PERUBAHAN UPACARA ADAT PERKAWINAN PADA MASYARAKAT SUNDA DI PEKON WAY GELANG KECAMATAN KOTA AGUNG BARAT KABUPATEN TANGGAMUS TAHUN 2015

ABSTRAK
PERUBAHAN UPACARA ADAT PERKAWINAN PADA MASYARAKAT
SUNDA DI PEKON WAY GELANG KECAMATAN KOTA AGUNG
BARAT KABUPATEN TANGGAMUS
TAHUN 2015

Oleh
Eka Setyo Rini
1113033019
Negara Indonesia memiliki keanekaragaman suku yang luar biasa sehingga muncullah
semboyan untuk menyatukan suku-suku yang ada yaitu “Bhinneka Tunggal Ika” yang
berarti berbeda-beda tetapi tetap satu juga. Setiap suku di Indonesia mempunyai suatu
kebiasaan yang menjadi kebudayaan. Sebagai hasil dari proses perkembangan zaman,
saat ini telah banyak terjadi perubahan maupun pergeseran dalam kebudayaan.
Perkawinan adat Suku Sunda memiliki banyak rangkaian upacara, yaitu terbagi dalam
tiga rangkaian besar (1) tahapan sebelum upacara (2) inti upacara dan (3) tahapan
setelah upacara, namun yang terjadi saat ini banyak tahapan dalam rangkaian upacara
perkawinan adat Sunda yang tidak dilaksanakan lagi, sehingga terjadi perubahan dalam
upacara perkawinan adat pada masyarakat Sunda di Pekon Way Gelang.
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah faktor apa sajakah penyebab perubahan
upacara adat perkawinan pada masyarakat Sunda di Pekon Way Gelang Kecamatan

Kota Agung Barat Kabupaten Tanggamus. Tujuannya yaitu untuk mengetahui faktorfaktor penyebab perubahan pada upacara adat perkawinan pada masyarakat Sunda di
Pekon Way Gelang Kecamatan Kota Agung Barat Kabupaten Tanggamus. Penelitian ini
menggunakan teknik pengumpulan data wawancara mendalam, observasi, dokumentasi
dan studi kepustakaan. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif dengan
pendekatan kualitatif.
Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa faktor yang menyebabkan
perubahan upacara perkawinan adat Sunda di Pekon Way Gelang ialah terdiri dari
faktor intern yaitu (1) faktor ekonomi, (2) faktor motivasi atau keinginan, (3) faktor
memudarnya peran sanksi sosial, dan faktor ekstern yaitu (1) faktor interaksi sosial, (3)
faktor perkawinan amalgamasi (campuran).

PERUBAHAN UPACARA ADAT PERKAWINAN PADA MASYARAKAT
SUNDA DI PEKON WAY GELANG KECAMATAN KOTA AGUNG
BARAT KABUPATEN TANGGAMUS TAHUN 2015

OLEH

Eka Setyo Rini
Skripsi


Sebagai Salah Satu Syarat Guna Mencapai Gelar
SARJANA PENDIDIKAN
Pada
Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetauan Sosial
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Program Studi Pendidikan Sejarah

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2015

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tanggamus, pada tanggal 07 Juni 1994, anak
pertama dari dua bersaudara, putri dari pasangan Bapak Suprastono
dengan Ibu Sumiyem.
Pendidikan formal yang pernah ditempuh:
1. Sekolah Dasar (SD) di SD Negeri 02 Sanggi, BDN Semuong, Kabupaten
Tanggamus, Provinsi Lampung yang selesai pada tahun 2005
2. Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP Muhammadiyah 1 Wonosobo,

Kabupaten Tanggamus, Provinsi Lampung yang selesai pada tahun 2008
3. Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA Negeri 2 Kota Agung, Kabupaten
Tanggamus, Provinsi Lampung yang selesai pada tahun 2011,
Tahun 2011 penulis tercatat sebagai mahasiswa Program Studi Pendidikan
Sejarah Jurusan Pendidikan IPS Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Lampung melalui jalur SNMPTN.
Pada tahun 2013 penulis melaksanakan KKL dengan tujuan Yogyakarta – Jawa
Tengah – Jakarta. Lalu pada tahun 2014 penulis melaksanakan KKN dan PPL di
SMP Negeri 1 Gisting, Pekon Gisting Bawah, Kecamatan Gisting, Kabupaten
Tanggamus.

PERSEMBAHAN

Alhamdulillahirobbil’alamin,
Puji Syukur Kehadirat Allah SWT yang telah memberikan semua
kesempatan dalam hidup ini. Sehingga dengan segala rasa syukur dan
kerendahan hati, Kupersembahkan skripsi ini kepada:
Kedua orangtuaku yang tercinta, Bapak Suprastono dan Ibu
Sumiyem yang telah mengupayakan segalanya demi tercapainya cita-cita ku
Adikku tersayang Agus Nugroho yang terus membuat aku ingin menjadi

kakak yang baik dan menjadi contoh yang baik untukmu.
Seluruh keluarga besarku yang menjadi alasan terkuatku untuk terus
berjuang
Para Bapak dan Ibu guruku tercinta yang telah memberikan motivasi
dan inspirasi hingga Aku bisa berada pada titik saat ini.
Almamater tercinta Universitas Lampung

MOTTO

“ Penemuan terhebat dari masa ke masa adalah bahwa kita
dapat mengubah masa depan kita hanya dengan mengubah
sikap kita”
(OPRAH WINFREY)

SANWACANA

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan HidayahNya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Perubahan Upacara
Adat Perkawinan Pada Masyarakat Sunda di Pekon Way Gelang Kecamatan
Kota Agung Barat Kabupaten Tanggamus Tahun 2015” penulis selesaikan
sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Pendidikan Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.
Dalam penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, motivasi, bimbingan,
dan saran dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih
yang sebesarnya kepada:
1. Bapak Prof.Dr. H. Bujang Rahman, M.Si, Dekan Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas Lampung;
2. Bapak Dr. Abdurrahman, M.Si, Wakil Dekan I Bidang Akademik Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung;
3. Bapak Drs. Buchori Asyik, M.S, Wakil Dekan II Bidang Kuangan
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung;
4. Bapak Dr.Muhammad Fuad, M.Hum, Wakil Dekan III Bidang
Kemahasiswaaan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Lampung;
5. Bapak Drs.Zulkarnain, M.Si., Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan
Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung;

