Seleksi Bakteri Asam Laktat Sebagai Kandidat Probiotik Ayam

SELEKSI BAKTERI ASAM LAKTAT
SEBAGAI KANDIDAT PROBIOTIK AYAM

FATHIN HAMIDA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Seleksi Bakteri Asam
Laktat sebagai Kandidat Probiotik Ayam adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015

Fathin Hamida
G351120061

RINGKASAN
FATHIN HAMIDA. Seleksi Bakteri Asam Laktat sebagai Kandidat Probiotik
Ayam. Dibimbing oleh ANJA MERYANDINI dan KOMANG G. WIRYAWAN.
Bakteri asam laktat (BAL) merupakan kelompok dari bakteri Gram-positif,
tidak berspora, tidak memiliki katalase, berbentuk kokus atau batang, tumbuh
secara anaerob hingga aerofilik, dan menghasilkan asam laktat sebagai produk
akhir utamanya pada fermentasi karbohidrat. Probiotik adalah mikroorganisme
hidup yang jika dikonsumsi dalam jumlah sesuai mampu memberi manfaat
kesehatan pada inang. BAL sebagai kandidat probiotik harus memiliki kriteria
minimum untuk mampu memberikan efek manfaatnya bagi inang, oleh karena itu
perlu dilakukan seleksi terhadap BAL sebagai kandidat probiotik. Penelitian ini
bertujuan menyeleksi enam isolat BAL (berasal dari fermentasi spontan jagung)
secara in vitro untuk mendapatkan isolat BAL yang berpotensi sebagai kandidat
probiotik ayam.
Seleksi BAL sebagai kandidat probiotik diawali dengan uji kepekaan BAL
terhadap empat antibiotik uji (20 ppm bambermisin, 15 µg eritromisin, 30 µg
tetrasiklin, dan 30 µg kloramfenikol), parameter yang diamati adalah zona

penghambatan yang terbentuk disekitar sumur berisi antibiotik. Diameter zona
diinterpretasikan sebagai sensitif, intermediat, dan resisten. Isolat BAL yang
bersifat sensitif atau tidak resisten terhadap antibiotik dipilih sebagai isolat yang
akan diuji pada uji in vitro selanjutnya meliputi 1). Uji ketahanan BAL pada
kondisi pH saluran pencernaan (pH 2, 3, 4, dan 7.2) dan ketahanan pada kondisi
0.5% garam empedu. Parameter yang diamati adalah penurunan jumlah sel hidup
(Log CFU mL-1) dan tingkat ketahanan sel (%); 2). Uji aktivitas antimikrob BAL
terhadap bakteri patogen Salmonella enteritidis dan Enterococcus casseliflavus,
parameter yang diamati adalah zona penghambatan yang terbentuk di sekitar
sumur berisi supernatan bebas sel isolat BAL. Supernatan BAL yang diuji terdiri
dari supernatan tanpa perlakuan (kontrol positif), supernatan yang dinetralkan pH
6.5, dan supernatan netral yang ditambahkan 1 mg mL-1 K-Proteinase; 3). Uji
kemampuan BAL menempel pada ileum ayam. Parameter yang diamati adalah
jumlah sel BAL yang menempel pada ileum (Log CFU cm-2) tumbuh pada media
agar-agar GYP+CaCO3 0.5% dan persentase sel BAL yang menempel pada ileum
(%). Isolat terpilih selanjutnya diidentifikasi secara molekuler gen 16S rRNA.
Tahapan identifikasi diawali dengan isolasi DNA genom, amplifikasi gen 16S
rRNA menggunakan PCR, sekuensing, dan penjajaran sekuen BAL menggunakan
program BLAST-N pada NCBI serta kontruksi pohon filogenetik menggunakan
program MEGA 5.05.

Berdasarkan uji kepekaan enam isolat BAL terhadap antibiotik didapatkan
bahwa seluruh isolat BAL bersifat resisten terhadap bambermisin, tiga isolat
(E1223, E3, dan E4) bersifat resisten terhadap eritromisin dan tetrasiklin,
sedangkan tiga isolat lainnya (E5, E7, dan E8) bersifat intermediat terhadap
eritromisin dan bersifat sensitif terhadap tetrasiklin. Uji kepekaan terhadap
kloramfenikol menunjukkan hasil yang bervariasi, isolat E3 bersifat resisten,
E1223 dan E4 bersifat intermediat, dan tiga isolat lainnya (E5, E7, dan E8)
bersifat sensitif. Uji ketahanan BAL terhadap kondisi saluran pencernaan
menunjukkan bahwa seluruh isolat BAL mengalami penurunan jumlah sel pada

seluruh kondisi pH saluran pencernaan (pH 2, 3, 4, dan 7.2). Isolat E5 dan E7
memiliki ketahanan hidup lebih baik dibandingkan dengan isolat E8 pada kondisi
pH 3 sebesar 86.91±0.76% dan 86.11±1.12%. Isolat E8 mampu bertahan hidup
lebih baik dibandingkan dengan isolat E5 dan E7 pada kondisi pH 2 dan pH 4
sebesar 41.15±0.19% dan 96.67±2.72%. Isolat E5 dan E7 memiliki tingkat
ketahanan hidup lebih baik dibandingkan dengan isolat E8 pada kondisi 0.5%
garam empedu yaitu sebesar 94.60±0.95% dan 95.20±0.88 %.
Seluruh supernatan BAL tanpa perlakuan (kontrol positif) memperlihatkan
aktivitas penghambatan terhadap pertumbuhan S. enteritidis dan E. casseliflavus.
Supernatan yang dinetralkan memperlihatkan aktivitas penghambatan terhadap E.

casseliflavus namun tidak pada S. entertidis. Aktivitas penghambatan tertinggi
ditunjukkan oleh supernatan berasal dari isolat E8 terhadap E. casseliflavus.
Supernatan yang dinetralkan dan ditambahkan dengan K-Proteinase tidak
memperlihatkan aktivitas penghambatan terhadap pertumbuhan S. enteritidis dan
E. casseliflavus. Uji penempelan BAL pada ileum ayam menunjukkan isolat E8
memiliki kemampuan menempel lebih baik dibandingkan dengan isolat E5 dan E7.
Hasil ini ditunjukkan dengan jumlah sel yang menempel sebesar 9.40±0.00 dan
persentase penempelan sebesar 94.77±0.09%. Berdasarkan analisis identifikasi
molekuler gen 16S rRNA, isolat E5, E7, dan E8 memiliki hubungan kekerabatan
yang dekat dengan Pediococcus pentosaceus ATCC 25745. Berdasarkan seluruh
hasil uji disimpulkan bahwa isolat E8 memiliki potensi lebih baik dibandingkan
E5 dan E7 pada sebagian besar uji in vitro sebagai kandidat probiotik ayam.

