Identifikasi Permasalahan berdasarkan tugas dan fungsi pelayanan

31 RENSTRA DISHUTBUN BULUKUMBA TAHUN 20 11-20 15

Bab III ISU-ISU STRATEGIS

3.1. Identifikasi Permasalahan berdasarkan tugas dan fungsi pelayanan

Dalam mengembangkan pembangunan perkebunan dan kehutanan di Kabupaten Bulukumba, dijumpai berbagai permasalahan-permasalahan yang ada, diantaranya : a Produktivitas Tanaman Yang Belum Optimal. Pada umumnya produktivitas tanaman perkebunan yang dicapai belum optimalmasih rendah sesuai dengan standar potensial produksi masing-masing tanaman. Hal ini dapat dilihat pada berbagai komoditi tanaman perkebunan, seperti produktivitas Kopi Arabika yang baru mencapai 278 KgHa 11 , sedang potensi produktivitasnya bisa mencapai 2.500 KgHa atau peluang untuk meningkatkan produktivitasnya bisa mencapai 89 , begitu juga dengan komoditi tanaman Kakao, produktivitasnya baru mencapai 1035 KgHa 34 padahal standar potensialnya bisa mencapai 3000 KgHa, jambu mete yang produktivitasnya baru mencapai 509 KgHa sedangkan standar potensialnya bisa mencapai 3500 KgHa. b Daya Saing Komoditi Yang Masih Rendah Rendahnya mutu produk yang dihasilkan menyebabkan harga yang diperoleh oleh petani belum maksimal karena tidak sesuai dengan standarisasi pasar. Petani masih berorientasi dalam hal peningkatan produksi dengan mengabaikan standar mutu yang dibutuhkan pasar. c Penggunaan bibit unggul yang belum maksimal. Rendahnya produktivitas tanaman banyak dipengaruhi oleh pemilihan bibit dalam mengembangkan usahatani. Pada umumnya petani masih menggunakan benih asalan dalam mengembangkan usahataninya, sehingga produktivitas yang diperoleh masih belum maksimal. Hal ini juga terkait dengan daya beli petani dan kemampuan proyek-proyek untuk menyediakan bibit unggul masih terbatas. 32 RENSTRA DISHUTBUN BULUKUMBA TAHUN 20 11-20 15 d Sarana pengolahan hasil yang belum memadai. Masih minimnya sarana pengolahan yang dimiliki oleh petani, menyebabkan nilai tambah yang diharapkan oleh petani sulit terwujud begitu juga dalam hal meningkatkan mutu produk sangat erat kaitannya dengan ketersediaaan sarana pengolahan hasil. e Kelembagaan petani yang belum kuat. Kelembagaan petani disini termasuk didalamnya kelompok tani, koperasi tani, assosiasi petani dan kelembagaan petani lainnya. Kemampuan untuk mengakses sumber modal, kerjasama, kemampuan untuk membuat pola kemitraan dengan pihak lainnya masih rendah, begitu juga dengan kemampuan untuk mengakses pasar masih sangat terbatas. f Penerapan Teknologi budidaya tanaman yang masih rendah. Penerapan teknologi budidaya tanaman yang masih rendah oleh petani perkebunan, utamanya dalam hal penggunaan pupuk, penggunaan bibit unggul, dan teknis budidaya pertanian. g Penataan Batas kawasan hutan belum selesai Belum selesainya penataan batas kawasan hutan, sehingga belum terwujud secara fisik dan belum terpenuhinya aspek yuridis kawasan hutan. Sampai dengan tahun 2007 realisasi pengukuhan dan penataan batas hutan sepanjang 9.692,90 Km yang terdiri dari batas luar sepanjang 8.828,89 Km dan batas fungsi sepanjang 864,01 Km. h Rendahnya realisasi pemeliharaan dan rekonstruksi batas hutan Masih rendahnya realisasi pemeliharaan dan rekonstruksi batas hutan sebagai tindak lanjut penataan batas kawasan hutan yang diarahkan pada upaya keberlanjutan keberadaan batas kawasan hutan secara fisik dan yuridis. 33 RENSTRA DISHUTBUN BULUKUMBA TAHUN 20 11-20 15 i Alih Fungsi Kawasan Hutan Perubahan alih fungsi kawasan hutan menjadi pemukiman, perkebunan, pertanian dan penambangan yang berimplikasi pada bertambahnya lahan kritis dan degradasi fungsi kawasan hutan. j Rusaknya kawasan hutan Masih luasnya lahan kritis baik di dalam maupun di luar kawasan hutan dan adanya kerusakan wilayah DAS yang diindikasikan dengan adanya banjir, erosi dan longsor yang terjadi di beberapa wilayah. Tingginya kepentingan pemodal dalam pemanfaatan sumberdaya hutan yang cenderung dapat berimplikasi pada kerusakan lingkungan, seperti penambangan, penebangan untuk dijual hasil hutan dan lahannya. k Pengembangan aneka usaha kehutanan belum optimal Belum optimalnya pengembangan aneka usaha kehutanan. Sampai dengan tahun 2007,di Sulawesi Selatan produksi kokon sutera alam sebesar 382.444 ton, produksi getah Pinus sebesar 502.023 ton, produksi Rotan sebesar 4,241 ton, produksi Damar sebesar 99,13 ton dan produksi Madu sebesar 4,5 ton. Produksi tersebut masih perlu dioptimalkan mengingat perlunya optimalisasi kontribusi sektor kehutanan yang ditekankan pada Hasil Hutan Bukan Kayu HHBK. Disamping itu, kondisi agroklimat dan budaya Sulawesi Selatan sangat mendukung bagi pengembangannya. l Ketidaseimbangan SDH dengan kebutuhan produksi hasil hutan Tingginya kepentingan pemodal dalam pemanfaatan sumberdaya hutan yang cenderung dapat berimplikasi pada kerusakan lingkungan, seperti penambangan, penebangan untuk dijual hasil hutan dan lahannya. Sehingga tidak seimbangnya kapasitas izin industri kehutanan dengan produksi kayu. Sampai dengan tahun 2007, struktur industri pengolahan kayu di Sulawesi Selatan didominasi oleh industri kayu hulu dengan kapasitas izin industri sebesar 886.256 m 3 tahun. Disisi lain, realisasi produksi kayu bulat tahun 2007 sebesar 34 RENSTRA DISHUTBUN BULUKUMBA TAHUN 20 11-20 15 100.014 m 3 yang didominasi oleh produksi kayu dari Hutan Rakyat. Struktur tersebut merefleksikan permintaan bahan baku kayu bulat industri yang relatif tinggi dibanding potensi hasil hutan Sulsel, sehingga untuk memenuhi kekurangan kebutuhan industri didatangkan dari provinsi lain. Tahun 2007 menunjukkan pemenuhan bahan baku industri yang didatangkan dari luar Sulsel sebesar 94.355 m 3 . BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN

4.1. Visi dan Misi SKPD