EFISIENSI PENINGKATAN PRODUKSI SUSU MELALUI SUPLEMENTASI BOVINE SOMATOTROPIN DAN PENGATURAN MASA LAKTASI PADA SAPI PRAAFKIR

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009

EFISIENSI PENINGKATAN PRODUKSI SUSU
MELALUI SUPLEMENTASI BOVINE SOMATOTROPIN
DAN PENGATURAN MASA LAKTASI PADA SAPI PRAAFKIR
(The Efficiency of Milk Production Improvement through Bovine
Somatotropin Supplement and Lactation Time on Post Lactating Dairy)
DZARNISA ARABY1, B.P. PURWANTO2 dan Y. ZAKARIA3
1

Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala
Departemen ilmu Produksi Ternak Perah Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
3
Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala

2

ABSTRACT
Eighteen post lactating dairy cows in the highland Tajur Halang Bogor, were used to acsess physiological
condition and efficiency of increasing milk production dosed with bovine somatotropin (bST). The
experimental cows were assigned into a Randomized Block Design with a 3x2 factorial arrangement. The

first factor was using somatotropin (bST) with three levels (non bST injection, biweekly injection and
triweekly injection). The second factor was lactation periodes with two levels (4th lactating time and 6th
lactating time) Parameters measured were heart rate, respiration frequency, rectal temperature, weight gain,
dry matter intake, milk production efficiency and body condition score, milk production, 4% FCM (fat
corrected milk.), milk composition, weight gain, milk quality consist of protein, fat, pH. Bovine somatotropin
significantly increased heart rate and respiration rate. Also bovine somatotropin injection at 4th lactating time
significantly increased milk production. There were an interaction between bST dan lactating time on milk
production and weight gain. Bovine somatotropin injection biweekly in cows on 4th lactating timeration
increased milk production by 28 – 30%, but injection in cows 6th lactating time increased milk production by
17 – 20% combination with somatotropin dose 250/ml/14 days. Biweekly and triweekly somatotropin
supplementation did significantly affect milk production.
Key Words: Somatotropine, Milk, Hormone, Post Lactating Dairy
ABSTRAK
Sebanyak 18 ekor sapi perah pra afkir yang dipelihara di Tajur Halang Bogor, telah digunakan untuk
mempelajari kondisi faali dan efisiensi peningkatan produksi susu akibat penyuntikan bovine somatotropin
(bST). Penelitian dirancang menggunakan rancangan acak kelompok dengan pola factorial 3 x 2. Faktor
pertama adalah penggunaan somatotropin (bST) dengan 3 tingkatan dosis, yang terdiri atas kontrol tanpa
penyuntikan, penyuntikan dengan dosis 250 mg/ekor/14 hari dan penyuntikan dengan dosis 250 mg/ekor/21
hari. Faktor ke dua adalah masa laktasi dengan 2 level, yang terdiri atas masa laktasi ke 4 dan masa laktasi ke6. Parameternya meliputi denyut jantung, frekuensi pernapasan, suhu tubuh, pertambahan bobot tubuh,
konsumsi bahan kering, efisiensi produksi susu dan nilai kondisi ternak, produksi susu, komposisi susu, bobot

tubuh dan kualitas susu yang meliputi protein, lemak BJ dan pH. Penggunaan somatotropin nyata
meningkatkan denyut jantung dan frekuensi pernapasan. Demikian pula penyuntikan bST pada masa laktasi
ke-4 nyata dapat meningkatkan produksi susu 28 – 30%. Injeksi somatotropin pada sapi dengan masa laktasi
ke-6 ternyata dapat meningkatkan produksi susu sebesar 17 – 20%, yang dikombinasi dengan penyuntikan
dosis 250 mg/ekor/14 hari. Suplemen somatotropin yang disuntik antara jarak dua minggu dengan tiga
minggu menunjukkan perbedaan yang nyata.
Kata Kunci: Somatotropin, Susu, Hormon, Sapi Praafkir

