Konsep Karakter dan Pendidikan Karakter

2 Bahkan hal yang paling menyedihkan lagi adalah bilamana kita kehilangan wawasan tentang makna hakekat bangsa dan kebangsaan yang akan mendorong terjadinya dis-orientasi dan perpecahan. Salah satu upaya untuk menghindari hal tersebut di atas adalah melalui pencanangan kembali akan pentingnya pendidikan karakter. Pentingnya pembentukan karakter menjadi hangat sejak dua tahun terakhir ini, bahkan dua tahun berturut-turt menjadi tema peringatan Hari Pendidikan Nasional HARDIKNAS oleh Menteri Pendidikan Nasional. Pembentukan karakter dapat di-bangun baik secara makro maupun mikro. Secara makro mulai dari tahap perencanaan, melalui pengembangan perangkat karakter yang digali, dikristalisasi dan dirumuskan dengan menggunakan berbagai sumber, antara lain pertimbangan filosofi, teoritis maupun empiris, sampai pada tahap implementasi yang dikembangkan adalah pengalaman belajar learning experiences dan proses pembelajaran yang bermuara pada pembentukan karakter, serta tahap evaluasi hasil. Sedangkan secara mikro diantaranya melalui belajar mengajar di kelas : kegiatan keseharian dalam bentuk budaya satuan pendidikan school culture, Kegiatan ko- kurikuler dan atau ekstra-kurikuler serta keseharian di rumah, dan dalam masyarakat. Dalam kegiatan pembelajaran di kelas pengembangan nilaikaraktrer dapat di- laksanakan dengan menggunakan pendekatan terintegrasi dalam semua mata pelajaran embeded approach. Sementara khusus untuk matapelajaran Pendidikan Agama dan Pendidikan Kewarganegaraan PKn, karena memang misinya adalah mengembangkan nilai dan sikap, maka pengembangan nilai karakter harus menjadi fokus utama yang dapat menggunakan berbagai strategi maupun metode pendidikan nilai valuecharacter education.Baik sebagai dampak pembelajaran secara langsung instructional effects maupun sebagai dampak penyerta nurturrant effects Makalah ini memfokuskan pada pembentukan karakter dalam konteks structu- red learning-experiences, dengan permasalah- an bagaimana membangun karakter peserta didik melalui penerapan alternatif pendekatan pembelajaran ? Adapun tujuannya adalah untuk dapat mengetahui alternatif pendekatan pembelajaran yang dapat digunakan oleh guru maupun calon guru dalam membangun karakter peserta didik.

2. Konsep Karakter dan Pendidikan Karakter

Tidak semua orang mempunyai pemahaman yang sama tentang apa sesungguhnya arti karakter, sehingga banyak asumsi yang timbul atas pengertian karakter. Secara umum Doni Koesuma A 2010 mengatakan karakter sering diasosiasikan dengan apa yang disebut dengan temperamen yang memberinya pada pengertian yang menekankan unsur psikososial yang dikaitkan dengan pendidikan dan konteks lingkungan, selain itu karakter bisa juga dipahami dari sudut pandang behavioral yang menekankan unsur somatopsikis yang dimiliki individu sejak lahir. Dalam hal ini istilah karakter dianggap sama dengan kepribadian. Kepribadian dianggap sebagai ciri atau karakteristik atau gaya atau sifat khas dari seseorang yang bersumber dari bentukan- bentukan yang diterima dari lingkungan misalnya keluarga pada masa kecil, dan juga bawaan seserorang sejak lahir. Jakoep Ezra 2008 mendefinisikan karakter sebagai “cultur” untuk sebuah kesuksesan yang langgeng dan tahan uji, karena telah melewati banyak persitiwa dalam kehidupan ini . Jadi menurut Jakoep karakter adalah sebuah kekuatan dan landasan, karajter adalah sebuah jaminan untuk sukses dan tahan uji di masa sulit dalam menyongsong masa depan yang penuh harapan. Untuk itu agar kemenangan dapat diraih dalam upaya mengatasi kesulitan hidup diperlukan sikap karakter yang tepat. Soemarmo Soedarsono 2010 mengarti-kan karakter adalah nilai-nilai yang terpatri dalam diri kita melalui pendidikan, pengalaman, percobaan, pengorbanan dan pengaruh lingkungan yang dipadukan dengan nilai-nilai dari dalam diri manusia sehingga menjadi semacam nilai intrinsik yang mewujud dalam sistem daya juang yang melandasi pemikiran, sikap dan perilaku kita. Sementara Imam