Injeksi Bovine Somatotropin (bST) dan Penambahan Konsentrat pada Sapi Holstein Laktasi di Dataran Tinggi Cikole Lembang

INJEKSI BOVINE SOMATOTROPIN (bST) DAN
PENAMBAHAN KONSENTRAT PADA SAPI
HOLSTEIN LAKTASI DI DATARAN TINGGI CIKOLE,
LEMBANG

ELVIA HERNAWAN

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007

2

ABSTRAK

ELVIA HERNAWAN. Injeksi Bovine Somatotropin (bST) dan Penambahan
Konsentrat pada Sapi Holstein Laktasi di Dataran Tinggi Cikole, Lembang. Di
bawah bimbingan WASMEN MANALU, SYAHRUN HAMDANI NASUTION,
dan NASTITI KUSUMORINI
Sebanyak 24 ekor sapi Holstein laktasi yang dipelihara di dataran tinggi

telah digunakan untuk mempelajari respons fisiologis terhadap injeksi
somatotropin. Penelitian dirancang menggunakan rancangan acak kelompok
dengan pola faktorial 3x2. Faktor pertama adalah injeksi somatotropin (bST)
dengan 3 level, yang terdiri atas injeksi nonbST atau kontrol (plasebo yang
diberi injeksi 1 mL sesame oil/ekor/hari), injeksi bST harian (36 mg/ekor/hari),
dan injeksi bST selang 14 hari. (500 mg/ekor/14hari). Faktor ke dua adalah
penambahan konsentrat dengan 2 level, yang terdiri atas pakan standar dan pakan
standar ditambah 25% konsentrat. Parameter yang diukur meliputi denyut
jantung, frekuensi pernapasan, suhu tubuh, nilai hematokrit, kadar hemoglobin,
glukosa, trigliserida, nitrogen urea, kortisol, T4, T3 dalam darah, produksi susu,
produksi
4% FCM (fat corrected milk), komposisi susu, bobot tubuh,
pertambahan bobot tubuh, konsumsi bahan kering, efisiensi produksi susu dan
nilai kondisi ternak, Injeksi somatotropin nyata meningkatkan denyut jantung dan
frekuensi pernapasan demikian pula pemberian pakan standar ditambah 25%
konsentrat nyata meningkatkan konsumsi bahan kering pakan. Terdapat interaksi
antara injeksi bST dan penambahan 25% konsentrat pada produksi susu dan
pertambahan bobot tubuh. Injeksi somatotropin pada sapi yang diberi pakan
standar (sesuai dengan kebutuhan) dapat meningkatkan produksi susu sebesar 1726%, sedangkan injeksi bST dan pakan yang ditambah 25% konsentrat
cenderung menurunkan produksi susu, namun meningkatkan bobot tubuh,

khususnya pada sapi yang mendapat injeksi bST selang 14 hari.

Kata kunci: Bovine somatotropin, Holstein, konsentrat, produksi susu, dataran
tinggi.

3

ABSTRACT

ELVIA HERNAWAN. Bovine Somatotropin Injection and Concentrate
Supplementations in Lactating Holstein Cows in the Highland Cikole, Lembang.
Under the supervision of WASMEN MANALU, SYAHRUN HAMDANI
NASUTION, and NASTITI KUSUMORINI
Twenty four lactating Holstein cows were used to study the effect of
bovine somatotropin injection and concentrate supplementations in lactating
cows in the highland Cikole Lembang. The experimental cows were assigned
into a Randomized Block Design with a 3 x 2 factorial arrangement. The first
factor was somatotropin injection with three levels (nonbST injection, daily
injection, and biweekly injection). The second factor was concentrate
supplementation with two levels (fed standard ration and standard ration plus

25% concentrate.) Parameters measured were heart rate, respiration frequency,
rectal temperature, hematocrit, hemoglobin, glucose, triglyceride, blood urea
nitrogen, cortisol, thyroxine, triiodothyronine concentrations in the blood, weight
gain, dry matter intake, milk production efficiency, and body condition score,
milk production, 4% FCM (fat corrected milk), milk composition, weight gain,
dry matter intake, milk production efficiency, and body condition score. Bovine
Somatotropin injection significantly increased heart rate and respiration rate.
Concentrate supplementation increased dry matters intake. There were an
interaction between bST and concentrate supplementation on milk production
and weight gain. Bovine somatotropin injection in cows fed standart ration
increased milk production by 17–26%, but injection in cows fed ration with 25%
concentrate decreased milk production but showed increase weight gain. Daily
and biweekly somatotropin supplementation did not significantly affect milk
production.
Keywords: Holstein, Bovine somatotropin, concentrate, milk production,
highland

4

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa disertasi saya dengan
judul Injeksi Bovine Somatotropin (bST) dan Penambahan Konsentrat pada Sapi
Holstein Laktasi di Dataran Tinggi Cikole, Lembang adalah benar-benar asli
karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing, dan bukan hasil jiplakan
atau tiruan dari tulisan siapa pun serta belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun.

Bogor, Mei 2007

Elvia Hernawan
NIM G 361020161

5

INJEKSI BOVINE SOMATOTROPIN (bST) DAN
PENAMBAHAN KONSENTRAT PADA SAPI
HOLSTEIN LAKTASI DI DATARAN TINGGI
CIKOLE, LEMBANG

ELVIA HERNAWAN


Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor
pada
Program Studi Biologi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007

6

7

PENGUJI LUAR KOMISI

I. Ujian Tertutup tanggal 24 April 2007
Dr. Ir. Bagus Pryo Purwanto
Staf Pengajar Departemen Ilmu Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Institut

Pertanian Bogor.

II. Ujian Terbuka tanggal 28 Mei 2007
1. Dr. Ir. Chalid Talib MS
Peneliti dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan , Departemen
Pertanian.
2. Dr. Ir. Suryahadi DEA
Staf Pengajar Departemen Nutrisi dan Makanan Ternak, Institut Pertanian
Bogor.

8

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 25 Desember 1951 sebagai
anak ke empat dari 12 bersaudara pasangan R. H. Ma’mun Hernawan dan R. Hj.
Siti Halimah Zyin.
Pendidikan SD diselesaikan pada tahun 1963 di SD Palasari Bandung,
SMP diselesaikan pada tahun 1966 di SMPN V Bandung, dan SMA di selesaikan
pada tahun 1969 di SMAN II Bandung .