6. Bapak Drs. Syaiful M, M.Si, Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung;
7. Bapak Drs. Ali Imron, M.Hum selaku Pembimbing Akademik sekaligus
Pembimbing I yang dengan ikhlas dan senantiasa sabar membimbing,

mengarahkan, dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini
dengan baik;
8. Ibu Yustina Sri Ekwandari, S.Pd. M.Hum selaku Pembimbing II yang
dengan ikhlas dan sabar memberikan arahan, masukan, motivasi dan
bimbingannya kepada penulis dengan baik dalam menyelesaikan skripsi
ini;
9. Bapak Drs. Wakidi, M.Hum selaku Pembahas yang telah bersedia
meluangkan waktu, memberikan bimbingan, kritik dan saran, serta nasehat
dalam proses kuliah dan proses penyelesaian skripsi.
10. Seluruh Dosen Program Studi Pendidikan Sejarah Jurusan Pendidikan
Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Lampung Drs. H. Iskandar Syah, M.H., Drs. H. Ali Imron
M.Hum., Drs. H. Maskun M.H., Drs. Syaiful M, M.Si., Drs. Wakidi,
M.Hum., Drs. Tontowi Amsia, M.Si., Dr. R.M Sinaga, M.Hum., Hendry
Susanto, S.S, M.Hum., M. Basri, S.Pd, M.Pd., Yustina Sri Ekwandari,
S.Pd, M.Hum., Suparman Arif, S.Pd, M.Pd., Cheri Saputra, S.Pd, M.Pd.,
Myristica Imanita, S.Pd, M.Pd;
11. Bapak dan Ibu staff tata usaha dan karyawan Universitas Lampung;

12. Terimakasih kepada seluruh responden dan narasumber yang telah

memberikan pelajaran yang berharga dan semua pihak yang membantu
dalam proses penyusunan skripsi;
13. Sahabat terbaikku Keluarga Sekar (Windri Hartika, Desy Miranda, Flowry
Firmainten Putri, Lusia Dwi Indriati), dan Bulek Ipeh dan Bulek Patrik ,
Vaolina, S.Si, Alvitriani, S.Pd dan Keluarga Besar Dewi Ratih Boarding
House, dan Mei Triani dari unnamed boarding house, terimakasih telah
bersedia menjadi teman seperjalananku dalam mengejar mimpi, semoga
persahabatan kita kekal sampai dunia akherat;
14. Sahabat-sahabatku seluruh teman seperjuangan Sejarah angkatan 2011
Ganjil dan Genap yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu. Terimakasih
atas persahabatan dan kebersamaan selama ini;
Semoga amal ibadah dan ketulusan hati kalian semua mendapat imbalan dari
Tuhan Yang Maha Esa. Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Bandar Lampung, November 2015
Penulis

Eka Setyo Rini


DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR ISTILAH
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................................... 1
B. Analisis Masalah ........................................................................................ 5
1. Identifikasi Masalah ............................................................................. 5
2. Batasan Masalah ................................................................................... 6
3. Rumusan Masalah ................................................................................. 6
C. Tujuan, Kegunaan, dan Ruang Lingkup Penelitian
1. Tujuan Penelitian.................................................................................. 6
2. Kegunaan Penelitian ............................................................................. 6
3. Ruang Lingkup Penelitian .................................................................... 7
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Pustaka
1. Konsep Upacara Adat ........................................................................... 9

2. Konsep Perkawinan .............................................................................. 10
3. Konsep Masyarakat Sunda ................................................................... 11
4. Konsep Adat Perkawinan Sunda .......................................................... 14
5. Konsep Faktor Perubahan Kebudayaan ............................................... 15
B. Kerangka Pikir...................................................................................... 18
C. Paradigma ............................................................................................. 19
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian ................................................................................... 21
B. Lokasi Penelitian .................................................................................... 22
C. Variabel Penelitian.................................................................................. 22
D. Definisi Operasional Variabel ................................................................ 23
E. Informan Penelitian ................................................................................ 24
F. Teknik Pengumpulan Data ..................................................................... 25
1. Wawancara mendalam ..................................................................... 26
2. Observasi (pengamatan) .................................................................. 27
3. Dokumentasi ................................................................................... 28
4. Kepustakaan .................................................................................... 28
G. Teknik Analisis Data ............................................................................. 29
1. Reduksi Data ................................................................................... 29
2. Display (Penyajian Data) ................................................................. 30

3. Verifikasi dan Penarikan Kesimpulan ............................................. 31

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. HASIL
1. Gambaran Umum Daerah Penelitian .................................................. 33
1.1.Geografis Kecamatan Kota Agung Barat .......................................... 33
1.2.Pemerintahan Kecamatan Kota Agung Barat ................................... 34
1.3.Topografi Kecamatan Kota Agung Barat ......................................... 34
1.4.Sumber Air Kecamatan Kota Agung Barat ....................................... 35
1.5. Mata Pencaharian Penduduk Kecamatan Kota Agung Barat ........... 35
1.6.Profil Pekon Way Gelang
a. Sejarah Singkat............................................................................ 35
b. Sejarah Singkat Kedatangan Suku Sunda diPekon Way Gelang 36
c. Kondisi Umum Pekon Way Gelang ............................................ 37
2.Deskripsi Hasil Penelitian
2.1 Pelaksanaan Upacara Adat Perkawinan pada Masyarakat Sunda di
Pekon Way Gelang Sebelum Mengalami Perubahan..................... 41
2.2 Perubahan Yang Terjadi Dalam Upacara Adat Perkawinan Pada
Masyarakat Sunda di Pekon Way Gelang ...................................... 54
2.3 Pelaksanaan Upacara Adat Perkawinan pada Masyarakat Sunda di

Pekon Way Gelang setelah mengalami perubahan ........................ 56
2.4 Faktor-Faktor Penyebab Perubahan Upacara Adat Perkawinan pada
masyarakat Sunda di Pekon Way Gelang Kecamatan Kota Agung
Barat Kabupaten Tanggamus ......................................................... 61
2.4.1 Faktor Intern (factor dari dalam)
a. Faktor Ekonomi ............................................................ 61
b. Faktor Motivasi atau Keinginan ................................... 62
c. Faktor memudarnya peran Sanksi Sosial ..................... 63
2.4.2 Faktor Ekstern (factor dari luar)
a. Faktor Interaksi Sosial.................................................. 65
b. Perkawinan Amalgamasi .............................................. 66
B. PEMBAHASAN
1. Faktor Intern (factor dari dalam)
a. Faktor Ekonomi ................................................................... 68
b. Faktor Motivasi atau Keinginan ............................................. 69
c. Faktor memudarnya peran sanksi sosial........................ ......... 69
2. Faktor Ekstern (factor dari luar)
a. Faktor Interaksi Sosial ............................................................ 70
b. Perkawinan Amalgamasi ........................................................ 71
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan .............................................................................................. 72
B. Saran .................................................................................................... 74
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

DAFTAR TABEL

Tabel

Halaman

Tabel 1 Sejarah Pembangunan Pekon Way Gelang Kecamatan Kota
Agung Barat Kabupaten Tanggamus ................................................ 38
Tabel 2 Jumlah Penduduk Pekon Way Gelang ............................................... 39
Tabel 3 Penduduk Way Gelang Berdasarkan Suku ....................................... 39
Tabel 4 Penduduk Way Gelang Berdasarkan Tingkat Pendidikan .................. 40
Tabel 5 Mata Pencaharian Masyarakat Pekon Way Gelang ........................... 40

1

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia merupakan makhluk sosial yang artinya manusia saling membutuhkan
satu sama lain dan tidak bisa hidup sendiri, begitu juga dalam kehidupan manusia
yang berlainan jenis kelamin, saling membutuhkan satu sama lain untuk dijadikan
teman hidup, melanjutkan keturunan, memenuhi hasrat seksual maka terbentuklah
perkawinan. Menurut konsepsi hukum adat:
“Perkawinan merupakan nilai meneruskan keturunan dan mempertahankan
silsilah dan kedudukan sosial, yang bertujuan untuk membangun dan
memelihara serta membina hubungan kekerabatan dan martabat
keluarga/kerabat yang mengatur proses pemilihan jodoh dan tata cara
perkawinan adat” (Hadikusuma, 1990:22).

