Seleksi dan Pengujian Bakteri Asam Laktat Kandidat Probiotik Hasil Isolat Lokal serta Kemampuannya dalam Menghambat Sekresi Interleukin -8 dari Alur Sel HCT 116

(1)

SELEKSI DAN PENGUJIAN BAKTERI ASAM LAKTAT KANDIDAT PROBIOTIK HASIL ISOLAT LOKAL SERTA KEMAMPUANNYA DALAM MENGHAMBAT SEKRESI INTERLEUKIN-8 DARI ALUR SEL

HCT 116

EKO FARIDA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2006


(2)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul :

SELEKSI DAN PENGUJIAN BAKTERI ASAM LAKTAT KANDIDAT PROBIOTIK HASIL ISOLAT LOKAL SERTA KEMAMPUANNYA DALAM

MENGHAMBAT SEKRESI INTERLEUKIN-8 DARI ALUR SEL HCT 116

Adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan. Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan diperiksa kebenarannya.

Bogor, 8 Februari 2006

251024031 .F

NRP

Farida Eko


(3)

ABSTRAK

EKO FARIDA. Seleksi dan Pengujian Bakteri Asam Laktat Kandidat Probiotik Hasil Isolat Lokal serta Kemampuannya dalam Menghambat Sekresi Interleukin -8

dari Alur Sel HCT 116. Dibimbing oleh DEDDY MUCHTADI dan RETNO DUMILAH ESTI WIDJAYANTI.

Probiotik adalah sediaan sel mikroba hidup atau komponen dari sel mikroba yang memiliki pengaruh menguntungkan terhadap kesehatan dan kehidupan inangnya. Kelompok Bakteri Asam Laktat (BAL) merupakan salah satu kultur yang sering digunakan sebagai probiotik karena kebanyakan strainnya tidak patogen, bahkan beberapa strain telah mendapatkan status GRAS (Generally Recognized As Safe) dari FDA. Pada penelitian ini dilakuka n seleksi terhadap 20 isolat BAL hasil isolat lokal (susu kuda liar, feses bayi, whey dan tanah di sekitar kandang) yang berpotensi sebagai probiotik. Pengujian yang dilakukan meliputi ketahanan terhadap asam (pH 2,5), ketahanan terhadap garam empedu (bile salt), aktivitas antagonis terhadap bakteri patogen (Escherichia coli, Staphylococcus aureus dan Bacillus cereus) dan kemampuannya menempel pada permukaan

stainless steel (SS).

Enam belas isolat mampu tumbuh pada pH 2,5 selama 90 menit dan semua isolat mampu tumbuh pada garam empedu 1% dan 5% dengan ketahanan yang beragam untuk masing-masing isolat. Semua isolat juga mempunyai sifat antagonistik terhadap bakteri patogen enterik (Escherichia coli, Staphylococcus aureus dan Bacillus cereus) dengan derajat penghambatan yang berbeda. Dari ketiga uji tersebut, lima isolat BAL terpilih sebagai kandidat probiotik yaitu (SK2, SK3, WT1, WT2 dan FS1) dan diuji kemampuannya menempel pada permukaan SS. Hasilnya kelima isolat tersebut mampu menempel pada permukaan SS.

Isolat SK3 dan WT1 diuji lebih lanjut untuk mengetahui kemampuannya sebagai imunomodulator. Parameter yang diamati adalah kemampuan isolat SK3 dan WT1 tersebut dalam menghambat sekresi interleukin-8 dari alur sel HCT 116. Hasilnya menunjukkan kecenderungan peningkatan kadar interleukin-8 dengan meningkatnya konsentrasi BAL yang ditambahkan. Kedua isolat, pada konsentrasi 107 dan 108 cfu/ml mampu menurunkan sekresi interleukin-8 jika dibandingkan dengan kontrol. Sebaliknya pada konsentrasi 109 cfu/ml, terjadi peningkatan sekresi interleukin-8. Pada penyakit tertentu dimana sel-sel berada dalam kondisi inflamasi (seperti pada kasus Inflamatory Bowel Disease), maka penurunan sekresi interleukin-8 lebih diharapkan. Pada kondisi tersebut, suplementasi probiotik dapat membantu mengatasi penyakit ini. Sedangkan pada saat kondisi tubuh melemah, maka pemberian probiotik pada dosis yang tepat dapat memacu peningkatan kekebalan tubuh.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa BAL hasil isolat lokal yang diisolasi dari berbagai sumber dapat dipertimbangkan sebagai kultur probiotik yang memiliki pengaruh yang menguntungkan sebagai imunomodulator, yaitu mampu menurunkan sekresi interleukin-8.


(4)

SELEKSI DAN PENGUJIAN BAKTERI ASAM LAKTAT KANDIDAT PROBIOTIK HASIL ISOLAT LOKAL SERTA KEMAMPUANNYA DALAM

MENGHAMBAT SEKRESI INTERLEUKIN-8 DARI ALUR SEL HCT 116

EKO FARIDA

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Departemen Ilmu Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2006


(5)

Judul Tesis : Seleksi dan Pengujian Bakteri Asam Laktat Kandidat Probiotik Hasil Isolat Lokal serta Kemampuannya dalam Menghambat Sekresi Interleukin -8 dari Alur Sel HCT 116

Nama Mahasiswa : Eko Farida NRP : F251024031 Program Studi : Ilmu Pangan

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Deddy Muchtadi, MS Dr. Ir. Retno Dumilah Esti Widjayanti

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Ilmu Pangan Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Betty Sri Laksmi Jenie, MS Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto, M.Sc


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Semarang pada tanggal 13 Januari 1979 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara dengan orang tua Supadi Mardi Utomo dan Sri Dwiyanti. Penulis telah menikah dengan Edi Marwanto pada tahun 2005.

Jenjang pendidikan yang ditempuh yaitu pada tahun 1997 lulus dari SMU Negeri 1 Semarang dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB mela lui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis diterima pada Program Studi Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor dan lulus pada Oktober 2001. Pada tahun 2003, penulis mengikuti pendidikan Program Magister Sains pada Program Studi Ilmu Pangan, Sekolah Pascasarjana IPB dengan melakukan penelitian yang bekerja sama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Jakarta.


(7)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya serta kemudahan yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Pangan, Sekolah Pascasarjana IPB.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Deddy Muchtadi, MS dan Ibu Dr. Ir. Retno Dumilah Esti Widjayanti selaku komisi pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya untuk membimbing dan mengarahkan penulis sejak awal penelitian hingga akhir penulisan tesis ini.

2. Ibu Dr. Ir. Harsi Dewantari Kusumaningrum, M.Sc selaku Dosen Penguji Luar yang telah bersedia meluangkan waktu dan pikiran untuk menguji dan memberikan arahan terhadap penulisan tesis ini.

3. Badan Pengka jian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Jakarta yang telah memberikan dana penelitian ini.

4. Suamiku Edi Marwanto yang telah banyak membantu baik dalam bentuk moril maupun materiil, dan ananda Rafa (almarhum), semoga Allah SWT memberikan tempat yang terbaik di sisi-Nya. Amin.

5. Keluarga besar Bpk. Supadi Mardi Utomo di Semarang dan Bpk. Sapon di Lampung atas doa yang tiada pernah putusnya kepada penulis.

6. Keluarga Ir. Joko Sutrisno dan Dr. Ir. Dyah Wulandani, M.Si yang telah memberikan bantuan dana untuk penyelesaian studi selama ini.

7. Ibu Ida Susanti, Ibu Retno Windya K, Bpk. Karnadi, Mbak Fatim, Mas Udin dan seluruh warga Laboratorium Teknologi Bioproses, BPPT Serpong atas kebersamaan, bantuan dan doanya.

8. Mbak Ari dan teman-teman IPN serta semua pihak yang telah membantu penulis selama menyelesaikan penelitian dan tesis ini.

Bogor, 8 Februari 2006 Eko Farida


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian... 5

Manfaat Penelitian... 5

TINJAUAN PUSTAKA Probiotik ... 6

Bakteri Asam Laktat sebagai Probiotik... 8

Karakteristik Probiotik ... 11

Aktivitas antagonis terhadap bakteri enterik patogen... 11

Ketahanan terhadap asam lambung... 16

Ketahanan terhadap garam empedu (bile salt) ... 19

Penempelan bakteri pada permukaan padat ... 22

Respon Imun ... 26

Respon imun non spesifik ... 27

Respon imun spesifik ... 28

Reaksi Inflamasi... 29

Probiotik sebagai Imunomodulator ... 31

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Penelitian... 38

Metode Penelitian... 40

Tahap persiapan... 40

Persiapan stok kultur ... 40


(9)

Seleksi Bakteri Asam Laktat Kandidat Probiotik ... 41

Uji ketahanan terhadap asam... 42

Uji ketahanan terhadap garam empedu ... 42

Uji antagonis terhadap bakteri enterik patogen... 43

Uji Kemampuan Penempelan secara In Vitro ... 44

Persiapan lempeng Stainless steel... 44

Uji penempelan pada lempeng Stainless steel... 44

Pengaruh Bakteri Probiotik terhadap Sekresi Interleukin-8... 45

Persiapan kultur sel HCT 116 ... 45

Kurva relasi OD dengan jumlah sel bakteri probiotik ... 46

Persiapan kultur bakteri probiotik ... 47

Stimulasi sekresi interleukin-8 oleh bakteri probiotik ... 47

Deteksi sekresi interleukin-8 dengan metode ELISA ... 48

HASIL DAN PEMBAHASAN Ketahanan terhadap pH rendah... 50

Ketahanan terhadap garam empedu ... 53

Aktivitas antagonistik BAL terhadap bakteri enterik patogen... 59

Pemilihan isolat untuk uji penempelan secara in vitro... 65

Uji penempelan pada lempeng stainless steel secara in vitro ... 68

Pengaruh penambahan bakteri probiotik terhadap sekresi interleukin-8 70

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan... 74

Saran... 76

DAFTAR PUSTAKA ... 77


(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Populasi kelompok bakteri utama pada usus manusia ... 21

2 Bakteri asam laktat yang digunakan... 39

3 Ketahanan bakteri asam laktat terhadap pH rendah... 51

4 Ketahanan bakteri asam laktat terhadap garam empedu 1% ... 54

5 Ketahanan bakteri asam laktat terhadap garam empedu 5% ... 56

6 Perbandingan ketahanan BAL terhadap garam empedu 1% dan 5% ...57

7 Aktivitas antagonistik bakteri asam laktat terhadap Escherichia coli...60

8 Aktivitas antagonistik bakteri asam laktat terhadap S. aureus...62

9 Aktivitas antagonistik bakteri asam laktat terhadap Bacillus cereus ...63

10 Perbandingan diameter penghambatan antar bakteri enterik patogen...64

11 Urutan isolat berdasarkan rangking untuk setiap sifat yang diuji ... 67

DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Struktur dinding sel bakteri gram negatif dan gram positif ...13

2 Proses terjadinya inflamasi... 30

3 Penempelan bakteri asam laktat pada lempeng stainless steel...68


(11)

SELEKSI DAN PENGUJIAN BAKTERI ASAM LAKTAT KANDIDAT PROBIOTIK HASIL ISOLAT LOKAL SERTA KEMAMPUANNYA DALAM MENGHAMBAT SEKRESI INTERLEUKIN-8 DARI ALUR SEL

HCT 116

EKO FARIDA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2006


(12)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul :

SELEKSI DAN PENGUJIAN BAKTERI ASAM LAKTAT KANDIDAT PROBIOTIK HASIL ISOLAT LOKAL SERTA KEMAMPUANNYA DALAM

MENGHAMBAT SEKRESI INTERLEUKIN-8 DARI ALUR SEL HCT 116

Adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan. Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan diperiksa kebenarannya.

Bogor, 8 Februari 2006

251024031 .F

NRP

Farida Eko


(13)

ABSTRAK

EKO FARIDA. Seleksi dan Pengujian Bakteri Asam Laktat Kandidat Probiotik Hasil Isolat Lokal serta Kemampuannya dalam Menghambat Sekresi Interleukin -8

dari Alur Sel HCT 116. Dibimbing oleh DEDDY MUCHTADI dan RETNO DUMILAH ESTI WIDJAYANTI.

