14 |
Majalah Metalurgi, V 26.1.2011, ISSN 0126-3188 hal 7-14
[4] Elias, M. 2002. Nickel laterite deposits-
Geological Overview, Resources and Explotation
. CODES Special Publication 4, Centre for Ore
Deposit, Research: University of Tasmania.
[5] O’Kane. 1979. Energy Consumption and Economic Trend in the
Production of Laterites . International
Laterite Symposium.
[6] Prasetyo, P., dkk. 2002. Pengolahan Bijih Nikel Laterit dengan Cara
Hidrometalurgi untuk Menghasilkan Logam Nikel Ni dan Produk
Samping Kobal Co. Laporan RUT
VI. DRN.
[7] Wang, Y. 2005. The status of Nickel Resources in the World and the
Development of Mineral Resources in MCC
. China Metallurgical Construction Group Corporation
September.
[8] International Stainless Steel Forum.
2011. Bisnis Indonesia Maret.
[9] Kuck, H.P. 2002. Nickel. U. S. Geological Survey Minerals Year
Book.
[10] Matheson, P. 2000. Cobalt Is it the Key to the Profitability of the New
Australian Nickel Producers? .
Outlook 2000. Proceedings of the National Outlook Conference, Vol.
Three: Canberra.
[11] Metallurgical Technology Group. 2004.
Investors Presentation. Falconbridge Technology Centre:
Canada.
[12] Taylor, A. 2009. Trends in Nickel – Cobalt Processing
. ALTA
Metallurgical Services.
[13] Francis, Boyd Ramon. dkk. 2004. Process for Nickel and Cobalt
Extraction from Laterite Ores. WIPO
Patent Application WO2004067787.
[14] Reid, G., John. dkk. 2004. Yabulu 25 Years On
. PDAC 2004 International Convention, Trade Show
Inventors Exchange, March: Ontario Canada.
RIWAYAT PENULIS Arifin Arif
lahir di Bandar Khalifah 19 April 1948. Pendidikan sarjana dari Teknik
Pertambangan ITB. Bekerja sebagai staf peneliti di Pusat Penelitian Metalurgi sejak
1984.
KONSENTRASI PASIR BESI TITAN DARI PENGOTORNYA DENGAN CARA MAGNETIK
Deddy Sufiandi
Pusat Penelitian Metalurgi – LIPI Kawasan PUSPIPTEK Serpong-Tangerang 15314
E-mail : deddy.sufiandilipi.go.id
Intisari
Pasir besi titan Indonesia cadangannya cukup besar terutama di daerah sekitar pantai Selatan Jawa. Salah satu potensi pasir besi titan yang akan di teliti adalah pasir besi dari daerah Tegal Buleud Pantai Selatan Sukabumi.
Pemanfaatan pasir besi titan merupakan alternatif yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri baja yang dalam perkembangan dan kebutuhannya semakin meningkat dengan terbatasnya cadangan
bijih besi konvensional. Tujuan penelitian untuk mendapatkan kualitas pasir besi titan yang memenuhi persyaratan peleburan, perlu dilakukan konsentrasi untuk meningkatkan kadar besi dengan cara magnetik.
