STUDY ON IMPLEMENTATION OF TEMPORARY RELOCATION OF SMEP MARKET TRADERS IN ORDER TO REBUILD AND REDESIGN NEW SMEP MARKET BANDAR LAMPUNG STUDI IMPLEMENTASI RELOKASI SEMENTARA PEDAGANG DALAM RANGKA PEMBANGUNAN DAN PENATAAN KEMBALI PASAR SMEP KOTA BANDAR LAMP

(1)

ABSTRACT

STUDY ON IMPLEMENTATION OF TEMPORARY RELOCATION OF SMEP MARKET TRADERS IN ORDER TO REBUILD AND REDESIGN

NEW SMEP MARKET BANDAR LAMPUNG

By

JENNI BR S DEPARI

The policy of rebuilding and redesigning Smep Market is one of way to actualize the modern vision of Bandar Lampung city. That policy gives implication toward relocation of Smep market trader to temporary location. In the implementation of this relocation, there are some problems; that is protesting of demolition the trader places, rejecting from the trader itself, and burdening of relocation temporary system . The purpose of this research are to analyze how is the implementation process of relocation Smep market trader and to analyze the obstacles in implementing relocation the Smep market trader temporary. And the method that used in this research is descriptive research with qualitative approach.

The result of this research showed that the implementing of relocation the Smep market trader is still not effective. It can be seen from: (1) Goverment has limited in providing place to relocate the trader temporary (2) There is rejection from some trader in relation with building right (3) System that used in dividing the temporary location is not enough good (4) The minimum cost of developer side. This research has some recomendation, that is: (1) The system of dividing temporary location should be considered in all trader. If all trader has already get new place, after that the trader that want to have more than one place can get the place (2) Determining of developer side must be selectived in choosing the bonafide developer (3) Goverment must act clearly to developer side because until now the construction of Smep market is not implementing yet (4) For some developer side must be prepared all source, especially estimate cost so that the contruction can implement agrre with the schedule.


(2)

ABSTRAK

STUDI IMPLEMENTASI RELOKASI SEMENTARA PEDAGANG DALAM RANGKA PEMBANGUNAN DAN PENATAAN KEMBALI PASAR SMEP

KOTA BANDAR LAMPUNG

Oleh

JENNI BR S DEPARI

Kebijakan pembangunan dan penataan kembali Pasar Smep merupakan salah satu langkah untuk mewujudkan visi Kota Bandar Lampung yang modern. Adanya kebijakan tersebut berimplikasi kepada direlokasinya pedagang Pasar Smep ke tempat penampungan sementara. Dalam pelaksanaan relokasi ini terdapat beberapa masalah diantaranya pembongkaran lapak yang menimbulkan protes, penolakan dari pedagang sendiri serta sistem pembagian tempat penampungan sementara yang dinilai membebani pedagang. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana proses pelaksanaan relokasi sementara pedagang Pasar Smep serta menganalisis hambatan-hambatan dalam implementasi relokasi sementara pedagang Pasar Smep. Adapun metode penelitian yang digunakan adalah tipe penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan relokasi sementara pedagang Pasar Smep masih kurang efektif. Hal ini dilihat dari (1) pemerintah memiliki keterbatasan dalam penyediaan lahan untuk relokasi sementara pedagang; (2) adanya penolakan dari beberapa pedagang terkait hak guna bangunan; (3) sistem yang diberlakukan dalam pembagian tempat penampungan sementara belum cukup baik; (4) keterbatasan anggaran yang dimiliki oleh pihak pengembang. Penelitian ini merekomendasikan beberapa hal yakni: (1) sistem pembagian tempat penampungan sementara sebaiknya lebih mengutamakan semua pedagang. Setelah semua pedagang sudah mendapatkan kios maka diperbolehkan bagi pedagang yang ingin menambah kios; (2) penentuan pihak pengembang harus lebih selektif sebaiknya memilih pengembang yang bonafit; (3) pemerintah harus tegas dengan pihak pengembang karena sampai saat ini pembangunan Pasar Smep belum juga terlaksana; (4) bagi pihak pengembang sebaiknya sudah mempersiapkan segala sumber daya khususnya sumber daya anggaran sehingga pembangunan bisa terlaksana sesuai rencana.


(3)

STUDI IMPLEMENTASI RELOKASI SEMENTARA PEDAGANG DALAM RANGKA PEMBANGUNAN DAN PENATAAN KEMBALI

PASAR SMEP KOTA BANDAR LAMPUNG

Oleh

JENNI BR S DEPARI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA ADMINISTRASI NEGARA

Pada

Jurusan Ilmu Administrasi Negara

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung

FAKULTAS ILMU SIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2014


(4)

STUDI IMPLEMENTASI RELOKASI SEMENTARA PEDAGANG DALAM RANGKA PEMBANGUNAN DAN PENATAAN KEMBALI

PASAR SMEP KOTA BANDAR LAMPUNG

Oleh

JENNI BR S DEPARI

(Skripsi)

FAKULTAS ILMU SIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2014


(5)

(6)

(7)

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kutambaru pada tanggal 02 Juni 1992 sebagai anak ketiga dari empat beraudara, pasangan Bapak Ulung Sembiring dan Ibu Annarita Br Perangin-angin. Pendidikan yang ditempuh oleh penulis dimulai dari Taman Kanak-Kanak di TK GBKP Kutabuluh, Sumatera Utara pada tahun 1997-1998. Penulis melanjutkan Sekolah Dasar di SD Negeri 1 Kutabuluh, Sumatera Utara pada tahun 1998-2004. Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1 Kutabuluh, Sumatera Utara pada tahun 2004-2007. Selanjutnya Sekolah Menengah Atas di SMA Santo Yoseph Medan pada tahun 2007-2010. Pada tahun 2010 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).

Selama menjadi mahasiswa penulis pernah menjadi pengurus Himpunan Mahasiswa Administrasi Negara sebagai anggota Sumber Daya Organisasi pada tahun 2011-2012. Selain itu penulis mengikuti kegiatan kemahasiswaan intra kampus selama masa perkuliahan, yaitu menjadi Panitia Natal UKMK (Unit Kegiatan Mahasiswa Kristen) tahun 2010 sedangkan untuk organisasi ekstra


(9)

(10)

MOTO

Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu,

demikianlah firman Tuhan, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan,

untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh dengan harapan.

(Yeremia 29:11)

Kalau nilai 9 itu kesuksesan dalam kehidupan, maka nilai 9 sama

dengan x ditambah y ditambah z. Bekerja adalah x, y adalah

bermain, dan z adalah untuk berdiam diri.

(Albert Einstein)

Visi tanpa eksekusi adalah lamunan

Eksekusi tanpa visi adalah mimpi buruk


(11)

PERSEMBAHAN

Tuhan Yesus Kristus

Terima kasih Bapa, Engkau telah memberiku orang-orang terbaik seperti mereka, berikanlah senantiasa sukacita dan berkat yang

melimpah kepada : Bapakku,

atas setiap tetes keringat yang tertumpah

demi masa depan putra-putrinya, dan aku belajar kerja keras dari Bapak

dan Mamakku,

atas curahan kasih sayang dan kesabaran serta doa kepada penulis dalam perjalanan penantian menggapai sarjana. Aku tidak akan mampu membalas budi baik mereka, hanya kepadaMu aku berdoa agar keduanya selalu mendapatkan kesehatan, sukacita, dan berkat.

Kuhadirkan kepada orang-orang yang kusayangi,

Kakakku Desi Depari, S.Si., Nievika Depari, S.Pd dan Adikku Maykel Suranta Depari, aku belajar untuk bersyukur dengan apapun yang terjadi dalam kehidupan ini karena Tuhan pasti punya rancangan yang

indah untuk kita.

Almamaterku tercinta Universitas Lampung


(12)

SANWACANA

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan karunia kehidupan serta berkat yang melimpah sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Selama penyusunan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung, saya telah banyak mendapatkan bantuan dan masukan dari berbagai pihak. Apa yang ada dalam skripsi ini adalah keterbatasan dan belumlah sempurna, sehingga saya mengharapkan adanya saran dan kritik yang membangun dan semoga karya sederhana ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Terwujudnya skripsi ini telah melibatkan bantuan banyak pihak sehingga saya ingin menyampaikan penghargaan, penghormatan, dan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Nana Mulyana, S.IP.,M.Si, selaku pembimbing I yang telah meluangkan waktu dalam proses bimbingan, pengarahan, kesabaran dan saran dalam proses penyusunan skripsi ini.

2. Ibu Dewie Brima Atika,S.IP, M.Si, selaku pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan secara menyeluruh, arahan, masukan serta semangat yang memotivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.


(13)

bermanfaat sehingga penulisan skripsi ini menjadi lebih baik.

4. Bapak Drs. Hi. Agus Hadiawan, M.Si., selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.

5. Bapak Dr. Dedy Hermawan, S.Sos, M.Si, selaku Ketua Jurusan Ilmu Administrasi Negara.

6. Ibu Meiliyana, S.IP., M.A., selaku pembimbing akademik yang telah banyak memberikan masukan dan saran akademis kepada penulis.

7. Seluruh Dosen dan Staf pengajar Jurusan Ilmu Administrasi Negara yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas semua ilmu yang telah diberikan kepada penulis.

8. Bapak Weka Trirakhmad S.E, yang telah membantu memberikan informasi, masukan serta arahan kepada penulis

9. Bapak Herman Karim S.H, M.H, terima kasih atas informasi, bantuan dan arahannya.

10.Kedua orang tuaku, Bapak dan Mamak terkasih yang selalu mendoakan yang terbaik untuk anak-anaknya, memberikan semangat, motivasi serta kesabaran dalam membimbing setiap langkahku serta mengarahkanku untuk mencapai tujuan hidup. Untuk Bapak dan Mamak semoga Tuhan Yesus terus memberikan kesehatan, pemulihan dan berkat yang melimpah. Amin

11.Kakak-Adikku: Kak Ua Desi Depari terima kasih untuk selalu mendoakanku kak, memberikan dukungan, ketenangan dan mendengarkan curahan hatiku.


(14)

menjadi berkat bagi ku lewat pengalaman rohani sehingga memotivasi ku untuk lebih baik lagi.

12.Norman Hardinata Situmorang, seorang pribadi yang kukasihi yang selalu meluangkan waktu untuk mendengarkan curahan hati penulis. Perhatian, dukungan, motivasi serta nasehat yang diberikan membuat penulis selalu bersyukur kepada Tuhan.

13.Teman-teman sepenanggunan: Shari Putri DMT yang selalu bersama-sama dengan penulis dari awal pengajuan judul sampai pada akhir skripsi ini, banyak hal yang kita lakukan bersama. Dora Sonia Purba yang selalu terbuka untuk mendengarkan atau menceritakan curahan hati dan orang yang paling dewasa diantara para bli. Sriani Febrianti yang selalu takut dan tidak berani bertemu dengan orang penting dalam proses skripsinya, tetapi menjadi orang yang paling ramah diantara para bli. Selli Mutiara Sari yang sampai saat ini masih di Subang yang katanya informannya susah, jangan kelamaan di Subang sai nanti masuk zona nyaman.

