Tinjauan Umum Tindak Pidana

Sejatinya ”pidana” hanyalah sebuah “alat “ yaitu alat untuk mencapai tujuan pemidanaan. 8 Pemidanaan berasal dari kata “pidana” yang sering diartikan dengan hukuman. Jadi pemidanaan dapat pula diartikan dengan penghukuman. 9 Pemidanaan atau pengenaan pidana berhubungan erat dengan kehidupan seseorang di dalam masyarakat, terutama apabila menyangkut kepentingan benda hukum yang paling berharga bagi kehidupan di masyarakat, yaitu nyawa dan kemerdekaan atau kebebasan. Menurut Sudarto, Pidana tidak hanya enak dirasa pada waktu dijalani, tetapi sesudah orang yang dikenai itu masih merasakan akibatknya berupa ‘cap’ oleh masyarakat, bahwa ia pernah berbuat jahat. Cap ini dalam ilmu pengetahuan disebut ‘stigma’. Jadi orang tersebut mendapat stigma, dan kalau ini tidak hilang, maka ia seolah-olah dipidana seumur hidup. 10 Pemberian pidana dalam arti umum merupakan bidang dari pembentuk undang- undang karena asas legalitas, yang berasal dari zaman Aungklarung, yang singkatannya berbunyi : nullum crimen, nulla peona, sine praevia lege poenali. Jadi untuk mengenakan poena atau pidana diperlukan undang-undang pidana terlebih dahulu. Pembentuk Undang-Undanglah yang menetapakan peraturan tentang pidananya, tidak hanya tentang crimen atau delictumnya, ialah tentang perbuatan mana yang dapat dikenakan pidana. 8 Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum pidana, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2005, hlm .98. 9 Djoko Prakoso dan Nurwachid, Studi tentang Pendapat-Pendapat Mengenai Efektivitas Pidana Mati di Indonesia Dewasa ini, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1983, hlm. 13. 10 Sudarto, Masalah-Masalah Hukum, Semarang: Fakultas Hukum Undip, 1973, hlm. 22-23. Menurut R Soesilo, yang dimaksud dengan hukuman adalah suatu perasaan tidak enak sengsara yang dijatuhkan oleh hakim dengan vonis kepada orang yang telah melanggar undang-undang hukum pidana. 11 Sedangkan menurut Subekti dan Tjitrosoedibio dalam bukunya kamus hukum, “pidana” adalah “hukuman”. 12 Pada hakekatnya sejarah hukum pidana adalah sejarah dari pidana dan pemidanaan yang senantiasa mempunyai hubungan erat dengan masalah tindak pidana. 13 Masalah tindak pidana merupakan masalah kemanusiaan dan masalah sosial yang senantiasa dihadapi oleh setiap bentuk masyarakat. Di mana ada masyarakat, di situ ada tindak pidana. Tindak pidana selalu bertalian erat dengan nilai, struktur dan masyarakat itu sendiri. Sehingga apapun upaya manusia untuk menghapuskannya, tindak pidana tidak mungkin tuntas karena tindak pidana memang tidak mungkin terhapus melainkan hanya dapat dikurangi atau diminimalisir intensitasnya. Mardjono Reksodiputro, menjelaskan bahwa tindak pidana sama sekali tidak dapat dihapus dalam masyarakat, melainkan hanya dapat dihapuskan sampai pada batas-batas toleransi. Hal ini disebabkan karena tidak semua kebutuhan manusia dapat dipenuhi secara sempurna. Disamping itu, manusia juga cenderung memiliki kepentingan yang berbeda antara yang satu dengan yang lain, sehingga bukan tidak mungkin berangkat dari perbedaan kepentingan tersebut justru muncul berbagai pertentangan yang bersifat prinsipil. Namun demikian, tindak pidana juga tidak dapat dibiarkan tumbuh dan berkembang dalam masyarakat karena 11 R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP Serta Komentar-Komentar Lengkap Pasal demi Pasal , Bogor: Politea, 1994, hlm. 35. 12 Subekti dan Tjitrosoedibio, Kamus Hukum, Jakarta: Pradnya Paramita, 1980, hlm. 83. 