PROSES TIPOLOGI BAHASA MANDAILING Nurainun Hasibuan inunhasibuangmail.com Abstrak - Proses Tipologi Bahasa Mandailing

Telangkai Bahasa dan Sastra, Juli 2014, 110-119
Copyright ©2014, Program Studi Linguistik FIB USU, ISSN 1978-8266

Tahun ke-8, No 2

PROSES TIPOLOGI BAHASA MANDAILING
Nurainun Hasibuan
inunhasibuan@gmail.com
Abstrak
Penelitian ini membahas masalah pembubuhan afiks atau imbuhan dalam
proses dalam kata dasar serta makna yang dibentuknya. Afiks yang dikaji
adalah bahasa Mandailing serta dalam bentuk pengulangan atau reduplikasi
dan proses/tipe bahasa secara sintaksis dalam bahasa mandailing.Dan
penelitian dilakukan dengan pendekatan kualitatif informasi yang ingin
diperoleh menentukan jenis teknik yang dipakai (materials determine a
means). Adapun penelitian bertejuan untuk Mendeskripsikan roses afiksasi,
reduplikasi, asimilasi dan komposisidalam bahasa Mandailing secara
morfologis. Dan Mendeskripsikan proses /tipe bahasa secara sintaksis dalam
bahasa mandailing.

PENDAHULUAN

Bahasa merupakan bagian dari kebudayaan berperan penting dalam komunikasi
antar anggota masyarakat. Bahasa itu berupa lambang bunyi suara yang dihasilkan oleh
alat ucap manusia. Penggunaan bahasa dalam komunikasi, hendaknya dapat memenuhi
syarat-syarat komunikasi sehingga kemungkinan adanya salah paham dalam
berkomunikasi dapat dikurangi. Ada banyak permasalahan bahasa yang harus
diperhatikan oleh pemakai bahasa. Seperti yang kita ketahui Indonesia terdiri atas
beberapa suku begitu juga memiliki beragam bahasa daerah dari masing-masing suku
misalnya bahasa Mandailing.
Bahasa Mandailing termasuk salah satu bahasa daerah yang masih hidup dan
berkembang di Indonesia. Sebagai bahasa daerah, bahasa Mandailing memegang peranan
penting dalam kehidupan masyarakat Mandailing terutama yang tinggal di desa-desa.
Dalam bahasa Mandailing banyak kita jumpai bentuk kata yang terbentuk secara
morfologis dan secara sintaksis, maka penulis akan mengkaji bentuk kalimat dalam
bahasa mandailing yang terbentuk secara morfologis dan secara sintaksis.
Dalam penelitian ini, penulis membahas masalah pembubuhan afiks atau imbuhan
dalam proses dalam kata dasar serta makna yang dibentuknya. Afiks yang dikaji adalah
bahasa Mandailing serta dalam bentuk pengulangan atau reduplikasi. Rumusan masalah
yang dibahas adalah “Bagaimana proses afiksasi, reduplikasi, asimilasi dan
komposisidalam bahasa Mandailing secara morfologis dan secara sintaksis?


110

Nurainun Hasibuan

KAJIAN PUSTAKA
Definisi
Tipologi berasal dari dua kata yaitu morf=bentuk bahasa dan logos=ilmu. Jadi
pengertian Tipologi adalah ilmu yang mempelajari tentang bentuk bahasa terkecil yang
dapat membedakan arti (morfem).
Afiks/imbuhan dapat dibagi sebagai berikut:
- Prefiks/awalan
: ber, se, me, di, ke, pe, per, ter.
- Infiks/sisipan
: el, em, er, in.
- Sufiks/akhiran
: i, kan, an, nya.
- Konfiks ialah imbuhan yang senyawa melekat pada bentuk dasar dan mendukung
satu arti/makna. Imbuhan yang termasuk konfiks adalah:
pe-an
per-an

