Pencemaran Minyak di Laut Laut

Tugas Manusia dan Lingkungan
Pencemaran oleh Minyak dan Cara Mengatasinya

Disusun oleh:
Nama

: Yeni Aprilia

NIM

: 06121009023

Dosen Pembimbing

: Drs. Khoiron Nazip, M.Si

Program Studi Pendidikan Biologi
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sriwijaya
2013
BAB I

Pendahuluan

1. Latar Belakang
Polusi dari tumpahan minyak di laut merupakan sumber pencemaran laut
yang selalu menjadi fokus perhatian masyarakat luas, karena akibatnya sangat
cepat dirasakan oleh masyarakat sekitar pantai dan sangat signifikan merusak
makhluk hidup di sekitar pantai tersebut. Pencemaran minyak semakin banyak
terjadi sejalan dengan semakin meningkatnya permintaan minyak untuk dunia
industri yang harus diangkut dari sumbernya yang cukup jauh, meningkatnya
jumlah anjungan – anjungan pengeboran minyak lepas pantai. dan juga karena
semakin meningkatnya transportasi laut.

2. Tujuan
Setelah membaca makalah ini, diharapkan pembaca:
 Mengetahui pengertian dari minyak, limbah minyak dan pencemaran minyak di
laut
 Mengetahui pengelompokkan limbah minyak
 Mengetahui sumber pencemaran minyak di laut
 Mengetahui dampak yang timbul akibat pencemaran minyak di laut
 Mengetahui cara menanggulangi pencemaran minyak di laut


BAB II
Inti

1. Pengertian Minyak
Minyak adalah istilah umum yang digunakan untuk menyatakan produk
petroleum yang penyusun utamanya terdiri dari hidrokarbon. Minyak mentah
dibuat dari hidrokarbon berspektrum lebar yang berkisar dari sangat mudah
menguap, material ringan seperti propana dan benzena sampai pada komposisi
berat seperti bitumen, aspalten, resin dan wax. Produk pengilangan seperti petrol
atau bahan bakar terdiri dari komposisi hidrokarbon yang lebih kecil dan
kisarannya lebih spesifik.
Struktur kimia petroleum terdiri atas rantai hidrokarbon dalam ukuran
panjang yang berbeda. Perbedaan kimia hidrokarbon ini dipisahkan oleh distilasi
pada penyulingan minyak untuk menghasilkan gasoline, bahan bakat jet, kerosin,
dan hidrokarbon lainnya. Formula umum untuk hidrokarbon ini adalah CnH2n+2.
Contohnya 2,2,4-Trimethylpentane, banyak digunakan pada gasoline, memiliki
formula kimia C8H18 yang bereaksi dengan oksigen.
C8H18(aq) + 12.5O2(g) → 8CO2(g) + 9H2O(g) + panas
Pembakaran tidak sempurna pada petroleum atau gasoline menghasilkan

emisi gas beracun seperti karbon monooksida dan/atau nitrit oksida. Contohnya:
C8H18(aq) + 12.5O2(g) + N2(g) → 6CO2(g) + 2CO(g) + 2NO(g) + 9H2O(g) +
panas.
Formasi petroleum kebanyakan terjadi dalam bermacam reaksi endotermik
pada tekanan dan/atau suhu tinggi. Contohnya, kerosin dapat pecah menjadi
hidrokarbon dalam panjang yang berbeda.
CH1.45(s) + heat → .663CH1.6(aq) + .076CH2(aq) + .04CH2.6(g) + .006CH4(g)
+ .012CH2.6(s) + .018CH4.0(s) + .185CH.25(s)
2. Limbah Minyak
Limbah minyak adalah buangan yang berasal dari hasil eksplorasi
produksi minyak, pemeliharaan fasilitas produksi, fasilitas penyimpanan,
pemrosesan, dan tangki penyimpanan minyak pada kapal laut. Limbah minyak

bersifat mudah meledak, mudah terbakar, bersifat reaktif, beracun, menyebabkan
infeksi, dan bersifat korosif. Limbah minyak merupakan bahan berbahaya dan
beracun

(B3),

karena


sifatnya,

konsentrasi

maupun

jumlahnya

dapat

mencemarkan dan membahayakan lingkungan hidup, serta kelangsungan hidup
manusia dan mahluk hidup lainnya.

