keempat (52-0 cm). Pembahasan perubahan karbonat dalam L* terlihat pada bahasan variabel karbonat.

Variabel rata-rata butir, BC, dan L* kemudian dikorelasikan dengan MS. Semakin besar MS menandakan semakin banyak hasil pengikisan batuan yang tersingkap dari daratan kemudian terbawa aliran dan terdeposisi (Zhou et al.

2014) tergantung pengaruh besar kecilnya aliran dan ukuran butir. Profil MS cenderung menunjukkan tiga bagian perubahan. Bagian bawah (190-141 cm) relatif stabil pada rentang nilai 0.10-6.20 (SIx10-5) artinya lingkungan masih menunjukkan kekuatan arus lemah sehingga material batuan asal daratan berukuran lempung terendapkan relatif stabil dalam membawa MS. Bagian tengah (140-70 cm) mulai terlihat pola kenaikan relatif konstan pada rentang nilai 4.70-31.80 (SIx10-5) artinya lingkungan menunjukkan kenaikan kekuatan arus sehingga material batuan asal daratan mengalami kenaikan ukuran butir menjadi lanau dengan kandungan MS yang meningkat seiring kenaikan ukuran butir yang terendapkan relatif konstan. Bagian atas (69-0 cm) menunjukkan fluktuasi kandungan kerentanan magnet dalam batuan asal daratan secara signifikan mulai tidak konstan pada rentang nilai 0.20-40.80 (SIx10-5) artinya lingkungan menunjukkan kekuatan arus terus mengalami kenaikan dicirikan peningkatan batuan menjadi berukuran pasir, tetapi lingkungan menunjukkan kenaikan komposisi kelimpahan BC sehingga perubahan komposisi batuan dan BC mempengaruhi nilai MS berfluktuasi secara signifikan. Sekitar kedalaman 140 cm mulai terjadi peningkatan material batuan asal daratan (Gambar 6 dan 8). Material asal daratan yang berukuran lempung-lanau terdeposisi relatif rendah karena relatif terbawa arus (Folk 1980; Blott & Pye 2001; Nichols 2009). Kondisi ini terjadi karena perairan Ambang Dewakang merupakan salah satu jalur utama ARLINDO dengan kecepatan arus yang terus meningkat di bagian selatan (Gordon et al. 2003; Gordon 2005; Horhoruw et al. 2015).


(35)

Gambar 7 Rekam sedimen Ambang Dewakang berdasarkan foto digital, rata-rata butir, BC, L*, MS, karbonat, TOC, C/N, ln K/Ti, dan ln Mn/Cl


(36)

Komposisi sedimen asal daratan mengandung kerentanan magnet (MS) dan karbon organik (OC) yang ditunjukkan oleh kandungan karbonat, TOC dan C/N. Nilai karbonat menunjukkan pola kenaikan dengan nilai maksimal di bagian permukaan (0 cm). Konsentrasi karbonatbesar dengan nilai 52.01-74.81% (Tabel 3) diperkirakan berasal dari batugamping dan terumbu karang (Sukamto & Supriatna 1982; Imran et al. 2013), serta kelimpahan BC dari hasil pengamatan mikroskopis. Interpretasi ini memperkuat hasil analisis sebelumnya, dimana L* terang menunjukkan tinggi komposisi karbonat (Rogerson et al. 2006) terlihat mulai sekitar kedalaman 52-0 cm. Hal ini menguatkan hasil megaskopis dengan ditemukannya skolithos, artinya kondisi saat itu menunjukkan lingkungan sedimen mengandung banyak oksigen sehingga memungkinkan organisme hidup dan membuat jejak (Nichols 2009).