Probiotik adalah sediaan sel mikroba hidup atau komponen dari sel mikroba yang memiliki pengaruh menguntungkan terhadap kesehatan dan kehidupan inangnya. Kelompok Bakteri Asam Laktat (BAL) merupakan salah satu kultur yang sering digunakan sebagai probiotik karena kebanyakan strainnya tidak patogen, bahkan beberapa strain telah mendapatkan status GRAS (Generally Recognized As Safe) dari FDA. Pada penelitian ini dilakuka n seleksi terhadap 20 isolat BAL hasil isolat lokal (susu kuda liar, feses bayi, whey dan tanah di sekitar kandang) yang berpotensi sebagai probiotik. Pengujian yang dilakukan meliputi ketahanan terhadap asam (pH 2,5), ketahanan terhadap garam empedu (bile salt), aktivitas antagonis terhadap bakteri patogen (Escherichia coli, Staphylococcus aureus dan Bacillus cereus) dan kemampuannya menempel pada permukaan

stainless steel (SS).

Enam belas isolat mampu tumbuh pada pH 2,5 selama 90 menit dan semua isolat mampu tumbuh pada garam empedu 1% dan 5% dengan ketahanan yang beragam untuk masing-masing isolat. Semua isolat juga mempunyai sifat antagonistik terhadap bakteri patogen enterik (Escherichia coli, Staphylococcus aureus dan Bacillus cereus) dengan derajat penghambatan yang berbeda. Dari ketiga uji tersebut, lima isolat BAL terpilih sebagai kandidat probiotik yaitu (SK2, SK3, WT1, WT2 dan FS1) dan diuji kemampuannya menempel pada permukaan SS. Hasilnya kelima isolat tersebut mampu menempel pada permukaan SS.

Isolat SK3 dan WT1 diuji lebih lanjut untuk mengetahui kemampuannya sebagai imunomodulator. Parameter yang diamati adalah kemampuan isolat SK3 dan WT1 tersebut dalam menghambat sekresi interleukin-8 dari alur sel HCT 116. Hasilnya menunjukkan kecenderungan peningkatan kadar interleukin-8 dengan meningkatnya konsentrasi BAL yang ditambahkan. Kedua isolat, pada konsentrasi 107 dan 108 cfu/ml mampu menurunkan sekresi interleukin-8 jika dibandingkan dengan kontrol. Sebaliknya pada konsentrasi 109 cfu/ml, terjadi peningkatan sekresi interleukin-8. Pada penyakit tertentu dimana sel-sel berada dalam kondisi inflamasi (seperti pada kasus Inflamatory Bowel Disease), maka penurunan sekresi interleukin-8 lebih diharapkan. Pada kondisi tersebut, suplementasi probiotik dapat membantu mengatasi penyakit ini. Sedangkan pada saat kondisi tubuh melemah, maka pemberian probiotik pada dosis yang tepat dapat memacu peningkatan kekebalan tubuh.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa BAL hasil isolat lokal yang diisolasi dari berbagai sumber dapat dipertimbangkan sebagai kultur probiotik yang memiliki pengaruh yang menguntungkan sebagai imunomodulator, yaitu mampu menurunkan sekresi interleukin-8.


(14)

SELEKSI DAN PENGUJIAN BAKTERI ASAM LAKTAT KANDIDAT PROBIOTIK HASIL ISOLAT LOKAL SERTA KEMAMPUANNYA DALAM

MENGHAMBAT SEKRESI INTERLEUKIN-8 DARI ALUR SEL HCT 116

EKO FARIDA

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Departemen Ilmu Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2006


(15)

Judul Tesis : Seleksi dan Pengujian Bakteri Asam Laktat Kandidat Probiotik Hasil Isolat Lokal serta Kemampuannya dalam Menghambat Sekresi Interleukin -8 dari Alur Sel HCT 116

Nama Mahasiswa : Eko Farida NRP : F251024031 Program Studi : Ilmu Pangan

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Deddy Muchtadi, MS Dr. Ir. Retno Dumilah Esti Widjayanti

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Ilmu Pangan Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Betty Sri Laksmi Jenie, MS Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto, M.Sc


(16)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Semarang pada tanggal 13 Januari 1979 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara dengan orang tua Supadi Mardi Utomo dan Sri Dwiyanti. Penulis telah menikah dengan Edi Marwanto pada tahun 2005.

Jenjang pendidikan yang ditempuh yaitu pada tahun 1997 lulus dari SMU Negeri 1 Semarang dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB mela lui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis diterima pada Program Studi Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor dan lulus pada Oktober 2001. Pada tahun 2003, penulis mengikuti pendidikan Program Magister Sains pada Program Studi Ilmu Pangan, Sekolah Pascasarjana IPB dengan melakukan penelitian yang bekerja sama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Jakarta.


(17)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya serta kemudahan yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Pangan, Sekolah Pascasarjana IPB.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Deddy Muchtadi, MS dan Ibu Dr. Ir. Retno Dumilah Esti Widjayanti selaku komisi pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya untuk membimbing dan mengarahkan penulis sejak awal penelitian hingga akhir penulisan tesis ini.

2. Ibu Dr. Ir. Harsi Dewantari Kusumaningrum, M.Sc selaku Dosen Penguji Luar yang telah bersedia meluangkan waktu dan pikiran untuk menguji dan memberikan arahan terhadap penulisan tesis ini.

3. Badan Pengka jian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Jakarta yang telah memberikan dana penelitian ini.

4. Suamiku Edi Marwanto yang telah banyak membantu baik dalam bentuk moril maupun materiil, dan ananda Rafa (almarhum), semoga Allah SWT memberikan tempat yang terbaik di sisi-Nya. Amin.

5. Keluarga besar Bpk. Supadi Mardi Utomo di Semarang dan Bpk. Sapon di Lampung atas doa yang tiada pernah putusnya kepada penulis.

6. Keluarga Ir. Joko Sutrisno dan Dr. Ir. Dyah Wulandani, M.Si yang telah memberikan bantuan dana untuk penyelesaian studi selama ini.

7. Ibu Ida Susanti, Ibu Retno Windya K, Bpk. Karnadi, Mbak Fatim, Mas Udin dan seluruh warga Laboratorium Teknologi Bioproses, BPPT Serpong atas kebersamaan, bantuan dan doanya.

8. Mbak Ari dan teman-teman IPN serta semua pihak yang telah membantu penulis selama menyelesaikan penelitian dan tesis ini.

Bogor, 8 Februari 2006 Eko Farida


(18)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian... 5

Manfaat Penelitian... 5

TINJAUAN PUSTAKA Probiotik ... 6

Bakteri Asam Laktat sebagai Probiotik... 8

Karakteristik Probiotik ... 11

Aktivitas antagonis terhadap bakteri enterik patogen... 11

Ketahanan terhadap asam lambung... 16

Ketahanan terhadap garam empedu (bile salt) ... 19

Penempelan bakteri pada permukaan padat ... 22

Respon Imun ... 26

Respon imun non spesifik ... 27

Respon imun spesifik ... 28

Reaksi Inflamasi... 29

Probiotik sebagai Imunomodulator ... 31

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Penelitian... 38

Metode Penelitian... 40

Tahap persiapan... 40

Persiapan stok kultur ... 40


(19)

Seleksi Bakteri Asam Laktat Kandidat Probiotik ... 41

Uji ketahanan terhadap asam... 42

Uji ketahanan terhadap garam empedu ... 42

Uji antagonis terhadap bakteri enterik patogen... 43

Uji Kemampuan Penempelan secara In Vitro ... 44

Persiapan lempeng Stainless steel... 44

Uji penempelan pada lempeng Stainless steel... 44

Pengaruh Bakteri Probiotik terhadap Sekresi Interleukin-8... 45

Persiapan kultur sel HCT 116 ... 45

Kurva relasi OD dengan jumlah sel bakteri probiotik ... 46

Persiapan kultur bakteri probiotik ... 47

Stimulasi sekresi interleukin-8 oleh bakteri probiotik ... 47

Deteksi sekresi interleukin-8 dengan metode ELISA ... 48

HASIL DAN PEMBAHASAN Ketahanan terhadap pH rendah... 50

Ketahanan terhadap garam empedu ... 53

Aktivitas antagonistik BAL terhadap bakteri enterik patogen... 59

Pemilihan isolat untuk uji penempelan secara in vitro... 65

Uji penempelan pada lempeng stainless steel secara in vitro ... 68

Pengaruh penambahan bakteri probiotik terhadap sekresi interleukin-8 70

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan... 74

Saran... 76

DAFTAR PUSTAKA ... 77


(20)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Populasi kelompok bakteri utama pada usus manusia ... 21

2 Bakteri asam laktat yang digunakan... 39

3 Ketahanan bakteri asam laktat terhadap pH rendah... 51

4 Ketahanan bakteri asam laktat terhadap garam empedu 1% ... 54

5 Ketahanan bakteri asam laktat terhadap garam empedu 5% ... 56

6 Perbandingan ketahanan BAL terhadap garam empedu 1% dan 5% ...57

7 Aktivitas antagonistik bakteri asam laktat terhadap Escherichia coli...60

8 Aktivitas antagonistik bakteri asam laktat terhadap S. aureus...62

9 Aktivitas antagonistik bakteri asam laktat terhadap Bacillus cereus ...63

10 Perbandingan diameter penghambatan antar bakteri enterik patogen...64

11 Urutan isolat berdasarkan rangking untuk setiap sifat yang diuji ... 67

DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Struktur dinding sel bakteri gram negatif dan gram positif ...13

2 Proses terjadinya inflamasi... 30

3 Penempelan bakteri asam laktat pada lempeng stainless steel...68


(21)

DAFTAR LAMPIRAN

...

Halaman

1 Data pengujian pengaruh pH rendah terhadap penurunan jumlah koloni BAL yang tumbuh pada kontrol dan perlakuan ...83 2 Analisis ragam pengaruh pH rendah terhadap penurunan jumlah koloni BAL

yang tumbuh pada kontrol dan perlakuan ...83 3 Data pengujian pengaruh garam empedu 1% terhadap penurunan jumlah

koloni BAL yang tumbuh pada kontrol dan perlakuan...84 4 Analisis ragam pengaruh garam empedu 1% terhadap penurunan jumlah

koloni BAL yang tumbuh pada kontrol dan perlakua n...84 5 Data pengujian pengaruh garam empedu 5% terhadap penurunan jumlah

koloni BAL yang tumbuh pada kontrol dan perlakuan...85 6 Analisis ragam pengaruh garam empedu 5% terhadap penurunan jumlah

koloni BAL yang tumbuh pada kontrol dan perlakuan...85 7 Perbandingan pengaruh garam empedu 1% dan 5% terhadap penurunan

jumlah koloni BAL ...86 8 Analisis ragam pengaruh garam empedu 1% dan 5% terhadap penurunan

jumlah koloni BAL ... 86 9 Data pengujian aktivitas antagonistik BAL terhadap Escherichia coli...87 10 Analisis ragam pengujian aktivitas antagonistik BAL terhadap Escherichia

coli ...87 11 Data pengujian aktivitas antagonistik BAL terhadap Staphylococcus aureus

...88 12 Analisis ragam pengujian aktivitas antagonistik BAL terhadap

Staphylococcus aureus ...88 13 Data pengujian aktivitas antagonist ik BAL terhadap Bacillus cereus ...89 14 Analisis ragam pengujian aktivitas antagonistik BAL terhadap Bacillus cereus


(22)

15 Perbandingan pengujian aktivitas antagonistik BAL terhadap Escherichia coli, Staphylococcus aureus dan Bacillus cereus...90 16 Analisis ragam pengujian aktivitas antagonistik BAL terhadap Escherichia

coli, Staphylococcus aureus dan Bacillus cereus...90 17 Data pengamatan uji penempelan pada lempeng stainless steel... 91 18 18a Data pertumbuhan bakteri enterik patogen...92 19 18b Kurva pertumbuhan bakteri enterik patogen... 92 20 19 Kurva relasi OD dengan jumlah sel BAL ... 93 21 20 Data standar interleukin-8 ... 94 22 21 Data konsentrasi interleukin-8 ... 95 23 22 Analisis ragam konsentrasi interleukin -8... 95


(23)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Minat masyarakat terhadap makanan dan minuman kesehatan akhir-akhir ini cenderung meningkat, terutama untuk produk-produk yang dapat menstimulasi sistem kekebalan tubuh. Hal ini disebabkan oleh adanya pergeseran gaya hidup, semakin meningkatnya ilmu pengetahuan tentang siste m pencernaan dan metabolisme di dalam tubuh, munculnya beberapa gejala penyakit yang disebabkan oleh mikroba-mikroba yang terdapat di dalam usus dan tuntutan manusia untuk dapat memperoleh makanan dan minuman dengan kondisi nutrisi yang baik. Pengetahuan gizi yang semakin meningkat, mengakibatkan orang akan lebih selektif dalam memilih dan menentukan jenis makanan dan minuman yang akan dikonsumsinya. Salah satu jenis produk makanan dan minuman kesehatan yang berkembang pesat adalah probiotik dengan bermacam bentuk dan kultur yang digunakan.