Pada tahun 1970 penulis tercatat sebagai mahasiswa Fakultas Peternakan
Universitas Padjadjaran Bandung dan menyandang gelar Sarjana Peternakan pada
tahun 1977. Pada tahun 1985 penulis melanjutkan pendidikan S2 pada Program
Studi Ilmu Ternak,

Fakultas Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, melalui

beasiswa TMPD dari Ditjen DIKTI, DEPDIKBUD dan memperoleh gelar
Magister Sain (MS) pada tahun 1989. Pada

bulan September 2002 penulis

tercatat sebagai mahasiwa Program Doktor pada Program Studi Biologi, Fakultas
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dengan status swadana. Pada bulan
September 2003 mendapat beasiswa dari BPPS Ditjen DIKTI, DEPDIKNAS.
Penulis menikah dengan Ir. Burhanudin Soelaeman pada bulan Desember
1979 dan dikaruniai tiga anak, yaitu Gia Ginanjar S. Burhanudin, Gerry Nugraha
S. Burhanudin, dan Gistya Gemma Rahayu S. Burhanudin.

Penulis tercatat


menjadi staf pengajar di Laboratorium Fisiologi dan Biokimia, Jurusan Nutrisi
dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran Bandung.

9

PRAKATA
Alhamdulillah wa syukurillah atas berkah dan rahmat Allah SWT, penulis
dapat berhasil menyelesaikan karya ilmiah ini. Karya ilmiah yang berjudul Injeksi
Bovine

Somatotropin (bST) dan Penambahan Konsentrat pada Sapi Holstein

Laktasi di Dataran Tinggi Cikole Lembang yang telah dilaksanakan sejak bulan
Juni 2005 sampai Maret 2006.
Pada kesempatan ini tak lupa penulis menyampaikan ucapan terima kasih
dan penghargaan setinggi-tingginya kepada
1.

Prof. Ir. Wasmen Manalu Ph.D Ketua komisi pembimbing yang telah

memberikan arahan dan bimbingan selama penulis mengikuti program S3.

2. Drh. Syahrun Hamdani Nasution Ph.D anggota komisi pembimbing yang telah
memberikan saran, dorongan, dan koreksi dalam penyempurnaan penelitian
disertasi.
3.

Dra. Nastiti Kusumorini Ph.D anggota komisi pembimbing yang telah
memberikan arahan dan koreksi dalam penyempurnaan penelitian disertasi.

4. Dr. Ir. Bagus Pryo Purwanto penguji luar komisi pada ujian tertutup yang
telah memberikan saran dan koreksi dalam penyempurnaan disertasi.
5. Dr.Ir. Chalid Talib MS penguji luar komisis pada ujian terbuka yang telah
memberikan saran dan koreksi dalam penyempurnaan disertasi.
6. Dr. Ir. Suryahadi DEA penguji luar komisi pada ujian terbuka yang telah
memberikan masukan dalam penyempurnaan disertasi.
7. Rektor Institut Pertanian Bogor, Dekan Sekolah Pascasarjana Insitut Pertanian
Bogor

yang telah memberikan fasilitas yang terbaik


selama penulis

menimba ilmu di program S3.
8. Departemen

Pendidikan Nasional

dalam hal ini Direktorat Jenderal

Pendidikan Tinggi yang telah mendanai penulis melalui BPPS (Beasiswa
Pendidikan program Pascasarjana)

saat mengikuti pendidikan Program

Doktor di Insitut Pertanian Bogor .
9.

Rektor Universitas Padjadjaran,
Padjadjaran,


Dekan Fakultas Peternakan, Universitas

dan Kepala Laboratorium Fisiologi dan Biokimia, Fakultas

Peternakan Universitas Padjadjaran

beserta staf, yang telah memberi

10

kesempatan untuk mengikuti program S3 dan dorongan yang

tak henti-

hentinya.
10. Kepala Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat dan Kepala Balai Peningkatan
Produksi Ternak Perah, Balai Pelatihan, Balai Pengujian Sarana Produksi
Peternakan Pakan, dan Balai Penyidikan Penyakit dan Kesmavet di Cikole
Lembang, yang telah

memberikan izin dan fasilitas penelitian pada saat

penulis melaksanakan pengumpulan data
11. Bunda, Ibu Hj. Siti Halimah Zyin Hernawan, Keluarga besar Bpk R.H.
Mamun Hernawan dan Keluarga besar Bpk

H.Soelaeman yang telah

memberikan doa, dorongan bantuan berupa materi dan spriritual yang tidak
ternilai kepada penulis.
12. Suami tercinta Ir. Burhanudin Soelaeman MM, buah hati tersayang Gia
Ginanjar BS, Gerry Nugraha BS, dan Gistya Gemma Rahayu BS, yang telah
memberikan pengertian dan dorongan dengan penuh keikhlasan, serta
kesempatan yang luas, sehingga banyak waktu-waktu keluarga yang tersita
selama penulis mengikuti program S3.
13. Bapak K.H Aan Mustafa Kamil beserta keluarga besar Tariqoh Assadzaliah
yang telah memberi semangat dan dorongan spiritual, siraman rohani yang
menyejukkan selama mengikuti program S3.
14. Dr. Ir. Aslamiyah MS dan Ir. Arief Nasution MS (dari

Universitas

Hasanudin), teman seperjuangan menimba ilmu di program S3, yang telah
banyak membantu dan memberi semangat selama mengikuti program S3.
15. Grup Somatotropin (Gatot Muslim, SPt, M.Si, La Eddy SPd M.Si dari
Ternate, Dr. Ir. Hudiana Hernawan MS, Ni Wayan M.Si dari Udayana) yang
telah bahu membahu dalam persiapan dan pelaksanaan penelitian, dengan
suasana penuh canda tawa dan kekeluargaan.
16. Kepala Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor beserta jajarannya,
yang telah banyak memberikan fasilitas dan bantuan kepada penulis selama
mengikuti program S3
17. Poppy, Yudi, Titta, Ida, Nining, Caca, Cecen, Dedih, Mang Ade, Ayun dan
Poniman, group Cikole adalah kawan- kawan setia yang telah menemani dan
membantu dengan tanpa pamrih dalam pengumpulan data selama penelitian.

11

18. Ibu Asmarida, Ibu Sri dan Pak Wawan dari Laboratorium

Fisiologi,

Departemen AFF, FKH IPB, yang telah banyak membantu penulis dalam
penyelesaian penelitian di laboratorium.
19. Dinda Dr. Dra. Iis Arifiantini MSi beserta keluarga yang telah banyak tersita
waktunya untuk membantu saat akhir penyelesaian disertasi ini.
20. Rekan-rekan dan semua pihak baik secara langsung maupun tidak langsung
yang terlibat dalam pelaksanaan dan penulisan disertasi ini.
Akhirulkalam semoga amal dan budi baik yang telah diberikan kepada
penulis menjadikan

pahala dan mendapat balasan

yang berlipat ganda dari

Allah SWT, Sang Maha Pemberi dan Pengabul. Kunfayakun! Semoga Karya
Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi perkembangan khasanah biologi khususnya
peternakan di Indonesia.
`
Bogor, Mei 2007

ELVIA HERNAWAN

12

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ...............................................................................................
i
DAFTAR TABEL ......................................................................................
ii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................
iii
DAFTAR LAMPIRAN ..............................................................................
v
PENDAHULUAN .....................................................................................
Latar Belakang ..................................................................................
Tujuan dan Manfaat Penelitian ......................................................
Hipotesis .........................................................................................

