Proses Tipologi Bahasa Mandailing

Telangkai Bahasa dan Sastra, Juli 2014, 110-119 Copyright ©2014, Program Studi Linguistik FIB USU, ISSN 1978-8266

Tahun ke-8, No 2

PROSES TIPOLOGI BAHASA MANDAILING
Nurainun Hasibuan inunhasibuan@gmail.com
Abstrak
Penelitian ini membahas masalah pembubuhan afiks atau imbuhan dalam proses dalam kata dasar serta makna yang dibentuknya. Afiks yang dikaji adalah bahasa Mandailing serta dalam bentuk pengulangan atau reduplikasi dan proses/tipe bahasa secara sintaksis dalam bahasa mandailing.Dan penelitian dilakukan dengan pendekatan kualitatif informasi yang ingin diperoleh menentukan jenis teknik yang dipakai (materials determine a means). Adapun penelitian bertejuan untuk Mendeskripsikan roses afiksasi, reduplikasi, asimilasi dan komposisidalam bahasa Mandailing secara morfologis. Dan Mendeskripsikan proses /tipe bahasa secara sintaksis dalam bahasa mandailing.

PENDAHULUAN
Bahasa merupakan bagian dari kebudayaan berperan penting dalam komunikasi antar anggota masyarakat. Bahasa itu berupa lambang bunyi suara yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Penggunaan bahasa dalam komunikasi, hendaknya dapat memenuhi syarat-syarat komunikasi sehingga kemungkinan adanya salah paham dalam berkomunikasi dapat dikurangi. Ada banyak permasalahan bahasa yang harus diperhatikan oleh pemakai bahasa. Seperti yang kita ketahui Indonesia terdiri atas beberapa suku begitu juga memiliki beragam bahasa daerah dari masing-masing suku misalnya bahasa Mandailing.
Bahasa Mandailing termasuk salah satu bahasa daerah yang masih hidup dan berkembang di Indonesia. Sebagai bahasa daerah, bahasa Mandailing memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat Mandailing terutama yang tinggal di desa-desa.
Dalam bahasa Mandailing banyak kita jumpai bentuk kata yang terbentuk secara morfologis dan secara sintaksis, maka penulis akan mengkaji bentuk kalimat dalam bahasa mandailing yang terbentuk secara morfologis dan secara sintaksis.
Dalam penelitian ini, penulis membahas masalah pembubuhan afiks atau imbuhan dalam proses dalam kata dasar serta makna yang dibentuknya. Afiks yang dikaji adalah bahasa Mandailing serta dalam bentuk pengulangan atau reduplikasi. Rumusan masalah yang dibahas adalah “Bagaimana proses afiksasi, reduplikasi, asimilasi dan komposisidalam bahasa Mandailing secara morfologis dan secara sintaksis?

110

Nurainun Hasibuan
KAJIAN PUSTAKA

Definisi


Tipologi berasal dari dua kata yaitu morf=bentuk bahasa dan logos=ilmu. Jadi pengertian Tipologi adalah ilmu yang mempelajari tentang bentuk bahasa terkecil yang dapat membedakan arti (morfem).

Afiks/imbuhan dapat dibagi sebagai berikut:

- Prefiks/awalan

: ber, se, me, di, ke, pe, per, ter.

- Infiks/sisipan

: el, em, er, in.

- Sufiks/akhiran

: i, kan, an, nya.

- Konfiks ialah imbuhan yang senyawa melekat pada bentuk dasar dan mendukung

satu arti/makna. Imbuhan yang termasuk konfiks adalah:


pe-an

per-an

ke-an

se-an

se-nya

ber-an

- Simulfiks ialah gabungan imbuhan yang tidak sekaligus melekat pada bentuk

dasar.

Imbuhan yang termasuk simulfiks seperti ; di-kan, di-/peer/-kan, mem-/per/-kan,

di-/per-/i, mem-/per-/i, me-kan.


Katamba (1993) menjelaskan bahwa infleksi adalah pembentukan kata yang berkaitan dengan perilaku sintaksis, atau berkaitan dengan ketentuan proses afiksasi secara sintaktikal; sedangkan derivasi adalah proses pembentukan kata yang digunakan untuk membentuk item leksikal baru.