Konsep tentang probiotik sebenarnya telah muncul sejak dahulu kala, saat ilmuwan Rusia Elie Metchnikoff (penerima hadiah Nobel) pada tahun 1907 menyampaikan hipotesisnya bahwa orang Bulgaria memiliki umur yang panjang dan sehat dikarenakan konsumsi susu yang telah mengalami fermentasi. Beliau meyakini bahwa konsumsi susu yang difermentasi oleh Lactobacillus memberikan efek yang menguntungkan pada mikroba usus dan dapat menurunkan aktivitas toksin yang dihasilkan mikroba. Selanjutnya konsep probiotik telah mengalami beberapa perubahan definisi seiring dengan perkembangan hasil penelitian ilmiah tentang pengaruh, mekanisme kerja dan aplikasinya. Definisi probiotik terbaru


(24)

diusulkan oleh Salminen et al. (1999) menyatakan bahwa probiotik adalah sediaan sel mikroba hidup atau komponen dari sel mikroba yang memiliki pengaruh menguntungkan terhadap kesehatan dan kehidupan inangnya.

Syarat utama suatu isolat bermanfaat sebagai probiotik adalah memiliki ketahanan terhadap asam dan garam empedu sehingga dapat mencapai usus dalam keadaan hidup, serta memiliki kemampuan menempel (adherence) dan berkolonisasi pada mukosa usus. Menurut Chou dan Weimer (1999), stres terhadap bakteri probiotik di mulai dari lambung, dimana bakteri ini harus mampu bertahan terhadap pH yang sangat rendah. Waktu yang dibutuhkan bakteri mulai masuk sampai keluar lambung adalah 90 menit. Setelah bakteri probiotik berhasil melalui lambung, mereka akan memasuki saluran usus bagian atas dimana garam empedu disekresikan. Setelah perjalanan melalui lingkungan yang sulit, bakteri probiotik harus mampu menempel pada mukosa usus. Kemampuan menempel pada sel epitel merupakan indikasi bahwa bakteri ini dapat melakukan kolonisasi di dalam usus.

Untuk mendapatkan isolat yang memiliki sifat-sifat ini, sumber yang paling ideal adalah isolat berasal dari jalur intestin manusia. Diperkirakan isolat yang mampu tumbuh pada jalur intestin memiliki resistensi terhadap asam dan garam empedu. Syarat lain bakteri probiotik adalah kemampuannya menghasilkan senyawa antimikroba sehingga mampu menekan pertumbuhan bakteri patogen enterik. Berbagai jenis senyawa antimikroba yang dihasilkan oleh bakteri probiotik adalah asam organik, hidrogen peroksida, diasetil dan diperkirakan juga bakteriosin (protein atau polipeptida yang memiliki sifat antibakteri).

Rolfe (2000) menyatakan bahwa probiotik dapat berupa bakteri Gram positif, Gram Negatif, khamir atau fungi. Namun mikroba-mikroba yang umum digunakan dalam pembuatan minuman dan makanan probiotik terutama berasal dari kelompok bakteri asam laktat (BAL). BAL sering digunakan sebagai


(25)

probiotik karena kebanyakan strainnya tidak patogen, bahkan beberapa strain telah mendapatkan status GRAS (Generally Recognized As Safe) dari FDA. Selain itu, kemampuannya untuk hidup di dalam saluran pencernaan dapat menekan pertumbuhan bakteri patogen enterik sehingga dapat dimanfaatkan untuk menjaga kesehatan tubuh dan potensi ini yang menyebabkan BAL digunakan sebagai probiotik. Beberapa strain BAL yang berpotensi sebagai probiotik antara lain

Lactobacillus reuteri, Lactobacillus casei, Lactobacillus acidophillus dan

Bifidobacterium.

Penelitian mengenai BAL sebagai probiotik dilakukan baik pada galur bakteri itu sendiri atau pada produk pangan yang mengandung bakter i tersebut. Produk pangan yang umum diteliti adalah produk susu, termasuk susu fermentasi seperti yoghurt dan susu nonfermentasi yang ditambahkan kultur mikroba (Sanders, 2000). Salah satu pengaruh probiotik yang menguntungkan bagi kesehatan adalah mempertahankan keseimbangan mikroflora usus. Mikroflora usus adalah ekosistem yang kompleks, yang terdiri dari berbagai jenis bakteri dalam jumlah yang besar. Aktivitas dan kapasitas metabolik bakteri penghuni usus sangat beragam yang dapat memberikan pengaruh positif maupun negatif pada fisiologi usus. Penelitian untuk mengubah mikroflora usus ke arah menguntungkan dengan tujuan akhir untuk meningkatkan kesehatan adalah topik yang sangat menarik.

Terkait dengan kemampuan BAL sebagai probiotik, maka salah satu pendekatan yang potensial adalah penggunaannya sebagai imunomodulator. Menurut Tzianabos (2000), imunomodulator atau biologic respon modifier (BRM)


(26)

adalah komponen yang mampu berinteraksi dengan sistem imun serta menimbulkan efek menstimulasi atau menekan sistem imun.

Bakteri probiotik telah banyak digunakan untuk terapi berbagai penyakit pencernaan baik pada manusia maupun hewan. Mekanismenya belum begitu jelas tetapi hal ini terkait langsung dengan sel epitel usus yang diinduksinya. Sel epitel usus merupakan pertahanan utama pada usus dan berpartisipasi dalam respon imun non spesifik. Sel epitel usus akan melepaskan beberapa proinflamatory cytokine seperti interleukin-8 sebagai respon terhadap bakteri patogen enterik. Untuk menggambarkan kondisi inflamasi pada usus secara in vitro, maka digunakan alur sel HCT 116, yang merupakan sel kanker usus stadium lanjut pada manusia (late phase adenocarcinoma). Alur sel HCT 116 berada dalam kondisi inflamasi, sehingga banyak mensekresikan interleukin-8.

Penelitian yang berkembang selama ini adalah mengisolasi BAL dari berbagai makanan fermentasi Indonesia seperti kecap ikan, asinan kubis, growol, gatot, tempoyak, tape ketan, bekasam, dan lain -lain, dimana isolat-isolat tersebut mempunyai kemungkinan untuk dikembangkan sebagai kultur probiotik. Sementara itu, kemampuan dan sifat yang dimiliki oleh masing-masing isolat yang berhasil diisolasi sangat bervariasi, hal ini dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya kondisi lingkungan pertumbuhan. Maka perlu dicoba untuk menyeleksi BAL hasil isolat lokal sehingga akan didapatkan isolat yang potensial sebagai probiotik.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menyeleksi BAL hasil isolat lokal (susu kuda liar, feses bayi, whey dan tanah di sekitar kandang laboratorium P3 Teknologi Bioindustri, Serpong) sehingga didapatkan isolat unggul probiotik


(27)

dengan karakteristik terbaik dalam hal ketahanan terhadap asam (pH rendah), ketahanan terhadap garam empedu (bile), aktivitasnya sebagai penghambat bakteri patogen, dan kemampua nnya menempel pada permukaan usus secara in vitro. Kemudian dilihat pengaruh isolat unggul probiotik tersebut terhadap sekresi interleukin-8 dari alur sel HCT 116 (sebagai model dari sel epitel usus). Interleukin-8 merupakan salah satu proinflammatory cytokine yang dikeluarkan oleh sel epitel usus saat terinfeksi oleh enterik patogen.

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah untuk mendapatkan isolat BAL yang berpotensi sebagai probiotik, sehingga dapat digunakan sebagai kultur dalam pembuatan dan pengembangan produk probiotik yang disertai dengan bukti ilmiah mengenai potensinya sebagai imunomodulator.


(28)

TINJAUAN PUSTAKA

Probiotik

Istilah probiotik yang berasal dari bahasa Yunani yang artinya for life

memiliki pengertian yang berbeda-beda. Istilah probiotik yang pertama kali dilontarkan oleh Lilley dan Stiwell pada tahun 1965, yang mendefinisikan probiotik sebagai senyawa yang dihasilkan mikroba untuk menstimulir pertumbuhan mikroba lainnya, sehingga merupakan lawan kata dari antibiotik yaitu senyawa yang digunakan untuk membunuh mikroba. Kemudian definisi probiotik berkembang menjadi organisme atau senyawa yang memiliki kontribusi terhadap keseimbangan mikroflora saluran pencernaan.

Pada mulanya probiotik dikembangkan sebagai tambahan pada pakan ternak untuk meningkatkan produktivitas dan kesehatan ternak. Definisi probiotik selanjutnya diperbaiki oleh Fuller (1989) yang mendefinisikan probiotik sebagai mikroba hidup yang disuplementasikan ke dalam makanan atau pakan dan memiliki efek menguntungkan bagi inang yang mengkonsumsi melalui keseimbangan mikroflora saluran pencernaan. Definisi yang hampir sama juga disampaikan oleh Havenar et al. (1992) yang mengartikan probiotik sebagai kultur mikroba tunggal atau campuran yang dapat diaplikasika n pada hewan atau manusia yang memiliki efek menguntungkan dengan cara memperbaiki sifat-sifat mikroflora indigenus pada saluran pencernaan.

Salminen dan Wright (1993) berpendapat bahwa probiotik adalah sejumlah bakteri hidup, produk susu yang difermentasi atau suplemen makanan yang mengandung BAL dalam kondisi hidup. Pernyataan ini kemudian


(29)

diperbaharui lagi oleh Salminen et al. (1999) yang menyatakan bahwa probiotik adalah sediaan sel mikroba hidup atau komponen dari sel mikroba yang memiliki pengaruh menguntungkan terhadap kesehatan dan kehidupan inangnya.

Mikroba probiotik pada umumnya dimasukkan dalam makanan fermentasi yang berbasis susu. Alasan pemilihan produk ini adalah bahwa susu yang sudah difermentasi (contohnya yoghurt) telah dikenal sebagai makanan yang menyehatkan. Makanan yang mengandung mikroba probiotik untuk konsumsi manusia tersebut telah dipasarkan di Jepang sejak tahun 1920. Bakteri yang pertama digunakan adalah Lactobacillus acidophilus dan Lactobacillus casei yang merupakan mikroba pada produk susu fermentasi. Saat ini jumlah spesies mikroba yang digunakan dalam makanan probiotik sudah meningkat dengan pesat, tetapi makanan pembawa kultur probiotik yang utama tetap susu fermentasi dengan berbagai variasi produk olahannya.

Di Jepang Fermented Milks and Lactic Acid Bacteria Association

mensyaratkan jumlah minimal 1 x 107 bifidobacteria setiap g atau ml produk makanan probiotik. Jumlah minimal sel probiotik yang dapat memberikan efek kesehatan masih tetap belum jelas (kontroversial), tetapi peneliti yang lain menyebutkan dosis terapi minimum 1 x 105 sel hidup setiap g atau ml produk. Namun demikian dosis ini sebetulnya sangat tergantung dari jenis makanan serta strain yang digunakan (Rahayu, 2004).

