Pemodelan jaringan syaraf tiruan recurrent yang teroptimasi secara heuristik untuk pendugaan curah hujan berdasarkan peubah enso

(1)

PEMODELAN JARINGAN SYARAF TIRUAN

RECURRENT

YANG TEROPTIMASI SECARA

HEURISTIK UNTUK PENDUGAAN CURAH HUJAN

BERDASARKAN PEUBAH ENSO

AFAN GALIH SALMAN

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains pada

Departemen Ilmu Komputer

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2006


(2)

ABSTRAK

Pendugaan Curah Hujan yang akurat di sektor pertanian kini telah menjadi kebutuhan utama, disamping faktor lain seperti pemilihan bibit, pupuk, dan pemberantas hama. Informasi tentang banyak curah hujan sangat berguna bagi petani dalam mengantisip asi peristiwa-peristiwa ekstrim seperti kekeringan dan kebanjiran. Model pendugaan curah hujan yang telah dilakukan selama ini belum banyak yang menggunakan data peubah El-Nino Southern Oscilation (ENSO) sebagai masukan model padahal peubah ENSO cukup berpengaruh terhadap tinggi rendahnya curah hujan di sebagian besar wilayah Indonesia (Yusmen 1998). Penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya hanya menggunakan data suhu dan curah hujan sebagai masukan model diantaranya adalah penerapan metode Principal Component Regression (Fitriadi 2004) menghasilkan R2 sebesar 63,16%, JST propagasi balik standar (Normakristagaluh 2004) menghasilkan R2 sebesar 74,02%, JST propagasi balik standar (Apriyanti 2005) menghasilkan R2 sebesar 48,179% dan JST dengan optimasi algoritma genetika menghasilkan R2 sebesar 87,7% (Apriyanti 2005) Berdasarkan tersebut penelitian di bidang ini masih layak dan perlu dilakukan untuk mendapatkan model pendugaan curah hujan yang lebih akurat.

Penelitian ini menggunakan JST recurrent Elman yang teroptimasi secara heuristik dengan penerapan 3 algoritma pembelajaran yaitu gradient descent adaptive learning rate, dengan variasi nilai parameter penambahan laju pembelajran (lr_inc) dan penurunan laju pembelajaran (lr_dec), gradient descent adaptive learning rate & momentum dengan variasi nilai parameter momentum (mc) serta resilient backpropagation dengan variasi nilai parameter penambahan bobot (delt_inc) & penurunan bobot (delt_dec). Teknik optimasi heuristik terbaik pada penelitian ini adalah algoritma resilient backpropagation. Hasil pendugaan curah hujan terbaik pada leap 0 menghasilkan nilai R2 maksimum 77%, leap 1 menghasilkan nilai R2 maksimum 84,8%, leap 2 menghasilkan nilai R2 maksimum 75,5%, dan leap 3 menghasilkan nilai R2 maksimum 54,1%. Hal ini membuktikan JST recurrent dapat diterapkan dalam pendugaan curah hujan berdasarkan peubah ENSO dengan tingkat keakuratan yang cukup baik.


(3)

Judul Tesis : Pemodelan Jaringan Syaraf Tir uan Recurrent yang Teroptimasi Secara Heuristik untuk Pendugaan Curah Hujan Berdasarkan Peubah ENSO

Nama : Afan Galih Salman

N R P : G651030204

Disetujui

Komisi Pembimbing

Ir. Agus Buono, M.Si., M. Kom. Ketua

Irman Hermadi, S. Kom.,MS. Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Ilmu Komputer

Dr. Sugi Guritman

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto, M.Sc.


(4)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian dilaksanakan sejak bulan Desember 2005 dengan judul Pemodelan Jaringan Syaraf Tiruan Recurrent Yang Teroptimasi Secara Heuristik Untuk Pendugaan Curah Hujan Berdasarkan Peubah ENSO.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Ir. Agus Buono M.Si, M.Kom dan Bapak Irman Hermadi S.Kom, M.S selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan serta saran dalam pembuatan karya ilmiah ini serta Bapak Aziz Kustiyo S.Si, M.Kom selaku dosen penguji.

Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada Bapak Adang, peneliti pada Kantor BALIKLIMAT Bogor yang telah memberikan data curah hujan yang lengkap seluruh wilayah Indonesia.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak serta Ibu ya ng telah memberi doa dan dorongannya demi selesainya penelitian ini, juga kepada rekan-rekan mahasisiwa Magister Ilmu Komputer IPB atas bantuan serta dorongan morilnya terutama Bapak M.Syafii, M.Si dan keluarga yang telah memberikan pinjaman peralatan komp uter serta buku-buku mengenai jaringan syaraf tiruan. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada seluruh staf administrasi dan karyawan Pascasarjana Ilmu Komputer IPB Bogor serta isteri dan anak saya atas segala doa dan dukungannya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat

Bogor, Mei 2006 Afan Galih Salman


(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 9 September 1969 dari ayah Kodir Ali dan ibu Mien Suliah. Penulis merupakan putra keempat dari enam bersaudara. Penulis beristerikan Ir. R. Tantie Kustiantie dan mempunyai 1 orang putri.

Tahun 1988, penulis lulus dari SMA Negeri 2 Bogor. Tahun 1994 lulus dari Fakultas Teknik Gas Petrokimia Universitas Indonesia. Tahun 2003 lulus seleksi masuk Program Pascasarjana Ilmu Komputer IPB Bogor.

Penulis mengawali karir pekerjaan dimulai pada tahun 1988 sampai saat ini menjadi supervisor di Perusahaan kontraktor CV. Menteng, Bogor. Mulai tahun 2005 sampai saat ini menjadi dosen luar biasa di Fakultas Teknik Informatika Universitas Ibnu Khaldun, Bogor.

Penulis tinggal di Jl Hateup no 30 Bantarjati Bogor 16153. Telpon (0251) 316963.


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ………...………. viii

DAFTAR GAMBAR……….. ix

DAFTAR LAMPIRAN ……….. x

PENDAHULUAN

Latar Belakang ……… Tujuan Penelitian ...………. Ruang Lingkup Penelitian...………. Manfaat Penelitian ……….. Blok Diagram Sistem ………..

1 2 2 3 3 TINJAUAN PUSTAKA

Pendugaan Curah Hujan.... ………...………... Jaringan Syaraf Tiruan...……….. Jaringan Saraf Tiruan Propagasi Balik...………. Optimasi Pembelajaran Heuristik...………. Jaringan Syarat Tiruan Recurrent Elman………. Inisialisasi Nguyen-Widrow………....………. Ketepatan Pendugaan...………. 4 5 6 7 12 13 13 DATA & METODE

Data... Metode. .………...

15 15 PERANCANGAN & IMPLEMENTASI SISTEM

Desain Arsitektur... ... Tahapan Penelitian..………... Desain Struktur Data... Desain Keluaran (Output) ………....……….. Perangkat Keras dan Lunak..………....………..

17 17 21 21 21 HASIL DAN PEMBAHASAN

Komposisi Data Pelatihan & Pengujian... Kelompok Data Pertama………... Kelompok Data Kedua...………... Komposisi Parameter Terbaik………...

22 22 27 32


(7)

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan ... Saran ..………...

37 37 DAFTAR PUSTAKA ……… LAMPIRAN...

39 40


(8)

DAFTAR TABEL

Halaman 1 Struktur JST recurrent standar gradient descent adaptive learning

rate... 18 2 Struktur JST recurrent standar gradi ent descentadaptive learning rate &

momentum... 19 3 Struktur JST recurrent standar resilient backpropagation... 20 4 Data peubah ENSO & curah hujan... 21 5 Hasil percobaan kelompok data pertama gradient descent adaptive

learning rate... 22 6 Hasil percobaan kelompok data pertama gradient descent adaptive learning

rate & momentum...

22 7 Hasil percobaan kelompok data pertama resilient backpropagation... 23 8 Hasil percobaan kelompok data kedua gradient descent adaptive learning

rate... 27 9 Hasil percobaan kelompok data kedua gradient descent adaptive learning

rate & momentum... 27 10 Hasil percobaan kelompok data kedua resilient backpropagation... 28 11 Komposisi parameter terbaik gradient descent adaptive learning rate…. 33 12 Komposisi parameter terbaik gradient descent adaptive learning rate &

momentum...

34 13 Komposisi parameter terbaik resilient backpropagation...….. 36


(9)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Blok diagram pemodelan………..……… 3

2 Arsitektur JST recurrent………. 12

3 Kerangka berpikir penelitian... 16 4 Jumlah epoh terbaik JST recurrent resilient backpropagation kelompok

data pertama untuk leap 0...

24 5 Korelasi terbaik JST recurrent resilient backpropagation kelompok data

pertama untuk leap 0...

24 6 Nilai prediksi (output) dan nilai aktual (target) terbaik JST recurrent

resilient backpropagation kelompok pertama untuk leap 0...

25 7 Jumlah epoh terbaik JST recurrent resilient backpropagation kelompok

data pertama untuk leap 1...

26 8 Korelasi terbaik JST recurrent resilient backpropagation kelompok data

pertama untuk leap 1...

26 9 Nilai prediksi (output) dan nilai aktual (target) terbaik JST recurrent

resilient backpropagation kelompok pertama untuk leap 1...

27 10 Jumlah epoh terbaik JST recurrent resilient backpropagation kelompok

data kedua untuk leap 0...

28 11 Korelasi terbaik JST recurrent resilient backpropagation kelompok data

kedua untuk leap 0...

29 12 Nilai prediksi (output) dan nilai aktual (target) terbaik JST recurrent

resilient backpropagation kelompok data kedua untuk leap 0...

29 13 Jumlah epoh terbaik JST recurrent resilient backpropagation kelompok

data kedua untuk leap 1...

30 14 Korelasi terbaik JST recurrent resilient backpropagation kelompok data

kedua untuk leap 1...

31 15 Nilai prediksi (output) dan nilai aktual (target) terbaik JST recurrent

resilient backpropagation kelompok data kedua untuk leap1....

31


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Data penelitian………. 41

2 Pengkodean program JST recurrent adaptive learning rate……….…….. 43 3 Pengkodean program JST recurrent adaptive learning rate & momentum 45 4 Pengkodean program JST recurrent resilient backpropagation... 47

5 Hasil penelitian kelompok pertama JST recurrent gradient descent adaptive learning rate leap 0………..

49 6 Hasil penelitian kelompok pertama JST recurrent gradient descent

adaptive learning rate leap 1……….. 51 7 Hasil penelitian kelompok pertama JST recurrent gradient descent

adaptive learning rate leap 2………. 53 8 Hasil penelitian kelompok pertama JST recurrent gradient descent

adaptive learning rate leap 3………. 55 9 Hasil penelitian kelompok pertama JST recurrent gradient descent

adaptive learning rate & momentum leap 0………. 57 10 Hasil penelitian kelompok pertama JST recurrent gradient descent

adaptive learning rate & momentum leap 1………. 58 11 Hasil penelitian kelompok pertama JST recurrent gradient descent

adaptive learning rate & momentum leap 2………. 59 12 Hasil penelitian kelompok pertama JST recurrent gradient descent

adaptive learning rate & momentum leap 3………. 60 13 Hasil penelitian kelompok pertama JST recurrentresilient

backpropagation leap 0………..

61 14 Hasil penelitian kelompok pertama JST recurrent resilient

backpropagation leap 1………..