1
1
5
6

TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................
Sapi Perah di Indonesia ..................................................................
Masa Laktasi ..................................................................................
Homeostasis ...................................................................................
Somatotropin dan Mekanisme Kerja ..............................................
Somatotropin, IGF-I, dan Produksi Susu .......................................
Somatotropin, Metabolisme, dan Produksi Susu ...........................
Somatotropin, Kesehatan Ternak dan Keamanan Pangan .............

7
7
9
10
11
16
18
22

MATERI DAN METODE PENELITIAN .................................................
Materi Penelitian ............................................................................
Metode Penelitian ..........................................................................
Alir Penelitian ................................................................................
Peubah yang Diamati dan Cara Pengukuran ..................................
Analisis Statistik ............................................................................

25
25
25
27
29
34

HASIL ........................................................................................................
Status Faali dan Hematologi ................................................................
Metabolit Darah dan Hormon Metabolisme ..................................
Produksi Susu......................................................................................
Komposisi Susu dan Berat Jenis Susu ...........................................
Tubuh, Konsumsi Bahan Kering, Efisiensi Produksi Susu, dan
Nilai Kondisi Ternak ......................................................................

36
36
40
46
53

PEMBAHASAN .........................................................................................

65

SIMPULAN ...............................................................................................

89

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................

90

LAMPIRAN ...............................................................................................

99

57

13

DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Komposisi asam-amino somatotropin manusia, sapi, domba, dan
babi ...............................................................................................

13

Tabel 2 Komposisi pakan sapi perah laktasi di BPPTP Cikole .................

28

Tabel 3 Kandungan nutrisi pakan penelitian, imbangan hijauan dan
konsentrat pakan, dan angka kebutuhan nutrien sapi penelitian ..

28

Tabel 4 Rataan denyut jantung, frekuensi pernapasan, suhu tubuh, nilai
hematoktit dan kadar hemoglobin sapi yang diinjeksi bST dan
ditambah konsentrat selama 84 hari (12 minggu) pengamatan ....

37

Tabel 5 Rataan kadar metabolit dan hormon metabolisme pada sapi yang
diinjeksi bST dan ditambah konsentrat selama 84 hari (12
minggu) pengamatan ....................................................................

41

Tabel 6 Rataan produksi susu dan 4% FCM pada sapi yang
disuplementasi bST dan pakan selama 84 hari (12 minggu)
pengamatan ..................................................................................

47

Tabel 7 Hubungan produksi susu dan waktu perlakuan dari masingmasing kombinasi perlakuan selama 84 hari (12 minggu)
pengamatan ..................................................................................

52

Tabel 8 Rataan komposisi dan bobot jenis susu pada sapi yang diinjeksi
bST dan ditambah konsentrat selama 84 hari (12 minggu)
pengamatan ..................................................................................

54

Tabel 9 Bobot tubuh, pertambahan bobot tubuh, konsumsi bahan kering
dan efisiensi produksi susu, dan nilai kondisi ternak sapi yang
diinjeksi bST dan ditambah konsentrat selama 84 hari
(12 minggu) pengamatan .............................................................

58

14

DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Kurva Produksi Susu selama Laktasi (Alim et al. 2001) .........

9

Gambar 2 Aktivitas langsung dan tidak langsung ST pada pertumbuhan
dan metabolisme (Kamil et al. 2001) .......................................

15

Gambar 3 Koordinasi antarjaringan dalam adaptasi metabolik pada sapi
laktasi yang diinjeksi bST (Aker 2002) ...................................

21

Gambar 4 Alir Penelitian ..........................................................................

27

Gambar 5 Rataan denyut jantung efek utama pakan (a), bST (b), dan
kombinasi perlakuan (c), selama 84 hari (12 minggu)
pengamatan ..............................................................................

36

Gambar 6 Rataan frekuensi pernapasan efek utama pakan (a), bST (b),
dan kombinasi perlakuan (c), selama 84 hari (12 minggu)
pengamatan ..............................................................................

38

Gambar 7 Rataan suhu tubuh efek utama pakan (a), bST (b), dan
kombinasi perlakuan (c), selama 84 hari (12 minggu)
pengamatan ..............................................................................

39

Gambar 8 Rataan nilai hematokrit efek utama pakan (a), bST (b), dan
kombinasi perlakuan (c), selama 84 hari (12 minggu)
pengamatan ..............................................................................

39

Gambar 9 Rataan kadar hemoglobin efek utama pakan (a), bST (b), dan
kombinasi perlakuan (c), selama 84 hari (12 minggu)
pengamatan ..............................................................................

40

Gambar 10 Rataan kadar glukosa serum efek utama pakan (a), bST (b),
dan kombinasi perlakuan (c), selama 84 hari (12 minggu)
pengamatan ..............................................................................

42

Gambar 11 Rataan kadar trigliserida serum efek utama pakan (a), bST (b),
dan kombinasi perlakuan (c), selama 84 hari (12 minggu)
pengamatan ..............................................................................

43

Gambar 12 Rataan kadar nitrogen urea serum efek utama pakan (a), bST
(b), dan kombinasi perlakuan (c), selama 84 hari (12 minggu)
pengamatan ..............................................................................

43

Gambar13 Rataan kadar kortisol serum efek utama pakan (a), bST (b),
dan kombinasi perlakuan (c), selama 84 hari (12 minggu)
pengamatan ..............................................................................

44

Gambar 14 Rataan kadar T4 serum efek utama pakan (a), bST (b), dan
kombinasi perlakuan (c), selama 84 hari (12 minggu)
pengamatan ..............................................................................

45

Gambar 15Rataan kadar T3 serum efek utama pakan (a), bST (b), dan
kombinasi perlakuan (c), selama 84 hari (12 minggu)
pengamatan ..............................................................................