Al-Ghazali mengatakan akhlak adalah sifat yang tertanammenghujam dalam jiwa dan sifat itu, seseorang akan secara spontan dapat dengan mudah memancarkan sikap, tindakan dan perbuatan. Di dalam Kebijakan Nasional 2010:7 karakter diartikan sebagai nilai-nilai khas-baik tahu nilai kebaikan, mau berbuat baik, nyata 3 berkehidupan baik dan berdampak baik terhadap lingkungan yang terpateri dalam diri dan terejawantahkan dalam perilaku. Karakter secara koheren memancar dari hasil olah piker, olah hati, olah raga, serta olah rasa dan karsa seseorang atau sekelompok orang. Karakter merupakan ciri khas seseorang atau sekelompok orang yang mengandung nilai- nilai, kemampuan, kapasitas moral dan ketegaran dalam menghadapi kesulitan dan tantangan. Sedangkan karakter bangsa adalah kualitas perilaku kolektif kebangsaan yang khas-baik yang tercermin dalam kesadaran pemahaman, rasa, karsa dan perlialku bebangsa dabn bernegara sebagai hasil olah piker, olah hati, olah raga dan olah rasa seseorang atau sekelompok orang. building Seperti telah dikemukakan, terwujud- nya dan terbentuknya bangsa Indonesia tidak dengan sendirinya melainkan harus diupaya- kan, diusahakan dan diperjuangkan terus menerus. Setiap kali upaya menanamkan nilai- nilai kebangsaan kendor maka merosot pulalah semangat kebangsaan bangsa Indonesia. Pembangunan bangsa Indonesia tidak ada hentinya dan tidak ada akhirnya selama bangsa Indonesia Ini masih eksis dan masih dikehendaki eksistensinya. Sehubungan dengan hal tersebut, beberapa tahun belakangan ini istilah karakter muncul dan mencuat kembali, adalah sesungguhnya istilah tersebut sudah lama didengungkan oleh tokoh pendidikan kita yaitu Ki Hajar Dewantara. Ki Hadjar Dewantara mengungkap kan bahwa “pendidikan adalah daya upaya untuk memaju- kan bertumbuhnya budi pekerti kekuatan batin, karakter, pikiran intellect dan tubuh anak. Bagian-bagian itu tidak boleh dipisahkan agar kita dapat memajukan kesempurnaan hidup anak kita”. Secara diagramatik, bentuk konfigu- rasi karakter dalam konsteks totalitas proses psikologis dan sosio kultural tersebut dapat dilihat dari konfigurasi sebagai berikut: Sumber: Kementrian Koordinator Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia 2010 Selanjutnya apabila kita simak secara substantive, maka character terdiri atas tiga yaitu operatives values, values in action atau tiga unjuk perilaku yang satu sama lain saling berkaitan yaitu moral knowing, moral feeling , and moral behaviour. Lickona 1991:51 menyebutkan bahwa karakter yang baik adalah terdiri atas proses psikologis knowing the good, desiring the good, and doing the good- habit of the mind, habit of the heart and habit of action. Dari ketika substansi dan proses psikologis tersebut bermuara pada kehidupan moral dan kematangan moral individu. Karakter juga dimaknai sebagai kualitas kepribadian yang baik, dalam arti tahu kebaikan, mau berbuat baik dan nyata berperilaku baik, yang secara koheren akan memancar sebagai hasil olah pikir, olah hati olah raga, dan olah rasa dan karsa. Sebagai suatu konsep akademis, karakter memiliki makna substantive dan proses psikologis yang sangat mendasar. Lickona 1992:50 merujuk pada konsep good character yang dikemukakan oleh Aristoteles sebagai …”the life of right conduct-rignt in relation to other persons and in relation to oneself. Pengertian ini dimaknai bahwa karakter dapat diartikan sebagai suatu kehidupan berprilaku baikpenuh kebajikan yakni berprilaku baik terhadap pihak lain. Pihak lain dalam hal ini adalah Tuhan Yang Mahas Esa, manusia dan alam semesta dan terhadap dirinya sendiri. Selanjutnya Lickona menjelaskan bahwa dalam dunia modern sekarang ini kita cenderung melupakan the virtous life kehidupan yang penuh kebajikan, termasuk di dalamnya self oriented virtous atau kebajikan terhadap diri sendiri, seperti self control and moderation atau pengendalian diri dan kesabaran, dan other oriented virtous atau kebajikan terhadap orang lain, seperti generously and compassion kesadaran berbagi dan merasakan kebaikan. Selanjutnya apa yang dimaksud dengan pendidikan karakter ? Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai- nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa YME, diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen stakeholders harus OLAH PIKIR : CERDAS OLAH HATI : bertanggu ng Jawab OLAH RAGA Bersih dan S h t OLAH RASA DAN KARSA Peduli 4 dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, kualitas hubungan, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga dan lingkungan sekolah. Secara imperative pendidikan karakter bukanlah hal yang baru dalam sistem pendidikan nasional kita sebab jika jika kita telaah tujuan pendidikan national kita yang terdapat dalam semua Undang-Undang yang pernah berlaku, diantaranya adalah UU No 12 Tahun 1954 Jo UU yang menyebutkan bahwa UU No.4 Tahun 1950, bahwa tujuan pendidikan dan pengajaran menurut UU No. 4 Tahun 1950 Bab. II pasal 3 adalah ”membentuk manusia susila yang cakap dan warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air, Selanjutnya di dalam di dalam UU No. 20 Tahun 1989 Undang- Undang No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional meneguhkan dasar pendidikan nasional adalah Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Hal tersebut termaktub dalam Bab II pasal 2 yang bunyi lengkapnya adalah ”Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945”. Sedangkan tujuan pendidikan nasional tercantum dalam Bab II pasal 4 yang berbunyi ”Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuh- nya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan , kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan”. Pendidikan karakter dapat diintegrasi- dalam pembelajaran pada setiap mata pelajaran. Materi pembelajaran yang berkaitan dengan norma atau nilai-nilai pada setiap mata pelajaran perlu dikembangkan, dieksplisitkan, dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari- hari. Dengan demikian, pembelajaran nilai- nilai karakter tidak hanya pada tataran kognitif, tetapi menyentuh pada internalisasi, dan pengamalan nyata dalam kehidupan peserta didik sehari-hari di masyarakat Pernyataan tersebut menunjukkan bagaimana peran pendidikan dalam membangun karakter bangsa yang berbudaya dan berkarakter. Pentingnya membangun karakter ini nampak dari adanya perhatian pemerintah dalam membangun peradaban bangsa, salah satunya dapat dilihat dari pidato Menteri Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa “pilihan tema yang diambil dalam peringatan Hari Pendidikan Nasional HARDIKNAS tahun 2010 ini adalah Pendidikan Karakter untuk Membangun Peradaban Bangsa. Pemilihan tema ini menjadi tepat dengan perkembangan dan perubahan aspirasi masyarakat yang sangat dinamis. Bahkan pada peringatan HARDIKNAS tahun 2011, Menteri Pendidikan Nasional menetapkan tema Pendidikan Karakter sebagai Pilar Kebangkitan Bangsa dan subtema adalah Raih Prestasi Junjung Tinggi Budi Pekerti”. Dari tema peringatan Hardiknas tahun 2011 ini lebih dieksplisitkan dengan sub tema budi pekerti. Hal ini sesungguhnya jika kita telaah ke belakang sudah lama dikemukan oleh bapak pendidikan kita Ki Hajar Dewantara. Setiap bangsa mempunyai budaya. Bangsa yang berbudaya artinya bangsa yang memiliki dan menjunjung tinggi budaya yang hidup dan berkembang di dalam bangsa tersebut. Ki Hajar Dewantara 1889-1959 mengartikan “kebudayaan berarti buah budi manusia adalah hasil perjuangan manusia terhadap dua pengaruh kuat, yakni zaman dan alam yang merupakan bukti kejayaan hidup manusia untuk mengatasi berbagai rintangan dan kesukaran didalam hidup dan penghidupannya guna mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang pada lahirnya bersifat tertib dan damai”. Koentjaraningrat 1923-1999 menyebutkan kebudayaan berarti keseluruhan gagasan dan karya manusia yang harus dibiasakan dengan belajar beserta keseluruhan dari hasil budi pekertinya. Jika disimak dari pengertian budaya di atas, maka dapat kita simpulkan bahwa sesungguhnya kebudayaan merupakan identitas suatu