14.Teman-teman Ane 0’10: Pandu yang selalu berkenan membantu penulis, Cahya dan Corie sebagai saudara sepebimbing. Farizal, Wayan, Gideon, Astria, Sari, Fadri, Jodi, Ade, Anjas, Aris, Yogis dan juga Juni pasti (Nuzul, Karina, Nona, Shela) serta teman-teman Ane 0’10 yang tidak disebutkan satu persatu.


(15)

penghuni cewek juga Mayang, Yuanita, Nevia, Sayu, Anggun, Alpina, Dewi dan Amoy.

16.Saudara-saudara PERMATA Bandar Lampung dan IMKA RML yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih untuk persaudaraan, kebersamaan dan bantuan selama ini.

17.Serta semua pihak yang telah memberikan support kepada penulis, baik moril maupun spiritual yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Bandar Lampung, 25 Mei 2014 Penulis


(16)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR BAGAN ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR TABEL ... v

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 10

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Kebijakan Publik ... 11

1. Pengertian Kebijakan Publik ... 11

2. Tahap-Tahap Kebijakan Publik ... 13

B. Tinjauan Tentang Implementasi Kebijakan ... 16

C. Tinjauan Tentang Model Implementasi Kebijakan ... 22

1. Content of Policy (isi kebijakan) ... 26

2. Context of Policy (lingkungan implementasi) ... 27

BAB III. METODE PENELITIAN A. Tipe dan Pendekatan Penelitian ... 29

B. Fokus Penelitian ... 30

C. Lokasi Penelitian ... 32

D. Sumber Data ... 32

E. Teknik Pengumpulan Data ... 34

F. Teknik Analisis Data ... 36

1. Reduksi Data ... 37

2. Penyajian Data ... 38

3. Penarikan Kesimpulan ... 38

G. Teknik Keabsahan Data ... 39

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Sejarah Singkat Pasar Smep ...43


(17)

C. Komposisi Pedagang dan Perkumpulan Pedagang ……… 44 BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A.Implementasi Relokasi Sementara Pedagang Pasar Smep Kota

Bandar Lampung ... 47 1. Content of Policy ... 47 2. Context of Policy ... 69 B. Hambatan-Hambatan dalam Implementasi Relokasi Sementara

Pedagang Pasar Smep ... 81 C. Pembahasan ... 84

1. Implementasi Relokasi Sementara Pedagang Pasar Smep Kota

Bandar Lampung ... 84 a. Content of Policy ... 84 b. Context of Policy ... 95 2. Hambatan-Hambatan dalam Implementasi Relokasi

Sementara Pedagang Pasar Smep ... 100 BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 103 B. Saran ... 105 DAFTAR PUSTAKA


(18)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 3.1 Daftar Dokumen-Dokumen yang Berkaitan dengan Penelitian ... 33 Tabel 3.2 Daftar Informan yang Berkaitan dengan Penelitian ………35 Tabel 4.1 Jumlah Pedagang Pasar Smep Berdasarkan Klasifikasinya ... 45 Tabel 5.1 Susunan Personalia Tim Koordinasi Kerjasama Daerah (TKKSD)

Kota Bandar Lampung ... 59

Tabel 5.2 Tim dalam Pelaksanaan Relokasi Sementara Pedagang Pasar Smep 61

Tabel 5.3 Pihak-Pihak yang Kepentingannya Dipengaruhi Oleh Pelaksanaan


(19)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pasar adalah tempat yang mempunyai unsur-unsur sosial, ekonomi, kebudayaan, politis dan lain-lainnya, tempat pembeli dan penjual (penukar tipe lain) saling bertemu untuk mengadakan tukar menukar (Belshaw, 1981:10). Pasar juga merupakan salah satu lembaga yang paling penting dalam institusi ekonomi dan salah satu penggerak dinamika kehidupan ekonomi. Berfungsinya lembaga pasar sebagai institusi ekonomi tidak terlepas dari aktivitas yang dilakukan oleh penjual dan pembeli (Damsar, 2002: 83).

Aktivitas ekonomi pasar merupakan tempat berlangsungnya proses transaksi antara pembeli dan penjual, serta sebagai tempat untuk mendapatkan alat pemuas kebutuhan dengan harga yang sesuai (Damsar, 2005:14). Seiring dengan perkembangan zaman dan semakin majunya teknologi, pasar tidak hanya sebagai tempat terjadinya transaksi jual-beli bagi masyarakat yang ada disekitar pasar, lebih dari itu pasar telah dijadikan sebagai sarana penggerak roda perekonomian dalam skala besar. Dalam sistem perekonomian, pasar memegang peranan penting untuk memfasilitasi perdagangan dan memungkinkan distribusi serta alokasi sumber daya dalam


(20)

masyarakat, misalnya sebuah industri yang memproduksi barang dalam jumlah yang besar, pastinya dana atau modal yang dibutuhkan juga dalam skala yang besar, dengan demikian tentu dibutuhkan pasar sebagai tempat untuk mendistribusikan produk hasil industri tersebut agar dapat dikonsumsi oleh masyarakat banyak.

Pasar diklasifikasikan menjadi pasar tradisional dan pasar modern. Pasar tradisional merupakan tempat bertemunya penjual dan pembeli serta ditandai dengan adanya transaksi penjual-pembeli secara langsung dan biasanya ada proses tawar menawar, bangunan biasanya terdiri dari kios-kios atau gerai yang dibuka oleh penjual atau pengelola pasar. Berbeda dengan pasar tradisional, pasar modern adalah tempat bertemunya penjual dan pembeli yang tidak bertransaksi secara langsung namun pembeli melihat label harga yang tercantum dalam barang (barcode), berada dalam bangunan dan pelayanan dilakukan secara mandiri (swalayan) atau dilayani oleh pramuniaga misalnya Hypermart, Pasar Swalayan (supermarket) dan Minimarket.

Pasar tradisional merupakan pasar yang memiliki keunggulan bersaing alamiah yang tidak dimiliki secara langsung oleh pasar modern. Lokasi yang strategis, area penjualan yang luas, keragaman barang yang lengkap, harga yang rendah, sistem tawar-menawar yang menunjukkan keakraban antara penjual dan pembeli. Berbeda dengan pasar modern yang memaksa konsumen untuk mematuhi harga yang sudah dipatok. Selain keunggulan tersebut, pasar tradisional juga merupakan salah satu pendongkrak perekonomian kalangan menengah ke bawah dan jelas memberikan efek yang baik bagi negara. (Sumber: http://www.harianjogja.com/baca/2013/02/06/pedag


(21)

ang-pasar-akan-dikelompokkan-berdasarkan-jenis-dagangannya-487524 diakses pada tanggal 8 Oktober 2013, pukul 10.00)

Selain keunggulannya, pasar tradisional juga memiliki beberapa kelemahan seperti kondisi pasar yang becek dan bau, faktor keamanan yang lemah, resiko pengurangan timbangan pada barang yang dibeli, penuh sesak, dan sejumlah alasan lainnya. Bagaimanapun juga pasar tradisional lebih menggambarkan denyut nadi perekonomian rakyat kebanyakan. Masih banyak orang yang menggantungkan hidupnya dari mulai para pedagang kecil, kuli panggul, pedagang asongan, hingga tukang becak, oleh karena itu penelitian ini difokuskan pada pasar tradisional karena kita dapat melihat sendiri sisi kelemahan dari pasar tradisional. Pasar sering memberikan ketidaknyamanan kepada masyarakat yang melakukan kegiatan jual beli, padahal pasar tradisional sangat berguna bagi masyarakat luas, khususnya masyarakat yang kurang mampu.

Pasar tradisional masih banyak terdapat di berbagai daerah di Indonesia, khususnya Kota Bandar Lampung. Bandar Lampung merupakan salah satu contoh kota yang memiliki beberapa pasar tradisional diantaranya Pasar Bambu Kuning, Pasar Smep, Pasar Koga, Pasar Pasir Gintung, dan lain-lain. Pasar tradisional ini masih memberikan pelayanan kepada konsumen di Provinsi Lampung meskipun banyak terdapat pasar modern seperti Hypermart, Chandra, dan lain-lain. Dibandingkan beberapa pasar tradisional yang terdapat di Bandar Lampung, Pasar Smep merupakan pasar tradisional dengan kondisi fisik yang kurang memadai dibandingkan pasar tradisional lainnya.


(22)

Kondisi bangunan Pasar Smep membutuhkan perhatian khusus dari pemerintah. Bangunan ini sudah sangat rapuh dan dapat membahayakan para pengunjung maupun pedagang yang saat ini masih melakukan kegiatan berjualan di tempat tersebut. Pasar Smep juga memiliki lingkungan yang becek, kotor, dan bau sampah. Keadaan ini sangat berpotensi mengganggu kesehatan manusia yang ada di sekitar tempat tersebut.

Keadaan ini membuat pasar menjadi tidak layak keberadaannya sebagai pasar, terlebih lagi ada di pusat kota Bandar Lampung yang bersemboyan Kota Tapis Berseri dan nota bene sebagai ibu kota provinsi. Tempat tersebut merupakan kawasan pusat perekonomian dan perdagangan bagi Provinsi Lampung pada umumnya, masyarakat Bandar Lampung pada khususnya. Keadaan yang memprihatinkan ini akan berdampak bagi perkembangan sosial maupun ekonomi yang tidak menutup kemungkinan sejalan dengan era globalisasi persaingan yang sangat ketat. Berangsur-angsur tempat tersebut akan ditinggalkan para pengunjung atau konsumen dengan memilih tempat yang lebih nyaman, sehat, dan aman untuk berbelanja. (Sumber: hasil wawancara peneliti dengan pihak pengembang, 17 September 2013)

Terlebih lagi adanya para Pedagang Kaki Lima (PKL) yang memenuhi sepanjang jalan Imam Bonjol dan sekitarnya sehingga terkesan sangat jorok dan tidak aman. Hal ini sangat kontras keadaannya dengan Pasar Bambu Kuning yang sudah direnovasi. Melihat keadaan tersebut maka Pemerintah Kota Bandar Lampung membuat sebuah kebijakan yaitu kebijakan pembangunan dan penataaan kembali Pasar Smep. Pemerintah bekerja sama dengan pihak pengembang dalam menjalankan kebijakan


(23)

ini, dengan tujuan untuk menata kembali kawasan tersebut yang saat ini merupakan sentra perdagangan masyarakat Bandar Lampung dan sekitarnya. Setelah pembangunan ini selesai dikerjakan diharapkan akan merubah keaadaan menjadi kawasan komersial dan perdagangan yang presentatif serta teratur.