113

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009

PENDAHULUAN
Di Indonesia, pengafkiran sapi perah
menjadi masalah disebabkan karena puncak
laktasi yang semakin cepat yang biasa 5 tahun
kini banyak terjadi hanya dalam waktu 3,5
tahun dan sapi yang harus diafkir semakin
banyak yang terkadang masih terlalu muda
untuk diafkir untuk mengurangi biaya produksi

yang tinggi yang tidak seimbang dengan
produksinya. Penelitian-penelitian tentang
penggunaan somatotropin di luar negeri, sejak
25 tahun terakhir telah berkembang dengan
pesat, walaupun somatotropin telah dikenal
pertama sekali tahun 1937. Di Indonesia
penelitian-penelitian tersebut masih sangat
terbatas, bahkan dikalangan para peternak
belum begitu popular, padahal MANALU (1994)
melaporkan bahwa penggunaan bST secara
injeksi dan sebagian dengan cara implantasi
sangat menentukan kandungan hormon dalam
darah dan organ tubuh. Penambahan hormon
secara eksogen berdampak pada konsentrasi
hormon-hormon yang lain yang saling
berkaitan secara metabolis. Konsentrasi
somatotropin plasma akan meningkat dan
mencapai puncak dalam plasma 8 jam setelah
penyuntikan dan segera kembali ke konsentrasi
basal 24 jam setelah penyuntikan.

Mengingat
keadaan
lingkungan
di
Indonesia berbeda dengan yang ada di luar
negeri terutama dalam hal suhu lingkungan dan
manajemen suatu peternakan maka penelitian
ini sangat penting dilakukan, untuk
mendapatkan informasi yang dapat digunakan
di dalam negeri. Dengan informasi ini para
peternak dapat meningkatkan produksi susu
dari sapi sehingga dapat meningkatkan
persediaan kebutuhan akan protein hewani bagi
masyarakat
Indonesia
secara
nasional.
Penggunaan somatotropin pada pengusahaan
sapi perah kiranya dapat mendongkrak
peningkatan produksi susu sehingga diharapkan

dapat memenuhi permintaan konsumen dari
bayi sampai orang tua.
Anjuran penggunaan somatotropin dengan
dosis 500 mg per ekor selama 2 minggu telah
dilakukan secara internasional, tetapi pada
penelitian ini ingin mencoba pada dosis yang
sangat ekonomis yang dihubungkan dengan
periode laktasi dan jangka waktu penggunaan
yang lebih lama. Sampai tahun 1970-an
penggunaan somatotropin hanya mengalami

114

kemajuan dalam hal aplikasi pada ternak untuk
tujuan komersial. Ini disebabkan oleh
terbatasnya produksi somatotropin, dimana
somatotropin yang akan diberikan pada seekor
sapi diperoleh dari 200 ekstrak hipofisa sapi,
namun setelah 50 tahun aplikasi penggunaan
somatotropin berkembang pesat terutama

setelah ditemukan sistem rekombinan, maka
ST banyak digunakan untuk meningkatkan
produksi ternak, khususnya daging dan susu
(KAMIL et al. 2001).
Untuk menurunkan angka pengafkiran
terhadap sapi perah maka pemberian
somatotropin
pada
peternakan
dengan
manajemen yang kurang memadai adalah hal
yang sangat penting, oleh karena itu dukungan
terhadap penelitian-penelitian tentang upaya
peningkatan produksi susu ini sangat
dibutuhkan.
Sehingga perlu dilakukan penelitian tentang
perangsangan
produksi
susu
dengan

penyuntikan bovine somatotropin (bST) pada
sapi perah sebelum memasuki masa afkir di
peternakan rakyat, sehingga masa produksi
tinggi dapat dipertahankan.
Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk
mencari kombinasi dari jumlah bovine
somatotropin yang disuntik dengan periode
laktasi terbaik. Kadar somatotropin yang
efektif dan ekonomis dalam membantu proses
metabolisme dan produksi ternak yang
disebabkan oleh penundaan masa afkir.
MATERI DAN METODE
Rancangan yang digunakan Rancangan
Acak Kelompok pola faktorial (3 x 2).Temak
yang digunakan adalah 18 ekor sapi betina
Peranakan Fries Holland. Ternak dibagi ke
dalam tiga kelompok, Kelompok Kontrol (K),
Kelompok yang disuntik bST setiap 2 minggu
(KS 1) dan Kelompok yang disuntik setiap 3
minggu (KS2). Pemberian nomor secara acak

sesuai dengan perlakuan yang diberikan.
kepada kelompok kontrol (6 ekor) tidak
dilakukan penyuntikan, pada kelompok (KS 1)
dilakukan
penyuntikan
bST
secara
intramuskular dengan dosis 250 mg per ekor
per 14 hari (6 ekor), pada kelompok (KS2)
dilakukan penyuntikan secara intramuskular
dengan dosis 250 mg per ekor per 21 hari (6
ekor). Waktu penyuntikan dilakukan secara