Sedangkan verhaar (2004:143) menjelaskan bahwa infleksi adalah perubahan morfemis dengan mempertahankan identitas leksikal dari kata yang bersangkutan, dan derivasi adalah perubahan morfemis yang menghasilkan kata dengan identitas morfemis yang lain. Misalnya kata tulis, menulis, dan ditulis merupakan proses infleksi karena tidak terjadi perubahan identitas leksikal. Sedangkan kata penulis merupakan proses derivasi karena telah terjadi perubahan identitas leksikal(bukan tentang tulisan tetapi orang yang menulis).

Menurut Verhaar (1978) bentuk-bentuk kata bahasa Indonesia, misalnya: mengajar, di ajar, kauajar, terjar, dan ajarlah bukanlah lima buah kata yang berbeda, melainkan varian dari sebuah kata yang sama. Tetapi bentuk-bentuk, mengajar, pengajar, pengajaran, dan ajarlah adalah lima kata yang berlainan.Verhaar (2004:97) juga menjelaskan bahwa Tipologi adalah cabang linguistik yang mengidentifikasikan satuansatuan dasar bahasa sebagai satuan gramatikal.

Proses Tipologis menurut Samsuri (1985:190) adalah cara pembentukan katakatadengan menghubungkan morfem yang satu dengan morfem yang lain. Kata disebutnya sebagaibentuk minimal yang bebas, artinya bentuk itu dapat diucapkan tersendiri, bisa dikatakan, danbisa didahului dan diikuti oleh jeda yang potensial.

Bentuk (morfem) terikat yang dipakai untuk menurunkan kata disebut afiks atau imbuhan (Alwi dkk., 2003: 31). Pengertian lain proses pembubuhan imbuhan pada suatu satuan, baik satuan itu berupa bentuk tunggal maupun bentuk kompleks, untuk membentuk kata (Cahyono, 1995:145).

Reduplikasi adalah pengulangan satuan gramatikal, baik seluruhnya maupun sebagian, baik disertai variasi fonem maupun tidak (Cahyono, 1995:145).Nida (1949:1)

111

Telangkai Bahasa dan Sastra, Tahun Ke-8, No 2, April 2014
menjelaskan bahwa Tipologi adalah studi tentang morfem dan susunannya di dalam pembentukan kata.Morfem adalah satuan terkecil bermakna yang akurat yang merupakan kata atau bagian kata.
Susunan morfem yang diatur menurut Tipologi suatu bahasa meliputi semua kombinasi yang membentuk kata atau bagian dari kata.Pengulangan adalah pengulangan satuan gramatik, baik seluruhnya maupun sebagiannya, baik dengan variasi fonem maupun tidak (Ramlan,1965:57).

METODE PENELITIAN

Pengumpulan data merupakan salah satu tahapan sangat penting dalam penelitian. Teknik pengumpulan data yang benar akan menghasilkan data yang memiliki kredibilitas tinggi, dan sebaliknya. Oleh karena itu, tahap ini tidak boleh salah dan harus dilakukan dengan cermat sesuai prosedur dan ciri-ciri penelitian kualitatif (sebagaimana telah dibahas pada materi sebelumnya). Sebab, kesalahan atau ketidaksempurnaan dalam metode pengumpulan data akan berakibat fatal, yakni berupa data yang tidak credible, sehingga hasil penelitiannya tidak bisa dipertanggungjawabkan. Dengan demikian, informasi yang ingin diperoleh menentukan jenis teknik yang dipakai (materials determine a means).
Penggunaan istilah „data‟ sebenarnya meminjam istilah yang lazim dipakai dalam metode penelitian kuantitatif yang biasanya berupa tabel angka. Namun, di dalam metode penelitian kualitatif yang dimaksudkan dengan data adalah segala informasi baik lisan maupun tulis, bahkan bisa berupa gambar atau foto, yang berkontribusi untuk menjawab masalah penelitian sebagaimana dinyatakan di dalam rumusan masalah atau fokus peneliti.

