Aspek Perpajakan Dalam Transfer Pricing Dan Problematika Praktik Penghindaran Pajak (Tax Avoidance)

ABSTRAK
ASPEK PERPAJAKAN DALAM TRANSFER PRICING DAN
PROBLEMATIKA PRAKTIK PENGHINDARAN PAJAK (TAX
AVOIDANCE)

Oleh
YASNI SAMBARINA GINTING

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aspek penetapan transfer pricing ditinjau
dari sudut akuntansi maupun perpajakan serta melihat kecurangan-kecurangan apa
saja yang terjadi akibat praktik transfer pricing yang tidak wajar. Penelitian ini
dilakukan dengan menggunakan pendekatan pada eksplorasi teori melalui penguatan
pada studi literatur. Pengujian data dilakukan dengan analisis kasus-kasus yang
terjadi pada praktik transfer pricing.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa transfer pricing dapat mengakibatkan hilangnya
potensi penerimaan pajak. Adanya hubungan istimewa merupakan kunci
dilakukannya praktek transfer pricing dalam bidang perpajakan. Kekurangwajaran
dan harga transfer (non arm's length price) yang ditimbulkan dengan adanya praktek
transfer pricing dapat terjadi atas: harga penjualan; harga pembelian; alokasi biaya
administrasi dan umum (overhead cost); pembebanan bunga atas pemberi pinjaman
oleh pemegang saham (shareholder loan) pembayaran komisi, lisensi, franchise,

sewa, royalty, imbalan atas jasa manajemen, imbalan atas jasa teknik dan imbalan
atas jasa lain, pembelian harta perusahaan oleh pemegang saham (pemilik) atau
pihak yang mempunyai hubungan istimewa yang lebih rendah dari harga pasar,
penjualan kepada pihak luar negeri melalui pihak ketiga yang kurang/tidak
mempunyai substansi usaha.
Masalah transfer pricing ini diatasi dengan beberapa instrumen yang dapat dilakukan
yaitu: Harga Transfer dalam Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B),
Corresponding Adjustment melalui Mutual Agreement Procedures (MAP),
Perbandingan (Comparability), Dokumentasi dalam Transfer Pricing, Thin
Capitalization, Sanksi dalam Transfer Pricing.

Kata kunci : Hubungan Istimewa, Perpajakan, Transfer pricing.

ABSTRACT
TAXATION ASPECTS IN TRANSFER PRICING AND PRACTICAL
PROBLEMATIC OF TAX AVOIDANCE

By
YASNI SAMBARINA GINTING


This study is aimed at finding out the determination aspect of transfer pricing in terms
of the accounting and taxation as well as seeing any cheating arising from unfair
practical of transfer pricing. This research was conducted by using the approach in
the exploration of theory through strengthening the study of literature. The testing
data was done by analyzing of the cases that occur in the practical of transfer pricing.
The results show that transfer pricing can lead to the loss of potential tax revenue. A
Special relationship is the key of transfer pricing practical in the field of taxation.
Immoderation in transfer price (non-arm's length price) which is caused by the
practical of transfer pricing may occur in: the sale price, the purchase price, allocation
of general (overhead costs) and administrative costs, the interest charges on lending
by shareholders (shareholder loan), payment of commissions, licenses, franchises,
leases, royalty, a reward for service management, and engineering services return and
requital for the other services, the purchase of company assets lower than the market
price by shareholders (owners) or related party, the sale to the overseas through the
less third party/have no business substance.
Transfer pricing problem is solved by a few instruments that can be done as follows:
Transfer Price in Taxation Avoidance Agreement (P3B), Corresponding Adjustment
through the Mutual Agreement Procedures (MAP), Comparability, Documentation in
Transfer Pricing, Thin Capitalization, Sanctions in Transfer pricing.


Key words: Related Parties, Taxation, Transfer pricing.

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Jaya, pada tanggal 5 April 1992,
sebagai anak ke-4 dari pasangan (Alm) Bapak Raymont Ginting
dan Ibu Berlian Sinulingga.
Pada tahun 1998, penulis menyelesaikan pendidikan Taman
Kanak-Kanak (TK) di TK Yos Sudarso Bandar Jaya. Pendidikan Sekolah Dasar
(SD) dimulai tahun 1998 di SD Yos Sudarso Bandar Jaya dan diselesaikan oleh
penulis pada tahun 2004. Sekolah Menengah Pertama (SMP) ditempuh oleh
penulis di SMP Negeri 3 Terbanggi Besar dan berhasil diselesaikan di tahun
2007, dan kemudian dilanjutkan menempuh pendidikan di SMA Negeri 1
Terbanggi Besar hingga tahun 2010.

Selanjutnya penulis terdaftar sebagai mahasiswi Jurusan Akuntansi Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Penelusuran
Kemampuan Akademik dan Bakat (PKAB) pada tahun 2010.

Selama duduk di bangku perkuliahan, penulis mengikuti organisasi UKMK (Unit

Kegiatam Mahasiswa Kristen) sebagai anggota, HIMAKTA (Himpunan
Mahasiswa Akuntansi dan Pajak) sebagai anggota, PKMK-FEB (Persekutuan
Keluarga Mahasiswa Kristen- Fakultas Ekonomi dan Bisnis) sebagai anggota dan
IMAI (Ikatan Mahasiswa Akuntansi Indonesia) simpul Lampung sebagai anggota.

Karyaku ini kupersembahkan kepada :

Tuhan Yesus Kristus, Juru Selamatku, Pribadi yang luar biasa setia
menuntun hidupku.

Mama tersayang yang selalu mendoakan, mendukung, serta mendidikku dengan
hikmat yang sangat membangun.

Juga untuk Abangku, Iwan Ginting dan Sewindu Ginting, Kakak Iparku Evi
dan Indri serta Keponakanku Lita, Kyo, Christ dan Bianca yang selalu
mendukung dalam doa dan mengisi semangatku.

Keluarga besarku, saudara-saudara rohaniku, rekan-rekan pelayananku,
teman-teman seperjuanganku, teman-teman sekosan yang selalu memberikan
doa, semangat dan segala perhatian yang tiada henti.


Serta Almamater tercinta, Universitas Lampung.

MOTO

“Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap
hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia”
(Kolose 3:23)

“Tetapi Carilah dahulu Kerajaan Allah dan Kebenaranya, maka
semuanya itu akan ditambahkan kepadamu ”
(Matius 6:33)

“Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada
pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu
rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan,
untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan”
(Yeremia 29:11)

SANWACANA


Segala puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus yang selalu melimpahkan hikmat
anugrah dan kasih yang tiada bandinganya sehingga penelitian dan skripsi ini dapat
terselesaikan. Skripsi ini dengan judul “ ASPEK PERPAJAKAN DALAM
TRANSFER PRICING DAN PROBLEMATIKA PRAKTIK PENGHINDARAN
PAJAK (TAX AVOIDANCE)”.

