Pengaruh selenoproteinat pada produksi susu dan respons kekebalan sapi perah laktasi pada berbagai kondisi pakan

PENGARUH SELENOPROTEINAT PADA PRODUKSI SUSU
DAN RESPONS KEKEBALAN SAP1 PERAH LAKTAST
PADA BERBAGAI KONDISI PAKAN

OLEH :
CARIIIU HA111 PRAYITNO

PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANWN BOGOR
2662

Caribu Hadi Prayitno. PENGARUH SELENOPROTEINAT PADA
PRODUKSI SUSU DAN RESPONS KEKEBALAN SAP1 PERAH LAKTASI
PADA BERBAGAI KONDISI PAKAN. Dibimbing oleh : Toha Sutardi, Muhilal
dan Wasmen Manalu.
ABSTRAK

Perkembangan sapi perah menghadapi kelangkaan pakan akibat penyempitan
lahan pertanian dan penurunan respons kekebalan akibat defisensi mineral. Penelitian
ini dilaksanakan untuk mengkaji pengaruh selenoproteinat pada produksi susu dan
respons kekebalan pada berbagai kondisi pemberian pakan. Ransum Kontrol (K)

merupakan ransum standar yang mengandung 65 % TDN dan 13% PK, Se = K + 2.5
mglkg selenoproteinat, SeF = ransurn perbaikan yang mengandung 67%TDN, 14 %
PK, 3 % hidrolisat bulu ayarn dan 2.5 mglkg selenoproteinat, SeFU = SeF + 0.7 %
urea, dan SeFUZn = SeFU + 10 g/kg Zn-lisinat. Dari percobaan In vifro
memperlihatkan bahwa suplernentasi selenoproteinat pada ransum K meningkatkan
kecernaan bahan kering (5 1.4 vs 59.6%). Semua ransum yang mengandung hidrolisat
bulu ayam mempunyai kecernaan bahan kering yang lebih tinggi dibandingkan
ransum K dan Se. Ransum yang mengandung Zn-lisinat (SeFUZn) lebih mudah
didegradrasi (VFA = 168 vs 134 m M ; NH3 = 4.49 vs 2.79 mM), karena mineral ini
meningkatkan pencernaan mikroba rumen. Semua ransurn yang disuplementasi
selenoproteinat menghasilkan produksi susu yang lebih tinggi (15.1 vs 18.7 kg 4%
FCMIhari) dan menghasilkan perubahan yang signifikan pada parameter yang
berkaitan dengan metabolisme dan respons kekebalan. T3 darah meningkat dari
0.42 to 1.05 nM, sehingga terjadi peningkatan laju metabolisme yang ditandai
dengan peningkatan sintesis protein termasuk protein yang berkaitan dengan
kekebalan. Peningkatan respons kekebalan ditunjukkan oleh peningkatan IgG darah
dari 1.43 ~llerljadi2.87 unit Elisu dan globulin kolostrum dari 236.67 menjadi 329.78
gthari. Glutation susu meningkat dari 279 menjadi 405 mg/L dan jurnlah sel somatik
susu menurun dari 3.48 menjadi 2.05 x 10' sellml. Oleh karenanya dapat
disimpulkan bahwa selenoproteinat dapat digunakan secara efektif untuk

meningkatkan produksi susu dan respons kekebalan.

Caribu Hadi Prayitno. EFFECT OF YEAST SELENOPROTEINAT ON MILK
PRODUCTION AND IMMUNE RESPONSE OF LACTATING DAIRY COWS
UNDER DIFFERENT DIETARY REGIMENTS. Under supervised by : Toha
Sutardi, Muhilal and Wasmen Manalu.
ABSTRACT
Dairying is impeded by feed shortage due to the decline in agricultural land
and the lack of immune respones associated with mineral deficiencies. This
experiment was designed to test the efficacy of yeast selenoprotein in promoting milk
production and immune response under five dietary regiments. Diet control (K) was a
control containing 65% TDN and 13% CP, Se = K + 2.5 mg/kg yeast
selenoproteinate, SeF = improved diet containing 67%TDN, 14 5 CP, and 3%
hydrolysed poultry feather, SeFU = SeF + 0.7% urea, and SeFUZn = SeFU + 10 g/kg
Zn-lysinate. In vitro evaluation of the diets revealed that supplementation of
selenoproteinate into diet K increased DM digestibility (51.4 vs 59.6%). All diets
containing poultry feather had higher DM digestibility than diet K and Se. The Znlysinate diet (SeFUZn) was the most fermentable (VFA : 168 vs 134 mM; NH 3 : 4.49
vs 2.79 mM), suggesting that mineral improved microbial digestion. All diets
supplemented with yeast selenoprotein yielded more milk (15.1 vs 18.7 kg 4%
FCMIday) and resulted in significant changes in the parameters related to metabolism

and immune response. Blood T3 increased from 0.42 to 1.05 nM , suggesting an
improvement in metabolic rate that might lead to the increased protein synthesis,
including those related to immunity. This was apparent from the increase in blood
IgG from 1.433 to 2.871 units Elisa and colostrum globulin from 236.67 to 329.76
glday. Milk glutathion increased from 279 to 405 mg/L and somatic cell counts of
milk was reduced from 3.48 to 2.05 x lo5 celYml. It was appparent from this
experiment that yeast selenoproteinate could be used as an effective supplement in
promoting milk production and immune response.

SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya :
Nama

: Caribu Hadi Prayitno

NRP

: 985037


Program Studi

: llmu Ternak

Menerangkan bahwa disertasi dengan judul :
PENGARUH SELENOPROTEINAT TERHADAP PRODUKSI SUSU DAN
RESPONS KEKEBALAN SAP1 PERAH LAKTASI
PADA BERBAGAI KONDlSI PEMBERIAN PAKAN
Adalah benar-benar karya ilmiah saya, dan belum pernah dipublikasikan oleh
orang lain. Demikianlah surat pernyataan ini dibuat agar menjadi periksa adanya.

PENGARUH SELENOPROTEINAT PADA PRODUKSI
SUSU DAN RESPONS KEKEBALAN SAP1 PERAH LAKTASI
PADA BERBAGAI KONDISI PAKAN

OLEH :
CARIBU HAD1 PRAYITNO

Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Doktor pada
Program Studi Ilmu Ternak

PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2002

Judul Disertasi

: Pengaruh Selenoproteinat pada Produksi Susu dan

Respons Kekebalan Sapi Perah Laktasi pada Berbagai
Kondisi Pakan
Nama Mahasiswa

: Caribu Hadi Prayitno

Nomor Pokok

: 985037


Program Studi

: Ilmu Ternak

Menyetujui :
1. Komisi Pembimbing

/prof. Dr. Toha Sutardi, MSe.
Ketua

Prof. Dr. H. Muhilal
Anggota

.5

-

Prof. Dr. Wasmen Manalu
Anggota

Mengetahui :

2. Ketua Program Studi Ilmu Tern

Tanggal Lulus :22 Juli 2002

ektur Program Pascasarjana

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pemalang, Jawa Tengah tanggal 17 Februari 1965
dan merupakan putra kedua dari tiga bersaudara, dengan ayah bernama M.
Rasyid (Almarhum) dan Ibu Hj. Sutinah.
Pada tahun 1971 penulis masuk Sekolah Dasar I, Klareyan Pemalang dan
tamat tahun

1976. Pada tahun 1981, penulis lulus dari Sekolah Menengah

Pertama Negeri I, Pemalang dan pada tahun 1983 lulus dari Sekolah Menengeh
Atas Negeri I, Pemalang.


Pada tahun yang sama penulis diterima menjadi

mahasiswa di Fakultas Peternakan, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto,
dan meraih gelar Sarjana pada tahun 1988.
Penulis menjadi staf pengajar tetap di Fakultas Peternakan, Universitas
Jenderal Soedirman tahun 1989. Pada tahun 199 1 penulis melanjutkan studi pada
Program Pascasarjana, Universitas Pajajaran Bandung dengan sponsor dana dari
Tim Managemen Program Doktor (TMPD) dan memperoleh gelar Magister
Pertanian pada tahun 1994. Pada tahun 1998, penulis diterima sebagai mahasiswa
Program Pascasarjana, lnsitutut Pertanian Bogor program Doktor dalam bidang
Ilmu Nutrisi Ternak dengan sponsor Tim Managemen Program Doktor (TMPD).
Penulis menikah dengan Dra. Titi Sumarti dan dikaruniai empat orang
anak, yaitu Erina Azmi Rahmadiana, Nia Aulia Fitriana, Hanifan Imaddudin dan
Haris Nur Mustofa.

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadlirat Allah s.w.t. atas segala petunjuk,
rahmat dan bimbinganNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan
penulisan disertasi.
Penelitian dan penulisan disertasi ini dapat selesai atas bimbingan dari Tim

Komisi Pembimbing. Oleh karena sudah semestinya penulis menyampaikan
terima kasih kepada ProfDr. Toha Sutardi, MSc., selaku Ketua Komisi, ProfDr.