PEMBAHASAN Proses Afiksasi Bahasa Mandailing Prefiks (Awalan) ma-

Contoh : Ma + godang (besar) Ma + menek (kecil) Ma + dabu (jatuh) ma + ido (minta) ma + baen (buat) ma + lungun (rindu) Awalan marContoh: mar + lojong (lari) mar + lange (renang) mar + ompung (kakaek) Awalan man: Contoh: Man + dokkon Man + pangkur (cangkul)

magodang (membesar) mamenek (mengecil) madabu (terjatuh)
mangido (meminta) mambuat (membuat)
manongnong (tenggelam)
marlojong(berlari) marlange (berenang) marompung (memanggil kakek/nenek)
mandokkon mamangkur (mencangkul)

112

Nurainun Hasibuan

Man + hurang (kurang)

mangkurang (berkurang)


Man + liang (lubang)

mangaliang (berlubang)

Man + sabun (sabun)

manyabun (menyabuni)

Man + basu (cuci)

mambasu (mencuci)

Awalan manga

Contoh:

manga + layoh (lemah)

mangalayoh (menjadi lemah)


manga + landit (licin)

mangalandit (menjadi licin)

Awalan mang

Contoh:

Mang + oban (bawa)

mangoban (membawa)

Mang + giling (giling)

manggiling (menggiling)

Awalan di-

Contoh:


Di + ayak (kejar)

diayak (dikejar)

Di + handing (pagar)

dihandang (dipagar)

Awalan tar-

Contoh:

tar + dege (pijak)

tardege (terpijak)

tar + jeges (cantik)

tarjeges (tercantik)


tar + dua (dua)

tardua (masing-masing dua)

Awalan pa- (per)

Contoh:

Pa + landit (licin)

palandit (licinkan)

Pa + sada (satu)

pasatu (buat menjadi satu

Pa + godang(besar) Awalan par- (pe) Contoh:

pagodang (besarkan)


Par + modom (tidur)

parmodom (tukang tidur)

Par + abit (kani/baju)

parabit (cara memakai baju)

Par+ huta (kampung)

parhuta (orang yang tinggal dikampung)

Awalan sa

Contoh:

sa + halak (orang)

sahalak (seorang)


sa + tampuk (tangkai)

satampuk (setangkai)

sa + bola (belah)

sambola (sebelah)

Awalan um- bervariasi dengan umm-

Contoh:

um + balga (besar)

umbalga (lebih besar)

um + boto (tahu)

umboto (lebih tahu)


um + otik (sedikit)

ummotik (lebih sedikit)

Sufiks (akhiran)

Sufiks adalah morfem terikat yang digunakan di bagian belakang kata atau

dilekatkan pada akhir dasar.

1) Sufiks on

Ngali + on

ngalion (kedinginan)

113

Telangkai Bahasa dan Sastra, Tahun Ke-8, No 2, April 2014

Sira + on

siraon (yang digarami)

Pangan + on

panganon (makanan)

2) Sufiks Kon/hon (kan) :

Contoh:

Menek + hon

(kecilkan)

Suri + kon

(sisirkan)

3) sufiks I

contoh:

suan + I

suani (tanami)

ubat + I

ubati (memberi obat

duda + I

dudai (berulang-ulang ditumbuk)

4) sufiks nia (untuk kata ganti orang ketiga): anaknia (anaknya), bukunia (bukunya).

5) sufiks na (kata benda menegaskan kata didepannya): godangna, menekna,

bagasna.