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009

serentak pada pagi hari. Masing-masing
kelompok terdiri sapi dengan masa laktasi
yaitu masa laktasi keempat dan keenam, bulan
laktasi antara kedua dan keempat. Adapun
pakan yang diberikan terdiri atas pakan hijauan

(rumput Gajah) dan konsentrat yang
disesuaikan dengan pakan yang diberikan di.
peternakan sapi perah rakyat Cipelang, Cijeruk
Tajur Halang 37 kg/hari/ekor, konsentrat
diberikan 12 kg/hari/ekor. Parameter yang
diukur, produksi susu/hari, produksi susu
komulatif, kualitas susu: (lemak, protein, BJ,
BKTL), konsumsi pakan, efisiensi produksi,
suhu tubuh, frekuensi pernafasan, denyut
jantung.

Dari paparan hasil status faali, ternyata
diperoleh hasil yang menunjukkan tidak
berbeda yang diakibatkan injeksi bST atau
masa laktasi. Menunjukkan bahwa pemberian
bST pada sapi perah pra afkir tidak
menyebabkan perubahan terhadap status faali
walau terjadi peningkatan denyut jantung dan
frekuensi pernapasan tapi masih dalam kisaran
normal

yang
mana
pada
akhirnya
dimanifestasikan dengan suhu tubuh sapi-sapi
uji tidak menunjukkan perubahan. Sehingga
dapat dimaknai bahwa pemakaian injeksi
bovine somatotropin tidak mengganggu proses
homeostatis
Produksi dan komposisi susu

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi faali
Rataan kondisi faali ternak perlakuan hasil
suplementasi bST selama 12 minggu disajikan
dalam Tabel 1.

Rataan produksi dan komposisi susu hasil
suplementasi bST selama 12 minggu disajikan
dalam Tabel 2. Secara keseluruhan tidak

berpengaruh nyata tapi perlakuan injeksi
somatotropin ini dapat meningkatkan produksi
susu.

Tabel 1. Rataan denyut jantung, frekuensi pernafasan, suhu tubuh sapi yang disuplementasi bST dan
kombinasi masa laktasi selama 12 minggu pengamatan
Peubah

ML4

Kontrol
(K0) ML6

ML4

bST 14 hari
(K1) ML6

ML4

21 hari
ML6

bST

P>F
ML

Int

Denyut
Jantung

64,66

63,64

67,70

66,50

67,50

65.00

ns

ns

-

Frekuensi
pernafasan

28,96

29,09

29,40

29,33

29,30

29,20

ns

ns

-

Suhu tubuh

38.58

38,50

38,53

38,50

38,57

38,50

ns

ns

-

ns: tidak berbeda nyata pada taraf 5%; *: menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5%; ML4: masa laktasi ke-4;
ML6: masa laktasi ke-6
Tabel 2. Rataan total produksi susu , dan komposisi susu sapi yang disuplementasi bST dan kombinasi masa
laktasi selama 12 minggu pengamatan
ML4

Kontrol
(K0) ML6

ML4

bST 14 hari
(K1) ML6

ML4

21 hari
ML6

bST

P>F
ML

Int

Total prod(kg)

1120,92

1089,30

1308,63

1277,05

1288,03

1187.30

ns

ns

*

4%FCM (kg)

12,84

12,69

13,87

13,10

13,00

12,89

ns

ns

-

Protein (%)

3,52

3,26

3,68

3,63

3,59

3,44

ns

ns

-

Lemak (%)

3,93

3,60

4,12

3,88

3,85

3,63

ns

ns

-

BKTL(%)