63 15 Hasil penelitian kelompok pertama JST recurrent resilient

backpropagation leap 2………..………...

65 16 Hasil penelitian kelompok pertama JST recurrent resilient

backpropagation leap 3……….………..

67 17 Hasil penelitian kelompok kedua JST recurrent gradient descent

adaptive learning rate leap 0……….. 69


(11)

PEMODELAN JARINGAN SYARAF TIRUAN

RECURRENT

YANG TEROPTIMASI SECARA

HEURISTIK UNTUK PENDUGAAN CURAH HUJAN

BERDASARKAN PEUBAH ENSO

AFAN GALIH SALMAN

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains pada

Departemen Ilmu Komputer

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2006


(12)

ABSTRAK

Pendugaan Curah Hujan yang akurat di sektor pertanian kini telah menjadi kebutuhan utama, disamping faktor lain seperti pemilihan bibit, pupuk, dan pemberantas hama. Informasi tentang banyak curah hujan sangat berguna bagi petani dalam mengantisip asi peristiwa-peristiwa ekstrim seperti kekeringan dan kebanjiran. Model pendugaan curah hujan yang telah dilakukan selama ini belum banyak yang menggunakan data peubah El-Nino Southern Oscilation (ENSO) sebagai masukan model padahal peubah ENSO cukup berpengaruh terhadap tinggi rendahnya curah hujan di sebagian besar wilayah Indonesia (Yusmen 1998). Penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya hanya menggunakan data suhu dan curah hujan sebagai masukan model diantaranya adalah penerapan metode Principal Component Regression (Fitriadi 2004) menghasilkan R2 sebesar 63,16%, JST propagasi balik standar (Normakristagaluh 2004) menghasilkan R2 sebesar 74,02%, JST propagasi balik standar (Apriyanti 2005) menghasilkan R2 sebesar 48,179% dan JST dengan optimasi algoritma genetika menghasilkan R2 sebesar 87,7% (Apriyanti 2005) Berdasarkan tersebut penelitian di bidang ini masih layak dan perlu dilakukan untuk mendapatkan model pendugaan curah hujan yang lebih akurat.

Penelitian ini menggunakan JST recurrent Elman yang teroptimasi secara heuristik dengan penerapan 3 algoritma pembelajaran yaitu gradient descent adaptive learning rate, dengan variasi nilai parameter penambahan laju pembelajran (lr_inc) dan penurunan laju pembelajaran (lr_dec), gradient descent adaptive learning rate & momentum dengan variasi nilai parameter momentum (mc) serta resilient backpropagation dengan variasi nilai parameter penambahan bobot (delt_inc) & penurunan bobot (delt_dec). Teknik optimasi heuristik terbaik pada penelitian ini adalah algoritma resilient backpropagation. Hasil pendugaan curah hujan terbaik pada leap 0 menghasilkan nilai R2 maksimum 77%, leap 1 menghasilkan nilai R2 maksimum 84,8%, leap 2 menghasilkan nilai R2 maksimum 75,5%, dan leap 3 menghasilkan nilai R2 maksimum 54,1%. Hal ini membuktikan JST recurrent dapat diterapkan dalam pendugaan curah hujan berdasarkan peubah ENSO dengan tingkat keakuratan yang cukup baik.


(13)

Judul Tesis : Pemodelan Jaringan Syaraf Tir uan Recurrent yang Teroptimasi Secara Heuristik untuk Pendugaan Curah Hujan Berdasarkan Peubah ENSO

Nama : Afan Galih Salman

N R P : G651030204

Disetujui

Komisi Pembimbing

Ir. Agus Buono, M.Si., M. Kom. Ketua

Irman Hermadi, S. Kom.,MS. Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Ilmu Komputer

Dr. Sugi Guritman

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto, M.Sc.


(14)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian dilaksanakan sejak bulan Desember 2005 dengan judul Pemodelan Jaringan Syaraf Tiruan Recurrent Yang Teroptimasi Secara Heuristik Untuk Pendugaan Curah Hujan Berdasarkan Peubah ENSO.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Ir. Agus Buono M.Si, M.Kom dan Bapak Irman Hermadi S.Kom, M.S selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan serta saran dalam pembuatan karya ilmiah ini serta Bapak Aziz Kustiyo S.Si, M.Kom selaku dosen penguji.

Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada Bapak Adang, peneliti pada Kantor BALIKLIMAT Bogor yang telah memberikan data curah hujan yang lengkap seluruh wilayah Indonesia.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak serta Ibu ya ng telah memberi doa dan dorongannya demi selesainya penelitian ini, juga kepada rekan-rekan mahasisiwa Magister Ilmu Komputer IPB atas bantuan serta dorongan morilnya terutama Bapak M.Syafii, M.Si dan keluarga yang telah memberikan pinjaman peralatan komp uter serta buku-buku mengenai jaringan syaraf tiruan. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada seluruh staf administrasi dan karyawan Pascasarjana Ilmu Komputer IPB Bogor serta isteri dan anak saya atas segala doa dan dukungannya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat

Bogor, Mei 2006 Afan Galih Salman


(15)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 9 September 1969 dari ayah Kodir Ali dan ibu Mien Suliah. Penulis merupakan putra keempat dari enam bersaudara. Penulis beristerikan Ir. R. Tantie Kustiantie dan mempunyai 1 orang putri.

Tahun 1988, penulis lulus dari SMA Negeri 2 Bogor. Tahun 1994 lulus dari Fakultas Teknik Gas Petrokimia Universitas Indonesia. Tahun 2003 lulus seleksi masuk Program Pascasarjana Ilmu Komputer IPB Bogor.

Penulis mengawali karir pekerjaan dimulai pada tahun 1988 sampai saat ini menjadi supervisor di Perusahaan kontraktor CV. Menteng, Bogor. Mulai tahun 2005 sampai saat ini menjadi dosen luar biasa di Fakultas Teknik Informatika Universitas Ibnu Khaldun, Bogor.

Penulis tinggal di Jl Hateup no 30 Bantarjati Bogor 16153. Telpon (0251) 316963.


(16)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ………...………. viii

DAFTAR GAMBAR……….. ix

DAFTAR LAMPIRAN ……….. x

PENDAHULUAN

Latar Belakang ……… Tujuan Penelitian ...………. Ruang Lingkup Penelitian...………. Manfaat Penelitian ……….. Blok Diagram Sistem ………..

1 2 2 3 3 TINJAUAN PUSTAKA

Pendugaan Curah Hujan.... ………...………... Jaringan Syaraf Tiruan...……….. Jaringan Saraf Tiruan Propagasi Balik...………. Optimasi Pembelajaran Heuristik...………. Jaringan Syarat Tiruan Recurrent Elman………. Inisialisasi Nguyen-Widrow………....………. Ketepatan Pendugaan...………. 4 5 6 7 12 13 13 DATA & METODE

Data... Metode. .………...

15 15 PERANCANGAN & IMPLEMENTASI SISTEM

Desain Arsitektur... ... Tahapan Penelitian..………... Desain Struktur Data... Desain Keluaran (Output) ………....……….. Perangkat Keras dan Lunak..………....………..

17 17 21 21 21 HASIL DAN PEMBAHASAN

Komposisi Data Pelatihan & Pengujian... Kelompok Data Pertama………... Kelompok Data Kedua...………... Komposisi Parameter Terbaik………...

22 22 27 32


(17)

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan ... Saran ..………...

37 37 DAFTAR PUSTAKA ……… LAMPIRAN...

39 40


(18)

DAFTAR TABEL

Halaman 1 Struktur JST recurrent standar gradient descent adaptive learning

rate... 18 2 Struktur JST recurrent standar gradi ent descentadaptive learning rate &

momentum... 19 3 Struktur JST recurrent standar resilient backpropagation... 20 4 Data peubah ENSO & curah hujan... 21 5 Hasil percobaan kelompok data pertama gradient descent adaptive

learning rate... 22 6 Hasil percobaan kelompok data pertama gradient descent adaptive learning

rate & momentum...

22 7 Hasil percobaan kelompok data pertama resilient backpropagation... 23 8 Hasil percobaan kelompok data kedua gradient descent adaptive learning

rate... 27 9 Hasil percobaan kelompok data kedua gradient descent adaptive learning

rate & momentum... 27 10 Hasil percobaan kelompok data kedua resilient backpropagation... 28 11 Komposisi parameter terbaik gradient descent adaptive learning rate…. 33 12 Komposisi parameter terbaik gradient descent adaptive learning rate &

momentum...

34 13 Komposisi parameter terbaik resilient backpropagation...….. 36


(19)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Blok diagram pemodelan………..……… 3

2 Arsitektur JST recurrent………. 12

3 Kerangka berpikir penelitian... 16 4 Jumlah epoh terbaik JST recurrent resilient backpropagation kelompok

data pertama untuk leap 0...

24 5 Korelasi terbaik JST recurrent resilient backpropagation kelompok data

pertama untuk leap 0...

24 6 Nilai prediksi (output) dan nilai aktual (target) terbaik JST recurrent

resilient backpropagation kelompok pertama untuk leap 0...

25 7 Jumlah epoh terbaik JST recurrent resilient backpropagation kelompok

data pertama untuk leap 1...

26 8 Korelasi terbaik JST recurrent resilient backpropagation kelompok data

pertama untuk leap 1...

26 9 Nilai prediksi (output) dan nilai aktual (target) terbaik JST recurrent

resilient backpropagation kelompok pertama untuk leap 1...

27 10 Jumlah epoh terbaik JST recurrent resilient backpropagation kelompok

data kedua untuk leap 0...

28 11 Korelasi terbaik JST recurrent resilient backpropagation kelompok data

kedua untuk leap 0...

29 12 Nilai prediksi (output) dan nilai aktual (target) terbaik JST recurrent

resilient backpropagation kelompok data kedua untuk leap 0...

29 13 Jumlah epoh terbaik JST recurrent resilient backpropagation kelompok

data kedua untuk leap 1...

30 14 Korelasi terbaik JST recurrent resilient backpropagation kelompok data

kedua untuk leap 1...

31 15 Nilai prediksi (output) dan nilai aktual (target) terbaik JST recurrent

resilient backpropagation kelompok data kedua untuk leap1....

31


(20)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Data penelitian………. 41

2 Pengkodean program JST recurrent adaptive learning rate……….…….. 43 3 Pengkodean program JST recurrent adaptive learning rate & momentum 45 4 Pengkodean program JST recurrent resilient backpropagation... 47

5 Hasil penelitian kelompok pertama JST recurrent gradient descent adaptive learning rate leap 0………..

49 6 Hasil penelitian kelompok pertama JST recurrent gradient descent

adaptive learning rate leap 1……….. 51 7 Hasil penelitian kelompok pertama JST recurrent gradient descent

adaptive learning rate leap 2………. 53 8 Hasil penelitian kelompok pertama JST recurrent gradient descent

adaptive learning rate leap 3………. 55 9 Hasil penelitian kelompok pertama JST recurrent gradient descent

adaptive learning rate & momentum leap 0………. 57 10 Hasil penelitian kelompok pertama JST recurrent gradient descent

adaptive learning rate & momentum leap 1………. 58 11 Hasil penelitian kelompok pertama JST recurrent gradient descent

adaptive learning rate & momentum leap 2………. 59 12 Hasil penelitian kelompok pertama JST recurrent gradient descent

adaptive learning rate & momentum leap 3………. 60 13 Hasil penelitian kelompok pertama JST recurrentresilient

backpropagation leap 0………..