ke-an
se-an
se-nya
ber-an
- Simulfiks ialah gabungan imbuhan yang tidak sekaligus melekat pada bentuk
dasar.
Imbuhan yang termasuk simulfiks seperti ; di-kan, di-/peer/-kan, mem-/per/-kan,
di-/per-/i, mem-/per-/i, me-kan.
Katamba (1993) menjelaskan bahwa infleksi adalah pembentukan kata yang
berkaitan dengan perilaku sintaksis, atau berkaitan dengan ketentuan proses afiksasi
secara sintaktikal; sedangkan derivasi adalah proses pembentukan kata yang digunakan
untuk membentuk item leksikal baru.
Sedangkan verhaar (2004:143) menjelaskan bahwa infleksi adalah perubahan
morfemis dengan mempertahankan identitas leksikal dari kata yang bersangkutan, dan
derivasi adalah perubahan morfemis yang menghasilkan kata dengan identitas morfemis
yang lain. Misalnya kata tulis, menulis, dan ditulis merupakan proses infleksi karena tidak
terjadi perubahan identitas leksikal. Sedangkan kata penulis merupakan proses derivasi
karena telah terjadi perubahan identitas leksikal(bukan tentang tulisan tetapi orang yang
menulis).
Menurut Verhaar (1978) bentuk-bentuk kata bahasa Indonesia, misalnya: mengajar,

di ajar, kauajar, terjar, dan ajarlah bukanlah lima buah kata yang berbeda, melainkan
varian dari sebuah kata yang sama. Tetapi bentuk-bentuk, mengajar, pengajar,
pengajaran, dan ajarlah adalah lima kata yang berlainan.Verhaar (2004:97) juga
menjelaskan bahwa Tipologi adalah cabang linguistik yang mengidentifikasikan satuansatuan dasar bahasa sebagai satuan gramatikal.
Proses Tipologis menurut Samsuri (1985:190) adalah cara pembentukan katakatadengan menghubungkan morfem yang satu dengan morfem yang lain. Kata
disebutnya sebagaibentuk minimal yang bebas, artinya bentuk itu dapat diucapkan
tersendiri, bisa dikatakan, danbisa didahului dan diikuti oleh jeda yang potensial.
Bentuk (morfem) terikat yang dipakai untuk menurunkan kata disebut afiks atau
imbuhan (Alwi dkk., 2003: 31). Pengertian lain proses pembubuhan imbuhan pada suatu
satuan, baik satuan itu berupa bentuk tunggal maupun bentuk kompleks, untuk
membentuk kata (Cahyono, 1995:145).
Reduplikasi adalah pengulangan satuan gramatikal, baik seluruhnya maupun
sebagian, baik disertai variasi fonem maupun tidak (Cahyono, 1995:145).Nida (1949:1)
111

Telangkai Bahasa dan Sastra, Tahun Ke-8, No 2, April 2014

menjelaskan bahwa Tipologi adalah studi tentang morfem dan susunannya di dalam
pembentukan kata.Morfem adalah satuan terkecil bermakna yang akurat yang merupakan
kata atau bagian kata.

Susunan morfem yang diatur menurut Tipologi suatu bahasa meliputi semua
kombinasi yang membentuk kata atau bagian dari kata.Pengulangan adalah pengulangan
satuan gramatik, baik seluruhnya maupun sebagiannya, baik dengan variasi fonem
maupun tidak (Ramlan,1965:57).
METODE PENELITIAN
Pengumpulan data merupakan salah satu tahapan sangat penting dalam penelitian.
Teknik pengumpulan data yang benar akan menghasilkan data yang memiliki kredibilitas
tinggi, dan sebaliknya. Oleh karena itu, tahap ini tidak boleh salah dan harus dilakukan
dengan cermat sesuai prosedur dan ciri-ciri penelitian kualitatif (sebagaimana telah
dibahas pada materi sebelumnya). Sebab, kesalahan atau ketidaksempurnaan dalam
metode pengumpulan data akan berakibat fatal, yakni berupa data yang tidak credible,
sehingga hasil penelitiannya tidak bisa dipertanggungjawabkan. Dengan demikian,
informasi yang ingin diperoleh menentukan jenis teknik yang dipakai (materials
determine a means).
Penggunaan istilah „data‟ sebenarnya meminjam istilah yang lazim dipakai dalam
metode penelitian kuantitatif yang biasanya berupa tabel angka. Namun, di dalam metode
penelitian kualitatif yang dimaksudkan dengan data adalah segala informasi baik lisan
maupun tulis, bahkan bisa berupa gambar atau foto, yang berkontribusi untuk menjawab
masalah penelitian sebagaimana dinyatakan di dalam rumusan masalah atau fokus
peneliti.

