Pengulangan Materi Bab III Menggapai Cita Melalui Kreativitas
187 Bahasa Indonesia Wahana Pengetahuan
Karena rasa papeda tawar, kelezatan kuah kuning jadi penentu nikmatnya bersantap papeda. Jika dibandingkan kuah kuning rumahan, kuah kuning Yougwa
terasa lebih berani. Tak pedas, tapi suapan demi suapan kuah aneka rempah bakal memompa keringat segar terus membasahi wajah.
“Kuah kuning kami memang berani bumbu, campuran citarasa khas bumbu dasar masakan Manado, dan kesegaran papeda Danau Sentani,” Kata Rudolf Korua
48 yang melanjutkan bisnis rumah makan yang dirintis ayahnya, Christofel Korua 79, pada 1990. Ketika itu, Yougwa termasuk rumah makan pertama di Papua yang
menawarkan suguhan papeda, lengkap dengan pengalaman bersantap papeda di atas Danau Sentani yang terkenal itu.
“Asal-usul keluarga kami memang dari Manado. Saya lahir tahun 1965 di Jayapura. Ayah sayalah yang pertama merantau, tinggal di Papua sejak tahun 1950. Kami
terinspirasi berbagai hotel dan rumah makan di Bedugul, Bali, yang kerap kami kunjungi ketika mengikuti berbagai kejuaraan ski air,” kata Rudolf yang besar dalam
keluarga atlet ski air itu.
Ikan air tawar bukan satu-satunya teman pendamping santap papeda. Cirita Cafe yang berada di tepian Teluk Jayapura menawarkan kelezatan papeda dengan woku
ikan kakap merah. Berbeda dari kuah kuning Yougwa yang encer dan segar, woku ikan kakap merah
Cirita lebih kental dan kaya bumbu. Cah bunga pepaya menjadi menu pas untuk menawar pekatnya bumbu woku itu.
Belanga dan Papeda
Di berbagai wilayah pesisir dan dataran rendah di Papua, sagu Metroxylon sago yang tak berduri dan Metroxylon rumphii yang penuh duri hadir dalam beragam
tradisi bersantap. Sagu bakar, sagu lempeng, dan sagu bola, menjadi sajian yang banyak dikenal di berbagai pelosok Papua, khususnya dalam tradisi kuliner masyarakat adat
di Kabupaten Mappi, Asmat, hingga Mimika.
Dalam berbagai olahan, papeda menjadi salah satu sajian khas sagu, jarang ditemukan di daerah lainnya. Antropolog sekaligus Ketua Lembaga Riset Papua,
Joshua Robert Mansoben, menyebut papeda lebih dikenal luas dalam masyarakat adat Sentani dan Abrab di Danau Sentani dan Arso, serta Manokwari.
Mengolah sagu menjadi papeda membutuhkan perkakas belanga, karena jenang sagu harus dibuat dengan menuangkan air mendidih dalam saripati sagu. Masyarakat
Sentani dan Abrab yang tinggal di Danau Sentani dan Arso memang mengenal suatu perkakas wajib untuk merebus air, belanga.
Bentuk papeda yang cair membuat masyarakat Sentani dan Abrab mengenal beragam peralatan untuk menyantap papeda, mulai dari gate-gate atau patahan pelepah
sagu yang menjadi sumpit bersantap papeda, hingga mangkuk-mangkuk kayu berukir.
188 Buku Guru Kelas VIII SMP MTs
Mansoben menuturkan Kampung Nabar di Danau Sentani dikenal sebagai kampung para perajin gerabah, dan menyebarkan belanga hingga ke kawasan pesisir
seperti Tobati. “Di Pulau Mansinam, para perajin gerabah membuat belanga yang dikenal sebagai uren doreri, salah satu perkakas yang sejak dahulu diperdagangkan di
berbagai wilayah pesisir di Papua,” kata Mansoben.
Sagu sendiri, pada masa bahari Nusantara jadi komoditas perdagangan penting dan menjadi perbekalan utama dalam berbagai pelayaran yang menjalin berbagai
kerajaan dan kesultanan di Indonesia timur. Begitu melimpahnya berkah sagu, hingga memanjakan masyarakat pesisir dan dataran rendah Papua yang cukup
mengandalkan hidup sebagai pemburu dan peramu untuk penghidupan.
“Sebagai pemburu dan peramu, orang Papua tidak mengenal tradisi memperjualbelikan makanan jadi. Sebagai contoh, sulit menemukan masyarakat adat
Sentani membuka rumah makan papeda. Itu mengapa sajian papeda di rumah makan berbeda citarasa dengan sajian papeda rumahan orang Sentani. Citarasa rumah
makan papeda memang kerap berpadu dengan beragam kuliner khas daerah lain, khususnya Manado,” kata Mansoben.
Ada banyak kisah kehidupan masyarakat adat pesisir dan dataran rendah Papua dalam semangkuk papeda. Tapi jangan lupa, papeda juga menyimpan kelezatan
citarasa terbaik bersantap sop ikan. Sekulum papeda lembut, berbalur kuah kuning, hmmm….
Sumber: Kompas, 21 Desember 2013
Setelah membaca dan memahami teks prosedur di atas, siswa diminta menjawab pertanyaan berikut.
1. Tentukanlah struktur teks prosedur “Dari Belanga Teraduklah Papeda” 2. Tentukan paragraf yang termasuk bagian-bagian dari struktur teks tersebut
3. Cermati penggunaan kaidah kebahasaan yang ada di dalam teks tersebut,
kemudian betulkan jika kamu menemukan penggunaan kaidah kebahasaan yang tidak sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang benar
4. Ringkaslah teks prosedur di atas menjadi teks yang lebih singkat dan lebih mudah dipahami Hilangkan atau ubahlah kalimat-kalimat yang ada di dalam teks
menjadi kalimat-kalimat sederhana yang mudah dipahami
189 Bahasa Indonesia Wahana Pengetahuan