61 14 Hasil penelitian kelompok pertama JST recurrent resilient

backpropagation leap 1………..

63 15 Hasil penelitian kelompok pertama JST recurrent resilient

backpropagation leap 2………..………...

65 16 Hasil penelitian kelompok pertama JST recurrent resilient

backpropagation leap 3……….………..

67 17 Hasil penelitian kelompok kedua JST recurrent gradient descent

adaptive learning rate leap 0……….. 69


(21)

DAFTAR LAMPIRAN (Lanjutan)

Halaman 18 Hasil penelitian kelompok kedua JST recurrent gradient descent

adaptive learning rate leap 1……….. 71 19 Hasil penelitian kelompok kedua JST recurrent gradient descent

adaptive learning rate leap 2………. 73 20 Hasil penelitian kelompok kedua JST recurrent gradient descent

adaptive learning rate leap 3………. 75 21 Hasil penelitian kelompok kedua JST recurrent gradient descent

adaptive learning rate & momentum leap 0………. 77 22 Hasil penelitian kelompok kedua JST recurrent gradient descent

adaptive learning rate & momentum leap 1………. 78 23 Hasil penelitian kelompok kedua JST recurrent gradient descent

adaptive learning rate & momentum leap 2………. 79 24 Hasil penelitian kelompok kedua JST recurrent gradient descent

adaptive learning rate & momentum leap 3………. 80 25 Hasil penelitian kelompok kedua JST recurrentresilient

backpropagation leap 0………..

81 26 Hasil penelitian kelompok kedua JST recurrent resilient

backpropagation leap 1………..

83 27 Hasil penelitian kelompok kedua JST recurrent resilient

backpropagation leap 2………..………...

85 28 Hasil penelitian kelompok kedua JST recurrent resilient

backpropagation leap 3……….………..

87


(22)

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pendugaan curah hujan di sektor pertanian kini telah menjadi kebutuhan utama, seperti halnya pemilihan bibit, pupuk, dan pemberantas hama. Informasi tentang banyak curah hujan sangat berguna bagi petani dalam mengantisipasi peristiwa-peristiwa ekstrim seperti kekeringan dan banjir (Yusmen 1998). Oleh karena itu dibutuhkan pendugaan curah hujan yang cepat dan akurat.

Dengan menggunakan sistem komputasi di bidang Artificial Intellegence, yaitu

Jaringan Syaraf Tiruan (JST), maka identifikasi pola data dari sistem pendugaan curah hujan dapat dilakukan dengan metoda pendekatan pembelajaran. Berdasarkan kemampuan belajar yang dimilikinya, maka JST dapat dilatih untuk mempelajari dan menganalisa pola data masa lalu dan berusaha mencari suatu formula atau fungsi yang akan menghubungkan pola data masa lalu dengan keluaran yang diinginkan pada saat

ini. Keakuratan hasil prediksi JST diukur berdasarkan koefisien determinasi (R2) dan

Root Mean Square Error (RMSE) (Normakristagaluh 2004).

Model–model pendugaan curah hujan yang telah dilakukan selama ini belum

banyak yang menggunakan data peubah El-Nino Southern Oscilation (ENSO) sebagai

masukan model JST padahal peubah ENSO cukup berpengaruh terhadap tinggi rendahnya curah hujan di sebagian besar wilayah Indonesia (Yusmen 1998). Penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya hanya menggunakan data suhu dan curah hujan

sebagai masukan model JST, diantaranya adalah penerapan metode Principal

Component Regression (Fitriadi 2004) menghasilkan R2 sebesar 63,16%, JST

propagasi balik standar (Normakristagaluh 2004) menghasilkan R2 sebesar 74,02% ,

JST propagasi balik standar (Apriyanti 2005) menghasilkan R2 sebesar 48,179% dan

JST dengan optimasi algoritma genetika menghasilkan R2 sebesar 87,7% (Apriyanti

2005). Berdasarkan hal tersebut penelitian di bidang ini masih layak dan perlu dilakukan untuk mendapatkan model pendugaan curah hujan yang lebih akurat.


(23)

Dalam penelitian ini digunakan JST recurrent yang teroptimasi secara heuristik.

Keunikan JST recurrent adalah adanya koneksi umpan balik yang membawa informasi

gangguan (noise) pada saat masukan sebelumnya yang akan diakomodasikan bagi

masukan berikutnya. Hal ini dapat meningkatkan kinerja JST recurrent khususnya

dalam mengidentifikasi pola peubah ENSO terhadap pendugaan curah hujan. Data

peubah ENSO yang digunakan yaitu : wind, Southern Oscillation Index (SOI), Sea

Surface Temperatur (SST) dan Outgoing Long Wave Radiation (OLR)

Optimasi heuristik adalah pengembangan dari suatu analisa kinerja pada algoritma gradient descent standard yang terdiri dari tiga algoritma pelatihan yaitu : gradient descent adaptive learning rate, gradient descent adaptive learning rate & momentum serta resilient backpropagation.

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan mengembangkan model JST recurrent yang teroptimasi

secara heuristik untuk pendugaan curah hujan berdasarkan peubah ENSO.

1.3 Ruang Lingkup Penelitian

a. Model yang digunakan dalam pe nelitian ini dibatasi pada JST recurrent tipe

Elman.

b. Optimasi pembelajaran yang dilakukan dengan menggunakan teknik

heuristik yaitu : gradient descent adaptive learning rate, gradient descent adaptive learning rate & momentum serta resilient backpropagation.

c. Data curah hujan berasal dari Balai Penelitian Agroklimat & Hidrologi

(BALITKLIMAT) Bogor dan data ENSO berasal dari Lembaga Internasional seperti National Weather Service Center for Environmental Prediction Climate (NOAA).

d. Data masukan hanya terdiri dari peubah ENSO dan target data curah hujan

sehingga faktor-faktor pengaruh curah hujan lainnya tidak diperhitungkan.


(24)

1.4 Manfaat Penelitian

Model JST recurrent yang diperoleh nantinya diharapkan dapat lebih

meningkatkan keakuratan dan kecepatan dalam pendugaan curah hujan khususnya di wilayah Indonesia dengan menggunakan peubah-peubah ENSO dan membuka jalan bagi pengembangan penelitian di bidang yang sama dengan jumlah peubah yang berbeda.

1.5 Blok Diagram Sistem

JST recurrent adalah jaringan yang mengakomodasi keluaran jaringan untuk menjadi input pada jaringan itu lagi dalam rangka menghasilkan keluaran jaringan berikutnya. Pada penelitian ini digunakan jaringan JST recurrent tipe Elman. Jaringan ini dapat terdiri dari satu atau lebih lapisan tersembunyi, lap isan pertama memiliki bobot-bobot yang diperoleh dari lapisan input, setiap lapisan akan menerima bobot dari

lapisan sebelumnya. Jumlah neuron dan lapisan tersembunyi disesuaikan dengan

kompleksitas permasalahan. Delay yang terjadi pada hubungan antara lapisan input

dengan lapisan tersembunyi pertama pada waktu sebelumnya (t-1) dapat digunakan untuk saat ini (t) (Kusumadewi 2004). Blok diagram sistem proses pemodelan JST dalam pendugaan curah hujan berdasarkan peubah ENSO disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Blok diagram pemodelan

peubah ENSO: wind,

SOI, SST & OLR JST

recurrent dgn optimasi teknik heuristik

Koneksi umpan balik

Pendugaan curah hujan

data curah hujan

Pengamatan stasiun cuaca

Satelit ( NOAA )


(25)

BAB II.

TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 Pendugaan Curah Hujan

Pendugaan curah hujan di sektor pertanian kini telah menjadi kebutuhan utama, seperti halnya pemilihan bibit, pupuk, dan pemberantas hama. Informasi curah hujan bahkan menjadi acuan dalam memilih jenis bibit, waktu tanam dan jumlah stok bahan pangan pokok yang harus disediakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Bila dugaan tentang datangnya awal musim, termasuk sifat hujan dan periode musim meleset jauh, dampaknya bisa berupa kerugian besar bagi petani karena gagal panen dan kelangkaan pangan ( Yusmen 1998).

Pendugaan curah hujan juga menjadi faktor penting di sektor pengairan atau pengelolaan daerah aliran sungai dalam kaitannya dengan sistem peringatan dini ketika terjadi banjir. Informasi curah hujan yang akurat, sangat penting bagi masyarakat khususnya yang berada di kawasan rawan banjir di bantaran sungai atau di daerah cekungan sehingga proses evakuasi dapat dilakukan lebih awal dan kerugian material serta korban jiwa dapat dihindari.

Curah hujan di Indonesia hampir seluruhnya dipengaruhi ENSO. ENSO adalah istilah yang terdiri dari dua fenomena yaitu El Nino merupakan fenomena lautan dan Southern Oscillation merupakan fenomena atmosfer. Istilah ENSO tidak begitu populer di kalangan media massa, istilah El Nino-lah yang sering dipakai. Peubah ENSO yang umumnya digunakan adalah SOI yaitu perbedaan antara nilai indeks tekanan udara di Tahiti dan Darwin, dan SST yaitu nilai anomali suhu permukaan laut, selain peubah

lainnya wind dan OLR. Pemanasan suhu muka laut di sebelah barat Samudra Pasifik

menimbulkan gangguan cuaca ENSO, yaitu berdampak kurangnya curah hujan di kawasan timur Pasifik termasuk Indonesia. Sebaliknya ketika pemanasan terjadi di timur Pasifik disebut anomali cuaca La Nina, hujan yang tinggi terjadi di wilayah tersebut (Lakshmi Sri et al. 2003).

Daerah di Indonesia yang bakal terpengaruh El Nino atau La Nina adalah Papua, Maluku, Sulawesi, sebagian besar Sumatera, Sumatera Selatan, seluruh Pulau Jawa, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur,


(26)

Sulawesi, Maluku, Bali, Nusa Tenggara, dan Irian Jaya. Sementara daerah yang tidak terpengaruh oleh ENSO adalah Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi dan Bengkulu. Pengaruh ENSO yang paling kuat terjadi pada tahun 1987-1988. Prakiraan cuaca mengenai terjadinya kekeringan karena El Nino sebenarnya tidak dapat dipukul rata akan terjadi di seluruh wilayah Indonesia . Di wilayah Pare-Pare dan Sulawesi Selatan dapat terjadi empat gangguan cuaca dengan pola yang berbeda (Effendy 2001).

Berdasarkan hal tersebut di atas maka prakiraan cuaca di Indonesia tidak bisa diberlakukan secara umum, apalagi di negeri yang luas ini terbagi tiga tipe cuaca, yaitu ekuatorial, monsun dan lokal. Di wilayah dengan pola cuaca tersebut, datangnya musim kemarau dan hujan sepanjang tahun akan berbeda-beda, bahkan berkebalikan. Melihat fenomena tersebut maka di masa mendatang Indonesia perlu mengembangkan model pendugaan curah hujan sendiri karena wilayah Indonesia yang berada di antara dua benua dan dua samudera merupakan daerah yang memiliki karakteristik iklim dan c uaca yang tiada duanya di dunia (Yusmen 1998).