H. Muhilal dan Prof. Dr. M'asmen Manalu masing-masing sebagai anggota komisi
pembimbing yang dengan penuh kesabaran membimbing dan dengan tulus pula
menularkan ilmu yang dimilikinya untuk penulisan tugas akhir ini.
Ucapan terima kasili penulis sampaikan kepada Rektor IPB dan Pimpinan
Program Pascasarjana IPB, atas kesempatan yang diberikan untuk mengikuti studi
program Doktor. Icepada Rektor Universitas Jenderal Soedirman dan Dekan
Fakultas Peternakan, Universitas Jenderal Soedirman, disampaikan terima kasih
atas ijin yang diberikan untuk melanjutkan Program Doktor di IPB. Ucapan
terima kasih juga penulis sampaikan kepada Tim Managemen Program Doktor,
Dirjen Dikti yang telah memberikan beasiswanya untuk studi di IPB. Kepada
Direktur P3M Dikti penulis juga sampaikan ucapan terima kasih atas dukungan
dananya melalui proyek penelitian Hibah Bersaing Perguruan Tinggi tahun 20012003

Pcnulis juga ~~ic~iyampaikan
ucapan terima kasih kepada Yayasan

Supersemar dan Yayasan Adji Darma Bhakti atas beasiswa yang diberikan.


Kepada istri dan anak-anakku, ayahanda (Almarhum) dan Ibunda tercinta,
Bapak H. Fachrudin, kakak dan adik-adikku penulis mengucapkan banyak terima
kasih atas pengertian, doa dan bantuannya.
Kepada Dr. Anis Muktiani dan Ir. B.I.Tampoubolon penulis sampaikan
ucapkan terima kasih yang mendalam atas peran sertanya dalam kegiatan
penelitian Domestic Collaborative Research Grants yang mendukung penelitian
untuk disertasi. Penulis juga menyampaikan banyak terima kasih kepada banyak
pihak yang tidak dapat penulis sebut satu per satu atas dukungan, bantuan dan
kolaborasinya sehingga disertasi ini dapat selesai.
Akhirnya penulis berharap semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi
pembangunan peternakan di Indonesia khususnya perkembangan sapi perah.

Bogor, Mei 2002
Penulis,
Caribu Hadi Prayitno.

DAFTAR IS1
DAFTAR


TABEL .............................................................

Halaman
X

DAFTAR GAMBAR .........................................................
DAFTAR LAMPIRAN

........................................................

xii

PENDAHULUAN ..............................................................
TINJAUAN PUSTAKA .......................................................
1. Pencernaan Pakan Ternak Ruminansia ...........................
......

2 . Pencernaan dan Absorbsi Karbohidrat pada Ruminansia .............

3. Pencernaan dan Absorbsi Lemak .........................................
4 . Pencernaan dan Absorbsi Protein .........................................
5. Biosintesis Komponen Susu ...............................................

6. Selenium dan Fungsinya dalam Tubuh Ternak .........................
7. Penyerapan dan Ekskresi Se dalam Tubuh ..............................

8 . Hubungan Mineral Selenium dengan Kekebalan Tubuh ..............
9. Potensi Tepung Bulu Sebagai Sumber Protein Sapi Perah ............
10.Fungsi dan Peranan Seng dalam Tubuh Ternak ........................
MATERI DAN METODE ....................................................

34

............................................................
2 . Percobaan In Vitro .........................................................
3. Percobaan Pemberian Pakan pada Sapi Perah Laktasi ...............

34

..............................................

39

1. Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi dan Fermentabilitas
Ransum .....................................................................

48

1. Tahap Persiapan

HASIL DAN PEMBAHASAN

34
36

2 . Pengaruh Perlakuan terhadap Konsentrasi Triiodotironin clan
Produksi Susu ................................................

47

3. Pengaruh Perlakuan terhadap Sistem Kekebalan ......................

57

4 . Pendapatan Setelah Dikurangi Biaya Pakan (Income Over Feed
cost) .................................................................................................

KESIMPULAN ..................................................................

64

DAFTAR PUSTAKA .........................................................

65

LAMPIRAN ....................................................................

77

DAFTAR TABEL

Komposisi ingredien dan nutrien ransum perlakuan ...............

40

.......
3 . Pengaruh perlakuan pada fisiologi darah dan produksi susu ......
4 . Pengaruh perlakuan pada respons kekebalan ........................

49

1.

2.

Pengaruh pakan pada konsumsi clan fermentabilitas pakan

53
58

DAFTAR GAMBAR
Halaman
15

1.

Pencernaan protein dan utilisasi N di dalam Rumen .............

2.

Sintesis lemak susu ...................................................

3.

Inkorporasi Se ke dalarn protein A . oryzae

4.

Lintasan pembentukan laktosa .....................................

57

5.

Pola produksi susu selarna penelitian .............................

63

...........................