Penyusunan skripsi ini dimaksudkan guna melengkapi dan memenuhi sebagian
persyaratan untuk meraih gelar sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.

Penulisan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya dukungan berupa
pengarahan, bimbingan, dan kerja sama semua pihak yang telah turut membantu
dalam proses penyelesaian skripsi ini. Untuk itu penulis ingin menyampaikan
ucapan terima kasih kepada :
1.

Bapak Prof. Dr. H. Satria Bangsawan, S.E., M.Si selaku Dekan Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.


2.

Bapak Dr. Einde Evana, S.E., M.Si., Akt., selaku Ketua Jurusan Akuntansi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung dan juga sebagai Penguji
Utama penulis atas segala masukan, kritik dan saran yang diberikan.

3.

Ibu Yuztitya Asmaranti, S.E., M.Si., selaku Sekretaris Jurusan Akuntansi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung dan juga sebagai

Pembimbing Kedua yang telah bersedia memberikan bimbingan dan masukan
yang sangat membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini.
4.

Bapak R. Weddie Andriyanto, S.E., M.Si., C.A., C.P.A., selaku Pembimbing
Utama, atas kesediannya memberikan bimbingan dan masukan yang sangat
membangun dalam proses penyelesaian skripsi ini.

5.


Bapak Ki Agus Andi, S.E., M.Si., Akt., selaku Pembimbing Akademik, untuk
nasehat dan bimbingannya selama ini.

6.

Pak Sobari untuk kesabarannya dalam membantu mengurus skripsi dan proses
birokrasinya. Mas Yana dan Mas Yono, Mbak Sri, Mpok, Mas Leman.

7.

Mama yang selalu memberiku doa dan semangat. Terimakasih untuk kasih
sayangnya, perhatian, dan didikannya. Abang dan Kakak Ipar Serta
keponakanku tersayang yang selalu memberi semangat dari segi kehidupan
kalian. Terimakasih untuk semua doa dan semangat, dan perhatiannya.

8.

Sahabat-sahabat dan saudara-saudariku yang selalu mendampingi, Sharon
Naomi Sinaga, Rica Widia Pardosi, Yobelliana , Elza Rozaline, Jirry Mayfella

Govanda, Ben Marshall, Edwin Wijaya, semua sudah kita lewati, suka, duka,
tawa, canda bersama-sama. Terimakasih untuk semangatnya, segala dukungan
kalian, segala pengertiannya, semua nasehat-nasehat dan masukannya. Semoga
hal baik ini terus berlangsung baik saat ini maupun yang akan datang.

9.

Sahabat-sahabat terbaikku di kos moli, Deni, Anita, Desilya, Dwi, Dianita,
Vivit, Mbk Widhi, Era, Arini, Mbak Ani Terimakasih atas kebersamaan selama
ini, terimakasih untuk semangat yang telah kalian berikan, terimakasih telah
menjadi penghibur disaat sedih melanda, sukses buat kita semua. Dan untuk
Yogi, Kiki, Picha, Ika, Praba, Wayan, Dini, Dwi, Manda, Septi terimakasih
untuk semangatnya dan , semoga kalian dimudahkan dalam menyelesaikan
skripsinya.

10.

Terimakasih kepadamu untuk kasih, setiap doa, setiap dukungan, kesabaran,
segala pengorbanan, dan semua hal yang telah diberikan tanpa lelah dalam
penyelesaian skripsi ini.


11.

Sahabatku sejak SMA, Mayang, Ririn, Nanda, Komang, Fitri, Aisyah, Metty

terimakasih untuk semangat kalian.
12.

Teman-teman seperjuangan akuntansi 2010 yang tidak dapat disebutkan satu
per satu di dalam skripsi ini. Terimakasih untuk semangat dan kebersamaannya
selama empat tahun ini.

13.

Adik-adik mahasisiwi hukum Lova, Vera, Cindy, Ruth, Dona terimakasih untuk
semangat kalian.

14.

Teman-teman satu bimbingan Novia, Mila, Hendrik, Rian, Elza, Sharon, Jirry,

Fenny terimakasih untuk semangat dan kerja samanya.

15.

Teman-teman KKN Kelurahan Bakung terimakasih untuk kebersamaannya.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam proses penyelesaian
skripsi ini karena itu penulis menerima semua saran dan kritik yang membangun.
Akhir kata Penulis mengucapkan “Terima Kasih“.

Bandar Lampung, Desember 2014
Penulis,

Yasni Sambarina Ginting

DAFTAR ISI
Halaman

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .....................................................................................

1

1.2 Perumusan dan Batasan Masalah .........................................................

4

1.2.1 Perumusan Masalah ...................................................................

4

1.2.2 Batasan Masalah .........................................................................

4

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ...........................................................

5

1.3.1 Tujuan Penelitian .......................................................................

5

1.3.2 Manfaat Penelitian .....................................................................

5

1.3.2.1 Manfaat Teoritis .............................................................

5

1.3.2.2 Manfaat Praktis ..............................................................

5

II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori ....................................................................................

6

2.1.1 Tax Avoidance ............................................................................

6

2.1.2 Definisi Transfer Pricing ............................................................

7

2.1.3 Tujuan Penetapan Harga Transfer ..............................................

9

2.1.4 OECD Transfer Pricing Guidelines ...........................................

9

2.1.5 Hubungan Istimewa .................................................................... 11
2.1.6 Metode Menentukan Harga Transfer .......................................... 13
2.1.7 Prinsip dan Metode Harga Pasar Wajar ...................................... 17
2.1.8 Advance Pricing Agreements ...................................................... 19
2.2 Penelitian Terdahulu ........................................................................... 20
2.3 Model Penelitian ................................................................................. 22

III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metodologi Penelitian ......................................................................... 23
3.2 Pendekatan Penelitian .......................................................................... 23
3.3 Jenis dan Sumber Data Penelitian ..................................................... 23
3.4 Teknik Pengumpulan data ................................................................... 24
3.5 Teknik Analisis Data ............................................................................ 24
3.6 Rencana Pengujian Keabsahan Data ................................................... 25

IV. PEMBAHASAN
4.1 Aspek Penetapan Transfer Pricing Ditinjau Dari Sudut Perpajakan ... 26
4.1.1 Comparable Uncontrolled Price .............................................. 27
4.1.2 Cost Plus Method ..................................................................... 29

4.1.3 Resale Price Method ............................................................... 31
4.1.4 Transactional Net Margin Method ............................................ 32
4.1.5

Ptofit Split Method .................................................................. 33

