Penghindaran Pajak Penghasilan Melalui Transfer Pricing Dalam Perspektif Hukum Perpajakan Di Indonesia

BAB II
HUKUM PAJAK PENGHASILAN DI INDONESIA

A. Asas-Asas Hukum dalam Perpajakan
MenurutRochmat Soemitro, pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara
berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa
timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan
untuk membayar pengeluaran umum. 24 Definisi tersebut kemudian dikoreksinya
yang berbunyi sebagai berikut : Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat
kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan
untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public
investment. 25
Undang-Undang KUP memberikan pengertian pajak, yaitu kontribusi
wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat
memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara
langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat.
Mengenai tujuan hukum pada umumnya, Aristoteles yang telah terkenal
dalam bukunya, Rhetorica, menganggap bahwa hukum bertugas membuat adanya
keadilan. Sesuai dengan hukum itu, kebanyakan sarjana menganggap pula bahwa
tujuan hukum pajak pun adalah membuat adanya keadilan dalam soal pemungutan


24
25

Thomas Sumarsan, Perpajakan Indonesia (Bogor: Esia Media, 2009), hlm.3.
Ibid.

18
Universitas Sumatera Utara

19

pajak. Asas keadilan ini harus senantiasa dipegang teguh, baik dalam prinsip
mengenai perundang-undangannya maupun dalam praktiknya sehari-hari. 26
Pada abad ke-18, Adam Smith (1723-1790) dalam bukunya An Inquiry
into the Nature and causes of the Wealth of Nations (terkenal dengan nama
Wealth of Nations) melancarkan ajarannya sebagai asas pemungutan pajak yang
dinamainya The Four Maxims dengan uraiannya sebagai berikut : 27
1. Pembagian tekanan pajak di antara subjek pajak masing-masing hendaknya
dilakukan seimbang dengan kemampuannya, yaitu seimbang dengan

penghasilan yang dinikmatinya masing-masing, di bawah perlindungan
pemerintah (asas pembagian/asas kepentingan). Asas “equality” ini tidak
memperbolehkan suatu negara untuk mengadakan diskriminasi di antara
sesama wajib pajak. Para wajib pajak harus dikenakan pajak yang sama, dalam
keadaan yang sama.
2. Pajak yang harus dibayar oleh seseorang harus terang (certain) dan tidak
mengenal kompromis (not arbitrary). Pada asas certainly ini, kepastian
hukum yang dipentingkan adalah yang mengenai subjek objek, besarnya
pajak, dan juga ketentuan mengenai waktu pembayarannya.
3. “Every tax ought to be levied at the time, or in the manner, in which it is most
likely to be convenient for the contributor to pay it”. Teknik pemungutan
pajak yang dianjurkan ini (yang juga disebut “convenience of payment”)
menetapkan bahwa pajak hendaknya dipungut pada saat yang paling baik bagi

26
27

R. Santoso Brotodihardjo, Op.Cit., hlm.26.
Ibid., hlm.27.


Universitas Sumatera Utara

20

para wajib pajak, yaitu saat sedekat-dekatnya dengan etik diterimanya
penghasilan yang bersangkutan.
4. “Every tax ought to be so contrived as both to take out and to keep out of the
pockets of the people as little as possible over and above what it brings into to
public treasury of the State”. Asas efisiensi ini menetapkan bahwa
pemungutan pajak hendaknya dilakukan sehemat-hematnya; jangan sekali-kali
biaya pemungutan melebihi pemasukan pajaknya.
Untuk memberi dasar menyatakan keadilannya, di bawah ini dibentangkan
teori-teori pajak yang dilancarkan dari zaman ke zaman : 28
1. Teori asuransi
Adalah termasuk dalam tugas negara untuk melindungi orang dan segala
kepentingannya, keselamatan dan keamanan jiwa, juga harta bendanya.
Sebagaimana juga halnya dengan setiap perjanjian asuransi (pertanggungan),
maka untuk perlindungan tersebut di atas diperlukan pembayaran premi, dan di
dalam hal ini, pajak inilah yang dianggap sebagai preminya, yang pada waktuwaktu yang tertentu harus dibayar oleh masing-masing. Walaupun perbandingan
dengan perusahaan asuransi tidak tepat, karena :

a. Dalam hal timbul kerugian, tidak ada suatu penggantian dari negara,
b. Antara pembayaran jumlah-jumlah pajak dengan jasa-jasa yang diberikan
oleh negara, tidaklah terdapat hubungan yang langsung, namun teori ini
oleh para penganutnya dipertahankan, sekadar untuk memberikan dasar
hukum kepada pemungutan pajak saja. Pembayaran pajak tidak dapat

28

Ibid.,hlm.30.