20

35

DAFTAR LAMPIRAN
1. Anova Pengaruh Selenoproteinat dalam Ransum Sapi Perah
Laktasi pada Kecernaan Bahan Kering (%) in vitro

Halarnan
77

2. Anova Pengaruh Selenoproteinat dalam Ransum Sapi Perah
Laktasi pada Kecernaan Bahan Organik (%) in vitro

77

3. Anova Pengaruh Selenoproteinat dalam Ransum Sapi Perah
Laktasi pada NH3 (mM) in vitro

78

4. Anova Pengaruh Selenoproteinat dalarn Ransum Sapi Perah
Laktasi pada VFA (mM) in vitro

78

5. Anova Pengaruh Selenoproteinat dalam Ransum Sapi Perah
Laktasi pada terhadap Konswnsi Bahan Kering (kg/hari)

79

6 . Anova Pengaruh Selenoproteinat dalam Ransum Sapi Perah
Laktasi pada Konsum Protein Kasar (kghari)
7. Anova Pengaruh Selenoproteinat dalam Ransum Sapi Perah
Laktasi pada Produksi Susu, 4% FCM (kg)
8. Anova Pengaruh Selenoproteinat dalam Ransum Sapi Perah
Laktasi pada Produksi Kolostrunl (kgll~ari)

9. Anova Pengaruh Selenoproteinat dalarn Ransum Sapi Perah
Laktasi pada Globulin Kolostrum (g/hari)
10. Anova Pengaruh Selenoproteinat dalarn Ransurn Sapi Perah
Laktasi pada terhadap Bahan Kering Susu (kglhari)
11. Anova Pengaruh Selenoproteinat dalarn Ransum Sapi Perah
Laktasi pada Bahan Kering Tanpa Lemak Susu (kghari)
12. Anova Pengaruh Selenoproteinat dalam Ransurn Sapi Perah
Laktasi pada Lemak Susu (ghari)
13. Anova Pengaruh Selenoproteinat dalam Ransum Sapi Perah
Laktasi pada Protein Susu (g/hari)

14. Anova Pengaruh Selenoproteinat dalarn Ransum Sapi Perah
Laktasi pada Laktosa Susu (dhari)

15. Anova Pengaruh Selenoproteinat dalam Ransum Sapi Perah
Laktasi pada Glutation Susu (mg/L)
16. Anova Pengaruh Selenoproteinat dalam Ransum Sapi Perah
Laktasi pada Jumlah Sel Somatik (SCC, 10' sel/ml)

17. Anova Pengaruh Selenoproteinat dalam Ransum Sapi Perah
Laktasi pada Triiodotironin (T3,darah)

18. Anova Pengaruh Selenoproteinat dalam Ransum Sapi Perah
Laktasi pada Imunoglobulin (Ig-G, darah, Unit Elisa)
19. Anova Pengaruh Selenoproteinat dalam Ransum Sapi Perah
Laktasi pada Limfosit (% Leukosit)

1

PENDAHULUAN
Perkembangan sapi perah di Indonesia menghadapi tantangan yang sangat
berat, antara lain : (1) Menyempitnya lahan pertanian, (2) Ketergantungan pada
komponen bahan pakan impor dan (3) Impor susu yang mencapai 66 persen dari
konsumsi susu nasional.

Penyempitan lahan pertanian terjadi akibat meluasnya

daerah hunian pada lahan-lahan subur serta pembangunan penunahan pada daerahdaerah hijau. Penyusutan lahan menyebabkan perluasan areal tanaman pakan nyaris
tidak mungkin dan persediaan limbah tanaman pangan makin berkurang. Kondisi ini
menyebabkan terjadinya banjir akibat kemampuan tanah untuk mengikat air sangat
berkurang. Erosi akibat banjir mengakibatkan pengikisan lapisan tanah bagian atas
yang merupakan sumber mineral esensial, darnpaknya tanah mengalami defisiensi
mineral. Akibat yang lebih fatal yaitu tersedianya logam berat yang toksik untuk
tanaman.
Impor jagung, bungkil kedelai, pollard, tepung bulu, tepung daging tulang,
tepung ikan mencapai 4 - 5 juta ton setiap tahunnya (Sudardjat, 2000) atau mencapai

60-70% komponen konsentrat merupakan komponen impor, sehingga harga pakan
tidak seimbang dengan harga susu. lmpor susu dari tahun ke tahun mengalami
peningkatan akibat meningkatnya perrnintaan konsumen (peningkatan konsumsi
protein hewani), semakin menekan perkembangan sapi perah di Indonesia.
Situasi yang demikian menyebabkan populasi sapi perah pada tahun 1997 2001 hanya tumbuh sekitar 1.24% per tahun dan produksi susu hanya mampu
merayap naik 2.56% per tahun. Kondisi ini apabila dibiarkan berlarut-larut akan