7,23

7,14

6,96

7,19

7,03

7,01

ns

ns

-

Bobot jenis

1,0228

1,0227

1,0227

1,0223

1,0224

1,0223

ns

ns

-

Peubah

ns: tidak berbeda nyata pada taraf 5%; *: menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5%; ML4: masa laktasi ke 4;
ML6: masa laktasi ke-6

115

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009

Hasil pengamatan dan ana1is ragam
menunjukkan adanya interaksi yang kuat
antara injeksi bST dan masa laktasi (Tabel 3).
Pada level masa laktasi ke-4, pemberian
suplementasi bST (selang 14 hari dan selang
21 hari) meningkatkan total produksi susu.
Produksi susu sapi yang diinjeksi bST selang
21 hari lebih tinggi 17% dibandingkan dengan
kontrol namun tidak berbeda nyata. sedangkan
pada injeksi bST selang 14 hari menunjukkan
peningkatan produksi susu yang nyata lebih
tinggi 26% dibandingkan dengan kontrol Pada
level masa laktasi ke-4. produksi susu hasil.
Pada level masa laktasi ke-6 suplementasi bST
selang 14 hari lebih tinggi 8% dibandingkan
dengan hasil suplementasi bST selang 21 hari
namun tidak berbeda secara nyata. Hasil
pengamatan mernperkuat pernyataan VERNON
(1988); BAUMAN (1992) bahwa suplernetasi
bST akan rnernberikan respons yang baik jika
dilaksanakan pada manajemen yang memadai
khususnya keseimbangan nutrisi pakan.
Tabel 3. Uji lanjutan Duncan untuk produksi susu
hasil suplementasi bST dan Kombinasi
masa laktasi selama 12 minggu pengamatan
Masa
laktasi

K0

bST K14

K21

ML4

1289,31abc

1411,20a

1308,50ab

ML6

1120,93bc

1096,30c

1277,10abc

Nilai yang diikuti huruf yang sarna ke arab kolom
dan baris tidak berbeda pada taraf 5%

Pengamatan masa laktasi ke 4 dan ke 6
pada sapi kontrol (yang tidak mendapatkan
suplementasi bST) dapat diketahui produksi
susu sebesar 15% lebih tinggi pada masa
laktasi ke-4 namun tidak berbeda nyata.
Keadaan tersebut di atas disebabkan karena
masa laktasi ke 6 sudah mendekati masa afkir
karena sudah melewati puncak produksi.
Namun. pada sapi yang disuplementasi bST.
penambahan bST eksogen akan mempengaruhi
konsentrasi somatotropin darah yang pada
gilirannya akan memacu hati untuk
meningkatkan sintesis IGF I dan selanjutnya
IGF I akan bekerja meningkatkan aktivitas
kelenjar susu dalam rangka sintesis susu.
Disamping itu somatotropin akan melakukan
aktivitasnya sebagai agen homeorhesis pada
jaringan tubuh, hati dan jaringan lunak (PEEL
dan BAUMAN, 1987) yaitu memacu aliran