6) sufiks an

contoh :

basu + an

basuan (tempat cucian)

menek + an

menekan (lebih kecil)

Infiks (Sisipan)
Sisipan (infiks) adalah imbuhan yang terletak di dalam kata. Jenis imbuhan ini tidak produktif, artinya pemakaiannya terbatas hanya pada kata-kata tertentu. Jadi hampir tidak mengalami pertambahan secara umum. Sisipan terletak pada suku pertama kata dasarnya, yang memisahkan konsonan pertama dengan vokal pertama suku tersebut. Prosesnya imbuhan kata tersebut di sebut infiksasi. Imbuhan yang berupa sisipan seperti: -er-, -el-, -em- dan -in.
um : gumodang, dumenggan, dumonok, gumorsing, guminjang,
Konfiks ialah gabungan prefiks dan sufiks yang dilekatkan sekaligus pada awal dan akhir dasar. Contoh: Mar > an (Ber) > an - : margoaran, marsapaan, marmagoan, mardapotan, marmatakan,
marminuman, marnganan, marngotan, markehean. Ha > an (Ke > an) :, hatorangan, hasulitan, hamagoan, hasonangan Par > an (Per > an) -: parmayaman, parlopoan, parjagalan. Sa > na (Se > nya) -:,saoto-otona, sasotik-sotikna, sabahat-bahatna, sahacit-hacitna,
sagogo-gogona.
Proses Reduplikasi bahasa Mandailing
Reduplikasi disebut juga bentuk ulang atau kata ulang. Keraf (1991:149) mendefinisikan bentuk ulang sebagai sebuah bentuk gramatikal yang berwujud penggandaan sebagian atau seluruh bentuk dasar sebuah kata. Dalam Bahasa Indonesia terdapat bermacam-macam bentuk ulang. Pengulangan dapat dilakukan terhadap kata dasar, kata berimbuhan, maupun kata gabung.
Kata yang terbentuk dari hasil proses pengulangan dikenal dengan nama kata ulang. Chaer (2006:286) membagi kata ulang berdasarkan hasil pengulangannya, yaitu:
114

Nurainun Hasibuan

(1) Kata ulang utuh atau murni

- Kata ulang utuh atau murni merupakan kata ulang yang bagian perulangannya

sama dengan kata dasar yang diulangnya. Dengan kata lain, kata ulang utuh atau

murni terjadi apabila sebuah bentuk dasar mengalami pengulangan seutuhnya.

Misalnya pada kata:

 Potang-potang : Kata Keterangan

 Palan-Palan

: Kata sifat

 Sada-sada

: Kata bilangan

 Dalan-dalan

: Kata kerja

 Dohur-dohur

: Kata kerja

 Purak-purak

: Kata kerja

 Kobun-kobun : Kata Benda

 Sado-sado

: Kata bilangan

 Toke-toke

: Kata benda

 Mulak-mulak : Kata kerja

 Ama-ama

: Kata Benda

 Tapor-tapor

: Kata kerja

 Jia-jia

: Kata Keterangan

 Tonga-tonga

: Kata keterangan

(2) Kata ulang berubah bunyi
Kata ulang berubah bunyi merupakan kata ulang yang bagian perulangannya mengalami perubahan bunyi, baik itu perubahan bunyi vokal maupun bunyi konsonan. Kata ulang jenis ini terjadi apabila ada pengulangan pada seluruh bentuk dasar, namun terjadi perubahan bunyi. Kata ulang berubah bunyi yang mengalami perubahan bunyi vokal misalnya pada kata luntang-lantung, pontang-panting, Kata ulang berubah bunyi yang mengalami perubahan bunyi konsonan misalnya pada katameos-keos, tujae-tujulu (kehilir-mudir), pahae-pahulu
(3) Kata ulang sebagian
Kata ulang sebagian merupakan pengulangan yang dilakukan atas suku kata pertama dari sebuah kata. Dalam pengulangan jenis ini, vokal suku kata pertama diganti dengan vokal e pepet. Kata-kata yang mengalami pengulangan sebagian antara lain daganak,
(4) Kata ulang berimbuhan - Kata ulang berimbuhan merupakan bentuk pengulangan yang disertai dengan pemberian imbuhan. Chaer (2006:287) membagi kata ulang berimbuhan berdasarkan proses pembentukannya menjadi tiga, yaitu (1) sebuah kata dasar mula-mula diberi imbuhan kemudian baru diulang, umpamanya kata marmudar-mudar ( berdarah-darah), marapi-api ( berapi-api) marmate-mate (bermatian), (2) Sebuah kata dasar mula-mula diulang kemudian baru diberi imbuhan, misalnya kata lari yang mula-mula diulang sehingga menjadi larilari kemudian diberi awalan ber- sehingga menjadi berlari-lari; (3) sebuah kata diulang sekaligus diberi imbuhan, umpamanya kata meter yang sekaligus diulang dan diberi awalan ber- sehingga menjadi bentuk bermeter-meter.