Universitas Sumatera Utara

21

disamakan dengan pembayaran premi oleh seseorang kepada perusahaan
pertanggungan.
2. Teori kepentingan
Pembagian beban pajak kepada rakyat didasarkan pada kepentingan
(misalnya perlindundan) masing-masing orang. Semakin besar kepentingan
seseorang terhadap negara, makin tinggi pajak yang harus dibayar. 29

Terhadap teori ini pun banyak yang memajukan sanggahannya, sebab
dalam ajarannya pun pajak dikacaukan pula dengan retribusi (untuk kepentingan
yang lebih besar, yaitu perlindungan terhadap harta benda yang lebih banyak
harganya daripada harta si miskin, diharuskan pembayaran pajak yang lebih besar
pula). Padahal mungkin sekali si miskin mempunyai kepentingan yang lebih besar
dalam hal yang tertentu, misalnya dalam perlindungan yang termasuk dalam
lapangan jaminan sosial, sehingga sebagai konsekuensi sebetulnya ia harus
membayar pajak lebih banyak, dan ini adalah suatu hal yang bertentangan dengan
kenyataan. Lagipula untuk mengambil kepentingan seseorang dalam usaha
pemerintah sebagai ukuran, semenjak dahulu kala belumlah ada alat-alat
pengukurnya, sehingga sukar sekali akan dapat ditentukan dengan tegas.
3. Teori gaya pikul
Juga teori ini pada hakikatnya mengandung kesimpulan, bahwa dasar
keadilan pemungutan pajak terletak dalam jasa-jasa yang diberikan oleh negara
kepada warganya, yaitu perlindungan atas jiwa dan harta bendanya. Untuk
keperluan ini diperlukan biaya-biaya yang dipikul oleh segenap orang yang

29

Mardiasmo, Perpajakan Edisi Revisi 2009 (Yogyakarta: C.V Andi Offset, 2009), hlm.3.


Universitas Sumatera Utara

22

menikmati perlindungan itu, yaitu dalam bentuk pajak. Yang menjadi pokok
pangkal teori ini pun adalah asas keadilan, yaitu tekanan pajak itu haruslah sama
beratnya untuk setiap orang.
Beban pajak untuk semua orang harus sama beratnya, artinya pajak harus
dibayar sesuai dengan daya pikul masing-masing orang. Untuk mengukur daya
pikul dapat digunakan dua pendekatan yaitu : 30
a.

Unsur objektif, dengan melihat besarnya penghasilan atau kekayaan
yang dimiliki oleh seseorang.

b.

Unsur subjektif, dengan memperhatikan besarnya kebutuhan materiil
yang harus dipenuhi.

Walaupun tidak pernah disebutkan dengan nyata-nyata, namun gejala-

gejala pada zaman modern ini menunjukkan kepada kecenderungan para ahli
pajak untuk menggantungkan jumlah pajak dari besarnya penghasilan ini, semakin
naiklah presentasenya dengan pertama-tama memperhatikan besarnyatanggungan
keluarganya. Hal semacam ini dianggaplah oleh mereka sudah dapat memadai
rasa keadilan pada waktu ini.
4. Teori kewajiban pajak mutlak atau teori bakti
Berlawanan dengan ketiga teori di atas, yang tidak mengutamakan
kepentingan-kepentingan negara di atas kepentingan warganya, maka teori ini
berdasarkan atas paham Organische Staatsleer, sehingga diajarkanlah olehnya
bahwa justru karena sifat negara inilah maka timbullah hak mutlak untuk
memungut pajak.

30

Ibid.

Universitas Sumatera Utara


23

Negara harus mengambil tindakan atau keputusan yang diperlukan
termasuk keputusan di bidang pajak. Dengan sifat seperti itu, maka negara
mempunyai hak mutlak untuk memungut pajak dan rakyat harus membayar pajak
sebagai tanda baktinya. Kelemahan dari teori ini adalah negara bisa menjadi
otoriter sehingga mengabaikan aspek keadilan dalam pemungutan pajak. 31
5. Teori asas gaya beli
Teori ini adalah teori modern, yang tidak mempersoalkan asal mulanya
negara memungut pajak, melainkan banyak melihat kepada“efeknya”, dan
memandang efek yang baik itu sebagai dasar keadilannya. Menurut teori ini,
fungsi pemungutan pajak jika dipandang sebagai gejala dalam masyarakat, dapat
disamakan dengan pompa yaitu mengambil daya beli dari rumah tangga
masyarakat untuk rumah tangga negara dan kemudian memelihara hidup
masyarakat untuk membawanya ke arah tertentu.Menurut para penganutnya,
termasuk Adriani, teori ini berlaku sepanjang masa baik dalam ekonomi bebas
maupun ekonomi perencanaan yang terpimpin. 32
6. Asas yuridis
Hukum pajak harus dapat memberi jaminan hukum yang perlu untuk
menyatakan keadilan yang tegas, baik untuk negara maupun untuk warganya.

Maka mengenai pajak di negara hukum segala sesuatu harus ditetapkan dalam
undang-undang. Juga dalam Undang-Undang Dasar 1945 Negara Republik
Indonesia dicantumkan (dalam Pasal 23 ayat 2), bahwa pengenaan dan

31
32

Erly Suandy, Op.Cit.,hlm.30.
Ibid.

Universitas Sumatera Utara

24

pemungutan pajak (termasuk bea dan cukai) untuk keperluan negara hanya boleh
terjadi berdasarkan undang-undang.
Di Indonesia, Pasal 23 ayat (2) UUD 1945 (selanjutnya disebut sebagai
UUD 1945) mempunyai arti yang sangat dalam, yaitu sangat menentukan nasib
rakyat. Memori penjelasannya mengatakan : “Betapa caranya rakyat, sebagai
bangsa akan hidup dan darimana didapatknya belanja untuk hidup, harus