Kata kunci: BAL, probiotik, seleksi, in vitro, ayam

SUMMARY
FATHIN HAMIDA. Selection of Lactic Acid Bacteria as Probiotic Candidate for
Chicken. Supervised by ANJA MERYANDINI and KOMANG G. WIRYAWAN.
Lactic acid bacteria (LAB) as a group of Gram-positive bacteria, nonsporeforming, have not catalase, rod or coccus-shaped, anaerobic to aerofilic,
produce lactic acid as the major metabolic end product of carbohydrate

fermentation. Probiotics are live microorganisms which when administered in
adequate amounts confer a health benefit on the host, therefore it needs to be
selection of LAB isolates as a candidate probiotic. This study aimed to select six
isolates of LAB (derived from spontaneous fermented corn) by in vitro assays to
obtain thee isolate potentially as probiotic candidate for chicken.
The selection of LAB as a probiotic candidate for chicken was initiated by
susceptibility assay to four antibiotics test (25 ppm of bambermycin, 15 µg of
erythromicyn, 30 µg of chloramphenicol, and 30 µg of tetracycline), the
parameter observed are inhibition zone formed around the wells containing
antibiotic test. The diameter zone was interpreted as sensitive, intermediate, and
resistant. The LAB isolate sensitive were chosen as candidate to be next tested in
in vitro assays as 1). Tolerance assay to gastrointestinal pH 2, 3, 4, and 7.2 also
tolerance to 0.5% bile salt condition, the parameters observed are the decrease of
viable cell (Log CFU mL-1) and survival rate (%); 2). Antimicrobial activity
produced by LAB to inhibit pathogen bacteria (Salmonella enteritidis and
Enterococcus casseliflavus), the parameters observed are inhibition zone formed
around the wells containing cell free supernatant of LAB. Supernatants test
consist of untreatment supernatant (positive control), neutralized supernatant (pH
6.5), and neutralized supernatant (pH 6.5) added by 1 mg mL-1 K-proteinase; 3).
adhesion ability of LAB to chicken ileal cell assay, the parameters observed are

number of viable cell (Log CFU cm-2) adhere to ileal cell which were grown on
agar media of GYP+CaCO3 0.5% and persentage of adhesion (%). Subsequently,
the selected isolates were identified molecular of 16S rRNA gene. The
identification was initiated by genomic DNA isolation, then amplification of 16S
rRNA gene using PCR, sequencing, and alignment of DNA sequences using
BLAST-N program at NCBI also phylogenetic tree construction using MEGA
5.05 program.
Based on the result susceptibility of six LAB isolates to antibiotics test was
found that all isolates were resistant to bambermycin, three isolates (E3, E4, and
E1223) were resistant to erythtromycin and tetracycline, while three isolates
others (E5, E7, and E8) were intermediate to erythromycin and sensitive to
tetracycline. The susceptibility to chloramphenicol showed variations in result, E3
was resistant, E4 and E1223 were intermediate, and three isolates others (E5, E7,
and E8) were sensitive to chloramphenicol. Tolerance assay to gastrointestinal
condition showed that all LAB isolates decreased in viable cell at all
gastrointestinal pH conditions (pH 2, 3, 4, and 7.2). E5 and E7 isolates had
survival ability better than E8 isolate at pH 3 condition were 86.91±0.76 % and
86.11±1.12 %. E8 isolate able to survive at pH 2 and pH 4 better than E5 and E7
isolates were 41.15±0.19 % and 96.67±2.72 %. E5 and E7 isolates had survival


rate better than E8 isolate at 0.5% bile salt condition were 94.60±0.95 % and
95.20±0.88 %.
All LAB‟s untreatment supernatants (positive control) showed inhibition
activity against S. enteritidis and E. casseliflavus growth. The neutralized
supernatants showed inhibition activity against E. casseliflavus but did not inhibit
S. entertidis. Higher inhibition activity was showed by supernatants derived from
E8 isolate against E. casseliflavus. The neutralized supernatants added by KProteinase did not showed inhibition activity against S. enteritidis dan E.
casseliflavus.The ability of adhesion to ileal cell showed that E8 isolate had an
ability adhesion better than E5 and E7 isolates. The result indicated by viable cell
adherent was 9.40±0.00 and adhesion was 94.77±0.09 %. Based on the result
molecular identification analysis of 16S rRNA genes, E5, E7, and E8 isolates
were closely related with Pediococcus pentosaceus ATCC25745. Based on all
result assays concluded that E8 isolate had better potential compared to E5 and E7
isolates in most in in vitro assays as a probiotic candidate for chicken.

Key word: LAB, probiotic, selection, in vitro, chicken

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

SELEKSI BAKTERI ASAM LAKTAT
SEBAGAI KANDIDAT PROBIOTIK AYAM

FATHIN HAMIDA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Mikrobiologi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2015

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis:

Dr. Sri Suharti, S.Pt, M.Si

PRAKATA
Alhamdulillahhirabbil‟alamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan
kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala rahmat serta karunia-Nya sehingga
karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini berjudul Seleksi Bakteri
Asam Laktat sebagai Kandidat Probiotik Ayam dilaksanakan sejak September
2013 hingga Februari 2015. Terima kasih yang tak terhingga penulis ucapkan
kepada Mamah dan Papah serta seluruh anggota keluarga tercinta atas segala doa,
dukungan, dan kasih sayangnya. Terima kasih sebesar-besarnya juga penulis
ucapkan kepada Ibu Prof. Dr. Anja Meryandini, MS dan Bapak Prof. Dr. Ir.
Komang G. Wiryawan selaku pembimbing yang telah memberi banyak saran,
bimbingan, arahan, serta motivasi yang sangat berarti kepada penulis selama
pelaksanaan penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini. Di samping itu, terima
kasih penulis sampaikan kepada penguji luar komisi dan perwakilan dari Mayor

Mikrobiologi yang telah memberikan masukan konstruktif pada saat ujian tesis.
Kepada seluruh dosen Mayor Mikrobiologi terima kasih atas ilmu, nasehat, dan
arahan yang telah diberikan kepada penulis. Terima kasih kepada DIKTI atas
bantuan dana pendidikan melalui Beasiswa Unggulan Calon Dosen DIKTI tahun
2012.
Terimakasih juga kepada Fahri Fahrudin atas segala doa, motivasi, dan
waktunya yang tercurah dalam membantu penulis menyelesaikan pendidikan
pascasarjana. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada staf dan laboran
Lab Bioteknologi Hewan dan Biomedis, PPSHB-IPB (Ibu Dewi dan Teteh Fitria),
Bapak Pras, dan Bapak Jaka laboran di Lab Mikrobiologi IPB atas perizinan
pemakaian fasilitas dan alat Lab selama penelitian, juga terimakasih kepada
teman-teman seperjuangan di Lab (Ira, Novi, Anik, Deby, Hamtini, Rahmi, Dedi,
Leni, Wahyu, dan Yeni) serta kawan-kawan Pascasarjana Mikrobiologi angkatan
2012 .
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2015
Fathin Hamida

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

1
1
2
2
2

2 TINJAUAN PUSTAKA
Bakteri Asam Laktat
Probiotik
Antibiotik
Bakteri Patogen pada Ayam
Saluran Pencernaan Ayam

3
3
4
4
6
7

3 METODE
Mikroorganisme dan Kondisi Pertumbuhan
Uji Kepekaan Antibiotik
Ketahanan BAL terhadap pH Saluran Pencernaan dan Garam Empedu
Aktivitas Antimikrob BAL terhadap Bakteri Patogen
Kemampuan BAL Menempel pada Ileum Ayam
Identifikasi Molekuler Gen 16S rRNA Isolat BAL
Prosedur Analisis Data

8
8
8
8
9
9
10
11

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Uji Kepekaan Antibiotik
Ketahanan BAL pada pH Saluran Pencernaan dan Garam Empedu
Aktivitas Antimikrob BAL Terhadap Bakteri Patogen
Kemampuan BAL Menempel pada Ileum Ayam
Isolasi Genom dan Identifikasi Isolat BAL berdasarkan Gen 16S rRNA