Pembangunan pada dasarnya adalah suatu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, demikian halnya dengan pembangunan ekonomi pasar. Pembangunan ekonomi (pasar) merupakan pembangunan sistem ekonomi dan juga pembangunan pasar dalam arti fisik dan maupun pasar dalam arti proses. Mengenai pasar dalam arti proses pada dasarnya merupakan bagian dari sistem ekonomi (Murtolo, 1995:21)

Adanya pembangunan dan penataan kembali Pasar Smep tersebut berdampak pada direlokasinya para pedagang Pasar Smep ke tempat lain. Tempat-tempat yang menjadi kepindahan para pedagang Pasar Smep adalah Jl.Bukit Tinggi, Jl.Batu Sangkar I dan Jl. Batu Sangkar 2. Relokasi pedagang Pasar Smep ini menimbulkan beberapa masalah dalam pelaksanaannya. Permasalahan yang terjadi terkait pembongkaran lapak yang terkesan tiba-tiba. Setiap harinya pedagang berjualan di Pasar Smep, namun pada saat pedagang ingin berjualan mereka terkejut melihat lapak mereka sudah habis dibongkar. Berdasarkan informasi surat kabar Radar Lampung tanggal 3 Oktober 2013, dikemukakan bahwa pihak pengembang membongkar lapak di malam hari tanpa ada pemberitahuan terdahulu mengenai pembongkaran lapak tersebut. (Sumber: http://www.radarlampung.co.id/read/bandarlampung/63007lapak-pedagang-pasar-smep-dibongkar diakses tanggal 20 Oktober 2013, pukul 21.00 )


(24)

Sistem pembagian tempat penampungan sementara untuk pedagang Pasar Smep juga dinilai membebani pedagang. Sistem pembagian tidak menggunakan sistem undian atau kocok, melainkan sistem dimana pedagang harus memberikan down payment (DP) terlebih dahulu kepada pihak pengembang untuk mendapatkan tempat penampungan sementara. Pedagang yang memberikan DP akan mendapat tempat yang lebih luas berukuran 2x2 meter, sementara pedagang yang tidak membayar DP hanya akan mendapat tempat berukuran 1,5x1 meter. Sistem yang berlaku dalam pelaksanaan relokasi ini dianggap merugikan pedagang karena tidak semua pedagang memiliki pendapatan yang sama atau sama besar, sehingga menyebabkan adanya pedagang yang tidak mendapat tempat penampungan sementara karena dominannya pedagang yang berpendapatan besar. (Sumber: hasil wawancara peneliti dengan pedagang Pasar Smep, 20 Februari 2014)

Berjalannya proses pelaksanaan relokasi pedagang, juga menimbulkan penolakan terkait pemilihan lokasi tempat penampungan sementara (TPS). Berdasarkan surat kabar Lampung Terkini pada tanggal 1 Mei 2013, pemilihan lokasi sebagai tempat penampungan sementara bagi pedagang Pasar Smep di Jalan Batu Sangkar mendapat penolakan dari tiga puluh delapan pemilik toko di kawasan tersebut. Alasan para pemilik toko menolak, karena tempat penampungan sementara yang dibangun mematikan usaha mereka. Terlebih lagi mobil masuk untuk bongar muat barang tidak bisa lewat. (Sumber: http://www.lampungterkini.co.id/cgisys/suspendedpage.cgi?start =60 diakses tanggal 8 Oktober 2013, pukul 09.35)


(25)

Berdasarkan hasil pra riset peneliti pada tanggal 02 Oktober 2013, tempat penampungan sementara bagi para pedagang Pasar Smep memang kurang memadai. Ukuran kios pedagang antara 1,5 x 1 meter dan 2 x 2 meter. Ukuran kios seperti itu menyulitkan pedagang khususnya bagi para pedagang pakaian karena ukuran yang kecil tersebut menjadi kendala dalam proses jual beli. Pedagang tidak bisa menyimpan barang dagangannya dan terbatasnya jumlah pakaian yang bisa diperjualbelikan.

Pembangunan Pasar Smep memang bagus untuk dilaksanakan, namun dalam pelaksanaan relokasi terkait kondisi tempat penampungan sementara perlu diperhatikan. Relokasi pedagang ini memang bersifat sementara tetapi tanpa adanya kondisi tempat penampungan sementara yang memadai maka secara tidak langsung berhubungan dengan tingkat pendapatan pedagang karena pembangunan dan penataan kembali Pasar Smep direncanakan selesai dalam kurun waktu dua tahun.

Setelah pelaksanaan relokasi ini berlangsung terlihat bahwa pembangunan Pasar Smep terhenti hanya sampai tahap pembongkaran lapak. Janji pihak pengembang (PT. Prabu Artha) bahwa setelah pedagang direlokasi maka pembangunan akan segera dilaksanakan supaya pembangunan cepat terealisasi, namun nyatanya sampai sekarang tanda-tanda pembangunan juga belum terlihat padahal pedagang sudah direlokasi dari bulan Mei 2013. Komitmen pihak pengembang perlu ditegaskan dalam hal ini. (Sumber: http://www.radarlampung.co.id/read/bandarlampung/68685-tolong-kami-pak-wali diakses tanggal 5 April 2014)


(26)

Selain itu terkait harga kios Pasar Smep yang telah ditetapkan, para pedagang Pasar Smep mengeluhkan rencana pembangunan pasar yang dilakukan pihak pengembang atas persetujuan Pemerintah Kota Bandar Lampung. Mereka keberatan jika harga kios yang ditetapkan mencapai Rp 300.000.000,-. Hal ini memberatkan pedagang karena harga kios tersebut terlalu mahal. (Sumber: http://www.radarlampung.co.id/read/ban darlampung/56358-pedagang-pasar-smep-keberatan-masalah-harga diakses tanggal 5 April 2014)

Pelaksanaan relokasi sementara pedagang yang dibuat oleh pemerintah kota menjadi penting untuk diteliti karena kebijakan ini akan berdampak pada kelompok sasaran yaitu pedagang. Pedagang merupakan bagian dari masyarakat yang hak-haknya perlu diperhatikan oleh pemerintah seperti hak untuk mendapat tempat yang memadai untuk berjualan. Hak ini bisa terwujud dari kebijakan yang dibuat oleh pemerintah.

Keberhasilan implementasi suatu kebijakan ditentukan dari bagaimana isi kebijakan dan juga strategi pelaksanaan yang diterapkan. Kedua hal tersebut saling mempengaruhi. Bagaimanapun kerasnya implementor dalam menjalankan kebijakan tetapi apabila substansi suatu kebijakan cenderung tidak memberikan manfaat melainkan beban terhadap publik, maka ada kemungkinan kebijakan tersebut akan ditolak kehadirannya oleh sebagian orang bahkan masyarakat banyak.

Atas dasar realitas dan permasalahan yang terjadi dalam pelaksanaan kebijakan, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang bertujuan untuk melihat proses pelaksanaan relokasi sementara pedagang Pasar Smep dengan mendeskripsikan


(27)

sejauhmana tindakan-tindakan pelaksana konsisten dengan keputusan kebijakan tersebut serta sejauhmana tujuan kebijakan tersebut tercapai sehingga dapat dilihat keberhasilan pelaksanaan kebijakan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah masalah yang dikaji adalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah implementasi relokasi sementara pedagang Pasar Smep Kota Bandar Lampung?

2. Apa saja hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaa relokasi sementara pedagang Pasar Smep Kota Bandar Lampung?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan tentang implementasi relokasi sementara

pedagang Pasar Smep Kota Bandar Lampung.

2. Untuk mengetahui hambatan-hambatan dalam pelaksanaan relokasi sementara pedagang Pasar Smep Kota Bandar Lampung


(28)

D. Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian, maka manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan

memperkaya pengetahuan mengenai Ilmu Administrasi Negara bidang kebijakan publik, khususnya implementasi relokasi sementara.

2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pengetahuan serta informasi sebagai masukan atau saran yang berarti dalam implementasi relokasi sementara.


(29)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Kebijakan Publik

1. Pengertian Kebijakan Publik

Penafsiran para ahli administrasi publik terkait dengan definisi kebijakan publik, secara umum memberikan penafsiran yang berbeda-beda akan tetapi ada juga yang memiliki kesamaan persepsi atas definisi kebijakan publik tersebut. Definisi kebijakan publik yang paling populer atau dikenal masyarakat adalah pendapat dari Dye (dalam Agustino, 2012:7) kebijakan publik adalah apa yang dipilih oleh pemerintah untuk dikerjakan atau tidak dikerjakan. Menurut Dye, jika pemerintah memilih untuk melakukan sesuatu maka harus memiliki tujuan dan kebijaksanaan negara harus meliputi semua tindakan pemerintah, bukan hanya keinginan pemerintah atau pejabat pemerintah saja. Sesuatu yang tidak dilaksanakan oleh pemerintah juga termasuk kebijakasanaan negara, karena dampaknya sama besarnya dengan sesuatu yang dilakukan oleh pemerintah terhadap publik.

Berbeda dengan pendapat Friedrich (dalam Agustino, 2012:7) mendefinisikan kebijakan publik sebagai serangkaian tindakan atau kegiatan yang diusulkan oleh


(30)

seseorang, kelompok, atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dimana terdapat hambatan-hambatan (kesulitan-kesulitan) dan kemungkinan-kemungkinan (kesempatan-kesempatan) dimana kebijakan tersebut diusulkan agar berguna dalam mengatasinya untuk mencapai tujuan dimaksud.

Lain halnya dengan Anderson (dalam Agustino, 2012:7) mendefinisikan kebijakan publik sebagai serangkaian kegiatan yang mempunyai maksud atau tujuan tertentu yang diikuti dan dilakasanakan oleh seorang aktor atau sekelompok aktor yang berhubungan dengan suatu permasalahan atau suatu hal yang diperhatikan. Konsep kebijakan Anderson ini menitikberatkan pada apa yang sesungguhnya dikerjakan daripada apa yang diusulkan atau dimaksud. Selain itu, konsep ini membedakan kebijakan dari keputusan yang merupakan pilihan diantara alternatif yang ada.

Berbagai definisi di atas, menurut persepsi Dye mengacu pada apa yang dikatakan dan dilakukan oleh pemerintah merupakan sebuah kebijaksanaan. Definisi ini tidak menitikberatkan pada proses akan tetapi pada keputusan yang diambil oleh pemerintah. Berbeda dengan definisi di atas menurut Friedrich, mengacu pada bagaimana kebijakan tersebut dapat berguna dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan atau orientasinya, sedangkan definisi Anderson mengacu pada apa yang seharusnya dilakukan dari apa yang seharusnya dimaksud dan diusulkan. Definisi ini lebih menekankan pada tindakan pelaksana kebijakan dari pada pendapat-pendapat atau asumsi-asumsi pelaksana.


(31)

Peneliti dapat menarik kesimpulan dari berbagai paparan definisi di atas, bahwa kebijakan publik adalah serangkaian kegiatan yang diusulkan oleh sekelompok aktor yang berhubungan dengan suatu masalah publik, yang memiliki maksud atau tujuan yang jelas, sehingga dapat berguna untuk mengatasi masalah tersebut dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

2. Tahap-Tahap Kebijakan Publik

Kebijakan dapat dipandang sebagai suatu sistem, maka kebijakan juga dapat dipandang sebagai proses. Dilihat dari proses kebijakan, Nugroho menyebutkan bahwa teori proses kebijakan paling klasik dikemukakan oleh Easton. Easton dalam Nugroho (2008: 383) menjelaskan bahwa proses kebijakan dapat dianalogikan dengan sistem biologi.