4.2 Aspek Penetapan Harga Transfer Ditinjau Dari Sudut Akuntansi ...... 35
4.2.1 Penentuan Harga Transfer Berdasarkan Biaya ........................ 35
4.2.1.1 Pendekatan Full Costing ........................................... 37
4.2.1.2 Pendekatan Variable Costing .................................... 39
4.2.1.3 Pendekatan Activity Based Costing ........................... 40
4.2.2 Penentuan Harga Transfer Berdasarkan Harga Pasar .............. 44
4.3 Ketidakwajaran Transaksi Transfer Pricing yang Terjadi
Antar-Wajib Pajak .............................................................................. 45
4.3.1

Kekurangwajaran Harga Penjualan ......................................... 46

4.3.2

Kekurangwajaran Harga Pembelian ........................................ 51

4.3.3

Kekurangwajaran Alokasi Biaya Administrasi dan Umum
(Overhead Cost) ...................................................................... 52

4.3.4

Kekurangwajaran Pembebanan Bunga atas Pemberian
Pinjaman oleh Pemegang Saham ........................................... 53

4.3.5

Pembelian Harta Perusahaan oleh Pemegang Saham atau
oleh Pihak yang Mempunyai Hubungan Istimewa dengan
Harga yang Lebih Rendah dari Harga Pasar ........................... 55

4.3.6

Penjualan kepada Pihak Luar Negeri melalui Pihak ketiga
yang Tidak Mempunyai Substansi Usaha (Letter Box
Company) ............................................................................... 56

4.3.7

Contoh Tax Avoidance Dalam Transfer Pricing Melalui
PPh Pasal 24 ........................................................................... 60

4.4 Upaya Direktorat Jendral Pajak (Ditjen Pajak) Untuk Mencegah
Terjadinya Praktik Transfer Pricing yang Tidak Wajar ..................... 61
4.4.1

Harga Transfer dalam Perjanjian Penghindaran Pajak
Berganda (P3B) ....................................................................... 62

4.4.2

Corresponding Adjustment melalui Mutual Agreeme
Procedures (MAP) .................................................................. 65

4.4.3

Perbandingan (Comparability) ................................................ 68

4.4.4

Dokumentasi dalam Transfer Pricing ..................................... 68

4.4.5

Thin Capitalization ................................................................. 70

4.4.6

Sanksi dalam Transfer Pricing ............................................... 73

V. KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan ......................................................................................... 75
5.2 Keterbatasan Penelitian ....................................................................... 77
5.3 Saran .................................................................................................... 77

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Data Activity Costs Suku Cadang Q Dan R ........................................... 42
Tabel 4.2 Penyajian Penentuan Harga Transfer Dengan Metode Market Price
Minus ........................................................................................................ 45
Tabel 4.3 Laba Rugi PT A (Indonesia) .................................................................... 58
Tabel 4.4 Laba Rugi PT A (Indonesia) Melalui Skema Transfer Pricing ............... 58
Tabel 4.5 Laba Rugi PT B (Singapura) .................................................................... 58
Tabel 4.6 Laba Rugi Grup Perusahaan Setelah Melakukan Transfer Pricing ......... 59
Tabel 4.7 Perbandingan Laba Grup Perusahaan ...................................................... 59
Tabel 4.8 Perbandingan Beban Pajak Antara Melalui Pinjaman Dan Penyertaan
Modal ...................................................................................................... 72

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Efisiensi dan efektivitas yang merupakan strategi utama dalam pencapaian laba
setinggi-tingginya diperlukan dalam setiap perusahaan. Strategi utama seperti itu
oleh perusahaan nasional atau internasional di perlukan dalam rangka
perencanaan, termasuk dalam perencanaan dalam bidang perpajakan. Awalnya
transfer pricing dikenal di dalam akuntansi manajemen (management accounting)
dan diartikan sebagai kebijakan harga yang diterapkan atas penyerahan barang
atau jasa antar divisi/departemen di dalam suatu perusahaan dengan tujuan untuk
mengukur dan mengevaluasi kinerja (performance) dari masing-masing
divisi/departemen tersebut. Selain itu, ditujukan sebagai dasar untuk memberikan
reward kepada manajemen. Penerapan transfer pricing di dalam lingkungan
suatu perusahaan disebut intracompany transfer pricing (Hutagaol, 2011).
Seiring dengan perkembangan zaman implementasi transfer pricing sudah meluas
yaitu antar perusahaan-perusahaan dalam satu grup. Hal ini disebut intercompany
transfer pricing, tujuannya adalah memaksimalkan laba dan sekaligus
meminimalkan beban pajak (tax expenses) (Hutagaol, 2011). Transfer pricing
merupakan isu klasik di bidang perpajakan dan menjadi momok bagi tax authority
setiap negara (baik negara maju maupun berkembang) karena dapat
mengakibatkan hilangnya potensi penerimaan pajak (Hutagaol, 2011). Terkait
dengan isu transfer pricing, di Indonesia sebagian besar perusahaan multinasional

2

diindikasikan laporan keuangannya merugi sehingga tidak membayar pajak
penghasilan. Direktorat Jendral Pajak (Ditjen Pajak) menengarai perusahaaan
multinasional melakukan praktek transfer pricing.
Permasalahan transfer pricing ini ternyata tidak hanya terjadi di Indonesia saja,
transfer pricing sudah menjadi masalah dunia. Menurut Simon dalam
Darussalam dan Septriadi (2008) pada tahun 2002 memperkirakan bahwa akibat
praktik abuse of transfer pricing yang dilakukan oleh perusahaan multinasional
di Amerika Serikat, Negara Amerika Serikat kehilangan penerimaan pajak sebesar
USD 53 miliar.
Transfer pricing ini telah menuai banyak sekali masalah di berbagai negara karena
dalam praktiknya mereka menggunakan hal-hal yang sangat bertentangan dengan
aturan yang ada. Harimurti (2007) dalam penelitiannya mengatakan adanya
hubungan istimewa merupakan kunci dari dilakukannya praktik transfer pricing
dalam bidang perpajakan. Skema yang biasa dilakukan oleh perusahaan
multinasional dalam praktek transfer pricing adalah dengan cara mengalihkan
laba mereka dari negara yang tarif pajaknya tinggi ke negara yang tarif pajaknya
rendah. Modus transfer pricing dapat terjadi atas harga penjualan, harga
pembelian, overhead cost, bunga shareholder-loan, pembayaran royalti, imbalan
jasa, penjualan melalui pihak ketiga yang tidak ada usaha (special purpose
company). Ilustrasi berikut ini adalah praktik transfer pricing. Sebuah perusahaan
otomotif PT. X memproduksi mobil dengan biaya Rp. 700 dan menjualnya ke PT.
Y (perusahaan afiliasi) di luar negeri seharga Rp.725. PT. Y ini hanya dummy
yang berada di negara berpajak rendah (tax haven country). Dari PT. Y, mobil
dijual ke PT. Z (non-afiliasi) dengan harga Rp.1.000. Karena PT. Y tidak