13 Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana, Bandung: Alumni, 1986, hlm.2. dapat menimbulkan kerusakan dan gangguan pada ketertiban sosial. Dengan demikian sebelum menggunakan pidana sebagai alat, diperlukan permahaman terhadap alat itu sendiri. Pemahaman terhadap pidana sebagai alat merupakan hal yang sangat penting untuk membantu memahami apakah dengan alat tersebut tujuan yang telah ditentukan dapat dicapai. Sudarto berpendapat yang dimaksud dengan pidana ialah penderitaan yang sengaja dibebankan kepada orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu. 14 Bila dilihat dari filosofinya, hukuman mempunyai arti yang sangat beragam. R. Soesilo menggunakan istilah “hukuman” untuk menyebut istilah “pidana” dan ia merumuskan bahwa apa yang dimaksud dengan hukuman adalah suatu perasaan tidak enak sangsara yang dijatuhkan oleh hakim dengan vonis kepada orang yang telah melanggar undang-undang hukum pidana. 15 Feurbach menyatakan, bahwa hukuman harus dapat mempertakutkan orang supaya jangan berbuat jahat. 16 Secara umum istilah pidana sering kali diartikan sama dengan istilah hukuman. Tetapi kedua istilah tersebut sebenarnya mempunyai pengertian yang berbeda. Menurut penulis, pembedaan antara kedua istilah di atas perlu diperhatikan, oleh karena penggunaannya sering dirancukan. Hukuman adalah suatu pengertian umum, sebagai suatu sanksi yang menderitakan atau nestapa yang sengaja ditimpakan kepada seseorang. Sedang pidana merupakan pengertian khusus yang berkaitan dengan hukum pidana. Sebagai pengertian khusus, masih juga ada 14 Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-teori dan Kebijakan Pidana, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000, hlm. 2. 15 R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, Bogor: Politeia, 1996, hlm. 35. 16 Ibid., hlm. 42. persamaannya dengan pengertian umum, sebagai suatu sanksi atau nestapa yang menderitakan. 17 2. Jenis-jenis Sanksi Pidana Pada waktu Wetboek van Strafrecht voor Nederlands Indie mulai berlaku di Indonesia berdasarkan Koninjklijk Besluit tanggal 15 Oktober 1915 Nomor 33, Staatsblad tahun 1915 Nomor 732 Nomor 732 jo Staatsblad tahun 1917 Nomor 497 dan Nomor 645, hukum pidana di Indonesia sejak tanggal 1 Januari 1918 hanya mengenal dua jenis pidana, yaitu pidana pokok dan pidana tambahan. Wetboek van Strafrechts voor Nederland Indie berdasarkan Pasal VI Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1946, namanya diubah menjadi Kitab Undang-undang Hukum Pidana KUHP. Dalam Pasal 10 KUHP dikenal dua jenis pidana, yaitu pidana pokok yang terdiri dari : 1 Pidana mati; 2 Pidana penjara; 3 Pidana kurungan; 4 Pidana denda oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1946 ditambah dengan pidana tutupan. Adapun pidana tambahan terdiri dari : 1 Pencabutan hak-hak tertentu; 2 Perampasan barang-barang tertentu; dan 3 Pengumuman putusan hakim. Jenis-jenis pidana seperti yang termuat didalam Pasal 10 KUHP telah dirumuskan dengan tidak terlepas dari keadaan masyarakat yang ada pada saat KUHP 17 Andi Hamzah, Stelsel Pidana dan Pemidanaan di Indonesia, Jakarta: PT. Pradya Paramita, 1993, hlm. 1. dibentuk. Dengan demikian memang tidak berlebihan jika dalam penyusunan rancangan KUHP baru Indonesia yang akan menggantikan KUHP yang berasal dari WvS, perlu dilakukan peninjauan ulang mengenai jenis pidana untuk kemudian disesuaikan dengan kondisi yang berkembang saat ini. Salah satu macam dari jenis pidana pokok yang perlu mendapat perhatian adalah pidana mati yang sudah sejak lama selalu menjadi kontroversi.