3. Pencemaran Laut
Berdasarkan PP No.19/1999, pencemaran laut diartikan sebagai masuknya/
dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam
lingkungan laut oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke
tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan laut tidak sesuai lagi dengan baku
mutu dan/atau fungsinya (Pramudianto, 1999). Sedangkan Konvensi Hukum Laut

III (United Nations Convention on the Law of the Sea = UNCLOS III)
mengartikan bahwa pencemaran laut adalah perubahan dalam lingkungan laut
termasuk muara sungai (estuaries) yang menimbulkan akibat yang buruk sehingga
dapat merusak sumber daya hayati laut (marine living resources), bahaya terhadap
kesehatan manusia, gangguan terhadap kegiatan di laut termasuk perikanan dan
penggunaan laut secara wajar, menurunkan kualitas air laut dan mutu kegunaan
serta manfaatnya (Siahaan, 1989 dalam Misran, 2002

4. Pengelompokan Limbah Minyak
Limbah minyak yang berasal dari minyak mentah (crude oil) terdiri dari
ribuan konstituen pembentuk yang secara struktur kimia dapat dibagi menjadi
lima family :
a. Hidrokarbon jenuh (saturated hydrocarbons), merupakan kelompok minyak
yang dicirikan dengan adanya rantai atom karbon (bercabang atau tidak bercabang
atau membentuk siklik) berikatan dengan atom hidrogen, dan merupakan rantai

atom jenuh (tidak memiliki ikatan ganda). Termasuk dalam kelompok ini adalah
golongan alkana (paraffin), yang mewakili 10-40 % komposisi minyak mentah.
Senyawa alkana bercabang (branched alkanes) biasanya terdiri dari alkana
bercabang satu ataupun bercabang banyak (isoprenoid), contoh dari senyawa ini

adalah pristana, phytana yang terbentuk dari sisa-sisa pigment chlorofil dari
tumbuhan. Kelompok terakhir dari famili ini adalah napthana (Napthenes) atau
disebut juga cycloalkanes atau cycloparaffin. Kelompok ini secara umum disusun
oleh siklopentana dan siklohexana yang masanya mewakili 30-50% dari massa
total minyak mentah.
b. Aromatik (Aromatics). Famili minyak ini adalah kelas hidrokarbon dengan
karakteritik cincin yang tersusun dari enam atom karbon. Kelompok ini terdiri
dari benzene beserta turunannya (monoaromatik dan polyalkil), naphtalena (2 ring
aromatik), phenanthren (3 ring), pyren, benzanthracen, chrysen (4 ring) serta
senyawa lain dengan 5-6 ring aromatic. Aromatik ini merupakan komponen
minyak mentah yang paling beracun, dan bisa memberi dampak kronik (menahun,
berjangka lama) dan karsinogenik (menyebabkan kanker). Hampir kebanyakan
aromatik bermassa rendah (low-weight aromatics), dapat larut dalam air sehingga
meningkatkan bioavaibilitas yang dapat menyebabkan terpaparnya organisme
didalam matrik tanah ataupun pada badan air. Jumlah relative hidrokarbon
aromatic didalam mnyak mentah bervariasi dari 10-30 %.
c. Asphalten dan Resin. Selain empat komponen utama penyusun minyak
tersebut di atas, minyak juga dikarakterisasikan oleh adanya komponenkomponen lain seperti aspal (asphalt) dan resin (5-20 %) yang merupakan
komponen berat dengan struktur kimia yang kompleks berupa siklik aromatic
terkondensasi dengan lebih dari lima ring aromatic dan napthenoaromatik dengan

gugus-gugus fungsional sehingga senyawa-senyawa tersebut memiliki polaritas
yang tinggi.

d. Komponen non-hidrokarbon. Kelompok senyawa non-hidrokarbon terdapat
dalam jumlah yang relative kecil, kecuali untuk jenis petrol berat (heavy crude).
Komponen non-hidrokarbon adalah nitrogen, sulfur, dan oksigen, yang biasanya
disingkat sebagai NSO. Biasanya sulphur lebih dominant disbanding nitrogen dan
oxygen, sebaga contoh, minyak mentah dari Erika tanker mengandung kadar S, N
dn O berturut-turut sebesar 2.5, 1.7, dan 0.4 % (Baars, 2002).
e. Porphyrine. Senyawa ini berasal dari degradasi klorofil yang berbentuk
komplek Vanadium (V) dan Nikel (Ni).