ditetapkan oleh rakyat itu sendiri, dengan perantaraan Dewan Perwakilan Rakyat.
Rakyat menentukan nasibnya sendiri, karena itu juga cara hidupnya. Oleh karena
penetapan belanja mengenai hak rakyat menentukan nasibnya sendiri, maka
segala tindakan yang menempatkan beban kepada rakyat, seperti pajak dan lainlain, harus ditetapkan dengan undang-undang, yaitu dengan persetujuan Dewan
Perwakilan Rakyat”.
7. Rahasia pajak
Maksud dari diciptakannya “kerahasiakan merahasiakan” bermacammacam, pertama-tama untuk melindungi kepentingan wajib pajak. Dia telah
membuka/memperlihatkan buku-bukunya dan juga catatan-catatan lainnya kepada
Fiskus, pokoknya segala sesuatu mengenai dirinya maupun perusahaannya. Jadi
kepercayaan yang telah dicurahkan kepada fiskus itu tidak boleh dikhianati, tidak
boleh

disalahgunakan

oleh

fiskus

dengan


cara,

misalnya,

meneruskan/memberitahukan kepada pihak lain, sebab karena itu dapat
ditimbulkan kerugian bagi wajib pajak.
Adanya keharusan tersebut menyebabkan fiskus selalu dapat menolak
sekeras-kerasnya setiap permintaan dari pihak mana pun, swasta maupun instansi-

Universitas Sumatera Utara

25

instansi pemerintah negara, yang berarti ia tidak perlu melayaninya, sehingga
pelaksanaan tugasnya tidak terhambat karenanya.
8. Asas ekonomi
Tidak mungkin suatu negara menghendaki merosotnya kehidupan
ekonomi masyarakat; karenanya maka politik pemungutan pajaknya :
a.

Harus diusahakan supaya jangan sampai menghambat lancarnya produksi
dan perdagangan.

b.

Harus diusahakan supaya jangan menghalang-halangi rakyat dalam
usahanya menuju ke kebahagiaan dan jangan sampai merugikan
kepentingan umum.
Kesimpulan kita adalah, bahwa keseimbangan dalam kehidupan ekonomi

tidak boleh terganggu karenanya, bahkan harus tetap dipupuk olehnya, sesuai
dengan fungsi kedua dari pemungutan pajak, yaitu fungsi mengatur.
9. Asas finansial
Sesuai dengan budgeternya, maka sudah barang tentu bahwa biaya-biaya
untuk mengenakan dan untuk memungutnya harus sekecil-kecilnya, apalagi dalam
bandingan dengan pendapatannya. Sebab inilah hasil yang dicapainya, yang harus
dapat menyumbang banyak dalam menutup pengeluaran-pengeluaran yang
dilakukan oleh negara, termasuk juga biaya-biaya untuk aparatur fiskus sendiri.
Di dalam praktiknya di Indonesia pernah dikeluarkan suatu perintah intern
untuk Jawatan Pajak, bahwa tunggakan-tunggakan pajak sebesar tidak lebih dari
lima rupiah tidak perlu dipungut. Sungguh suatu instruksi yang bijaksana karena

Universitas Sumatera Utara

26

pikiran, tenaga, waktu, dan alat-alat untuk mengejar uang lima rupiah itu mungkin
sekali nilainya lebih besar daripada jumlah yang dikejar-kejarnya.

B. Subjek Pajak Penghasilan dan Objek Pajak Penghasilan
Pengertian penghasilan dalam UU PPh tidak memperhatikan adanya
penghasilan dari sumber tertentu, tetapi pada adanya tambahan kemampuan
ekonomis. Tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib
pajak merupakan ukuran terbaik mengenai kemampuan wajib pajak tersebut untuk
ikut bersama-sama memikul biaya yang diperlukan pemerintah untuk kegiatan
rutin dan pembangunan. 33
Menurut Pasal 1 angka (2) UU KUP,wajib pajak adalah orang pribadi atau
badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang
mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
Wajib pajak dikenai pajak atas penghasilan yang diterima atau
diperolehnya selama satu tahun pajak atau dapat pula dikenai pajak untuk
penghasilan dalam bagian tahun pajak apabila kewajiban pajak subjektifnya
dimulai atau berakhir dalam tahun pajak.

34

Tahun Pajak menurut Pasal 1 angka

(8) UU KUP adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender kecuali bila wajib pajak
menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender.
Secara garis besar subjek pajak adalah pihak-pihak (orang maupun badan)
yang akand ikenakan pajak, sedangkan objek pajak adalah segala sesuatu yang
33
34

Thomas Sumarsan, Op.Cit., hlm.125.
Ibid., hlm.126.

Universitas Sumatera Utara

27

akan dikenakan pajak. PPh termasuk dalam kategori sebagai pajak subjektif,
artinya pajak dikenakan karena ada subjeknya yakni telah memenuhi kriteria yang
telah ditetapkan dalam peraturan perpajakan. Sehingga terdapat ketegasan bahwa
apabila tidak ada subjek pajaknya, maka jelas tidak dapat dikenakan PPh. 35
Secara umum pengertian subjek pajak adalah siapa yang dikenakan pajak.
Secara praktik yang termasuk dalam pengertian subjek pajak meliputi orang
pribadi, warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, badan, dan bentuk
usaha tetap. 36
Yang menjadi subjek pajak adalah : 37
1. a. Orang pribadi
b.

Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang
berhak;

2. Badan;
3. Bentuk usaha tetap.
Pada penjelasan UU PPh Pasal 2 ayat (1) huruf a, orang pribadi sebagai
subjek pajak dapat bertempat tinggal atau berada di Indonesia ataupun di luar
Indonesia.Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan merupakan subjek
pajak pengganti, menggantikan mereka yang berhak yaitu ahli waris. Penunjukan
warisan yang belum terbagi sebagai subjek pajak pengganti dimaksudkan agar
pengenaan pajak atas penghasilan yang berasal dari warisan tersebut tetap dapat
dilaksanakan.

35

Erly Suandi, Op.Cit., hlm.45.
Ibid.
37
Muhammad Rusjdi, Op.Cit., hlm.9.
36

Universitas Sumatera Utara

28

Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan yang ditinggalkan oleh
orang pribadi subjek pajak dalam negeri dianggap sebagai subjek pajak dalam
negeri yang berarti dalam hal ini adalah status pewaris. Adapun untuk
pelaksanaan

pemenuhan

kewajiban

perpajakannya,

warisan

tersebut

menggantikan kewajiban ahli waris yang berhak. Apabila warisan tersebut telah
dibagi, maka kewajiban perpajakannya beralih kepada ahli waris. 38
Warisan yang belum terbagi yang ditinggalkan oleh orang pribadi sebagai
Subjek Pajak luar negeri yang tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan
melalui suatu bentuk usaha tetap di Indonesia, tidak dianggap sebagai subjek
pajak pengganti karena pengenaan pajak atas penghasilan yang diterima atau
diperoleh orang pribadi dimaksud melekat pada objeknya. Warisan yang belum
terbagi dalam kedudukannya sebagai subjek pajak menggunakan nomor pokok
wajib pajak dari wajib pajak orang pribadi yang meninggalkan warisan tersebut. 39
Sebagaimana diatur dalam UU KUP Pasal 1 angka (3), badan adalah
sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang
melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan
terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau
badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi,
koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa,
organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan
lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.

38
39

Thomas Sumarsan, Op.Cit., hlm.126.
Ibid.

Universitas Sumatera Utara

29

Badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah merupakan subjek
pajak tanpa memperhatikan nama dan bentuknya, sehingga setiap unit tertentu dan
badan pemerintah, misalnya lembaga, badan, dan sebagainya yang dimiliki oleh
pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan untuk memperoleh penghasilan merupakan subjek pajak. 40
Badan sebagai subjek pajak adalah suatu bentuk usaha atau bentuk nonusaha yang meliputi : 41
1. Perseroan terbatas;
2. Perseroan komanditer;
3. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah
(BUMD) dengan nama dan bentuk apapun;
4. Persekutuan;
5. Perseroan atau perkumpulan lainnya;
6. Firma;
7. Kongsi;
8. Perkumpulan koperasi;
9. Yayasan;
10. Lembaga;
11. Dana pensiun;
12. Bentuk usaha tetap;
13. Bentuk usaha lainnya.

40
41

Muhammad Rusjdi, Op.Cit., hlm.10.
Erly Suandy, Op.Cit., hlm.46.

Universitas Sumatera Utara

30

Dari uraian di atas, terlihat bahwa yang dimaksud dengan badan sebagai
subjek pajak tidaklah semata-mata yang bergerak dalam bidang usaha (komersial),
namun juga yang bergerak di bidang sosial, kemasyarakatan, dan sebagainya,
sepanjang pendiriannya dikukuhkan dengan akta pendirian oleh yang berwenang,
sehingga tidak ada alasan bagi badan (khususnya organisasi) selain yang bergerak
di bidang usaha untuk menyatakan bahwa mereka tidak termasuk sebagai subjek
pajak. 42
Yang dimaksud dengan bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang
dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau
berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam
jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau badan yang tidak didirikan dan tidak
bertempat kedudukan di Indonesia, untuk menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan di Indonesia. 43 Menurut UU PPh Pasal 2 ayat (1a), bentuk usaha tetap
merupakan subjek pajak yang perlakuan pajaknya dipersamakan dengan subjek
pajak badan.
Bentuk usaha tetap dapat berupa : 44
1. Tempat kedudukan manajemen;
2. Cabang perusahaan;
3. Kantor perwakilan;
4. Gedung kantor;
5. Pabrik;
6. Bangkel;
42

Ibid.
Muhammad Rusjdi, Op.Cit., hlm.11.
44
Thomas Sumarsan, Op.Cit., hlm.128.

43

Universitas Sumatera Utara

31

7. Gudang;
8. Ruang untuk promosi dan penjualan;
9. Pertambangan dan penggalian sumber alam;
10. Wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi;
11. Perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan;
12. Proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan;
13. Pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau orang lain, sepanjang
dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas)
bulan;
14. Orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas;
15. Agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak
bertempat kedudukan di indonesia yang menerima premi asuransi atau
menanggung resiko di indonesia; dan
16. Komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau
digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan
kegiatan usaha melalui internet.
Sebagaimana telah ditetapkan dalam UU PPh, subjek pajak dapat
dibedakan menjadi 2 (dua) jenis, yaitu : 45
1. Subjek pajak dalam negeri yang terdiri dari :
a. Subjek pajak orang pribadi, yaitu :

45

Mardiasmo, Op.Cit., hlm. 130.