116

darah dan kerja jantung dalam rangka
pengaliran nutrien ke dalam kelenjar susu.
Perlakuan suplementasi bST (selang 14 hari
dan selang 21 hari). Cara suplementasi bST
dari hasil pengamatan menunjukkan bahwa
suplementasi bST selang 14 hari menghasilkan
produksi susu yang lebih tinggi dibandingkan
dengan suplementasi bST selang 21 hari. Pada
suplementasi harian dilaporkan MANALU
(1994) bahwa konsentrasi somatotropin dalam
darah akan mencapai puncaknya 8 jam setelah
injeksi bST dan menurun ke konsentrasi basal
24 jam setelah injeksi sehingga selama 12
minggu pengamatan konsentrasi somatotropin
darah akan menggambarkan siklus periodik
yang stabil. Sedangkan pada suplementasi bST
selang 14 hari menunjukkan puncak konsentrasi
somatotropin dicapai 3 hari setelah injeksi bST
(SCHALM, 1989) dan produksi susu dicapai
bervariasi bergantung dari produk yang
dipergunakan (CHILLIARD, 1989), dilaporkan
puncak produksi dicapai bervariasi 3,5 – 7, dan
7 – 9 setelah injeksi bST (SCHALM et a1.,
1989; MANALU, 1994) dan setelah itu akan
diikuti dengan penurunan produksi sampai hari
ke-14. Pada umumnya produksi susu akan
segera meningkat dalam kurun waktu 2/3 dari
14 hari pertama dan 1/3 waktu berikutnya
menunjukkan penurunan produksi, yang
diduga disebabkan oleh penurunan konsentrasi
somatotropin dalam darah sehingga akan
memacu laju aliran darah dan stimulasi pada
organ lainnya.
Cara suplementasi bST erat kaitannya
dengan konsentrasi somatotropin dalam darah
yang pada gilirannya menyebabkan respon
dalam proses adaptasi metabolisme dalam
tubuhnya khususnya jaringan dan organ.
Produksi susu 4% FCM sapi uji pada
perlakuan control sapi yang diinjeksi bST
selang 14 hari dan selang 21 hari. Tampak
adanya kecenderungan bahwa produksi 4%
FCM sapi yang disuplementasi bST pada masa
laktasi ke-4 selang 14 hari lebih tinggi 5,64%
dibandingkan dengan kontrol sementara
suplementasi bST pada sapi dengan masa
laktasi ke-6 memiliki produksi 4% FCM yang
hamper sama dengan kontrol, namun secara
statistic tidak berbeda. Demikian pula
tampaknya pada pemberian bST selang 21 hari
menunjukkan hasil 4% FCM lebih rendah
walau tidak berbeda nyata. Standardisasi
produksi 4% FCM berfokus pada kadar lemak,

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009

sementara suplementasi somatotropin memacu
peningkatan produksi susu secara kuantitas.
Dengan kata lain, peningkatan produksi 4%
FCM sejalan dengan peningkatan produksi
susu secara umum (VERNON, 1988). Antara
produksi susu dan kadar lemak berkorelasi
negatif, yaitu peningkatan susu secara kuantitas
akan menurunkan kadar lemak susu (SUDONO
et al., 2003).
Komposisi susu, kadar protein, lemak dan
BKTL hasil pengamatan ternyata tidak
mengalami perubahan yang diakibatkan
suplementasi bST atau pengaruh masa laktasi.
Rataan kadar protein susu sapi kontrol, sapi
yang mendapat injeksi bST harian, sapi yang
mendapat injeksi bST selang 14 hari.
Kadar protein susu sapi yang mendapat
suplementasi bST (selang 14 dan 21 hari)
cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan
peningkatan tersebut tidak secara nyata. Tinggi
rendahnya kadar protein susu erat kaitannya
dengan status keseimbangan nitrogen tubuh.
Pada kondisi keseimbangan nitrogen positif
kadar protein cenderung meningkat dan akan
menurun pada keseimbangan nitrogen negatif
sehingga pada suplementasi bST kadar protein
susu umumnya tidak konstan tetapi kadang
sedikit meurun (PEEL et al, 1983; MCDOWELL
et al., 1987). Lebih jauh kadar protein susu
cenderung dipengaruhi oleh persediaan asam amino intraseluler untuk sintesis susu dan
bukan oleh penurunan mRNA untuk protein
susu atau kapasitas untuk mensintesis dan
mensekresikan protein tersebut (PROSSER dan
MEPHAM, 1989).
Suplementasi bST meningkatkan kadar
lemak susu menunjukkan lebih tinggi 4,12 dan
3,88. dibandingkan kontrol 3,93 dan 3,60
Kadar lemak susu sapi yang disuplementasi
bST selang 14 hari lebih tinggi dibandingkan
dengan kontrol. Rataan kadar lemak susu sapi
kontrol, sapi yang diberi suplementasi bST
selang 21 hari,juga meningkat akan tetapi
peningkatannya sangat kecil dikarenakan
produksi susu yang sudah melewati puncak
produksi. Namun peningkatan tersebut tidak
secara nyata.
Kisaran kadar lemak susu hasil pengamatan
3,6 – 4,21% ternyata lebih lebih tinggi dari
yang dilaporkan SUDONO (2003), yaitu 3,45%
atau SCHMIDT et al. (1988) yaitu sebesar 3,5%.
Kadar lemak susu akan mengalami peningkatan
sejak partus sampai dengan puncak laktasi (6 –