45

15

Gambar 16 Rataan produksi susu (kg/minggu) masing-masing kombinasi
perlakuan selama penelitian ............................................................. 46
Gambar 17 Interaksi injeksi bST harian, injeksi bST selang 14 hari, dan
pakan satandar (P1), pakan standar ditambah 25% konsentrat
(P2) ............................................................................................... 49
Gambar 18 Hubungan produksi susu dan waktu perlakuan dari masingyang lebih rendah masing kombinasi perlakuan selama 84 hari
(12 minggu) ...................................................................................... 51
Gambar19 Rataan produksi susu 4% FCM efek utama pakan (a), bST (b),
dan kombinasi perlakuan (c), selama 84 hari (12 minggu)
pengamatan ...................................................................................... 53
Gambar 20 Rataan protein susu (%) efek utama pakan (a), bST (b), dan
kombinasi perlakuan (c), selama 84 hari (12 minggu)
pengamatan ...................................................................................... 55
Gambar21 Rataan lemak susu (%) efek utama pakan (a), bST (b), dan
kombinasi perlakuan (c), selama 84 hari (12 minggu)
pengamatan ...................................................................................... 55
Gambar 22 Rataan BKTL susu (%) efek utama pakan (a), bST (b), dan
kombinasi perlakuan (c), selama 84 hari (12 minggu)
pengamatan ...................................................................................

56

Gambar 23 Rataan bobot jenis susu efek utama pakan (a), bST (b), dan
kombinasi perlakuan (c), selama 84 hari (12 minggu)
pengamatan ...................................................................................... 56
Gambar 24 Rataan bobot tubuh efek utama pakan (a), bST (b), dan
kombinasi perlakuan (c), selama 84 hari (12 minggu)
pengamatan ...................................................................................... 57
Gambar 25 Interaksi injeksi bST harian, injeksi bST selang 14 hari, dan
pakan standar (P1), pakan standar ditambah 25% konsentrat
(P2) pada penambahan bobot tubuh ................................................. 59
Gambar 26 Rataan konsumsi bahan kering efek utama pakan (a), bST (b),
dan kombinasi perlakuan (c), selama 84 hari (12 minggu)
pengamatan ...................................................................................... 59
Gambar 27 Rataan efisiensi produksi susu (EPS) efek utama pakan (a),
bST (b), dan kombinasi perlakuan (c), selama 84 hari (12
minggu) pengamatan ........................................................................ 60
Gambar 28 Rataan nilai kondisi ternak (NKT) efek utama pakan (a), bST
(b), dan kombinasi perlakuan (c), selama 84 hari (12 minggu)
pengamatan ...................................................................................... 61

16

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1

Analisis ragam rataan denyut jantung selama 84 hari
pengamatan .........................................................................

91

Analisis ragam rataan frekuensi pernapasan selama 84 hari
pengamatan .........................................................................

91

Analisis ragam rataan suhu tubuh selama 84 hari
pengamatan .........................................................................

91

Analisis ragam rataan nilai hematokrit selama 84 hari
pengamatan .........................................................................

92

Analisis ragam rataan kadar hemoglobin selama 84 hari
pengamatan .........................................................................

92

Analisis ragam rataan glukosa serum selama 84 hari
pengamatan .........................................................................

92

Analisis ragam rataan nitrogen urea serum selama 84 hari
pengamatan .........................................................................

92

Analisis ragam rataan trigliserida serum selama 84 hari
pengamatan .........................................................................

93

Analisis ragam rataan kortisol serum selama 84 hari
pengamatan .........................................................................

93

Lampiran 10 Analisis ragam rataan
T4 serum selama 84 hari
pengamatan .........................................................................

93

Lampiran 11 Analisis ragam rataan T3
serum selama 84 hari
pengamatan .........................................................................

93

Lampiran 12 Analisis ragam total produksi susu bulan ke-1 perlakuan ...

89

Lampiran 13 Analisis ragam total produksi susu bulan ke-2 perlakuan ...

89

Lampiran 14 Analisis ragam total produksi susu bulan ke-3 perlakuan ...

89

Lampiran 15 Analisis ragam total produksi susu selama 84 hari
pengamatan .........................................................................

89

Lampiran 16 Analisis ragam produksi susu 4% FCM selama 84 hari
pengamatan .........................................................................

90

Lampiran 17 Analisis ragam rataan kadar protein susu selama 84 hari
pengamatan .........................................................................

90

Lampiran 18 Analisis ragam rataan kadar lemak susu selama 84 hari
pengamatan .........................................................................

90

Lampiran 19 Analisis ragam rataan kadar berat kering tanpa lemak
selama 84 hari pengamatan .................................................

90

Lampiran 2
Lampiran 3
Lampiran 4
Lampiran 5
Lampiran 6
Lampiran 7
Lampiran 8
Lampiran 9

Lampiran 20 Analisis ragam rataan bobot jenis susu selama 84 hari
pengamatan .........................................................................

17

Lampiran 21 Analisis ragam bobot tubuh awal sapi uji ...........................

94

Lampiran 22 Analisis ragam bobot tubuh akhir .......................................

94

Lampiran 23 Analisis ragam pertambahan bobot tubuh selama penelitin
...............................................................................................

94

Lampiran 24 Analisis ragam rataan bobot tubuh selama 84 hari (12
minggu) pengamatan ...........................................................

94

Lampiran 25 Analisis ragam rataan konsumsi bahan kering selama 84
hari pengamatan ..................................................................

94

Lampiran 26 Analisis ragam efisiensi produksi susu selama 84 hari (12
minggu) pengamatan ...........................................................

95

Lampiran 27 Analisis ragam rataan nilai kondisi ternak 1-4 minggu
pengamatan .........................................................................

95

Lampiran 28 Analisis ragam rataan nilai kondisi ternak 5-8 minggu
pengamatan .........................................................................

95

Lampiran 29 Analisis ragam rataan nilai kondisi ternak 8-12 minggu
pengamatan .........................................................................

95

Lampiran 30 Analisis homogenitas koefisien regresi hubungan antara
produksi susu dan waktu pengamatan antarkombinasi
perlakuan .................................................................................. 108
Lampiran 31 Analisis homogenitas koefisien regresi hubungan antara
produksi susu dan waktu pengamatan antarkombinasi
perlakuan .................................................................................. 108
Lampiran 32 Analisis homogenitas koefisien regresi hubungan antara
produksi susu dan waktu pengamatan antarkombinasi
perlakuan .................................................................................. 109
Lampiran 33 Analisis homogenitas koefisien regresi hubungan antara
produksi susu dan waktu pengamatan antarkombinasi
perlakuan .................................................................................. 109
Lampiran 34 Analisis homogenitas koefisien regresi hubungan antara
produksi susu dan waktu pengamatan antarkombinasi
perlakuan .................................................................................. 109
Lampiran 35 Analisis homogenitas koefisien regresi hubungan antara
produksi susu dan waktu pengamatan antarkombinasi
perlakuan .................................................................................. 110