11
11
13
15
16
19

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

21
21
21

DAFTAR PUSTAKA

21

LAMPIRAN

30

DAFTAR TABEL
1. Interpretasi kepekaan isolat BAL terhadap antibiotik di dalam media
agar MRS pada suhu 37 oC setelah inkubasi 24 jam
2. Penurunan jumlah sel hidup BAL (Log CFU mL-1) di dalam media cair
MRS pH saluran pencernaan (inkubasi 3 jam) dan MRS+0.5% garam
empedu (inkubasi 5 jam) pada suhu 37 oC
3. Ketahanan hidup BAL (%) di dalam media cair MRS pH saluran
pencernaan (inkubasi 3 jam) dan MRS+0.5% garam empedu
(inkubasi 5 jam) pada suhu 37 oC
4. Diameter (mm) zona hambat supernatan BAL terhadap bakteri patogen
uji pada media cawan NA pada suhu 37 oC
5. Penempelan sel BAL pada ileum ayam di dalam PBS pH 7.2 pada suhu
37 oC setelah inkubasi 30 menit
6. Persentase kemiripan sekuen gen 16S rRNA isolat BAL

12

13

14
15
17
20

DAFTAR GAMBAR
1. Pertumbuhan bakteri pada media GYP + 0.5% CaCO3 hasil ekstrak
ileum ayam setelah inkubasi 30 menit
2. Visualisasi DNA genom tiga isolat BAL pada elektroforesis gel
agarosa 1%
3. Analisis pohon filogenetik gen 16S rRNA isolat BAL dibandingkan
dengan sekuen gen 16S rRNA koleksi data yang tersedia GenBank
menggunakan metode Neighbor-joining dengan boostrap 1000x

17
19

20

DAFTAR LAMPIRAN
1. Urutan sekuen basa gen 16S rRNA tiga isolat BAL
2. Analisis ANOVA dan uji Duncan penurunan Log isolat BAL
uji ketahanan terhadap pH saluran pencernaan dan 0.5% garam empedu
3. Analisis ANOVA dan uji Duncan persentase tingkat ketahanan BAL (%)
pada pH saluran pencernaan dan 0.5% garam empedu
4. Analisis ANOVA dan uji Duncan diameter zona aktivitas penghambatan
supernatan BAL terhadap bakteri patogen
5. Analisis ANOVA dan uji Duncan penempelan isolat BAL
pada ileum ayam

30
32
34
36
37

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
AGPs (antibiotic growth promoters) adalah antibiotik yang dicampurkan
di dalam pakan atau air minum ternak secara berkelanjutan dengan dosis lebih
rendah dari dosis normal antibiotik terapi (Schwarz et al. 2001). Pemakaian
antibiotik AGPs (antibiotic growth promoters) imbuhan pakan bertujuan untuk
memacu pertumbuhan, meningkatkan produktivitas, pencegahan penyakit, dan
efisiensi pakan ternak telah berlangsung sejak tahun 1940 (Castanon 2007).
Pemakaian antibiotik secara berkelanjutan dan terus menerus dapat
membahayakan kesehatan manusia diantaranya menimbulkan resistensi bakteri
patogen terhadap antibiotik (Vignaroli et al. 2011) dan akumulasi residu antibiotik
pada daging ternak (Tao et al. 2012). Pemakaian AGPs sebagai imbuhan pakan
telah dibatasi secara bertahap sejak tahun 1970 hingga tahun 2003 di Eropa
(Castanon 2007). Di Indonesia, Kementerian Pertanian telah mengeluarkan
Undang-Undang Peternakan dan Kesehatan Hewan No. 18 Tahun 2009 Pasal 22
Ayat 4c yang melarang pemakaian antibiotik sebagai imbuhan pakan (Kementan
2009). Ancaman pengaruh buruk antibiotik juga menjadi perhatian serius para
peneliti untuk melakukan pencarian bahan alternatif imbuhan pakan diantaranya
menggunakan enzim, probiotik, tanaman obat, dan asam organik (Wiryawan et al.
2005; Gunal et al. 2006; Huyghebaert et al. 2011).
Probiotik adalah mikroorganisme hidup yang jika dikonsumsi dalam
jumlah sesuai mampu memberi manfaat kesehatan bagi inang (FAO/WHO 2002).
Pemakaian bakteri asam laktat (BAL) sebagai mikroorganisme probiotik telah
berlangsung sejak tahun 1965 (Fuller 1992). BAL yang sering digunakan sebagai
probiotik berasal dari genus Bifidobacterium, Lactobacillus, Pediococcus,
Enterococcus, dan Streptococcus (Mountzouris et al. 2007). BAL dapat diisolasi
dari saluran pencernaan (Jannah et al. 2014) dan berbagai produk fermentasi
makanan seperti produk fermentasi jagung (Rosyidah et al. 2013), produk
fermentasi sayuran (Jiang et al. 2012), produk fermentasi susu (Bao et al. 2010),
produk fermentasi buah (Todorov dan Dicks 2009), dan produk fermentasi daging
(Ruiz-Moyano et al. 2008). Bjerrum et al. (2006) melaporkan bahwa BAL
merupakan mikroflora yang hidup dengan populasi terbanyak di dalam usus. BAL
sebagai probiotik mampu memberi banyak keuntungan bagi kesehatan pencernaan
inang, diantaranya interaksi BAL dengan usus dapat memperbaiki kerusakan villi,
meningkatkan keseimbangan mikroflora usus, serta menurunkan populasi patogen
(Gunal et al. 2006), BAL menghasilkan enzim ekstraseluler yang berperan dalam
proses pencernaan nutrisi (Jannah et al. 2014), dan BAL mampu mencegah
peradangan pada usus besar (Zoumpopoulou et al. 2008).
FAO/WHO (2002) telah menetapkan kriteria minimum yang harus
dimiliki oleh probiotik sebagai imbuhan pakan yaitu 1) galur probiotik harus
teridentifikasi karakteristik fenotip maupun genotip, 2) Pada uji in vitro, galur
probiotik harus mampu hidup di dalam asam lambung dan garam empedu, mampu
menempel pada mukus atau sel epitel usus, mampu menghasilkan antimikrob
yang dapat menekan pertumbuhan bakteri patogen, 3). Galur probiotik tidak
menghasilkan toksin, tidak memiliki sifat resisten terhadap antibiotik, dan bukan