Perkawinan adalah ikatan lahir dan batin yang suci antara pria dan wanita yang
melibatkan hubungan seksual, hak pengasuhan anak dan adanya pembagian peran
suami – istri serta adanya keintiman, komitmen, persahabatan, cinta dan kasih
sayang, pemenuhan seksual, pertemanan dan kesempatan untuk pengembangan
emosional antara suami dan istri. Perkawinan dalam arti membentuk sebuah
keluarga pada kenyataanya membentuk perbedaan dan persamaannya antara suku
bangsa satu dan yang lainya.
Bangsa Indonesia terdiri atas berbagai suku di antaranya Suku Sunda yang pada
umumnya tinggal di Jawa Barat atau Tatar Sunda. Suku Sunda lebih dikenal

2

dengan sebutan urang Sunda, apabila ia dibesarkan dalam lingkungan sosial
budaya Sunda dan dalam hidupnya menghayati serta mempergunakan normanorma dan nilai budaya Sunda (Ekadjati 1995). Dalam kriteria kedua ini, yang
diangggap penting adalah tempat tinggal, kehidupan sosial budaya, dan sikap
orangnya. Ditinjau dari sudut kebudayaan, orang Sunda adalah “orang atau
kelompok yang dibesarkan dalam lingkungan sosial dan budaya Sunda serta
dalam hidupnya menghayati dan menggunakan norma-norma dan nilai-nilai
budaya Sunda”. Dalam konteks ini istilah Sunda juga dikaitkan dengan istilah
Kebudayaan Sunda, yaitu kebudayaan yang hidup, tumbuh dan berkembang di
kalangan orang Sunda yang pada umumnya berdomisili di Tatar Sunda. Dalam
tata kehidupan sosial budaya Indonesia di golongkan ke dalam kebudayaan
daerah. Di samping memiliki persamaan-persamaan dengan kebudayaan daerah
lain

kebudayaan

Sunda

juga

memiliki

kekhasannya

tersendiri

yang

membedakannya dari kebudayaan lain. Secara umum masyarakat Sunda di kenal
dengan masyarakat yang religious. Kecenderungan ini tampak dalam pameo “silih
asih, silih asah, dan silih asuh” (saling menyanyangi, saling mempertajam diri
dan saling memlihara dan melindungi), disamping itu Sunda juga memiliki
sejumlah budaya lain yang khas seperti kesopanan (handap asor), rendah hati
terhadap sesama; penghormatan terhadap orang tua atau kepada orang yang lebih
tua, serta menyayangi orang yang lebih kecil (hormat ka nu luhur, nyaah ka nu
leutik); membantu orang lain yang membutuhkan dan yang dalam kesusahan
(nulung ka nu butuh na lang ka nu susah).

Keluarga dalam masyarakat Sunda adalah keluarga parental. Dalam keluarga
parental ini ayah bertindak sebagai kepala keluarga dan kedudukannya di warisi

3

oleh anaknya yang laki-laki. Dalam keluarga parental kaum kerabat pihak ayah
dan ibu dianggap sama pentingnya dan memiliki hak dan kewajiban yang sama
terhadap harta warisan dan anak-anak, maka dalam perkawinan tidak ada larangan
untuk kawin dengan anggota kerabat sendiri, kecuali dengan saudara kandung
atau kerabat dekat, misalnya dengan “pararlel causin”, yaitu saudara sepupu yang
kedua ayahnya atau ibunya kakak beradik. Sedangkan perkawinan “cross causin”,
yaitu perkawinan dengan saudara sepupu yang ayahnya saudara kandung dengan
ibu suaminya/istrinya atau yang ibunya saudara kandung dengan ayah
suami/istrinya, dibolehkan bahkan diharapkan. Istilah sepupu dalam Bahasa
Sunda di sebut kapi adi atau kapi lanceuk. Perkawinan dengan anggota kerabat
sendiri atau “cross causin” dimaksudkan agar garis keturunan tetap terpilihara.
Untuk terlaksananya suatu hubungan antara manusia dalam suatu masyarakat
diciptakan norma-norma, seperti: secara, kebiasaan, tatakelakuan dan adat istiadat.
Di dalam prosesi pernikahan adat Sunda, ada beberapa ritual yang perlu dipahami
maknanya bersama, karena dalam pernikahan atau perkawinan yang ada di
Indonesia khususnya adat sunda, memiliki arti yang sakral, baik penghormatan
kepada Tuhan Yang Maha Esa maupun kepada orang tua.

Menurut Harsojo dalam Elis Suryani (2010) bagi masyarakat Sunda, laki-laki dan
perempuan diciptakan oleh Tuhan agar bersatu menjadi loro-loronong atunggal.
Dengan perkawinan, laki-laki dan perempuan dipersatukan oleh sang pencipta
menjadi satu roh, satu jiwa. Karena filosofi perkawinan bagi masyarakat sunda
adalah demikian, maka perceraian tidak boleh dilakukan atau haram hukumnya
apabila dilakukan, kecuali kehendak Tuhan atau salah satunya meninggal (Suryani
:2010)

4

Tata upacara perkawinan adat Sunda dalam buku Thomas Wiyasa Bratawidjaya
yang berjudul Upacara Adat Perkawinan Sunda adalah sebagai berikut:
(1)

(2)
(3)
(4)

(5)

Persiapan sebelum perkawinan
a) Adat meminang/ngalamar
b) Saserahan
c) Ngeuyeuk seureuh
d) Siraman
e) Midadaren
Upacara Perkawinan
Akad Nikah
Upacara Panggih
a) Sungkem
b) Saweran
c) Nincak endog
d) Buka pintu
e) Huap lingkup
Tahapan Setelah Perkawinan (Bratawidjaya,1990)

Pada tahun 1950an banyak transmigrasi swadaya yang dilakukan masyarakat
Suku Sunda dari Jawa Barat. Mereka bertransmigrasi ke berbagai daerah, salah
satunya Lampung. Masyarakat Suku Sunda dari Jawa Barat yang bertransmigrasi
ke Lampung adalah berasal dari Tasikmalaya. Ketika mereka bertransmigrasi dan
menetap di Way Gelang dan berinteraksi dengan penduduk asli Pekon Way
Gelang yang terdiri dari beragam suku mempengaruhi kebudayaan Sunda yang
mereka bawa dari Tanah Sunda.
Kebudayaan Sunda adalah semua sistem gagasan, aktivitas dan hasil karya
manusia Sunda yang terwujud sebagai hasil interaksi terus menerus antara
manusia Sunda sebagai pelaku dan latar tempat dia hidup, dalam rentang waktu
yang panjang dan suasana yang bermacam-macam. Kebudayaan Sunda adalah
milik masyarakat Sunda yang di peroleh dari hasil proses adaptasi terhadap