Universitas Sumatera Utara

32

1) orang pribadi yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia lebih
dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari (tidak harus berturut-turut)
dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau
2) orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan
mempunyai niat bertempat tinggal di Indonesia.
b. Subjek pajak badan, yaitu :
Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali
unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria :
1) pembentukannya

berdasarkan

ketentuan

peraturan

perundang-

undangan;
2) pembiayaannya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja
negara atau anggaran pendapatan dan belanja daerah;
3) penerimaannya dimasukkan dalam anggaran pemerintah pusat atau
pemerintah daerah; dan
4) pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara;
c. Subjek Pajak warisan, yaitu :
Warisan yang belum dibagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang
berhak.Warisan yang belum terbagi yang ditinggalkan oleh orang pribadi
sebagai Subjek Pajak Luar Negeri yang tidak menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan melalui suatu bentuk usaha tetap di Indonesia, tidak
dianggap sebagai Subjek Pajak pengganti karena pengenaan pajak atas

Universitas Sumatera Utara

33

penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi dimaksud melekat
pada objeknya. 46
2. Subjek pajak luar negeri yang terdiri dari :
a.

orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi
yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh
tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang
tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap
di Indonesia; dan

b.

orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi
yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh
tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang
tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat
menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap
di Indonesia.
Pada penjelasan UU PPh Pasal 2 ayat (1), Perbedaan yang penting antara

wajib pajak dalam negeri dan wajib pajak luar negeri terletak dalam pemenuhan
kewajiban pajaknya, antara lain:
a. wajib pajak dalam negeri dikenai pajak atas penghasilan baik yang
diterima atau diperoleh dari Indonesia maupun dari luar Indonesia,

46

Muhammad Rusjdi, Op.Cit., hlm.14.

Universitas Sumatera Utara

34

sedangkan wajib pajak luar negeri dikenai pajak hanya atas penghasilan
yang berasal dari sumber penghasilan di Indonesia;
b. wajib pajak dalam negeri dikenai pajak berdasarkan penghasilan neto
dengan tarif umum, sedangkan wajib pajak luar negeri dikenai pajak
berdasarkan penghasilan bruto dengan tarif pajak sepadan; dan
c. wajib pajak dalam negeri wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan
Tahunan Pajak Penghasilan sebagai sarana untuk menetapkan pajak yang
terutang dalam suatu tahun pajak, sedangkan wajib pajak luar negeri tidak
wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan
karena kewajiban pajaknya dipenuhi melalui pemotongan pajak yang
bersifat final.
Dalam perpajakan, yang dimaksud dengan objek pajak yaitu sesuatu yang
dikenakan pajak. Pasal 4 ayat (1) UU PPh telah memberikan penegasan mengenai
objek PPh, yaitu penghasilan. 47Dari mekanisme aliran pertambahan kemampuan
ekonomis, penghasilan yang diterima oleh wajib pajak dapat dikategorikan atas
empat sumber yakni: 48
a.

penghasilan yang diterima atau diperoleh dari pekerjaan berdasarkan
hubungan kerja dan pekerjaan bebas;

b.

penghasilan dari usaha dan kegiatan;

c.

penghasilan dari modal;

d.

penghasilan

lain-lain,

seperti

hadiah,

pembebasan

utang,

dan

sebagainya.
47
48

Erly Suandy, Op.Cit., hlm.54.
Ibid., hlm.55.

Universitas Sumatera Utara

35

Sesuai dengan pengertian tentang penghasilan yang luas, yang dianut oleh
UU PPh, penghasilan di bawah ini dapat dikenai pajak bersifat final : 49
a.

penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga
obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan
oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi;

b.

penghasilan berupa hadian undian;

c.

penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi
derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham
atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang
diterima oleh perusahaan modal ventura;

d.

penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau
bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah
dan bangunan; dan

e.

penghasilan tertentu lainnya yang diatur dengan atau berdasarkan
peraturan pemerintah.

C. Bukan Subjek Pajak Penghasilan dan Bukan Objek Pajak Penghasilan
Sebagaimana lazimnya dalam perpajakan, maka dalam UU PPh ditetapkan
juga yang tidak termasuk sebagai subjek pajak (dikecualikan). Yang dikecualikan
sebagai subjek pajak adalah: 50
1. Kantor perwakilan negara asing;

49

Thomas Sumarsan, Op.Cit., hlm.152.
Ibid., hlm.132.

50

Universitas Sumatera Utara

36

2. Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik, dan konsulat atau pejabat-pejabat lain
dari negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang
bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka, dengan syarat
bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau
memperoleh penghasilan di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut serta
negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik.
Sesuai dengan kelaziman internasional, badan perwakilan negara asing
beserta pejabat-pejabat perwakilan diplomatic, konsulat dan pejabat-pejabat
lainnya, dikecualikan sebagai Subjek Pajak di tempat mereka mewakili
negaranya. 51
Pengecualian sebagai Subjek Pajak bagi pejabat-pejabat tersebut tidak
berlaku apabila mereka memperoleh penghasilan lain di luar jabatannya atau
mereka adalah warga negara Indonesia. Dengan demikian apabila pejabat
perwakilan suatu negara asing memperoleh penghasilan lain di Indonesia di
luar jabatan atau pekerjaannya tersebut, maka ia termasuk subjek pajak yang
dapat dikenakan pajak atas penghasilan lain tersebut. 52
3. Organisasi-organisasi internasional yang ditetapkan dengan keputusan menteri
keuangan, dengan syarat :
a.

Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut;

b.

tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh
penghasilan dari Indonesia selain memberikan pinjaman kepada
pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota.
51
52

Muhammad Rusjdi, Op.Cit., hlm.19.
Ibid., hlm.20.