“Pada dasarnya sistem biologi merupakan proses interaksi antara mahluk hidup dan lingkungannya, yang akhirnya menciptakan kelangsungan perubahan hidup yang relatif stabil. Dalam terminologi ini Easton menganalogikannya dengan kehidupan sistem politik. Kebijakan publik dengan model sistem mengandaikan bahwa kebijakan merupakan hasil atau output dari sistem (politik). Seperti dipelajari dalam ilmu politik, sistem politik terdiri dari input, throughput, dan output, seperti digambaran sebagai berikut”

Bagan 2.1 Proses Kebijakan Publik


(32)

Model proses kebijakan publik dari Easton mengasumsikan proses kebijakan publik dalam sistem politik dengan mengandalkan input yang berupa tuntutan (demand) dan dukungan (support). Model Easton ini tergolong dalam model yang sederhana, sehingga model Easton ini dikembangkan oleh para akademisi lain seperti Anderson dan Dye. Menurut Anderson, dkk (dalam Nugroho 2008:186) proses kebijakan melalui tahap-tahap/stages sebagai berikut:

bagan 2.2. Proses Kebijakan Publik

Sumber: Anderson (dalam Nugroho, 2008: 186)

Dijelaskan bahwa tahap-tahap tersebut sebagai berikut:

Tahap 1: Policy agenda (penyusunan agenda) yaitu masalah-masalah yang terkait dengan kebijakan akan dikumpulkan sebanyak mungkin untuk diseleksi dan dimasukkan ke dalam agenda untuk dipilih.

Tahap 2: Policy formulation (formulasi kebijakan) yaitu dari berbagai masalah yang ada tersebut ditentukan masalah mana yang merupakan masalah yang benar-benar layak dijadikan fokus pembahasan.

Policy Agenda

Policy Formula tion

Policy Adoption

Policy Implement ation

Policy Evaluation


(33)

Tahap 3: Policy adoption (adopsi kebijakan) yaitu akan diadopsi satu alternatif pemecahan yang disepakati untuk digunakan sebagai solusi atas permasalahan tersebut.

Tahap 4: Policy implementation (implementasi kebijakan) yaitu alternatif pemecahan yang telah disepakati tersebut kemudian dilaksanakan.

Tahap 5: Policy evaluation (evaluasi kebijakan) yaitu kebijakan yang telah dilaksanakan akan dievaluasi, untuk dilihat sejauh mana kebijakan yang dibuat telah mampu memecahkan masalah atau tidak.

Pakar lain Dye mengemukakan tahap proses kebijakan yang hampir mirip dengan model Anderson, dkk tersebut. Menurut Dye (dalam Nugroho, 2008:189) proses kebijakan publik adalah sebagai berikut :

Bagan 2.2 Proses Kebijakan Publik

Sumber: Dye (dalam Nugroho, 2008: 189)

Proses kebijakan model Dye mendapatkan satu tambahan tahap sebelum agenda setting, yaitu identifikasi masalah kebijakan. Dye melihat tahapan pra penentuan agenda (agenda setting) yang terlewatkan oleh Anderson. Selain itu Dye juga menggantikan tahap policy adoption dengan policy legitimation. Pergantian ini tidak

Identificatio n of policy problem Agenda Setting Policy Formulat ion Policy Evaluation Policy Implement ation Policy Legitimati on


(34)

memiliki perbedaan mendasar karena baik Anderson dan Dye sama-sama menekankan pada proses legitimasi dari kebijakan itu menjadi suatu keputusan pemerintah yang sah.

Paparan tentang tahap-tahap kebijakan di atas telah menjelaskan bahwa tahap-tahap kebijakan tersebut merupakan sebuah proses yang berkesinambungan dan semuanya merupakan bagian integral yang saling berkaitan dan mempengaruhi satu sama lain. Tahap penyusunan agenda merupakan tahap awal dimana dalam tahap tersebut dilakukan identifikasi persoalan (masalah) politik publik yang layak untuk dibahas dalam tahap berikutnya, yaitu tahap formulasi kebijakan, setelah diformulasikan, pada tahap adopsi kebijakan akan dipilih alternatif terbaik yang akan dijadikan solusi sebagai pemecahan masalah publik. Selanjutnya kebijakan yang telah diputusan dan disahkan akan diimplementasikan untuk meraih tujuan awal yang telah ditentukan. Akhir adalah evaluasi (penilaian) kebijakan, akan menilai ketepatan, manfaat dan efektivitas hasil kebijakan yang telah dicapai melalui implementasi dan kemudian dibandingkan dengan tujuan kebijakan yang telah ditentukan. Dalam tahap-tahap kebijakan tersebut, penelitian ini berada pada tahap implementasi kebijakan. Peneliti ingin melihat proses pelaksanaan relokasi sementara pedagang Pasar Smep Kota Bandar Lampung.

B. Tinjauan Tentang Implementasi Kebijakan

Implementasi merupakan suatu proses yang dinamis, dimana pelaksana kebijakan melakukan suatu aktivitas atau kegiatan sehingga pada akhirnya akan mendapatkan


(35)

suatu hasil yang sesuai dengan tujuan atau sasaran kebijakan itu sendiri. Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya (Nugroho, 2012:674) namun dalam praktiknya implementasi kebijakan merupakan suatu proses yang sangat kompleks dan tidak jarang bermuatan politis dengan adanya berbagai intervensi. Rencana adalah 20% keberhasilan, implementasi adalah 60% sisanya, 20% sisanya adalah bagaimana kita mengendalikan implementasi (Nugroho, 2012:681). Implementasi kebijakan adalah hal yang paling berat karena disini masalah-masalah yang kadang tidak dijumpai dalam konsep, munculnya di lapangan. Bardach (dalam Agustino, 2012:138) menggambarkan kerumitan proses implementasi yaitu:

“Adalah cukup untuk membuat sebuah program dan kebijakan umum yang kelihatannya bagus di atas kertas. Lebih sulit lagi merumuskannya dalam kata-kata dan slogan-slogan yang kedengarannya mengenakan bagi telinga para pemimpin dan para pemilih yang mendengarkannya. Dan lebih sulit lagi untuk melaksanakannya dalam bentuk cara yang memuaskan semua orang termasuk mereka anggap klien”.

Menurut Mazmanian dan Sabatiar (dalam Agustino, 2012:139) mendefinisikan implementasi kebijakan sebagai pelaksanaan keputusan kebijaksanaan dasar, biasanya dalam bentuk undang-undang namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan. Lazimnya keputusan tersebut mengidentifikasikan masalah yang ingin diatasi, menyebutkan secara tegas tujuan atau sasaran yang ingin dicapai, dan berbagai cara untuk menstrukturkan atau mengatur proses implementasi.

Van Horn dan Van Meter (dalam Agustino, 2012:139) mendefinisikan implementasi kebijakan publik sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh


(36)

individu-individu, pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah serta swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijaksanaan. Tindakan-tindakan tersebut berusaha untuk mentransformasikan keputusan-keputusan menjadi pola-pola operasional, serta melanjutkan usaha-usaha tersebut. Definisi di atas dapat diketahui bahwa implementasi kebijakan mengandung tiga hal, yaitu adanya tujuan atau sasaran kebijakan, adanya aktivitas atau kegiatan pencapaian tujuan, dan adanya hasil kegiatan.

Menurut Bardach (dalam Agustino, 2012:138) implementasi kebijakan jauh lebih sulit dibandingkan pada saat formulasi kebijakan. Mazmanian dan Sabatiar lebih fokus pada apa yang menjadi tujuan dari kebijakan tersebut secara tegas, agar proses pelaksanaannya tidak melenceng dari apa yang telah ditetapkan. Van Horn dan Van Meter tidak jauh berbeda dengan Mazmanian, selain proses dan pencapaian tujuan juga melihat kelangsungan dari kebijakan tersebut agar dapat ditransformasikan menjadi pola-pola operasional, intinya bahwa implementasi kebijakan tersebut berkelanjutan.

Peneliti dapat menarik kesimpulan dari berbagai paparan definisi di atas, bahwa implementasi kebijakan merupakan suatu proses yang dinamis, dimana pelaksana kebijakan melakukan suatu aktivitas atau kegiatan, sehingga pada akhirnya akan mendapatkan suatu hasil yang sesuai dengan tujuan atau sasaran kebijakan itu sendiri.

Keberhasilan suatu implementasi kebijakan dapat diukur atau dilihat dari proses dan pencapaian tujuan hasil akhir (output), yaitu tercapai atau tidaknya tujuan-tujuan yang


(37)

ingin diraih. Hal ini tak jauh berbeda dengan apa yang diutarakan oleh Mirrile Grindle (dalam Agustino, 2012:139) sebagai berikut :

“pengukuran keberhasilan implementasi dapat dilihat dari prosesnya, dengan mempertanyakan apakah pelaksana program sesuai dengan yang telah ditentukan yaitu melihat pada action program dari individual projects dan yang kedua apakah tujuan program tersebut tercapai”

Perlu dicatat bahwa implementasi kebijakan merupakan tahapan yang sangat penting dalam keseluruhan struktur kebijakan, karena melalui prosedur ini proses kebijakan secara keseluruhan dapat dipengaruhi tingkat keberhasilan atau tidaknya pencapaian tujuan. Pelaksanaan kebijakan adalah sesuatu yang penting bahkan mungkin jauh lebih penting daripada pembuatan kebijakan. Kebijakan-kebijakan hanya akan sekedar berupa impian atau rencana bagus yang tersimpan rapi dalam arsip kalau tidak diimplementasikan.

Sejarah perkembangan studi implementasi kebijakan dijelaskan tentang adanya dua pendekatan guna memahami implementasi kebijakan (Agustino, 2012: 139) yakni: pendekatan top down dan bottom up. Istilah itu dinamakan dengan the command and control approach (pendekatan kontrol dan komando, yang mirip dengan top down approach) dan the market approach (pendekatan pasar, yang mirip dengan pendekatan bottom up approach). Masing-masing pendekatan mengajukan model-model kerangka kerja dalam membentuk keterkaitan antara kebijakan dan hasilnya.

Pendekatan top down, misalnya dapat disebut sebagai pendekatan yang mendominasi awal perkembangan studi implementasi kebijakan, walaupun dikemudian hari di antara pengikut pendekatan ini terdapat perbedaan-perbedaan, sehingga menelurkan


(38)

pendekatan bottom up, namun pada dasarnya mereka bertitik tolak pada asumsi-asumsi yang sama dalam mengembangkan kerangka analisis tentang studi implementasi. Pada pendekatan top down, implementasi kebijakan yang dilakukan tersentralir dan dimulai dari aktor tingkat pusat, dan keputusannya diambil dari tingkat pusat. Pendekatan top down adalah sejauh mana tindakan para pelaksana (administrator dan birokrat) sesuai dengan prosedur serta tujuan yang telah digariskan oleh para pembuat kebijakan di tingkat pusat.