PEMBAHASAN
Proses Afiksasi Bahasa Mandailing
Prefiks (Awalan) maContoh :
Ma + godang (besar)
Ma + menek (kecil)
Ma + dabu (jatuh)
ma + ido (minta)
ma + baen (buat)
ma + lungun (rindu)
Awalan marContoh:
mar + lojong (lari)
mar + lange (renang)
mar + ompung (kakaek)
Awalan man:
Contoh:
Man + dokkon
Man + pangkur (cangkul)

magodang (membesar)
mamenek (mengecil)

madabu (terjatuh)
mangido (meminta)
mambuat (membuat)
manongnong (tenggelam)

marlojong(berlari)
marlange (berenang)
marompung (memanggil kakek/nenek)

mandokkon
mamangkur (mencangkul)
112

Nurainun Hasibuan

Man + hurang (kurang)
mangkurang (berkurang)
Man + liang (lubang)
mangaliang (berlubang)
Man + sabun (sabun)

manyabun (menyabuni)
Man + basu (cuci)
mambasu (mencuci)
Awalan manga
Contoh:
manga + layoh (lemah)
mangalayoh (menjadi lemah)
manga + landit (licin)
mangalandit (menjadi licin)
Awalan mang
Contoh:
Mang + oban (bawa)
mangoban (membawa)
Mang + giling (giling)
manggiling (menggiling)
Awalan diContoh:
Di + ayak (kejar)
diayak (dikejar)
Di + handing (pagar)
dihandang (dipagar)

Awalan tarContoh:
tar + dege (pijak)
tardege (terpijak)
tar + jeges (cantik)
tarjeges (tercantik)
tar + dua (dua)
tardua (masing-masing dua)
Awalan pa- (per)
Contoh:
Pa + landit (licin)
palandit (licinkan)
Pa + sada (satu)
pasatu (buat menjadi satu
Pa + godang(besar)
pagodang (besarkan)
Awalan par- (pe)
Contoh:
Par + modom (tidur)
parmodom (tukang tidur)
Par + abit (kani/baju)

parabit (cara memakai baju)
Par+ huta (kampung)
parhuta (orang yang tinggal dikampung)
Awalan sa
Contoh:
sa + halak (orang)
sahalak (seorang)
sa + tampuk (tangkai)
satampuk (setangkai)
sa + bola (belah)
sambola (sebelah)
Awalan um- bervariasi dengan ummContoh:
um + balga (besar)
umbalga (lebih besar)
um + boto (tahu)
umboto (lebih tahu)
um + otik (sedikit)
ummotik (lebih sedikit)
Sufiks (akhiran)
Sufiks adalah morfem terikat yang digunakan di bagian belakang kata atau

dilekatkan pada akhir dasar.
1) Sufiks on
Ngali + on
ngalion (kedinginan)
113

Telangkai Bahasa dan Sastra, Tahun Ke-8, No 2, April 2014

2)

3)

4)
5)
6)