Universitas Sumatera Utara

37

Organisasi internasional adalah organisasi / badan / lembaga / asosiasi /
perhimpunan / forum antar pemerintah atau non-pemerintah yang bertujuan
untuk meningkatkan kerja sama internasional dan dibentuk dengan aturan
tertentu atau kesepakatan bersama. 53
4. Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan
keputusan menteri keuangan dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan
tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh
penghasilan dari Indonesia.
Pejabat perwakilan organisasi internasional adalah pejabat yang diangkat
atau ditunjuk langsung oleh induk organisasi internasional yang bersangkutan
untuk menjalankan tugas atau jabatan pada kantor perwakilan organisasi
internasional tersebut di Indonesia. 54
Antara perpajakan dengan akuntansi (bisnis) kadang terdapat pebedaan
pengakuan dari kegiatan yang dilakukan, dan perbedaan ini tentu akan membawa
dampak kepada perlakuan perpajakannya. Untuk itu, dalam peraturan PPh
terdapat penghasilan yang tidak termasuk sebagai objek PPh, sehingga atas
penghasilan tersebut tidak dikenakan PPh. 55Yang dikecualikan dari objek pajak
adalah : 56
1.

a. bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil
zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh
pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau
53

Ibid.
Ibid., hlm.25.
55
Erly Suandy, Op.Cit., hlm.58.
56
Mardiasmo, Op.Cit., hlm.135.
54

Universitas Sumatera Utara

38

sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang
diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang
dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh
penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan
atau berdasarkan Peraturan Pemerintah; dan
b. harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis
keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan,
badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang
menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur dengan
atau berdasarkan peraturan menteri keuangan, sepanjang tidak ada
hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di
antara pihak-pihak yang bersangkutan;
2. Warisan
Yang dimaksud warisan di sini adalah peninggalan harta dari keluarga
yang sedarah satu garis lurus di atas ahli waris. 57
3. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti
saham atau sebagai pengganti penyertaan modal;
4. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang
diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari wajib
pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan wajib pajak, wajib
pajak yang dikenakan pajak secara final atau wajib pajak yang menggunakan
norma penghitungan khusus (deemed profit)

57

Thomas Sumarsan, Op.Cit., hlm.156.

Universitas Sumatera Utara

39

Penggantian atau imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan berkenaan
dengan pekerjaan atau jasa merupakan tambahan kemampuan ekonomis yang
diterima bukan dalam bentuk uang. Penggantian atau imbalan dalam bentuk
natura seperti beras, gula, dan sebagainya, dan imbalan dalam bentuk
kenikmatan, seperti penggunaan mobil, rumah, dan fasilitas pengobatan bukan
merupakan objek pajak. 58
Apabila yang memberi imbalan berupa natura atau kenikmatan tersebut
bukan wajib pajak atau wajib pajak yang dikenai pajak penghasilan yang
bersifat final dan wajib pajak yang dikenai pajak penghasilan berdasarkan
norma penghitungan khusus (deemed profit), imbalan dalam bentuk natura
atau kenikmatan tersebut merupakan penghasilan bagi yang menerima atau
memperolehnya. 59
5. pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan
dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi
dwiguna, dan asuransi bea siswa;
6. dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas
sebagai wajib pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau
badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang
didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:
a. dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan
b. bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha milik
daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang
58
59

Ibid., hlm.157.
Ibid.

Universitas Sumatera Utara

40

memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari
jumlah modal yang disetor;
Yang dimaksud dengan “badan usaha milik negara” dan “badan usaha
milik daerah” pada ayat ini, antara lain, adalah perusahaan perseroan
(Persero), bank pemerintah, dan bank pembangunan daerah. Apabila penerima
dividen atau bagian laba adalah wajib pajak selain badan-badan tersebut di
atas, seperti orang pribadi baik dalam negeri maupun luar negeri, firma,
perseroan komanditer, yayasan dan organisasi sejenis dan sebagainya,
penghasilan berupa dividen atau bagian laba tersebut tetap merupakan objek
pajak. 60
7. iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah
disahkan menteri keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun
pegawai;
8. penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana
dimaksud pada angka 7, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan
keputusan menteri keuangan;
9. bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer
yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan,
firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi
kolektif;

60

Ibid., hlm.159.

Universitas Sumatera Utara

41

10. penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa
bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha
atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut:
a. merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang menjalankan
kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang diatur dengan atau berdasarkan
peraturan menteri keuangan; dan
b. sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia;
11. beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih
lanjut dengan atau berdasarkan peraturan menteri keuangan;
12. sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang
bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan
pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang
ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan
dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4
(empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur
lebih lanjut dengan atau berdasarkan peraturan menteri keuangan; dan
13. bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh badan penyelenggara jaminan
sosial kepada wajib pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut
dengan atau berdasarkan peraturan menteri keuangan.