Fokus analisis implementasi kebijakan berkisar pada masalah-masalah pencapaian tujuan formal kebijakan yang telah ditentukan. Hal ini sangat mungkin oleh karena street level-level-bureucrats tidak dilibatkan dalam formulasi kebijakan. Berangkat dari persepektif tersebut, maka timbullah pertanyaan-pertanyaan (Agustino, 2012: 141) sebagai berikut:

1. Sampai sejauhmana tindakan-tindakan pejabat pelaksana konsisten dengan keputusan kebijakan tersebut.

2. Sejauhmana tujuan kebijakan tercapai.

3. Faktor-faktor apa yang secara prinsipil mempengaruhi output dan dampak kebijakan.

4. Bagaimana kebijakan tersebut diformulasikan kembali sesuai pengalaman lapangan.

Empat pertanyaan tersebut mengarah pada inti sejauhmana tindakan para pelaksana sesuai dengan prosedur dan tujuan kebijakan yang telah digariskan para pembuat


(39)

kebijakan di level pusat. Fokus tersebut membawa konsekuensi pada perhatian terhadap aspek organisasi atau birokrasi sebagai ukuran efisiensi dan efektivitas pelaksanaan kebijakan.

Berdasarkan pengertian di atas, implementasi biasanya menunjukkan seluruh upaya perubahan melalui sistem baru. Sistem dibuat untuk memperbaiki atau meningkatkan pemprosesan informasi. Sistem diperkenalkan dan diterapakan ke dalam organisasi pengguna. Sistem yang diterapkan itu digunakan oleh anggotanya maka pelaksanaan sistem dapat dikatakan berhasil, sedangkan jika para penggunanya menolak sistem yang diterapkan, maka pelaksanaan sistem tersebut dapat digolongkan gagal.

Model manajemen implementasi menurut Nugroho (2012:537) menggambarkan pelaksanaan atau implementasi di dalam :

“Konteks manajemen berada di dalam kerangka organizing-leading-controlling. Jadi, ketika kebijakan sudah dibuat, maka tugas selanjutnya adalah mengorganisasikan, melaksanakan kepemimpinan untuk memimpin pelaksanaan dan melakukan pengendalian pelaksanaan tersebut”.

Implementasi kebijakan yaitu menggorganisasikan, melaksanakan kepemimpinan untuk melaksanakan untuk memimpin pelaksanaan dan melakukan pengendalian pelaksanaan secara rinci kegiatan implementasi kebijakan dimulai dari implementasi strategi, pengorganisasian, penggerakan, dan kepemimpinan dan pengendalian akan berjalan dengan lancar sesuai dengan yang diinginkan.


(40)

C. Model Implementasi Kebijakan Publik

Model implementasi kebijakan merupakan kerangka untuk melakukan analisis terhadap proses implementasi kebijakan, sebagai alat untuk menggambarkan situasi dan kondisi sehingga perilaku yang terjadi di dalamnya dapat dijelaskan, oleh karena itu penggunaan model implementasi kebijakan sangat diperlukan untuk melakukan studi implementasi kebijakan. Banyak model implementasi kebijakan, pada umumnya model-model tersebut menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan yang diarahkan pada pencapaian kebijakan.

Beberapa model implementasi kebijakan meliputi: model Mazmanian dan Sabatier (dalam Agustino, 2012:144) adalah pelaksanaan keputusan kebijaksanaan dasar, biasanya dalam bentuk undang-undang, namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan. Peran penting dari implementasi kebijakan publik adalah kemampuannya dalam mengidentifikasi variabel-variabel yang mempengaruhi tercapainya tujuan-tujuan formal pada keseluruhan proses implementasi. Model ini memiliki tiga variabel, antara lain:

1. Mudah atau tidaknya masalah yang akan digarap, meliputi: kesukaran-kesukaran teknis, keberagaman perilaku, persentase totalitas penduduk yang tercakup dalam kelompok sasaran, tingkat dan ruang lingkup perubahan perilaku yang dikehendaki


(41)

2. Kemampuan kebijakan menstrukturkan proses implementasi secara tepat, meliputi: kecermatan dan kejelasan penjenjangan tujuan-tujuan resmi yang akan dicapai, keterandalan teori kausalitas yang diperlukan, ketetapan alokasi sumber dana, keterpaduan hierarki di dalam lingkungan dan diantara lembaga-lembaga atau instansi-instansi pelaksana, aturan-aturan pembuat keputusan dari badan-badan pelaksana, kesepakatan para pejabat terhadap tujuan yang termaktub dalam undang-undang, dan akses formal piha-pihak luar;

3. Variabel-variabel diluar undang-undang yang mempengaruhi implementasi, meliputi: kondisi sosial, ekonomi dan tekhnologi, dukungan publik, sikap dan sumber-sumber yang dimiliki kelompok masyarakat, dan kesepakatan serta kemampuan kepemimpinan para pejabat pelaksana.

Selain itu, model implementasi kebijakan yang berspektif top down dikembangkan oleh Edward (dalam Agustino, 2012:149). Edward menamakan model implementasi kebijakan publiknya dengan Direct and Indirect Impact on Implementation. Dalam pendekatan yang diteoremakan oleh Edward, terdapat empat variabel yang sangat menentukan keberhasilan implementasi suatu kebijakan (Winarno, 2012:177), yaitu:

1. Komunikasi

Secara umum Edwards membahas tiga hal penting dalam proses komunikasi kebijakan, yakni transmisi, konsistensi, dan kejelasan.

2. Sumber daya

Sumber-sumber yang penting meliputi: staf, informasi, wewenang, dan fasilitas;


(42)

3. Disposisi meliputi: pengangkatan birokrat, insentif; dan 4. Struktur birokrasi.

Model Van Meter dan Van Horn (dalam Agustino, 2012:141) adalah tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu atau pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam kebijaksanaan. Implementasi kebijakan menyangkut tiga hal yaitu: adanya tujuan dan sasaran, adanya aktivitas atau kegiatan pencapaian tujuan, dan adanya hasil kegiatan. Model Implementasi kebijakan Van Meter dan Van Horn mengandaikan implementasi kebijakan berjalan secara linear dari kebijakan publik, implementor, dan kinerja kebijakan publik. Implementasi ini terdapat enam variabel yang membentuk hubungan antara kebijakan dan pelaksanaan, antara lain:

1) Ukuran dan tujuan kebijakan 2) Sumberdaya

3) Karakteristik agen pelaksana

4) Sikap /kecenderungan para pelaksana

5) Komunikasi antar organisasi dan aktivitas pelaksana 6) Lingkungan ekonomi, sosial, dan politik

Model yang terakhir adalah model implementasi kebijakan Grindle yang menjadi alat analisis dalam penelitian ini. Peneliti memilih model Grindle berdasarkan sub variabel yang terdapat dalam model pendekatan ini yang mampu menjawab


(43)

permasalahan yang terjadi dalam implementasi relokasi sementara pedagang Pasar Smep Kota Bandar Lampung. Pendekatan Grindle dikenal dengan Implementation as A Political and Administrative Process (dalam Agustino, 2012:154)menurut Grindle ada dua variabel yang mempengaruhi implementasi kebijakan publik. Keberhasilan implementasi suatu kebijakan publik dapat diukur dari proses pencapaian hasil akhir (outcomes), yaitu tercapai atau tidaknya tujuan yang ingin diraih. Hal ini dikemukakan oleh Grindle, dimana pengukuran keberhasilan implementasi kebijakan tersebut dapat dilihat dari dua hal, yaitu:

a. Dilihat dari prosesnya, dengan mempertanyakan apakah pelaksanaan kebijakan sesuai dengan yang ditentukan (design) dengan merujuk pada aksi kebijakannya.

b. Apakah tujuan kebijakan tercapai. Dimensi ini diukur dengan melihat dua faktor, yaitu:

1. Impak atau efeknya pada masyarakat secara individu dan kelompok. 2. Tingkat perubahan yang terjadi serta penerimaan kelompok sasaran

dan perubahan yang terjadi.

Keberhasilan suatu implementasi kebijakan publik, juga menurut Grindle amat ditentukan oleh tingkat implementability kebijakan itu sendiri, yang terdiri atas Content of Policy (isi kebijakan) dan Context of Policy (lingkungan kebijakan).


(44)

1. Content of Policy(isi kebijakan) menurut Grindle adalah:

a. Interest Affected (kepentingan-kepentingan yang mempengaruhi) Interest Affected berkaitan dengan berbagai kepentingan yang mempengaruhi suatu implementasi kebijakan. Indikator ini berargumen bahwa suatu kebijakan dalam pelaksanaannya pasti melibatkan banyak kepentingan, dan sejauhmana kepentingan-kepentingan tersebut membawa pengaruh terhadap implementasinya, hal inilah yang ingin diketahui lebih lanjut

b. Type of Benefits (tipe manfaat)

Tipe manfaat berupaya untuk menunjukkan atau menjelaskan bahwa dalam suatu kebijakan harus terdapat beberapa jenis manfaat yang menunjukkan dampak positif yang dihasilkan oleh pengimplementasian kebijakan yang hendak dilaksanakan.

c. Extent of Change Envision (derajat perubahan yang ingin dicapai) Setiap kebijakan mempunyai target yang hendak dan ingin dicapai. Content of policy yang ingin dijelaskan pada poin ini adalah bahwa seberapa besar perubahan yang hendak atau ingin dicapai melalui suatu implementasi kebijakan harus mempunyai skala yang jelas.

d. Site of Decision Making (letak pengambilan keputusan)

Pengambilan keputusan dalam suatu kebijakan memegang peranan penting dalam pelaksanaan suatu kebijakan, maka pada bagian ini harus dijelaskan dimana letak pengambilan keputusan dari suatu kebijakan yang akan diimplementasikan.


(45)

e. Program Implementer (pelaksana program)

Menjalankan suatu kebijakan atau program harus didukung dengan adanya pelaksana kebijakan yang kompeten dan kapabel demi keberhasilan suatu kebijakan. Hal ini harus sudah terdata atau terpapar dengan baik pada bagian ini.

f. Resources Committed (sumber-sumber daya yang digunakan)

Pelaksanaan suatu kebijakan juga harus didukung oleh sumber daya yang mendukung agar pelaksanaannya berjalan dengan baik.

2. Context of Policy (lingkungan implementasi) menurut Grindle adalah:

a. Power, Interest, and Strategy of Actor Involved (kekuasaan, kepentingan-kepentingan, dan strategi dari aktor yang terlibat)

Suatu kebijakan perlu diperhitungkan pula kekuatan atau kekuasaan, kepentingan, serta strategi yang digunakan oleh para aktor yang terlibat guna memperlancar jalannya pelaksanaan suatu implementasi kebijakan. Bila hal ini tidak diperhitungkan dengan matang sangat besar kemungkinan program yang hendak diimplementasikan akan jauh arang dari api.

b. Institution and Regime Characteristic (karakteristik lembaga dan rezim yang berkuasa)

Lingkungan dimana suatu kebijakan tersebut dilaksanakan juga berpengaruh terhadap keberhasilannya, maka pada bagian ini ingin dijelaskan karakteristik dari suatu lembaga yang akan turut mempengaruhi suatu kebijakan.