Sekitar kedalaman 52 cm mulai terlihat adanya pengaruh pencucian material (Gambar 6 dan 8) yang diperkirakan karena adanya pengaruh arus yang kuat sehingga material halus (lempung-lanau) terbawa oleh aliran air laut sehingga terendapkan di lokasi lebih dalam atau lebih jauh dari sumber. Interpretasi peningkatan karbonat dikuatkan oleh hasil pengamatan mikroskopis pada sayatan oles sedimen (Gambar 8). Profil karbonatmenunjukkan relatif berbanding terbalik dengan TOC, sedangkan konsentrasi TOC dipengaruhi oleh sumber material baik berasal dari daratan maupun dari lautan. Sumber material dominan berhubungan dengan jumlah material yang terendapkan karena adanya pengaruh yang kuat selama proses sedimentasi.

Komposisi material karbon organik (OC) berpengaruh terhadap TOC sebagai indikasi produktivitas perairan (Souza et al. 2012; Sanchez et al. 2013). Profil TOC cenderung menunjukkan penurunan terdiri dari tiga bagian perubahan pada rentang 0.19–0.91% (Tabel 3). Pada bagian bawah (190-96 cm) relatif menurun kemudian naik sekitar kedalaman 96 cm dan kembali menunjukkan penurunan pada bagian tengah (95-52 cm) dan menurun secara signifikan sekitar kedalaman 52 cm dan kembali terjadi penurunan relatif kecil pada bagian atas (51-0 cm). Secara umum, TOC mencerminkan kenaikan kontribusi dominan pasokan OC asal daratan (Gambar 7) mulai terlihat sekitar kedalaman 52 cm. Pada kondisi arus yang sama mempengaruhi pengendapan material asal daratan karena semakin dekat jarak lokasi dari pantai dan sungai, maka karbon organik atau batuan berukuran butir pasir (-1 -4 ) semakin banyak terendapkan dibandingkan dengan sedimen berukuran halus (lempung-lanau, <4 ) (Folk 1980; Blott & Pye 2001; Nichols 2009; Yun et al. 2015; Zuraida et al. 2015b). Sehubungan dengan hal tersebut, kondisi perairan ini memiliki akumulasi material berukuran sedimen kasar (pasir) sebagai pengaruh dari aliran arus kuat dari aliran utama ARLINDO (Gordon 2005) dan kecepatan arus yang melintas Selat Makassar bagian selatan semakin meningkat (Horhoruw et al. 2015).

Interpretasi TOC menurun tercermin pada nilai kandungan karbonat dan C/N>15 (Gambar 7). Profil C/N menunjukkan dua puncak sekitar kedalaman 48 cm (40.81) dan 4 cm (37.85). Peningkatan kandungan karbonat setelah kedalaman 52 cm menunjukkan sumber dari batugamping (sumber material karbonat berasal dari daratan) dan tercermin dalam kandungan TOC rendah. Produktivitas rendah setelah kedalaman 52 cm ditunjukkan oleh nilai TOC rendah karena sumber karbon organik dari daratan berpengaruh lebih kuat. Kondisi kenaikan kelimpahan BC mulai terekam setelah kedalaman 52 cm artinya kandungan N mulai


(37)

dimanfaatkan maksimal oleh kehidupan organisme (kelimpahan BC naik) sehingga kandungan karbonat meningkat. Sumber karbonat dari lautan berasal dari material asal biogenikseperti dari terumbu karang dan kelimpahan BC mulai berpengaruh lebih kuat hingga C/N<15. Nilai C/N sekitar kedalaman 52 cm mulai menunjukkan penurunan total nitrogen (N) sehingga C/N>15 ditafsirkan sebagai pengaruh daratan mulai kuat. Pada beberapa kedalaman menunjukkan puncak C/N yaitu sekitar kedalaman 48 cm dan 4 cm artinya pada saat itu menunjukkan konsentrasi karbon organik asal daratan terendapkan jauh lebih tinggi (C/N>20) (Visser et al. 2004; Yu et al. 2015; Briones & Villalobos 2009). Puncak C/N sekitar kedalaman 48 cm dan 4 cm mencerminkan faktor indikator biogenik (N) telah dimanfaatkan maksimal oleh organisme dicirikan oleh kenaikan BC. Secara umum, lingkungan mengalami kecenderungan kenaikan kandungan karbon organik asal daratan, sedangkan N sebagai unsur nutrien terbawa aliran dan/atau dimanfaatkan maksimal oleh organisme sehingga kandungan N menunjukkan penurunan.