18

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Angka konsumsi susu di Indonesia saat ini

tercatat paling rendah di

Asean, yaitu 7 kg/kapita/tahun atau setara dengan 19 cc/kapita/hari, sedangkan
Malaysia, Thailand dan Bangladesh mempunyai rataan konsumsi susu di atas 20
kg/kapita/tahun. Berdasarkan data produksi susu segar yang dilaporkan Direktorat
Jenderal Peternakan (2005) menunjukkan adanya peningkatan produksi susu dari
tahun 2002, 2003, 2004, dan 2005 yang secara berturut-turut sebesar 493 375;
553 442; 550 000; dan 550 000 ton. Namun demikian, produksi susu dalam
negeri baru dapat mensuplai sekitar 30% saja sehingga kekurangannya yaitu
70% atau sebanyak 1 425 200 ton diimpor dalam bentuk susu olahan dari
Selandia Baru, Australia, Irlandia, Belanda, Filipina, dan Thailand. Kegiatan
impor susu ditengarai sebagai akibat rendahnya produksi susu dalam negeri, dan
di samping itu juga akibat kesenjangan yang kian melebar

antara angka

kebutuhan konsumsi dan produksi susu dalam negeri.
Pada tahun 2005 populasi sapi perah di Indonesia adalah sekitar 374 000
ekor dan hampir 91,1% dikelola dalam usaha yang berbasis peternakan rakyat
dengan produksi susu yang masih rendah, yaitu berkisar antara 8 dan 10
L/ekor/hari atau antara 2 500 dan 3 000 L/laktasi. Sejumlah 8,9% lainnya
dikelola dalam perusahaan komersial dengan produksi susu antara 3 000 dan
5 000 L/laktasi. Berdasarkan asal usulnya, sapi perah yang banyak dipelihara di
Indonesia

adalah

bangsa

FH

yang

berasal

dari

negara

beriklim

subtropis/temperate, yang telah mengalami proses adaptasi lingkungan. Namun,
hasil produksinya masih jauh di bawah rataan sapi-sapi perah di negara asalnya,
yakni 7 342 kg/laktasi (Talib et al. 2003).
Indonesia termasuk daerah tropis lembab yang dicirikan oleh suhu
lingkungan, kelembaban, dan curah hujan yang tinggi. Sapi perah termasuk hewan
homoioterm yang akan selalu menjaga keseimbangan antara panas tubuhnya
dengan lingkungan disekeliling. Perubahan lingkungan luar akan segera diikuti
dengan perubahan lingkungan dalam tubuh, dan dikembalikan ke kondisi semula
agar seluruh kerja sistem organ kembali ke dalam keadaan normal, atau dikenal

2

dengan proses homeostasis. Konsep homeostasis melibatkan keseimbangan panas,
kegiatan organ sirkulasi, kardiovaskular, dan lain-lain.
Perubahan lingkungan dalam tubuh akan menimbulkan serangkaian
perubahan reaksi biokimia dalam tubuh, yang berdampak pada aktivitas sel dan
kerja organ yang pada gilirannya menyebabkan banyak energi yang digunakan
hanya untuk mempertahankan kondisi tubuh atau untuk hidup pokok. Proses yang
jika berlangsung cukup lama dan berkesinambungan ini akan mempengaruhi
penggunaan energi, sedangkan produksi yang dihasilkan ternak merupakan
kelebihan energi setelah digunakan untuk mengelola atau mempertahankan
kebutuhan hidup pokok. Ternak dalam kondisi tersebut di atas cenderung
menurunkan level konsumsi pakan bila berada di daerah panas. Proses tersebut
diyakini sebagai penyebab rendahnya produktivitas ternak di daerah panas karena
serangkaian

proses

metabolisme

tubuh

yang

harus

dilakukan

untuk

mempertahankan sistem kerja organ-organ tubuh.
Sapi perah asal subtropis akan berkembang biak secara baik dengan
produksi susu yang cukup tinggi pada daerah yang mempunyai ketinggian dari
750 sampai 1 250 m di atas permukaan laut, yang memiliki kisaran suhu udara
antara 17 dan 22°C dan kelembaban di atas 55% (Atmadilaga 1979). Hasil
penelitian di Thailand, yang juga negara tropis, menunjukkan bahwa sapi-sapi
perah subtropis dapat beraklimatisasi dengan baik pada suhu di bawah 18°C dan
kelembaban di atas 55% (Siregar et al. 2003). Dengan alasan ini, populasi sapi
perah di Indonesia tersebar di daerah-daerah tertentu saja, khususnya yang
mempunyai kesamaan iklim dengan daerah asalnya.
Dalam menanggulangi permasalahan tentang kesenjangan antara produksi
susu dan kebutuhan konsumsi susu nasional, pemerintah dalam kebijakan
peningkatan produksi dan kualitas susu tahun 2010 mencanangkan peningkatan
suplai susu dalam negeri dari 30 menjadi 40% melalui peningkatan produksi susu
dari 8-10 L menjadi 15L/ekor/hari, kepemilikan ternak dari 4-6 ekor menjadi 10
ekor/kepala keluarga (Departemen Pertanian 2006). Sebagai tindak lanjut maka
berbagai upaya peningkatan produktivitas ternak telah banyak dilakukan, di
antaranya dengan memanipulasi lingkungan, nutrisi, bahkan reproduksi melalui
inseminasi buatan dan trasfer embrio. Namun, hasilnya dipandang belum
memuaskan. Upaya peningkatan melalui aplikasi hasil bioteknologi belum banyak

3

dilaporkan, sementara di luar negeri penggunaan produk bioteknologi seperti
hormon pertumbuhan rekombinan sudah luas di kalangan peternak.
Somatotropin

sapi

rekombinan

atau

bovine

somatotropin

(bST)

rekombinan telah dikenal sejak tahun 80-an, yang merupakan hasil bioteknologi
khususnya dalam manipulasi genetik, reproduksi dan fisiologi, dan aplikasinya
sangat mewarnai perubahan dalam industri peternakan. Mekanisme kerja
somatotropin dalam peningkatan produksi susu pada sapi laktasi secara langsung
terlibat dalam penggalangan nutrisi. Sementara aktivitas sintesis susu dalam
kelenjar susu tidak secara langsung oleh kerja ST karena di dalam sel-sel kelenjar
susu hampir tidak ditemukan reseptor ST, namun reseptor IGF-1 banyak djumpai
sehingga para peneliti meyakini bahwa perangsangan produksi susu melalui
injeksi bST pada sapi laktasi dimediasi oleh insulin like growth factor-1 (IGF-1).
Hal ini terlihat jelas adanya peningkatan konsentrasi IGF-1 mencapai 3 sampai 4
kali lipat setelah diberi perlakuan ST, dan peningkatan akan terus berlanjut selama
perlakuan.
Somatotropin pada sapi laktasi berperan dalam proses-proses yang
berkaitan erat dengan penggalangan nutrien untuk kebutuhan