8 minggu setelah partus) dan diikuti dengan
penurunan sampai akhir laktasi. Kadar lemak
susu
mengalami
peningkatan
saat
keseimbangan energi negatif, karena terjadi
mobilisasi cadangan lemak untuk memasok
kebutuhan sintesis susu yang akan diikuti
dengan peningkatan dalam sel-sel sekretoris
kelenjar susu.
Hasil pengamatan suplementasi bST dan
pemilihan masa laktasi menunjukkan bahwa
kedua faktor tersebut tidak berpengaruh pada
kadar bahan kering tanpa lemak. Rataan bahan
kering tanpa lemak dari sapi kontrol, sapi yang
diberi injeksi bST selang 14 hari, sapi yang
diberi injeksi bST selang 21 hari, dan sapi
dengan masa laktasi ke-4 dan ke-6 Terdapat
penurunan kadar bahan kering tanpa lemak
(BKTL) pada suplementasi bST, kisaran kadar
BKTL hasil pengamatan temyata lebih rendah
dari hasil pengamatan SUDONO (2003), yaitu
secara berturut-turut 8 dan 7,77%. Rendahnya
rataan kadar BKTL hasil pengamatan
menggambarkan bahwa suplementasi bST akan
menurukan persentase BKTL tetapi tidak
berpengaruh pada persentase lemak. Secara
keseluruhan efek suplementasi bST temyata
tidak menyebabkan perubahan pada komposisi
susu.
Komposisi susu cenderung dipengaruhi
oleh kondisi keseimbangan energi dan nitrogen
tubuh keadaan tersebut memperkuat pemyataan
AKERS (2002). Secara keseluruhan injeksi
somatotropin menunjukkan respons positif
walaupun pada sapi yang sudah melewati
puncak produksi (praafkir), sapi yang diinjeksi
bST selang 14 hari nyata meningkatkan
produksi susu sebesar 26% dibandingkan sapi
kontrol. Sedangkan sapi yang diinjeksi bST
selang 21 hari menunjukkan peningkatan
produksi berbeda nyata dibandingkan dngan
sapi kontrol. Hasil produksi susu bST selang
14 hari 8% lebih tinggi dibandingkan dengan
sapi yang diinjeksi somatotropin selang 21 hari.
Bobot tubuh, konsumsi pakan, efisiensi
produksi susu dan nilai kondisi ternak
Bobot tubuh awal penelitian dan bobot
tubuh akhir penelitian menunjukkan tidak
berbeda, baik pada suplementasi bST maupun
masa laktasi. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 5.

117

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009

Tabel 5. Rataan bobot tubuh, konsumsi pakan, efisiensi produksi susu dan nilai kondisi ternak yang disuplementasi bST dan kombinasi masa laktasi Selama 12 minggu
pengamatan
ML4

Kontrol (K0)
ML6

Bobot tubuh awal (kg)

450,00 ± 71,60

430,00 ± 33,80

462±71.6

Bobot tubuh akhir(kg)

460 ± 46

435 ± 40

468,00 ± 71,00

Pertambahan bobot
tubuh(kg)

+10,00 ± 25,60

+5 ± 6,20

+6,00 ± 0,60

Rataan bobot tubuh

435,30 ± 43,50

456,40 ± 44,30

Konsumsi pakan

15,80 ± 0,09a

15,70 ± 0,03b

Efisiensi produksi susu

15,60 ± 3,00

Nilai kondisi ternak

2,71 ± 0,50

Peubah

ns: tidak berbeda nyata pada taraf 5%
*: menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5%
ML4: masa laktasi ke-4
ML6: masa laktasi ke-6