Bakteri Asam Laktat sebagai Probiotik

Bakteri asam laktat (BAL) adalah bakteri Gram positif yang bersifat mikroaerofilik, tidak berspora, dan mampu memfermentasi karbohidrat menjadi


(30)

asam laktat. BAL ada yang berbentuk batang (Lactobacillus, Carnobacterium dan

Bifidobacterium) dan koki (Lactococcus, Vagococcus, Leuconostoc, Pediococcus, Aerogonococcus dan Tetragenococcus). Perkembangan klasifikasi BAL yang terbaru menurut Salminen dan Wright (1998), terdiri atas 16 genera yaitu

Aerococcus, Alloiococcus, Dolosigranulum, Globicatella, Carbobacterium, Enterococcus, Lactococcus, Lactobacillus, Lactosphera, Leuconostoc, Oenococcus, Pediococcus, Streptococcus, Tetragenococcus, Vagococcus dan

Weissela. Sedangkan genus Lactobacillus dibagi lagi menjadi 3 subgenera yaitu

Betabacterium, Streptobacterium dan Thermobacterium.

Berdasarkan kemampuannya dalam metabolisme glukosa dan produk akhir yang dihasilkan, BAL dibagi menjadi dua kelompok yaitu homofermentatif dan heterofermentatif. BAL homofermentatif merupakan BAL yang memproduksi asam laktat sebagai produk utama atau satu-satunya produk hasil fermentasi glukosa, sedangkan BAL heterofermentatif yaitu BAL yang memproduksi laktat, CO2 dan etanol dari metabolisme heksosa. BAL homofermentatif digunakan

dalam pengawetan makanan karena produksi asam laktat dalam jumlah besar dan mampu menghambat bakteri penyebab kebusukan makanan dan bakteri patogen lainnya. Sedangkan golongan heterofermentatif lebih ditujukan kepada pembentukan flavour dan komponen aroma, seperti asetaldehid dan diasetil (Fardiaz, 1989).

BAL memiliki peranan yang penting pada kehidupan manusia, karena kemampuannya untuk menghasilkan makanan fermentasi maupun kemampuannya untuk hidup di dalam saluran pencernaan. Menurut Kozaki (1998), BAL berperan pada beberapa proses fermentasi tradisional di Asia Tenggara. Dari penelitian


(31)

Rahayu dkk. (1996), yang mengisolasi beberapa makanan tradisional Indonesia yaitu asinan rebung, asinan terong, growol, moromi, tape ubi kayu, tempe dan tempoyak, diperoleh BAL yaitu Lactobacillus plantarum dan Lactobacillus pento sus sebagai Lactobacillus yang dominan. Pada penelitian tersebut juga diketahui potensi BAL yang lain, yaitu kemampuannya menghasilkan senyawa-senyawa tertentu selain asam laktat yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri lain yang tidak dikehendaki. Kemampuan BAL untuk hidup di dalam saluran pencernaan dapat menekan pertumbuhan bakteri patogen enterik sehingga dapat dimanfaatkan untuk menjaga kesehatan tubuh dan potensi ini yang menyebabkan BAL digunakan sebagai probiotik.

Menurut Mitsuoka (1990), BAL dapat dibagi atas 4 grup, berdasarkan keberhasilan hidupnya di dalam saluran pencernaan manusia, yaitu :

A. Grup yang berhasil hidup di dalam lumen usus dan merupakan organisme yang paling banyak ditemukan dalam spesimen usus manusia, contohnya galur-galur dari Bifidobacterium.

B. Grup yang berhasil hidup di dalam lumen usus dan sering ditemukan dalam spesimen usus manusia, contohnya Lactobacillus (Lactobacillus acidophilus, Lactobacillus reuteri).

C. Grup yang berhasil hidup di dalam lumen usus dan kadang-kadang ditemukan dalam spesimen usus manusia, contohnya Lactobacillus (Lactobacillus casei, Lactobacillus brevis).

D. Grup yang sering digunakan dalam pembuatan produk susu dan tidak dapat dijumpai dalam spesimen usus manusia, contohnya Lactobacillus


(32)

(Lactobacillus bulgaricus) dan laktokoki (Streptococcus thermophilus,

Streptococcus cremoris).

Menurut Bennet et al. (1993) bakteri dari genus Bifidobacteria dan

Lactobacillus telah terbukti memiliki efek probiotik pada manusia. Keberadaan

Lactobacillus dalam saluran pencernaa n penting untuk menjaga keseimbangan ekosistem mikroba dalam usus. Bakteri ini menunjukkan aktivitas penghambatan terhadap pertumbuhan bakteri patogen seperti Listeria monocytogenes,

Escherichia coli, Salmonella sp dan lainnya (Jacobsen et al. 1999). Penghambatan ini disebabkan oleh produksi komponen penghambat seperti asam organik, hidrogen peroksida, bakteriosin atau kompetisi dalam penempelan pada sel epitel usus.

BAL dengan aktivitas probiotiknya berperan penting dalam mengatur ekosistem saluran pencer naan. Aktivitas probiotik terbagi atas 3 spektrum, yaitu nutrisi, fisiologi dan efek antimikroba (Naidu dan Clemens, 2000). Aspek nutrisi berupa penyediaan enzim untuk membantu metabolisme komponen makanan (laktase), sintesis beberapa jenis vitamin (K, folat, piridoksin, pantotenat, biotin dan riboflavin) dan menghilangkan racun bagi metabolit komponen makanan di dalam usus. Aspek fisiologi meliputi kemampuan menjaga keseimbangan komposisi mikroflora usus dan menstimulasi sistem kekebalan usus. Dan yang terakhir efek antimikroba meliputi kemampuan untuk memperbaiki ketahanan terhadap bakteri patogen.

Karakteristik Probiotik

Karakteristik suatu isolat bakteri untuk dapat dikategorikan sebagai probiotik antara lain memiliki aktivitas antagonis terhadap bakteri patogen, mampu bertahan pada kondisi asam lambung dan tahan terhadap garam empedu serta menempel pada permukaan usus.


(33)

Aktivitas Antagonis terhadap Bakteri Enterik Patogen

Bernett et al. (1997) menyatakan bahwa terdapat dua hipotesa mengenai penurunan jumlah bakteri patogen dalam usus manusia. Dua hipotesa tersebut adalah (1) sel BAL mampu mengganti posisi penempelan bakteri patogen di usus dan (2) komponen antimikroba yang dimiliki BAL dapat menghambat bakteri patogen. Hipotesa ini didukung oleh banyak penelitian yang menunjukkan aktivitas antimikroba yang dimiliki galur -galur BAL dan terbukti mampu menghambat pertumbuhan bakteri patogen.

Sifat antimikroba adalah suatu kemampuan antagonistik suatu senyawa kimia untuk menghambat pertumbuhan mikroba yang tidak diinginkan. Menurut Frazier dan Westhoff (1988), efektifitas antimikroba dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain (1) jenis, jumlah, umur dan latar belakang kehidupan mikroba, (2) konsentrasi zat antimikroba, (3) suhu dan waktu kontak, (4) sifat fisika-kimia substrat (pH, kadar air, tegangan permukaan, jenis dan jumlah zat terlarut, dan senyawa lainnya).

Pelczar et al. (1993) mengemukakan bahwa senyawa antimikroba dapat digunakan untuk menghambat pertumbuhan mikroba atau membunuh mikroba dengan mekanisme berupa perusakan dinding sel dengan cara menghambat proses pembentukannya atau menyebabkan lisis pada dinding sel yang sudah terbentuk, dan perubahan permeabilitas membran sitoplasma sehingga terjadi kebocoran zat nutrisi dari dalam sel. Dengan rusa knya membran sitoplasma akan menyebabkan terhambatnya pertumbuhan atau matinya sel. Pada umumnya bakteri Gram negatif mempunyai ketahanan yang lebih baik terhadap senyawa antimikroba dibanding bakteri Gram positif. Struktur dinding sel bakteri Gram negatif lebih kompleks


(34)

yaitu lapisan luar berupa lipoprotein, lapisan tengah berupa polisakarida dan lapisan paling dalam adalah peptidoglikan (5-10%). Sedangkan struktur dinding sel bakteri Gram positif lebih sederhana (90% dinding selnya terdiri dari peptidoglikan), sehingga memudahkan senyawa antimikroba untuk dapat masuk ke dalam sel (Gambar 1 ).

Drago et al. (1997) berhasil menguji kemampuan beberapa galur isolat klinis Lactobacillus dalam menghambat bakteri patogen (E. coli, S. enteridis dan

Vibrio cholerae). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa kemampuan penghambatan BAL ini disebabkan oleh produksi senyawa antimikroba berupa asam laktat dan metabolit lainnya seperti bakteriosin, hidrogen peroksida dan asam lemak rantai pendek. Sebagian dari senyawa ini me mperlihatkan aktivitas antagonistik terhadap banyak mikroba perusak dan patogen makanan (Havenar et al. 1992).

Gambar 1. Struktur dinding sel bakteri Gram negatif dan Gram positif (Lohner, 2001)

Menurut Ouwehand (1998), komponen antimikroba dari bakteri asam laktat antara lain adalah asam organik, hidrogen peroksida, karbondioksida,


(35)

diasetil, reuterin dan bakteriosin. Asam organik yang dihasilkan BAL mengakibatkan akumulasi produk akhir asam dan turunnya pH yang menyebabkan penghambatan yang luas terhadap bakteri baik Gram positif maupun negatif. Nilai pH rendah yang dicapai, konstanta disosiasi dan konsentrasi asam menentukan aktivitas penghambatan dari asam yang dihasilkan. Asam-asam lipofilik seperti asam laktat dan asetat dalam bentuk tidak terdisosiasi dapat menembus sel mikroba dan pada pH intraseluler yang lebih tinggi, berdisosiasi menghasilkan ion-ion hidrogen dan mengganggu fungsi metabolik esensial seperti translokasi substrat dan fosforilasi oksidatif, dengan demikian mereduksi pH intraseluler.

Pada kondisi aerob, BAL mampu memproduksi hidrogen peroksida melalui transpor aktif dengan bantuan enzim flavin. Hidrogen peroksida dapat merusak susunan membran lipid dan meningkatkan permeabilitas membran. Hal ini merupakan efek bakterisidal dengan cara mengoksidasi sel bakteri dan menyebabkan kerusakan asam nukleat dan protein sel (Naidu dan Clemens, 2000). Di dalam susu, hidrogen peroksida mampu bereaksi dengan senyawa lain membentuk senyawa yang mempunyai pengaruh antimikroba yang dis ebut sistem laktoperoksidase (sistem LP). Dalam susu mentah, tiosianat (SCN-) pada konsentrasi 1-10 ppm dioksidasi oleh enzim laktoperoksidase dengan adanya hidrogen peroksida pada konsentrasi sekitar 10 mmol/L, menjadi senyawa antibakteri yaitu hipotiosia nat (OSCN). Senyawa tersebut dapat mengganggu enzim-enzim yang berperan dalam metabolisme bakteri yang dapat menyebabkan kematian (Reiter dan Harnulv, 1984).


(36)

Karbondioksida (CO2) adalah produk akhir terbesar pada fermentasi

heksosa oleh BAL yang bersifat heterofermentatif. Beberapa BAL dapat menghasilkan CO2 dari malat, sitrat dan arginin melalui jalur arginin deaminase.

Sifat antimikroba yang dimiliki karbondioksida berupa kemampuan menciptakan kondisi lingkungan yang anaerobik dengan cara mengganti posisi oksigen, menurunkan nilai pH dan merusak membran sel. Oleh sebab itu karbondioksida mempunyai spektrum penghambatan yang relatif luas (Naidu dan Clemens, 2000). Diasetil (2,3-butanedione) adalah produk akhir pada metabolisme piruvat melalui fermentasi sitrat oleh BAL. Sifat antimikroba yang dimiliki diasetil lebih efektif terhadap bakteri Gram negatif, khamir dan kapang. Diasetil mengganggu penggunaan arginin oleh bakteri Gram negatif dengan cara bereaksi dengan arginin yang terikat pada protein sel. Diasetil sebagai senyawa antimikroba terbukti efektif terhadap bakteri Gram negatif seperti Salmonella typhimurium dan

Escherichia coli (Davidson dan Hoover, 1993).

Reuterin adalah senyawa antimikroba dengan spektrum luas yang efektif terhadap bakteri Gram nega tif, khamir, kapang dan protozoa. Senyawa ini menghambat enzim-enzim sulfhidril seperti ribonukleotida reduktase, suatu enzim yang terlibat dalam biosintesis DNA. Reuterin dihasilkan oleh Lactobacillus reuterii yang terdapat dalam alat pencernaan manusia dan hewan. Berat molekul reuterin adalah kurang dari 200 Da dan tahan terhadap aktivitas protease. Reuterin merupakan campuran dengan komposisi berimbang dari monomer hidrat dan dimer siklik dari â-hidroksipropionaldehida yang terbentuk selama metabolisme anaerobik gliserol dan gliseraldehid (Talarico dan Dobrogosz, 1989).