D. Perhitungan Pajak Penghasilan
Besarnya penghasilan kena pajak untuk wajib pajak badan dihitung
sebesar penghasilan neto. Sedangkan untuk wajib pajak orang pribadi dihitung

Universitas Sumatera Utara

42

sebesar penghasilan neto dikurangi dengan Penghasilan Tidak kena Pajak (PTKP).
Secara singkat dapat dirumuskan sebagai berikut : 61
Penghasilan kena pajak (wajib pajak badan) = penghasilan neto

Penghasilan kena pajak (wajib pajakorang pribadi) = penghasilan neto - PTKP

Perhitungan besarnya penghasilan neto bagi wajib pajak dalam negeri dan
bentuk usaha tetap dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu : 62
1. Menggunakan pembukuan.
Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur
untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta,
kewajiban, modal, penghasilan, dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan
penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan
berupa neraca atau laporan laba rugi pada setiap tahun pajak berakhir. wajib pajak
badan dan wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas diwajibkan menyelenggarakan pembukuan.
2. Menggunakan norma penghitungan penghasilan neto.
Apabila dalam menghitung penghasilan kena pajak-nya wajib pajak
menggunakan norma penghitungan penghasilan neto, besarnya penghasilan neto
adalah sama besarnya dengan besarnya (persentase) norma penghitungan
penghasilan neto dikalikan dengan jumlah peredaran usaha atau penerimaan bruto
pekerjaan bebas setahun. Pedoman untuk menentukan penhasilan neto, dibuat dan
61
62

Mardiasmo, Op.Cit., hlm.137.
Ibid.

Universitas Sumatera Utara

43

ddisempurnakan terus-menerus serta diterbitkan oleh direktur jenderal pajak
berdasarkan pegangan yang ditetapkan oleh menteri keuangan. 63
Berdasarkan UU PPh yang mulai berlaku tanggal 1 Januari 2009, besarnya
penghasilan kena pajak dari sebagai wajib pajak orang pribadi dalam negeri
diberikan pengurangan berupa PTKP Rp.15.840.000,00 (lima belas juta delapan
ratus empat puluh ribu rupiah). Bagi wajib pajak yang isterinya menerima atau
memperoleh penghasilan yang digabung dengan penghasilannya, maka wajib
pajak tersebut mendapat tambahan PTKP untuk seorang isteri sebesar
Rp.15.840.000,00 (lima belas juta delapan ratus empat puluh ribu rupiah). 64
Bagi wajib pajak yang kawin mendapat tambahan Rp.1.320.000,00 (satu
juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah) dan tambahan untuk setiap anggota keluarga
sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat,
yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang utnuk setiap
keluarga. 65
Yang dimaksud dengan hubungan keluarga sedarah dan semenda adalah: 66
a. sedarah lurus satu derajat

: Ayah, ibu, anak kandung

b. sedarah lurus ke samping satu derajat

: Saudara kandung

c. semenda lurus satu derajat

: Mertua, anak tiri

d. semenda lurus ke samping satu derajat

: Saudara ipar

Pajak penghasilan (bagi wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap)
setahun dihitung dengan cara mengalikan penghasilan kena pajak dengan
63

Ibid., hlm.142.
Thomas Sumarsan, Op.Cit., hlm.179.
65
Ibid.
66
Ibid.
64

Universitas Sumatera Utara

44

tarifpajak sebagaimana diatur dalam UU PPh Pasal 17. Untuk menghitung PPh
dapat digunakan rumus sebagai berikut : 67
Pajak penghasilan (wajib pajak badan)
= Penghasilan kena pajak x tarif Pasal 17
= Penghasilan neto x tarif Pasal 17
= (Penghasilan bruto – biaya yang diperkenankan UU PPh) x tarif Pasal 17

Pajak penghasilan (wajib pajak orang pribadi)
= Penghasilan kena pajak x tarif Pasal 17
= (Penghasilan neto – PTKP) x tarif Pasal 17
= [(Penghasilan bruto – biaya yang diperkenankan UU PPh)-PTKP] x tarif Pasal
17

UU PPh Pasal 17 menyebutkan bahwa tarif pajak yang diterapkan atas
penghasilan kena pajak bagi:
a. Wajib pajak orang pribadi dalam negeri adalah sebagai berikut:
Lapisan Penghasilan Kena Pajak

Tarif Pajak

sampai dengan Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)

5% (lima persen)

di atas Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai

15% (lima belas

dengan Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah)

persen)

di atas Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah)

25% (dua puluh

sampai dengan Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)

67

lima persen)

Mardiasmo, Op.Cit., hlm.145.

Universitas Sumatera Utara

45

di atas Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)

30% (tiga puluh
persen)

Tarif tertinggi bagi wajib pajak orang pribadi dalam negeri dapat
diturunkan menjadi paling rendah 25% yang diatur dengan peraturan
pemerintah. 68
b. Wajib pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah sebesar
28% (dua puluh delapan persen).
Tarif pajak bagi wajib pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap,
mulai berlaku sejak tahun pajak 2010, diturunkan menjadi 25%. Wajib pajak
badan dalam negeri yang berbentuk perseroan terbuka yang paling sedikit
40% (empat puluh persen) dari jumlah keseluruhan saham yang disetor
diperdagangkan di bursa efek di Indonesia dan memenuhi persyaratan tertentu
lainnya dapat memperoleh tarif sebesar 5% (lima persen) lebih rendah
daripada tarif sebesar 5% (lima persen) lebih rendah daripada tarif yang
berlaku. 69

D. Sanksi
Dalam hukum pajak kita kenal dua macam hukuman, yaitu : 70
1. Hukuman administrasi (tata usaha)
Penegakan hukum administrasi meliputi himbauan sebagai peringatan
awal, kemudian ada panggilan, pembinaan, pengawasan dan pemberitahuan
68