118

bST 14 hari (K1)
ML6

ML4

21 hari ML6

bST

P > F ML

Int

440 ± 39

450 ± 31

440 ± 63

ns

ns

-

451 ± 46,30

457,80 ± 31,00

446 ± 40

ns

ns

-

+11 ± 7,30

7,80 ± 0,00

+6 ± 23

-

-

-

469,30 ± 68,10

455,70 ± 29,00

430,70 ± 44,00

450,20 ± 50,00

ns

ns

-

15,80 ± 0,06a

15,90 ± 0,40b

15,50 ± 0,03a

15,60 ± 0,01b

ns

ns

-

14,50 ± 1,06

16,30 ± 1,82

14,90 ± 3,86

15,90 ± 5,27

14,00 ± 2,91

ns

ns

2,65 ± 0,50

2,75 ± 0,10

2,69 ± 0,60

2,60 ± 0,10

2,60 ± 0,20

ns

ns

ML4

-

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009

Bobot tubuh awal penelitian dan bobot
tubuh akhir penelitian menunjukkan tidak
berbeda, baik pada suplementasi bST atau
pengamatan sesuai masa laktasi. Pertambahan
bobot tubuh selama perlakuan tampak
meningkat
namun
tidak
menunjukkan
perbedaan yang nyata. Peningkatan bobot
tubuh tertinggi terjadi pada sapi laktasi ke 6
yang diinjeksi bST selang 14 hari, hal ini
diduga erat kaitannya dengan pengalihan
kelebihan energi, sementara pada sapi dengan
masa laktasi ke 4 dimana produksi masih tinggi
diduga metabolisme dari sumber makanan
banyak digunakan dalam proses sintesis susu.
Menurut VERNON (1989) percobaan dengan
sapi menunjukkan suatu hubungan positif
antara ST dan massa total otot yang lebih besar
dan suatu hubungan negative antara ST dengan
kandungan lemak karkas akan tetapi ia
menambahkan bahwa neraca nitrogen yang
positif yang dikaitkan dengan penyuntikan ST
bukan disebabkan oleh penurunan katabolisme
protein, akan tetapi diperoleh dari pengaruh
positif ST pada sintesis protein.
Konsumsi pakan juga menunjukkan
perbedaan yang tidak nyata walaupun terjadi
peningkatan konsumsi hal ini disebabkan
ketika sapi laktasi diberikan ST, produksi susu
meningkat segera sementara peningkatan
konsumsi pakan secara voluntir baru kelihatan
setelah minggu ke lima sampai minggu ke
tujuh (ELVINGER et al., 1988) Dengan
demikian pada tahap awal pemberian ST
kebutuhan akan zat-zat makanan tambahan
untuk memenuhi peningkatan produksi susu
diperoleh dari peningkatan mobilisasi cadangan
energi tubuh.
Pada nilai kondisi ternak dari Tabel 5 di
atas dapat dimaknai dalam penilaian
manajemen pemberian pakan. Dalam kaitannya
dengan pemberian bST, nilai kondisi ternak
dapat dijadikan tolok ukur proses adaptasi
metabolism selkama penggunaan bST, atau
untuk mengetahui sampai sejauh mana
perubahan fisik yang terjadi/perombakan
cadangan nutrisi tubuh digunakan dalam
memenuhi pasokan nutrisi untuk peningkatan
sintesis susu. Hasil pengamatan menunjukkan
tidak berbeda, bahkan sapi uji masih terdapat
dalam kisaran yang ideal.
Suplementasi
bST
menyebabkan
peningkatan kadar ST dalam darah dan