2
bakteri patogen (EFSA 2012). Kebutuhan probiotik sebagai imbuhan pakan sangat
penting, oleh karena itu perlu dilakukan eksplorasi dan seleksi galur BAL untuk
memperoleh galur BAL yang potensial sebagai kandidat probiotik. Eksplorasi
galur BAL sebagai kandidat probiotik telah banyak dilakukan pada penelitian
sebelumnya dengan cara isolasi dan seleksi galur BAL menggunakan uji in vitro
(Babot et al. 2014; Jannah et. al. 2014; Lee et al. 2014). Uji in vitro sangat
penting untuk mengetahui keamanan suatu galur probiotik, disamping itu data in
vitro dapat menjadi informasi mengenai keunggulan suatu galur kandidat
probiotik (FAO/WHO 2002). Penelitian ini bertujuan menyeleksi isolat BAL yang
berasal dari fermentasi spontan jagung untuk mendapatkan isolat yang berpotensi
sebagai kandidat probiotik ayam. Isolat BAL yang bersifat sensitif antibiotik diuji
secara in vitro ketahanannya terhadap pH dan garam empedu kondisi saluran
pencernaan, memiliki aktivitas antimikrob, dan kemampuan menempel pada sel
ileum ayam.
Perumusan Masalah
Antibiotik selain digunakan untuk pengobatan penyakit juga digunakan
untuk pemacu tumbuh yang dicampurkan di dalam pakan ayam ternak. Pemakaian
antibiotik yang berkelanjutan dan terus menerus pada ayam ternak dapat
mengakibatkan resistensi bakteri patogen saluran pencernaan ayam terhadap
antibiotik dan akumulasi residu antibiotik. Probiotik yang berasal dari BAL
diketahui aman dan memiliki potensi sebagai bahan pemacu tumbuh alternatif
pengganti antibiotik. BAL berasal dari fementasi spontan jagung belum pernah
diteliti potensinya sebagai kandidat probiotik. BAL yang dapat digunakan sebagai
probiotik harus memenuhi kriteria minimum berdasarkan ketentuan WHO dan
FAO. Seleksi BAL menggunakan uji in vitro dapat menjawab apakah BAL
berasal dari fermentasi spontan jagung bersifat aman dan memiliki potensi sebagai
kandidat probiotik ayam.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan menyeleksi secara in vitro enam isolat BAL,
mendapatkan isolat terpilih sebagai kandidat probiotik untuk ayam, dan
mengidentifikasi kekerabatan isolat BAL terpilih berdasarkan gen 16S rRNA.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi mengenai
spesifikasi sifat beberapa isolat BAL sebagai kandidat probiotik. Dan informasi
ini dapat berguna untuk pengembangan uji BAL sebagai probiotik secara in vivo
pada penelitian selanjutnya sehingga dapat diaplikasikan ke lapangan sebagai
imbuhan pakan yang aman dan meningkatkan kesehatan ternak.

3

2 TINJAUAN PUSTAKA
Bakteri Asam Laktat
Bakteri asam laktat (BAL) merupakan kelompok bakteri Gram-positif,
tidak berspora, tidak memiliki katalase, berbentuk kokus atau batang, tidak
mempunyai sitokrom, pertumbuhannya bersifat anaerobik hingga anaerobik
fakultatif, membutuhkan nutrisi yang kompleks seperti asam-asam amino, vitamin
(B1, B6, B12, dan biotin), purin, dan pirimidin (Surono 2004). BAL dapat
memetabolisme berbagai jenis gula dan menghasilkan asam laktat sebagai produk
akhir utamanya selama proses fermentasi (Stiles dan Holzapfel 1997). BAL
dibedakan menjadi 2 grup yaitu grup homofermentatif jika produk akhir utama
adalah asam laktat, dan grup heterofermentatif jika menghasilkan etanol dan CO2
disamping asam laktat sebagai produk akhir (Surono 2004). BAL yang penting
pada produk makanan fermentasi berasal dari genus Bifidobacterium,
Lactobacillus, Leuconostoc, Pediococcus, Streptococcus, Lactococcus,
Enterococcus, Oenococcus, dan Weissella (Stiles dan Holzapfel 1997). BAL
dapat diisolasi dari fermentasi daging (Rojo-Bezares et al. 2006; Anastasiadou et
al. 2008), fermentasi buah (Todorov dan Dicks 2009), fermentasi susu (Bao et al.
2010), fermentasi sayuran (Jiang et al. 2012), dan fermentasi tanaman biji-bijian
(Rosyidah et al. 2013), serta organ pencernaan (Jannah et al. 2014).
BAL mampu menghasilkan substansi antimikrob selama masa
pertumbuhan seperti asam organik dan hidrogen peroksida sebagai metabolit
primer, serta substansi protein/peptida (bakteriosin) sebagai metabolit sekunder
(Surono 2004). BAL homofermentatif menggunakan jalur glikolisis untuk
menghasilkan 2 piruvat, kemudian piruvat direduksi oleh ATP dan NADH (hasil
glikolisis) menghasilkan 2 mol asam laktat dan 2 ATP per mol glukosa (White
2007). Ketika tidak ada glukosa atau oksigen, BAL heterofermentatif
menggunakan jalur pentosa fosfat untuk menghasilkan 1 mol asam laktat, asam
asetat/etanol, CO2 dan ATP per mol glukosa (Lee dan Salminen 2009). Asam yang
berdifusi pada membran sel menyebabkan pelepasan ion H+ dan pengasaman
(asidifikasi) pada sitoplasma. Kondisi ini berlanjut pada kerusakan elektrokimia
gradien proton, kebocoran dinding sel, kehancuran protein sel, hingga kematian
sel (Wang et al. 2015).
Bakteriosin merupakan substansi antimikrob peptida kationik yang
disintesis pada ribosom dan memiliki beragam aktivitas spektrum, mekanisme
kerja, berat molekul, dan sifat biokimia (Todorov dan Dicks 2009). Bakteriosin
berbeda dengan antibiotik berdasarkan: 1) bakteriosin disintesis pada ribosom,
bakteri penghasil bakteriosin memiliki protein imun sehingga tidak sensitif
terhadap bakteriosin, 3) cara kerja yang berbeda, dan 4) memiliki aksi bakterisidal
berspektrum sempit (Lee dan Salminen 2009). Bakteriosin yang dihasilkan oleh
bakteri Gram-positif menghambat galur yang sama atau spesies yang berkerabat
dekat secara filogenetik. Bakteriosin yang dihasilkan oleh BAL diklasifikasikan
ke dalam tiga kelompok: (I) lantibiotik, (II) peptida kecil tahan panas, dan (III)
protein berat molekul besar tidak tahan panas (Hoover dan Chen 2005).
Bakteriosin memiliki muatan positif yang mungkin dapat memudahkan
interaksi antara muatan negatif fosfolipid bakteri membran. Interaksi antara

4
kationik ampifilik peptida bakteriosin dengan lipid pada membran sel
menyebabkan permeabelisasi (Lee dan Salminen 2009). Bakteriosin mengikat
membran dinding sel pada reseptor tertentu mengakibatkan pembentukan pori
pada dinding sel dan menghambat sintesis dinding sel. Pembentukan pori
membran mengakibatkan komponen kecil sitoplasma (seperti asam amino, ion K+,
fosfat nonorganik, dan ATP) mengalir cepat ke luar sel (Todorov dan Dicks 2009).
Pediocin AcH yang diproduksi oleh P. acidilactici berikatan dengan reseptor nonspesifik, kemungkinan asam lipoteikoat. Ketika berada pada konsentrasi tinggi,
molekul akan berikatan dengan reseptor spesifik dan mengubah integritas
membran (Bhunia et al. 1991).
Probiotik
Definisi probiotik menurut Fuller (1992) adalah mikrob hidup sebagai
suplemen pakan yang memberikan efek menguntungkan inang/hewan dengan
meningkatkan keseimbangan mikrob usus. FAO/WHO (2002) mendefinisikan
probiotik sebagai mikroorganisme hidup yang jika diberikan dalam jumlah yang
cukup mampu memberi manfaat kesehatan pada inang. Chamber dan Gong (2011)
mengungkapkan bahwa probiotik memiliki fungsi utama bagi inang yaitu: 1).
Meningkatkan populasi mikroflora usus yang menguntungkan dan meningkatkan
kesehatan usus; 2). Menurunkan/mencegah kolonisasi bakteri patogen usus; 3).
Meningkatkan imunitas mukosa; 4). Meningkatkan kapasitas pencernaan dan
menurunkan pH; 5). Menguatkan integritas jaringan usus. Tellez et al. (2012)
melaporkan bahwa pemberian probiotik pada ayam dapat mengontrol infeksi
enterik, meningkatkan bobot badan, dan meningkatkan efisiensi pakan.
Probiotik sebagai imbuhan pakan harus memiliki kriteria minimum untuk
mampu memberikan efek manfaatnya bagi inang. Beberapa kriteria
mikroorganisme probiotik yang telah ditetapkan oleh FAO/WHO (2002) meliputi:
1). Mikroorganisme probiotik harus teridentifikasi fenotip dan genotip.
Identifikasi fenotip mikroorganisme probiotik dapat dilakukan dengan pewarnaan
Gram, dan uji biokimia menggunakan kit API 50CHL (Prasad et al. 1998).
Identifikasi genotip dapat dilakukan menggunakan metode molekuler diantaranya
yaitu identifikasi DNA sekuen gen 16S rRNA, PEGE (Pulsed Field Gel
Electrophoresis), dan RAPD (Randomly Amplified Polymorphic DNA)
(FAO/WHO 2002). 2). Secara in vitro, mikroorganisme probiotik harus mampu
bertahan hidup pada kondisi asam lambung dan garam empedu pencernaan. Hal
ini disebabkan probiotik akan melalui berbagai kondisi saluran pencernaan bagian
atas sebelum mencapai usus dan memberi keuntungan pada usus. 3).
Mikroorganisme probiotik harus mampu menempel pada mukus dan atau sel
epitel usus. 4). Menghasilkan aktivitas antimikrob terhadap bakteri patogen, 5).
Mikroorganisme probiotik merupakan mikroorganisme yang aman atau termasuk
mikroorganisme GRAS (generally recognized as safe) tidak menghasilkan toksin,
tidak bersifat resisten terhadap antibiotik, dan bukan bakteri patogen (EFSA 2012).
Antibiotik
Antibiotik didefnisikan sebagai substansi yang memiliki berat molekul
rendah diproduksi oleh mikroorganisme dan pada konsentrasi rendah memiliki
aktivitas menghambat atau mematikan mikroorganisme lain (Giguere et al. 2006).