Sira + on
siraon (yang digarami)
Pangan + on
panganon (makanan)
Sufiks Kon/hon (kan) :
Contoh:
Menek + hon
(kecilkan)
Suri + kon
(sisirkan)
sufiks I
contoh:
suan + I
suani (tanami)
ubat + I
ubati (memberi obat
duda + I
dudai (berulang-ulang ditumbuk)
sufiks nia (untuk kata ganti orang ketiga): anaknia (anaknya), bukunia (bukunya).
sufiks na (kata benda menegaskan kata didepannya): godangna, menekna,
bagasna.
sufiks an
contoh :
basu + an
basuan (tempat cucian)
menek + an
menekan (lebih kecil)

Infiks (Sisipan)
Sisipan (infiks) adalah imbuhan yang terletak di dalam kata. Jenis imbuhan ini
tidak produktif, artinya pemakaiannya terbatas hanya pada kata-kata tertentu. Jadi hampir
tidak mengalami pertambahan secara umum. Sisipan terletak pada suku pertama kata
dasarnya, yang memisahkan konsonan pertama dengan vokal pertama suku tersebut.
Prosesnya imbuhan kata tersebut di sebut infiksasi. Imbuhan yang berupa sisipan seperti:
-er-, -el-, -em- dan -in.
um : gumodang, dumenggan, dumonok, gumorsing, guminjang,
Konfiks ialah gabungan prefiks dan sufiks yang dilekatkan sekaligus pada awal dan
akhir dasar.
Contoh:
Mar > an (Ber) > an - : margoaran, marsapaan, marmagoan, mardapotan, marmatakan,
marminuman, marnganan, marngotan, markehean.
Ha > an (Ke > an) :, hatorangan, hasulitan, hamagoan, hasonangan
Par > an (Per > an) -: parmayaman, parlopoan, parjagalan.
Sa > na (Se > nya) -:,saoto-otona, sasotik-sotikna, sabahat-bahatna, sahacit-hacitna,
sagogo-gogona.
Proses Reduplikasi bahasa Mandailing
Reduplikasi disebut juga bentuk ulang atau kata ulang. Keraf (1991:149)
mendefinisikan bentuk ulang sebagai sebuah bentuk gramatikal yang berwujud
penggandaan sebagian atau seluruh bentuk dasar sebuah kata. Dalam Bahasa Indonesia
terdapat bermacam-macam bentuk ulang. Pengulangan dapat dilakukan terhadap kata
dasar, kata berimbuhan, maupun kata gabung.
Kata yang terbentuk dari hasil proses pengulangan dikenal dengan nama kata
ulang. Chaer (2006:286) membagi kata ulang berdasarkan hasil pengulangannya, yaitu:
114

Nurainun Hasibuan

(1)

Kata ulang utuh atau murni
- Kata ulang utuh atau murni merupakan kata ulang yang bagian perulangannya
sama dengan kata dasar yang diulangnya. Dengan kata lain, kata ulang utuh atau
murni terjadi apabila sebuah bentuk dasar mengalami pengulangan seutuhnya.
Misalnya pada kata:
 Potang-potang
: Kata Keterangan
 Palan-Palan
: Kata sifat
 Sada-sada
: Kata bilangan
 Dalan-dalan
: Kata kerja
 Dohur-dohur
: Kata kerja
 Purak-purak
: Kata kerja
 Kobun-kobun
: Kata Benda
 Sado-sado
: Kata bilangan
 Toke-toke
: Kata benda
 Mulak-mulak
: Kata kerja
 Ama-ama
: Kata Benda
 Tapor-tapor
: Kata kerja
 Jia-jia
: Kata Keterangan
 Tonga-tonga
: Kata keterangan

(2)

Kata ulang berubah bunyi

Kata ulang berubah bunyi merupakan kata ulang yang bagian perulangannya
mengalami perubahan bunyi, baik itu perubahan bunyi vokal maupun bunyi konsonan.
Kata ulang jenis ini terjadi apabila ada pengulangan pada seluruh bentuk dasar, namun
terjadi perubahan bunyi. Kata ulang berubah bunyi yang mengalami perubahan bunyi
vokal misalnya pada kata luntang-lantung, pontang-panting, Kata ulang berubah bunyi
yang mengalami perubahan bunyi konsonan misalnya pada katameos-keos, tujae-tujulu
(kehilir-mudir), pahae-pahulu
(3)