sintesis susu

sehingga perangsangan produksi susu melalui injeksi ST berdampak pada
metabolisme. Peningkatan sintesis susu memerlukan sejumlah tambahan nutrien
baik substrat atau prekursor sehingga sebagai konsekuensinya aliran darah menuju
kelenjar susu perlu ditingkatkan. Dalam penggalangan nutrien, ST berperan
sebagai agen homeorhesis dengan melakukan serangkaian adaptasi metabolisme
dalam tubuh.
Semakin tersedianya ST hasil isolasi pituitari atau rekayasa genetika,
penggunaan ST dalam industri peternakan semakin berkembang pesat. Hasil
ulasan Peel dan Bauman (1987), Chalupa dan Galligan (1989) menyimpulkan
bahwa penggunaan ST tidak memberikan dampak yang merugikan pada ternak,
bahkan akan tampak seperti produksi susu dari jenis genetik unggul jika diberikan
pada sapi yang berproduksi tinggi. Injeksi ST pada sapi-sapi yang berproduksi
rendah dengan manajemen yang baik akan memberikan respons yang lebih baik
dibandingkan dengan sapi yang berproduksi tinggi.
Bovine somatotropin (bST) semakin populer di kalangan peternak, dan
penggunaan bST dilakukan dengan cara injeksi harian atau injeksi dengan selang

4

waktu tertentu (14 atau 28 hari). Cara injeksi tersebut di atas akan berdampak
pada konsentrasi ST dalam darah yang pada gilirannya akan berdampak pada
kerja ST dalam penggalangan nutrisi. Injeksi bST selang 14 hari dilaporkan
menghasilkan produksi susu yang

lebih rendah, yaitu hanya 70-79%

dibandingkan dengan cara injeksi bST harian, namun dipandang lebih efektif
untuk aplikasi di lapangan (Chilliard 1989, Jenny et al.1992, Etherton&Bauman
1998). Penambahan hormon eksogen berpengaruh pada konsentrasi hormon–
hormon lain yang saling berkaitan secara metabolis. Respons sapi laktasi terhadap
injeksi bST akan meningkatkan sekresi susu harian atau mingguan, dan
peningkatan produksi susu akan dipertahankan selama pemberian yang
berkesinambungan (Akers 2002), tetapi akan cepat kembali ke level basal ketika
injeksi bST dihentikan ( Manalu 2001; Akers 2002). Injeksi ST dalam industri
peternakan saat ini dianggap merupakan suatu terobosan dari hasil bioteknologi
yang cukup ekonomis dan efisien, sekalipun dibandingkan dengan upaya
pemberantasan penyakit, vaksinasi atau penggunaan bioteknologi reproduksi
(Hardjopranjoto 2001).
Somatotropin sangat menjanjikan peningkatan produktivitas serta efisiensi
penggunaan pakan pada sapi perah. Penggunaan bST pada tingkat peternak dapat
meningkatkan rataan produksi susu hingga 5 kg/hari atau berkisar antara 15 dan
20% tanpa menimbulkan penyakit metabolis atau perubahan kualitas susu yang
berarti (Manalu 1994), bahkan laporan terakhir peningkatan produksi susu dapat
mencapai antara 30 dan 40% bergantung pada dosis pemakaian (Akers 2002).
Namun, demikian pasokan pakan yang diberikan perlu mendapat perhatian,
khususnya dalam hal keseimbangan nutrisi pakan agar bisa mendukung
penggalangan pasokan bahan sintesis susu.
Pakan sapi perah terdiri atas penyusun pakan terbesar berupa hijauan dan
konsentrat sebagai tambahan. Keseimbangan antara hijauan dan konsentrat akan
berpengaruh pada produksi dan komposisi susu. Pakan melalui proses fermentasi
rumen akan menghasilkan sejumlah

asam lemak terbang (asam asetat, asam

propionat, asam butirat) yang akan digunakan sebagai

sumber energi utama

(Akers 2002). Hijauan secara kuantitas cenderung berpengaruh pada produksi
asam asetat dan berkaitan erat dengan kadar lemak susu serta penyediaan rangka
karbon, sedangkan konsentrat berpeluang untuk meningkatkan produksi asam

5

propionat yang melalui proses glukoneogenesis dalam hati akan diubah menjadi
glukosa. Glukosa merupakan substrat dan prekursor

yang sangat dibutuhkan

dalam proses sintesis susu khususnya dalam sintesis laktosa. Untuk dapat
meningkatkan produksi susu perlu dilakukan penambahan sumber glukosa yang
tiada lain dari konsentrat.
Peningkatan produksi susu melalui injeksi bST pada usaha sapi perah
kiranya dapat dijadikan salah satu jalan pintas bagi penyediaan kebutuhan
konsumsi susu dalam negeri. Namun, perlu penjajagan ke arah tersebut. Untuk
mendapatkan data konkrit khususnya bagi peternakan di Indonesia yang berlatar
belakang iklim tropis, dan dicirikan rendahnya produktivitas yang diakibatkan
oleh suhu lingkungan dan kelembaban tinggi, maka perlu dilakukan penelitian
tentang injeksi somatotropin (bST) pada sapi laktasi di dataran tinggi.

Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penelitian ini bertujuan mengkaji potensi sapi perah yang sudah
beradaptasi dengan iklim Indonesia dalam merespons injeksi bST dan
penambahan konsentrat dalam upaya peningkatan produktivitas ternak. Tujuan
penelitian secara rinci :

1. Membandingkan efektivitas selang waktu injeksi bST dan penambahan 25%
konsentart pada profil metabolit dan hormon metabolisme darah yang erat
kaitannya dengan sintesis susu.
2. Membandingkan pengaruh selang waktu injeksi bST dan penambahan 25%
konsentrat pada produksi susu dan komposisi susu.
3. Membandingkan efisiensi produksi susu masing-masing selang waktu injeksi
bST dan penambahan 25% konsentrat.
Diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah khasanah biologi dalam
penerapan produk bioteknologi, yaitu somatotropin rekombinan dan selanjutnya
dapat dijadikan informasi dasar bagi para peternak atau penentu kebijakan dalam
upaya peningkatan produktivitas sapi perah nasional.

6

Hipotesis
Injeksi bST selang 14 hari dan penambahan 25% konsentrat pada sapi
Holstein laktasi akan menghasilkan produksi susu dan komposisi yang sama
dengan hasil injeksi

bST harian dan pakan standar, yang dinilai melalui

perubahan status faali, hematologi, metabolit, hormon metabolisme, bobot tubuh,
konsumsi bahan kering, efisiensi produksi susu, dan nilai kondisi ternak.