5. Sumber Pencemaran Minyak di Laut
Menurut Pertamina (2002), Pencemaran minyak di laut berasal dari :
a. Ladang Minyak Bawah Laut;
b. Operasi Kapal Tanker;
c. Docking (Perbaikan/Perawatan Kapal);
d. Terminal Bongkar Muat Tengah Laut;
e. Tanki Ballast dan Tanki Bahan Bakar;
f. Scrapping Kapal (pemotongan badan kapal untuk menjadi besi tua);

g. Kecelakaan Tanker (kebocoran lambung, kandas, ledakan, kebakaran dan
tabrakan);
h. Sumber di Darat (minyak pelumas bekas, atau cairan yang mengandung
hydrocarbon;
i. Tempat Pembersihan (dari limbah pembuangan Refinery)

6. Dampak Pencemaran Minyak di Laut
Komponen minyak yang tidak dapat larut di dalam air akan mengapung
yang menyebabkan air laut berwarna hitam. Beberapa komponen minyak

tenggelam dan terakumulasi di dalam sedimen sebagai deposit hitam pada pasir
dan batuan-batuan di pantai. Komponen hidrokarbon yang bersifat toksik
berpengaruh pada reproduksi, perkembangan, pertumbuhan, dan perilaku biota
laut, terutama pada plankton, bahkan dapat mematikan ikan, dengan sendirinya
dapat menurunkan produksi ikan. Proses emulsifikasi merupakan sumber
mortalitas bagi organisme, terutama pada telur, larva, dan perkembangan embrio
karena pada tahap ini sangat rentan pada lingkungan tercemar (Fakhrudin, 2004).
Sumadhiharga (1995) dalam Misran (2002) memaparkan bahwa dampak-dampak
yang disebabkan oleh pencemaran minyak di laut adalah akibat jangka pendek dan
akibat jangka panjang.


a. Akibat jangka pendek.
Molekul hidrokarbon minyak dapat merusak membran sel biota laut,
mengakibatkan keluarnya cairan sel dan berpenetrasinya bahan tersebut ke dalam
sel. Berbagai jenis udang dan ikan akan beraroma dan berbau minyak, sehingga
menurun mutunya. Secara langsung minyak menyebabkan kematian pada ikan
karena kekurangan oksigen, keracunan karbon dioksida, dan keracunan langsung
oleh bahan berbahaya.

b. Akibat jangka panjang.
Lebih banyak mengancam biota muda. Minyak di dalam laut dapat
termakan oleh biota laut. Sebagian senyawa minyak dapat dikeluarkan bersamasama makanan, sedang sebagian lagi dapat terakumulasi dalam senyawa lemak
dan protein. Sifat akumulasi ini dapat dipindahkan dari organisma satu ke
organisma lain melalui rantai makanan. Jadi, akumulasi minyak di dalam
zooplankton dapat berpindah ke ikan pemangsanya. Demikian seterusnya bila
ikan tersebut dimakan ikan yang lebih besar, hewan-hewan laut lainnya, dan
bahkan manusia.

Secara tidak langsung, pencemaran laut akibat minyak mentah dengan
susunannya yang kompleks dapat membinasakan kekayaan laut dan mengganggu

kesuburan lumpur di dasar laut. Ikan yang hidup di sekeliling laut akan tercemar
atau mati dan banyak pula yang bermigrasi ke daerah lain. Minyak yang tergenang
di atas permukaan laut akan menghalangi sinar matahari masuk sampai ke lapisan
air dimana ikan berdiam. Menurut Fakhrudin (2004), lapisan minyak juga akan
menghalangi pertukaran gas dari atmosfer dan mengurangi kelarutan oksigen yang
akhirnya sampai pada tingkat tidak cukup untuk mendukung bentuk kehidupan
laut yang aerob.
Lapisan minyak yang tergenang tersebut juga akan mempengarungi
pertumbuhan rumput laut, lamun dan tumbuhan laut lainnya jika menempel pada
permukaan daunnya, karena dapat mengganggu proses metabolisme pada
tumbuhan tersebut seperti respirasi, selain itu juga akan menghambat terjadinya
proses fotosintesis karena lapisan minyak di permukaan laut akan menghalangi
masuknya sinar matahari ke dalam zona euphotik, sehingga rantai makanan yang
berawal pada phytoplankton akan terputus Jika lapisan minyak tersebut tenggelam
dan menutupi substrat, selain akan mematikan organisme benthos juga akan
terjadi perbusukan akar pada tumbuhan laut yang ada.
Pencemaran minyak di laut juga merusak ekosistem mangrove. Minyak
tersebut berpengaruh terhadap sistem perakaran mangrove yang berfungsi dalam
pertukaran CO2 dan O2, dimana akar tersebut akan tertutup minyak sehingga
kadar oksigen dalam akar berkurang. Jika minyak mengendap dalam waktu yang