5

perubahan-perubahan lingkungan yang terus menerus dalam jangka waktu yang
sangat lama.
Manusia dan perubahan adalah suatu yang tidak dapat dipisahkan untuk
selamanya karena manusia adalah pendukung perubahan itu sendiri. Sudah
menjadi sifat dasar manusia yang dinamis dan selalu ingin mengadakan
perubahan, perkembangan zaman saat ini membawa manusia pada perubahan
yang lebih cepat. Perubahan yang terjadi bisa merupakan kemajuan atau
kemunduran. Perubahan yang dimaksud berarti menambah atau mengurangi
kewajiban-kewajiban tertentu dalam upacara perkawinan. Ada yang melewati
seluruh tata cara tersebut ada juga yang melewati bagian-bagian tertentu saja dari
upacara tersebut.
Berdasarkan penelitian pendahuluan yang telah peneliti lakukan, fakta yang di
dapat di lapangan ialah bahwa Suku Sunda di Pekon Way Gelang Kecamatan
Kota Agung Barat Kabupaten Tanggamus ini sudah tidak menggunakan
perkawinan adat Sunda secara lengkap, beberapa tahap seperti ngeyeuk sereuh,
midadaren, sawer, huap lingkup dan buka pintu sudah jarang dilaksanakan.
Tahap-tahap tersebut lebih sering ditinggalkan atau tidak dilaksanakan lagi ( Ibu
Masnuri, 1 Januari 2015).
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penulis bermaksud
mengadakan penelitian untuk mengetahui faktor- faktor penyebab perubahan
upacara adat perkawinan pada masyarakat Sunda di Pekon Way Gelang
Kecamatan Kota Agung Barat Kabupaten Tanggamus.

6

B. Analisis Masalah
1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka identifikasi masalah dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.

Pelaksanaan upacara adat perkawinan pada masyarakat Sunda di Pekon
Way Gelang Kota Agung Barat Kabupaten Tanggamus.

2.

Faktor- faktor

penyebab perubahan upacara adat perkawinan pada

masyarakat Sunda di Pekon Way Gelang Kecamatan Kota Agung Barat
Kabupaten Tanggamus.
2. Batasan Masalah
Agar masalah dalam penelitian tidak terlalu luas, maka penulis membatasi
masalah yang akan dibahas yaitu faktor- faktor penyebab perubahan upacara
adat perkawinan pada masyarakat Sunda di Pekon Way Gelang Kecamatan
Kota Agung Barat Kabupaten Tanggamus .

3. Rumusan Masalah
Sesuai dengan pembatasan masalah di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah “faktor apa sajakah penyebab perubahan upacara adat
perkawinan pada masyarakat Sunda di Pekon Way Gelang Kecamatan Kota
Agung Barat Kabupaten Tanggamus?”.

7

C. Tujuan, Kegunaan, dan Ruang Lingkup Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor penyebab
perubahan upacara adat perkawinan pada masyarakat Sunda di Pekon Way
Gelang Kecamatan Kota Agung Barat Kabupaten Tanggamus.
2. Kegunaan Penelitian
2.1. Bagi peneliti, menambah wawasan, ilmu pengetahuan, pengalaman dan
informasi mengenai faktor-faktor penyebab perubahan upacara adat
perkawinan pada masyarakat Sunda di Pekon Way Gelang Kecamatan
Kota Agung Barat Kabupaten Tanggamus .
2.2. Bagi masyarakat Suku Sunda di Lampung, penelitian ini diharapkan dapat
dijadikan referensi tentang perubahan upacara adat perkawinan pada
masyarakat Sunda di Pekon Way Gelang Kecamatan Kota Agung Barat
Kabupaten Tanggamus.
2.3. Bagi masyarakat Sunda di Pekon Way Gelang, penelitian ini dapat
dijadikan salah satu bahan bacaan yang mengulas tentang adat
perkawinan Sunda di Pekon Way Gelang Kecamatan Kota Agung Barat
Kabupaten Tanggamus.

8

3. Ruang Lingkup Penelitian
B.3.1 Obyek Penelitian

: Faktor- faktor penyebab perubahan upacara
adat perkawinan pada masyarakat Sunda di
Pekon Way Gelang Kecamatan Kota
Agung Barat Kabupaten Tanggamus.

B.3. 2 Subyek Penelitian

: Masyarakat Suku Sunda di Pekon Way
Gelang Kota Agung Kabupaten Tanggamus
tahun 2015

B.3.3 Tempat Penelitian

: Pekon Way Gelang Kota Agung Kabupaten
Tanggamus

B.3.4 Waktu Peneltian

: Tahun 2015

B.3.5 Bidang Ilmu

: Antropologi Sosial

9

REFERENSI
Hilman Hadikusuma.1990. Hukum Kekerabatan Adat.Jakarta. Fajar Agung.
Halaman 22
Edi S. Ekadjati. 1995. Kebudayaan Sunda (Suatu Pndekatan Sejarah). Jakarta:
Pustaka Jaya, hal.7-8.
Elis Suryani NS.2010. Ragam Pesona Budaya Sunda.Ghalia Indonesia. Bandung
Thomas Wiyasa Bratawidjaya.1990. Upacara Perkawinan Adat Sunda.
Jakarta.Sinar Harapan

9

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Pustaka
1. Konsep Upacara Adat

Upacara adalah sistem aktivitas atau rangkaian atau tindakan yang ditata oleh adat
atau hukum yang berlaku dalam masyarakat yang berhubungan dengan berbagai
macam peristiwa tetap yang biasanya terjadi dalam masyarakat yang bersangkutan
(Koentjaraningrat, 1980:140).

Jenis upacara dalam kehidupan masyarakat antara lain: upacara kelahiran, upacara
perkawinan, upacara penguburan dan upacara pengukuhan kepala suku. Upacara
pada umumnya memiliki nilai sacral oleh masyarakat pendukung kebudayaan
tersebut. Upacara adat adalah suatu upacara yang secara turun-temurun dilakukan
oleh pendukungnya di suatu daerah. Dengan demikian setiap daerah memiliki
upacara adat sendiri-sendiri seperti upacara adat perkawinan, kelahiran dan
kematian. Upacara adat yang dilakukan memiliki berbagai unsur: Menurut
Koentjaraningrat (1980)

ada beberapa unsur yang terkait dalam pelaksanaan

upacara adat diantaranya adalah:
1. Tempat berlangsungnya upacara
Tempat yang di gunakan untuk melangsungkan suatu upacara biasanya
adalah tempat keramat atau bersifat sacral/suci, tidak setiap orang dapat
mengunjungi tempat tersebut. Tempat tersebut hanya dikunjungi oleh
orang-rang yang berkepentingan, dalam hal ini adalah orang yang terlibat
dalam dalam pelaksanaan upacara seperti pemimpin upacara.
2. Saat berlangsungnya upacara/waktu pelaksanaan
Waktu pelaksanaan upacara adalah saat-saat tertentu yang dirasakan tepat
untuk melangsungkan upacara.