3

memiliki usaha riil, sebenarnya yang terjadi adalah penjualan mobil dari PT. X
kepada PT. Z. Profit PT. X yang dilaporkan dalam SPT adalah Rp.725-700 atau
Rp. 25 per mobil. Seharusnya profit PT. X adalah Rp. 1000 – 700 = Rp. 300.
Selisih harga jual ini merupakan bentuk transfer pricing berupa mark down.
Negara rugi karena seharusnya pajak dikenakan atas profit sebesar Rp. 300 per
mobil. Di sisi lain, pemegang saham minoritas juga rugi karena penjualan
perusahaan menjadi lebih rendah sehingga profit lebih kecil. Model transfer
pricing lainnya dengan membayar royalti ke induk usaha. Contoh PT. A di
Indonesia, selaku anak usaha PQR Limited, mendapat lisensi untuk menjual
produk PQR Limited. Selain itu PQR Limited juga memberi lisensi ke perusahaan
non afiliasi di Indonesia, yaitu PT. B. Atas omset tahunan, PT. A membayar
royalti ke PQR Limited sebesar Rp.10 milyar. Dengan jumlah omset yang hampir
sama, PT. B hanya membayar royalti ke PQR Limited sebesar Rp. 2,5 milyar.
Atas perbedaan tarif royalti, perlu ada penelitian lanjut, kemungkinan pembayaran
royalti PT. A adalah pembayaran dividen terselubung dari PT. A ke PQR Limited
selaku pemegang saham (Suryana, 2012).

Penelitian yang dilakukan oleh Mangoting (2000) menyimpulkan bahwa masalah
transfer pricing yang saat ini terjadi dapat diatasi dengan memberikan wewenang
kepada menteri keuangan dan dirjen pajak untuk menentukan kembali besarnya
penghasilan dan pengurangan serta menentukan utang sebagai modal untuk
menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi pihak yang mempunyai
hubungan istimewa. Selain itu untuk memeriksa adanya praktek transfer pricing,
Departemen Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jendral Pajak menerbitkan
Pedoman Pemeriksaan Pajak terhadap Wajib Pajak yang Mempunyai Hubungan

4

Istimewa. Dari latar belakang yang telah dikemukakan maka tujuan dari penelitian
ini adalah mencoba memaparkan aspek penetapan harga transfer (transfer pricing)
ditinjau dari sudut perpajakan serta problematika praktik penghindaran pajak (tax
avoidance) maupun kecurangan-kecurangan yang marak terjadi akibat praktik
transfer pricing yang tidak wajar, sehingga penulis tertarik mengambil
judul “Aspek Perpajakan Dalam Transfer Pricing dan Problematika Praktik
Penghindaran Pajak (Tax Avoidance).”

1.2 Perumusan dan Batasan Masalah
1.2.1 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah:
1)

Bagaimana aspek penetapan transfer pricing ditinjau dari sudut akuntansi
maupun perpajakan?

2)

Kecurangan-kecurangan apa saja yang terjadi akibat praktik transfer pricing
yang tidak wajar?

3)

Bagaimana upaya Direktorat Jendral Pajak (Ditjen Pajak) untuk mencegah
terjadinya praktik transfer pricing yang tidak wajar?

1.2.2 Batasan Masalah
Pembatasan masalah dalam penelitian ini hanya melihat aspek penetapan transfer
pricing ditinjau dari sudut perpajakan dan kecurangan yang terjadi dalam praktik
transfer pricing yang tidak wajar dikarenakan terdapat hubungan istimewa dalam
hal kepemilikan saham suatu badan oleh badan lainnya sebanyak 25 % atau lebih
serta upaya Ditjen Pajak untuk mencegah kecurangan tersebut.

5

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan dalam penelitian ini adalah
1)

Untuk mengetahui aspek penetapan transfer pricing ditinjau dari sudut
akuntansi maupun perpajakan.

2)

Melihat kecurangan-kecurangan apa saja yang terjadi akibat praktik
transfer pricing yang tidak wajar.

3)

Mengetahui apakah upaya Direktorat Jendral Pajak (Ditjen Pajak) untuk
mencegah terjadinya praktik transfer pricing yang tidak wajar.

1.3.2 Manfaat Penelitian
1.3.2.1 Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang aspek perpajakan
dalam transfer pricing dan problematika yang terjadi akibat praktik transfer
pricing dalam penghidaran pajak.
1.3.2.2 Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu masukan yang
memberikan informasi mengenai transfer pricing terutama pada perencanaan
pajak sebuah perusahaan yang orientasi utamanya adalah memaksimalkan profit

6

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori
2.1.1 Tax Avoidance
OECD sendiri tidak memberikan definisi tax avoidance secara tegas. OECD
hanya memberikan gambaran bahwa tax avoidance biasanya dipergunakan untuk
menjelaskan usaha-usaha Wajib Pajak untuk mengurangi beban pajaknya.
Meskipun ini biasa jadi tidak melanggar hukum, namun sebenarnya bertentangan
dengan tujuan dibuatnya peraturan perundang-undangan perpajakan. Tax
avoidance sendiri sebenarnya mempunyai beberapa karakteristik, di antaranya:
1) Transaksi seringkali semu.
2) Transaksi yang dilaksanakan tidak mempunyai makna secara ekonomis yang
berarti.
3) Tidak terdapatnya unsur risiko.
4) Adanya usaha-usaha untuk mengeksploitasi celah-celah dalam peraturan
perpajakan.
Dalam konteks internasional, tax avoidance dapat terjadi misalnya pada:
1)

Wajib Pajak yang mengubah status residence-nya ke wilayah lain yang
pajaknya lebih rendah.Wajib Pajak dapat mengalihkan penghasilannya ke
entitas lain, misalnya perusahaan yang didirikan di tax haven.

2)

Wajib Pajak dapat mengalihkan penghasilannya ke entitas lain, misalnya
perusahaan atau mungkin trust yang didirikan di tax haven.

7

3)

Wajib pajak dapat mendirikan anak perusahaan di negara lain yang di desain
untuk menerima penghasilan dari luar negeri atau untuk menerima
pembagian dividen dari perusahaan-perusahaan lain yang dimiliki di negara
lainnya.

4)

Wajib Pajak dapat mengatur pembayaran dividen yang diterimanya dari
negara lain melalui satu lembaga yang didirikan di suatu negara yang
mempunyai tax treaty dengan negara asal pembayar dividen. Karena dalam
tax treaty biasanya tarif withholding tax diturunkan, maka dengan adanya tax
treaty Wajib Pajak dapat mengurangi beban pajaknya.