bangsa yang dapat membeda- kan bangsa tersebut dengan bangsa lainnya. Identitas budaya terdiri atas perangkat konsep dan nilai-nilai yang mengatur hubungan antara manusia dan Tuhan, antar sesama manusia serta antara manusia dan alam semesta. Disamping membentuk budaya bangsa, melalui pendidikan juga dapat membangun karakter bangsa yang berkarakter. Menurut Sigmund Freud dalam Syaifudin dan Karim, 5 2008 : 48, menyebutkan character is striving sistem with underly behaviour. Karakter merupakan kumpulan tata nilai yang terwujud dalam suatu sistem daya dorong yang melandasi pemikiran, sikap dan perilaku yang dapat ditampilkan secara mantap. Begitu pula dengan UU Sisdiknas yang sekarang sedang berlaku saat ini yakni No. 20 Tahun 2003, yang juga menyebutkan pentingnya karakter yang diharapkan melalui proses pendidikan di sekolah. “Pendidikan nasional berfungsi mengem- bangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Jika dicermati dari tahun ke tahun di atas jelaslah bahwa pendidikan karakter bukanlah merupakan sesuatu yang baru, melainkan sudah la menjadi perhatian pemerintah, hanya saja implementasinya belum begitu ditekankan, namun sejak tahun 2007 istilah pendidikan karakter ini baru muncul kembali, bahkan sudah diperkenalkan oleh “Bapak Pendidikan Nasional kita Ki Hajar Dewantara” sejak jauh sebelumnya. Menurut-nya “pendidikan merupakan daya upaya untuk memajukan bertumbuh-nya budi pekerti kekuatan batin, karakter, pikiran intellect dan tubuh anak. Pendidikan yang humanis menekan- kan pentingnya pelestarian eksistensi manusia, dalam arti membantu manusia lebih manusiawi, lebih berbudaya, sebagai manusia yang utuh berkembang menurut Ki Hajar Dewantara menyangkut daya cipta kognitif, daya rasa afektif, dan daya karsa konatif. Singkatnya, “educate the head, the heart, and the hand ” Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa secara psikologi dan sosio kultural, pembentukan karakter dalam diri individu merupakan fungsi dari seluruh potensi individu manusia baik secara kognitif, afektif, konatif dan psikomotor dalam konteks interaksi social kultural baik dalam kehidupan keluarga, satuan pendidikan maupun dalam kehidupan bermasyarakat dan berlangsung sepanjang hayat. Kementrian Pendidikan Nasional 2010 :10 mengambarkan konsep ini dalam bentuk konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan sosio kultural yang dikelompokkan dalam olah hati atau spiritual and emotional development, Olah pikir atau intellectual development, olah raga dan kinestetik atau psysical and kinesthetic development, dan olah rasa dan karsa atau affective and creativity development. Wahab 2010 mengemukakan bahwa salah satu kebijakan penting dalam pem- bangunan pendidikan nasional jangka menengah adalah adanya penekanan pen- didikan karakter. Karena pendidikan karakter dapat menjadikan individu smart and good. Menurutnya pendidikan karakter bukanlah suatu proses yang linier, melainkan suatu proses dinamis. Pendidikan karakter membutuhkan suatu lingkungan yang aman, positif dan teratur. Demikian pula membutuhkan condusive school and home climate, ujarnya ketika membuka Rapat Kerja Nasional Rakernas Himpunan Sarjana Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial Indonesia HISPISI 2010. Dari uraian di atas jelaslah bahwa pendidikan merupakan upaya yang dapat ditempuh untuk mewujudkan karakter bangsa yang berbudaya dan berkarakter. Menurut Suhardi 2010 bahwa Pendidikan budaya dan karakter bangsa mesti dipraktekkan sehingga titik beratnya bukan pada teori. Apalagi, selama ini pendidikan budaya seperti hidden curiculum. Selanjutnya Kementrian Pendidikan Nasional mengembangkan Desain Induk Pendidikan Karakter yang merupakan kerangka paradigmatik implementasi pem- bangunan karakter bangsa melalui sistem pendidikan, yaitu : Secara makro pengembangan karakter dapat dibagi dalam tiga tahap yaitu perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi hasil. a. Tahap perencanaan, pada tahap ini dikembangkan perangkat karakter yang digali, dikristalisasi dan dirumuskan dengan menggunakan berbagai sumber, antara lain pertimbangan  filosofis: agama, Pancasila, UUD 1945, UU Sisdiknas.  