Gambar 8 Perubahan komposisi sedimen pada sayatan oles oleh mikroskopis pada sedimen Ambang Dewakang (JMF17). (a) kedalaman 188 cm, (b) kedalaman 52 cm, (c) kedalaman 27 cm, dan (d) kedalaman 0 cm Komposisi sedimen diketahui melalui kandungan BC, MS, dan OC kemudian dikorelasikan dengan unsur dominan pengaruh dataran dan lautan melalui analisis ln K/Ti dan ln Mn/Cl (Gambar 7 dan Lampiran 7). Profil ln K/Ti cenderung menunjukkan dua perubahan lingkungan. Bagian pertama pada kedalaman 190-53 cm menunjukkan pola relatif stabil dengan variasi nilai 0.93-1.43. Bagian kedua pada kedalaman 52-0 cm menunjukkan pola perubahan signifikan bernilai lebih besar dari lapisan bawahnya berkisar antara 1.45-2.51. Profil ln Mn/Cl cenderung menunjukkan tiga perubahan lingkungan. Bagian pertama pada kedalaman 190-53 cm menunjukkan pola relatif stabil pada rentang nilai -5.43- -4.74. Bagian kedua pada kedalaman 52-27 cm menunjukkan


(38)

perubahan nilai lebih kecil dari nilai lapisan di bawahnya pada rentang nilai -5.46- -4.36. Bagian ketiga pada kedalaman 26-0 cm menunjukkan pola kenaikan signifikan pada nilai bervariasi dari -4.27- -3.49. Secara umum, korelasi kemiripan pola ln K/Ti dan ln Mn/Cl menunjukkan dua bagian, yaitu bagian pertama (190-53 cm) dan bagian kedua (52-0 cm). Konsentrasi pasokan asal daratan bagian dua lebih besar dari bagian pertama dicirikan dengan ln K/Ti lebih besar. Bagian pertama mengalami pasokan asal daratanrelatif stabil (ln K/Ti pada Gambar 7) pada saat kondisi oseanografi dengan salinitas relatif stabil (ln Mn/Cl pada Gambar 7).

Sedimen dengan komposisi batuan berukuran pasir menyebabkan relatif sedikit menyimpan air pori ditunjukkan oleh Cl. Air pori dalam sedimen menyerap oksigen (Libes 2009) sehingga berpengaruh pada proses paleoredoks. Kondisi awal oseanografi menunjukkan relatif stabil sehingga salinitas dalam air pori terekam stabil. Sekitar kedalaman 52-36 cm, lapisan sedimen mulai menunjukkan kondisi reduksi tercermin pada penurunan Mn. Kondisi ini disebabkan oleh peningkatan pengaruh lautan lebih kuat daripada sebelumnya dicirikan oleh kandungan Cl meningkat, kemudian sekitar kedalaman 36 cm mulai mengalami peningkatan deposisi Mn ditunjukkan oleh penurunan kandungan Cl. Perubahan lingkungan menunjukkan sedimen mengalami reduksi pada kedalaman 52-36 cm akibat dari pengaruh peningkatan kandungan Cl dalam air pori sedimen, sedangkan setelah kedalaman 36 cm mengalami oksidasi akibat dari pengaruh penurunan kandungan Cl dalam air pori sedimen artinya salinitas berkurang. Interpretasi konsentrasi air pori dikorelasikan dengan warna sedimen (L*), yaitu bagian kedua mencapai konsentrasi komponenasal daratan paling besar dicirikan oleh L* lebih gelap dari kedalaman lainnya (Yao et al. 2012). Konsentrasi karbonat terbanyak berada pada bagian ketiga dan keempat (52-0 cm) dicirikan oleh L* lebih terang (Rogerson et al. 2006).