Karena alasan-alasan inilah biasanya dalam ketentuan perundang-undangan
perpajakan suatu negara tercantum berbagai ketentuan untuk memerangi usahausaha tax avoidance. Ketentuan anti avoidance ini biasanya kemudian disertai
dengan pemberian wewenang kepada otoritas pajak untuk merekonstruksi
transaksi itu sesuai dengan kondisi pasar dan menghitung pajak terutang
berdasarkan transaksi rekonstruksian ini. Contohnya dalam ketentuan transfer
pricing otoritas suatu negara diberikan kekuasaan untuk mengabaikan harga
transaksi yang dilaporkan oleh Wajib Pajak dan menggunakan harga transaksi
yang wajar yang dipergunakan dalam transaksi komersial.
2.1.2 Definisi Transfer Pricing
Menurut Simamora dalam Mangoting (2000), transfer pricing didefinisikan
sebagai nilai atau harga jual khusus yang dipakai dalam pertukaran antar
divisional untuk mencatat pendapatan divisi penjual (selling division) dan biaya
divisi pembeli (buying division). Transfer pricing juga disebut dengan
intracompany pricing, intercorporate pricing, interdivisional atau internal pricing

8

yang merupakan harga yang diperhitungkan untuk keperluan pengendalian
manajemen atas transfer barang dan jasa antar anggota.
Pengertian harga transfer dapat dibedakan menjadi dua, yaitu pengertian yang
bersifat netral dan bersifat peyoratif. Pengertian netral mengasumsikan bahwa
harga transfer adalah murni strategi dan taktik bisnis tanpa motif pengurangan
beban pajak. Sedangkan pengertian peyoratif mengasumsikan harga transfer
sebagai upaya untuk menghemat beban pajak dengan taktik, antara lain menggeser
laba ke negara yang tarif pajaknya rendah (Suandy, 2011). Pengertian transfer
pricing menurut Gunadi dalam Suandy (2011) adalah penentuan harga atau
imbalan sehubungan dengan penyerahan barang, jasa atau pengalihan teknologi
antar perusahaan yang mempunyai hubungan istimewa. Menurutnya juga transfer
pricing adalah suatu rekayasa manipulasi secara sitematis dengan maksud untuk
mengurangi laba artificial, membuat seolah-olah perusahaan rugi, untuk
menghindari pajak atau bea masuk di suatu negara.
Dari sudut pandang ekonomi, Hongren dalam Kurniawan (2011) mengartikan
transfer pricing sebagai penentuan harga barang atau jasa oleh suatu unit
organisasi perusahaan kepada unit organisasi lainnya dalam perusahaan yang
sama. Sedangkan dari sudut pandang perpajakan, transfer pricing didefinisikan
sebagai harga yang dibebankan oleh suatu perusahaan atas barang, jasa, dan harta
tidak berwujud, kepada perusahaan yang mempunyai hubungan istimewa.
Wisselink mengemukakan dalam arti yang lebih luas transfer pricing termasuk
penentuan harga antara beberapa entitas, yang secara hukum pemiliknya biasa
sama ataupun berbeda (Lubis dan Toruan, 2009).

9

2.1.3 Tujuan Penetapan Harga Transfer
Tujuan penetapan harga transfer adalah untuk mentransmisikan data keuangan di
antara departemen-departemen atau divisi-divisi perusahaan pada waktu mereka
saling menggunakan barang dan jasa satu sama lain (Simamora, 1999). Selain itu
transfer pricing terkadang digunakan untuk mengevaluasi kinerja divisi dan
memotivasi manajer divisi penjual dan divisi pembeli menuju keputusankeputusan yang serasi dengan tujuan perusahaan secara keseluruhan.
Menurut Horngren, Datar dan Foster (2008) penetapan harga transfer (transfer
pricing) seharusnya membantu mencapai strategi dan tujuan perusahaan dan
sesuai dengan struktur organisasi perusahaan. Secara khusus, transfer pricing
seharusnya mendukung kesesuaian tujuan dan tingkat usaha manajemen puncak.
Sub unit yang menjual produk atau jasa seharusnya dimotivasi untuk menurunkan
biaya mereka, sub unit yang membeli produk atau jasa seharusnya dimotivasi
untuk memperoleh dan menggunakan input secara efisien. Transfer pricing
seharusnya juga membantu manajemen puncak mengevaluasi kinerja dari sub unit
individual dan manajer mereka. Jika manajemen puncak mendukung tingkat
desentralisasi yang tinggi, harga transfer seharusnya mendukung tingkat otonomi
sub unit yang tinggi dalam pengambilan keputusan. Ini berarti manajer sub unit
yang ingin memaksimalkan laba operasi dari sub unitnya seharusnya memiliki
kebebasan untuk melakukan transaksi dengan sub unit lain dari perusahaan (atas
dasar harga transfer) atau untuk melakukan transaksi dengan pihak eksternal.
2.1.4 OECD Transfer Pricing Guidelines
Organization for Economic Cooperation and Development atau Organisasi untuk
Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (selanjutnya disebut OECD)

10

merupakan sebuah organisasi internasional dengan tiga puluh negara yang
menerima prinsip demokrasi perwakilan dan ekonomi pasar bebas yang dibentuk
pada tahun 1960 (Wikipedia, 2014). Pada saat ini anggota OECD sebanyak 30
(tiga puluh ) negara yaitu sebagai berikut Australia, Austria, Belgia, Kanada,
Republik Ceko, Denmark, Finlandia, Perancis, Jerman, Yunani, Hungaria,
Islandia, Irlandia, Italia, Korea, Luxembrug, Meksiko, Belanda, Selandia Baru,
Norwegia, Polandia, Slovakia, Spanyol, Swedia, Swiss, Turki, Inggris , dan
Amerika Serikat. Bidang yang menangani perpajakan dalam OECD dilaksanakan
oleh Committee on Fiscal Affairs (CFA).
Terkait dengan transfer pricing, CFA melalui sub grupnya yaitu Working Party
No. 6 telah menerbitkan OECD Transfer Pricing Guidelines (selanjutnya disebut
dengan OECD Guidelines) sebagai panduan bagi perusahaan multinasional dan
otoritas pajak dalam masalah transfer pricing. Dengan demikian, OECD
Guidelines ini dibuat dengan maksud untuk membantu (i) otoritas pajak (tidak
hanya terhadap negara-negara anggota saja, tetapi juga negara-negara yang bukan
anggota OECD) maupun (ii) perusahaan multinasional dalam memberikan
panduan tentang cara penyelesaian perselisihan transfer pricing yang saling
menguntungkan antara masing-masing otoritas pajak, dan antara otoritas pajak
dengan perusahaan multinasional. Dengan kata lain, tujuan dari pengaturan dalam
OECD Guidelines adalah dalam rangka untuk membagi penghasilan yang
diperoleh oleh perusahaan multinasional secara fair kepada negara-negara di mana
perusahaan multinasional tersebut beroperasi (Darussalam dan Septriadi, 2008).