Karakteristik dari rezim yang berkuasa akan berpengaruh pada kebijakan yang


(46)

kepentingan rakyat, maka kesejahteraan rakyat akan dengan mudah terwujud,

karena rezim yang seperti ini akan mengedepankan kepentingan rakyat,

namun yang terjadi akan sebaliknya apabila rezim lebih mengutamakan

kepentingan kelompok atau pribadi. Dalam keadaan ini rakyat akan

dipojokkan dan tidak menjadi prioritas utama, sehingga rakyat menjadi

korban dari rezim kepemimpinan yang berkuasa.

c. Compliance and Responsiveness (tingkat kepatuhan dan adanya respon dari pelaksana)

Hal lain yang dirasa penting dalam proses pelaksanaan suatu kebijakan adalah kepatuhan dan respon dari para pelaksana, maka yang hendak dijelaskan pada poin ini adalah sejauhmana kepatuhan dan respon dari pelaksana dalam menanggapi suatu kebijakan.

Setelah kegiatan pelaksanaan kebijakan yang dipengaruhi oleh isi atau konten dan lingkungan atau konteks diterapkan, maka akan dapat diketahui apakah para pelaksana kebijakan dalam membuat sebuah kebijakan sesuai dengan apa yang diharapkan, juga dapat diketahui apakah suatu kebijakan dipengaruhi oleh suatu lingkungan sehingga terjadinya tingkat perubahan yang terjadi.


(47)

III. METODE PENELITIAN

A. Tipe dan Pendekatan Penelitian

Tipe penelitian ini menggunakan tipe penelitian deskriptif. Tipe deskriptif adalah tipe penelitian yang mengeksplorasi dan atau memotret situasi sosial yang akan diteliti secara menyeluruh, luas dan mendalam (dalam Sugiyono, 2012:209). Sebagaimana lazimnya perolehan data dalam penelitian kualitatif, data deskriptif dapat diperoleh dari semua pihak yang bersangkutan, baik berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka. Dengan demikian laporan penelitian berisi kutipan-kutipan data untuk member gambaran penyajian laporan (dalam Basrowi, 2008:28)

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang bertujuan untuk menjelaskan fokus dari penelitian ini yang artinya menggambarkan suatu keadaan dengan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif adalah pendekatan yang menghasilkan prosedur analisis yang tidak menggunakan prosedur analisis statistik atau cara kuantifikasi lainnya. Penelitian kualitatif disebut juga penelitian naturalistik yaitu penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek alamiah (dalam Sugiyono, 2012:8). Menurut Bogdan dan Biklen (dalam Sugiyono, 2012:13)


(48)

karakteristik penelitian kualitatif lebih bersifat deskriptif. Data yang terkumpul berbentuk kata-kata atau gambar, sehingga tidak menekankan pada angka.

Bodgan dan Taylor (dalam Basrowi, 2008: 21) mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Pendekatan ini diarahkan pada latar individu tersebut secara holistik (utuh). Penelitian dilakukan dalam kondisi objek alamiah, dimana antar individu (peneliti) dengan latar (fokus penelitiannya) tidak diisolasi ke dalam bentuk variabel atau hipotesis, karena antara peneliti dengan tempat penelitiannya merupakan satu kesatuan yang utuh (holistik).

Peneliti juga merupakan instrumen kunci dalam penelitian ini, karena penelitian itu sendiri bergantung pada pengamatan yang dilakukan oleh peneliti dalam suatu kawasan tertentu. Melalui pendekatan kualitatif deskriptif, penulis bermaksud untuk menjelaskan dan menggambarkan (deskripsi) serta menganalisis mengenai objek yang akan diteliti yaitu implementasi relokasi sementara pedagang Pasar Smep Kota Bandar Lampung serta faktor-faktor yang menghambat dalam pelaksanaan relokasi sementara pedagang Pasar Smep.

B. Fokus Penelitian

Fokus penelitian dimaksudkan untuk membatasi studi kualitatif sekaligus membatasi penelitian guna memilih mana data yang relevan dan mana data yang tidak relevan. Sebuah problem (masalah) lebih sekedar dari bentuk rumusan dan pertanyaan, dan


(49)

tentunya berbeda untuk setiap tujuan penelitian. Fokus penelitian perlu ditetapkan guna membatasi wilayah penelitian dan juga berfungsi untuk memenuhi kriteria inklusi-inklusi (memasukkan-mengeluarkan) suatu informasi yang baru di peroleh di lapangan (Moleong, 2007:94). Melihat betapa pentingnya merumuskan fokus penelitian dalam penelitian kualitatif sebagaimana yang telah diungkapkan sebelumnya, maka yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah menurut Grindle, dimana keberhasilan suatu implementasi kebijakan publik ditentukan oleh tingkat implementability kebijakan itu sendiri, yang terdiri dari:

1. Implementasi relokasi sementara pedagang Pasar Smep Kota Bandar Lampung dilihat dari:

a. Content of policy (isi kebijakan) 1) Kepentingan kelompok sasaran 2) Tipe manfaat

3) Derajat perubahan yang ingin dicapai 4) Letak pengambilan keputusan

5) Pelaksana kebijakan

6) Sumber-sumber daya yang dapat digunakan b. Context of policy (lingkungan kebijakan)

1) Kekuasaan, kepentingan-kepentingan dan strategi indikator yang terlibat

2) Karakteristik rezim yang berkuasa


(50)

2. Hambatan-hambatan dalam implementasi relokasi sementara pedagang Pasar Smep Kota Bandar Lampung.

C. Lokasi Penelitian

Penentuan lokasi menurut Moleong (2007:38) merupakan cara terbaik yang ditempuh dengan mempertimbangkan substansi dan menjajaki lapangan, serta untuk mencari kesesuaian dengan melihat kenyataan di lapangan. Lokasi penelitian merupakan tempat dimana peneliti melakukan penelitian terutama dalam menangkap fenomena atau peristiwa yang sebenarnya terjadi dari objek yang diteliti dalam rangka mendapatkan data-data penelitian yang akurat. Mempertimbangkan hal di atas dan membatasi penelitian maka penelitian ini dilakukan di Kota Bandar Lampung.

Penelitian ini terjun langsung ke lapangan guna memperoleh data-data primer dan data sekunder. Adapun lokasi dalam penelitian ini adalah Pasar Smep dan Jl.Bukit Tinggi, Jl.Batu Sangkar I serta Jl. Batu Sangkar 2. Alasan peneliti memilih lokasi ini karena pedagang Pasar Smep yang terkena dampak kebijakan pembangunan dan penataan kembali Pasar Smep di relokasi ke Jl.Bukit Tinggi, Jl.Batu Sangkar I dan Jl. Batu Sangkar 2.

D. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa data primer dan data sekunder.


(51)

1. Data Primer

Sumber primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data. Menurut Lofland (dalam Moleong 2007:157) sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Oleh karena itu data primer dalam penelitian ini diperoleh peneliti melalui proses wawancara. Adapun informan kunci (key informan) yang ditemui merupakan elemen dari:

a. Aparat Dinas Pengelolaan Pasar Kota Bandar Lampung

b. Kesatuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Bandar Lampung c. Pedagang Pasar Smep.

d. Pihak Pengembang (PT. Prabu Arta )

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari dokumen-dokumen grafis (tabel, catatan, notulen rapat, dan lain-lain), foto-foto, benda-benda dan lain-lain yang dapat memperkaya data primer (dalam Arikunto, 2010:22). Data sekunder dalam penelitian ini berupa dokumen-dokumen tertulis yang terkait dengan data-data resmi mengenai relokasi sementara pedagang Pasar Smep.

Tabel 3.1 Daftar Dokumen-Dokumen yang Berkaitan Dengan Penelitian

No Dokumen-Dokumen Substansi

1 Profil Pasar Smep Gambaran umum mengenai Pasar Smep

2 Profil Dinas Pengelolaan Pasar Gambaran umum mengenai Dinas

Pengelolaan Pasar Kota Bandar Lampung.

3 Profil Kesatuan Polisi Pamong

Praja

Gambaran umum mengenai Kesatuan Polisi Pamong Praja.


(52)

4 Peraturan Daerah No.08 Tahun 2009

Tentang Pembinaan Umum, Ketertiban, Kebersihan dan Keapikan Dalam Wilayah Kota Bandar Lampung.

5 Peraturan Daerah No. 02 Tahun

2012

Tentang Pembinaan Pedagang Kaki Lima

6 Surat Pemberitahuan Walikota

No.640/710/IV.38/2013

Tentang Pembangunan dan Penataan Kembali Pasar Smep Sukajawa Baru

Tanjung Karang Barat Kota

Bandarlampung

7 Surat Perintah Walikota

No. 800/715/IV.38/2013

Tentang pemberitahuan pelaksanaan

pemindahan pedagang lama ke Jl.Bukit Tinggi, Jl.Batu Sangkar I dan Jl. Batu Sangkar 2.

8 Foto-foto kegiatan pelaksanaan

relokasi sementara pedagang

Tentang kegiatan dalam pelaksanaan relokasi pedagang.

Sumber: diolah oleh peneliti (2014)

E. Teknik Pengumpulan Data

Peneliti melakukan proses pengumpulan data yang telah ditetapkan berdasarkan fokus penelitian. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1) Pengamatan (observasi)

Menurut Purwanto (dalam Basrowi, 2008: 94) observasi adalah metode atau cara-cara menganalisis dan mengadakan pencatatan secara sistematis mengenai tingkah laku dengan melihat atau mengamati individu atau kelompok secara langsung. Metode ini digunakan untuk melihat dan mengamati secara langsung keadaan dilapangan agar peneliti memperoleh gambaran yang lebih luas tentang permasalahan yang diteliti. Pengamatan digunakan untuk mendapatkan data primer yang berupa deskripsi faktual, cermat, dan terinci mengenai keadaan lapangan kegiatan manusia dan situasi sosial, serta konteks dimana kegiatan-kegiatan terjadi dan berhubungan dengan fokus


(53)

penelitian. Pada penelitian ini, peneliti mengamati implementasi relokasi sementara pedagang Pasar Smep Kota Bandar Lampung.

2) Wawancara Mendalam (in depth interview)

Esberg (dalam Sugiyono, 2012:231) mendefinisikan wawancara sebagai pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu. Stainback (dalam Sugiyono, 2012:231) mengemukakan bahwa dengan wawancara maka peneliti akan mengetahui hal-hal yang lebih mendalam tentang partisipan dalam menginterpretasikan situasi dan fenomena yang terjadi, dimana hal ini tidak bisa ditemukan melalui observasi. Teknik ini digunakan untuk menjaring data-data primer yang berkaitan dengan fokus penelitian.