Secara umum dapat dikatakan bahwa perubahan lingkungan di perairan Ambang Dewakang terjadi karena dua hal. Pertama, karena peningkatan material asal daratan mengandung komposisi MS, karbon organik tercermin dalam kandungan C/N dan karbonat. Kedua, disebabkan oleh sedimen berukuran lempung-lanau terendapkan lebih sedikit karena arus kuat yang melintas Selat Makassar bagian selatan semakin meningkat (Horhoruw et al. 2015). Karakteristik sedimen menunjukkan lingkungan dalam kondisi material asal daratan yang tinggi (ln K/Ti) dan tingkat produktivitas yang tinggi dicirikan adanya peningkatan BC. Nilai BC sebagai salah satu sumber karbonat terendapkan sehingga mempengaruhi kemampuan sedimen dalam menyimpan air pori. Jumlah air pori mempengaruhi proses paleoredoks sebagai indikator dominan kondisi paleoseanografi (Libes 2009; Yao et al. 2012; Hendrizan et al. 2016).

Keterkaitan karakteristik sedimen dan indikasi sumber sedimen

Interpretasi hasil deskriptif secara vertikal kemudian dianalisis menggunakan Principal Component Analysis/PCA (Gambar 9 dan Lampiran 9) untuk memperkirakan variabel dominan yang paling berpengaruh dalam menentukan karakteristik proses sedimentasi. Hasil PCA menunjukkan penciri utama (F1 56.24%) dicirikan oleh pengaruh kuat dari ln K/Ti, BC, karbonat, C/N, dan ln Mn/Cl, tetapi rata-rata butir dan TOC menunjukkan pengaruh yang lemah. Variabel F1 menggambarkan karakteristik sedimen berasal dari daratan dan


(39)

tingkat kesuburan yang tinggi. Pendugaan kesuburan sebagai deskripsi kualitatif suatu perairanberdasarkan ketersediaan unsur hara. Unsur hara (N) di perairan ini diperkirakan dimanfaatkan maksimal oleh organisme dicirikan oleh meningkatnya kelimpahan BC dalam sedimen. Sementara penciri kedua (F2 18.69%) dicirikan oleh pengaruh kuat dari L* yang tinggi dan MS yang lemah. Ciri ini menandakan karakteristik sedimen dari lautan dan tingkat kesuburan yang tinggi. Pengaruh kondisi perairan dengan tingkat kesuburan yang tinggi tercermin pada peningkatan BC sebagai salah satu bukti komposisi sedimen yang berasal dari lautan (biogenous).

Rekonstruksi perubahan lingkungan Ambang Dewakang (Gambar 10) mengelompokan kesamaan karakter sedimen secara vertikal. Adapun karakteristik masing-masing perubahan adalah sebagai berikut:

1. Perubahan pertama (sekitar 190-52 cm)

Secara umum, karakter sedimen menunjukkan pengaruh kuat dari material asal daratan yang tinggi dicirikan oleh kandungan MS dan rata-rata butir berukuran lempung-lanau, serta tingkat produktivitas yang tinggi dicirikan oleh TOC (Gambar 9). Perubahan besar pertama terdiri dari dua perubahan kecil, yaitu:

Gambar 9 Pola biplot hasil rekam sedimen Ambang Dewakang

Pertama I (sekitar 190-100 cm)

Karakter sedimen pada kedalaman 190-100 cm (Gambar 6 dan 7) menunjukkan penurunan warna sedimen (L*) menjadi relatif lebih gelap, ukuran lempung mengalami peningkatan menjadi ukuran lanau, peningkatan BC, peningkatan material asal daratan dengan membawa komposisi mineral magnetik (MS) dan karbonat, sedangkan produktivitas (TOC) dan C/N relatif stabil. Ciri-ciri tersebut menunjukkan karakter sedimen mengalami peningkatan material asal