Kata ulang sebagian

Kata ulang sebagian merupakan pengulangan yang dilakukan atas suku kata
pertama dari sebuah kata. Dalam pengulangan jenis ini, vokal suku kata pertama diganti
dengan vokal e pepet. Kata-kata yang mengalami pengulangan sebagian antara lain
daganak,
(4)

Kata ulang berimbuhan
- Kata ulang berimbuhan merupakan bentuk pengulangan yang disertai dengan
pemberian imbuhan. Chaer (2006:287) membagi kata ulang berimbuhan
berdasarkan proses pembentukannya menjadi tiga, yaitu (1) sebuah kata dasar
mula-mula diberi imbuhan kemudian baru diulang, umpamanya kata
marmudar-mudar ( berdarah-darah), marapi-api ( berapi-api) marmate-mate
(bermatian), (2) Sebuah kata dasar mula-mula diulang kemudian baru diberi
imbuhan, misalnya kata lari yang mula-mula diulang sehingga menjadi larilari kemudian diberi awalan ber- sehingga menjadi berlari-lari; (3) sebuah
kata diulang sekaligus diberi imbuhan, umpamanya kata meter yang sekaligus
diulang dan diberi awalan ber- sehingga menjadi bentuk bermeter-meter.

Proses Asimilasi dalam bahasa Mandailing
Asimilasi adalah perubahan bunyi dari dua bunyi yang tidak sama menjadi bunyi
yang sama atau yang hampir sama. Hal ini terjadi karena bunyi-bunyi bahasa itu
115

Telangkai Bahasa dan Sastra, Tahun Ke-8, No 2, April 2014

diucapkan secara berurutan sehingga berpotensi untuk saling mempengaruhi atau
dipengaruhi.
Contoh:
/z/ pada posisi akhir dalam kata bozoka, ijazah, inza yang diucakapkan dengan /s/:
/basoka/ /jasah/ /insa/.
/b/ pada posisi akhir dalam kata magorib, ombob yang diucakapkan dengan /p/: /magorip/
/ombop/ /saptu/.

Proses Komposisi dalam bahasa Mandailing
Definisi komposisi menurut Harimurti adalah proses penggabungan dua leksem
atau lebih yang membentuk kata. “Output” proses itu disebut paduan leksem atau
kompositum yang menjadi calon kata majemuk. Harimurti membedakan komposisi dan
frasa dengan menyatakan bahwa frasa ialah gabungan kata, bukan gabungan leksem.
Contoh: bagas godang, halaman bolak, anak boru, bulung gadung, amang boru, sopo
godang, pira manuk, karosi panjang, abit ginjang, salawor panjang, poken jongjong,
naposo bulung, nauli bulung, pandan misang,
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam bahasa mandailing terjadi
pembentukan kata secara morfologis.
Pembentukan kata secara sintaksis
Adanya Hubungan antara kelas leksikal, struktur argument, peran semantis, dan
relasi gramatikal adalah bahwa dalam sebuah kalimat terdiri dari masing-masing kelas
kata atau leksikal pada suatu klausa yakni terdiri dari kelas kata nomina, verba dan
adjektiva yang mana dalam kalimat tersebut terdapat juga struktur argumen yang akan
dibahas menurut bentuknya, sejauh sesuai dengan sifat semantis verba. Ada satu hal yang
perlu diperhatikan terlebih dahulu yaitu tentang argumen yang “sesuai dengan dengan
verba” tidak bisa dimasukkan dengan “persesuaian” dari bentuk verba dengan bentuk
argument. Persesuaian ini adalah persesuaian (bentuk) verba dengan (bentuk) argumen.
Justru kebalikannya yaitu “sesuainya” Argumen (menurut perannya, entah tampak
dengan pemarkahan morfemis) dengan arti leksikal verba itu tampak dengan pemarkahan
morfemis atau tidak. Biasanya verba adalah netral terhadap jumlah argument-argumennya
dengan menentukan peran semantis yang mana peran semantis itu sendiri ada
hubungannya dalam tipologi bahasa dan aliansi gramatikal. Pengkajian aliansi gramatikal
pada dasarnya didasari dan dicermati melalui kajian tipologi bahasa yang bersangkutan.
atau tipologi bahasa apakah ergative, akusatif dan statif. Sedangkan hubungannya dengan
relasi gramatikal tentu saja bahwa dalam Tata bahasa relasional menggunakan
seperangkat alat berupa relasi gramatikal seperti subjek, pasien dan agent baik itu objek
lansung, dan objek tak langsung. Relasi tersebut juga digunakan oleh tata bahasawan
tradisional yang konsepnya relevan dengan konsep relasi gramatikal Pernyataan tersebut
menyatakan bahwa subjek, agen dan pasien, dan kompolemen adalah elemen-elemen
pengisi fungsi sintaksis berupa frasa nomina. Hal itu berarti bahwa relasi gramatikal
adalah relasi yang mendududki fungi sintaksis seperti subjek, agent pasien, dan
komplemen. Fungsi sintaksis tersebut merupakan frasa nomina.