10

3. Benda-benda atau alat upacara
Benda-benda atau alat dalam pelaksanaan upacara adalah sesuatu yang
harus ada semacam sesaji yang berfungsi sebagai alat dalam sebuah
upacara adat.
4. Orang-orang yang terlibat didalamnya
Orang-orang yang telibat dalam upacara adat adalah mereka yang bertindak
sebagai pemimpin jalanya upacara dan beberapa orang yang paham dalam
ritual upacara adat (Koentjaraningrat 1980:241).
Dalam masyarakat dikenal berbagai jenis upacara adat salah satunya upacara adat
perkawinan. Menurut Thomas Wiyasa yang dimaksud dengan upacara adat
perkawinan merupakan serangkaian kegiatan tradisional turun temurun yang
mempunyai maksud dan tujuan agar perkawinan akan selamat sejahtera serta
mendatangkan kebahagian di kemudian hari (Thomas Wiyasa, 1990: 1).

2. Konsep Perkawinan
“Perkawinan adalah suatu peralihan yang terpenting pada life-cycle dari semua
manusia di seluruh dunia adalah saat peralihan dari tingkat hidup remaja ke
tingkat hidup berkeluarga” (Koentjaraningrat, 1982:90).
Koentjaraningrat (1982) menambahkan dipandang dari sudut kebudayaan
manusia, maka perkawinan merupakan pengatur kelakuan manusia yang
bersangkut paut dengan kehidupan seksnya, menurut pengertian masyarakat,
perkawinan menyebabkan seorang laki-laki tidak boleh melakukan hubungan seks
dengan sembarang wanita lain, tetapi hanya dengan satu atau beberapa tertentu
dalam masyarakat, yaitu wanita yang sudah disahkan sebagai istrinya.
Perkawinan menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 adalah ikatan lahir
batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan
membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha

11

Esa. Kebahagian dalam rumah tangga sebagai tujuan perkawinan tercermin dari
kesejahteraan lahir bathin yang dirasakan oleh segenap anggota keluarga, baik
suami, istri dan anak-anak mereka serta orang tua maupun mertua.
Menurut Keesing (dalam Imron 2005:2) bahwa perkawinan berfungsi untuk (a)
mengatur hubungan seksual, (b) menentukan kedudukan sosial individu-individu
dan keanggotaan mereka dalam kelompok, (c) menentukan hak-hak dan
kepentingan-kepentingan yang sah, (d) menghubungkan individu-individu dengan
kelompok-kelompok kekerabatan di luar kelompoknya sendiri, (e) menciptakan
unit-unit ekonomi rumah tangga, dan (f) merupakan instrumen hubungan politik
antar individu dan kelompok.
Perkawinan menurut hukum adat tidak semata-mata berarti suatu ikatan antara
seorang pria dan wanita sebagai suami isteri untuk maksud mendapatkan
keturunan dan membangun serta membina kehidupan keluarga rumah tangga,
tetapi juga berarti suatu hubungan hukum yang menyangkut para anggota kerabat
dari pihak istri dan dari pihak suami (Hadikusuma, 1995:70).
Menurut beberapa konsep di atas dapat di tarik suatu pengertian bahwa
perkawinan adalah tahapan yang dianggap sakral dalam hidup manusia yang
membenarkan hubungan antara pria dan wanita dalam ikatan yang sah yang diatur
oleh undang-undang dan hukum adat yang berlaku.

3. Konsep Masyarakat Sunda
Masyarakat dalam istilah Bahasa Inggris adalah society yang berasal dari kata
latin socius yang berarti kawan. Istilah masyarakat berasal dari kata Bahasa Arab

12

syaraka yang berarti (ikut serta dan berpartisipasi). Masyarakat adalah
sekumpulan manusia yang saling bergaul, dalam istilah ilmiah berinteraksi.
Definisi lain masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi
menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinyu, dan yang terikat
oleh suatu rasa identitas bersama. Kontinuitas merupakan suatu kesatuan
masyarakat yang memiliki keempat ciri yaitu : a) interaksi antar warganya, b) adat
istiadat, c) kontinuitas waktu, d) rasa identitas kuat yang mengikat semua warga
(Koentjaraningrat, 2009: 115-118).

Masyarakat Sunda menurut Harsojo dalam Koentjaraningrat (2004) secara
antropologi budaya, yang disebut orang Sunda atau Suku Sunda adalah orangorang yang secara turun temurun menggunakan bahasa dan dialek Sunda sebagai
bahasa ibu serta dialek dalam percakapan sehari-hari. Secara geografis Edi S.
Ekadjati (1995) mengatakan bahwa tanah Sunda merujuk pada bekas Kerajaan
Padjajaran, yang kemudian berdiri sendiri, yakni Sumedang Larang, Banten,
Cirebon, dan Galuh. Sumedang Larang dan Galuh kemudian menjadi satu wilayah
kesatuan dengan nama Priangan. Dalam perkembangan berikutnya, Priangan
sering dikatakan sebagai pusat tanah Sunda. Sunda secara etnisitas maka urang
Sunda secara sederhana dapat diartikan sebagai orang yang mengaku dirinya dan
diakui oleh orang lain sebagai orang Sunda.

Sistem keluarga dalam Suku Sunda bersifat parental, garis keturunan ditarik dari
pihak ayah dan ibu bersama. Dalam keluarga Sunda, ayah yang bertindak sebagai
kepala keluarga. Ikatan kekeluargaan yang kuat dan peranan agama Islam yang
sangat mempengaruhi adat istiadat mewarnai seluruh sendi kehidupan Suku

13

Sunda. Dalam Suku Sunda dikenal adanya pancakaki yaitu sebagai istilah-istilah
untuk menunjukkan hubungan kekerabatan. Contohnya pertama, saudara yang
berhubungan langsung, ke bawah, dan vertikal.Yaitu anak, incu (cucu), buyut
(piut), bao, canggahwareng atau janggawareng, udeg-udeg, kaitsiwur atau
gantungsiwur. Kedua,saudara yang berhubungan tidak langsung dan horizontal
seperti anak paman, bibi, atau uwak, anak saudara kakek atau nenek, anak saudara
piut. Ketiga, saudara yang berhubungan tidak langsung dan langsung serta vertikal
seperti keponakan anak kakak, keponakan anak adik, dan seterusnya. Tentunya
hal ini mempengaruhi hubungan kekerabatan seseorang dengan orang lain akan
menentukan kedudukan seseorang dalam struktur kekerabatan keluarga besarnya,
menentukan bentuk hormat menghormati, harga menghargai, kerjasama, dan
saling menolong di antara sesamanya, serta menentukan kemungkinan terjadi atau
tidaknya pernikahan di antara anggota-anggotanya guna membentuk keluarga inti
baru. Dalam suatu pernikahan tentunya terdapat banyak tahapan dan urutan yang
seharusnya dilakukan secara berurutan.