5
Antibiotik pada ternak digunakan untuk tujuan pengobatan dan pemacu tumbuh,
antibiotik sebagai pengobatan diberikan secara oral atau injeksi pada individu
yang terinfeksi penyakit, sedangkan antibiotik sebagai pemacu tumbuh diberikan
secara kotinu dan berkelanjutan dicampurkan di dalam pakan dengan dosis lebih
rendah dari antibiotik pengobatan (Schwarz et al. 2001). Mekanisme kerja
antibiotik pemacu tumbuh umumnya yaitu menjaga nutrisi dari dekstruksi mikrob,
membantu meningkatkan absorpsi nutrisi, menurunkan produksi toksin dari
mikrob pencernaan, dan menurunkan kejadian infeksi pencernaan (Butaye et al.
2003).
Antibiotik yang digunakan pada unggas diantaranya yaitu basitrasin zinc,
bambermisin, klortetrasiklin, eritromisin, enrofloxacin, monensin, linkomisin,
neomisin, novobiosin, oksitetrasiklin, penisilin, spektinomisin, streptomisin,
sulfonamid, tetrasiklin, tilosin, virginiamisin, kloramfenikol, dan florfenikol
(Castanon 2007). Eritromisin merupakan antibiotik golongan makrolida yang
menghambat sintesis protein, beraksi dengan cara berikatan pada reseptor ribosom
sub-unit 50S sehingga menghambat proses transpeptidasi dan translokasi (Giguere
et al. 2006). Eritromisin umumnya digunakan untuk pengobatan klinis pada
manusia dan ternak serta digunakan untuk pencegahan infeksi penyakit pada
unggas yang disebabkan oleh bakteri Gram-positif seperti Staphylococcus dan
Streptococcus (Khan et al. 2002). Tetrasiklin menghambat sintesis protein
berikatan pada reseptor ribosom sub unit 30S dengan cara mengganggu ikatan
antara aminoasil-RNA transfer dengan RNA ribosom kompleks sehingga
mencegah proses penambahan asam amino untuk perpanjangan rantai peptida
(Giguere et al. 2006). Tetrasiklin digunakan untuk pengobatan dan pencegahan
infeksi penyakit pada unggas yang disebabkan oleh bakteri Gram-positif seperti
Clostrdium perfringens dan bakteri Gram-negatif seperti Campylobacter spp.
(Johansson et al. 2004; Lemos et al. 2015).
Kloramfenikol menghambat sintesis protein berikatan pada reseptor
ribosom sub unit 50S dengan cara menghambat peptidil transferase dan mencegah
transfer asam amino untuk pembentukan rantai polipeptida (Dowling 2006).
Kloramfenikol digunakan untuk pengobatan dan pencegahan penyakit yang
disebabkan oleh beberapa bakteri Gram-positif dan kebanyakan Gram-negatif
(Moreira et al. 2005). Bambermisin (moenomisin, flavomisin) merupakan
antibiotik golongan fosfoglikolipid aktivitasnya menghambat sintesis dinding sel
dengan cara menghambat aktivitas enzim transglikosilase pada PBPs (penicillin
binding protein site) (Pfaller 2006). Bambermisin merupakan antibiotik pemacu
tumbuh unggs, babi, sapi, dan kalkun yang aktif terutama pada bakteri Grampositif seperti Staphylococcus aereus, Enterococcus faecalis serta aktif pada
beberapa bakteri Gram-negatif seperti Pasteurella, Brucella, dan
Enterobacteriaceae (Butaye et al. 2003; Pfaller 2006). Kebanyakan bakteri
anaerob fakultatif dan anaerob obligat seperti Clostridium perfringens,
Clostridium spp., Lactobacillus spp., (khusunya Lactobacillus acidophilus) dan
Bifidobacterium spp. bersifat resisten intrinsik terhadap bambermisin (Pfaller
2006).
Mekanisme resistensi bakteri terhadap antibiotik dapat terjadi melalui
nonaktivasi antibiotik oleh enzim, nonaktivasi antibiotik oleh pompa effluks,
modifikasi situs target, dan modifikasi dinding sel (Sharma et al. 2014). Gen
penyandi sifat resistensi antibiotik dapat berpindah dari dari satu mikrob ke