(37)

Bakteriosin merupakan produk metabolit sekunder BAL yang mempunyai kesamaan kerja seperti antibiotik, yaitu mampu menghambat pertumbuhan beberapa bakteri tertentu. Bakteriosin adalah senya wa protein, oleh karena itu disintesis melalui mekanisme biosintesis protein secara umum yang melibatkan transkripsi dan translasi (Davidson dan Hoover, 1993). Sifat antimikroba yang dimiliki bakteriosin adalah spesifik untuk spesies tertentu dan aktivitas penghambatannya melalui adsorpsi pada reseptor spesifik atau nonspesifik yang terdapat pada permukaan luar sel bakteri yang dituju. Adsorpsi ini diikuti dengan perubahan metabolik, biologi dan morfologi, selanjutnya bakteri yang diserang akan mati (Naidu dan Clemens, 2000). Target utama dari bakteriosin yang diproduksi BAL kemungkinan besar adalah membran sitoplasma, karena bakteriosin memulai reaksi-reaksi yang mengubah permeabilitas membran sehingga mengganggu transpor membran atau menghilangkan tenaga gerak proton yang mengakibatkan terhambatnya produksi energi dan biosintesis protein atau asam nukleat (Nissen-Meyer, 1992).

Galur murni Lactobacillus sp. yang diisolasi dari produk probiotik komersial mampu menghambat Listeria monocytogenes, Escherichia coli,

Salmonella typhimurium dan Salmonella enteridis (Chateu et al. 1993). Menurut Salminen et al. (1993), Lactobacillus acidophilus bersifat antagonistik terhadap pertumbuhan Salmonella typhimurium. Pada penderita yang terinfeksi Salmonella

pada ususnya, terbukti akan sembuh bila mengkonsumsi Lactobacillus acidophilus dalam jumlah besar (3,0 x 1012 cfu/ml). Namun pemberian probiotik tidak mempengaruhi lamanya diare, hanya menurunkan frekuensinya (Naidu dan Clemens, 2000). Lactobacillus acidophilus merupakan bakteri yang secara normal


(38)

terdapat di saluran usus manusia dan mampu memproduksi senyawa antimikroba seperti hidrogen peroksida, asam organik dan antibiotik.

Ketahanan terhadap Asam Lambung

Ketahanan terhadap asam lambung merupakan syarat penting sua tu isolat untuk dapat menjadi probiotik. Hal ini disebabkan bila isolat tersebut masuk ke dalam saluran pencernaan manusia, maka ia harus mampu bertahan dari pH asam lambung yaitu sekitar 2,5 (Jacobsen et al. 1999). Hasil sekresi lambung yang dikenal dengan istilah getah lambung merupakan cairan jernih berwarna kuning pucat yang mengandung HCl 0,2 – 0,5% dengan pH sekitar 1 (bila lambung dalam kondisi benar-benar kosong). Getah lambung terdiri atas air (97 – 99%), musin (lendir) serta garam anorganik, enzim pencernaan (pepsin serta renin) dan lipase. Berrada et al. (1991) yang dikutip oleh Chou dan Weimer (1999) menyatakan bahwa waktu yang diperlukan mulai saat bakteri masuk sampai keluar dari lambung sekitar 90 menit. Jadi isolat yang diseleksi untuk diguna kan sebagai probiotik harus mampu bertahan dalam keadaan asam lambung selama sedikitnya 90 menit.

BAL adalah mikroorganisme fermentatif yang dapat hidup pada kisaran pH yang luas. Pertahanan utama sel bakteri dari lingkungannya adalah membran seluler yang terdiri atas struktur lemak dua lapis. Bila sel bakteri terpapar pada kondisi yang sangat asam, maka membran sel dapat mengalami kerusakan dan berakibat hilangnya komponen-komponen intraseluler, seperti Mg, K dan lemak dari sel. Biasanya kerusakan ini me nyebabkan kematian pada sel. Kondisi ini dapat dideteksi dengan cara mengukur konsentrasi komponen intraseluler yang


(39)

keluar dari dalam sel. Bakteri yang toleran terhadap asam, membran selnya lebih tahan terhadap kebocoran akibat pH rendah dibandingkan dengan yang tidak tahan asam.

Toleransi BAL yang cukup tinggi terhadap asam juga disebabkan oleh kemampuannya untuk mempertahankan pH sitoplasma lebih basa daripada pH ekstraseluler. Menurut Siegumfeldt et al. (2000), pada BAL terjadi perubahan dinamis pH intraseluler seiring dengan terjadinya penurunan pH ekstraseluler sehingga tidak terjadi gradien proton yang besar. Bagi BAL gradien proton yang besar tidak menguntungkan sebab translokasi proton menggunakan banyak energi. Selain itu gradien proton yang besar mengakibatkan akumulasi anion, asam organik dalam sitosol yang bersifat toksik bagi sel tersebut.

BAL tidak hanya tumbuh dengan lambat pada pH rendah, tapi kerusakan akibat asam dan hilangnya viabilitas juga dapat terjadi pada sel bakteri yang terpapar pa da pH rendah. Tiap galur memiliki ketahanan yang berbeda terhadap asam atau pH rendah. Contohnya Lactobacillus lebih toleran terhadap pH rendah daripada laktokoki dan streptokoki. Zavaglia et al. (1998) telah menguji ketahanan isolat klinis Bifidobacteria bila terpapar pada pH 3,0 selama 1 jam. Hasilnya menunjukkan bahwa sebanyak 11 dari 25 isolat klinis Bifidobacteria berhasil hidup dalam kondisi pH rendah, dengan ketahanan lebih besar dari 1%. Jacobsen

et a.l (1999) menguji ketahanan 47 isolat BAL dari berbagai sumber pada pH 2,5. Dari 47 isolat tersebut hanya 29 isolat yang mampu bertahan pada pH 2,5 dan tidak ada satupun yang mampu tumbuh setelah inkubasi 4 jam. Sedangkan Chou dan Weimer (1999) menyeleksi 7 isolat Lactobacillus acidophilus dan hasilnya menunjukkan bahwa semua isolat tahan terhadap pH 3,5 selama 90 menit.


(40)

Isolat BAL dari dadih yang berhasil diisolasi oleh Elida (2002) ternyata menunjukkan ketahanan yang cukup tinggi saat dipaparkan pada pH 3,5 selama 24 jam. BAL yang diisolasi dari dadih tersebut (Lactobacillus brevis ae4,

Streptococcus lactis subsp. diacetylactis abk1, Leuconostoc mesenteroides abk1 dan Leuconostoc paramesenteroides dk7) memiliki ketahanan terhadap asam berkisar antara 70-90% dengan penurunan sebesar 1 log dari jumlah awal 108 cfu/ml. Sedangkan isolat BAL dari tempoyak mempunyai ketahanan yang lebih rendah yaitu sebesar 40% pada pH 2,5 yang berarti bahwa BAL yang diisolasi dari tempoyak tersebut lebih sensitif terhadap asam (Wirawati, 2002).

Kusumawati (2002) melakukan sele ksi BAL asal makanan fermentasi Indonesia dan hasilnya menunjukkan hampir semua isolat memiliki ketahanan yang baik untuk tumbuh pada pH rendah dengan penurunan jumlah koloni pada pH rendah dibandingkan kontrol tidak sampai 1 unit log/ml, kecuali Lactobacillus Plantarum FNCC 107 mengalami penurunan 1,1 unit log/ml. Sedangkan Evanikastri (2003) menguji ketahanan 17 isolat klinis BAL yang diisolasi dari feses bayi. Dari 17 isolat ternyata terdapat 13 yang mengalami penurunan jumlah koloni kurang dari 1 unit log/ml (paling resisten), sedangkan 4 isolat lainnya mengalami penurunan jumlah koloni antara 1,5 – 3,5 unit log/ml (resisten).

Ketahanan terhadap Garam Empedu (Bile Salt)

Lactobacillus adalah mikroflora normal yang terdapat di dalam saluran pencernaan manusia dan mempunyai ketahanan yang bervariasi terhadap garam empedu. Ketahanan isolat klinis BAL terhadap garam empedu juga merupakan syarat penting untuk probiotik. Seperti halnya ketahanan terhadap asam, menurut


(41)

Zavaglia et al. (1998) dan Jacobsen et al. (1999), semua mikroba yang berhasil hidup setelah ditumbuhkan dalam MRSA yang ditambah 0,3% oxgal, dinyatakan bersifat tahan terhadap garam empedu. Konsentrasi garam empedu sebesar 0,3% merupakan konsentrasi yang kritikal, nilai yang cukup tinggi untuk menyeleksi isolat yang resisten terhadap garam empedu.

Asam empedu disintesa dalam hati dari kolesterol, menghasilkan senyawa asam empedu primer. Asam empedu ini berkonjugasi dengan glisin atau taurin dan disekresikan ke dalam kantung empedu sebagai asam empe du terkonjugasi. Asam empedu di dalam kantung empedu dilepaskan ke dalam lumen

duodenum dalam bentuk misel dengan asam lemak dan gliserol yang dihasilkan oleh pencernaan lipase pankreatik. Menurut Corzo dan Gilliland (1999), antara 5.500 sampai 35.500 mg asam empedu terkonjugasi disekresikan ke dalam usus kecil manusia setiap harinya untuk membantu absorpsi lemak makan, kolesterol, vitamin hidrofobik dan senyawa larut lemak yang lain. Asam empedu terkonjugasi diserap dari usus kecil (sekitar 97%) dan dikembalikan ke dalam hati melalui sirkulasi hepatik. Sebagian kecil dari asam empedu (250–400 mg) yang tidak terserap hilang dari tubuh manusia sebagai asam empedu bebas di feses. Mekanisme di mana asam empedu diserap dalam usus kecil dan kolon, disintesa kembali dan disekresikan lagi dikenal sebagai sirkulasi hepatik.

Laktobasili yang paling bersifat resisten terhadap garam empedu terdapat pada bagian atas usus halus (jejunum). Hal ini juga dilaporkan oleh Ray (1996) dan Drouault et al. (1999), bahwa jumlah BAL yang terdapat di jejunum lebih rendah dibanding ileum, caecum dan colon (Tabel 1). Hal ini disebabkan


(42)

konsentrasi garam empedu pada bagian jejunum paling tinggi daripada ileum, karena lokasinya paling dekat bila garam empedu masuk ke dalam saluran usus.

Tabel 1. Populasi kelompok bakteri utama pada usus manusia (Ray, 1996) Jumlah bakteri (log10 CFU/ml)

Kelompok Bakteri

Jejunum Ileum Colon Feses

Lactobacillus

Gram positif, tidak berspora, anaerob

3 2

5 2

6 5

6 6

Enterococcus 3 5 7 7

Bacteroides 3 3 7 9

Enterobacteriaceae 3 4 6 8

Menurut Smet et al. (1995) beberapa Lactobacillus mempunyai enzim dengan aktivitas untuk menghidrolisa garam empedu (bile salt hydrolase, BSH). Enzim ini mampu mengubah kemampuan fisika-kimia yang dimiliki oleh garam empe du, sehingga tidak bersifat racun bagi BAL. Semakin tinggi konsentrasi garam empedu, maka jumlah sel Lactobacillus yang mati juga akan meningkat (Ngatirah et al. 2000 ; Kusumawati, 2002). Hal ini disebabkan karena peningkatan aktivitas enzim β-galaktosidase terhadap garam empedu, sehingga meningkatkan permeabilitas membran sel. Bila permeabilitas membran sel meningkat maka banyak materi intraseluler yang keluar dari dalam sel. Bila hal ini berlangsung terus-menerus akan menyebabkan lisis sel bakteri.