teoritis: teori tentang otak brain theories, dan lain-lain,  empiris: berupa pengalaman dan praktek terbaik best practices 6 b. Tahap implementasi, yang dikembangkan adalah pengalaman belajar learning experiences dan proses pembelajaran yang bermuara pada pem-bentukan karakter. Proses ini dilakukan dalam tiga lingkungan yaitu pendidikan formal, in formal dan non formal sekolah, keluarga dan masyarakat. Dalam masing-masing pilar akan dikembangkan dua jenis pengalaman belajar yaitu : intervensi dan habituasi. Dalam intervensi, dikembangkan suasana interaksi belajar dan pembelajaran yang sengaja dirancang untuk mencapai tujuan pembentukan karakter dengan menerapkan kegiatan terstruktur structu-red–learning experiences . Untuk itu peran guru sangat penting dan menentukan, sedangkan pada habituasi diciptakan situasi dan konsisi persistent-life situation dan reinforcement yang memungkinkan peserta didik membiasakan diri berperilaku sesuai dengan nolai-nilai dan karakter yang telah diinternalisasikan melalui proses intervensi. Proses pembudayaan dan permberdayaan yang mencakup pemberian contoh, pembelajaran dan pembiasaan dan pe guatan harus dikembangkan secara Dalam konteks makro, kehidupan ber- bangsa dan bernegara Indonesia pelaksanaannya merupakan komitmen dari seluruh sektor kehidupan, baik dalam sector pendidikan nasional maupun lainya. c. Pada tahap evaluasi hasil, dilakukan asessmen program untuk perbaikan berkelanjutan untuk mendeksi aktualisasi karakter dalam diri peserta didik sebagai indicator bahwa proses pembudayaan dan pemberdayakan karakter itu berhasil baik. Sebaliknya pada tataran mikro, Kemendiknas, 2010:13-14 menyebutkan dapat ditata sebagai berikut : a Secara mikro pengembangan nilai karakter dapat dibagi menjadi empat pilar yaitu :  Belajar mengajar di kelas  Kegiatan keseharian dalam bentuk budaya satuan pendidikan school culture  Kegiatan ko-kurikuler dan atau ekstra- kurikuler serta keseharian di rumah, dan dalam masyarakat. b Dalam kegiatan belajar mengajar di kelas pengembangan nilaikaraktrer dapat di- laksanakan dengan menggunakan pen- dekatan terintegrasi dalam semua mata pelajaran embeded approach. Sementara khusus untuk matapelajaran Pendidikan Agama dan Pendidikan Kewarganegaraan PKn, karena memang misinya adalah mengembangkan nilai dan sikap, maka pengembangan nilaikarakter harus men- jadi fokus utama yang dapat mengguna-kan berbagai strategi maupun metode pendidikan nilai valuecharacter educa- tion. Kedua matapelajaran ini nilai karakter dapat dikembangkan baik sebagai dampak pembelajaran secara langsung instructional effects maupun sebagai dampak penyerta nurturrant effects c Dalam lingkungan satuan pendidikan, dapat dilakukan dengan dengan dikondisi-kan agar lingkungan fisik, sosial dan kultural satuan pendidikan yang me-mungkinkan para siswa bersama dengan warga satuan pendidikan lainnya terbiasa membangun kegiatan kesehariannya mencerminkan perwujudan nilaikarakter, misalnya menjaga kebersihan sekolah, dengan menyediakan tempat-tempat sampah; dan lain-lain. d Di lingkungan keluarga dan masyarakat, diupayakan agar terjadi proses penguatan dari orang tuawali serta tokoh-tokoh masyarakat terhadap perilaku berkarakter mulia yang di kembangkan di satuan pendidikan menjadi kegiatan keseharian siswa ketika berada di rumah maupun dalam lingkungan masyarakat. Pembiasan dalam kehidupan keseharian di satuan pendidikan Penerapan pembiasaan kehidupan keseharian di rumah yg sama dg di satuan pendidikan g Integrasi dlm KBM dlm setiap Mapel Integrasi ke dalam kegiatan ekstrakurikuler : pramuka, olahraga, karya tulis dll Sumber : Kementrian Koordinator Kesejahteraan Rakyat RI 2010 Keg kesehari an di rmh Keg eksku rikuler Budaya Sekolah Kegiatan kehidupan keseharian di Satuan Pendidikan KBM di Kelas 7

3. Alternatif Pendekatan Pembelajaran Dalam Membangun Karakter Peserta