2.2 Jaringan Syaraf Tiruan

Peniruan cara berpikir otak manusia dengan menggunakan sistem komputer telah memberi inspirasi kepada para ilmuwan pada abad ini. Dimulai sejak lima puluh tahun yang lalu, ilmuwan telah menciptakan model perangkat elektronik pertama dari sel-sel syaraf. Semenjak itu banyak komunitas ilmuwan bekerja dalam model matematika baru ini beserta algoritma-algoritma pembelajaran. Sekarang, model itu lebih dikenal dengan nama jaringan syaraf tiruan. Jaringan syaraf tiruan menggunakan

sejumlah unit komputasi sederhana yang disebut neuron, yang berusaha meniru perilaku

sel tunggal otak manusia. Otak manusia sendiri mengandung 10 milyar sel – sel syaraf

dengan sekitar 10000 synapses. Neuron-neuron biologis memancarkan sinyal

elektrokimia pada jalur -jalur syaraf, yang terdiri atas bagian body, axon dan dendrit.

Sinyal datang melalui dendrit, diolah oleh body dan dihantarkan melalui axon. Sel itu

sendiri mengandung kernel dan bagian luarnya membrane elektrik. Setiap neuron

mempunyai level aktivasi, dengan range diantara maksimum dan minimum. Setiap

neuron menerima sinyal-sinyal dari neuron lain melalui sambungan khusus synapses


(27)

lainnya. Synapses ini membawa level aktivasi dari neuron pengirim ke neuron penerima (Kristanto Andri 2004).

JST merupakan system pemrosesan informasi yang memiliki karakteristik serupa dengan jaringan syaraf biologis dengan ciri-ciri:

1. Pola hubungan antara elemen-elemen sederhana yakni neuron.

2. Metode penentuan bobot koneksi.

3. Fungsi aktivasinya.

JST mempunyai sifat dan kemampuan:

a. Akuisisi pengetahuan di bawah derau (noise) dan ketidakpastian (uncertainty).

b. Representasi pengetahuan yang fleksibel.

c. Pemrosesan pengetahuan yang effisien.

d. Toleransi kesalahan, dengan representasi pengetahuan terdistribusi dan

pengkodean informasi yang redundan, kinerja system tidak menururn drastic berkaitan dengan responnya terhadap kesalahan (Workshop JNB 2002).

2.3 Jaringan Syaraf Tiruan Propagasi Balik.

Model neuron yang pertama diperkenalkan pada tahun 1943 oleh McCulloch

dan Pitts. Heb pada tahun 1949 mengusulkan sebuah aturan pembelajaran yang menjelaskan bagaimana sebuah jaringan sel-sel syaraf belajar. Kemudian Rosenblatt

pada tahun 1958 menemukan algoritma pembelajaran perceptron, serta Widrow dan

Hoff mengusulkan varian dari pembelajaran perceptron yang disebut aturan

Widrow-Hoff. Kemudian pada tahun 1969, Minsky dan Papert menunjukkan keterbatasan

teoritis dari jaringan neural lapis tunggal (single layer neural networks) sehingga

menyebabkan penurunan riset di bidang ini. Tetapi pada tahun 1980-an pendekatan JST hidup kembali dimulai oleh Hopfield yang memperkenalkan ide minimasi energi dalam fisika ke dalam JST. Pada pertengahan dekade tersebut algoritma propagasi balik (backpropagation) yang dikembangkan Rumelhart, Hinton dan Williams memberikan pengaruh besar tidak hanya bagi riset-riset JST tetapi juga bagi ilmu komputer, kognitif dan biologi yang lebih luas. Algoritma ini menawarkan solusi untuk pembelajaran JST

lapis banyak (multi-layer neural networks) sehingga dapat mengatasi keterbatasan


(28)

Prinsip dasar algoritma backpropagation memiliki tiga tahap :

§ Tahap feedforward pola input pembelajaran

§ Tahap kalkulasi dan backpropagation error yang diperoleh.

§ Tahap penyesuaian bobot.

Arsitektur yang digunakan adalah jaringan perceptron lapis banyak (multi-layer

perceptrons.). Hal ini merupakan generalisasi dari arsitektur perceptron lapis tunggal (single layer perceptron). Secara umum, algoritma jaringan ini membutuhkan waktu pembelajaran yang memang lambat, tetapi setelah pembelajaran dan pelatihan selesai,

aplikasinya akan memberikan output yang sangat cepat (Workshop JNB 2002).

2.4 Optimasi Pembelajaran Heuristik

Pada JST backpropagation dikenal optimasi teknik heuristik yaitu algoritma

pelatihan yang berfungsi untuk lebih mempercepat proses pelatihan dan merupakan

pengembangan dari suatu analisa kinerja pada algoritma steepest (gradient) descent

standard. Tiga algoritma optimasi teknik heuristik (Kusumadewi 2004) yang sering dipakai :

2.4.1 Gradient Descent Adaptive Learning Rate.

Teknik heuristik ini memperbaiki bobot berdasarkan gradient descent dengan

laju pembelajaran yang bersifat adaptive. Pada gradient descent standard, selama

proses pembelajaran, laju pembelajaran (a) akan terus bernilai konstan. Apabila laju pembelajaran terlalu tinggi, maka algoritma menjadi tidak stabil. Sebaliknya, jika laju pembelajaran terlalu kecil maka algoritma akan sangat lama dalam mencapai kekonvergenan. Pada kenyataannya, nilai laju pemb elajaran yang optimal akan terus berubah selama proses pelatihan seiring dengan berubahnya nilai fungsi kinerja. Pada

gradient descent adaptive learning rate, nilai laju pembelajaran akan diubah selama proses pelatihan untuk menjaga agar algoritma ini sena ntiasa stabil selama proses pelatihan. Kinerja jaringan syaraf dihitung berdasarkan nilai output jaringan dan error

pelatihan. Pada setiap epoh, bobot-bobot baru dihitung dengan menggunakan laju pembelajaran yang ada. Kemudian dihitung kinerja jaringan syaraf baru. Jika perbandingan kinerja syaraf baru dan kinerja syaraf lama melebihi maksimum kenaikan


(29)

pembelajaran akan dikurangi dengan cara mengalikannya dengan parameter penurunan laju pembelajaran (lr_dec). Seba liknya, apabila perbandingan kinerja syaraf baru dan kinerja syaraf lama kurang dari maksimum kenaikan kerja, maka nilai bobot-bobot akan dipertahankan, dan nilai laju pembelajaran akan dinaikkan dengan cara

mengalikannya dengan parameter penambahan laju pembelajaran (lr_inc).

Langkah- langkah teknik heuristik ini adalah :

1. Hitung bobot dan bias baru lapisan output dengan menggunakan persamaan:

wjk(baru) = wjk(lama) + ? wjk

b2k(baru) = b2k(lama) + ?b2k

2. Hitung bobot dan bias baru lapisan tersembunyi dengan menggunakan

persamaan :

vij(baru) = vij(lama) + ? vij

b1j(baru) = b1j(lama) + ?b1j

3. Hitung kinerja jaringan syaraf baru (perf2) dengan menggunakan bobot-bobot

baru tersebut.

4. Bandingkan kinerja jaringan syaraf baru (perf2) kinerja jaringan syaraf

sebelumnya (perf ).

5. Jika perf2/perf >max_perf_inc maka laju pembelajaran (a) = a *lr_dec.

6. Jika perf2/perf < max_perf_inc maka laju pembelajaran (a) = a *lr_inc.

7. Jika perf2/perf = max_perf_inc maka bobot baru diterima sebagai bobot

sekarang (Kusumadewi 2004).

2.4.2 Gradient Descent Adaptive Learning Rate dan Momentum.

Teknik heuristik ini memperbaiki bobot berdasarkan gradient descent dengan

laju pembelajaran yang bersifat adaptive dan menggunakan momentum(mc).

Momentum adalah suatu konstanta yang mempengaruhi perubahan bobot dan

bernilai diantara 0 dan 1. Bila mc = 0 maka perubahan bobot akan dipengaruhi oleh

gradient saja dan bila mc = 1 maka perubahan bobot akan sama dengan perubahan bobot sebelumnya. Langkah- langkah teknik heuristik ini adalah :

1. Hitung bobot dan bias baru unit output dengan menggunakan persamaan:


(30)

? wjk = mc*? wjk (epoh sebelumnya) + (1-mc)*a f 2jk untuk epoh >1

? b2k= a ß2k, untuk epoh = 1

? b2k = mc*?b2k (epoh sebelumnya) + (1-mc)*a ß2k; untuk epoh >1

2. Hitung bobot dan bias baru unit tersembunyi dengan menggunakan persamaan:

? vjk = ? vjk + a f 1ij ; untuk epoh = 1

? vjk = mc*? vjk (epoh sebelumnya) + (1-mc)*a f 1ij; untuk epoh >1

? b1j= a ß1j, untuk epoh = 1

? b2j = mc*?b1j (epoh sebelumnya) + (1-mc)*a ß1j; untuk epoh >1

3. Hitung kinerja jaringan syaraf baru (perf2) dengan menggunakan bobot-bobot

baru tersebut

4. Bandingkan kinerja jaringan syaraf baru (perf2) kinerja jaringan syaraf

sebelumnya (perf ).

5. Jika perf2/perf >max_perf_inc maka laju pembelajaran (a) = a *lr_dec, ? wjk = a f 2jk

? b2k = a ß2k

? vij = a f 1ij

? b1j = a ß1j

6. Jika perf2/perf <max_perf_inc maka laju pembelajaran (a) = a *lr_inc, ? wjk = a f 2jk

? b2k = a ß2k

? vij = a f 1ij

? b1j = a ß1j

7. Jika perf2/perf = max_perf_inc maka bobot baru diterima sebagai bobot

sekarang (Kusumadewi 2004).

2.4.3 Resilient Backpropagation

Jaringan syaraf yang dibangun dengan struktur multilayer biasanya

menggunakan fungsi aktivasi sigmoid. Fungsi aktivasi ini akan membawa input dengan

range yang tak terbatas ke nilai output dengan range yang terbatas, yaitu antara 0

sampai 1. Salah satu karakteristik dari fungsi sigmoid adalah gradiennya akan


(31)

ini berimplikasi pada rendahnya perubahan bobot. Apabila bobot-bobot tidak cukup mengalami perubahan, maka algoritma akan sangat lambat untuk mendekati nilai optimumnya (Kusumadewi 2004).

Algoritma resilient backpropagation berusaha untuk mengeliminasi besarnya

efek dari turunan parsial dengan cara hanya menggunakan tanda turunannya saja dan mengabaikan besarnya nilai turunan. Tanda turunan ini akan menentukan arah perbaikan bobot bobot. Besarnya perubahan setiap bobot akan ditentukan oleh suatu

faktor yang diatur pada parameter penambahan bobot (delt_inc) atau parameter

penurunan bobot (delt_dec). Bila gradien fungsi kinerja berubah tanda dari suatu iterasi

ke iterasi berikutnya, maka bobot akan berkurang sebesar delt_dec dan bila gradient

fungsi kinerja tidak berubah tanda maka bobot akan bertambah sebesar delt_inc.

Apabila gradien fungsi kinerja = 0, maka perubahan bobot sama dengan perubahan bobot sebelumnya. Langkah- langkah teknik heuristik ini adalah :

1. Inisialisasi perubahan bobot (?v, ? w, ?b1dan ?b2) dengan parameter delta.

Besarnya perubahan tidak boleh melebihi batas maksimum yang terdapat pada

parameter maksimum perubahan bobot (deltamax).

2. Simpan f1, f2, ß1 dan ß2 sebagai f1(lama), f2 (lama), ß1(lama) dan

ß2(lama).