6
mikrob lain melalui konjugasi, transformasi, dan transduksi (Van den Bogaard
dan Stobberingh 2000). Uji kepekaan bakteri terhadap antibiotik sangat
diperlukan terutama bagi bakteri yang terlibat di dalam pakan untuk mencegah
terjadinya perpindahaan dan penyebaran bakteri resisten antibiotik dari ternak ke
manusia (EFSA 2008). Uji kepekaan bakteri tehadap antibiotik dapat dilakukan
menggunakan metode difusi agar, E-test, dilusi agar, makro dan mikrodilusi
(Jorgensen dan Feraro 2009). Kategori interpretasi kepekaan mikrob terhadap
efektifitas antibiotik diklasifikasikan berdasarkan respon in vitro dari suatu
mikrob terhadap antibiotik pada konsentrasi tertentu (CLSI 2012). Klasifikasi ini
bertujuan sebagai informasi guna mengoptimalkan pengobatan untuk menentukan
pola tingkat resistensi suatu populasi mikrob terhadap antibiotik dan digunakan
untuk mendeteksi mekanisme resistensi lebih lanjut (Jorgensen dan Ferraro 2009).
Mikrob dikategorikan sebagai sensitif apabila pertumbuhannya dapat dihambat
oleh suatu antibiotik pada konsentrasi yang direkomendasikan untuk mengobati
suatu infeksi penyakit dengan tingkat keberhasilan tinggi (CLSI 2012). Mikrob
dikategorikan sebagai intermediat apabila pertumbuhannya dapat dihambat
dengan tingkat respon lebih rendah daripada mikrob sensitif pada konsentrasi
antibiotik yang direkomendasikan untuk pengobatan atau pada konsentrasi lebih
tinggi dari konsentrasi normal (CLSI 2012). Mikrob dikategorikan sebagai
resisten apabila pertumbuhannya tidak dapat dihambat oleh antibiotik pada
konsentrasi normal yang direkomendasikan untuk pengobatan atau tidak
menunjukkan keberhasilan pengobatan (CLSI 2012).
Bakteri Patogen pada Ayam
Penyakit pada ayam dapat disebabkan oleh faktor sistemik didalam tubuh
atau infeksi patogen seperti virus, bakteri, fungi, dan parasit (Grist 2006). Bakteri
Salmonella merupakan patogen penyebab penyakit food borne diseases yang
bersifat zoonosis (Russell 2012). Salmonella dapat menyebabkan penyakit
pullorum, tifus unggas (fowl typhoid), dan salmonellosis (demam paratifoid),
penyakit pullorum disebabkan oleh infeksi Salmonella pullorum, dan penyakit
tifus unggas (fowl typhoid) disebabkan oleh infeksi Salmonella gallinarum (Gast
2013). Salmonellosis (demam paratifoid) disebabkan oleh infeksi Salmonella
typhimurium dan Salmonella enteritidis (Russell 2012). Salmonellosis
bertanggung jawab pada penyakit ayam akut dan kronis, infeksi ini juga
merupakan reservoir penting terbesar bagi perpindahan Salmonella ke manusia
melalui rantai makanan dan penyebarannya ke lingkungan (Gast 2013).
Salmonella menginvasi mukosa usus dan menghasilkan inflamasi akut pada sel
mukosa, dan hal ini menyebabkan aktivasi adenilat siklase, peningkatan produksi
cairan, dan keluarnya cairan ke dalam lumen usus sehingga menghasilkan diare
(Russell 2012). Salmonella merupakan famili dari Enterobacteriaceae kelompok
bakteri Gram-negatif, berbentuk batang, anaerob fakultatif, kebanyakan motil
dengan flagel peritrik kecuali S. pullorum dan S. gallinarum, tumbuh baik pada
suhu 35-42 0C, tumbuh baik pada saluran pencernaan manusia dan ayam, mampu
melakukan fermentasi karbohidrat (produk samping berupa asam dan gas H2S),
menggunakan sitrat sebagai satu-satunya sumber karbon, tidak menghasilkan
enzim oksidase, dan menghasilkan enzim katalase (Russell 2012).

7
Enterococcus merupakan kelompok bakteri Gram-positif grup DStreptococcus karena memiliki antigen-D Lancefield (Antigen asam teikoat
gliserol) pada dinding selnya, berbentuk kokus tunggal, berpasangan atau rantai
pendek, oksidase negatif, katalase negatif, tidak memiliki spora, fakultatif anaerob,
mampu memfermentasi karbohidrat menjadi asam laktat, tumbuh optimum pada
suhu 30-37 0C, 6.5% NaCl dan pH 9.6 (Giraffa 2002). Infeksi Enterococcus pada
ayam dapat menyebabkan penyakit endokarditis, hepatic granulomas, enteritis,
septisemia akut, infeksi pernafasan, dan infeksi saluran urin (Songer dan Post
2005; Logue 2013). Beberapa spesies dari genus Enterococcus yang diisolasi dari
saluran pencernaan ayam dan berasosiasi dengan penyakit meliputi E. avium, E.
casseliflavus, E. durans,E. faecalis, E. faecium, E. gallinarum, E. hirae, E.
cecorum, E. dispar, dan E. flavescens (Devriese et al. 1991; Moellering 1992;
Logue 2013). Enterococcus casseliflavus selain ditemukan pada ayam juga
ditemukan pada manusia, babi, dan kuda sebagai patogen penyebab penyakit
meningitis, bakteremia dan endokarditis (Reid et al. 2001; Choi et al. 2004;
Pappas et al. 2004; Iaria et al. 2005). Enterococcus hirae dan Enterococcus
durans penyebab penyakit encephalomalacia, dan Enterococcus faecalis
penyebab penyakit amyloid arthropati (Logue 2013). Bakteri patogen E.
casseliflavus, E. faecalis, E. faecium, E. gallinarum, dan E. flavescens yang
diisolasi dari kotoran ayam, babi, manusia, dan makanan produk ternak diketahui
bersifat resisten terhadap antibiotik yang digunakan oleh manusia dan ternak
seperti gentamisin, eritromisin, tetrasiklin, kloramfenikol, vankomisin, dan
penisilin (Radu et al. 2001; Donabedian et al. 2003; Seo et al. 2005; Getachew et
al. 2009; Liu et al. 2014). Van den Bogaard et al. (2002) mengungkapkan bahwa
intesitas kontak dengan ternak berpeluang menimbulkan resiko kolonisasi patogen
resisten antibiotik di dalam tubuh manusia.
Saluran Pencernaan Ayam
Saluran pencernaan ayam terdiri dari mulut, kerongkongan (esophagus),
tembolok (crop), proventrikulus, rempela (gizzard), duodenum, jejenum, ileum,
ceca, rektum, kloaka, dan vent (Suprijatna et al. 2005). Tembolok berfungsi
sebagai tempat penyimpanan pakan, tidak terdapat proses pencernaan kecuali
pencampuran sekresi saliva dari mulut yang dilanjutkan aktivitasnya di tembolok
(Denbow 2000). Proventrikulus atau disebut true stomach berfungsi sebagai
tempat terjadinya aktivitas produksi asam lambung dan pepsin yang akan
disekresikan ke gizzard (Suprijatna et al. 2005). Rempela (gizzard) atau disebut
muscular stomach didalamnya terdapat grit yang melakukan aktivitas mekanis
(menggiling) terhadap material pakan yang kasar menjadi halus sehingga dapat
diteruskan ke saluran usus (Suprijatna et al. 2005). Usus terbagi menjadi 3 bagian
yaitu duodenum, jejenum, dan ileum. Duodenum bermula dari ujung distal
gizzard dan membentuk lekukan (duodenal loop), pankreas menempel pada
lekukan ini (Denbow 2000). Asam empedu (berasal dari hati) serta asam pankreas
(berasal dari pankreas yang mengandung amilase, lipase, dan tripsin) disekresikan
di duodenum untuk proses pencernaan pakan secara enzimatis (Suprijatna et al.
2005). Selanjutnya proses penyerapan makanan terjadi di jejenum dan penyerapan
lanjut terjadi di ileum (Suprijatna et al. 2005).