Ngatirah et al. (2000) menguji ketahanan isolat BAL yang diisolasi dari makanan fermentasi dan feses bayi terhadap garam empedu. Pengujian dilakukan pada MRSB yang mengandung garam empedu 10% selama 24 jam. Ketahanan


(43)

terhadap garam empedu dihitung berdasarkan se lisih unit OD (Optical Density) pada panjang gelombang 660 nm yang dicapai setelah inkubasi 24 jam dengan OD pada awal inkubasi yang hasilnya berkisar antara 1,16-2,34. Dari penelitian tersebut terungkap bahwa isolat yang diisolasi dari sumber yang sama me miliki ketahanan terhadap garam empedu yang beragam atau ketahanan terhadap garam empedu bersifat strain dependent.

Kusumawati (2002) melaporkan bahwa isolat BAL yang diisolasi dari makanan fermentasi asal Indonesia menunjukkan perbedaan ketahanan untuk tumbuh pada lingkungan yang mengandung garam empedu 1% dan 5%, dimana perbedaan tersebut bersifat beragam untuk masing-masing galur. Pada konsentrasi 1%, Lactobacillus acidophilus FNCC 116 memiliki selisih log yang terkecil yaitu 0,73 unit log/ml dan pada konsentrasi 5% Lactobacillus plantarum To22 memiliki selisih log yang terkecil yaitu 0,68 unit log/ml, dimana hasil tersebut tidak berbeda nyata dengan beberapa galur yang lain.

Menurut Wirawati (2002), ketahanan isolat BAL asal tempoyak terhadap garam empedu 0,3% berkisar antara 34,8% - 100%. Berdasarkan kisaran tersebut terlihat bahwa isolat BAL asal tempoyak relatif tahan terhadap garam empedu. Bahkan isolat To 8 tidak menunjukkan penurunan selama inkubasi 24 jam. Evanikastri (2003) menguji ketahanan 17 isolat klinis bakteri asam laktat terhadap garam empedu 0,5%. Hasilnya menunjukkan bahwa Lactobacillus G1 mempunyai ketahanan yang baik terhadap garam empedu kemudian disusul berturut -turut oleh F1, G2, M, Kk, Nkp, En6, K, F2 dan Ae1 (penurunan log < 1,0 cfu/ml).

Lactobacillus N merupakan isolat yang paling sensitif terhadap 0,5% garam empedu.


(44)

Penempelan Bakteri pada Permukaan Padat

Kemampuan menempel suatu isolat BAL untuk dapat dijadikan sebagai probiotik merupakan syarat penting bagi bakteri untuk dapat mendatangkan manfaat bagi manusia yang mengkonsumsinya. Bakteri akan mengkolonisasi dan membentuk biofilm pada permukaan padat bila telah dapat menempel secara tetap (reversibel). Pada BAL yang akan digunakan sebagai probiotik, biofilm pada permukaan padat diharapkan dapat menjadi indikasi kemampuan membentuk biofilm yang stabil di permukaan usus manusia sehingga mampu mendominasi dan mencegah bakteri lain untuk tumbuh. Biofilm pada permukaan ini harus stabil terhadap gerakan peristaltik usus, sehingga bakteri yang sudah menempel tidak mudah lepas.

Salah satu sifat yang mempengaruhi sifat penempelan bakteri pada permukaan padat adalah sifat hidrofobisitas sel bakteri. Sifat hidrofobisitas menunjukkan kecenderungan bakteri untuk saling menempel, semakin tinggi sifat hidrofobisitasnya maka semakin besar kecenderungan mikroba tersebut untuk mengkolonisasi, membentuk agregasi atau menempel (Zavaglia et al. 1998). Namun penelitian yang dilakukan Elida (2002), Wirawati (2002) dan Syafia (2002) menunjukkan bahwa sifat hidrofobik tidak mempengaruhi sel BAL untuk dapat membentuk agregat atau menempel pada permukaan padat. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa BAL yang bersifat hidrofilik baik dari isolat makanan (Elida, 2002; Wirawati, 2002 dan Syafia, 2002) maupun isolat klinis (Syafia, 2002) ternyata mampu membentuk agregat dan menempel dengan baik pada stainless steel. Penempelan bakteri dapat dilihat dengan menggunakan


(45)

mikroskop epifluoresens, mikroskop elektron dan mikroskop SEM (Scanning Electron Microscope).

Pengujian penempelan bakteri terhadap sel inangnya dapat dilakukan secara in vitro maupun in vivo. Pengujian secara in vitro dapat dilakukan dengan cara menggunakan permukaan padat seperti lempeng baja (stainless steel), karet atau kultur sel seperti sel Caco-2. Pengujian dengan stainless steel diharapkan dapat memberikan indikasi sifat penempelan bakteri tersebut pada usus manusia yang mengindikasikan pula bahwa bakteri dapat melakukan kolonisasi di dalam usus. Morita et al. (2002) melakukan penelitian penempelan 11 isolat Lactobacilli

dan 19 isolat Bifidobacterium pada sel Caco-2 dan melihat efeknya terhadap sekresi cytokine. Hasilnya tidak ada korelasi antara sifat penempelan BAL dengan produksi cytokine oleh sel epitel usus. Hal ini berarti, BAL dengan sifat penempelan yang kuat belum tentu dapat merespon proses inflamasi dengan maksimal.

Menurut Ouwehand et al. (1999), sifat penempelan BAL merupakan suatu prasyarat utama dan sering diklaim sebagai kelebihan bakteri ini dibanding bakteri lainnya, tetapi sebenarnya penelitian tentang mekanisme penempelan BAL pada saluran usus belum banyak dilaporkan. Tannock (1990) menyimpulkan bahwa Lactobacillus menempel pada dinding usus melalui zat ekstraseluler yang mengandung polisakarida, protein, lipid dan asam lipoteikoat. Asam teikoat juga berpartisipasi dalam penempelan Streptococci pada sel mamalia.

Menurut Jay (1996), flora normal yang berada pada permukaan sel mukosa mempunyai sifat penempelan yang lebih tinggi dibanding bakteri pembusuk dan bakteri patogen. Hal ini penting untuk mencegah bakteri pembusuk


(46)

dan bakteri patogen menempel dan merusak usus. Bila flora normal berhasil menempel pada permukaan sel mukosa, maka bakteri ini akan mengkolonisasi seluruh permukaan usus sehingga bakteri lain tidak dapat hidup. Bakteri yang tidak dapat mengkolonisasi sel mukosa tidak bertahan lama karena tidak mampu bersaing dalam memperoleh makanan.

Beberapa penelitian melaporkan bahwa penempelan bakteri pada permukaan padat berhubungan dengan asal isolat. Kusumawardhani (2002) mela porkan bahwa isolat klinis BAL yang terdiri dari Lactobacillus brevis, lactobacillus casei subsp. rhamnosus dan Lactobacillus acidophilus mempunyai kemampuan menempel pada stainless steel yang lebih rendah (3,85 - 4,05 log sel/cm2) dibanding isolat makanan yaitu Lactobacillus brevis (4,4 log sel/cm2). Hal yang sama juga ditemukan oleh Triputro (2002), Senjani (2002) dan Syafia (2002) walaupun perbedaan yang terjadi tidak begitu besar. Todoriki et al. (2001) melaporkan bahwa Lactobacillus yang diisolasi dari saluran pencernaan mempunyai kemampuan menempel yang lebih baik dibandingkan Lactobacillus

yang diisolasi dari makanan hasil fermentasi.

Morata et al. (1999) melakukan penelitian mengenai penempelan

Lactobacillus casei CRL 431 pada sel usus tikus. Hasilnya menunjukkan bahwa

Lactobacillus casei yang diisolasi dari usus manusia mempunyai kemampuan menempel yang lebih baik dibanding Lactobacillus casei yang diisolasi dari produk susu. Penempelan tersebut terjadi pada suhu 37 0C dengan pH 6-7,5. Kimoto et al. (1999), melaporkan bahwa Lactococcus johnsonii La1 dan

Lactococcus lactis ssp. lactis NIAI 527 memiliki kemampuan menempel dengan kuat pada sel Caco-2. Sedangkan 5 isolat lainnya yaitu menempel dengan


(47)

intensitas yang bervariasi. Penempelan diamati dengan Scanning Electron Microscope.

Greene dan Klaenhammer (1994) melaporkan bahwa Lactobacillus yang berasal dari isolat klinis memiliki kemampuan menempel pada sel Caco-2 manusia lebih tinggi jika dibandingkan dengan kultur yang berasal dari produk susu. Salminen (1992) melaporkan bahwa Lactobacillus GG yang merupakan isolat klinis dapat mengkolonisasi saluran usus manusia dan menempel lebih kuat jika dibandingkan dengan Lactobacillus dan Streptococcus yang digunakan sebagai kultur starter dalam industri susu.

Respon Imun

Respon imun merupakan sistem interaktif komplek dari beragam jenis sel imunokompeten yang bekerjasama dalam proses identifikasi dan eliminasi mikroorganisme patogen dan zat– zat berbahaya lainnya yang masuk ke dalam tubuh. Semakin baik respon imun tubuh, semakin baik status kesehatan seseorang. Gangguan respon imun berakibat pada penurunan daya tahan tubuh sehingga meningkatkan angka kesakitan, menurunkan stamina, kemampuan belajar dan produktivitas kerja.

Respon imun dibedakan dalam respon imun non spesifik dan spesifik. Respon imun non spesifik timbul sebagai reaksi terhadap serangan mikroorganisme patogen dan zat asing lainnya melalui fagositosis oleh netrofil dan monosit (makrofag). Respon imun spesifik meliputi respon imun seluler dan humora l. Leukosit khususnya limfosit berperan penting dalam respon imun spesifik. Respon imun seluler memberikan pertahanan terhadap mikroorganisme intra dan ekstraseluler melalui sekresi limfokin seperti interferon dan interleukin.


(48)

Sedangkan respon imun humoral memberi pertahanan melalui produksi antibodi terhadap antigen spesifik (Roitt, 1991 ; Kuby, 1992 ; Kresno, 1996).

Respon Imun Non Spesifik

Proses pertahanan tubuh melawan serangan mikroorganisme patogen dan zat asing berbahaya lainnya pada respon imun non spesifik melibatkan fagositosis oleh netrofil dan monosit (makrofag). Makrofag berperan penting dalam pertahanan badan melawan infeksi dan penting dalam pengaturan kondisi fisiologi. Makrofag berperan dalam proses fagositosis, pengaturan respon imun, sekresi dan sebagai scavenger. Karena merupakan fagosit profesional, makrofag mampu menelan dan menghancurkan patogen yang tidak dapat secara efektif dikontrol netrofil, terutama organisme intraseluler dan yang menyebabkan respon inflamasi.

Selama fagositosis dan aktivasi, makrofag melepaskan produk toksik seperti radikal oksigen dan enzim proteolitik ke lingkungan. Penambahan produk toksik yang terlalu besar mungkin berperan pada timbulnya berbagai penyakit karena mengakibatkan kerusakan jaringan lokal oleh reaksi inflamasi. Pada pengaturan respon imun, makrofag dapat bertindak sebagai fagosit profesional dan antigen presenting cell (APC). Sebagai fagosit profesional, makrofag dan monosit menelan dan menghancurkan patogen yang dijumpai karena mengandung hidrolase asam dan peroksidase (Roitt, 1991). Sebagai APC, makrofag membantu aktivasi set T dengan cara mengikat antigen yang masuk ke badan sebelum dikenal sel limfosit T. APC memproduksi dan melepaskan sitokin seperti interleukin.


(49)

Respon Imun Spesifik

Limfosit merupakan sel imunokompeten non fagositik yang berfungsi dalam respon imun spesifik yaitu respon imun seluler dan humoral. Pada manusia normal, limfosit B (sel B) berjumlah 5-15% dan limfosit T (sel T) berjumlah 65-80% dari total limfosit (Kresno, 1996). Sel B berperan dalam respon imun humoral yaitu produksi antibodi terhadap antigen spesifik yang masuk ke dalam tubuh, sedangkan sel T berfungsi dalam respon imun seluler.