Metode percobaan adalah melakukan identifikasi pasir besi titan dengan mengunakan analisa XRD. Kemudian dilakukan proses preparasi sampel dan pengayakan sebelum dimasukan kedalam peralatan pemisah magnetik
dan dari pemisah magnet akan dihasilkan produk konsentrat, middling, dan tailing. Hasil percobaan menunjukkan produk konsentrat pasir besi titan mempunyai kandungan Fe
2 3
80 dan TiO
2
20 . Dan pemisahan pasir besi titan dengan kondisi optimum diperoleh pada kondisi arus 3,5 ampere dan fraksi - 100
mesh dengan perolehan konsentrat rata-rata 90 . Kata kunci : Pasir besi titan, Magnetic separator, Tegal Buleud - Sukabumi Selatan, Industri baja
Abstract
Titan iron sand has been found a lot in Indonesia especially around west coast of Java. One of titan iron sand used in this research is iron sand from Tegal Buleud area at Sukabumi west coast. The utilization of iron
sand is an alternative to fill-up the rising demand of raw material for steel industry development due to limited amount of conventional iron ore. To obtain the quality of titan iron sand which is suitable with the requirement
for smelting, it is needed to have concentration process by magnetic separator to increase iron content. The step of experiment were identification of titan iron sand composition, preparation of sample and sampling processes,
and material separation using magnetic separator to get concentrate, middling, and tailing products. The result of experiment shown concentrate product of titan iron sand has Fe
2
O
3
and TiO2 with weight composition 80 and 20 respectively. And also The optimum condition in magnetic separator was 3.5 Ampere current and
fraction -100 mesh got average concentrate yield about 90 . Keywords : Titans iron sand, Magnetic separator, Tegal Buleud- South Sukabumi, Steel industry
PENDAHULUAN Pasir besi titan merupakan sumber
logam besi yang dapat menggantikan kedudukan bijih besi konvensional, karena
di Indonesia cadangannya cukup besar dengan kandungan Fe sekitar 38 dan
mineral ikutan seperti Titan berkisar antara 10 - 20 . Sampai saat ini, pasir besi titan
tersebut hanya dimanfaatkan sebagai bahan baku tambahan dari pabrik-pabrik semen
yang ada di Jawa dan Sumatra. Sementara untuk memproduksi besi baja, Indonesia
harus mengimpor secara keseluruhan dari luar negeri. Perkembangan kebutuhan akan
produk besi baja akan semakin besar dengan
meningkatnya kemakmurankesejahteraan sehingga sudah
16 |
Majalah Metalurgi, V 26.1.2011, ISSN 0126-3188 hal 15-20
selayaknya untuk mempertimbangkan pemanfaatan pasir besi titan sebagai bahan
baku alternatif untuk industri besi baja. Permasalahan yang timbul dari
pengolahan pasir besi titan ialah adanya pengotor seperti unsur titanium yang
cukup besar, sehingga tidak tepat untuk digunakan sebagai bahan baku industri
yang memakai proses konvensional seperti Blast Furnace
. Untuk mengatasi permasalahan ini perlu dicarikan proses
yang tepat dan teruji sehingga baik besi maupun titan dapat dimanfaatkan
[1]
Pada penelitian ini dilakukan proses peningkatan konsentrasi dengan
menggunakan magnetic separator untuk meningkatkan kadar besi hingga 55 - 65
Fe, serta menurunkan logam ikutan titanium karena titanium mengganggu
dalam proses peleburan , sehingga kadar besi dapat memenuhi persyaratan sebagai
bahan baku untuk proses peleburan. Dengan demikian kesulitan bahan baku
industri baja secara bertahap dapat teratasi. .
Latar Belakang Teori Pemisahan secara magnetik terjadi
karena adanya perbedaan sifat fisik antar mineral magnetik dan mineral
nonmagnetik yang dipengaruhi oleh kuat arus, sehingga mineral yang magnetic dan
bersifat non magnetik dapat terpisah. Sedangkan mineral semi magnetik akan
berada diantara mineral magnetik dan nonmagnetik sebagai middling. Kedudukan
magnet permanen yang tetap pada posisinya, menyebabkan medan magnet
selama proses akan ikut tetap
[2]
. Sebaliknya, perbedaan arus dapat
menyebabkan perubahan jarak medan magnet terhadap daerah aliran muatan
sehingga akan terjadi perubahan pemisahan antara mineral magnetik
konsentrat, semi magnetik middling dan nonmagnetik tailing. Mineral semi
magnetik yang keluar akan diumpankan kembali sehingga diperoleh peningkatan
konsentrat yang magnetik. Proses pemisahan pada magnetik separator terjadi
karena adanya perbedaan sifat magnetis dari mineral
[3]
Mekanisme pemisahannya seperti pada
Gambar 1 berikut:
. Dimana mineral yang bersifat ferromagnetik akan tertarik ke
daerah medan magnetnya paling besar produk C untuk mineral magnetik,
kemudian para magnetik produk D untuk mineral semi magnetik dan diamagnetik
produk E untuk mineral non magnetik.