Wawancara dalam penelitian ini dilakukan secara terstruktur dengan menggunakan panduan wawancara (interview guide). Dalam penelitian ini informan yang diwawancarai adalah aktor-aktor yang terlibat dalam pelaksanaan relokasi sementara pedagang Pasar Smep, yaitu Dinas Pengelolaan Pasar Kota Bandar Lampung, Kesatuan Polisi Pamong Praja Kota Bandar Lampung, pedagang yang benar-benar terlibat atau mengalami proses dan menerima dampak pelaksanaan kegiatan di lokasi penelitian, dan pihak pengembang (PT.Prabu Arta). Adapun informan yang berhasil dimintai informasi dalam penelitian ini meliputi :

Tabel 3.2 Daftar Informan yang Berkaitan dengan Penelitian

No Nama Informan Jabatan

1 Khasrian Anwar Kepala Dinas Pengelolaan Pasar Kota


(54)

2 Weka Trirakhmad Sekretaris Dinas Pengelolaan Pasar Kota Bandar Lampung

3 Herman Karim Kepala Bidang Kesamaptaan dan Trantib

Umum Kasat POL PP 4

Maulidin Ansori

Kepala Seksi Operasi dan Pengendalian

Kesatuan Polisi Pamong Praja Kota Bandar Lampung

5 Sunarya Sambas Direktur Operasional PT.Prabu Arta

6 Sunarno kelompok forum pedagang Pasar Smep

7 Joko Pedagang Pasar Smep

8 Nuri Pedagang Pasar Smep

9 Dimas Pedagang Pasar Smep

10 Sri Yanti Pedagang Pasar Smep

11 Agus Pedagang Pasar Smep

Sumber: diolah oleh peneliti (2014)

3) Dokumentasi

Menurut Arikunto (2010: 274) dibandingkan dengan metode lain maka metode dokumentasi tidak begitu sulit, dalam arti apabila ada kekeliruan, sumber datanya masih tetap belum berubah. Metode dokumentasi yang diamati bukan benda hidup tetapi benda mati. Teknik ini digunakan untuk menghimpun berbagai data sekunder yang memuat informasi tertentu yang bersumber dari dokumen-dokumen tertulis seperti surat-menyurat, notulensi rapat dan lain-lain serta dokumen yang berupa foto-foto. Instrumen yang dipakai adalah berupa lembar ringkas dokumen mengenai pelaksanaan relokasi sementara pedagang Pasar Smep.

F. Teknik Analisis Data

Analisis data kualitatif menurut Bogdan dan Biklen (dalam Moleong, 2007:248) adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milah data menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya,


(55)

mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain. Langkah selanjutnya adalah mengolah data yang terkumpul dengan menganalisis data, mendeskripsikan data serta mengambil kesimpulan. Menganalisis data ini menggunakan teknik analisis data kualitatif karena data-data yang diperoleh merupakan keterangan-keterangan. Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber yaitu dari wawancara, pengamatan yang telah dituliskan dalam catatan lapangan, dokumen resmi, foto, dan sebagainya.

Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan pada saat pengumpulan data seperti dikemukakan oleh Miles dan Huberman (dalam Sugiyono, 2012 :246) bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya jenuh. Aktivitas dalam menganalisis data kualitatif yaitu:

1. Reduksi Data (reduction data).

Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis dilapangan. Reduksi data bersifat terus menerus sebelum data benar-benar terkumpul. Peneliti melakukan reduksi data dengan mengumpulkan hasil wawancara dari para informan atau responden, mengumpulkan data yang telah ada, mengumpulkan data (hasil) selama turun lapang, kemudian memilih data yang perlu disimpan dan membuang data yang dianggap tidak diperlukan.


(56)

2. Penyajian Data (data display).

Penyajian data adalah sekumpulan informasi yang tersusun dan memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penyajian data diwujudkan dalam bentuk uraian, tabel dan bagan. Paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian ini adalah dengan teks naratif.

3. Penarikan Kesimpulan (concluting drawing).

Penarikan kesimpulan adalah melakukan verifikasi secara terus menerus sepanjang proses penelitian berlangsung yaitu sejak awal memasuki lokasi penelitian dan selama proses pengumpulan data. Peneliti menganalisis dan mencari pola, tema, hubungan persamaan, hal-hal yang sering timbul yang dituangkan dalam kesimpulan. Penarikan kesimpulan dilakukan dengan pengambilan intisari dari rangkaian kategori hasil penelitian berdasarkan observasi, wawancara serta dokumentasi hasil penelitian.

Berikut ini adalah bagan analisis data model interaktif menurut Miles dan Huberman (dalam Sugiyono, 2012:247). Bagan tersebut akan menjelaskan bahwa dalam melakukan analisis data kualitatif dapat dilakukan bersamaan dengan pengambilan data, proses tersebut akan berlangsung secara terus menerus sampai data yang ditemukan jenuh.


(57)

Bagan 3.1.Analisis Data Model Interaktif

Sumber Miles dan Huberman (dalam Sugiyono, 2012: 247)

Bagan analisis data model interaktif Miles dan Huberman di atas menjelaskan bahwa dalam melakukan analisis data kualitatif dapat dilakukan bersamaan dengan proses pengumpulan data. Proses yang bersamaan tersebut meliputi reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.

G. Teknik Keabsahan Data

Menetapkan keabsahan data (trustworthiness) diperlukan teknik pemeriksaan. Sugiyono (2012:270) menyebutkan dalam penelitian kualitatif uji keabsahan data meliputi :

1. Derajat Kepercayaan (Credibility)

Penerapan kriterium derajat kepercayaan (credibility) pada dasarnya menggantikan konsep validitas internal dari nonkualitatif. Kriterium ini berfungsi: pertama,

Pengumpulan Data Penyajian Data

Reduksi Data

Penarikan Kesimpulan


(58)

melaksanakan inkuiri sedemikian rupa sehingga tingkat kepercayaan penemuannya dapat dicapai. Kedua, mempertunjukkan derajat kepercayaan hasil-hasil penemuan dengan jalan pembuktian oleh peneliti pada kenyataan ganda yang sedang diteliti. Adapun kegiatan yang dilakukan peneliti agar hasil penelitian dapat dipercaya, yaitu melalui triangulasi sumber.

Triangulasi sumber untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber. Data dari beberapa sumber yang dijadikan untuk uji kredibilitas tidak bisa dirata-ratakan seperti dalam penelitian kuantitatif, tetapi dideskripsikan, dikategorisasikan, mana pandangan yang sama, mana pandangan yang berbeda, dan mana spesifik dari sumber data tersebut. Data yang telah dianalisis oleh peneliti sehingga menghasilkan suatu kesimpulan selanjutnya dimintakan kesepakatan dengan sumber data tersebut.

2. Keteralihan (Tranferability)

Pemeriksaan keteralihan data dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik “uraian rinci” yaitu dengan melaporkan hasil penelitian seteliti dan secermat mungkin yang menggambarkan konteks lokasi penelitian diselenggarakan, dengan demikian pembaca menjadi jelas atas hasil penelitian tersebut sehingga dapat memutuskan dan dapat atau tidaknya mengaplikasikan hasil penelitian tersebut ke tempat lain. Untuk melakukan keteralihan, peneliti berusaha mencari dan mengumpulkan data kejadian empiris dalam konteks yang sama.


(59)

3. Kebergantungan (Dependability)

Dalam penelitian kualitatif, uji kebergantungan dilakukan dengan melakukan pemeriksaan terhadap keseluruhan proses penelitian. Sering terjadi peneliti tidak melakukan proses penelitian ke lapangan, tetapi tidak bisa memberikan data. Peneliti seperti ini perlu diuji dependability-nya. Kalau proses penelitiannya tidak dilakukan tetapi datanya ada, maka penelitian tersebut tidak dependable. Untuk mengetahui, mengecek, serta memastikan hasil penelitian ini benar atau salah, peneliti akan mendiskusikannya dengan dosen pembimbing secara setahap demi setahap mengenai data-data yang dihasilkan di lapangan.

4. Kepastian (Confirmability)

Dalam penelitian kualitatif, uji kepastian mirip dengan uji kebergantungan, sehingga pengujiannya dapat dilakukan secara bersamaan. Menguji kepastian berarti menguji hasil penelitian, dikaitkan dengan proses yang dilakukan dalam penelitian, jangan sampai proses tidak ada tetapi hasilnya ada. Kepastian yang di maksud berasal dari konsep objektivitas, sehingga dengan di sepakati hasil penelitian oleh banyak orang, maka hasil tidak lagi subjektif tetapi sudah objektif. Hal yang peneliti akan lakukan untuk menguji kepastian ini adalah dengan melakukan seminar terbuka dengan mengundang teman sejawat, pembimbing serta pembahas.


(60)

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Sejarah Singkat Pasar Smep

Pasar Smep merupakan salah satu pasar tradisional yang sudah dikenal oleh masyarakat khususnya masyarakat Kota Bandar Lampung maupun masyarakat luar Kota Bandar Lampung. Sebelumnya lokasi Pasar Smep ini merupakan sebuah sekolah yaitu Sekolah Menengah Ekonomi Pertama (SMEP). Adanya sebuah sekolah maka membuka peluang juga kepada pedagang untuk mencari nafkah. Pedagang pun mulai berdagang di sekitaran sekolah tersebut. Berjalannya waktu semakin banyak pula pedagang yang berjualan si lokasi tersebut. Melihat fenomena tersebut maka pemerintah membuat sebuah kebijakan yaitu menjadikan lokasi tersebut menjadi sebuah pasar tradisional dengan nama Pasar Smep. Pasar ini dibangun sejak tahun 2003 oleh pihak pengembang yaitu PT. Teguh Jaya Lestari melalui Surat Perjanjian Nomor 06 Tahun 2003, sebagai transaksi dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat. Luas tanah pasar Smep ini adalah 6.765m. Adapun fasilitas pendukung dari Pasar Smep ialah:

a. Kantor UPT pasar b. Musholla


(61)

d. KM/WC Umum e. TPS Sampah

B. Letak dan Kondisi Fisik Pasar Smep

Letak Pasar Smep ini berada di pusat Kota Tanjung Karang (Bandar Lampung) yaitu di Jl Tamin. Kel Kelapa Tiga. Kec. Teluk Betuk Pusat. Lokasi ini sangat strategis dan dapat dengan mudah dijangkau oleh masyarakat dari berbagai sudut kota. Oleh karena itu, Pasar Smep ini dilewati oleh seluruh trayek angkutan kota. Adapun batas-batas dari Unit Pasar Smep adalah sebagai berikut:

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Jalan Imam Bonjol b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Jalan Bukit Tinggi c. Sebelah Barat berbatasan dengan Jalan Batu Sangkar d. Sebelah Timur berbatasan dengan Jalan Kartini

Sejak pertama sekali Pasar Smep dibangun belum pernah mendapat perawatan atau perbaikan dari pihak pemerintah sehingga kondisi bangunan Pasar Smep ini membutuhkan perhatian khusus dari pemerintah. Bangunan sudah rapuh dan dapat membahayakan para pengunjung maupun pedagang. Hal ini juga dikarenakan melihat Kondisi Pasar Smep yang semakin padat oleh para pedagang sebagai akibat dari adanya peningkatan jumlah penduduk yang menjalankan aktivitas di sektor perdagangan, menyebabkan areal pasar ini tidak lagi mampu menampung pedagang


(62)

pembangunan dan penataan kembali Pasar Smep dengan harapan terciptanya

peningkatan pelayanan terhadap masyarakat Kota Bandar Lampung serta terciptanya bangunan yang indah, tertib dan aman.

Dalam kebijakan pembangunan dan penataan kembali Pasar Smep target yang ingin dicapai adalah tercapainya bangunan setinggi delapan lantai. Spesifikasi diantaranya tiga lantai terbawah merupakan basement, tiga lantai diatasnya untuk berjualan serta dua lantai berikutnya akan dibangun hotel. Kebijakan ini merupakan kerjasama antara pemerintah dengan pihak pengembang. Bangunan tersebut akan diserahkan kepada pihak pengembang untuk membangun dengan jangka waktu dua tahun. Selama waktu yang diberikan diharapkan perubahan yang ingin dicapai tersebut dapat terealisasi.