7

TINJAUAN PUSTAKA
Sapi Perah di Indonesia
Rumpun sapi perah Fries Holstein (FH) banyak dipelihara di Indonesia.
Rumpun sapi perah ini berasal dari daerah subtropis atau lebih jelasnya dari
provinsi Holland Utara dan Friesland Barat Belanda. Berdasarkan asal usulnya,
rumpun sapi ini dikembangkan dari nenek moyang sapi liar Bos (Taurus) Typicus
primigenius dan telah diternakkan di negeri Belanda sekurang-kurangnya 2000
tahun.
Sapi FH mempunyai ciri-ciri kepala panjangnya sedang, mulut lebar
dengan hidung terbuka lebar, rahang kuat, dahi lebar, leher panjang dan pipih.
Selain itu, sapi FH mempunyai punggung kuat dan rata dengan ruas-ruas tulang
belakang yang rapih hubungannya, dan pinggang lebar dan kuat. Kedudukan
keempat kaki sapi FH membentuk empat persegi panjang, dan bentuk kaki halus
tetapi tampak kuat. Warna tubuh pada umumnya belang hitam putih, tetapi di
negeri Belanda bagian timur dan di Jerman terdapat kelompok sapi yang berwarna
belang merah putih (Sosroamidjojo & Soeradji 1978).
Pada umumnya sapi-sapi Eropa mempunyai kisaran suhulingkungan
nyaman yang rendah sehingga lebih toleran terhadap suhu lingkungan dingin
dibandingkan suhu lingkungan panas. Agar sapi perah FH dapat memberikan
produksi maksimal sesuai dengan kemampuan genetiknya, perlu lokasi yang
mempunyai lingkungan mikro yang hampir menyamai tempat asalnya. Wilayah
yang sesuai untuk pengembangan sapi perah adalah daerah yang memiliki suhu
lingkungan antara 0 dan 20ºC, sedangkan suhu kritis untuk sapi Holstein, Brown
Swiss, dan Brahman secara berturut-turut adalah 21; 24-27; 32ºC (Hafez 1968).
Sapi perah akan berproduksi maksimal pada suhu lingkungan antara 4,4 dan
21,1ºC dengan tingkat kelembaban berkisar antara 60 dan 80%. Kenaikan suhu
lingkungan akan menurunkan konsumsi pakan dan produksi susu sementara
konsumsi air meningkat (Schmidt 1971).
Sekitar abad ke-19 sapi FH pertama kali didatangkan ke Indonesia oleh
pemerintah Belanda untuk memenuhi kebutuhan susu bagi bangsa Belanda yang
ada di Indonesia. Indonesia terletak di daerah tropis yang sangat sedikit daerah
curah hujan rendah dan musiman, radiasi sinar matahari yang sangat kuat

8

sehingga kombinasi tersebut menyebabkan fluktuasi suhu harian dan kelembaban
yang sangat luas. Secara geografis, Indonesia terletak antara 5 dan 7º Lintang
Utara dan Lintang Selatan, yang mempunyai suhu yang relatif konstan (± 27ºC),
curah hujan yang tinggi berkisar dari 2 032 sampai 3 048 mm (Williamson &
Payne 1993). Dalam kurun waktu yang cukup panjang sapi-sapi asal Belanda
tersebut

mengalami aklimatisasi dengan lingkungan tropis Indonesia, bahkan

pada saat ini telah berkembang pesat peranakan FH yang telah lebih beradaptasi
dengan lingkungan.
Suhu optimal untuk produksi susu sapi yang berasal dari daerah subtropis
adalah 10°C (Williamson & Payne 1993). Penampilan produksi masih cukup baik
walau suhu lingkungan meningkat sampai 21,1°C (Sutardi, 1981). Suhu kritis
yang berdampak pada penurunan produksi susu yang tajam adalah antara 21
sampai 27°C (Williamson & Payne 1993). Tidak mengherankan apabila
pemeliharaan sapi FH sebagian besar terkonsentrasi pada daerah-daerah dataran
tinggi (±1000 m dpl) seperti Garut, Lembang, Pangalengan, Pujon, Nongkojajar,
yang lingkungannya hampir menyamai daerah asalnya (Siregar et al. 2003).
Populasi sapi perah di Indonesia menunjukkan perkembangan. Selama
kurun waktu 1970 hingga 2001 terjadi peningkatan populasi dari 52 000 ekor
menjadi 347 000 ekor, sedangkan sejak tahun 1994 produksi susu tercatat
426 727 ton dan meningkat menjadi 550 000 ton pada tahun 2004 (Direktorat
Jenderal Peternakan 2005).
Sapi Fries Holstein mempunyai produksi susu yang tinggi (4 000 sampai
5 000 L/tahun), dan di daerah tropis dalam kisaran dari 2 500 sampai 5 000 kg/
laktasi (Pane 1986). Tampaknya sapi Fries Holstein mengalami penurunan
produktivitas khususnya pada peternakan rakyat: produksi susu mencapai 8 L/hari
dan pada peternakan sapi perah komersial berkisar dari 3 000 sampai 5 000 L/305
hari, sedangkan di negara asalnya rata-rata produksi mencapai 7 342 kg/laktasi
(Talib et al. 2003).

9

Masa Laktasi
Masa laktasi seekor sapi perah menunjukkan lamanya waktu sapi perah
tersebut menghasilkan susu dalam satu periode (Bath et al.1978). Periode laktasi
normal berlangsung kira-kira 44 minggu atau 305 hari. Produksi susu sapi perah
pada awal laktasi umumnya meningkat secara dramatis dan mencapai puncaknya
pada minggu keempat hingga kedelapan setelah partus dan menurun secara
perlahan sampai ahir masa laktasi (NRC 1988). Produksi susu selama 2 bulan
pertama laktasi mencapai 145% dari rataan produksi satu periode laktasi,
sedangkan pada bulan ketiga dan keempat menunjukkan penurunan menjadi
120%, bulan laktasi kelima dan keenam produksi susu sama dengan rataan
produksi dalam satu periode laktasi dan setelah itu produksi menjadi 78% pada
bulan laktasi ketujuh dan kedelapan, akan menurun hingga 70% ketika menjelang
beranak (Tanuwiria 2004). Sebagai gambaran kurva produksi susu selama laktasi

Produksi Susu (Kg)

disajikan pada Gambar 1.