116

Nurainun Hasibuan

Dari uraian di atas dapat disimpulkan dengan sebuah skema sebagai berikut:
Tipe nominatif-akusatif
S
A

Nominative

P

Struktur argument ( S, P, A)

akusatif

Tipe nominatif-akusatif apabila Argumen A berperilaku sama dengan argumen S
dan berbeda dengan argumen P.
Berdasarkan struktur kalimatnya, maka bahasa dapat dikelompokkan menjadi
bahasa yang akusatif dan bahasa yang ergatif. Yang mana Bahasa ergatif memperlakukan
P sama dengan S. Biasanya sama-sama tidak bermarkah. Adapun bahasa ergative tersebut
dapat dianalis berdasarkan tipe aliansi klausa yakni bahasa ergatif secara morfologis dan
bahasa ergative secara sintaksis.
Bahasa ergative secara morfologis atau Kalimat ergative secara morfologis adalah
apabila komplemen Subyek (S) verba intransitif dimarkahi dengan cara yang sama
dengan Pasien (P) verba transitif, dan berbeda dari komplemen Agen (A) verba transitif.
Dan Bahasa ergative secara sintaksis dikatakan bahwa kalimat memiliki kaedah sintaksis
yang memperlakukan S sama dengan P, dan berbeda dari A.
Contoh :
Ia loja harana mardalan-dalan
Ia-ERG loja harana Ø mardalan-dalan
Ia capek karena berjalan-jalan
Pada contoh kalimat diatas terdapat ciri ergative secara sintaksis dapat dilihat dari
perlakuan struktur argumennya. Subjek ia pada kalimat di atas diperlakukan sama dengan
pasien ia (dilesapkan) disombolkan dengan Ø.
Song (2001:4) mengemukakan bahwa dalam pelaksanaan kerjanya, ada empat
tahapan kerja-analisis yang mesti dilalui dalam kajian tipologi linguistik. Tahap pertama
adalah penentuan fenomena yang akan dikaji. Dalam hal ini diperlukan pembatasan dan
kejelasan gejala variasi struktural bahasa yang akan dikaji. Langkah ini amat penting
artinya karena begitu rumitnya pertautan antara unsur-unsur bahasa, baik dalam bahasa
itu sendiri maupun antara bahasa. Tahap kedua adalah pengelompokan tipologis
fenomena yang sedang diteliti. Tahap ini memerlukan percermatan dan penelaahan data
secara sungguh-sungguh disertai pemahaman teori yang memadai. Tahap ketiga adalah
perumusan generalisasi terhadap pengelompokan tersebut. Tahap ini memerlukan
kepekaan dan kejelian linguistik untuk dapat merumuskan simpulan-simpulan teoretis
yang bersesuaian dengan keadaan dan watak data. Tahap terakhir adalah penjelasan atas
tiap generalisasi atau rumusan teoretis yang dibuat. Tahap ini menjadi ukuran dan
penentu bagi kebermaknaan temuan yang diperoleh.
Dengan menggunakan teori tipologi linguistik dan cara kerja yang bersifat
deskriptif-alamiah, para ahli tipologi berupaya melakukan pengelompokan bahasa-bahasa
(pentipologian) yang melahirkan tipologi bahasa. Dengan demikian, istilah bahasa
akusatif, bahasaergatif, bahasa aktif, dan yang lainnya merupakan sebutan tipologis untuk
bahasa-bahasa yang kurang lebih (secara gramatikal) mempunyai persamaan (lihat
Comrie, 1989; Dixon,1994; Artawa, 2005). Pentipologian bahasa-bahasa berdasarkan
sifat-perilaku gramatikal yaitu, oleh sebagian ahli, disebut sebagai tipologi gramatikal.
117