cukup lama akan menyebabkan pembusukan pada akar mangrove yang
mengakibatkan kematian pada tumbuhan mangrove tersebut. Tumpahan minyak
juga akan menyebabkan kematian fauna-fauna yang hidup berasosiasi dengan
hutam mangrove seperti moluska, kepiting, ikan, udang, dan biota lainnya.
Bukti-bukti di lapangan menunjukkan bahwa minyak yang terperangkap di
dalam habitat berlumpur tetap mempunyai pengaruh racun selama 20 tahun
setelah pencemaran terjadi. Komunitas dominan species Rhizophora mungkin bisa

membutuhkan waktu sekitar 8 (delapan ) tahun untuk mengembalikan kondisinya
seperti semula (O'Sullivan & Jacques, 2001 ).
Ekosistim terumbu karang juga tidak luput dari pengaruh pencemaran
minyak. Menurut O'Sullivan & Jacques (2001), jika terjadi kontak secara
langsung antara terumbu karang dengan minyak maka akan terjadi kematian
terumbu karang yang meluas. Akibat jangka panjang yang paling potensial dan
paling berbahaya adalah jika minyak masuk ke dalam sedimen. Burung laut
merupakan komponen kehidupan pantai yang langsung dapat dilihat dan sangat
terpengaruh akibat tumpahan minyak. Akibat yang paling nyata pada burung laut
adalah terjadinya penyakit fisik (Pertamina, 2002). Minyak yang mengapung
terutama sekali amat berbahaya bagi kehidupan burung laut yang suka berenang di
atas permukaan air, seperti auk (sejenis burung laut yang hidup di daerah
subtropik), burung camar dan guillemot ( jenis burung laut kutub).
Tubuh burung ini akan tertutup oleh minyak, kemudian dalam usahanya
membersihkan tubuh mereka dari minyak, mereka biasanya akan menjilat bulubulunya, akibatnya mereka banyak minum minyak dan akhirnya meracuni diri
sendiri. Disamping itu dengan minyak yang menempel pada bulu burung, maka
burung akan kehilangan kemampuan untuk mengisolasi temperatur sekitar
(kehilangan daya sekat), sehingga menyebabkan hilangnya panas tubuh burung,
yang jika terjadi secara terus-menerus akan menyebabkan burung tersebut
kehilangan nafsu makan dan penggunaan cadangan makanan dalam tubuhnya.
7.

Metode

Penanggulangan

Tumpahan Minyak di Laut

Langkah pertama yang harus dilakukan dalam penanganan tumpahan minyak (oil
spill) di laut adalah dengan cara melokalisasi tumpahan minyak menggunakan
pelampung pembatas (oil booms),
yang kemudian akan ditransfer dengan
perangkat pemompa (oil skimmers) ke
sebuah fasilitas penerima "reservoar"
baik dalam bentuk tangki ataupun
balon. Langkah penanggulangan ini
akan sangat efektif apabila dilakukan
di

perairan

yang

memiliki

hidrodinamika air yang rendah (arus, pasang-surut, ombak, dll) dan cuaca yang
tidak ekstrem.
Beberapa teknik penanggulangan tumpahan minyak diantaranya in-situ
burning, penyisihan secara mekanis, bioremediasi, penggunaan sorbent dan
penggunaan bahan kimia dispersan. Setiap teknik ini memiliki laju penyisihan
minyak berbeda dan hanya efektif pada kondisi tertentu.

a. In-situ burning (penanggulangan secara fisika) adalah pembakaran minyak
pada permukaan air. Cara ini membutuhkan ketersediaan booms (pembatas untuk
mencegah penyebaran minyak) atau barrier yang tahan api.
Kelebihan: mampu mengatasi kesulitan pemompaan minyak dari permukaan laut,
penyimpanan dan pewadahan minyak serta air laut yang terasosiasi, yang
dijumpai

dalam

teknik

penyisihan secara fisik.
Kekurangan: pada peristiwa
tumpahan

besar

yang

memunculkan kesulitan untuk
mengumpulkan
mempertahankan

minyak

dan
pada

ketebalan yang cukup untuk

dibakar serta evaporasi pada komponen minyak yang mudah terbakar. Sisi lain,
residu pembakaran yang tenggelam di dasar laut akan memberikan efek buruk
bagi ekologi. Juga, kemungkinan penyebaran api yang tidak terkontrol.