mengakibatkan peternakan sapi perah lumpuh total. Salah satu pendekatan yang
dapat dilakukan adalah pemanfaatan surnber bahan pakan lokal dan penggunaan
mineral yang mampu meningkatkan kinerja produksi susu.
Produksi susu selama laktasi bergantung pada dua ha1 yaitu penyediaan substrat
untuk perakitan komponen air susu (Davis dan Collier, 1983; Collier, 1985) dan laju
kematian sel-sel kelenjar ambing (involusi) (Anderson, 1985; Wilde dan Knight,
1989). Oleh karenanya penyedian substrat untuk sintesis susu dan pemeliharan selsel sekretoris kelenjar ambing menjadi penting. Penyediaan substrat yang cukup dapat
dilakukan melalui penyediaan nutrien dalam bentuk energi dan protein yang memadai
untuk sintesis susu. Sumber energi pada sapi perah dapat dipenuhi dari hasil
fermentasi mikroba rumen berupa asam lemak atsiri (VFA), sumber protein dapat
dipenuhi dari protein pakan maupun non protein nitrogen. Di sisi lain hijauan pakan
di Indonesia defisien akan mineral Seng (Zn) (Little, 1986), padahal mineral ini
mempunyai fungsi penting dalam metabolisme (Georgievskii et al., 1982; Tillman et
al., 1983; Larvor, 1993). Di sisi lain produksi susu yang rendah di Indonesia juga

diakibatkan oleh kondisi sapi perah yang 60% diantaranya telah terkena mastitis
subklinis sampai klinis (Mirnawati, 1985; Sutardi, 2002).
Hidrolisat bulu ayam merupakan sumber protein potensial untuk ruminansia
karena sifat proteinnya yang tahan terhadap degradasi mikroba nunen. Hidrolisat
bulu ayam mempunyai protein (81%) dan TDN (70%) yang tinggi (NRC, 1988),
kaya akan asam amino sistin, namun defisien asam amino lisin dan metionin (Han
dan Parsons, 1991).

Oleh karenanya suplementasi Zn-lisinat diharapkan mampu

mengatasi kekurangan kedua nutrien di atas.

Selenium (Se) dalam bentuk fisiologisnya sebagai glutation peroksidase (GSH-

Px) berperanan melindungi sel dan subseluler dari kerusakan oksidatif dengan jalan
mereduksi senyawa-senyawa peroksida menjadi
termasuk sel kelenjar ambing.

senyawa yang aman bagi sel,

Peroksida-peroksida terbentuk selama proses

metabolisme berlangsung. Glutation (GSH) adalah tripeptida yang mengandung tiga
asam amino yaitu glutamat, sistin dan glisin, yang dalam kelenjar ambing digunakan
sebagai sumber asam amino bersulfur (Baumrucker, 1985). GSH berperan dalam
sintesis protein susu. Dijelaskan oleh Combs dan Combs (1986) di samping Se
berperan sebagai antioksidan, mineral ini juga terlibat dalam sistem kekebalan.
Sehingga kehadiran Se dalam pakan

diharapkan dapat mendukung upaya

peningkatan sistem kekebalan tubuh untuk menjamin produksi yang optimal.
Penggunaan selenoproteinat dalam penelitian ini

dengan pertimbangan

penggunaan sodium selenite yang biasa digunakan sebagai sumber Se dalam pakan
baru-baru ini dikctahui bcrsifat mcrugikan (Mahan, 1995). Dengan valensi yang
besar, Se dalam tubuh dapat mengikat protein (enzim dan atau hormon), sehingga
enzim menjadi tidak aktif.

Secara umum Se organik dapat dideposisikan dalam

jaringan lebih tinggi dibandingkan dalam bentuk anorganik. Bentuk selenometionin
dan selenosistein lebih mudah diabsorbsi oleh ternak karena sel-sel tubuh secara aktif
memanfaatkannya sebagai nutrien organik.
Selenit kurang dapat diabsorbsi pada ruminansia dibandingkan monogastrik.
Absorbsi yang rendah ini mungkin karena selenit diredksi menjadi senyawa yang
tidak larut dalam rumen. Windisch el ul. (1998) menyatakan bentuk Se sangat
berpengaruh pada utilitasnya. Secara umum Se organik dapat dideposisikan dalam

jaringan lebih tinggi dibandingkan dalam bentuk anorganik. Bentuk selenometionin
dan selenosistein lebih mudah diabsorbsi oleh ternak karena sel-sel tubuh secara aktif
memanfaatkannya sebagai nutrien organik. Dikemukakan lebih lanjut bahwa
suplementasi selenometionin menghasilkan konsentrasi Se yang tinggi pada seluruh
jaringan, dengan rataan peningkatannya 19 persen lebih tinggi dibandingkan selenit.
Hampir 75 persen Se dalam kapang merupakan selenometionin (Stone, 1998) dan
sisanya berikatan dengan protein ataupun asam amino yang lain.
Selenium dalam bentuk selenosistein menempati tempat aktif (active site)
pada enzim deiodinase tipe I (Iodothyronine-5'-deiodinase) yang terlibat dalam
konversi (deiodinasi) tiroksin