8

3 METODE
Mikroorganisme dan Kondisi Pertumbuhan
Enam isolat BAL yang ditapis yaitu E1223, E3, E4, E5, E7, dan E8 berasal
dari fermentasi spontan jagung koleksi Laboratorium Bioteknologi Hewan dan
Biomedis, PPSHB-PAU, IPB. Dua galur bakteri patogen sebagai bakteri indikator
pada penelitian ini yaitu Salmonella enteritidis dan Enterococcus casseliflavus di
peroleh dari Laboratorium Kesehatan Masyarakat dan Veteriner, Fakultas
Kedokteran Hewan, IPB. BAL dan E. casseliflavus masing-masing ditumbuhkan
dan diperbanyak di dalam media cair MRS dalam inkubator anaerob dengan
GasPak (Merck, Germany) pada suhu 37 oC. S. enteritidis ditumbuhkan dan
diperbanyak di dalam media Nutrient Broth dalam inkubator bergoyang pada suhu
37 oC.
Uji Kepekaan Antibiotik
Uji kepekaan antibiotik dilakukan sesuai dengan metode yang dijelaskan
oleh Babot et al. (2014) dan dimodifikasi dengan metode Difusi Sumur Agar.
Kultur BAL umur 14 jam dituang sebanyak 1 mL (108-109 CFU mL-1) ke dalam
18 mL media cawan agar-agar MRS (hangat kuku), lalu didiamkan sampai
memadat. Sumur agar dibuat menggunakan ujung pipet steril berdiameter 7 mm.
Sumur dibuat sebanyak empat sumur dalam setiap cawan agar-agar. Setiap sumur
diisi dengan satu antibiotik uji masing-masing sebanyak 50 µL (25 ppm
bambermisin, 15 µg eritromisin, 30 µg tetrasiklin, dan 30 µg kloramfenikol).
Cawan agar-agar MRS diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 oC. Diameter zona
hambat diukur dengan mistar (mm). Setiap isolat BAL diuji sebanyak 3 ulangan.
Kepekaan isolat BAL diinterpretasikan sebagai resisten, intermediat, dan sensitif
sesuai dengan standar yang dijelaskan oleh Walker (2006) dan Swenson et al.
(1990). Isolat yang bersifat sensitif terhadap antibiotik dipilih sebagai kandidat
isolat yang akan diuji pada tahap berikutnya.
Ketahanan BAL terhadap pH Saluran Pencernaan dan Garam Empedu
Uji ketahanan BAL terhadap pH saluran pencernaan dan garam empedu
dilakukan sesuai dengan metode yang dijelaskan oleh Messaoudi et al. (2012) dan
Bao et al. (2010). Kultur BAL umur 14 jam diinokulasi sebanyak 1 mL
(108-109 CFU mL-1) ke dalam 9 mL MRS cair yang telah diatur pada pH 2, 3, 4,
dan 7.2 (pengaturan pH menggunakan HCl 1N dan NaOH 1N) lalu diinkubasi
selama 3 jam. Uji toleransi pada garam empedu menggunakan MRS cair yang
mengandung 0.5% (b/v) garam empedu (Bile salt, HIMEDIA) dan diinkubasi
selama 5 jam. Seluruh perlakuan diinkubasi di dalam inkubator anaerob
ditambahkan dengan GasPak (Merck, Germany) pada suhu 37 oC. Jumlah sel
BAL sebelum perlakuan dan setelah perlakuan dihitung menggunakan metode
sebar Total Plate Count (TPC) pada media cawan agar-agar MRS dengan inkubasi
selama 24-48 jam pada suhu 37 oC. Setiap perlakuan dilakukan sebanyak 3
ulangan, masing-masing ulangan dibuat duplo. Ketahanan BAL ditunjukkan oleh
penurunan jumlah sel hidup BAL (Log CFU mL-1) dan tingkat ketahanan hidup

9
(%). Penurunan jumlah sel hidup BAL ditentukan dengan cara menghitung jumlah
sel awal (Logawal CFU mL-1) dikurangi jumlah sel akhir (Logakhir CFU mL-1).
Tingkat ketahanan hidup BAL (%) ditentukan dengan cara menghitung
perbandingan jumlah sel hidup akhir setelah perlakuan (Logakhir CFU mL-1)
dengan jumlah sel hidup awal sebelum perlakuan (Logawal CFU mL-1) dan
dikalikan 100% sebagaimana persamaan berikut:
% ketahanan = (Logakhir CFU mL-1/Logawal CFU mL-1) x 100%.
Aktivitas Antimikrob BAL terhadap Bakteri Patogen
Aktivitas antimikrob dianalisis menggunakan metode Difusi Sumur Agar
yang dijelaskan oleh Klose et al. (2010). Supernatan bebas sel diperoleh dari
kultur BAL umur 14 jam inkubasi disentrifugasi 7000 rpm selama 10 menit.
Supernatan masing-masing isolat BAL dibagi menjadi 3 bagian: 1) supernatan
bebas sel tanpa diberikan perlakuan sebagai kontrol positif; 2) supernatan bebas
sel yang dinetralkan (pH 6.5) pH diatur menggunakan NaOH 1N dan HCl 1N;
3) supernatan bebas sel yang dinetralkan (pH 6.5) dan ditambahkan dengan
1 mg mL-1 K-Proteinase (Nacalai Tesque, Inc) lalu diinkubasi selama 2 jam pada
suhu 30 oC. Aktivitas proteinase dinonaktifkan dengan cara pemanasan pada suhu
100 oC selama 5 menit. Seluruh supernatan disterilisasi menggunakan membran
filter (ukuran pori 0.22 µm). Kultur bakteri patogen (berumur 14 jam inkubasi)
sebanyak 1 mL (107-108 CFU mL-1) dicampurkan ke dalam 18 mL media cawan
Nutrient Agar. Sumur agar-agar dibuat menggunakan ujung pipet steril
berdiameter 7 mm dan masing-masing sumur diisi dengan 50 µL supernatan.
Seluruh perlakuan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 oC. Zona hambat yang
terbentuk diamati dan diameter zona diukur menggunakan mistar. Uji aktivitas
antimikrob dilakukan sebanyak 2 ulangan, masing-masing ulangan dibuat duplo.
Kemampuan BAL Menempel pada Ileum Ayam
Persiapan sel usus ileum ayam pada uji penempelan BAL menggunakan
metode yang dijelaskan oleh Mayra-Makinen et al. (1983). Usus broiler bagian
ileum dipotong dengan ukuran 1x1 cm sebanyak 8 potong, ileum dibuka dan
dicuci dua kali dengan phosphate-buffered saline steril (PBS pH 7.2), lalu
direndam di dalam PBS dingin selama 30 menit untuk menghilangkan lendir
permukaan ileum. Setelah itu, ileum dicuci tiga kali dengan PBS. Persiapan sel
isolat BAL, kultur BAL umur 14 jam inkubasi disentrifugasi 7000 rpm selama 10
menit dan diresuspensi dengan PBS. Setiap potong sel ileum diinkubasi di dalam
1 mL suspensi sel isolat BAL (konsentrasi sel bakteri berkisar ± 108 CFU mL-1)
selama 30 menit pada suhu 37 oC. Potongan sel ileum lainnya diinkubasi dengan
PBS steril tanpa BAL sebagai kontrol. Setelah inkubasi, ileum dicuci tiga kali
dengan PBS. Tahap selanjutnya, ileum ditambahkan dengan 1 mL PBS dan
diekstrak dengan cara divortek selama 2 menit untuk melepas sel bakteri yang
terikat pada ileum sehingga diperoleh ekstrak sel bakteri menempel. Ekstrak sel
bakteri sebanyak 1 mL diambil menggunakan pipet tip steril lalu dimasukkan ke
dalam 9 mL NaCl 0.85% dan dilakukan pengenceran berseri menggunakan NaCl
0.85%. Setiap pengenceran ekstrak sel bakteri disebar dan ditumbuhkan pada