11

Menurut Rohatgi dalam Darussalam dan Septriadi (2008) terkait dengan
ketentuan transfer pricing di masing-masing negara pada dasarnya dapat
dikelompokkan menjadi sebagai berikut ini:
1. Sedikit negara menerapkan ketentuan transfer pricing secara komprehensif,
ketentuan transfer pricing hanya diterapkan atas transaksi dari kegiatan usaha
tertentu saja.
2. Beberapa negara mengikuti ketentuan transfer pricing yang terdapat dalam
OECD Guidelines.
3. Banyak negara belum memiliki ketentuan khusus yang mengatur tentang
transfer pricing dalam undang-undang domestik mereka, tetapi mereka
mengacu kepada peraturan tentang anti penghindaran pajak (anti tax
avoidance rule).
2.1.5 Hubungan Istimewa
Otoritas pajak suatu negara diberi wewenang untuk melakukan koreksi (primary
adjustment) atas transaksi yang tidak mencerminkan harga pasar wajar sepanjang
transaksi tersebut dilakukan oleh pihak-pihak yang mempunyai hubungan
istimewa. Dengan kata lain, suatu negara diperkenankan melakukan primary
adjustment, sepanjang transaksi yang dilakukan tersebut (i) tidak sesuai dengan
prinsip harga pasar wajar dan (ii) transaksi tersebut dilakukan oleh pihak-pihak
yang mempunyai hubungan istimewa.Oleh karena itu, definisi hubungan istimewa
merupakan hal sangat penting dalam konteks transfer pricing.

12

Menurut Hamaekers dalam Darussalam dan Septriadi (2008) hubungan istimewa
seperti yang tercantum dalam pasal 9 ayat (1) OECD model di atas pada dasarnya
dapat dijelaskan dengan situasi sebagai berikut:
1. Perusahaan A di Negara A “berpartisipasi (participate) baik secara langsung
maupun tidak langsung dalam manajemen, pengendalian atau kepemilikan
modal “dari perusahaan B di Negara B.
2. Pihak sama (biasa berbentuk orang pribadi maupun perusahaan)
”berpartisipasi (participate) baik secara langsung maupun tidak langsung
dalam manajemen, pengendalian atau kepemilikan saham” dari perusahaan A
di Negara A dan perusahaan B di Negara B.
Skema hubungan istimewa apabila digambarkan akan tampak sebagai berikut ini:

Gambar 1
Perusahaan A di Negara A “berpartisipasi (participate) baik secara langsung
maupun tidak langsung dalam manajemen, pengendalian atau kepemilikan
modal“ dari perusahaan B di Negara B

Secara Langsung
PerusahaanAA
Perusahaan

Secara Tak Langsung
Perusahaan
Perusahaan
AA

Perusahaan Anak

Perusahaan B
Perusahaan B

13

Gambar 2
Pihak sama (biasa berbentuk orang pribadi maupun perusahaan)
”berpartisipasi (participate) baik secara langsung maupun tidak langsung
dalam manajemen, pengendalian atau kepemilikan saham” dari perusahaan
A di Negara A dan perusahaan B di Negara B.

Secara Tidak langsung

Secara Langsung

X
a

X
Perusahaan Anak

AA
a

BB
a

Perusahaan Anak

A

B

2.1.6 Metode Menentukan Harga Transfer
Tentunya dalam penentuan harga transfer manajemen tidak dapat sembarangan
menentukan harga, secara garis besar harga tersebut sebisa mungkin tidak
merugikan salah satu pihak yang terlibat, selain itu harga transfer dalam
praktiknya harus terus diperhatikan agar tujuan manajemen sesuai dengan tujuan
perusahaan. Prinsip dasarnya adalah bahwa harga transfer sebaiknya serupa
dengan harga yang akan dikenakan seandainya produk tersebut dijual ke
konsumen luar atau dibeli dari pemasok luar. Namun hal tersebut dalam dunia
nyata sangat sulit diterapkan, hanya sedikit perusahaan yang menetapkan prinsip
ini.
Secara umum harga transfer dapat ditentukan dengan menggunakan metodemetode berikut: (1) Harga transfer berdasarkan pasar, (2) Harga transfer
berdasarkan biaya, (3) Harga transfer negoisasi, (4) Arbitrasi, (5) Ganda.

14

1. Harga Transfer Berdasarkan Harga Pasar (Market-Based Transfer Prices)
Harga transfer berdasarkan harga pasar dipandang sebagai penentuan harga
transfer yang paling independen. Barang-barang yang diproduksi unit penjual
dihargai sama dengan harga yang berlaku di pasar, pada sisi divisi penjual ada
kemungkinan untuk memperoleh profit, pada sisi divisi pembeli harga yang
dibayarkan adalah harga yang sewajarnya. Namun yang menjadi kelemahan
utama dari sistem ini adalah jika harga suatu produk ternyata tidak tersedia di
pasar. Tidak semua barang-barang yang diperjual-belikan antar divisi tersedia di
pasar, misalnya pada suatu industri yang terdeferensiasi dan terintegrasi seperti
industri kertas, jika divisi penjual harus mengirim kertas yang setengah jadi ke
divisi lain, pasar tidak menyediakan harga kertas mentah atau setengah jadi.
Namun, jika harga pasar tersedia atau dapat diperkirakan maka ada baiknya
menggunakan harga pasar. Meskipun demikian, jika tidak ada cara untuk
memperkirakan harga kompetitif, pilihan lainnya adalah mengembangkan harga
transfer berdasarkan biaya (cost-based transfer price).
2. Harga Transfer Berdasarkan Biaya (Cost-based Transfer Prices)
Perusahaan menggunakan metode penetapan harga transfer atas dasar biaya yang
ditimbulkan oleh divisi penjual dalam memproduksi barang atau jasa, penetapan
harga transfer metode ini relatif mudah diterapkan namun memiliki beberapa
kekurangan. Pertama, penggunaan biaya sebagai harga transfer dapat mengarah
pada keputusan yang buruk, jika seandainya unit penjual tidak dapat memproduksi
dengan optimal sehingga menghasilkan biaya yang lebih tinggi daripada harga
pasar, maka dapat terjadi kecenderungan pembelian barang dari luar. Kedua, jika
biaya digunakan sebagai harga transfer, divisi penjual tidak akan pernah