3. Hitung f 1, f2, ß1 dan ß2 baru dengan menggunakan persamaan:

f 2jk = dk zj

ß2k = dk

f 1ij = d1jx j

ß1j = d1j

4. Hitung gradien fungsi kinerja dengan menggunakan persamaan:

f f 2jk = f 2jk * f 2jk (lama)

ßß2k = ß2k * ß2k (lama)

f f 1ij = f 1ij * f 1ij (lama)


(32)

5. Hitung perubahan bobot:

delt_inc; f f 2jk > 0

? wjk = delt_dec; f f 2jk < 0

? wjk(lama); f f 2jk = 0

? wjk = min(?wjk,deltamax)

-? wjk; f 2jk < 0

? wjk = ? wjk; f 2jk > 0

0; f 2jk = 0

delt_inc; ßß2k > 0

? b2k = delt_dec; ßß2k < 0

? b2k(lama); ßß2k = 0

? b2k = min( ?b2k,deltamax)

-?b2k ; ß2k < 0

? b2k = ?b2k; ß2k > 0

0; ß2k = 0

delt_inc; f f 1ij > 0

? vij = delt_dec; f f 1ij < 0

? vij(lama); f f 1ij = 0

? vij = min(? vij,deltamax)

-? vij ; f 1ij < 0

? vij = ? vij; f 1ij > 0

0; f 1ij = 0

delt_inc; ßß1j > 0

? b1j = delt_dec; ßß1j < 0

? b1j(lama); ßß1j = 0

? b1j = min(?b1j,deltamax)

-?b1j ; ß1j < 0

? b1j = ?b1j ; ß1j > 0

0; ß1j = 0 (Kusumadewi 2004)


(33)

2.5 Jaringan Syaraf Tiruan Recurrent Elman

JST recurrent adalah jaringan yang mengakomodasi keluaran jaringan untuk menjadi masukan pada jaringan itu lagi dalam rangka menghasilkan keluaran jaringan

berikutnya. Jaringan recurrent Elman terdiri atas satu atau lebih lapisan tersembunyi.

Lapisan pertama memiliki bobot-bobot yang diperoleh dari lapisan input, setiap lapisan akan menerima bobot dari lapisan sebelumnya. Jaringan ini biasanya menggunakan fungsi aktivasi sigmoid bipolar untuk lapisan tersembunyi dan fungsi linear (purelin)

untuk lapisan keluaran. Tidak seperti pada backpropagation, pada jaringan Elman ini,

mempunyai fungsi aktivasi yang dapat berupa sembarang fungsi, baik yang kontinyu

maupun diskontinyu. Delay yang terjadi pada hubungan antara lapisan input dengan

lapisan tersembunyi pertama pada waktu sebelumnya (t-1) dapat digunakan untuk saat

ini (t) (Kusumadewi 2004). Keunikan JST recurrent adalah adanya koneksi umpan

balik yang membawa informasi gangguan (noise) pada saat masukan sebelumnya yang

akan diakomodasikan bagi masukan berikutnya (Coulibaly et.al 2000) seperti disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Arsitektur JST recurrent

• • …. • D D . . . D

Keluaran

Koneksi Umpan Balik

Lapisan Tersembunyi Node-node Recurrent

Variabel Masukan Lapisan Keluaran


(34)

2.6 Inisialisasi Nguyen-Widrow.

Inisialisasi ini umumnya mempercepat proses pembelajaran dibandingkan dengan inisialisasi acak (Fauset 1994).

Inisialisasi Nguyen-Widrow didefinisikan sebagai persamaan berikut:

a. Hitung harga faktor pengali ß

ß = 0.7 p1/n Dimana :

ß = Faktor pengali.

n = Jumlah neuron lapisan input. p = Jumlah neuron lapisan tersembunyi b. Untuk setiap unit tersembunyi ( j=1, 2, ...,p):

hitung vij (lama) yaitu bilangan acak antara -0.5 dan 0.5 (atau di antara -? dan

sampai ?). c. Hitung : ¦ vj ¦

Pembaharuan bobot vij (lama) menjadi vij (baru) yaitu :

ß vij (lama)

vij (lama) = ---

¦ vj (lama) ¦

a. Set bias :

B1j = Bilangan random antara – ß sampai ß.

2.7 Ketepatan Pendugaan

Ketepatan pendugaan sebuah model regresi dapat dilihat dari koefisien

determinasinya (R2) dan Root Mean Square Error (RMSE). Nilai R2 menunjukan

proporsi jumlah kuadrat total yang dapat dijelaskan oleh sumber keragaman peubah bebas, sedangkan RMSE menunjukan besar simpangan nilai dugaan terhadap nilai aktualnya. R2 adalah kuadrat dari korelasi antara nilai vektor observasi y dengan nilai vektor penduga y (Walpole 1982).


(35)

Rumus R2 adalah :

Dimana :

yi = Nilai - nilai aktual

yi = Nilai - nilai prediksi

dimana :

Xt = Nilai aktual pada waktu ke-t

Ft = Nilai dugaan pada waktu ke-t

Nilai-nilai R2 berada pada selang 0 sampai 1. Kecocokan model semakin baik jika R2

mendekati 1 dan RMSE mendekati 0. R2 =

n

[ ? ( yi – y)(yi – y) ]2

i =1

n n ? ( yi – y)2 ?(yi – y)2

i=1 i=1

RMSE = n

? ( Xt - Ft )2

t =1

--- n

n

? ( Xt - Ft )2

t =1

--- n


(36)

BAB III DATA & METODE

3.1 Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

a. Data ENSO

Data ini diperoleh dari lembaga internasional National Weather Service Center for Environmental Prediction Climate (NOAA) selama 83 bulan dengan domain

cakupan data peubah ENSO ini adalah wilayah Nino-3,4 yaitu : 5o LU - 5o LS

dan 90o BB - 150o BB.

b. Data Curah Hujan

Data curah hujan yang digunakan dalam penelitian ini adalah curah hujan

rata-rata di daerah Bongan Bali selama 83 bulan dengan domain cakupan data 08o

33’ 05” S - 115o 05’ 48”E dengan ketinggian 124 meter yang diperoleh dari

BALITKLIMAT Bogor.

3.2 Metode

Penelitian diawali dengan studi pustaka yaitu mengidentifikasi peubah ENSO dan pengaruhnya terhadap curah hujan di wilayah Indonesia. Langkah berikutnya mempelajari penelitian-penelitian yang pernah dilakukan uintuk mengetahui metoda yang digunakan dan ketepatan pendugaan yang telah dicapai.

Dari hasil studi pustaka diidentifikasi masalah yang ada, yaitu perlunya suatu pemodelan pendugaan curah hujan yang lebih akurat khususnya berdasarkan peubah

ENSO. Selanjutnya dikembangkan model JST recurrent yang teroptimasi secara


(37)

Gambar 3. Kerangka Berpikir Penelitian

1 ) Peubah – Peubah

ENSO

2 ) Data curah hujan

3) Pemodelan JST

recurrent dgn optimasi teknik heuristik

Pembuatan model JST recurrent dgn optimasi

teknik heuristik

Data :

-Training 75%

-Testing 25% Pengembangan aplikasi dgn

MATLAB

Pelatihan (Training)

Uji coba (Testing) Field

Record

Pembahasan, kesimpulan Dokumentasi & penulisan

laporan

Mulai

Studi Pustaka

Identifikasi Masalah

Pengembangan Blok Diagram Sistem

Teknik heuristik :

a) Adaptive learning rate b) Adaptive learning rate &

momentum

c) Resilient backpropagation

Data :

-Training 50%

-Testing 50%


(38)

BAB IV

PERANCANGAN & IMPLEMENTASI SISTEM

4.1 Desain Arsitektur.

Arsitektur yang digunakan adalah jaringan recurrent tipe Elman dengan 2

lapisan tersembunyi. Masukan terdiri dari data : wind, SOI, SST dan OLR dan target

adalah data curah hujan. Pada saat proses penentuan arsitektur standar JST recurrent,

dilakukan proses trial & error untuk mendapatkan unjuk kerja JST yg optimum dengan parameter :

§ Dimensi jaringan ( jumlah neuron dan hidden layer ).

§ Laju Pembelajaran ( learning rate )

Algoritma pembelajaran nantinya akan digunakan optimasi teknik heuristik yang terdiri dari 3 algoritma pembelajaran berikut:

(1) Gradient descent adaptive learning rate.

(2) Gradient descent adaptive learning rate & momentum (3) Resilient backpropagation

Setiap proses pelatihan dan pengujian diulang sebanyak 20 kali untuk dicari nilai rata-rata dan simpangan bakunya (Normakristagaluh 2004). Hasil dari pengujian adalah tingkat keakuratan antara nilai dugaan dengan nilai aktual berdasarkan dua parameter

yaitu R2 dan RMSE. Nilai R2 yang diperoleh dikalikan 100% untuk memudahkan

pembacaan tingkat keakurasian.

4.2 Tahapan Penelitian

Dalam penelitian ini akan dikaji permodelan JST recurrent yang teroptimasi

secara heuristik untuk pendugaan curah hujan berdasarkan peubah ENSO.

Tahapan permulaan, masing-masing kelompok data akan mengalami proses

inisialisasi dengan menggunakan metoda Nguyen-Widrow. Jumlah neuron dan hidden

layer ditetapkan dengan percobaan pendahuluan secara trial & error dan merujuk pada penelitian-penelitian sebelumnya. Tahap berikutnya dilakukan percobaan yaitu :


(39)

a. Langkah pertama dilakukan pembelajaran terhadap ke empat peubah ENSO dan curah hujan sebagai target, dengan menggunakan kelompok data pertama yaitu 75% data pelatihan dan 25% data pengujian.

b. Langkah kedua dilakukan pembelajaran terhadap ke empat peubah ENSO dan

curah hujan sebagai target, dengan menggunakan kelompok data kedua yaitu 50% data pelatihan dan 50% data pengujian.

Langkah di atas dilakukan terhadap ketiga algoritma pembelajaran heuristik yaitu : a. Gradient descent adaptive learning rate

Struktur standar untuk penelitian dengan menggunakan algoritma pembelajaran

gradient descent adaptive learning rate seperti disajikan pada Tabel 1. Tabe l 1. Struktur JST recurrent standar gradient descent adaptive

learning rate

Karakteristik Spesifikasi

Arsitektur 2 lapisan tersembunyi

Neuron Input Peubah ENSO & curah hujan

Neuron hidden layer 1 48

Neuron hidden layer 2 24

Neuron Output 1

Fungsi aktivasi hidden layer 1 Sigmoid biner

Fungsi aktivasi hidden layer 2 Sigmoid bipolar

Fungsi aktivasi layer output Fungsi liniear

Inisialisasi bobot Nguyen Widrow

Toleransi galat 0.01

Maksimum epoh 30.000

Laju pembelajaran 0,1

Maksimum kenaikan kinerja 1,06

Komposisi percobaan yang dilakukan adalah terhadap komposisi nilai:

§ lr_inc 1,20 & lr_dec 0,6

§ lr_inc 1,05 & lr_dec 0,6


(40)

b. Gradient descent adaptive learning rate & momentum.