Proses Asimilasi dalam bahasa Mandailing
Asimilasi adalah perubahan bunyi dari dua bunyi yang tidak sama menjadi bunyi yang sama atau yang hampir sama. Hal ini terjadi karena bunyi-bunyi bahasa itu

115

Telangkai Bahasa dan Sastra, Tahun Ke-8, No 2, April 2014
diucapkan secara berurutan sehingga berpotensi untuk saling mempengaruhi atau dipengaruhi.
Contoh: /z/ pada posisi akhir dalam kata bozoka, ijazah, inza yang diucakapkan dengan /s/: /basoka/ /jasah/ /insa/.
/b/ pada posisi akhir dalam kata magorib, ombob yang diucakapkan dengan /p/: /magorip/ /ombop/ /saptu/.
Proses Komposisi dalam bahasa Mandailing
Definisi komposisi menurut Harimurti adalah proses penggabungan dua leksem atau lebih yang membentuk kata. “Output” proses itu disebut paduan leksem atau kompositum yang menjadi calon kata majemuk. Harimurti membedakan komposisi dan frasa dengan menyatakan bahwa frasa ialah gabungan kata, bukan gabungan leksem. Contoh: bagas godang, halaman bolak, anak boru, bulung gadung, amang boru, sopo godang, pira manuk, karosi panjang, abit ginjang, salawor panjang, poken jongjong, naposo bulung, nauli bulung, pandan misang,
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam bahasa mandailing terjadi pembentukan kata secara morfologis.
Pembentukan kata secara sintaksis Adanya Hubungan antara kelas leksikal, struktur argument, peran semantis, dan
relasi gramatikal adalah bahwa dalam sebuah kalimat terdiri dari masing-masing kelas kata atau leksikal pada suatu klausa yakni terdiri dari kelas kata nomina, verba dan adjektiva yang mana dalam kalimat tersebut terdapat juga struktur argumen yang akan dibahas menurut bentuknya, sejauh sesuai dengan sifat semantis verba. Ada satu hal yang perlu diperhatikan terlebih dahulu yaitu tentang argumen yang “sesuai dengan dengan verba” tidak bisa dimasukkan dengan “persesuaian” dari bentuk verba dengan bentuk argument. Persesuaian ini adalah persesuaian (bentuk) verba dengan (bentuk) argumen. Justru kebalikannya yaitu “sesuainya” Argumen (menurut perannya, entah tampak dengan pemarkahan morfemis) dengan arti leksikal verba itu tampak dengan pemarkahan morfemis atau tidak. Biasanya verba adalah netral terhadap jumlah argument-argumennya dengan menentukan peran semantis yang mana peran semantis itu sendiri ada hubungannya dalam tipologi bahasa dan aliansi gramatikal. Pengkajian aliansi gramatikal pada dasarnya didasari dan dicermati melalui kajian tipologi bahasa yang bersangkutan. atau tipologi bahasa apakah ergative, akusatif dan statif. Sedangkan hubungannya dengan relasi gramatikal tentu saja bahwa dalam Tata bahasa relasional menggunakan seperangkat alat berupa relasi gramatikal seperti subjek, pasien dan agent baik itu objek lansung, dan objek tak langsung. Relasi tersebut juga digunakan oleh tata bahasawan tradisional yang konsepnya relevan dengan konsep relasi gramatikal Pernyataan tersebut menyatakan bahwa subjek, agen dan pasien, dan kompolemen adalah elemen-elemen pengisi fungsi sintaksis berupa frasa nomina. Hal itu berarti bahwa relasi gramatikal adalah relasi yang mendududki fungi sintaksis seperti subjek, agent pasien, dan komplemen. Fungsi sintaksis tersebut merupakan frasa nomina.
116