Telangkai Bahasa dan Sastra, Tahun Ke-8, No 2, April 2014

Penyebutan ini dilakukan untuk membedakannya dari sebutan tipologi fungsional yang
mendasarkan pentipologian bahasa-bahasa atas dasar fungsi-fungsi pragmatis atau
fungsi-fungsi bahasa sebagai alat komunikasi. Dengan demikian, dalam
perkembangannya,tipologi linguistik dan pentipologian bahasa-bahasa dapat dibedakan
menjadi tipologi gramatikal dan tipologi fungsional (Givon,1984; Jufrizal,2004; Artawa,
2005). Pentipologian bahasa-bahasa, terutama pada tataran sintaksis, berkaitan dengan
sistem aliansi gramatikal (grammaticalalliance). Pengertian dasar dari alian sigramatikal
itu adalah sistem atau kecendrungan persekutuan gramatikal didalam atau antar klausa
dalam satu bahasa secara tipologis apakah persekutuan itu S=A,≠P, atau S=P,≠A, atau
Sa=A, Sp=P atau sistem yang lainnya (lihat Dixon, 1994; Payne, 2002; Jufrizal, 2004;
Artawa, 2004). Dixon (1994) mengemukakan bahwa sistem aliansi gramatikal yang
menjadi titik perhatian untuk menentukan tipologi gramatikal yang mungkin untuk
bahasa-bahasa didunia dapat dibagi tiga, yaitu sistem akusatif, sistemergatif, dan sistem
S- terpilah (bahasaaktif).
Sebuah bahasa memiliki alian sigramatikal yang disebut sistem akusatif secara
sintaksis adalah apabila argumen satu-satunya pada klausa intransitif (S) bahasa
tersebut diperlakukan
sama dengan argumenagen (A) klausa transitifnya, dan
perlakuan yang berbeda diberikan pada argumen pasien (P) klausa transitif. Sementara
itu, pada bahasa yang sitemalian sigramatikalnya memperlakukan S sama dengan P, dan
perlakuan yang berbeda diberikan pada A, maka bahasa tersebut dikatakan memiliki
sistemergatif. Pada bahasa yang sistemaliansi gramatikalnya memperlihatkan
sekelompok S sama dengan A dan sekelompok S yang lain sama dengan P, maka bahasa
tersebut dikelompokkan sebagai bahasa dengan sistemaktif.
KESIMPULAN
Tipologi merupakan bidang ilmu yang membicarakan struktur intern kata. Untuk
dapat digunakan dalam tuturan, kata ada yang langsung dapat digunakan, ada pula yang
harus melalui sebuah proses terlebih dahulu. Proses Tipologis merupakan suatu proses
untuk menghasilkan kata turunan, berupa kata berimbuhan, kata ulang, atau kata
majemuk. Morfem sebagai bahan dasar dalam proses Tipologis ada yang dapat bersendiri
dalam tuturan biasa dan memiliki sifat bebas secara gramatik ada juga yang harus melalui
proses Tipologis.
Berdasarkan bentuknya kata dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu kata dasar
dan kata turunan. Kata dasar adalah kata yang menjadi dasar bagi bentukan kata yang
lebih kompleks. Sebagai contoh kata duduk dapat dipakai sebagai dasar untuk
membentuk kata menduduki dan mendudukan. Begitu pula kata temu dapat dipakai
sebagai dasar untuk kata bertemu, menemui, menemukan dan sebagainya.
Pada umumnya kata dasar berupa bentuk bebas, tanpa mengalami proses Tipologis
apa pun sudah mempunyai waktu mandiri dan mempunyai makna dalam kalimat, seperti
kata duduk. Namun ketika itu lebih lazim disebut sebagai kata dasar bebas. Kata turunan
pada dasarnya merupakan kata yang dibentuk melalui proses transposisi, pengimbuhan
(afiksasi) pengulangan (reduplikasi) atau pemajemukan (komposisi). Dan secara sintaksis
bahasa mandailing dapt dikatakan tipe bahasa yang ergative. Aglutinative.