(T4)

menjadi 3,3"5-triiodothyronine (T3) dalam ginjal

dan hati (Arthur et ul., 1993; Aro, 1994). Dikemukakan oleh Beckett et ul. (1993).
bahwa defisiensi selenium dan iodium erat kaintannya dengan metabolisme hormon
tiroid yang abnormal. Selanjutnya dilaporkan oleh Rimbawan et al. (2000) bahwa di
daerah GAKI (Gangguan Akibat Kekurangan Iodium) selalu diikuti oleh defisiensi
selenium, yang menurunkan konversi T4 menjadi T3,

Padahal hormon ini

mempunyai pean yang vital dalam penyediaan energi (ATP) (Utiger, 1987;
McDonald, 1980) dalam setiap proses perakitan senyawa kecil (glukosa, asam mino,
asam lemak, dan gliserol). Tiroksin telah lama diketahui mampu meningkatkan
produksi susu dan aktivitas metabolisme dalam kelenjar susu (Davis et al., 1987;
Davis et al., 1988; Manalu dan Sumaryadi, 1995; Sumaryadi dan Manalu, 1996
Sintesis selenoproteinat dapat dilakukan melalui proses fermentasi dengan
mikroba. Strategi pembatasan sulfur pada substrat fermentasi digunakan supaya
mikroba memanfaatkan selenium tanpa dihambat oleh mineral yang menjadi

antagonisnya. Mikroba akan mcmanl'aatkan selcniutn sebagai pengganti sulfur pada
saat konsentrasi sulfur dalam media tidak cukup mengingat mineral ini mempunyai
kemiripan fungsi.
Tujuan penelitian ini adatah mengkaji penggunaan selenoproteinat dalam
ransum sapi perah yang mengandung hidrolisat bulu ayam pada berbagai kondisi
pakan terhadap produksi susu dan respons kekebalan. Kondisi pakan dibatasi pada
pakan dengan energi dan prodtein yang rendah dan kondisi energi dan protein yang
cukup baik dengan kecukupan ammonia (ditambah urea) dan atau kecukupan mineral
Seng (Zn). Suplementasi Zn dalam bentuk garam Zn-lisinat diharapkan mampu 1010s
dari degradasi mikroba rumen, sehingga meningkatkan kernanfaatan kedua nutrien
tersebut.

TINJAUAN PUSTAKA
1.

Kebutuhan Mineral untuk Mikroba Rumen

Mineral di dalam rumen dibutuhkan oleh mikroba untuk pembentukan
komponen sel, komponen enzim dan kofaktor. Mengingat aktivitas mikroba
rumen memegang peranan penting dalam proses fermentasi, maka defisiensi
mineral akan mempengaruhi fermentabilitas pakan. Kebutuhan mikroba rumen
pada mineral sampai saat ini masih didasarkan pada kebutuhan ternak inang.
Berdasarkan rekomendasi NRC (1988) kebutuhan mineral untuk sapi perah
dengan produksi susu sebesar 13 - 27 kglhari adalah sebagai berikut : Ca 0.5 1%,
P 0.33%, Mg 0.20%, K 0.90%, Na 0.1 8%, C1 0.25%, S 0.20%, Fe 50 ppm, Co

0.1 0 ppm, Cu 10 ppm, Mn 40 ppm, Zn 40 ppm, I 0.60 pprn dan Se 0.3 ppm. Ca
dan P merupakan dua mineral makro yang berkaitan erat baik secara fisiologis
maupun fungsinya.
Kalsium (Ca) merupakan mineral yang diperiukan untuk pembentukan
tulang kerangka dan gigi, dan juga terdistribusi pada jaringan lunak serta cairan
ekstraseluler. Hewan membutuhkan Ca untuk pembentukan tulang dan gigi,
transmisi impuls syaraf, kontraksi otot, regulasi gerak jantung, pembekuan darah
dan aktivitas serta stabilisasi enzim. Tulang merupakan sumber dan cadangan Ca.
Pada awal laktasi dapat terjadi keseimbangan kalsium yang negatif, karena
pengeluaran Ca dalam air susu lebih besar dibandingkan pasokan Ca dalam
pakannya.
Ketersediaan Ca bagi ternak bergantung pada : konsumsi Ca, status Ca dan
umur ternak, jumlah Ca yang dibutuhkan, bentuk kimia dan sumber kalsium serta
hubungan antar mineral (NRC, 1988). Berdasarkan hasil penelitian peneliti-