Dalam keluarga parental kaum kerabat pihak ayah dan ibu dianggap sama
pentingnya dan memiliki hak dan kewajiban yang sama terhadap harta warisan
dan anak-anak, maka dalam perkawinan tidak ada larangan untuk kawin dengan
anggota kerabat sendiri, kecuali dengan saudara kandung atau kerabat dekat,
misalnya dengan “pararlel causin”, yaitu saudara sepupu yang kedua ayahnya
atau ibunya kakak beradik. Sedangkan perkawinan “cross causin”, yaitu
perkawinan dengan saudara sepupu yang ayahnya saudara kandung dengan ibu
suaminya/istrinya atau yang ibunya saudara kandung dengan ayah suami/istrinya,
dibolehkan bahkan diharapkan. Istilah sepupu dalam Bahasa Sunda di sebut kapi

14

adi atau kapi lanceuk. Perkawinan dengan anggota kerabat sendiri atau “cross
causin” dimaksudkan agar garis keturunan tetap terpilihara. Untuk terlaksananya
suatu hubungan antara manusia dalam suatu masyarakat diciptakan norma-norma,
seperti: secara, kebiasaan, tatakelakuan dan adat istiadat. Di dalam prosesi
pernikahan adat Sunda, ada beberapa ritual yang perlu dipahami maknanya
bersama, karena dalam pernikahan atau perkawinan yang ada di Indonesia
khususnya adat sunda, memiliki arti yang sakral, baik penghormatan kepada
Tuhan Yang Maha Esa maupun kepada orang tua.

4. Konsep Adat Perkawinan Sunda
“ Perkawinan adat adalah merupakan upacara perkawinan menurut tata cara
aturan adat tertentu”(Ariyono Suyono, 1985 : 315).
Menurut Thomas Wiyasa dalam bukunya yang berjudul Upacara Perkawinan
Adat Sunda menjelaskan tahap-tahap perkawinan adat Sunda adalah sebagai
berikut:
1. Persiapan sebelum upacara
Dalam tata cara perkawinan adat Sunda, sebelum diadakan upacara
perkawinan adat biasanya didahului dengan beberapa tahap upacara, yaitu
 Meminang/ngalamar
Melamar atau meminang yang dalam Bahasa Sunda di sebut dengan
nyeureuhan atau ngalamar adalah kunjungan resmi keluarga pria yang
ditemani kerabat terdekat, biasanya dalam kunjungan ini keluarga pria datang
dengan membawa bingkisan sirih lengkap yang di bungkus rapi dengan
disertai sejumlah uang. Keseluruahn upacara melamar atau meminang ini
adalah resmi, oleh karena itu perlu ditunjuk seorang pembawa acara.
 Saserahan
Sebelum ngeuyeuk seureuh, didahului dengan saserahan. Saserahan di
laksanakan satu atau dua hari sebelum akad nikah. Dalam upacara ini orang
tua calon pengantin pria menyerahkan putranya kepada orang tua calon
penganti wanita dengan membawa barang-barang keperluan calon pengantin
wanita, berupa pakaian, perhiasan, alat kecantikan dan perlengkapan untuk
ngeuyeuk seureuh dll.

15

 Ngeuyeuk Seureuh
Pelaksanaan ngeuyeuk seureuh dipimpin seorang wanita yang telah berumur
disebut dengan pengeuyeuk. Pengeuyeuk adalah orang yang paham betul
mengenai tata cara ngeuyeuk seureuh . Pengeuyeuk akan ditemani oleh
seorang laki-laki yang bertugas membakar kemenyan pada upacara serta
membaca doa setelah upacara selesai. Maksud dari upacara ngeuyeuk seureuh
adalah untuk memberi nasehat kepada calon pengantin dalam menjalankan
hidup berumah tangga yang baik. Setelah upacara Ngeuyeuk Seureuh, calon
pengantin wanita dimandikan dengan air kembang setaman yang akan
diuraikan secara tersendiri. Malam itu bagi kedua calon pengantin merupakan
peuting midadareni (malam bidadari), karena pada malam itu diperlakukan
seperti raja dan ratu, yaitu mendapat perhatian khusus dari sanak keluarga.
2. Upacara Perkawinan
 Akad Nikah
Pada hari perkawinan, calon pengantin pria diantar dengan iring-iringan dari
suatu tempat yang telah ditentukan menuju rumah calon pengantin wanita.
Bila pengantin pria berdekatan rumah dengan pengantin wanita maka
pengantin pria langsung menuju ke rumah calon pengantin wanita. Iringiringan rombongan calon pengantin pria ini nanti akan di jemput oleh pihak
calon pengantin wanita. Setelah semua persiapan akad lengkap dan tertib,
protokol atau pembawa acara menyerahkan akad nikah kepada petugas KUA.
Juru rias pengantin mengerudungi pengantin dengan sehelai kerudung putih.
Demikian akad nikah mulai berlangsung dengan dipimpin oleh petugas KUA.
 Upacara Panggih
Setelah upacara akad nikah selesai dilanjutkan dengan upacara panggih
(bertemu muka) yang terdiri dari : sungkem, sawer, nincak endog, Buka Pintu,
huap lingkup, sesaji pengantin, resepsi pesta perkawinan, upacara ngunduh
mantu (Bratawidjaya, 1990).

5.

Konsep Faktor Perubahan Kebudayaan

Perubahan atau dalam arti khusus perubahan kebudayaan selalu terjadi dalam
kehidupan manusia dan masyarakatnya. Baik perubahan dari dalam maupun dari
luar. Hal ini disebabkan karena manusia memiliki potensi dan kecenderungan
untuk berubah dalam kehidupannya.
“Perubahan kebudayaan adalah perubahan tertentu akibat proses pergeseran,
pengurangan, penambahan unsur-unsur di dalamnya karena saling adanya
interaksi dengan warga pendukung kebudayaan lain, sehingga dapat
menciptakan unsur-unsur kebudayaan baru dengan melalui segala penyesuaian
terhadap unsur-unsur kebudayaan” (Ariyono Soeyono 1985:321).

16

Menurut

William

A.Havilan

perubahan

merupakan

karakteristik

semua

kebudayaan, tetapi tingkat dan arah perubahannya berbeda-beda menurut
kebudayaan dan waktunya. Faktor-faktor yang mempengaruhi cara terlaksananya
perubahan di dalam kebudayaan tertentu mencakup sampai berapa jauh sebuah
kebudayaan mendukung dan menyetujui adanya fleksibilitas, kebutuhankebutuhan kebudayaan itu sendiri pada suatu waktu tertentu dan yang terpenting
dari semuanya tingkat kecocokan (“fit”) diantara unsur-unsur yang baru dan
matriks kebudayaan yang ada (Wiliiam A.Havilan, 1993:253).

Menurut Manan (1989) adapun yang dimaksud dalam perubahan kebudayaan
adalah setiap perubahan, penambahan, atau pengurangan ide-ide, obyek-obyek
budaya atau tekhnik-tekhnik dan pelaksanaan-pelaksanaan yang berhubungan
dengan kegiatan ataupun aktivitas kebudayaan (any modification adaition or loss
of ideas, culture, objects, or techniques and practice that are accociated with
them).