b. Penyisihan minyak secara mekanis (penanggulangan secara fisika) melalui
dua tahap yaitu melokalisir tumpahan dengan menggunakan booms dan
melakukan pemindahan minyak ke dalam wadah dengan menggunakan peralatan
mekanis yang disebut skimmer.
Kelebihan: cara ini merupakan pemecahan ideal terutama untuk mereduksi
minyak pada area sensitif, seperti pantai dan daerah yang sulit dibersihkan dan
pada jam-jam awal tumpahan.
Kekurangan: Upaya ini terhitung
sulit dan mahal, serta keberadaan
angin,

arus

dan

gelombang

mengakibatkan cara ini menemui
banyak kendala.

c. Bioremediasi (penanggulangan secara biologi) yaitu mempercepat proses yang
terjadi secara alami, misalkan dengan menambahkan nutrien, sehingga terjadi
konversi sejumlah komponen menjadi produk yang kurang berbahaya seperti
CO2, air dan biomass.
Kelebihan: Selain memiliki dampak lingkungan kecil, cara ini bisa mengurangi
dampak tumpahan secara signifikan. Kekurangan: cara ini hanya bisa diterapkan
pada pantai jenis tertentu, seperti
pantai berpasir dan berkerikil,
dan

tidak

efektif

diterapkan di lautan.

untuk

d. Menggunakan sorbent (penanggulangan secara kimia) yang bisa menyisihkan
minyak melalui mekanisme adsorpsi (penempelan minyak pada permukaan
sorbent) dan absorpsi (penyerapan minyak ke dalam sorbent).
Kelebihan: Sorbent ini berfungsi mengubah fasa minyak dari cair menjadi padat
sehingga mudah dikumpulkan dan disisihkan. Sorbent harus memiliki
karakteristik hidrofobik, oleofobik dan mudah disebarkan di permukaan minyak,
diambil kembali dan digunakan ulang.
Ada 3 jenis sorbent yaitu organik
alami (kapas, jerami, rumput kering,
serbuk

gergaji),

(lempung,

anorganik

vermiculite,

alami

pasir)

dan

sintetis (busa poliuretan, polietilen,
polipropilen dan serat nilon).

e. Menggunakan dispersan kimiawi
(penanggulangan secara kimia) yaitu dengan memecah lapisan minyak menjadi
tetesan kecil (droplet). Dispersan kimiawi adalah bahan kimia dengan zat aktif
yang disebut surfaktan (berasal dari kata : surfactants = surface-active agents atau
zat aktif permukaan).
Kelebihan: mampu mengurangi kemungkinan terperangkapnya hewan ke dalam
tumpahan.
Kekurangan:

cara

ini

dikhawatirkan

dapat

menimbulkan

negatif tambahan berupa pencemaran bahan kimia tersebut ke lingkungan.

BAB III
Penutupan

1. Kesimpulan
Kasus pencemaran laut akibat
dari

tumpahan

minyak

dapat

dampak

berpengaruh pada beberapa sector, diantaranya lingkungan pantai dan laut,
ekosistem biota pantai dan laut, dan mengganggu aktivitas nelayan sehingga
mempengaruhi kesejahteraan mereka. Adapun cara menanggulanginya adalah
dengan cara in-situ burning, penyisihan minyak secara mekanis, bioremediasi,
menggunakan sorbent dan menggunakan dispersan kimiawi.

2. Daftar Pustaka
Ramadhany, Dedy. 2009. Bioremediasi.
Syakti, Agung Damar. 2008. Multi-Proses Remediasi di Dalam Penanganan
Tumpahan Minyak (Oil Spill) di Perairan Laut dan Pesisir. http://pksplipb.or.id.
[online]. 12 November 2009.
Zhu, Xueqing. 2004. Pedoman Untuk Bioremediasi of Garam Terkontaminasi
Minyak Rawa. www.google.com. [online]. 12 November 2009.
Sumastri.

Bioremediasi Lumpur

Minyak Bumi Secara Pengomposan

Menggunakan Kultur Bakteri Hasil Seleksi. [online]. 12 November 2009.
Wulandari, annisa. Bioremediasi Minyak Bumi. http://annisa-wulandariwulan.blogspot.com (diakses pada tanggal 11 Februari 2011)
Anonym. Minyak Bumi. http://okochan.multiply.com (diakses pada tanggal 11
Februari 2011)
Anonim.

Analisis

pencemaran

Laut

Akibat

Tumpahan

Minyak.http://furkonable.wordpress.com (diakses pada tanggal 11 Februari 2011)