Proses produksi antibodi oleh sel B dibantu oleh subset sel T yaitu sel Th (Thelper). Ketika terekspos pada antigen eksogenous, sel B mengenali epitop pada antigen dan menangkapnya secara spesifik melalui reseptor sIg membran dan diproses melalui jalur endosomal. Fragmen antigen dipresentasikan pada permukaan membran bersama dengan molekul Major Histocompatibility Complex

kelas II (MHC II) membentuk komplek antigen-MHC II. Molekul CD4 pada sel Th mengenali antigen pada komplek tersebut, sehingga sel Th teraktivasi dan terstimulasi untuk mensekresi sejumlah sitokin seperti interleukin dan interferon yang dapat menstimulasi berbagai tahap pembelahan dan diferensiasi sel B menjadi sel-sel plasma yang dapat mensekresi antibodi dan sel memori (Roitt, 1991). Satu sel plasma dapat mensekresi beribu-ribu molekul antibodi setiap detik. Sel B yang teraktivasi mengalami serangkaian proses pembelahan dan diferensiasi sel setiap 24 jam selama periode 5 hari.

Sel T memiliki molekul T Cell Antigen Reseptor (TCR) yang dapat mengenali epitop suatu antigen melalui kerjasama dengan molekul protein permukaan pada APC yaitu MHC. Sel T teraktivasi oleh antigen spesifik sehingga terstimulasi untuk berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi sel T memori dan berbagai sel T efektor yang mensekresi berbagai limfokin. Limfokin tersebut


(50)

berpengaruh pada aktivasi sel B, sel Tc, sel-sel fagositik, sel NK dan sel lain yang terlibat dalam respon imun.

Reaksi Inflamasi

Bila sel-sel atau jaringan tubuh mengalami cidera maka akan timbul respon pada sistem pertahanan tubuh yang dinamakan inflamasi. Inflamasi adalah pengiriman cairan, zat-zat terlarut dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan interstitial pada daerah cidera yang diikuti dengan pengeluaran zat-zat penyebab luka. Proses terjadinya inflamasi dan beberapa faktor yang terlibat didalamnya dapat dilihat pada Gambar 2.

Pada Gambar 2 terlihat adanya dua jalur utama pada proses inflamasi. Jalur pertama merupakan proses pelepasan beberapa meditor yang berbeda jenisnya. Mediator yang terpenting adalah prostaglandin dan mediator lainnya adalah histamin dan serotonin. Jalur kedua merupakan jalur aktivasi sistem imun yang melibatkan sistem imun seluler dan sistem imun humoral. Pada jalur sistem imun seluler, sel-sel secara aktif memproduksi bermacam-macam faktor terutama interleukin. Pada jalur sistem imun humoral melibatkan aktivasi leukosit. Sebelum aktivasi leukosit terjadi proses pembentukan antibodi dan pengaktifan sistem komplemen yang merupakan tahapan proses yang sangat penting dalam proses peradangan. Setelah terjadi infiltrasi leukosit, proses selanjutnya adalah fogositosis dan pelepasan enzim-enzim lisosomal (Timmerman, 1995).


(51)

KERUSAKAN Aktivasi sistem imun

Respon imun

Faktor-faktor Kemotaksis

Pembentukan Respon imun Pelepasan mediator

(prostaglandin,

Vasodilatasi


(52)

Gambar 2. Proses terjadinya inflamasi (Timmerman, 1995) Probiotik sebagai Imunomodulator

Imunomodulator adalah senyawa atau sekelompok senyawa yang mampu memodifikasi respon biologi sehingga mempengaruhi respon imun apakah akan distimulasi atau disupresi (Stites et al. 1997). Sedangkan Tzianabos (2000) mendefinisikan imunomodulator atau biologic respon modifier (BRM) sebagai komponen yang mampu berinteraksi dengan sistem imun serta menimbulkan efek menstimulasi atau menekan sistem imun.

Komponen bakteri adalah salah satu imunomodulator yang pertama dikenal. Lipopolisakarida (LPS) yang berasal dari membran sel bakteri dan

phytohemaglutinin (PHA) yang berasal dari tanaman adalah contoh imunomodulator yang bersifat menstimulasi proliferasi sel B dan T (Stites et al., 1997). Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi suatu komponen bersifat

Beberapa Infiltrasi

Fagositosis : Enzim-enzim lisosomal

Kerusakan jaringan

Reaksi-reaksi

Peningkatan

permeabilitas

edema

Sakit demam


(53)

imunomodulator seperti dosis, cara dan waktu pemberian. Faktor lain yang juga berperan adalah bentuk dan lokasi terjadinya mekanisme imunomodulasi oleh komponen tersebut (Tzianabos, 2000).

Mekanisme imunomodulasi bakteri probiotik adalah melalui sel epitel usus yang diinduksinya. Sel epitel usus merupakan membran pertahanan dan berperan dalam proses inflamasi atau respon imun di usus. Pada kasus infeksi saluran pencernaan atau kondisi peradangan di usus seperti Inflamatory Bowel Disease (IBD), sel-sel yang berperan dalam proses inflamasi seperti monosit dan limfosit akan teraktivasi. Sel tersebut mengeluarkan berbagai macam produk inflamasi seperti sitokin dan kemokin. Sekresi sitokin yang berlebihan menyebabkan tindakan biologis dari sel epitel usus. Sebagai contoh, TNF-á akan menginduksi sel epitel usus untuk mensekresikan interleukin-8.

Sitokin adalah protein yang diproduksi oleh banyak jenis sel yang berperan dalam inflamasi dan respon imun (merupakan mediator utama dalam komunikasi antar sel sistem imun). Sedangkan kemokin adalah sitokin yang berperan dalam pergerakan (kemotaksis) sel-sel leukosit (limfosit, monosit dan neutrofil) ke tempat infeksi atau kerusakan jaringan sehingga mempermudah interaksi antar sel. Mikroflora normal pada saluran pencernaan manusia terdiri dari bermacam-macam populasi bakteri yang berperan penting dalam pertahanan mukosa usus dan kekebalan non spesifik. Penelitian untuk memanipulasi flora normal usus menggunakan probiotik memiliki efek yang menguntungkan terhadap kesehatan dengan meningkatnya bakteri yang menguntungkan di usus. Penelitian untuk mempelajari mekanisme aksi probiotik di epitel usus dan sistem imun yang berperan di dalamnya sangatlah menarik.


(54)

Bai AP et al. (2004) melakukan penelitian untuk mempelajari efek probiotik terhadap sekresi interleukin-8 dari sel epitel usus ketika distimulasi oleh

proinflamatory cytokine. Untuk menggambarkan kondisi inflamasi pada usus secara in vitro, maka digunakan TNF-á untuk menstimulasi alur sel HT 29 mensekresikan interleukin-8. Kedua isolat probiotik yaitu Bifidobacterium longum

dan Lactobacillus bulgaricus mampu menurunkan sekresi interleukin-8 dari alur sel HT 29. Hal ini membuktikan bahwa kedua isolat probiotik tersebut dapat menekan proses inflamasi (anti-inflamasi) di sel epitel usus. Karena perannya sebagai anti-inflamasi, maka probiotik dapat digunakan untuk terapi penderita IBD (Inflamatory Bowel Disease).

Penelitian yang hampir sama dilakukan oleh Donglai Ma et al. (2004) yang mempelajari efek Lactobacillus reuterii terhadap produksi sitokin dan respon interleukin -8 yang diinduksi TNF-á pada sel epitel usus menggunakan alur sel T84 dan HT 29. Dosis penghambatan yang efektif terhadap sekresi interleukin-8 dari alur sel Tinterleukin-84 adalah pada konsentrasi 107 cfu/ml dan pada kedua alur sel tersebut, Lactobacillus reuterii mampu menurunkan sekresi interleukin -8. Penelitian ini sejalan dengan yang dilakukan Neish et al. (2000), dimana

Salmonella pullorum yang bersifat non patogen mampu menurunkan sekresi interleukin-8 yang diinduksi TNF-á pada alur sel T84, tetapi sebaliknya

Salmonella enterica serovar Typhimurium yang bersifat patogen dapat meningkatkan sekresi interleukin -8 dari alur sel T84.

Selain itu, mengkonsumsi BAL yang berpotensi sebagai probiotik baik melalui produk fermentasi susu atau sebagai sel hidup memberikan keuntungan terhadap kesehatan manusia, termasuk keuntungan melawan penyakit pada


(55)

saluran pencernaan misalnya diare, konstipasi, kanker usus dan lain sebagainya. Beberapa keuntungan yang diperoleh dengan mengkonsumsi BAL antara lain : 1. Melawan pertumbuhan mikroflora indigenus usus yang tidak menguntungkan

dan mengontrol infeksi usus yang disebabkan oleh patogen enterik (Klaenhammer, 2000; Rolfe, 2000).

2. Mengurangi lactose intolerance dengan jalan meningkatkan aktivitas dan produksi β-galaktosidase (Ray, 1996 ; Sanders, 2000 ; Klaenhammer, 2000). 3. Mengurangi kanker usus besar dan organ-organ pencernaan lainnya (Ray,

1996 ; Galllaher et al. 1999 ; Sanders, 2000 ; Brady et al. 2000 ; Klaenhammer, 2000).

4. Mengurangi kadar kolesterol darah dan penyakit jantung koroner (Ray, 1996 ; Sanders, 2000 ; Ngatirah dkk. 2000 ; Kusumawati, 2002).

5. Menstimulir sistem imunitas dan pergerakan usus (Ray, 1996 ; Erikcson et al. 2000 ; Klaenhammer, 2000).

6. Menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi (Sanders, 2000 ; Klaenhammer, 2000).

Vanderhoof et al. (1999) melakukan penelitian dengan memberikan terapi probiotik menggunakan Lactobacillus GG pada anak-anak penderita diare dengan hasil yang memuaskan, yaitu 85% pasien tidak lagi menderita diare setelah pemberian Lactobacillus GG selama 2 minggu. Infeksi usus yang menyebabkan diare ini disebabkan oleh bakteri patogen yang masuk melalui makanan dan minuman atau tidak terkontrolnya bakteri indigenus yang terkait dengan gejala -gejala tersebut. Diduga bakteri ini dapat dikurangi keberadaannya karena sensitivitasnya terhadap metabolit antimikroba yang diproduksi oleh BAL. Rolfe (2000) menyatakan mekanisme mikroba probiotik dalam melindungi usus dari gangguan bakteri enterik adalah : (1) produksi senyawa-senyawa penghambat seperti asam organik, hidrogen peroksida dan bakteriosin, (2) memblokade sisi


(56)

penempelan melalui kompetisi pada permukaan epitel usus, (3) kompetisi perolehan nutrisi, (4) degradasi reseptor toksin, dan (5) menstimulir sistem imunitas.

Lactose intolerance pada manusia diakibatkan ketidakmampuan tubuh manusia untuk memproduksi β-galaktosidase oleh sel-sel epitel usus karena kerusakan genetik. Mengkonsumsi makanan yang mengandung BAL terutama dari golongan Lactobacillus acidophilus dan Lactobacillus reuteri mampu meningkatkan sistem β-galaktosidase, sehingga dapat digunakan sebagai sumber

β-galaktosidase pada saat dikonsumsi. Selain itu, susu fermentasi yang mengandung Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophillus juga mampu mengurangi lactose intolerance walaupun tidak seefektif kedua mikroba sebelumnya. Hal ini telah dibuktikan melalui penelitian yang dilakukan oleh Lin

et al. (1991) dan Vesa et al. (1996) dengan hasil secara umum kultur starter yogurt (Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus delbruechii subsp. bulgaris) dalam keadaan normal dengan jumlah sel lebih besar dari 108 cfu/ml sangat efektif meningkatkan daya cerna laktosa pada penderita lactose intolerance. Pengaruh dari mengkonsumsi mikroba ini lebih ditentukan oleh jumlah sel daripada jenis galur.