Abdulsyani menyatakan bahwa setiap kehidupan masyarakat manusia senantiasa
mengalami suatu perubahan. Perubahan-perubahan pada kehidupan masyarakat
tersebut adalah suatu fenomena sosial yang wajar, oleh karena setiap manusia
mempunyai kepentingan yang tak terbatas (Abdulsyani, 2002:162).
Titik Triwulan Tutik dan Trianto menambahkan bahwa:
“pada dasarnya tidak ada masyarakat yang tidak berubah, baik masyarakat
yang masih terbelakang maupun yang modern selalu mengalami perubahanperubahan, hanya saja perubahan-perubahan yang dialami masing-masing
masyarakat tidak sama, ada yang cepat dan mencolok dan ada pula yang
lambat tersendat-sendat. Dengan kata lain bahwa perubahan sosial budaya
pada hakikatnya merupakan fenomena yang manusiawi dan fenomena alami
(Titik Triwulan Tutik dan Trianto, 2008: 10).

17

Perubahan dalam masyarakat disebabkan oleh beberapa faktor. Abdulsyani 2002
dalam Sosiologi, Skematika, Teori, dan Terapan menyatakan faktor-faktor
penyebab perubahan antara lain : (a) timbunan kebudayaan dan penemuan baru,
(b) perubahan jumlah penduduk, (c) pertentangan/conflict. More (dalam Pasaribu
2009) menyatakan bahwa penyebab perubahan adalah sebagai berikut : (a)
keinginan secara sadar dan keputusan pribadi, (b) sikap tindak pribadi yang di
pengaruhi oleh kondisi yang telah berubah, (c) perubahan struktural dan halangan
struktural, (d) pengaruh-pengaruh eksternal, (e) pribadi atau kelompok yang
menonjol, (f) unsur-unsur yang bergabung menjadi satu, (g) peristiwa-peristiwa
tertentu, (h) munculnya tujuan bersama. Koentjaraningrat (dalam Abdulsyani
2002) menambahkan faktor-faktor penyebab sesorang (individu) mencari
penemuan baru adalah sebagai berikut: (a) kesadaran diri orang perorangan akan
kekurangan dalam kebudayaannya, (b) kualitas dari ahli dalam suatu kebudayaan,
(c) perangsang bagi aktivitas-altivitas penciptaan dalam masyarakat.
Perubahan demi perubahan selalu ada dalam kehidupan manusia sejak dahulu.
Namun dalam pembangunan dewasa ini masyarakat dibawa pada kecenderungan
untuk berubah lebih cepat dibandingkan sebelumnya. Perubahan ini disebabkan
oleh adanya penilaian sesuatu yang dahulunya bernilai tinggi dan mutlak harus
ada, tetapi sekarang sudah hilang makna dan nilainya. Perubahan yang dimaksud
adalah penambahan atau pengurangan kearah perubahan. Penambahan atau
pengurangan dalam upacara perkawinan dapat dilihat lima unsur upacara
perkawinan yang meliputi: teknik pelaksanaan upacara, tempat upacara, waktu
upacara, peralatan dan perlengkapan upacara dan orang-orang yang melakukan
upacara. Perubahan yang sekarang terjadi di dalam masyarakat adalah suatu

18

fenomena yang wajar seiring perkembangan zaman pada masa kini. Perubahan
inilah yang terjadi di dalam masyarakat Sunda di Pekon Way Gelang.
B. Kerangka Pikir
Dahulu adat perkawinan Sunda masih sering digunakan tapi seiring dengan arus
modernisasi perkawinan adat semakin lama semakin ditinggalkan. Perubahan
kebudayaan dapat terjadi karena ada faktor-faktor yang mendorong terjadinya
perubahan tersebut. Perubahan adat perkawinan Sunda di Pekon Way Gelang
Kota Agung Barat disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor dalam (intern) dan luar
(ekstern).
Semakin pesatnya perkembangan zaman yang serba modern, baik itu faktor
intern, seperti masyarakat, perekonomianya, dan sebagainya, dan faktor ekstern
seperti

arus informasi, globalisasi, serta media massa baik cetak maupun

elektronik, dan juga pergaulan yang sudah begitu meluas dan membaur dengan
berbagai suku bangsa, dan sebagainya. Hal ini dapat di lihat pada masyarakat
Pekon Way Gelang pada zaman sekarang ini umumnya menggunakan upacara
perkawinan yang biasa dibilang lebih praktis dari perkawinan adat.

19

C.3 Paradigma

Upacara Adat Perkawinan
pada masyarakat Sunda di
pekon Way Gelang

Faktor dalam

Faktor Luar

Perubahan Upacara Adat
Perkawinan pada
masyarakat Sunda di
Pekon Way Gelang
Keterangan :
: Garis Pengaruh
: Garis Akibat

20

REFERENSI

Koentjaraningrat. 1980.Sejarah Teori Antropologi. Jakarta.Universitas Indonesia
halaman 140
Ibid halaman 241
Thomas Wiyasa Bratawidjaya. 1990. Upacara Perkawinan Adat Sunda. Jakarta.
Sinar Harapan. Halaman 1
Koentjaraningrat. 1982.Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Jakarta.Dian Rakyat
halaman 5
Ali Imron.2005.Pola Perkawinan Saibatin.Universitas Lampung.Bandar Lampung
halaman 2
Hilman Hadikusuma. 1995. Hukum Perkawinan Adat.AdityaBakti. Bandung
halaman 70
Koentjaraningrat.2009.Pengantar Ilmu Antropologi.Jakarta. Rineka Cipta. Edisi
Revisi. Halaman 115-118
Koentraningrat. 2004. Manusia dan Kebudayaan diIndonesia. Jakarta: Djambatan
Edi S. Ekadjati. 1995. Kebudayaan Sunda (Suatu Pndekatan Sejarah). Jakarta:
Pustaka Jaya, hal.7-8.
Ariyono Soeyono.1985.Kamus Antropologi.CV. Jakarta .Akademika Presindo.
Halaman 315
Thomas Wiyasa Bratawidjaya. 1990. Upacara Perkawinan Adat Sunda. Jakarta.
Sinar Harapan.
Ariyono Soeyono. Op Cit 321
William A Havilan (Alih Bahasa : RG. Soekadijo).1993.Antropologi.Edisi
Keempat. Erlangga Jakarta. Halaman 253
Imran ,Manan.1989.Perubahan Sosial Budaya, Modernisasi dan Pembangunan.
P2LPPK: Jakarta
Abdulsyani.2002.Sosiologi Skematika,Teori dan Terapan. Jakarta .PT Bumi
Aksara. Halaman 162
Titik Triwulan Tutik dan Trianto.2008.Dimensi Transendental dan Transformasi
Sosial Budaya.Lintas Pustaka Publisher. Jakarta. Halaman 10

21

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian
Menurut L. Gottschalk (dalam Pranoto 2010: 11) pada umumnya yang disebut
metode adalah cara atau prosedur untuk mendapatkan objek. Juga dikatakan
bahwa metode adalah cara untuk berbuat atau mengerjakan sesuatu dalam suatu
sistem yang terencana dan teratur. Jadi, metode selalu erat hubungannya dengan
prosedur, proses, atau tekhnik yang sistematis untuk melakukan penelitian disiplin
tertentu. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan objek penelitian.
Metode menurut Maryaeni merupakan cara yang ditempuh peneliti dalm
menemukan pemahaman sejalan dengan fokus tujuan yang di tetapkan (Maryaeni,
2005:58). Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode deskriptif.
Definisi

metode

deskriptif

adalah

metode

penelitian

yang berusaha

mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa, kejadian yang terjadi saat sekarang.
Penelitian deskriptif merumuskan perhatian pada masalah aktual sebagaimana
adanya pada saat penelitian berlangsung. Melalui penelitian deskriptif, peneliti
berusaha mendeskripsikan peristiwa dan kejadian yang menjadi pusat perhatian
tanpa memberikan perlakuan khusus terhadap peristiwa tersebut.
“Secara harfiah penelitian deskriptif adalah penelitian yang bermaksud untuk
membuat pencandraan (deskripsi) mengenai situasi-situasi atau kejadian-kejadian
secara sistematis, faktual dan akurat (Sumadi Suryabrata, 1983:18)”.