15

menghasilkan laba dari setiap transaksi internal. Ketiga, penentuan harga transfer
yang berdasarkan biaya berarti tidak ada insentif bagi orang yang bertanggung
jawab mengendalikan biaya. Umumnya perusahaan menetapkan harga transfer
atas biaya berdasarkan biaya variabel dan atau biaya tetap dalam bentuk biaya
penuh (full cost), biaya penuh ditambah markup (full cost plus markup) dan
gabungan antara biaya variabel dan tetap (variable cost plus fixed fee).
3. Harga Transfer Negoisasi (Negotiated Transfer Prices)
Dalam ketiadaan harga, beberapa perusahaan memperkenankan divisi-divisi
dalam perusahaan yang berkepentingan dengan transfer pricing untuk
menegosiasikan harga transfer yang diinginkan. Harga transfer negoisasi memiliki
beberapa kelebihan. Pertama, pendekatan ini melindungi otonomi divisi dan
konsisten dengan semangat desentralisasi. Kedua, manajer divisi cenderung
memiliki informasi yang lebih baik tentang biaya dan laba potensial atas transfer
dibanding pihak-pihak lain dalam perusahaan. Harga transfer negosiasian
mencerminkan perspektif kontrolabilitas yang inheren dalam pusat-pusat
pertanggungjawaban karena setiap divisi yang berkepentingan tersebut pada
akhirnya yang akan bertanggung jawab atas harga transfer yang dinegosiasikan.
Namun transfer pricing ini tidak begitu mudah untuk ditentukan karena posisinya
pada situasi sulit yang bisa menimbulkan conflict of interest diantara kedua belah
pihak yang terlibat, yaitu divisi penjual dan divisi pembeli. Artinya, tidak akan
ada satu metode transfer pricing yang terbaik, yang akan diterima mutlak oleh
kedua belah pihak.

16

4.Arbitrasi (Arbitrasi Basis)
Metode ini dilakukan dengan cara menetapkan harga transfer berdasarkan cara
tertentu yang dapat dipertanggungjawabankan, jadi tidak berdasarkan harga pasar
(market price) atau biaya (variable cost). Menurut Wirawan dalam Lubis (2009)
cara ini dipakai untuk tujuan manipulasi, di mana harga transfer direndahkan atau
ditinggikan dari harga yang semestinya, diatur sedemikian rupa yang
menghasilkan beban pajak yang rendah.
5.Ganda (Double Basis)
Tujuan dilakukan transfer pricing ini adalah untuk memenuhi disparitas dari dua
divisi. Misalnya pihak pembeli mempertimbangkan penerapan transfer pricing
per basis biaya diferensial. Sebaliknya penjual dapat mempertimbangkan unsur
profit dalam transfer pricing untuk keperluan pengukuran kinerja profit. Prosedur
pendekatan ini misalnya:
1. Pemakaian transfer pricing dengan basis pasar, negosiasi dan abitrasi oleh
divisi parameter dalam menghitung penghasilan data penyerahan
intercompany.
2. Biaya variabel divisi per transfer plus contribution margin atas beban tetap,
ditransfer pada pembeli.
3. Total laba per divisi akan lebih besar daripada laba perusahaan dan laba divisi
produksi akan dieliminasi dalam penyusunan laporan keuangan.
Dalam menggunakan metode ini diperlukan data harga yang akurat dapat
diandalkan.

17

2.1.7 Prinsip dan Metode Harga Pasar Wajar
Prinsip harga pasar wajar (arm’s length principle) merupakan suatu kriteria untuk
menentukan nilai transaksi antara pihak-pihak yang mempunyai hubungan
istimewa. Menurut prinsip harga pasar wajar ini, transaksi antara pihak-pihak
yang mempunyai hubungan istimewa seharusnya mengacu kepada harga pasar
wajar, yaitu ditentukan berdasarkan harga yang terjadi seandainya transaksi
tersebut dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak memiliki hubungan istimewa.
Secara teoritis, prinsip harga pasar wajar didasarkan atas (i) transaksi yang sama
(the same transaction), dan (ii) dalam kondisi yang sama ( circumstances) yang
dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak mempunyai hubungan istimewa. Akan
tetapi, transaksi dan kondisi yang sama seperti tersebut dalam praktiknya jarang
atau tidak pernah terjadi. Oleh karena itu dalam aplikasinya, penentuan harga
pasar wajar didasarkan atas (i) transaksi yang dapat diperbandingkan (comparable
transactions), dan (ii) dalam kondisi yang dapat diperbandingkan (comparable
ciscumstances) ketika tidak terdapat transaksi yang benar-benar sama
(Darussalam dan Septriadi, 2008).
Apabila prinsip harga wajar ini tidak diterapkan dalam transaksi yang dilakukan
oleh pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa, maka otoritas pajak dapat
melakukan koreksi (primary adjustment) atas transaksi tersebut agar
mencerminkan harga pasar yang sebenarnya. Dalam Saptono (2013) ada beberapa
metode yang biasa dipergunakan untuk menentukan harga pasar yang wajar
diatur dalam Pasal 11 Per Dirjen Pajak No. Per-32/PJ/2011 ini, yaitu :
1. Metode Perbandingan Harga antara Pihak yang tidak mempunyai Hubungan
Istimewa (Comparable Uncontrolled Price/CUP), yaitu Metode Penentuan

18

Harga Transfer yang dilakukan dengan membandingkan harga dalam transaksi
yang dilakukan antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa
dengan harga barang atau jasa dalam transaksi yang dilakukan antara pihakpihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa dalam kondisi atau keadaan
yang sebanding.
2. Metode Harga Penjualan Kembali (Resale Price Method/RPM) adalah metode
Penentuan Harga Transfer yang dilakukan dengan membandingkan harga
dalam transaksi suatu produk yang dilakukan antara pihak-pihak yang
mempunyai Hubungan Istimewa dengan harga jual kembali produk tersebut
setelah dikurangi laba kotor wajar, yang mencerminkan fungsi, aset dan risiko,
atas penjualan kembali produk tersebut kepada pihak lain yang tidak
mempunyai Hubungan Istimewa atau penjualan kembali produk yang
dilakukan dalam kondisi wajar.
3. Metode Biaya-Plus (Cost Plus Method/CPM) adalah metode Penentuan Harga
Transfer yang dilakukan dengan menambahkan tingkat laba kotor wajar yang
diperoleh perusahaan yang sama dari transaksi dengan pihak yang tidak
mempunyai Hubungan Istimewa atau tingkat laba kotor wajar yang diperoleh
perusahaan lain dari transaksi sebanding dengan pihak yang tidak mempunyai
Hubungan Istimewa pada harga pokok penjualan yang telah sesuai dengan
Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha.
4. Metode Pembagian Laba (Profit Split Method/PSM) adalah metode Penentuan
Harga Transfer berbasis Laba Transaksional (transactional profit method) yang
dilakukan dengan mengidentifikasi laba gabungan atas transaksi afiliasi yang
akan dibagi oleh pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa tersebut

19

dengan menggunakan dasar yang dapat diterima secara ekonomi yang
memberikan perkiraan pembagian laba yang selayaknya akan terjadi dan akan
tercermin dari kesepakatan antar pihak-pihak yang tidak mempunyai Hubungan
Istimewa, dengan menggunakan Metode Kontribusi (Contribution Profit Split
Method) atau Metode Sisa Pembagian Laba (Residual Profit Split Method)
5. Metode Laba Bersih Transaksional (transactional net margin method/ TNMM)
adalah metode Penentuan Harga Transfer yang dilakukan dengan
membandingkan persentase laba bersih operasi terhadap biaya, terhadap
penjualan, terhadap aktiva, atau terhadap dasar lainnya atas transaksi antara
pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa dengan persentase laba
bersih operasi yang diperoleh atas transaksi sebanding dengan pihak lain yang
tidak mempunyai Hubungan Istimewa atau persentase laba bersih operasi yang
diperoleh atas transaksi sebanding yang dilakukan oleh pihak yang tidak
mempunyai Hubungan Istimewa lainnya.