Penurunan resiko kanker usus besar mungkin diperoleh melalui kontrol pertumbuhan bakteri patogen seperti E. coli, S. faecalis dan C. paraputrificum

pada usus melalui kompetisi sisi penempelan dan nutrisi. Dinding sel BAL menunjukkan kemampuannya menstimulir fagositosis dari makrofag sehingga menekan terbentuknya tumor dan kanker usus. Enzim-enzim yang berperan mengubah komponen-komponen prokarsinogen menjadi komponen karsinogen seperti β-glukosidase, β-glukoronidase, nitroreduktase dan azoreduktase terbukti


(1)

Drouault S, G Corthier, SD Erlich dan P Renault. 1999. Survival physiology and lysis of Lactococcus lactis in the digestive tract. Applied And Environmental Microbiology. 65 : 4881-4886

Elida M. 2002. Profil bakteri asam laktat dari dadih yang difermentasi dalam berbagai jenis bambu dan potensinya sebagai probiotik. Tesis. Institut Pertanian Bogor : Program Studi Ilmu Pangan

Erickson KL dan Hubbard NE. 2000. Probiotic imunomodulation in health and disease. Journal Nutrition. 130 : 403S-409S

Evanikastri. 2003. Isolasi dan karakterisasi bakteri asam laktat dari sampel klinis yang berpotensi sebagai probiotik. Tesis. Institut Pertanian Bogor : Program Studi Ilmu Pangan

Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi pangan I. PT Gramedia, Jakarta

Fuller R. 1989. Probiotic in man and animals. Journal Applied Bacteriology. 66 : 365-378

Furushiro M, Hashimoto S, Hamura M dan Yokokura T. 1993. Mechanism of the antihypertensive effect of a polysaccharide-glycopeptide complek from Lactobacillus casei in spontaneously hypertensive rats (SHR). Bioscience Biotechnology Biochemistry. 57 : 978-981

Frazier WC dan DC Westhoff. 1988. Food Microbiology. 4th ed. Mc Graw-Hill Book Co., New York

Gallaher DD, Khil J. 1999. The effect of synbiotics on colon carcinogenesis in rats. American Society for Nutritional Sciences

Greene JD dan TR Klaenhammer. 1994. Factors involved in adherence of Lactobacilli to human Caco-2 cells. Journal Applied and Environmental Microbiology. 60(12) : 4487-4494

Harrigan WF dan ME Mc Cance. 1976. Laboratory Methods in Food and Dairy Microbiology. Academic Press. New York

Havenar R, BT Brink dan JHJ Huis in’t Veld. 1992. Selection of strains for probiotic use. Di Dalam : Fuller R, editor. Probiotics : The Scientific Basic. Chapman & Hall. London

Hutkins RW, Nannen NL. 1993. pH homeostatis in lactic acid bacteria. Journal Dairy Science. 76 : 2354-2365

Jacobsen CN, VR Nielsen, AE Hayford, PL Moller, KF Michaelsen, AP Erregaard, B Sandstrom, M Tvede dan M Jakobsen. 1999. Screening of


(2)

probiotic activities of forty seven strains of Lactobacillus spp. by in vitro techniques and evaluation of the colonization ability of five selected strains in human. Applied And Environmental Microbiology. 65 : 4949-4956

Jay JM. 1996. Modern Food Microbiology. Cha pman and Hall. New York, USA

Jin LZ, YW Ho, N Abdullah, MA Ali dan S Jalaludin. 1996. Antagonistic effect of intestinal Lactobacillus isolates on pathogens of chicken. Letters in Applied Microbiology. 23 : 67-71

Kimoto H, J Kurisaki, NM Tsuji, S Ohmomo dan T Okamoto. 1999. Lactococci as probiotic strains : adhesion to human enterocyte-like Caco-2 cells and tolerance to low pH and bile. Letters in Aplied Microbiology. 29 : 313-316

Klaenhammer TR. 2000. Probiotic bacteria : Today and Tomorrow. Journal Nutrition. 130 : 415S-416S

Kozaki M. 1998. Microorganism and their function in “Tradisional Fermented Food” in Southeast Asia. Proceeding of International Conference on Asia Network on Microbial Researches. Yogyakarta, 23th-25t hFebruary

Kresno KB. 1996. Imunologi : diagnosis dan prosedur laboratorium. Edisi ketiga. Balai Penerbit FK-UI. Jakarta

Kuby J. 1992. Immunology. WH Freeman and Company. New York

Kusumawati N. 2002. Seleksi bakteri asam laktat indigenus sebagai galur probiotik dengan kemampuan mempertahankan keseimbangan mikroflora usus feses dan mereduksi kolesterol serum darah tikus. Tesis. Institut Pertanian Bogor : Program Studi Ilmu Pangan

Liao CC, AE Yousef, GW Chism dan ER Richter. 1994. Inhibition of S. aureus in buffer, culture media in food by lacidin A, a bacteriocin produced by Lactobacillus acidophilus OSV 133. Journal Food Safety. 4(2)

Lin M, Savaiano Y dan Harlander S. 1991. Influence of nonfermented dairy product containing bacterial starter cultures on lactose maldigestion in huma ns. Journal Dairy Science. 74 : 87-95

Lohner K. 2001. Development of novel antimicrobial agents : emerging strategies. Horizon Scientific Press, Wymondham, UK

Mitsuoka T. 1990. Profile of intestinal bacteria : our lifelong partners. Yakult Honsa co. Ltd


(3)

Morata VI, Silvia N Gonzalez dan G Oliver. 1999. Study of adhesion of Lactobacillus casei CRL 431 to ileal intestinal cells of mice. Journal Food Protection. 62 : 1430-1434

Morita H, Fang He, T Fuse, AC Ouwehand, H Hashimoto, M Hosoda, K Mizumachi dan J Kurisaki. 2002. Adhesion of lactic acid bacteria to Caco-2 cells and their effect on cytokine secretion. Microbiol Immunol. 46(4) : 293-297

Naidu AS dan RA Clemens. 2000. Probiotics. Di Dalam Natural Food Antimicrobial Systems. Naidu AS (Ed). CRC Press, LLC

Neish AS, AT Gewirtz, H Zeng, AN Young, ME Hobert, V Karmali, AS Rao dan JL Madara. 2000. Prokaryotic regulation of epithelial responses by inhibition of ikappa B-alpha ubiquitination. Science. 289 : 1560-1563

Ngatirah A, Harmayanti ES dan T Utami. 2000. Seleksi bakteri asam laktat sebagai agensia probiotik yang berpotensi menurunkan kolesterol. Di Dalam : Prosiding Seminar Nasional Industri Pangan. PATPI (II) : 63-70

Nissen-Meyer J, Holo H, Havastein S, Sketten K, Nes IF. 1992. A novel lactococcal bacteriocin whose activity depend on the complementary action of two peptides. Journal Bacteriology. 174 : 5686-5692

Ouwehand AC, PV Kirjavainen, C Shortt dan S Salminen. 1999. Probiotic : Mechanism and established effect. International Dairy Journal. 9 : 43-52

Ouwehand AC. 1998. Antimicrobial components from lactic acid bacteria. Di Dalam : Salminen S dan AV Wright. Lactic Acid Bacteria. Marcell Dekker Inc. New York

Pelczar MC, ECS Chan dan Krieg NR. 1993. Microbiology Concept and Application. Mc Graw-Hill, Inc., New York

Purwandhani SN, ES Rahayu dan E Harmayani. 2000. Isolasi Lactobacillus yang berpotensi sebagai probiotik. Di Dalam : Prosiding Seminar Nasional Industri Pangan. PATPI (II) : 125-133

Rahayu ES. 2004. Makanan fermentasi dan probiotik. Pusat Studi Pangan dan Gizi, Universitas Gajah Mada

Rahayu ES, Djafar TF, Wibowo D dan Sudarmadji S. 1996. Lactic acid bacteria from indigenus fermented foods and their antimicrobial activity. Journal Indonesian Food & Nutrition Progress. 3 : 21-27

Ray B. 1996. Probiotic of lactic acid bacteria. Science or Myth. Di Dalam: NATO ASI Series, editor. Lactic acid bacteria. Current advances in metabolism, genetic and application. Volume V(98). Springer-Verlag. Germany


(4)

Reid G. 1999. The Scientific basic for probiotic strains of Lactobacillus. Minireview. Applied And Environmental Microbiology. 65 : 3763-3766 Reiter B, G Harnulv. 1984. Lactoperoxidase antibacterial system : natural

occurrence, biological function and practical applications. Journal Food Protect. 47 : 724-732

Roitt IM. 1991. Essential Immunology. Blackwell Scientific Publication. London

Rolfe RD. 2000. The role of probiotic culture in the control of gastrointestinal health. Journal Nutrition. 130 : 396S-402S

Salminen S dan Deighton M. 1992. Lactic acid bacteria in the gut in normal and disordered states. Digestive disease. 10 : 227-238

Salminen S, M Deighton, dan S Gorbach. 1993. Lactic Acid Bacteria in Health and Disease. Di Dalam : Salminen, S. dan AV Wright, editor. Lactic Acid Bacteria

Salminen S, A Ouwehand, Y Beno dan YK Lee. 1999. Probiotic : how should they be defined?. Trends in Food Science and Technology

Salminen S dan AV Wright. 1998. Lactic Acid Bacteria. Marcell Dekker Inc. New York

Sanders ME. 2000. Consideration for use of probiotic bacteria to modulate human health. Journal Nutrition. 130 : 384S-390S

Senjani D. 2002. Pembentukan biofilm oleh isolat lokal bakteri asam laktat pada permukaan stainless steel [Skripsi]. Bogor : Institut Pertanian Bogor, Fakultas Teknologi Pertanian

Siegumfeldt H, Rechninger BK, Jacobsen M. 2000. Dynamic changes of intracellular pH in individual lactic acid bacterium cells in response to a rapid drop in extracellular pH. Applied and Environmental Microbio logy. 66 : 2330-2335

Smet ID, L van Hoorde, MV Woestyne, H Christiaens dan W Verstraete. 1995. Significance of bile salt hydrolytic activities of lactobacilli. Journal Applied Bacteriology. 79 : 292-301

Syafia R. 2002. Penempelan dan pembentukan biofilm bakteri asam laktat pada permukaan stainless steel dan pengujian sifat hidrofobisitasnya [skripsi]. Bogor : Institut Pertanian Bogor, Fakultas Teknologi Pertanian


(5)

Stites DP, Terr AL and Parslow TG. 1997. Medical Immunology. 9 th ed.

Singapore. Simon & Schuster Co

Talarico TL, Dobrogosz WJ. 1989. Chemical caracterization of an antimicrobial substances produced by L. reuteri. Antimicrobial Agents Chemother. 33 : 674-679

Tannock GW. 1990. The microecology of Lactobacilli inhibiting the gastrointestinal tract. Advance Microbiology Ecology. 11 : 147

Timmerman H. 1995. Relationship between structure and inhibition of lipoxygenase activity of curcumin derivatives. Di dalam : Recent development in curcumin phamacochemistry. Proceeding of the International Symposium on Curcumin Pharmacochemistry (ISCP). Fakultas Farmasi UGM Yogyakarta

Triputro A. 2002. Penempelan dan pembentukan biofilm bakteri asam laktat pada permukaan stainless steel dan pengujian kandungan polisakarida ekstraselulernya [skripsi]. Bogor : Institut Pertanian Bogor, Fakultas Teknologi Pertanian

Todoriki M, T Mukai, S Sato dan T Toba. 2001. Inhibition of adhesion of foodborne pathogen to caco-2 cells by Lactobacillus strains. Journal Applied Microbiology. 91 : 154-159

Tzianabos AO. 2000. Polysaccharides immunomodulatory as therapeutic agents : structural aspect and biological function. Clin Microbiol Review. 523-533 Vanderhoof JA, Whitney DB dan Antonson DL. 1999. Lactobacillus GG in

prevention of antibiotic associated diarrhea in children. Journal Pediatric. 135-143

Vesa T, Marteau H, Briet F, Pochart F and Rambaud JC. 1996. Digestion and tolerance of lactose from yogurt and different semisolid fermented dairy product containing Lactobacillus acidophilus and Bifidobacteria. Europe Journal Clinical Nutrition. 50 : 730-733

Vuys L de, Vandamme EJ. 1994. Antimicrobial potential of lactic acid bacteria. Di dalam : De Vuys L, EJ Vandamme. Bacteriocins of lactic acid bacteria : microbiology, genetic and application. London : Blackie Academic & Profesional

Wirawati CU. 2002. Potensi bakteri asam laktat yang diisolasi dari tempoyak sebagai probiotik. Tesis. Institut Pertanian Bogor : Program Studi Ilmu Pangan

Yu B dan HY Tsen. 1993. Lactobacillus cells in the rabbit digestive tract and the factors affecting their distribution. Journal Applied Bacteriology. 75 : 269-275


(6)

Zavaglia AG, G Kociubinski, P Perez dan G De Antoni. 1998. Isolation and characterization of Bifidobacterium strains for probiotic formulation. Journal Food Protect. 61(7) : 865-873