22

Dari beberapa pendapat di atas dapat di tarik kesimpulan bahwa metode dekriptif
adalah suatu metode yang digunakan untuk menggambarkan suatu kejadian atau
peristiwa yang sistematis, faktual dan akurat berdasarkan fakta-fakta yang tampak
dan sebagaimana adanya. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode
deskriptif dengan tujuan agar dapat memperoleh informasi yang sistematis dan
akurat mengenai faktor-faktor penyebab perubahan upacara adat perkawinan pada
masyarakat Sunda di Pekon Way Gelang.
B. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Pekon Way Gelang Kecamatan Kota Agung Barat
Kabupaten Tanggamus. Penulis mempunyai alasan mengapa memilih lokasi ini
karena sebagian besar yang tinggal di Pekon Way Gelang adalah masyarakat Suku
Sunda. Dari kondisi ini terlihat perkawinan adat Sunda sudah tidak dilaksanakan
secara lengkap lagi, ada beberapa langkah dari delapan langkah menurut Thomas
Wiyasa hanya di laksanakan beberapa seperti meminang, saserahan, akad,
resepsi, sungkem dan sawer. Berdasarkan alasan tersebut peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian terkait faktor-faktor penyebab perubahan upacara adat
perkawinan pada masyarakat Sunda di Pekon Way Gelang Kecamatan Kota
Agung Barat Kabupaten Tanggamus.
C. Variabel Penelitian

Variabel penelitian merupakan segala sesuatu yang akan menjadi obyek
pengamatan penelitian. Sering pula dinyatakan variabel penelitian itu sebagai
faktor-faktor yang berperanan dalam peristiwa atau gejala yang diteliti (Sumadi
Suryabrata, 1983:72).

23

Menurut Hadari Nawawi, variabel merupakan himpunan sejumlah gejala yang di
miliki beberapa aspek atau unsur didalamnya, yang dapat bersumber dari kondisi
objek penelitian, tetapi dapat pula berada di luar dan berpengaruh pada objek
penelitian (Hadari Nawawi, 1995:55).

Variabel adalah konsep yang mempunyai variasi nilai, variabel juga dapat
diartikan sebagai pengelompokan yang logis dari dua atau lebih atribut (S
Margono, 2004:133).

Berdasarkan pendapat di atas dapat di tarik suatu pengertian bahwa variabel
penelitian adalah segala sesuatu yang akan menjadi objek pengamatan dalam
meneliti sesuatu. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah faktorfaktor penyebab perubahan upacara adat perkawinan pada masyarakat Sunda di
Pekon Way Gelang Kecamatan Kota Agung Barat Kabupaten Tanggamus.

D. Definisi Operasional Variabel

Menurut Sumadi Suryabarata, Definisi Operasional Variabel adalah definisi yang
didasarkan atas sifat-sifat hal yang didefinisikan, dapat diamati dan di observasi
(Sumadi Suryabarata, 1983:82).

Definisi operasional variabel adalah unsur penelitian yang memberitahukan
bagaimana cara mengukur suatu variabel. Dengan kata lain, definisi operasional
variabel adalah semacam petunjuk pelaksanaan bagaimana cara mengukur suatu
variabel (Masri Singarimbun dan Sofian Efendi, 1991:46).

24

Berdasarkan pendapat di atas maka definisi operasional variabel adalah suatu
petunjuk yang memberitahukan cara mengukur suatu variabel dengan cara
memberikan arti atau menspesifikasikan kegiatan agar mudah diteliti. Dalam
penelitian ini definisi operasional variabelnya adalah faktor-faktor penyebab
perubahan upacara adat perkawinan pada masyarakat Sunda di Pekon Way
Gelang Kecamatan Kota Agung Barat Kabupaten Tanggamus.

E. Informan Penelitian

Pemahaman tentang informan penelitian ini sangat penting dalam penelitian
budaya. Hal ini dikarenakan peneliti budaya akan berhadapan langsung dengan
informan tersebeut. Informan merupakan orang yang mengetahui dan memahami
objek yang diteliti. Informan dipilih berdasarkan kriteria-kriteria tertentu antara
lain:
1. Subjek atau informan telah cukup lama menyatu dengan kegiatan yang
akan dicari informasinya dan dapat memberikan penjelasan “diluar
kepala”
2. Subjek yang masih terlibat secara penuh dan aktif pada kegiatan yang
menjadi perhatian peneliti.
3. Subjek mempunyai cukup banyak waktu untuk diwawancarai.
4. Subjek dalam memberikan informasi tidak cenderung dipersiapkan
terlebih dahulu.
5. Subjek yang tergolong masih “asing” dengan penelitian”(Burhan Bungin,
2007: 54).
Data penelitian ini di peroleh dari melalui wawancara dengan informan
Berdasarkan kriteria yang telah disebutkan diatas, penentuan informan dalam
penelitian ini dilakukan secara purposive sampling, dimana pemilihan informan
dipilih secara sengaja berdasarkan kriteria tersebut. Dalam peneltian ini informan
yang diambil adalah:

25

1. Sesepuh adat yang bertugas memberikan informasi tentang bagaimana prosesi
upacara adat perkawinan Sunda.
2. Masyarakat Sunda yang masih melaksanakan upacara adat perkawinan Sunda
3. Masyarakat Sunda yang sudah tidak melaksanakan upacara adat perkawinan
Sunda
4. Kelompok pemuda-pemudi Suku Sunda di Pekon Way Gelang.

F. Teknik Pengumpulan Data

Dalam pengumpulan data, peranan alat pengumpul data sangat penting karena alat
inilah yang digunakan sebagai pedoman atau pegangan peneliti selama
pengumpulan data berlangsung. Selain itu ada berbagai macam alat pengumpulan
data yang digunakan sesuai dengan metode yang dipilih peneliti dalam proses
penelitian. Agar diperoleh data yang lengkap, akurat dan dapat dipertanggung
jawabkan kebenarannya, peneliti mempergunakan teknik pengumpulan data
sebagai berikut:

1. Wawancara mendalam

Wawancara merupakan bagian dari metode k