118

Nurainun Hasibuan

DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Hasan, dkk. 2000. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Chaer, Abdul. 2003. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Finoza, Lamuddin. 2006. Komposisi Bahasa Indonesia. Jakarta: Diksi Insan Mulia.
I.G.N. Oka dan Suparno. 1994. Linguistik Umum. Jakarta: Dirjendikti Depdikbud.
Keraf, Gorys. 1993. Komposisi. Flores: Nusa Indah.
Verharr, J.W.M. 2008. Asas-asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.

119

120

Dokumen yang terkait

KATA PENGANTAR - Pengaruh Manajemen Modal Kerja, Pertumbuhan Perusahaan, dan Ukuran Perusahaan terhadap Kebijakan Dividen pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 21

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Profitabilitas - Pengaruh Modal Kerja Dan Likuiditas Terhadap Profitabilitas Perusahaan Makanan Dan Minuman Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2009-2013

0 0 15

KATA PENGANTAR - Pengaruh Modal Kerja Dan Likuiditas Terhadap Profitabilitas Perusahaan Makanan Dan Minuman Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2009-2013

0 2 15

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dismenore 2.1.1.Definisi. - Hubungan Pengetahuan Remaja Putri Tentang Dismenore Dengan Motivasi Untuk Periksa Ke Pelayanan Kesehatan Di Smu YPSA- Medan

0 0 14

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Hubungan Percaya Diri dengan Pengendalian Diri (SelfControl) Remaja pada Siswa/i di SMA Negeri 17 Medan

0 0 30

LINGUISTIK DAN PROBLEMA TRANSLASI Muhammad Imaduddin imaduddin8888yahoo.co.id Abstrak - Linguistik dan Problema Translasi

0 1 8

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Peran Perawat dalam Memberikan Asuhan Keperawatan pada Anak di Ruang Inap Anak RSUP Haji Adam Malik Medan

0 0 24

ASPEKTUALITAS DALAM BAHASA JAWA DI DESA BANDAR TENGAH KECAMATAN BANDAR KHALIPAH Nanda Dwi Astri nandadwi_astriyahoo.co.id Abstrak - Aspektualitas dalam Bahasa Jawa di Desa Bandar Tengah Kecamatan Bandar Khalipah

0 0 15

AN ANALYSIS OF THE SECOND YEAR STUDENTS AT SMP SWASTA MUHAMAMDIYAH 5 MEDAN IN USING PASSIVE VOICE Nasir Bintang bintang.nasiryahoo.co.id Abstract - An Analysis of The Second Year Students at SMP Swasta Muhamamdiyah 5 Medan In Using Passive Voice

0 0 11

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Hubungan Kualitas Kehidupan Kerja dengan Komitmen Afektif Perawat di RSUD Dr. Pirngadi Medan

0 1 20