Keterangan: A. Hopper wadah umpan
B. Magnit C. Produk : magnetik
D. Produk : semi magnetik E. Produk non magnetic
Gambar 1.
Mekanisme proses pemisahan
Mekanisme pemisahan adalah bijih pasir besi yang sudah dipreparasi masuk
pada cover A, dengan adanya pemisahan secara magnetik sedemikian mineral
terbagi dalam mineral yang bersifat magnetik konsentrat C pada posisi dekat
medan magnet B, semi magnetik berada pada posisi diantara magnetik dan non
magnetik D sedang nonmagnetik E jauh dari posisi magnet dan lepas sebagai
tailling.
PROSEDUR PERCOBAAN Percobaan yang dilakukan adalah
pengujian pasir besi titan secara fisik dan kimia, dilanjutkan dengan konsentrasi
dengan menggunakan magnetik separator untuk mendapatkan konsentrat, middling
dan tailing. Variabel percobaan yang dilakukan
adalah variabel ukuran dari -60+80 dan
Konsentrasi Pasir Besi….. Deddy Sufiandi
| 17
-100 mesh dan rapat arus yaitu 2,5; 3,5; 4,5 dan 5,5 A, dengan voltase 50 - 60 volt .
Dari variabel rapat arus dicari kondisi optimal untuk menghasilkan produk yang
diharapkan.
Adapun langkah pengerjaan terlihat pada diagram alir dalam Gambar 2.
Gambar 2.
Bagan alir proses konsentrasi pasir besi
titan
Proses pengolahan awal dilakukan dengan mengidentifikasi komposisi pasir
besi titan yang di ambil dari daerah Tegal Buleud sekitar pantai selatan Sukabumi
Jawa Barat. Kemudian dilakukan preparasi dan sampling, yaitu pengadukan dan
pengayakan sesuai ukuran mesh sebelum masuk pemisah magnet magnetic
separator
. Dalam pemisah magnet dihasilkan 3 bagian produk yaitu
konsentrat, middling, dan tailing. Mineral magnetik konsentrat ini merupakan hasil
pengolahan bahan galian yang mempunyai kadar mineral berharga paling tinggi.
Middling
merupakan hasil pengolahan yang kadar mineral berharganya diantara
konsentrat dan tailing. Sedangkan tailing merupakan hasil pengolahan yang kadar
mineral berharganya paling rendah,atau sudah tidak mengandung mineral berharga.
Pada Gambar 2 menunjukkan juga fraksi semi magnetik middling hasil
proses pemisahan pertama diumpankan kembali ke pemisah magnit untuk
mendapatkan konsentrat, kemudian hasil konsentratnya digabung dengan konsentrat
pertama. Proses ini dilakukan terus- menerus sampai tidak dihasilkan lagi
konsentrat dan dianggap sebagai final tailing.
HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Pasir Besi Titan
Identifikasi pasir besi titan dilakukan dengan mengggunakan X-RD, yaitu
difraksi sinar X untuk mengetahui mineral- mineral yang ada di dalam pasir besi titan,
seperti berikut:
Keterangan:Mg :Magnetik IL:Ilmenit Gambar 3.
Analisa XRD pasir besi titan asal Sukabumi
Mineral-mineral dominan yang terdapat pada pasir besi Titan dari Tegal Buleud
Sukabumi Selatan adalah magnetik, ilmenit dan hematit titano dan gangue
mineral
seperti SiO
2
, CaO, MgO, Cr
2
O
3
, Al
2
O
3
dan lain sebagainya. Data diperoleh dari interpretasi XRD dan mineralogi
untuk pasir besi titan umumnya mengandung mineral-mineral tersebut
pada basis batuan plagioklas, kwarsa, diopsid dalam hal ini penulis
menginterpretasikan hanya pada mineral penting yaitu besi dan titan.
Tabel 1.