C. Komposisi Pedagang dan Perkumpulan Pedagang

1. Komposisi Pedagang

Berdasarkan jenis barang dagangannya, pedagang di Pasar Smep terbagi dalam enam kelompok. Pedagang tersebut antara lain terdiri dari : pedagang pakaian, pedagang emas, pedagang kosmetik, pedagang sepatu, pedagang makanan, pedagang bahan pakaian dan pedagang lain (pedagang kelontongan, boneka, kerajinan dan lain-lain). Berdasarkan klasifikasi tempat berdagang maka pedagang Pasar Smep berdasarkan klasifikasi tersebut adalah sebagai berikut:


(63)

Tabel 4.1 Jumlah Pedagang Pasar Smep Berdasarkan Klasifikasinya

No Jenis Berdagang Jumlah

1. Toko Kios 220 buah

2. Kaki Lima 300 buah

Total 520 buah

Sumber: Dinas Pasar Kota Bandar Lampung 2014

Berdasarkan data tersebut, maka jumlah pedagang Pasar Smep secara keseluruhan adalah 520 pedagang.

2. Perkumpulan Pedagang

Seperti pada pasar-pasar lainnya, Pasar Smep juga terdapat beberapa pedagang yang mengelompokkan dirinya sebagai perkumpulan yang menggariskan tujuan sebagai perkumpulan sesuai dengan kepentingan mereka. Beberapa perkumpulan antara lain:

a) Himpunan Persatuan Pedagang Pasar Smep (HPPS).

Anggota dalam himpunan ini adalah khusus bagi para pedagang yang berdagang di toko-toko/kios, namun pada himpunan ini tidak seluruh pedagang toko/kios terdaftar sebagai anggota perhimpunan. Keanggotaan mereka tergabung secara sukarela. Adapun himpunan ini bertujuan dalam menciptakan ketertiban pasar, keamanan dan kebersihan pasar. Bagi mereka yang ikut menjadi anggota dalam himpunan ini diwajibkan membayar iuran bulanan sebesar Rp.20.000,- yang digunakan untuk kegiatan-kegiatan mereka seperti membayar listrik pasar, kebersihan pasar dan keamanan.


(64)

b) Perkumpulan Pedagang Kaki Lima Smep (PPKLS)

Perkumpulan pedagang kaki lima di sekitar Pasar Smep ini terbagi menjadi beberapa perkumpulan pedagang yang meliputi wilayah merek berjualan. Adapun tujuan dasar masing-masing perkumpulan pedagang Pasar Smep ini adalah: menjalin kerja sama antar pedagang kaki lima dalam ketertiban dan keamanan pasar. Adapun pembagian perkumpulan tersebut antara lain:

1. Perkumpulan pedagang kaki lima Batu Sangkar (PPKLBK)

Perkumpulan pedagang yang khusus beranggotakan para pedagang kaki lima yang berjualan di sekitaran Batu Sangkar. Jumlah anggota sampai saat ini berjumlah 60 pedagang.

2. Perkumpulan pedagang kaki lima Imam Bonjol (PPKL Imam Bonjol)

Perkumpulan pedagang kaki lima yang khusus berada pada Jalan Imam Bonjol, dengan jumlah pedagang hampir 70 pedagang.

3. Perkumpulan pedagang kaki lima Bukit Tinggi (PPKL Bukit Tinggi)

Perkumpulan pedagang kaki lima yang khusus berada pada Jalan Bukit Tinggi. Adapun jumlah pedagang pada perkumpulan ini mencapai 70 pedagang.

Perkumpulan pedagang kaki lima dilihat dari jumlah anggota di atas mencapai 200 pedagang. Jumlah pedagang kaki lima lebih sedikit dari jumlah keseluruhan pedagang yang beraktivitas di Pasar Smep. Hal ini dikarenakan terdapat beberapa pedagang kaki lima yang tidak ikut bergabung dalam perkumpulan tersebut.


(1)

104

adanya pedagang yang tidak mendapat tempat penampungan sementara karena dominannya pedagang yang berpendapatan besar.

c. Sumber daya fasilitas yakni tempat penampungan sementara sebagai tempat relokasi sementara pedagang masih kurang memadai. Hal ini terlihat pada saat hujan masih ada tempat penampungan sementara yang kebocoran.

d. Sumber daya anggaran belum secara rinci diketahui berapa besarnya. Hal ini terlihat dari pembangunan Pasar Smep yang sampai saat ini belum terealisasi. Apabila rincian dana sudah diketahui maka seharusnya sudah ada pergerakan dari pihak pengembang untuk menanggulanginya sebelum pedagang Pasar Smep di relokasi.

2. Hambatan-hambatan dalam pelaksanaan relokasi sementara pedagang Pasar Smep Kota Bandar Lampung diantaranya adalah:

a. Pemerintah memiliki keterbatasan dalam penyediaan lahan untuk relokasi sementara pedagang.

b. Adanya penolakan dari beberapa pedagang karena Hak Guna Bangunan (HGB) pedagang yang masih panjang (berlaku) di Pasar Smep.

c. Pedagang merasakan kendala terkait sistem yang diberlakukan dalam pembagian tempat penampungan sementara.


(2)

105

B. Saran

Setelah melihat dan menganalisis hasil penelitian maka penulis mencoba memberikan beberapa saran, antara lain :

1. Dengan keterbatasan lahan yang dimiliki sebaiknya dalam pelaksanaan relokasi lebih mengutamakan non Pedagang Kaki Lima (PKL) atau pedagang tetap yang di dalam kios yang menggunakan atap karena sasaran kebijakan ini adalah untuk pedagang Pasar Smep bukan kepada Pedagang Kaki Lima (PKL).

2. Dalam sistem pembagian tempat penampungan sementara sebaiknya masing-masing pedagang mendapatkan kios terlebih dahulu. Setelah itu bagi pedagang yang berpenghasilan tinggi bisa menambah kios dengan memberikan DP (down payment) terlebih dahulu sehingga tidak ada pedagang yang merasa dirugikan.

3. Penentuan pihak ketiga atau pengembang harus lebih selektif. Dalam perkembangan kebijakan tidak hanya lingkungan saja yang direspon, kebijakan juga memperhatikan aspek efektivitas yaitu sejauhmana pemerintah belajar dari pengalaman masa lalu. Dalam hal ini pemerintah seharusnya belajar dari pengalaman sebelumnya yaitu kebijakan pembangunan Pasar Tugu yang ditargetkan selesai pada pertengahan tahun 2013 akan tetapi sampai saat ini pembangunannya masih dua puluh persen. Pihak pengembang dalam pembangunan ini sama dengan pembangunan Pasar Smep. Oleh karena itu, sebaiknya memilih pengembang yang bonafit.


(3)

106

4. Pemerintah harus tegas dengan pihak pengembang karena sampai saat ini pembangunan dan penataan kembali Pasar Smep belum juga terlaksana, jangan sampai revitalisasi pasar tersebut terbengkalai lebih lama lagi

5. Bagi pihak pengembang sebaiknya sudah mempersiapkan segala sesuatunya sebelum kebijakan dilaksanakan seperti sumber daya yang dibutuhkan dalam pelaksanaan kebijakan khususnya sumber daya anggaran sehingga pembangunan bisa terlaksana sesuai rencana.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Abdul Wahab, Solichin. 1990. Analisis Kebijaksanaan Negara. Rineka Cipta. Jakarta Agustino, Leo. 2012. Dasar-Dasar Kebijakan Publik. Alfabeta. Bandung

Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. PT.Rineka Cipta. Jakarta

Belshaw, Cyril. 1981. Tukar Menukar Tradisional dan Pasar Modern. Gramedia. Jakarta

Basrowi,Dr dan Suwandi,Dr. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. PT.Rineka Cipta. Jakarta

Damsar. 2002. Sosiologi Ekonomi. Raja Grafindo Persada. Jakarta

. 2005. Sosiologi Pasar. Laboratorium Sosiologi,FISIP-UA. Padang

Islamy, Irfan. 1986. Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara. Bina Aksara. Jakarta

Mardiasmo, Prof. 2009. Akuntansi Sektor Publik. Andi Yogyakarta. Yogyakarta Moleong, Lexy. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT. Remaja Rosdakarya.

Bandung

Murtolo, Sudarmo, dkk. 1995. Dampak Pembangunan Ekonomi (Pasar) Terhadap Kehidupan Sosial Budaya Masyarakat. Departemen Pendidikan Yogyakarta Provinsi DIY. Yogyakarta

Nugroho, Riant. 2008. Public Policy. PT.Alex Media Komputindo. Jakarta . 2012. Public Policy. PT.Alex Media Komputindo. Jakarta

Purwanto, Erwan dan Sulistyastuti, Dyah. 2012. Implementasi Kebijakan Publik. Gava Media. Yogyakarta


(5)

Siagian, Sondang. 1985. Analisis Serta Perumusan Kebijaksanaan dan Strategi Organisasi. Gunung Madu. Jakarta

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D. Alfabeta. Bandung

Winarno, Budi. 2012. Kebijakan Publik; Teori dan Proses. Presindo. Yogyakarta

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Peraturan Daerah No.08 Tahun 2009 Tentang Pembinaan Umum, Ketertiban, Kebersihan dan Keapikan Dalam Wilayah Kota Bandar Lampung. Peraturan Daerah No. 02 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Pedagang Kaki Lima

DOKUMEN LAIN

Wijayati, Putri Agus. 2011. Pemberdayaan Pasar Tradisional Sebagai Tempat Wirausaha Skala Kecil di Kota Semarang. Skripsi. UNS

Oktarini, Diah. 2011. Implementasi Kebijakan Penataan Pedagang Kaki Lima (PKL) (Studi kasus Redisain Basement Ramayana Pasar Bawah Kota Bandar Lampung Tahun 2010). Skripsi. Unila.

WEBSITE

(http://lampost.co/berita/bandar-lampung-tps-pasar-smep-diperjualbelikan (1 Mei 2013) diakses pada tanggal 24 September 2013 (15.50)

http://www.lampungterkini.co.id/cgi-sys/suspendedpage.cgi?start=60 (28 Mei 2013) diakses pada tanggal 24 September 2013 (15.45)

http://www.radarlampung.co.id/read/bandarlampung/63007-lapak-pedagang-pasar-smep-dibongkar (03 Okteber 2013) diakses pada tanggal 10 Oktober 2013 (19.08)

http://lampung.antaranews.com/m/berita/267807/pedagang-demo-minta-pembongkaran-pasar-smep-smep-bandarlampung-diundurkan (15 Mei 2013) diakses

pada tanggal 25 September 2013)

http//lamppost.co/berita/pengembang-pasar-smep-dan-pasar-tugu-kesulitan-modal (6 Januari 2014) diakses pada tangga 28 Februari 2014


(6)

http://www.radarlampung.co.id/read/bandarlampung/68685-tolong-kami-pak-wali diakses tanggal 5 April 2014

http://www.radarlampung.co.id/read/bandarlampung/56358-pedagang-pasar-smep-keberatan-masalah-harga diakses tanggal 5 April 2014