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

BULAN

Gambar 1 Kurva Produksi Susu selama Laktasi (Alim et al. 2001)
Produksi susu setiap periode laktasi akan meningkat sejalan dengan
bertambahnya umur, dan puncak prestasi produksi dicapai pada umur antara 6 dan
7 tahun. Laktasi pertama sapi betina yang sehat akan terjadi pada umur dua tahun
dengan produksi susu 75% dari produksi umur dewasa, laktasi kedua terjadi pada
umur tiga tahun dengan produksi 85% dari produksi umur dewasa, laktasi ketiga
dan keempat terjadi pada umur antara 4 dan 5 tahun dengan produksi susu antara

10

92% dan 98% dari produksi umur dewasa. Umur dewasa dicapai pada 6 tahun,
keadaan ini sedikit bervariasi di antara sapi perah. Jika sapi betina berumur dari 8
sampai 9 tahun atau lebih maka produksi susu akan menunjukkan penurunan
setiap laktasi (Schmidt et al. 1988).
Jumlah produksi susu per laktasi dari seekor sapi perah sangat dipengaruhi
oleh bangsa sapi, umur, musim kelahiran, geografis, masa laktasi, manajemen,
nutrien, dan frekuensi pemerahan (Homan & Wattiaux 1996). Selain itu, jumlah
produksi susu per laktasi dipengaruhi juga oleh manajemen sehingga lambatnya
pengaturan perkawinan dalam periode laktasi akan memungkinkan periode laktasi
lebih panjang.
Homeostasis
Semua ternak merupakan hewan homeotermis yang

mempunyai suhu

tubuh yang relatif tetap atau mempunyai kisaran suhu tubuh yang sempit. Untuk
dapat mempertahankan suhu tubuh yang tetap, ternak harus mampu mengatur
keseimbangan antara panas yang diproduksi dari hasil metabolisme seluler dan
yang diperoleh dari lingkungan dengan pengeluaran panas dari tubuh (Hafez
1968).
Produksi panas tubuh berlangsung secara berkesinambungan di dalam
protoplasma sebagai hasil oksidasi zat-zat makanan terutama yang terjadi di
dalam tenunan-tenunan otot dan kelenjar. Ternak tetap memerlukan energi untuk
menyelenggarakan proses-proses untuk mendukung hidup pokok, yaitu sirkulasi
darah, respirasi, gerak otot, ekskresi, dan lain-lainnya (Soeharsono 1984). Selain
itu, panas diperoleh secara langsung dari luar tubuh berupa penyerapan melalui
permukaan tubuh dari panas matahari (Cole 1962; Hafez 1968). Proses fisiologis
hanya akan berlangsung baik apabila kondisi lingkungan luar tubuh (millieu
exterieur) dan di dalam tubuh (millieu interieur) berada dalam keseimbangan.
Perubahan kondisi lingkungan luar tubuh akan mengubah kondisi lingkungan di
dalam tubuh.
Pada ternak homoiotermis, perubahan dari luar akan berdampak pada
serangkaian proses dalam tubuh untuk mengembalikan ke dalam keadaan yang
relatif tetap. Proses tersebut dikenal dengan homeostasis. Setiap individu akan
dihadapkan pada dua tipe lingkungan, yakni lingkungan luar (external

11

environment) dan lingkungan dalam tubuh (internal enviroment). Perubahan
lingkungan eksternal akan menimbulkan banyak perubahan reaksi biokimia yang
berdampak pada gangguan kerja sel dan kerja organ yang mengakibatkan banyak
energi yang digunakan hanya untuk mempertahankan kondisi tubuh atau hidup
pokok (Soeharsono 1984).
Konsep homeostasis menyangkut keseimbangan panas, pengaturan suhu
tubuh, keseimbangan kimiawi air, persenyawaan karbon, elektrolit, kardiovaskular
dan lain-lain. Kondisi luar yang menimbulkan perubahan di dalam tubuh terjadi
terus menerus sehingga lambat laun ternak akan terbiasa dengan perubahan di luar
tersebut dan kegiatan proses homeostasis semakin ringan menandakan ternak telah
mengalami proses penyesuaian fisiologis. Dalam jangka panjang akan terjadi
proses adaptasi, namun tidak memperlihatkan produktivitas yang tinggi
(Soeharsono 1984).
Somatotropin dan mekanisme kerja
Somatotropin (ST) adalah nama ilmiah hormon pertumbuhan (growth
hormone atau GH) yang merupakan hormon protein atau hormon polipeptida
dengan rangkaian 190-191 residu asam amino yang membentuk satu molekul
polipeptida. Somatotropin disintesis dan disekresikan oleh sel-sel somatotrof yang
terletak dalam lobus anterior kelenjar pitiutari (Djojosoebagio 1990; Manalu
1994; Soeharsono 2001), dan sekresinya sangat dipengaruhi oleh faktor neural,
metabolik, dan hormonal (Djojosoebagio 1990).
Fungsi fisiologis hormon ini adalah mempengaruhi proses metabolisme
yang menyangkut pertumbuhan melalui stimulasi sintesis protein, meningkatkan
transportasi asam amino ke dalam sel, mempengaruhi metabolisme karbohidrat,
glukoneogenesis dalam hati, memacu mobilisasi lemak tubuh, dan mempengaruhi
metabolisme mineral (Hardjopranjoto 2001; Koentjoko 2001; Soeharsono 2001).
Bovine somatotropin (bST) mampu mempercepat pengangkutan asam amino
melalui dinding sel ke dalam sitoplasma sehingga dapat menambah konsentrasi
asam amino dalam sel. Selain itu, bST juga mampu meningkatkan pembentukan
asam ribonukleat (RNA) dalam inti sel sehingga dapat mendorong proses
transkripsi dan translasi dalam ribosom di dalam sitoplasma sel (Hardjopranjoto
2001).

12

Secara spesifik terdapat 3 macam bentuk somatotropin. Bentuk pertama
adalah ST dengan 191 asam amino, dengan berat molekul 22 kDa, yang
mengandung dua jembatan disulfida yang menghubungkan asam amino 53 dan
165 membentuk suatu loop besar dan asam amino 182 dan 189 dekat terminus
karboksil dari peptida membentuk loop yang kecil. Bentuk ST ini banyak terdapat
dalam kelenjar pituitari. Bentuk kedua adalah ST yang mempunyai urutan asam
amino yang sama dengan bentuk pertama, tapi kehilangan 15 asam amino nomor
32-46 dari terminal Amino, dengan berat molekul 20 kDa, dan terdapat sekitar 10
sampai 15% dari hormon pituitari. Bentuk ketiga merupakan dimerisasi 2 bentuk
22 kDa peptida yang dihubungkan dengan ikatan disulfida antar-rantai dengan
berat molekul 45 kDa dan hanya ditemukan sekitar 1% dari jumlah hormon
pituitari. Secara keseluruhan perbedaan bentuk tersebut menyebabkan adanya
perbedaan fungsi biologis somatotropin. Bentuk 20 kDa mempunyai ikatan yang
kurang efektif terhadap reseptor hati dan kelenjar susu dibandingkan dengan
bentuk 22 kDa, walaupun kedua hormon tersebut sama-sama merangsang
pertumbuhan (Kamil et al. 2001). Komposisi asam amino penyusun ST berbeda
antarspesies (Tabel 1) sehing