17_0

17_4

17_8 17_12 17_16 17_20 17_24 17_28 17_32 17_36 17_40 17_44 17_48 17_52 17_56 17_60 17_64

17_68 17_72 17_76 17_80 17_84 17_88

17_92

17_96 17_100 17_104 17_108 17_112 17_116 17_120 17_124 17_128 17_132 17_136 17_140 17_144 17_148 17_152 17_160 17_156

17_164 17_168 17_172 17_176 17_180 17_184 17_188 Rata-rata butir ( )

BC (%) L*

MS (SIx10-5)

Karbonat (%) TOC (%) C/N ln K/Ti ln Mn/Cl -6 -4 -2 0 2 4 6

-8 -6 -4 -2 0 2 4 6 8

F 2 ( 1 8 .6 9 %)

F1 (56.24 %)


(40)

daratan pada saat mengalami peningkatan pengaruh kecepatan arus. Perubahan ini relatif belum tercermin pada ln K/Ti dan ln Mn/Cl. Hal ini menandakan proses pengaruh komponen asal daratan (ln K/Ti) dalam kontrol dominan kondisi paleoseanografi (ln Mn/Cl) (Yao et al. 2012) terjadi pada kondisi perairan relatif stabil. Secara umum, variabel dominan karakter sedimen pada kedalaman ini dicirikan oleh MS, rata-rata butir dan TOC (Gambar 9).

Perubahan material berukuran lempung menjadi lanau berhubungan dengan energi transpor (Widjojo 2010; Manengkey 2010; Blott & Pye 2001; Rifardi 2012) di bagian selatan Selat Makassar terus meningkat (Horhoruw et al. 2015). Peningkatan material asal daratan tercermin pada kandungan MS dengan kenaikan rata-rata butir berukuran lempung menjadi lanau. Peningkatan material asal daratan membawa unsur hara (N) berpengaruh terhadap kelimpahan BC, produktivitas (TOC), dan sumber karbonat tercermin pada nilai C/N<15 (Gambar 7). Nilai C/N<15 mencerminkan bahan organik dominan berasal dari lautan (Visser et al. 2004). Profil karbonat menunjukkan kenaikan waktu terjadi peningkatan pengaruh sumber karbonat dari lautan lebih kuat, sedangkan penurunan karbonat menunjukkan peningkatan pengaruh sumber karbonat asal daratan lebih kuat.

Faktor pengontrol peningkatan jumlah material daratan adalah kenaikan debit sungai dan limpasan air hujan (Safitri et al. 2012; Yun et al. 2015) disebabkan oleh pengaruh sistem monsun. Monsun dingin Asia (Monsun Baratlaut) menyebabkan tinggi intensitas hujan sehingga perairan memiliki salinitas rendah. Ciri lain Monsun Baratlaut mendorong air laut dari Laut Sulawesi masuk ke Selat Makassar saat kondisi salinitas rendah. Nilai salinitas terekam pada Cl dalam air pori. Perairan bagian permukaan dipengaruhi kecepatan aliran monsun dan aliran ARLINDO di bagian dalam (Wyrtki 1961; Gordon et al. 2003) berpengaruh dalam kenaikan rata-rata butir yang terendapkan.

Pertama II (sekitar 99-52 cm)

Karakter sedimen sekitar kedalaman 99-52 cm dicirikan oleh warna sedimen (L*) relatif gelap, berukuran lanau, peningkatan kelimpahan BC, peningkatan pasokan daratan mengandung mineral magnetik (MS), kenaikan karbonat dari lautan, penurunan produktivitas (TOC), dan nilai C/N<15. Karakter sedimen pada kedalaman ini menunjukkan peningkatan pengaruh daratan dan lautan lebih kuat dibandingkan dengan bagian kedalaman sebelumnya (Gambar 7) tetapi belum tercermin secara signifikan pada perubahan kandungan C/N, ln K/Ti dan ln Mn/Cl. Kondisi lingkungan masih menunjukkan pengaruh daratan dan lautan yang kuat, tetapi kondisi salinitas perairan yang terekam dalam air pori sedimen masih menunjukkan kondisi relatif stabil (ln Mn/Cl). Secara umum, karakter sedimen pada kedalaman ini menunjukkan pengaruh dominan dari kandungan MS, rata-rata butir dan TOC (Gambar 9).