Struktur standar untuk penelitian dengan me nggunakan algoritma pembelajaran

Adaptive learning rate & momentum seperti disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Struktur JST recurrent standar gradient descentadaptive

learning rate & momentum

Karakteristik Spesifikasi

Arsitektur 2 lapisan tersembunyi

Neuron Input Peubah ENSO & curah hujan

Neuron hidden layer 1 48

Neuron hidden layer 2 24

Neuron Output 1

Fungsi aktivasi hidden layer 1 Sigmoid biner

Fungsi aktivasi hidden layer 2 Sigmoid bipolar

Fungsi aktivasi layer output Fungsi liniear

Inisialisasi bobot Nguyen Widrow

Toleransi galat 0.001

Maksimum epoh 20.000

Laju pembelajaran 0,1

Maksimum kenaikan kinerja 1,06

Penambahan laju pembelajaran 1,05

Penurunan laju pembelajaran 0,6

Komposisi percobaan yang dilakukan adalah parameter momentum:

§ mc 0,7 & mc 0,9

c. Resilient backpropagation.

Struktur standar untuk penelitian dengan menggunakan algoritma pembelajaran


(41)

Tabel 3. Struktur JST recurrent standar resilient backpropagation

Karakteristik Spesifikasi

Arsitektur 2 lapisan tersembunyi

Neuron Input Peubah ENSO & curah hujan

Neuron hidden layer 1 48

Neuron hidden layer 2 24

Neuron Output 1

Fungsi aktivasi hidden layer 1 Sigmoid biner

Fungsi aktivasi hidden layer 2 Sigmoid bipolar

Fungsi aktivasi layer output Fungsi liniear

Inisialisasi bobot Nguyen Widrow

Toleransi galat 0.001

Maksimum epoh 6.000

Laju pembelajaran 0,3

Maksimum perubahan bobot 50

Besarnya perubahan bobot awal 0,05

Komposisi percobaan yang dilakukan adalah terhadap pasangan nilai:

§ delta_inc 1,5 & delta_dec 0,6

§ delta_inc 1,5 & delta_dec 0,5

§ delta_inc 1,7 & delta_dec 0,4

§ delta_inc 1,7 & delta_dec 0,5.

Pada setiap kelompok data dengan komposisi di atas dilakukan percobaan terhadap variasi leap yang berbeda-beda yaitu leap = 0, 1, 2, dan 3.

§ Leap 0 pendugaan curah hujan jatuh pada bulan yang sama.

§ Leap 1 pendugaan curah hujan jatuh pada satu bulan ke depan.

§ Leap 2 pendugaan curah hujan jatuh pada dua bulan ke depan.

§ Leap 3 pendugaan curah hujan jatuh pada tiga bulan ke depan.

Setiap percobaan dilakukan pengulangan/iterasi sebanyak 20 kali dengan tujuan


(42)

dan RMSE tiap kombinasi terletak pada selang nilai tertentu (minimum da n maksimum). Hasil percobaan pada penelitian ini difokuskan pada perbandingan ketepatan pendugaan

JST menghasilkan R2 maksimum dan RMSE minimum.

4.3 Desain Struktur Data

Desain struktur data berupa tabel data bulanan peubah-peubah ENSO & curah hujan (selengkapnya pada Lampiran 1) seperti disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Data peubah ENSO & curah hujan

4.4. Desain Keluaran (Output)

Data keluaran berupa tabel hasil penelitian berupa nilai-nilai epoch, R2 dan

RMSE dari setiap kelompok data percobaan dengan 3 algoritma yang telah dilakukan juga dihitung nilai – nilai R2 minimum, R2 maksimum, rata-rata R2, standar deviasi R2, RMSE minimum, RMSE maksimum, rata-rata RMSE dan standar deviasi RMSE.

4.5 Perangkat Keras dan Lunak

Penelitian ini menggunakan perangkat keras dan lunak sebagai berikut:

a. Intel Pentium IV 2,66 GHz

b. Memori SDRAM 256 MB, hardisk 40 GB

c. Matlab 7

d. Microsoft Excel Xp Professional

Bulan

Indeks OLR

Indeks WIND

Indeks SOI

Indeks SST

Curah Hujan (mm) Januari 23,5 6,6 0,5 0,18 649,0 Februari 9,7 6,7 1,2 0,28 601, 0 Maret 21,7 7,4 0,9 0,52 321,0 April 5,4 5,3 1,0 0,9 151,0 Mei 19,7 5,9 0,5 1,06 14,0 Juni 22,4 6,1 0,6 0,79 176,0 Juli 25,9 8,2 -0,2 0,48 121, 0 Agustus 40,6 6,6 1,7 0,14 12,0 September 40,1 6,5 0,9 0,28 40,0 Oktober..dst 28,3 6,1 1,2 0,33 53,0


(43)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Komposisi Data Pelatihan & Pengujian

Komposisi data pelatihan & pengujian sangat berpengaruh terhadap keakuratan pendugaan dalam JST. Seperti yang dijelaskan dalam metodologi, data dibagi ke dalam 2 kelompok data percobaan yaitu kelompok data pertama, 75% data (62 bulan) pelatihan dan 25% data (21 bulan) pengujian serta kelompok data kedua 50% data (42 bulan) untuk pelatihan dan 50% data (41 bulan) untuk data pengujian. Masing- masing kelompok data akan dibahas dan diperlihatkan grafik hasil percobaan.

5.2 Kelompok Data Pertama.

Pada percobaan pertama, data peubah ENSO yaitu wind, SOI, SST dan OLR

sebagai input dan curah hujan sebagai target. Hasil percobaan untuk kelompok data ini

sebagai berikut seperti disajikan pada Tabel 5, Tabel 6 dan Tabel 7.

Tabel 5. Hasil percobaan kelompok data pertama gradient descent

adaptive learning rate

Komposisi Leap 0 Leap 1 Leap 2 Leap 3

lr_inc & lr_dec

R2 Maks RMSE Min R2 Maks RMS E Min R2 Maks RMSE Min R2 Maks RMSE Min

1,05 & 0,6 63,4 265,70 65,1 174,41 59,8 211,42 51,9 170,00

1,05 & 0,7 64,5 213,96 65,9 183,78 64,1 210,48 53,1 285,4

1,20 & 0,6 69,2 238,11 66,5 173,05 61,6 206,85 55,5 156,83

Tabel 6. Hasil percobaan kelompok data pertama gradient descent

adaptive learning rate & momentum

komposisi Leap 0 Leap 1 Leap 2 Leap 3

mc R2 Maks RMSE Min R2 Maks RMSE Min R2 Maks RMSE Min R2 Maks RMSE Min

0,7 70,7 278,55 52,7 207,66 57,3 231,72 48,5 174,30


(44)

Tabel 7. Hasil percobaan kelompok data pertama resilient backpropagation

komposisi Leap 0 Leap 1 Leap 2 Leap 3

delt_inc &

delt_dec

R2 Maks

RMSE Min

R2 Maks

RMSE Min

R2 Maks

RMSE Min

R2 Maks

RMSE Min

1,5 & 0,6 54,4 206,70 77,6 151,62 67,7 178,21 43,4 180,15

1,7 & 0,4 56,2 198,82 84,8 125,00 69,9 137,37 54,1 175,23

1,5 & 0,5 70,7 197,16 78,5 153,97 75,5 166,94 44,0 187,93

1,7 & 0,6 77,0 138,52 70,4 153,97 70,6 151,18 46,3 180,65

Percobaan kelompok data pertama, hasil terbaik diperoleh pada saat menggunakan algoritma resilient backpropagation. Untuk leap 0, ketika nilai delt_inc dinaikkan dari

1,5 menjadi 1,7 dan nilai delt_dec diturunkan dari 0,6 menjadi 0,4 hasilnya nilai R2

maksimum naik dari 54,4 menjadi 56,2 menunjukan adanya peningkatan sebesar 1,8

sedangkan nilai RMSE turun dari 206,7 menjadi 198,82. Ketika nilai delt_inc tetap 1,7

dan delt_dec dinaikkan dari 0,4 menjadi 0,6 hasilnya nilai R2 maksimum naik dari 56,2 menjadi 77 menunjukan adanya peningkatan sebesar 20,8 sedangkan nilai RMSE turun dari 198,82 menjadi 138,52. Hasil ini merupakan yang terbaik pada percobaan

kelompok data pertama untuk leap 0 dengan komposisi nilai delt_inc 1,7 dan delt_dec

0,6. Jumlah epoh untuk hasil terbaik ini disajikan pada Gambar 4. Korelasi kecocokan

output jaringan dengan target bernilai 0,77 atau 77% seperti disajikan pada Gambar 5. Perbandingan nilai prediksi (output) dan nilai aktual (target) disajikan pada Gambar 6, terlihat beberapa titik (output) sudah mulai berdekatan dengan beberapa bulatan (target). Hal tersebut dapat diartikan bahwa beberapa nilai dugaan/prediksi sudah mendekati nilai aktualnya. Hasil terbaik terjadi apabila titik dan bulatan berada pada posisi yang sama.


(45)

Gambar 4. Jumlah epoh terbaik JST recurrent resilient backpropagation kelompok data pertama untuk leap 0

Gambar 5. Korelasi terbaik JST recurrent resilient backpropagation kelompok data


(46)

Gambar 6. Nilai prediksi (output) dan nilai aktual (target) terbaik JST recurrent resilient backpropagation kelompok data pertama untuk leap 0

Percobaan untuk leap 1, 2 dan 3, hasil pendugaan terbaik didapat pada saat leap

1. Nilai R2 maksimum yang dihasilkan sebesar 84,8% dalam selang nilai R2 diantara 28,5 sampai dengan 84,8 dengan nilai RMSE sebesar 125 dalam selang nilai RMSE 125

sampai dengan 321,52. Hasil percobaan terbaik untuk leap 1 ini diperoleh dengan

komposisi nilai delt_inc 1,7 dan delt_dec 0,4 seperti disajikan pada Gambar 7, Gambar 8 dan Gambar 9. Dari hasil – hasil percobaan kelompok data pertama ini pendugaan curah hujan terbaik terjadi pada saat leap 1.


(47)

Gambar 7. Jumlah epoh terbaik JST recurrent resilient backpropagation kelompok data pertama untuk leap 1

Gambar 8. Korelasi terbaik JST recurrent resilient backpropagation kelompok data


(48)

Gambar 9. Nilai prediksi (output) dan nilai aktual (target) terbaik JST recurrent resilient backpropagation kelompok data pertama leap 1.

5.3 Kelompok Data Kedua

Hasil percobaan untuk kelompok da ta ini seperti disajikan pada Tabel 8, Tabel 9

dan Tabel 10.