peneliti sebelumnya, rasio Ca dan P dalam ransum 1 :I sampai 7 : 1 masih berada
dalam kisaran yang dapat ditoleransi oleh ternak. Hibbs dan Conrad (1983)
melaporkan bahwa sapi laktasi dapat menyerap 1.71 g Ca untuk setiap 1 g P.
Pakan yang tinggi lemaknya akan meningkatkan Ca fecal yang hilang melalui
pembentukan sabun, oleh karenanya kebutuhan dalam pakan meningkat.
I:osfor (P) mcri~pakan ~iiiricral kunci dalam metabolisme energi dan
merupakan komponen yang esensial pada sistem buffer dalam darah dan cairan
tubuh lainnya. Halnpir 85% P dalam tubuh sapi ditemukan dalam tulang rangka,
gigi dan jaringan Iunak. Jumlah P yang diserap ternak sangat berganti~ngpada
sumber P, jumlah konsumsi ransum, rasio Ca:P, pH usus dan level kalsium (NRC,
1988). Penyerapan fosfat terjadi di usus halus, melalui transport aktif yang
dirangsang oleh bentuk aktif vitamin D. Kebutuhan P untuk sapi perah yang
berproduksi susu 13-27 kglhari adalah 0.33 %, namun tidak ada masalah jika sapi
mengkonsu~iisiP dua kali dari yang direkomendasikan.

U

Salah salu kcutamaan ternak ruminansia adalah kernampuannya dalaln
riicngi~bahpakan serat inenjadi senyawa organik sebagai sumber energinya.
Proses pencernaan pada ruminansia merupakan interaksi antara pakan, populasi
mikroorganisme dan aktivitas enzim serta hormonal. Sutardi (1980) menyatakan
bahwa proses pencernaan pada ruminansia terjadi secara mekanis (di mulut),
fermentasi (oleh enzim-enzim yang berasal dari mikroorganisme rumen) dan
hidrolisis (oleh enzim-enzim hewan induk semang).
Mikroorganisme yang dominan dalam proses fermentasi terdiri atas
bakteri, protozoa dan fungi. Popi~lasibakteri dalam rumen berkisar antara 10'

-

1 01°, sedangkan protozoa berkisar 1 o6 - lo7 per gram isi rumen (Hungate, 1963).

Pada proses ini serat pakan akan mengalami proses fermentasi yang sangat luas
sehingga menghasilkan

Volatil Fafty Acid (VFA). Proses ini sebagian besar

dilakukan oleh adanya aktivitas bakteri selulolitik yang perannya diinduksi oleh
substrat pakan (Prayitno, 1994), sedangkan protein akan dirombak menjadi NH3
dengan tidak mengenal batas, meskipun ammonia yang dihasilkan sudah cukup
untuk pertumbuhannya (Sutardi, 1977).
Produk fermentasi retikulorumen akan disalurkan ke organ selanjutnya
yaitu

omasum dan abomasum. Pencernaan abomasum merupakan tahapan

lanjutan, pada organ ini dihasilkan HCI dan pepsin yang berperan di dalam
perombakan protein, sedangkan pada omasum akan terjadi penyerapan air,
ammonia. elektrolit dan ~nungkinVFA. Pada organ pencernaan bagian belakang
seperti sekum, kolon dan rektum juga terjadi aktivitas fermentasi, tapi informasi
mengenai ha1 itu belum banyak terungkap (Forbes dan France, 1993).
2. Pencernaan dan Absorbsi Karbohidrat pada Ruminansia

Karbohidrat pada pakan ruminansia merupakan nutrien yang dominan
dala~nmenycdiakan sil~iibereriergi untuk proses faali, di samping menyediakan
bahan yang bersifat bulky yang berguna untuk memelihara kelancaran proses
pencernaan.

Kandungan karbohidrat dalam pakan ternak ruminansia dapat

mencapai 60 - 75% dari bahan kering ransum yang berasal dari isi sel (gula dan
pati) dan dinding sel (selulosa dan hemiselulosa) (Sutardi, 1980). Komponen
karbohidrat berupa selulosa, hemiselulosa, pektin, pati, fruktan dan sukrosa di
dalam rumen mengalami pencernaan oleh enzim-enzim yang dihasilkan oleh
mikroba rumen.

Proses metabolisme karbohidrat dalam retikulorumen sangat komplek.
Pertama-tama selulosa dan hemiselulosa akan mengalami hidrolisis oleh enzim

P-

I -4-glukosidase yang dihasilkan oleh mikroba menjadi sakarida sederhana seperti

heksosan, pentosan, maitosa, sul.