Ibid., hlm.144.
Ibid.
70
R. Santoso Brotodihardjo, Op.Cit., hlm.135.
69

Universitas Sumatera Utara

46

pembayaran uang pajak, hingga tindakan lebih tegas dengan pengawasan dan
penerapan sanksi administrasi. Pembinaan dan pengawasan merupakan langkah
preventif untuk memaksakan kepatuhan, sedangkan penerapan sanksi pidana
meruapakan langkah represif untuk memaksakan kepatuhan. 71
Sanksi administrasi yang dapat diterapkan terhadap pelanggaran di bidang
perpajakan, antara lain : 72
a. sanksi bagi wajib pajak atau penanggung pajak, meliputi :
1) bunga
2) kenaikan 50% atau 100%
3) denda administrasi
b. sanksi bagi pihak ketiga berupa denda
c. sanksi bagi pihak aparatur pemerintah
Sanksi administrasi berupa bunga dikenakan atas pelanggaran yang
menyebabkan utang pajak menjadi lebih besar. Jumlah bunga dihitung
berdasarkan presentase tertentu dari suatu jumlah, mulai dari saat bunga itu
menjadi hak/kewajiban sampai dengan saat diterima dibayarkan. Bila wajib pajak
hanya membayar sebagian atau tidak membayar sanksi bunga yang terdapat dalam
surat ketetapan pajak (SKP) yang telah diterbitkan, maka sanksi bunga tersebut
dapat ditagih kembali dengan disertai bunga lagi. Berarti dalam pengenaan sanksi
bunga, tidak akan dihitung bunga sebelumnya jika bunga yang telah ditagih dalam
SKP dilunasi seluruhnya. 73

71

Simon Nahak, Hukum Pidana Perpajakan (Malang: Setara Press, 2014), hlm.117.
Ibid.
73
Fidel, Tax Law : Proses Beracara Di Pengadilan Pajak Dan Peradilan Umum
(Tangerang: PT. Carofin Media, 2014), hlm.82.
72

Universitas Sumatera Utara

47

Sanksi berupa kenaikan pada dasarnya dihitung dengan angka presentase
tertentu dari jumlah pajak yang tidak/kurang dibayar. 74 Sanksi denda adalah jenis
sanksi yang paling banyak ditemukan dalam UU Perpajakan. Terkait besarannya,
denda dapat diterapkan sebesar jumlah tertentu, presentase dari jumlah tertentu,
atau suatu angka perkalian dari jumlah tertentu. 75
Sanksi administrasi yang dulu diselesaikan melalui Badan Penyelesaian
Sengketa Pajak (selanjutnya disebut sebagai BPSP), kini diselesaikan melalui
lembaga peradilan pajak berdasarkan UU Pengadilan Pajak yang menjadi diskresi
dan dirjen pajak. Pengadilan pajak hanya terbatas menangani sengketa di bidang
pajak, baik berkaitan dengan banding maupun gugatan yang diajukan oleh wajib
pajak atau penanggung pajak terhadap fiskus (aparat perpajakan). 76
2. Hukuman pidana
Y. Sri Pudyatmoko berpendapat, berdasarkan ketentuan di dalam UU
KUP, maka dapat dipahami unsur-unsur dari tindak pidana perpajakan itu,
yakni: 77
a. tidak

dilaksanakannya

perbuatan

yang

diwajibkan,

seperti

tidak

menyampaikan SPT, atau adanya perbuatan yang dilarang seperti
memperlihatkan pembukuan yang palsu;
b. berada dalam kaitannya dengan masalah pajak;
c. dilakukan secara sengaja maupun tidak sengaja;

74

Ibid.
Ibid., hlm.81.
76
Simon Nahak, Loc.Cit.
77
Ibid., hlm.118.
75

Universitas Sumatera Utara

48

d. secara melawan hukum : tidak memenuhi kewajiban hukum, ataupun
melakukan sesuatu yang dilarang oleh hukum;
e. dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.
Menurut ketentuan dalam undang-undang perpajakan ada 3 macam sanksi
pidana, yaitu : 78
a.

denda pidana
Berbeda dengan sanksi berupa denda administrasi yang hanya diancam/
dikenakan kepada wajib pajak yang melanggar ketentuan peraturan
perpajakan, sanksi berupa denda pidana selain dikenakan kepada wajib
pajak ada juga yang diancamkan kepada pejabat pajak atau kepada
pihak ketiga yang melanggar norma. Denda pidana dikenakan kepada
tindak pidana yang bersifat pelanggaran maupun bersifat kejahatan.

b.

pidana kurungan
Pidana kurungan hanya diancamkan kepada tindak pidana yang bersifat
pelanggaran. Dapat ditujukan kepada wajib pajak, dan pihak ketiga.
Karena pidana kurungan diancamkan kepada si pelanggar norma itu
ketentuannya sama dengan yang diancamkan dengan denda pidana,
maka masalahnya hanya ketentuan mengenai denda pidana sekian itu
diganti dengan pidana kurungan selama-lamanya sekian.

c.

pidana penjara
Pidana penjara seperti halnya pidana kurungan, merupakan hukuman
perampasan kemerdekaan. Pidana penjara diancamkan terhadap

78

Mardiasmo, Op.Cit., hlm.57

Universitas Sumatera Utara

49

kejahatan. Ancaman pidana penjara tidak ada yang ditujukan kepada
pihak ketiga, adanya kepada pejabat dan kepada wajib pajak.

Universitas Sumatera Utara