Hasil analisa komposisi kimia pasir besi titan Sukabumi Selatan
SR DTB
PTB ZnO
0,1496 0,1827
0,1701
CuO
0,1353 0,1655
0,1591
NiO
0,1409 0,1666
0,1896
TiO
19,8437
2
20,2903 18,1292
MgO
2,8422 3,0246
2,8556
BaO
0,6708 0,692
0,6357
Fe
2
60,2377
3
55,5166 54,5803
CaO
2,4357 2,4196
2,5496
MnO
0,4777
2
0,6091 0,6105
Cr
2 3
0,0673 0,3488
Pemisah magnet Preparasi dan
sampling Contoh pasir besi
titan
Tailing Middling
Konsentrat
18 |
Majalah Metalurgi, V 26.1.2011, ISSN 0126-3188 hal 15-20 Si0
10,0465
2
14,12 16,2067
Al
2
O 2,7099
3
2,4074 3,2457
P
2
0,3099
5
0,3383 0,319
Total
100 100
100
LOI Total
100 100
100 Keterangan:
SR = Lokasi Surade DTB = Lokasi darat
PTB = Lokasi Pantai
Keterangan: Fraksi 1 : +30 mesh
Fraksi 2 : -30+50 mesh Fraksi 3 : -50+60 mesh
Fraksi 4 : -60+80 mesh Fraksi 5 : -80+100 mesh
Fraksi 6 : -100 mesh
Gambar 4.
Grafik hasil analisa ayak sample pada berbagi fraksi
Hasil Analisis Ayak Pasir Besi Titan Tegal Buleud Sukabumi Selatan
Dari hasil analisis ayak pasir besi titan Tegal Buleud Sukabumi Selatan,
didapatkan hasil seperti dijelaskan pada Gambar 4 di atas. Dari hasil analisa ayak
diperoleh hasil distribusi ukuran yang paling dominan adalah pada fraksi mesh -
60 + 80 37,97 berat dan fraksi - 100 mesh 55,07 berat.
Dengan mempertimbangkan hasil analisa kimia
unsur titan dan besi oksida dari fraksi ketiga jenis sample yaitu SR, PTB, DTB
sehingga dapat ditentukan fraksi tersebut yang paling baik kandungan mineralnya,
maka dipakai untuk penelitian pemisahan dengan cara magnetik untuk mendapatkan
produk konsentrat yang diharapkan. Hasil seperti pada Tabel 2 dan Gambar 5 berikut:
Hasil analisa ayak sampel SR, PTB, DTB
10 20
30 40
50 60
70
1 2
3 4
5 6
Fraksi
T i
F e
o k
s id
a
TiO2 SR Fe2O3 SR
TiO2 PTB Fe2O3 PTB
TiO2 DTB Fe2O3 DTB
Gambar 5.
Grafik hubungan TiFe oksida terhadap fraksi
Tabel 2. Hasil analisa ayak sampel SR, PTB, DTB
Fraksi SR
PTB DTB
TiO
2
Fe Mesh
2
O
3
TiO Mesh
2
Fe Mesh
2
O
3
TiO Mesh
2
Fe Mesh
2
O
3
Mesh 1
1,84 11,71
4,26 23,79
1,69 12,85
2 14,23
34,07 2,94
20,26 1,87
14,82 3
27,54 58,97
21,01 51,72
7,68 52,3
4 21,86
50,16 21,01
51,72 24,32
50,85 5
27,86 64,03
25,95 63,54
27,59 59,79
Keterangan: 1:Fraksi -30+50, 2:Fraksi -50+60, 3:Fraksi -60+80, 4:Fraksi-80+100, 5:Fraksi -100 mesh
Konsentrasi Pasir Besi….. Deddy Sufiandi
| 19
Seperti terlihat pada Gambar 5 bahwa fraksi 3-60+80dan fraksi 5-100mesh
yang paling baik kandungan mineralnyaFe
2
O
3
dibandingkan fraksi lain.
Proses Pengolahan dengan Pemisah Magnet
Percobaan pendahuluan dilakukan pada sample PTB, DTB, dan SR menggunakan
pemisah magnet. Dari percobaan dengan magnetic separator
yang dilakukan dapat diperoleh kondisi dan hasil percobaan
seperti pada Gambar 6 dan Tabel 3.