memacu hati untuk meningkatkan laju sintesis
IGF I yang akan berperan memediasi kerja ST
IGF I disekresikan ke dalam sirkulasi darah,
dan mencapai sel-sel epitel dan bekerja
memacu sintesis susu. IGF I dalam kerjanya
sangat akut sensitive terhadap perubahan
nutrisi metabolik dan steroid. Disisi lain
dengan ST akan berdampak secara tidak
langsung pada proses sintesis susu dalam
kelenjar susu (HERNAWAN, 2007).
KESIMPULAN
Dari bahasan di atas dapat disimpulkan
bahwa:
1. Penggunaan bovine somatotropin pada sapi
perah praafkir dapat meningkatkan produksi
susu 15 – 30% tanpa mengalami perubahan
komposisi, sushu tubuh, walau terjadi
peningkatan denyut jantung, frekuensi
pernafasan namun masih dalam batas
fisiologis normal.
2. Suplementasi somatotropin (bST) selang 14
hari dan diberikan pada sapi laktasi
produksi lebih tinggi dapat meningkatkan
produksi susu sebesar 30% tanpa diikuti
perubahan
komposisi
susu,
jika
dibandingkan dengan sapi pra afkir yang
hanya dapat meningkat 15%, namun
demikian bST masih dapat meningkatkan
produksi sapi pra afkir, waktu selang 14
hari lebih baik dilakukan jika dibandingkan
dengan selang 21 hari.
DAFTAR PUSTAKA
AKERS, R.M. 2002. Lactation and The Mammary
Gland, First Ed. United State: Iowa State
Press. Animal Production. Elsevier, New
York. pp. 359 – 386.
BAUMAN, D.E. 1992, Bovine somatotropin: Review
of an Emerging Animal Technology, J Dairy
Sci. 75: 3432 – 4351
CHILLIARD, Y. 1989. Long term effect of
recombinant bovinesomatotropin (r bST) on
dairy cow performances: A review lactation
laboratory. INRA. Theix. C~eyrat. France. In:
M. Vestergaard, A. Neimann-Sorensen,
Editor. Use of Somatotropin in Livestock
Production. Elsevier Applied Science, London
and New York.

119

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009

ELVINGER, F, H.H. HEAD, C.J. WILCOX, R.P. NATZKE
and R.G. EGGERT. 1988. Effect of
administration of bovine somatotropin on milk
yield and composition. J. Dairy Sci. 71: 1515
– 1525.
HERNAWAN, E. 2007. Injeksi Bovine Somatotropin
(bST) dan Penambahan Konsentrat pada Sapi
Holstein Laktasi di Dataran Tinggi Cikole,
Lembang. Disertasi. Sekolah Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor.
KAMIL, K., E. MARYUMAN, A. YULIANTI, E.
HERNAMAN dan D. LATIFUDIN. 2001. Peranan
Somatotropic
Axis
dalam
Pengaturan
Pertumbuhan Ternak Ruminansia. Pros.
Diskusi Sehari Problema Penggunaan Hormon
dalam Produksi Ternak. Bandung, 3 Februari
2001. Fakultas Peternakan Universitas
Padjadjaran, Bandung. hlm. 14 – 27.
MANALU, W. 1994. Menyongsong aplikasi hasil
bioteknologi dalam industri peternakan: Suatu
ulasan mengenai kegunaan somatotropin
untuk meningkatkan produksi susu dan
dampaknya
twerhadap
kesehatan
dan
reproduksi sapi perah serta masa depannya
dalam industry sapi perah di Indonesia. Media
Veteriner I(1): 9 – 42.

120

MCDOWELL, G.H., I.C. HART and A.C. KIRBY. 1987.
Local intra-arterial infusion of growth
hormone into the mammary glands of sheep
and goats: effect on milk yield and
composition,
plasma
hormone
and
metabolites. Aust. J. Bioi. Sci. 40: 181 – 189.
PEEL, C.J. and D.E. BAUMAN. 1987. Somatotropin
and Lactation. J. Dairy Sci. 70: 474 – 486.
PEEL, C.J. T.J. FRONK, D.E. BAUMAN and R.C.
GOREWIT. 1983. Effect of exogenous growth
hormone in early and late lactation
performance in dairy cows. J. Dairy Sci. 66:
776 – 782.
SCHALM, O.W., E.J. CARROLL and N.J. JAIN. 1971.
Bovine Mastitis. Philadelphia. Lea & Febiger.
SCHMIDT, G.H., L.D. VAN VELK and M.F. HUTJENS.
1988. Principles of Dairy Science. 2nd Ed.
New Jersey: Englewood Cliffs, Prentice Hall.
SUDONO, A. 2003. I/mu Produksi Ternak Perah.
Jurusan llmu Produksi Ternak Fakultas
Petemakan Institut Pertanian Bogor, Bogor.
VERNON, R.O. 1989. Influence of somatotropin on
metabolism. In: Use of Somatotropin
Livestock Production. SEJRSEN, K., M.
VESTERGAARD and A. NEIMANN-SORENSEN
(Eds.). Elsevier Applied Science, New York.
pp. 31 – 50.