Nurainun Hasibuan
Dari uraian di atas dapat disimpulkan dengan sebuah skema sebagai berikut:
Tipe nominatif-akusatif
S A P Struktur argument ( S, P, A)
Nominative akusatif
Tipe nominatif-akusatif apabila Argumen A berperilaku sama dengan argumen S dan berbeda dengan argumen P.
Berdasarkan struktur kalimatnya, maka bahasa dapat dikelompokkan menjadi bahasa yang akusatif dan bahasa yang ergatif. Yang mana Bahasa ergatif memperlakukan P sama dengan S. Biasanya sama-sama tidak bermarkah. Adapun bahasa ergative tersebut dapat dianalis berdasarkan tipe aliansi klausa yakni bahasa ergatif secara morfologis dan bahasa ergative secara sintaksis.
Bahasa ergative secara morfologis atau Kalimat ergative secara morfologis adalah apabila komplemen Subyek (S) verba intransitif dimarkahi dengan cara yang sama dengan Pasien (P) verba transitif, dan berbeda dari komplemen Agen (A) verba transitif. Dan Bahasa ergative secara sintaksis dikatakan bahwa kalimat memiliki kaedah sintaksis yang memperlakukan S sama dengan P, dan berbeda dari A.
Contoh : Ia loja harana mardalan-dalan Ia-ERG loja harana Ø mardalan-dalan Ia capek karena berjalan-jalan
Pada contoh kalimat diatas terdapat ciri ergative secara sintaksis dapat dilihat dari perlakuan struktur argumennya. Subjek ia pada kalimat di atas diperlakukan sama dengan pasien ia (dilesapkan) disombolkan dengan Ø.
Song (2001:4) mengemukakan bahwa dalam pelaksanaan kerjanya, ada empat tahapan kerja-analisis yang mesti dilalui dalam kajian tipologi linguistik. Tahap pertama adalah penentuan fenomena yang akan dikaji. Dalam hal ini diperlukan pembatasan dan kejelasan gejala variasi struktural bahasa yang akan dikaji. Langkah ini amat penting artinya karena begitu rumitnya pertautan antara unsur-unsur bahasa, baik dalam bahasa itu sendiri maupun antara bahasa. Tahap kedua adalah pengelompokan tipologis fenomena yang sedang diteliti. Tahap ini memerlukan percermatan dan penelaahan data secara sungguh-sungguh disertai pemahaman teori yang memadai. Tahap ketiga adalah perumusan generalisasi terhadap pengelompokan tersebut. Tahap ini memerlukan kepekaan dan kejelian linguistik untuk dapat merumuskan simpulan-simpulan teoretis yang bersesuaian dengan keadaan dan watak data. Tahap terakhir adalah penjelasan atas tiap generalisasi atau rumusan teoretis yang dibuat. Tahap ini menjadi ukuran dan penentu bagi kebermaknaan temuan yang diperoleh.
Dengan menggunakan teori tipologi linguistik dan cara kerja yang bersifat deskriptif-alamiah, para ahli tipologi berupaya melakukan pengelompokan bahasa-bahasa (pentipologian) yang melahirkan tipologi bahasa. Dengan demikian, istilah bahasa akusatif, bahasaergatif, bahasa aktif, dan yang lainnya merupakan sebutan tipologis untuk bahasa-bahasa yang kurang lebih (secara gramatikal) mempunyai persamaan (lihat Comrie, 1989; Dixon,1994; Artawa, 2005). Pentipologian bahasa-bahasa berdasarkan sifat-perilaku gramatikal yaitu, oleh sebagian ahli, disebut sebagai tipologi gramatikal.
117