Peningkatan material asal daratan membawa mineral magnetik (MS) tercermin oleh nilai L* lebih gelap, sedangkan peningkatan pengaruh lautan dicirikan oleh peningkatan rata-rata butir, kelimpahan BC, kandungan karbonat, kandungan TOC dan nilai C/N<15. Nilai C/N masih mencerminkan dominan sumber bahan organik berasal dari lautan (Visser et al. 2004) karena bernilai kurang dari 15. Perubahan rata-rata butir mengalami peningkatan ukuran menjadi satuan lanau menunjukkan adanya peningkatan energi transpor (Widjojo 2010;


(41)

Manengkey 2010; Blott & Pye 2001; Rifardi 2012). Peningkatan pasokan daratan mempengaruhi peningkatan sumber karbonat dari lautan karena adanya peningkatan N sebagai faktor kesuburan perairan yang dimanfaatkan maksimal oleh organisme laut (Yu et al. 2015; Briones & Villalobos 2009). Kelimpahan organisme laut seperti sedimen biogenous, contohnya terumbu karang, foram dan moluska ditunjukkan oleh kelimpahan BC sebagai salah satu sumber karbonat dari lautan (Yun et al. 2015; Segar 2012; Pinet 2014). Peningkatan pengaruh lautan dicirikan oleh peningkatan kandungan BC dan karbonat dikorelasikan dengan TOC (Gambar 7) karena kandungan TOC mencerminkan nilai produktivitas (Souza et al. 2012; Sanchez et al. 2013). Hal ini tidak menunjukkan keselarasan antara profil BC, karbonat dengan TOC, ditunjukkan oleh produktivitas perairan yang menurun cirinya kandungan TOC menurun. Material karbon organik dari daratan sebagai salah satu komposisi TOC diperkirakan berpengaruh kuat dalam karakter sedimen.

Jarak kesamaan


(1)

Lampiran 9 Perhitungan Statistik

Sampel inti sedimen Ambang Dewakang

Karakteristik tercermin pada dua komponen penciri utama (PC) menjelaskan 74.93% dari PC1 dan PC2 berdasarkan nilai eigenvalue>1. Nilai PC1 menjelaskan 56.24% dari total variabel menunjukkan komponen BC (0.87), karbonat (0.73), C/N (0.71), ln K/Ti (0.95) dan ln Mn/Cl (0.64), berkorelasi negatif dengan rata-rata butir (-0.91) dan TOC (-0.89). Nilai PC2 menjelaskan 18.69% dari total variabel menunjukkan L* (0.78) berkorelasi negatif dengan MS (-0.65).

Tabel Penjelasan total varian dan komponen PCA dengan 3 iterasi pengukuran konsentrasi variabel pada sedimen Ambang Dewakang

No.