Tabel 8. Hasil percobaan kelompok data kedua gradient descent adaptive learning rate

Komposisi Leap 0 Leap 1 Leap 2 Leap 3

lr_inc & lr_dec

R2 Maks RMSE Min R2 Maks RMSE Min R2 Maks RMSE Min R2 Maks RMSE Min

1,05 & 0,6 46,0 244,31 46,0 198,13 29,0 269,44 6,54 305,09

1,05 & 0,7 47,3 272,50 46,4 200,82 32,4 277,55 8,75 314,85

1,20 & 0,6 53,6 297,69 45,7 197,55 28,4 269,45 12,6 344,63

Tabel 9. Hasil percobaan kelompok data kedua gradient descent

adaptive learning rate & momentum

komposisi Leap 0 Leap 1 Leap 2 Leap 3

mc R2 Maks RMSE Min R2 Maks RMSE Min R2 Maks RMSE Min R2 Maks RMSE Min

0,7 45,7 279,28 45,6 223,23 29,2 314,04 8,72 300,87


(49)

Tabel 10. Hasil percobaan kelompok data kedua resilient backpropagation

komposisi Leap 0 Leap 1 Leap 2 Leap 3 delt_inc &

delt_dec

R2 Maks

RMSE Min

R2 Maks

RMSE Min

R2 Maks

RMSE Min

R2 Maks

RMSE Min

1,5 & 0,6 45,0 198,63 59,5 156,46 59,5 156,46 21,0 248,22

1,7 & 0,4 58,1 201,63 56,3 169,77 56,2 188,12 29,1 225,73

1,5 & 0,5 42,8 228,19 56,0 172,67 56,0 172,67 27,5 234,18

1,7 & 0,6 46,6 229,47 59,9 155,29 54,0 171,03 24,1 250,92

Percobaan kelompok data kedua, hasil terbaik diperoleh pada saat menggunakan algoritma resilient backpropagation. Untuk leap 0, ketika nilai delt_inc dinaikkan dari 1,5 menjadi 1,7 dan nilai delt_dec diturunkan dari 0,6 menjadi 0,4 hasilnya nilai R2 naik dari 45 menjadi 58,1 menunjukan adanya peningkatan sebesar 13,1. Nilai RMSE

naik dari 198,63 menjadi 201,63. Hasil ini merupakan yang terbaik untuk leap 0

dengan komposisi nilai delt_inc 1,7 dan delt_dec 0,4 seperti terlihat pada Gambar 10 , Gambar 11 dan Gambar 12.

Gambar 10. Jumlah epoh terbaik JST recurrent resilient backpropagation kelompok


(50)

Gambar 11. Korelasi terbaik JST recurrent resilient backpropagation kelompok data kedua untuk leap 0

Gambar 12. Nilai prediksi (output) dan nilai aktual (target) terbaik JST recurrent resilient backpropagation kelompok data kedua leap 0.


(51)

Untuk leap 1, 2 dan 3, grafik pendugaan terbaik didapat pada saat leap 1. Ketika nilai

delt_inc dinaikkan dari 1,5 menjadi 1,7 dan nilai delt_dec diturunkan dari 0,6 menjadi

0,4 hasilnya nilai R2 maksimum turun dari 59,5 menjadi 56,3 sedangkan nilai RMSE

naik dari 156,46 menjadi 169,77. Ketika nilai delt_inc tetap 1,7 dan delt_dec dinaikkan dari 0,4 menjadi 0,6 hasilnya nilai R2 maksimum naik dari 56,3 menjadi 59,9 dalam

selang nilai R2 diantara 19,5 sampai dengan 59,9 sedangkan nilai RMSE turun dari

169,77 menjadi 155,29 dalam selang nilai RMSE 155,29 sampai dengan 282,97. Hasil

ini merupakan yang terbaik untuk percobaan kelompok data kedua untuk leap 1 dengan

komposisi nilai delt_inc 1,7 dan delt_dec 0,6 seperti disajikan pada Gambar 11 , Gambar 12 dan Gambar 13.

Gambar 13. Jumlah epoh terbaik JST recurrent resilient backpropagation kelompok


(52)

Gambar 14. Korelasi terbaik JST recurrent resilient backpropagation kelompok data kedua leap 1

Gambar 15. Nilai prediksi (output) dan nilai aktual (target) terbaik JST recurrent

kelompok data kedua leap 1.

Dari hasil – hasil percobaan kelompok data kedua ini pendugaan curah hujan terbaik terjadi pada saat leap 1.


(53)

5.4 Komposisi Parameter Terbaik

Topologi jaringan JST recurrent yang digunakan dalam penelitian ini berupa

satu lapisan input, dua lapisan tersembunyi terdiri dari lapisan te rsembunyi pertama

dengan jumlah 48 neuron dan lapisan tersembunyi kedua dengan 24 neuron serta satu

lapisan output dengan 1 neuron. Topologi ini sudah ditetapkan terlebih dahulu

berdasarkan percobaan pendahuluan secara trial & error, tujuannya agar penelitian

utama lebih berfokus pada parameter dari algoritma pembelajaran yang akan diterapkan.

Hasil penelitian selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 5 sampai dengan 28, pada lampiran itu dapat dilihat hasil pengukuran masing- masing parameter dalam proses pelatihan dan pengujian dengan nilai rata-rata, nilai maksimum, nilai minimum serta standar deviasi dari R2 dan RMSE.

5.4.1 Komposisi Parameter Terbaik Adaptive Learning Rate

Percobaan kelompok data pertama untuk leap 0, nilai parameter yang

divariasikan adalah lr_inc dan lr_dec. Ketika nilai lr_inc tetap 1,05 dan nilai lr_dec

dinaikkan dari 0,6 menjadi 0,7 hasilnya nilai R2 maksimum naik dari 63,4 menjadi 64,5.

Nilai rata-rata R2 naik dari 31,4 menjadi 35,3 sedangkan nilai RMSE turun dari 265,7 menjadi 213,96. Kemudian, nilai lr_inc dinaikkan dari 1,05 menjadi 1,2 dan nilai lr_dec

diturunkan dari 0,7 menjadi 0,6 hasilnya nilai R2 maksimum naik dari 64,5 menjadi 69,2. Nilai rata-rata R2 turun dari 35,3 menjadi 28,4 sedangkan nilai RMSE naik dari 213,96 menjadi 238,11. Komposisi parameter terbaik percobaan kelompok data pertama untuk

leap 0, adalah lr_inc 1,2 dan lr_dec 0,6.

Percobaan kelompok data kedua untuk leap 0. Ketika nilai lr_inc tetap 1,05 dan nilai lr_dec dinaikkan dari 0,6 menjadi 0,7 hasilnya nilai R2 maksimum naik dari 46

menjadi 47,3. Nilai rata-rata R2 turun dari 38,9 menjadi 38,4 sedangkan nilai RMSE

naik dari 244,31 menjadi 272,5. Kemudian nilai lr_inc dinaikkan dari 1,05 menjadi 1,2 dan nilai lr_dec diturunkan dari 0,7 menjadi 0,6 hasilnya nilai R2 maksimum naik dari 47,3 menjadi 53,6. Nilai rata-rata R2 naik dari 38,4 menjadi 39,2 sedangkan nilai


(54)

RMSE naik dari 272,5 menjadi 297,69. Komposisi parameter terbaik percobaan kelompok data kedua untuk leap 0, adalah lr_inc 1,2 dan lr_dec 0,6.

Percobaan kelompok data pertama untuk leap 1. Ketika nilai lr_inc tetap 1,05 dan nilai lr_dec dinaikkan dari 0,6 menjadi 0,7 hasilnya nilai R2 maksimum naik dari 65,1 menjadi 65,9. N ilai rata-rata R2 naik dari 46 menjadi 42,1 sedangkan nilai RMSE naik dari 174 menjadi 183,78. Kemudian nilai lr_inc dinaikkan dari 1,05 menjadi 1,2 dan nilai lr_dec diturunkan dari 0,7 menjadi 0,6 hasilnya nilai R2 maksimum naik dari 65,9 menjadi 66,5. Nilai rata-rata R2 naik dari 42,1 menjadi 50,4 sedangkan nilai RMSE tur un dari 183,78 menjadi 173,05. Komposisi parameter terbaik percobaan kelompok data pertama untuk leap 1 adalah lr_inc 1,2 dan lr_dec 0,6.

Percobaan kelompok data kedua untuk leap 1. Ketika nilai lr_inc tetap 1,05 dan nilai lr_dec dinaikkan dari 0,6 menjadi 0,7 hasilnya nilai R2 naik dari 46 menjadi 46,4. Nilai rata-rata R2 naik dari 36,06 menjadi 37,8 sedangkan nilai RMSE naik dari nilai

198,13 menjadi 200,82. Kemudian nilai lr_inc dinaikkan dari 1,05 menjadi 1,2 dan nilai

lr_dec diturunkan dari 0,7 menjadi 0,6 hasilnya nilai R2 maksimum turun dari 46,4 menjadi 45,7. Nilai rata-rata R2 turun dari 37,8 menjadi 37,09 sedangkan nilai RMSE turun dari 200,82 menjadi 197,55. Komposisi parameter terbaik percobaan kelompok data kedua untuk leap 1 adalah lr_inc 1,05 dan lr_dec 0,7. Hasil sele ngkapnya disajikan pada Tabel 11.

Tabel 11.Komposisi parameter terbaik gradient descent adaptive learning rate

Leap 0 Leap 1 Leap 2 Leap 3

Kelompok

Data lr_in lr_dec lr_in lr_dec lr_in lr_dec lr_in lr_dec

Pertama 1,20 0,6 1,20 0,6 1,05 0,7 1,20 0,6

Kedua 1,20 0,6 1,05 0,7 1,05 0,7 1,20 0,6

5.4.2 Komposisi Parameter Terbaik Gradient Descent Adaptive Learning Rate & Momentum

Percobaan kelompok data pertama untuk leap 0, parameter yang divariasikan

adalah nilai momentum (mc) sedangkan nilai lr_inc dan lr_dec d itetapkan 1,05 dan 0,6


(55)

0,9 hasilnya nilai R2 maksimum naik dari 70,7 menjadi 71,6. Nilai rata-rata R2 naik dari 48,77 menjadi 51,48 sedangkan nilai RMSE turun dari nilai 278,55 menjadi 231,45.

Komposisi parameter terbaik percobaan kelompok data pertama untuk leap 0 adalah mc

0,9.

Percobaan kelompok data kedua untuk leap 0, Ketika nilai mc dinaik kan dari

nilai 0,7 menjadi 0,9 hasilnya nilai R2 maksimum naik dari 45,7 menjadi 46,3. N ilai

rata-rata R2 turun dari 41,5 menjadi 41,1 sedangkan nilai RMSE naik dari 279,28

menjadi 331,93. Komposisi parameter terbaik percobaan kelompok data kedua untuk

leap 0 adalah mc 0,9.

Pada percobaan kelompok data pertama untuk leap 1, Ketika nilai mc dinaikkan dari nilai 0,7 menjadi 0,9 hasilnya nilai R2 maksimum naik dari 52,7 menjadi 74,6. N ilai rata-rata R2 naik dari 30,3 menjadi 30,4 sedangkan nilai RMSE turun dari nilai 207,66 menjadi 186. Komposisi parameter terbaik percobaan kelompok data pertama untuk

leap 1 adalah mc 0,9.

Pada percobaan kelompok data kedua untuk leap 1, Ketika nilai mc dinaikkan

dari nilai 0,7 menjadi 0,9 hasilnya nilai R2 maksimum naik dari 45,6 menjadi 49,8. N ilai

rata-rata R2 naik dari 36,4 menjadi 38,6 sedangkan nilai RMSE turun dari 223,23

menjadi 209,37. Komposisi parameter terbaik percobaan kelompok data pertama untuk

leap 1 adalah mc 1.

Hasil selengkapnya disajikan pada Tabel 12.