2.1.8 Advance Pricing Agreements
Advance Pricing Agreements (APA) adalah persetujuan di antara Internal Revenue
Service (IRS) dan perusahaan dengan menggunakan harga-harga transfer, untuk
menetapkan harga transfer yang disepakati. Maksud dari program APA adalah
memecahkan masalah perselisihan harga transfer dengan cara yang tepat dan
menghindari proses pengadilan yang menghabiskan banyak biaya. Negara-negara
yang tergabung dalam OECD seperti Amerika Serikat, Inggris, Australia, Selandia
Baru, dan Jepang telah memulai menerapkan prosedur APA untuk menyelesaikan
masalah harga transfer karena APA dinilai lebih efektif dalam pelaksanaannya
(Suandy, 2011).

20

Dalam Pasal 18 ayat (3a) Undang-undang No.7 Tentang Pajak Penghasilan
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang No.17
tahun 2000, Indonesia pun telah menerapkan Advance Pricing Agreement
terhadap transaksi antar pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa ( Zain,
2003). Beberapa manfaat dari diselenggarakannya APA adalah sebagai berikut:

1) Memberikan kepastian kepada Wajib Pajak atas semua penghitungan
mengenai harga transaksi dengan menggunakan metode yang disetujui.
2) Memberikan kepastian terhadap kegiatan Wajib Pajak termasuk kepastian
mengenai kewajiban pajak yang berkaitan dengan harga transfer.
3) Mengurangi biaya dan waktu pada saat diaudit, karena selama periode APA
berlaku harga transaksi yang telah disepakati oleh Wajib Pajak dan otoritas
pajak.
4) Dapat mencegah praktik harga transfer yang tidak benar dan semata-mata
hanya untuk menghindari pajak.

2.2 Penelitian Terdahulu
No
1.

Nama Peneliti
(Tahun)
Mangoting
(2000)

Judul
Aspek Perpajakan
Dalam Praktek
Transfer Pricing

Hasil Penelitian
Penelitian dilakukan dengan
studi literatur, menganalisis
teori aspek perpajakan dalam
transfer pricing yang
menghasilkan suatu
kesimpulan yaitu:
1. Transfer pricing dapat
diatasi dengan memberikan
wewenang kepada menteri
keuangan dan dirjen pajak
untuk menentukan kembali
besarnya penghasilan dan
pengurangan serta
menentukan utang sebagai

21

2.

Santoso
(2005)

Advance Pricing
Agreement dan
Problematika
Transfer Pricing
dari Perspektif
Perpajakan
Indonesia

3.

Harimurti
(2007)

Aspek Perpajakan
Dalam Praktek
Transfer Pricing

modal untuk menentukan
besarnya Penghasilan Kena
Pajak bagi pihak yang
mempunyai hubungan
istimewa.
2. Untuk memeriksa adanya
praktek transfer pricing,
Departemen Keuangan
Republik Indonesia
Direktorat Jendral Pajak
menerbitkan Pedoman
Pemeriksaan Pajakterhadap
Wajib Pajak yang
Mempunyai Hubungan
Istimewa.
Penelitian dilakukan dengan
pendekatan eksplorasi teori
dengan penguatan pada studi
literatur yang menghasilkan
suatu kesimpulan bahwa
penerapan APA di negaranegara yang telah lebih
dahulu memperkenalkan
sistem ini harus dipelajari
agar implikasinya terhadap
korporasi multinasional dan
iklim bisnis di Indonesia
secara keseluruhan terus
membaik. Penerapan sitem
APA bersifat sukarela.
Artinya otoritas fiskal
Indonesia tidak dapat
memaksa atau mewajibkan
korporasi multinasional untuk
ikut berpartisipasi di
dalam program APA ini. Oleh
karenanya, keberhasilan
sistem APA ini akan
sangat tergantung kepada
otoritas fiskal untuk
membuatnya “menarik”.
Penelitian dilakukan dengan
studi eksplorasi teori untuk
menganalisis aspek
perpajakan dalam praktek
transfer pricing yang sering
digunakan oleh banyak
perusahaan sebagai alat untuk

22

meminimalkan jumlah pajak
yang harus dibayar. Adanya
hubungan istimewa
merupakan kunci dari
dilakukannya praktek transfer
pricing dalam bidang
perpajakan.

2.3 Model Penelitian
Model penelitian dirancang untuk dapat lebih memahami tentang konsep, dalam
hal ini mengenai konsep dari penelitian yaitu melihat aspek perpajakan dalam
transfer pricing dan kecurangan-kecurangan yang terjadi akibat praktik transfer
pricing yang tidak wajar dan bagaimana regulasi untuk mengatasi kecurangankecurangan tersebut. Kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 3
Kerangka Pikir

PerusahaanBB
Perusahaan

Perusahaan
PerusahaanAA
Hubungan
Istimewa

Transfer
TransferPricing:
Pricing :
Barang
Barang
Jasa
Jasa

Ketidakwajar
an (kasus)

Modal
Modal

Pencegahan:
Melalui UndangUndang dan Secara
Teknik

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian
Metode penelitian yang dilakukan adalah analisis diskriptif contoh-contoh kasus
praktik transfer pricing yang terjadi pada perusahaan. Untuk studi pustaka penulis
akan mempelajari literatur-literatur yang berhubungan dengan transfer pricing
dan praktik penghindaran pajak kemudian data yang telah terkumpul disusun
secara sistematis dan logis untuk memperoleh pemahaman lebih lanjut mengenai
konsep dan teori yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas.
3.2 Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan
pendekatan pada eksplorasi teori melalui penguatan pada studi literatur.

3.3 Jenis dan Sumber Data Penelitian
Jenis data yang digunakan dalam penulisan ini adalah data kualitatif, yaitu data
yang diperoleh dari objek penelitian dalam bentuk informasi secara tulisan.
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data
yang diperoleh dari sumber-sumber tertulis berupa buku-buku, jurnal ilmiah,
materi kuliah dan sumber-sumber lainnya seperti hasi