Initial Eigenvalues

Variable

Rotated Component Matrix Total % of

Variance

Cumulative

% PC1 PC2 PC3 PC4

Total Variance Explained Component Matrix

1 5.06 56.24 56.24 Rata-rata butir ( ) -0.91

2 1.68 18.69 74.93 BC (%) 0.87

3 0.95 10.57 85.52 L* 0.78

4 0.49 5.46 90.98 MS (SIx10-5) -0.65

5 0.32 3.51 94.49 Karbonat (%) 0.73

6 0.19 2.11 96.60 TOC (%) -0.89

7 0.14 1.55 98.15 C/N 0.71

8 0.11 1.22 99.37 ln K/Ti 0.95

9 0.06 0.63 100.00 ln Mn/Cl 0.64

Sampel inti sedimen Ambang Selayar

Perbedaan karakteristik diminimalisir dan tercermin dalam komponen penciri utama (PC). Berdasarkan nilai eigenvalue>1, menjelaskan 63.10% yang merupakan PC1, PC2, dan PC3. Pada Gambar 14 menunjukkan 50.47% dalam menjelaskan hubungan antara dua sumbu, yaitu antara PC1 dan PC2. Nilai PC1 menjelaskan 32.89% dari total variabel menunjukkan komponen MS (0.73), TOC (0.78) dan ln Mn/Cl (0.65), berkorelasi negatif denganBC0.64) dan karbonat (-0.76). Nilai PC2 menjelaskan 17.58% dari total variabel menunjukkan komponen ln K/Ti (0.65) berkorelasi negatif dengan rata-rata butir (-0.52). Nilai PC3 menjelaskan 12.64% dari total variabel menunjukkan komponen C/N (0.62) menunjukkan korelasi negatif dengan L* (-0.60).

Tabel Penjelasan total varian dan komponen PCA dengan 3 iterasi pengukuran konsentrasi variabel pada sedimen Ambang Selayar

No.

Initial Eigenvalues

Variable

Rotated Component Matrix Total % of Variance Cumulative % PC1 PC2 PC3 PC4

Total Variance Explained Component Matrix

1 2.96 32.89 32.89 Rata-rata butir ( ) -0.52

2 1.58 17.58 50.47 BC (%) -0.64

3 1.14 12.64 63.10 L* -0.60

4 0.98 10.84 73.95 MS (SIx10-5) 0.73

5 0.91 10.06 84.01 Karbonat (%) -0.76

6 0.57 6.38 90.39 TOC (%) 0.78

7 0.46 5.15 95.54 C/N 0.62

8 0.23 2.50 98.04 ln K/Ti 0.65


(2)

Sampel inti sedimen Lereng Kangean

Perbedaan karakteristik diminimalisir berdasarkan nilai eigenvalue>1 dalam empat komponen penciri utama (PC) yang menjelaskan 74.45%, yaitu: PC1, PC2, PC3, dan PC4. Pada Gambar 20 menjelaskan bahwa 49.47% merupakan hubungan antara dua sumbu. Nilai PC1 menjelaskan 28.10% dari total variabel menunjukkan komponen MS (0.82), ln K/Ti (0.87) dan ln Mn/Cl (0.86), berkorelasi negatif dengan BC (-0.51). Nilai PC2 menjelaskan 21.37% dari total variabel menunjukkan komponen C/N (0.94) berkorelasi negatif dengan TOC (-0.83). Nilai PC3 menjelaskan 13.17% dari total variabel menunjukkan komponen karbonat (0.75). Nilai PC4 menjelaskan 11.81% dari total variabel menunjukkan komponen rata-rata butir (0.52) dengan L* (0.79).

Tabel Penjelasan total varian dan komponen PCA dengan 3 iterasi pengukuran konsentrasi variabel pada sedimenLereng Kangean

No.

Initial Eigenvalues

Variable

Rotated Component Matrix Total % of Variance Cumulative % PC1 PC2 PC3 PC4

Total Variance Explained Component Matrix

1 2.52 28.10 28.10 Rata-rata butir ( ) 0.52

2 1.92 21.37 49.47 BC (%) -0.51

3 1.19 13.17 62.64 L* 0.79

4 1.06 11.81 74.45 MS (SIx10-5) 0.82

5 0.94 10.43 84.88 Karbonat (%) 0.75

6 0.71 7.85 92.73 TOC (%) -0.83

7 0.37 4.06 96.79 C/N 0.94

8 0.17 1.93 98.72 ln K/Ti 0.87

9 0.13 1.28 100.00 ln Mn/Cl 0.86

Hasil PCA berdasarkan keseluruhan sedimen dari perairan Laut Jawa-Selat Makassar-Laut Flores (JMF)