Tabel 12.Komposisi parameter terbaik gardient descent daptive learning rate & momentum

Kelompok Leap 0 Leap 1 Leap 2 Leap 3

Data mc mc mc mc

Pertama 0,9 0,9 0,9 0,9

Kedua 0,9 0,9 0,9 0,9

5.4.3 Komposisi Parameter Terbaik Resilient Backpropagation.

Pada percobaan kelompok data pertama untuk leap 0, parameter yang


(1)

Lampiran 26. Hasil penelitian kelompok data kedua JST

recurrent resilient backpropagation leap

1

Komposisi : Delta_Inc : 1,5 Komposisi : Delta_Inc : 1,5

Delta_Dec : 0,6 Delta_Dec : 0,5

Iterasi Epoch R2 Uji RMSE Iterasi Epoch R2 Uji RMSE

1 60 0.595 156.46 1 100 0.426 235.29

2 87 0.495 209.16 2 117 0.329 236.01

3 102 0.247 204.41 3 126 0.343 248.69

4 69 0.594 190.08 4 100 0.438 216.58

5 109 0.289 222.59 5 73 0.524 184.65

6 89 0.586 178.71 6 60 0.399 197.98

7 120 0.401 206.06 7 103 0.473 180.91

8 124 0.384 253.42 8 165 0.472 204.24

9 100 0.439 266.99 9 87 0.445 222.5

10 74 0.433 213.69 10 81 0.455 216.51

11 89 0.356 249.93 11 65 0.354 218.64

12 90 0.414 246.28 12 102 0.49 211.28

13 166 0.333 221 13 79 0.446 226.85

14 231 0.334 220.47 14 88 0.56 179.43

15 79 0.555 185.42 15 98 0.423 250.91

16 163 0.397 170.9 16 98 0.297 306.96

17 110 0.369 287.07 17 87 0.396 223.15

18 194 0.347 225.13 18 110 0.228 268.64

19 65 0.453 232.3 19 90 0.488 172.67

20 140 0.406 184.18 20 102 0.419 201.16

Min R2 0.247 Min RMSE 156.46 Min R2 0.228 Min RMSE 172.67

Max R2 0.595 Max RMSE 287.07 Max R2 0.56 Max RMSE 306.96

Mean R2 0.42135 Mean RMSE 216.2125 Mean R2 0.42025 Mean RMSE 220.1525


(2)

Lampiran 26. Hasil penelitian kelompok data kedua JST

recurrent resilient backpropagation leap

1 (lanjutan)

Komposisi : Delta_Inc : 1.7 Komposisi : Delta_Inc : 1.7

Delta_Dec : 0.4 Delta_Dec : 0.6

Iterasi Epoch R2 Uji RMSE Iterasi Epoch R2 Uji RMSE

1 77 0.471 272.8 1 177 0.419 209.57

2 49 0.408 183.97 2 100 0.464 202.93

3 80 0.347 219.37 3 241 0.514 211.69

4 106 0.508 229.46 4 138 0.499 185.41

5 127 0.398 236.19 5 102 0.408 213.91

6 81 0.512 177.66 6 101 0.574 160.97

7 146 0.425 250.02 7 105 0.404 216.17

8 72 0.486 222.03 8 119 0.195 282.97

9 83 0.432 250.29 9 69 0.415 249.82

10 67 0.486 207.34 10 105 0.481 187.39

11 88 0.247 235.78 11 152 0.356 282.28

12 135 0.469 186.27 12 75 0.599 155.29

13 61 0.415 186 13 98 0.463 207.26

14 85 0.433 209.04 14 131 0.292 218.52

15 104 0.364 234.41 15 146 0.556 177.73

16 130 0.472 235.06 16 112 0.454 166.57

17 1654 0.563 187.89 17 202 0.498 203.3

18 101 0.5 169.77 18 74 0.434 211.64

19 70 0.367 222.5 19 75 0.406 235

20 101 0.429 256.24 20 104 0.407 207.85

Min R2 0.247 Min RMSE 169.77 Min R2 0.195 Min RMSE 155.29

Max R2 0.563 Max RMSE 272.8 Max R2 0.599 Max RMSE 282.97

Mean R2 0.4366 Mean RMSE 218.6045 Mean R2 0.4419 Mean RMSE 209.3135


(3)

Lampiran 27. Hasil penelitian kelompok data kedua JST

recurrent resilient backpropagation leap

2

Komposisi : Delta_Inc : 1,5 Komposisi : Delta_Inc : 1,5

Delta_Dec : 0,6 Delta_Dec : 0,5

Iterasi Epoch R2 Uji RMSE Iterasi Epoch R2 Uji RMSE

1 60 0.595 156.46 1 100 0.426 235.29

2 87 0.495 209.16 2 117 0.329 236.01

3 102 0.247 204.41 3 126 0.343 248.69

4 69 0.594 190.08 4 100 0.438 216.58

5 109 0.289 222.59 5 73 0.524 184.65

6 89 0.586 178.71 6 60 0.399 197.98

7 120 0.401 206.06 7 103 0.473 180.91

8 124 0.384 253.42 8 165 0.472 204.24

9 100 0.439 266.99 9 87 0.445 222.5

10 74 0.433 213.69 10 81 0.455 216.51

11 89 0.356 249.93 11 65 0.354 218.64

12 90 0.414 246.28 12 102 0.49 211.28

13 166 0.333 221 13 79 0.446 226.85

14 231 0.334 220.47 14 88 0.56 179.43

15 79 0.555 185.42 15 98 0.423 250.91

16 163 0.397 170.9 16 98 0.297 306.96

17 110 0.369 287.07 17 87 0.396 223.15

18 194 0.347 225.13 18 110 0.228 268.64

19 65 0.453 232.3 19 90 0.488 172.67

20 140 0.406 184.18 20 102 0.419 201.16

Min R2 0.247 Min RMSE 156.46 Min R2 0.228 Min RMSE 172.67

Max R2 0.595 Max RMSE 287.07 Max R2 0.56 Max RMSE 306.96

Mean R2 0.42135 Mean RMSE 216.2125 Mean R2 0.42025 Mean RMSE 220.1525


(4)

Lampiran 27. Hasil penelitian kelompok data kedua JST

recurrent resilient backpropagation leap

2 (lanjutan)

Komposisi : Delta_Inc : 1.7 Komposisi : Delta_Inc : 1.7

Delta_Dec : 0.4 Delta_Dec : 0.6

Iterasi Epoch R2 Uji RMSE Iterasi Epoch R2 Uji RMSE

1 114 0.208 255.7 1 151 0.54 210.93

2 88 0.392 197.46 2 279 0.367 220.49

3 104 0.447 220.24 3 86 0.347 242.44

4 158 0.387 234.81 4 151 0.439 192.64

5 145 0.307 257.31 5 157 0.355 222.26

6 85 0.422 204.44 6 95 -0.0048 325.68

7 105 0.249 246.18 7 95 0.41 206.14

8 80 0.294 224.68 8 160 0.387 265.11

9 83 0.426 213.7 9 122 0.22 256.92

10 87 0.36 232.7 10 177 0.385 285.26

11 102 0.454 239.77 11 114 0.351 255.24

12 161 0.202 251 12 108 0.428 274.38

13 82 0.389 242.19 13 58 0.202 244.57

14 154 0.327 265.51 14 140 0.391 238.63

15 87 0.346 229.7 15 161 0.396 24517

16 121 0.298 229.17 16 99 0.182 293.44

17 88 0.288 296.77 17 232 0.459 231.22

18 83 0.379 22037 18 80 0.423 234.6

19 71 0.504 188.12 19 109 0.34 229.67

20 76 0.562 204.1 20 230 0.434 171.03

Min R2 0.202 Min RMSE 188.12 Min R2 -0.0048 Min RMSE 171.03

Max R2 0.562 Max RMSE 22037 Max R2 0.54 Max RMSE 24517

Mean R2 0.36205 Mean RMSE 1323.5275 Mean R2 0.35256 Mean RMSE 1455.8825


(5)

Lampiran 28. Hasil penelitian kelompok data kedua JST

recurrent resilient backpropagation leap

3

L

Komposisi : Delta_Inc : 1,5 Komposisi : Delta_Inc : 1,5

Delta_Dec : 0,6 Delta_Dec : 0,5

Iterasi Epoch R2 Uji RMSE Iterasi Epoch R2 Uji RMSE

1 80 0.0577 289.62 1 87 0.2 301.49

2 129 0.0216 306.68 2 120 -0.0378 411.37

3 100 0.21 248.22 3 112 0.204 234.18

4 85 0.0318 316.44 4 206 0.23 345.44

5 100 0.146 309.33 5 87 0.0785 408

6 128 0.0229 296.48 6 138 -0.0052 372.51

7 143 -0.00792 310.73 7 94 0.15 249.11

8 81 0.114 316.96 8 139 0.0953 340.23

9 137 0.124 293.02 9 133 0.239 237.83

10 121 0.129 280.15 10 149 -0.122 419.29

11 130 0.184 302.06 11 143 0.0592 307.66

12 110 -0.0285 294.96 12 123 0.0717 271.43

13 98 -0.0194 344.35 13 96 0.124 289.74

14 97 0.137 294.2 14 79 0.275 254.03

15 89 0.129 284.93 15 92 -0.0606 483.98

16 103 0.075 270.87 16 119 -0.0215 318.58

17 101 -0.018 327.06 17 116 0.0104 373.83

18 143 0.145 303.58 18 130 0.172 269.71

19 93 -0.0099 313.07 19 117 -0.0213 380.93

20 118 -0.0631 365.07 20 135 0.0214 319.61

Min R2 -0.0631 Min RMSE 248.22 Min R2 -0.122 Min RMSE 234.18

Max R2 0.21 Max RMSE 365.07 Max R2 0.275 Max RMSE 483.98

Mean R2 0.069009 Mean RMSE 303.389 Mean R2 0.083105 Mean RMSE 329.4475


(6)

Lampiran 28. Hasil penelitian kelompok data kedua JST

recurrent resilient backpropagation leap

3 (lanjutan)

Komposisi : Delta_Inc : 1.7 Komposisi : Delta_Inc : 1.7

Delta_Dec : 0.4 Delta_Dec : 0.6

Iterasi Epoch R2 Uji RMSE Iterasi Epoch R2 Uji RMSE

1 122 -0.0313 462.31 1 315 -0.0546 439.06

2 139 0.149 246.12 2 123 0.161 263.35

3 114 0.117 271.93 3 96 0.0485 327.53

4 109 0.154 246.06 4 121 0.181 261.9

5 81 -0.0644 362.12 5 152 0.0776 349.07

6 92 0.111 300.31 6 128 0.214 279.49

7 101 0.0914 325.51 7 155 0.16 260.97

8 115 -0.0485 401.47 8 180 0.0688 384.62

9 151 0.0497 371.57 9 79 0.241 258.96

10 116 0.187 276.86 10 124 0.111 286.11

11 124 0.224 285.53 11 82 0.058 375.13

12 93 0.015 276.09 12 105 0.0636 289.87

13 158 0.11 326.91 13 134 0.211 280.87

14 146 0.00677 376.34 14 89 -0.107 393.13

15 120 -0.00954 308.12 15 101 0.147 349.78

16 139 0.27 225.73 16 293 -0.0206 317.84

17 194 0.291 228.5 17 371 0.215 250.92

18 97 0.105 362.57 18 131 0.05 296.66

19 125 0.0281 370.68 19 185 0.184 322.91

20 64 0.117 296.83 20 144 0.133 300.69

Min R2 -0.0644 Min RM SE 225.73 Min R2 -0.107 Min RMSE 250.92

Max R2 0.291 Max RMSE 462.31 Max R2 0.241 Max RMSE 439.06

Mean R2 0.0936115 Mean RMSE 316.078 Mean R2 0.107115 Mean RMSE 314.443