10
media cawan agar-agar GYP + 0.5% CaCO3. Seluruh perlakuan dan kontrol
diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 oC. Jumlah sel bakteri perlakuan maupun
kontrol yang tumbuh (CFU cm-2) pada media cawan agar-agar GYP + 0.5%
CaCO3 dihitung menggunakan metode TPC dan diubah menjadi Log CFU cm-2.
Uji penempelan BAL dilakukan sebanyak 2 ulangan sampel usus, masing-masing
ulangan sampel usus dibuat duplo pada pengenceran 10-2 sampai dengan
pengenceran 10-7. Persentase sel BAL menempel pada ileum dihitung
menggunakan persamaan berikut:
(LogN1 CFU cm-2/LogN0 CFU cm-2) x 100%
Keterangan: N0 adalah jumlah sel awal BAL, N1 adalah jumlah sel BAL hasil
ekstrak ileum setelah inkubasi 30 menit.
Identifikasi Molekuler Gen 16S rRNA Isolat BAL
Identifikasi molekuler gen 16S rRNA dilakukan terhadap tiga isolat BAL
yaitu E5, E7, dan E8. Tahapan identifikasi molekuler gen 16S rRNA terdiri dari
isolasi DNA genom isolat BAL, amplifikasi PCR gen 16S rRNA, analisis
sekuensing dan analisis pohon filogenetik.
Isolasi DNA genom tiga isolat BAL asal fermentasi spontan jagung
Isolasi DNA genom isolat BAL dilakukan sesuai prosedur perusahaan Kit
isolasi Genomic DNA Mini Kit Blood/Tissue Culture (Geneaid). Sebanyak 1 mL
kultur isolat BAL berumur 16-18 jam disentrifugasi 10000 rpm selama 6 menit.
Pelet sel ditambahkan dengan 0.5 mL akuabides dan divortek lalu disentrifugasi
kembali pada 10000 rpm selama 5 menit. Pelet diresuspensi dengan 200 µl enzim
lisozim dan diinkubasi selama 10 menit pada suhu ruang, dan tube diswirling tiap
3 menit. Selanjutnya, sampel ditambahkan dengan 200 µl bufer GB lalu divortek
dan diinkubasi selama 10 menit pada suhu 60 oC dan tube diketuk tiap 3 menit.
Kemudian, sampel diresuspensi dengan 5 µl RNase lalu divortek dan diinkubasi
selama 5 menit pada suhu ruang. Setelah itu, sampel diresuspensi dengan 200 µl
alkhohol absolut dan sampel dipindahkan ke dalam tabung GD colomn. Sampel
(di dalam GD colomn) disentrifugasi pada 10000 rpm selama 4 menit. Kemudian,
filtrat ditambahkan dengan 500 µl bufer W1 lalu disentrifugasi pada 10000 rpm
selama 2 menit. Selanjutnya, filtrat ditambahkan dengan 600 µl buffer W2
(mengandung metanol 1:5) dan disentrifugasi pada 10000 selama 2 menit. Setelah
itu, filtrat disentrifugasi (spin down) pada 10000 rpm selama 4.5 menit. Filtrat
ditambahkan dengan 25 µl bufer elusi (sebelumnya sudah dipanaskan) lalu
diinkubasi pada suhu ruang selama 7 menit dan disentrifugasi pada 10000 rpm
selama 2 menit. Kemudian, filtrat (cairan tidak dibuang) ditambahkan lagi dengan
25 µl bufer elusi dan diinkubasi pada suhu ruang selama 3 menit. Terakhir,
sampel disentrifugasi pada 10000 rpm selama 2 menit dan sampel disimpan pada
suhu -4 oC sampai digunakan untuk tahapan PCR.
Amplifikasi gen 16S rRNA isolat BAL
Amplifikasi gen 16S rRNA isolat BAL menggunakan metode PCR atau
Polymerase Chain Reaction (Applied Biosystems Thermal Cycler 2720, Life Tech)

11
dengan primer 63F (5‟-CAG GCC TAA CAC ATG CAA GTC-3‟) dan 1387R
(5‟-GGG CGG WGT GTA CAA GGC-3‟) (Marchesi et al. 1998). Reaksi PCR
berlangsung dengan total volume 40 µL yang mengandung 20 µL Gotaq Green
Master Mix (Promega USA), 2.5 µL masing-masing primer (10 pmol), 10 µL
nuclease free water, dan 5 µL cetakan DNA. Proses amplifikasi PCR 16S rRNA
diatur pada gradien temperatur sebagai berikut: pre denaturasi (94 oC selama 5
menit), proses denaturasi (94 oC selama 30 detik), penempelan primer (55 oC
selama 45 detik), proses pemanjangan (72 oC selama 1 menit) dan pemanjangan
akhir (72 oC selama 7 menit). Proses amplifikasi dilakukan sebanyak 30 siklus.
Produk PCR dikonfirmasi pada elektroforesis menggunakan 1% gel agarosa dan
buffer penyanggah 1x TAE pada konstanta 80 V dan 33 mA selama 45 menit.
Hasil elektroforesis divisualisasi dengan pewarnaan etidium bromida pada UV
transluminator.
Analisis sekuen gen 16S rRNA isolat BAL dan pohon filogenetik
Analisis sekuensing pada produk PCR gen 16S rRNA isolat BAL
dilakukan oleh sebuah perusahaan jasa sekuensing. Hasil sekuensing produk PCR
gen 16S rRNA isolat BAL berupa urutan basa sekuen nukleotida diedit
menggunakan program MEGA 5.05, kemudian disejajarkan dengan koleksi data
sekuen gen 16S rRNA yang tersedia di GenBank NCBI menggunakan program
BLAST-N (Basic Local Allignment Search Tool – Nucleotide). Analisis pohon
filogenetik dilakukan menggunakan program MEGA 5.05 dengan metode
Neighbour Joining (NJ) dan bootstrap 1000x (Felsenstein 1985).
Prosedur Analisis Data
Data ditampilkan dalam bentuk rataan±standar deviasi dari ulangan
perlakuan. Analisis statistik dihitung menggunakan analisis Rancangan Acak
Lengkap (RAL) 1 faktor menggunakan software SPSS versi 21. Uji Duncan
dilakukan sebagai uji lanjut untuk mengidentifikasi statistik perbedaan yang
signifikan dalam percobaan (α = 0.05).

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Uji Kepekaan Antibiotik
Uji kepekaan BAL pada antibiotik merupakan tahap awal seleksi BAL
sebagai probiotik pada penelitian ini. Kelompok BAL umumnya dianggap sebagai
bakteri yang aman atau disebut Generally Recognised As Safe (EFSA 2012).
Penggunaan BAL memungkinkan terjadi potensi resiko terhadap kesehatan,
dikarenakan BAL sebagai probiotik dapat berinteraksi dengan mikroflora usus dan

12
berpotensi terjadinya transfer gen resisten dari BAL pembawa gen resisten ke
bakteri mikroflora usus maupun sebaliknya (Mathur dan Singh 2005), oleh karena
itu perlu dilakukan uji kepekaan antibiotik terhadap bakteri probiotik. Uji
kepekaan tersebut bertujuan untuk memastikan bahwa bakteri tidak membawa
sifat resistensi antibiotik yang dapat dipindahkan kepada bakteri mikroflora usus.
Setiap isolat BAL pada penelitian ini memperlihatkan kepekaan yang berbeda
terhadap antibiotik berbeda dan diinterpretasikan sebagai resisten, intermediat,
atau sensitif (Tabel 1).
Tabel 1 Interpretasi kepekaan isolat BAL terhadap antibiotik di dalam media agar
MRS pada suhu 37 oC setelah inkubasi 24 jam
Interpretasi BAL terhadap antibiotik
Bambermisin
Eritromisin
Kloramfenikol
Tetrasiklin
20 ppm
15 µg
30 µg
30 µg
E1223
[R]
[R]
[I]
[R]
E3
[R]
[R]
[R]
[R]
E4
[R]
[R]
[I]
[R]
E5
[R]
[I]
[S]
[S]
E7
[R]
[I]
[S]
[S]
E8
[R]
[I]
[S]
[S]
Keterangan: [interp