Hasil PCA berdasarkan nilai eigenvalue>1 dalam tiga komponen penciri utama (PC) yang menjelaskan 83.00%, yaitu: PC1, PC2, dan PC3. Gambar 22 menjelaskan 71.61% merupakan hubungan antara dua sumbu. Nilai PC1 menjelaskan 52.68% dari total variabel menunjukkan komponen BC (0.94), ln K/Ti (0.87), C/N (0.86), dengan karbonat (0.85) yang berkorelasi negatif dengan rata-rata butir (-0,90) danTOC (-0.87). Nilai PC2 menjelaskan 18.93% dari total variabel menunjukkan komponen MS (0.79) dengan ln Mn/Cl (0.72). Nilai PC3 menjelaskan 11.39% dari total variabel menunjukkan komponen L*(0.77).

Tabel Penjelasan total varian dan komponen PCA terhadap konsentrasi semua variabel yang dianalisis dalam sedimen core di perairan JMF

No.

Initial Eigenvalues

Variable

Rotated Component Matrix

Total % of Variance Cumulative % PC1 PC2 PC3

Total Variance Explained Component Matrix

1 4.74 52.68 52.68 Rata-rata butir ( ) -0.90

2 1.70 18.93 71.61 BC (%) 0.94

3 1.03 11.39 83.00 L* 0.77

4 0.68 7.56 90.55 MS (SIx10-5) 0.79

5 0.31 3.45 94.00 Karbonat (%) 0.85

6 0.25 2.73 96.72 TOC (%) -0.87

7 0.15 1.61 98.34 C/N 0.86

8 0.08 0.89 99.23 ln K/Ti 0.87


(3)

Lampiran 10 Dokumentasi Penelitian

Pemantauan dan penentuan posisi lokasi sampling

Pengambilan sampel inti sedimen menggunakan Gravity Corer

Pemasangan dan pengesetan sistem rangkaian alat sensor Multi Sensor Core Logger (MSCL) Geotek Type S


(4)

Identifikasi megaskopis dan pencuplikan sedimen setiap 2 cm pada interval 4 cm

Preparasi sampel sedimen


(5)

Pengukuran besar butir sedimen


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sumedang pada tanggal 10 Mei 1978 sebagai anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Kuswara Koes dan E. Karyati.

Penulis melanjutkan pendidikan S1 di Jurusan Teknik Lingkungan Universitas Pasundan Bandung dan lulus pada tahun 2001. Kemudian penulis meniti karir sebagai pegawai harian di intansi Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan di dalam Kementrian Energi Sumber Daya Mineral mulai tahun 2003. Pada tahun 2008, penulis diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil di intansi tersebut. Penulis merupakan pegawai yang memiliki jabatan fungsional Penyelidik Bumi dibawah Kementerian Energi Sumber Daya Mineral. Pada tahun 2014, penulis melanjutkan pendidikan ke program magister pada Program Studi Ilmu Kelautan Sekolah Pascasarjana IPB. Untuk menyelesaikan studi dan memperoleh gelar Magister Sains pada Sekolah Pascasarjana IPB penulis melakukan penelitian mengenai “Rekonstruksi Lingkungan Purba Perairan Laut Jawa-Selat Makassar-Laut Flores Menunjukkan Perubahan Sumber Deposisi Sedimen”. Karya tulis ilmiah yang menggunakan data penelitian tesis berjudul “Rekam Sedimen Inti Untuk Memperkirakan Perubahan Lingkungan Di Perairan Lereng Kangean” diterbitkan pada Jurnal Geologi Kelautan pada Volume 14 No 2 bulan Nopember 2016 sebagai salah satu persyaratan kelulusan S2.

...lihat komentar saran pa Agus maksudnya jurnal dan seminar yang berhubungan dgn jmf saja atau keseluruhan tulisan pribadi yang pernah publis selama bekerja ...