6. Selenium dan Fungsinya dalam Tubuh Ternak
Selenium (Se) adalah unsur penting dari glutathione peroksidase (GSHPx), dengan 4 g atom Se per mol enzim (Rotruck et al., 1973; Ian Lean, 1987,
McDowell, 1992). Bilangan oksidasi selenium adalah +6, +4, 0 dan -2. Pada

bilangan oksidasi +6, Se dalam bentuk asam selenit (H2Se03, merupakan asam
kuat) dan garam selenat (se0i2). Pada bilangan oksidasi +4, Se dalam bentuk
Selenium dioksida (SeOz), asam seleniuos (H2Se03) dan garam selenit (se0i2).
Garam selenit kurang larut dibandingkan garam selenat, khususnya pada pH
1

alkali, sedangkan selenit mudah direduksi pada pH rendah menjadi selenium
elemental dan selenat tidak mildah direduksi menjadi selenit (Smith, 1988).
McDowell (1 992) menyatakan

unsur Se dapat direduksi menjadi

selenide (se2? atau dioksidasi menjadi selenite (se43 atau

selenate (se6+).

Selenium kurang dapat diabsorbsi pada rulninansia dibandingkan monogastrik.
Rendahnya absorbsi ini mungkin karena selenite direduksi menjadi senyawa yng
tidak larut dalam rumen. Retensi absorbsi Se dipengaruhi oleh status ternak dan
bentuk Se. Secara umuln Se organik dapat dideposisikan dalam jaringan lebih
tinggi dibandingkan dalam bentuk anorganik.

Gerloff (1992) menambahkan

baliwa di dala~nrumcn bentuk Sc anorganik akan direduksi dari selenite menjadi
selenide oleh proses hidrogenasi. Selenide tidak diabsorbsi di dalam rumen dan
juga tidak di dalam usus. Hampir 75 persen Se dalam kapang merupakan
selenometionin (Stone, 1998). Ditambahkan oleh Carolyn Berdanier (1998)
bahwa sintesis selenoprotein melibatkan asam-asam amino yang mengandung
sulfur dan selenium. Proses ini melibatkan selenofosfat untuk membentuk
selenosistein, di mana reaksinya dikatalisis oleh selenofosfat sintetase dan vitamin
B berperan sebagai koenzimnya.

Kira-kira 40 persen Se dalam tubuh tikus sebagai komponen GSH-Px.
Aktivitas GSH-Ps ekstraseluler hanya 1110 dari intraseluler (Xin Gei Lei, 1995).
GSH-Px membutuhkan reduce glutation (GSH) sebagai cosubstrat.

Glutation

adalah sulfhidril yang mengandung tripeptida yang dibentuk dari asam glutamat,
sistein dan glisin (Krogmeier et al., 1993; Stamler dan Slivka, 1996; Groff dan
Gropper, 2000). Reaksi pembentukannya membutuhkan adenosin trifosfat (ATP),
dengan tahapan reaksi sebagai beri~ut:
ATP

1. L-glutamat + L-sistein

------------- -+

L- y -glutamil-L-sistein
~ g ~ +
Enzim yang berperan : y-glutamilsistein sintetase
ATP

2. L- y -glutamil-L-sistein

+ glisin

-------------+ glutation

~ g
Enzim yang berperan : glutation sintctase
Persson-Moschos el

~

+

al. (1 996) dan Carolyn

Berdainer (1998)

menggolongkan selenoprotein pada mamalia menjadi 8, yaitu :
1. Glutation peroksidase sitosol
2. Glutat ion peroksidase ekstrseluler

3. phospholipid hydroperoxide glutathione peroxidase (phGSHPx)
4. Glutation peroksidase gastrointestinal

5. Tipe I 5'iodothyronine deiodonase (5'-1-DI)
6. Selenoprotein P (SeP)
7. Selenoprotein W (Sew)
8. Mitochondria1 capsule selenoprotein (MCS)

Fungsi GSH-Px dalam sel adalah melindungi membran sel dan subseluler
dari kerusakan oksidatif (Rotruct el al., 1973; Williams dan Dickerson, 1990;
McDowell, 1992; Brody, 1994; Ellis et crl., 1995; Stamler dan Slivka, 1996; Smith
et al., 1997; Parodi, 1998; Groff dan Gropper, 2000) baik oleh group sulfhidril

maupun radikal bebas dengan jalan mereduksinya menjadi senyawa yang aman
bagi sel. Hidrogen peroksida dikonversi menjadi air, lipid peroksida dikonversi
menjadi alkohol dan air (Combs dan Combs, 1986; Stamler dan Slivka, 1996,
Carolyn Berdanier, 1998; Surai et al., 2001).
2GSH

Hz0 2 atau
LOOHIROOH

GSH-PX

GS-SG

H20
LOHIROH + H20

Groff dan Gropper (2000) menatnbahkan bahwa

GSH-Px lebih aktif

dibandingkan dengan katalase dalani mereduksi hidrogen peroksida dan organik
peroksida. Peroksida-peroksida harus dinetralisir karena dapat merusak membran
sel. Dikemukakan oleh Brzezinska-Slebodzinska et a1.(1994) pada sapi perah
menjelang proses partus akan terjadi stress oksidatif yang akan menghasilkan
ketidakseimbangan antara produksi oksigen dan radikal b