Telangkai Bahasa dan Sastra, Tahun Ke-8, No 2, April 2014
Penyebutan ini dilakukan untuk membedakannya dari sebutan tipologi fungsional yang mendasarkan pentipologian bahasa-bahasa atas dasar fungsi-fungsi pragmatis atau fungsi-fungsi bahasa sebagai alat komunikasi. Dengan demikian, dalam perkembangannya,tipologi linguistik dan pentipologian bahasa-bahasa dapat dibedakan menjadi tipologi gramatikal dan tipologi fungsional (Givon,1984; Jufrizal,2004; Artawa, 2005). Pentipologian bahasa-bahasa, terutama pada tataran sintaksis, berkaitan dengan sistem aliansi gramatikal (grammaticalalliance). Pengertian dasar dari alian sigramatikal itu adalah sistem atau kecendrungan persekutuan gramatikal didalam atau antar klausa dalam satu bahasa secara tipologis apakah persekutuan itu S=A,≠P, atau S=P,≠A, atau Sa=A, Sp=P atau sistem yang lainnya (lihat Dixon, 1994; Payne, 2002; Jufrizal, 2004; Artawa, 2004). Dixon (1994) mengemukakan bahwa sistem aliansi gramatikal yang menjadi titik perhatian untuk menentukan tipologi gramatikal yang mungkin untuk bahasa-bahasa didunia dapat dibagi tiga, yaitu sistem akusatif, sistemergatif, dan sistem S- terpilah (bahasaaktif).
Sebuah bahasa memiliki alian sigramatikal yang disebut sistem akusatif secara sintaksis adalah apabila argumen satu-satunya pada klausa intransitif (S) bahasa tersebut diperlakukan sama dengan argumenagen (A) klausa transitifnya, dan perlakuan yang berbeda diberikan pada argumen pasien (P) klausa transitif. Sementara itu, pada bahasa yang sitemalian sigramatikalnya memperlakukan S sama dengan P, dan perlakuan yang berbeda diberikan pada A, maka bahasa tersebut dikatakan memiliki sistemergatif. Pada bahasa yang sistemaliansi gramatikalnya memperlihatkan sekelompok S sama dengan A dan sekelompok S yang lain sama dengan P, maka bahasa tersebut dikelompokkan sebagai bahasa dengan sistemaktif.
KESIMPULAN
Tipologi merupakan bidang ilmu yang membicarakan struktur intern kata. Untuk dapat digunakan dalam tuturan, kata ada yang langsung dapat digunakan, ada pula yang harus melalui sebuah proses terlebih dahulu. Proses Tipologis merupakan suatu proses untuk menghasilkan kata turunan, berupa kata berimbuhan, kata ulang, atau kata majemuk. Morfem sebagai bahan dasar dalam proses Tipologis ada yang dapat bersendiri dalam tuturan biasa dan memiliki sifat bebas secara gramatik ada juga yang harus melalui proses Tipologis.
Berdasarkan bentuknya kata dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu kata dasar dan kata turunan. Kata dasar adalah kata yang menjadi dasar bagi bentukan kata yang lebih kompleks. Sebagai contoh kata duduk dapat dipakai sebagai dasar untuk membentuk kata menduduki dan mendudukan. Begitu pula kata temu dapat dipakai sebagai dasar untuk kata bertemu, menemui, menemukan dan sebagainya.
Pada umumnya kata dasar berupa bentuk bebas, tanpa mengalami proses Tipologis apa pun sudah mempunyai waktu mandiri dan mempunyai makna dalam kalimat, seperti kata duduk. Namun ketika itu lebih lazim disebut sebagai kata dasar bebas. Kata turunan pada dasarnya merupakan kata yang dibentuk melalui proses transposisi, pengimbuhan (afiksasi) pengulangan (reduplikasi) atau pemajemukan (komposisi). Dan secara sintaksis bahasa mandailing dapt dikatakan tipe bahasa yang ergative. Aglutinative.
118

Nurainun Hasibuan
DAFTAR PUSTAKA Alwi, Hasan, dkk. 2000. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Chaer, Abdul. 2003. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta. Finoza, Lamuddin. 2006. Komposisi Bahasa Indonesia. Jakarta: Diksi Insan Mulia. I.G.N. Oka dan Suparno. 1994. Linguistik Umum. Jakarta: Dirjendikti Depdikbud. Keraf, Gorys. 1993. Komposisi. Flores: Nusa Indah. Verharr, J.W.M. 2008. Asas-asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
119

120