B. Tinjauan Mengenai Pemidanaan

L.H.S Hullsman pernah mengemukakan bahwa system pemidanaan the sentencing system adalah aturan perundang-undangan yang berhubungan dengan sanksi dan pemidanaan the statutory rules relating to penal sanction and punishment. 18 Menurut Barda Nawawi Arief, apabila pengertian pemidanaan diartikan secara luas sebagai suatu proses pemberian atau penjatuhan pidana oleh hakim, maka dapatlah dikatakan bahwa sistem pemidanaan mencakup keseluruhan ketentuan perundang-undangan yang mengatur bagaimana hukum pidana itu ditegakkan atau dioperasionalkan secara konkret sehingga sesorang dijatuhi sanksi hukum pidana. Ini berarti semua aturan perundan-undangan mengenai Hukum Pidana Substantif, Hukum Pidana Formal dan Hukum Pelaksanaan Pidana dapat dilihat sebagai satu kesatuan sistem pemidanaan. Barda nawawi arief bertolak dari pengertian diatas menyatakan apabila aturan- aturan perundang-undangan the statutory rules dibatasi pada hukum pidana substantif yang terdapat dalam KUHP, dapatlah dikatakan bahwa keseluruhan ketentuan dalam KUHP, baik berupa aturan umum maupun aturan khusus tentang 18 Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Bandung, Citra Aditya Bakti, 2002, hlm.129 perumusan tindak pidana, pada hakekatnya merupakan satu kesatuan sistem pemidanaan. Keseluruhan peraturan perundang-undangan statutory rules di bidang hukum pidana substantif tersebut terdiri dari aturan umum general rules dan aturan khusus special rules aturan umum terdapat di dalam KUHP Buku I dan aturan khusus terdapat dalam KUHP Buku II dan Buku III, maupun dalam undang- undang khusus di luar KUHP. Aturan khusus tersebut pada umumnya memuat perumusan tindak pidana tertentu, namun dapat pula memuat aturan khusus yang menyimpang dari aturan umum. 19 Pada dasarnya penjatuhan pidana atau pemidanaan dibagi atas tiga teori, yaitu : 1. Teori Retributive atau Teori Pembalasan Teori retributive atau teori pembalasan ini menyatakan bahwa pemidanaan bertujuan untuk : a. Tujuan pidana dalah semata-mata untuk pembalasan. b. Pembalasana adalah tujuan utama dan didalamnya tidak mengandung sarana-sarana untuk tujuan lain misalnya untuk kesejahtraan masyarakat. c. Kesalahan merupakan satu-satunya syarat untuk adanya pidana. d. Pidana harus disesuaikan dengan kesalahan si pelanggar e. Pidana melihat ke belakang, merupakan pelecehan murni dan tujuannya tidak untuk memperbaiki, mendidik, atau memasyarakatkan kembali si pelanggar. 20 19 Ibid, hlm.135 20 Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-Teori dan kebijakan pidana, Bandung, Alumni, 1998, hlm.17 2. Teori Utilitarian atau Teori Tujuan Teori utilitarian menyatakan bahwa pemidanaan bertujuan untuk : a. Pencegahan prevention b. Pencegahan bukan akhir tetapi hanya sebagai sarana untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi yaitu kesejahteraan manusia. c. Hanya pelanggaran-pelanggaran hukum yang dapat dipermasalahkan kepada pelaku saja misalnya karena sengaja atau culpa yang memenuhi syarat untuk adanya pidana. d. Pidana harus ditetapkan berdasarkan tujuannya sebagai alat untuk pencegahan kejahatan. e. Pidana melihat ke muka bersifat prospektif pidana dapat mengandung unsur pencelaan tetapi baik unsur pencelaan maupun unsur pembalasan tidak dapat diterima apabila tidak membantu pencegahan kejahatan untuk kepentingan kesejahtraan masyarakat. 21 3. Teori Gabungan Ide dasar dari teori gabungan ini, pada jalan pikiran bahwa pidana itu hendaknya merupakan gabungan dari tujuan untuk pembalasan dan perlindungan masyaraka, yang diterapkan secara kombinasi sesuai dengan tindak pidana yang dilakukan dan keadaan si pembuatnya Aliran gabungan ini berusaha untuk memuaskan semua penganut teori pembalasan maupun tujuan. Untuk perbuatan jahat keinginan masyarakat untuk membalas dendam direspon, yaitu dengan dijatuhi pidana penjara terhadap penjahatnarapidana, namun teori tujuan pun pendapatnya diikuti yaitu terhadap 21 Ibid, hlm.25