Hasil magnetik separator sampel SR,PTB, DTB fraksi -60+80
10 20
30 40
50 60
70 80
1 2
3 4
5 6
kuat arus A T
I F
e O
k si
d a
TiO2 SR Fe2O3 SR
TiO2 PTB Fe2O3 PTB
TiO2 DTB Fe2O3 DTB
Gambar 6. Grafik hasil percobaan pasir besi titan
dengan magnetik separator fraksi — 60 + 80 mesh
Kadar konsentrat dari ke tiga sampel yang dihasilkan kadar Fe
2
O
3
yang paling tinggi ialah pada sampel SR dengan kuat
arus 3,5 ampere, pada fraksi -60+80 mesh. Selanjutnya percobaan magnetik separator
yang dilakukan untuk fraksi -100 mesh,kondisi dan hasil percobaan seperti
terlihat pada Gambar 7 dan Tabel 4.
Hasil magnetik separator sampel SR,PTB, DTB fraksi -60+80
10 20
30 40
50 60
70 80
1 2
3 4
5 6
kuat arus A
T I
F e
O k
si d
a
TiO2 SR Fe2O3 SR
TiO2 PTB Fe2O3 PTB
TiO2 DTB Fe2O3 DTB
Gambar 7.
Hasil percobaan pasir besi titan dengan magnetik separator fraksi -100 mesh
Tabel 4.
Hasil percobaan dengan magnetik separator sampel SR, PTB, DTB fraksi 100
Arus SR
PTB DTB
TiO
2
Fe
2
O
3
TiO
2
Fe
2
O
3
TiO
2
Fe
2
O
3
2,5 15,72
79,28 18,36
76,48 14,72
80,62 3,5
15,89 79,52
21,98 72,42
15,49 79,76
4,5 15,89
79,62 15,01
73,5 17,22
77,33 5,5
16,49 78,71
21,31 71,92
18,13 76,42
Pada fraksi -100 mesh hasil percobaan sampel SR, DTB dan PTB hasil pemisahan
menunjukkan bahwa sampel SR
merupakan kondisi yang paling baik kandungan mineral besinya dibandingkan
dengan sampel PTB dan DTB ,dengan penentuan besar ampere yang lebih tepat.
Dari hasil percoban diperoleh fraksi magnetik dan nonmagnetik dari tiap
percobaan kemudian ditimbang dan digerus -100 mesh untuk di analisa kadar
besinya Fe serta titan dengan metoda analisa yang digunakan adalah memakai
alat XRF. HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari hasil analisa fraksi menunjukkan bahwa fraksi ukuran yang dominan
mengandung kadar Fe
2
O
3
maupun TiO
2
adalah pada -100 mesh. Pada percobaan awal konsentrasi dengan menggunakan
magnetic separator dengan ukuran -60+80
mesh menghasilkan konsentrat pasir besi
dengan kandungan Fe
2
O
3
Tabel 3.
Hasil percobaan dengan magnetic separator
sampel SR, PTB, DTB fraksi -60+80
sekitar 60 - 70 , karena pada ukuran fraksi ini masih
Arus SR
PTB DTB
TiO Fe
2 2
O TiO
3 2
Fe
2
O TiO
3 2
Fe
2
O
3
2,5 17,7
71,2 18,2
65,01 15,48
66,42 3,5
19,31 71,78
19,33 66,47
16,19 64,12
4,5 18,69
71,62 16,76
63,52 12,75
60,81 5,5
16,87 70,31
17,42 64,21
13,22 63,69
20 |
Majalah Metalurgi, V 26.1.2011, ISSN 0126-3188 hal 15-20
dapat ditingkatkan kadar Fe
2
O
3.
Pada percobaan optimasi fraksi -60 + 80 mesh
produk middling dan tailing masih dianggap tinggi dibanding pada percobaan
optimasi fraksi - 100 mesh yang semakin menurun atau sudah mencapai optimum
untuk perolehan konsentrat. Pada percobaan optimasi dihasilkan produk
konsentrat dengan kadar Fe yang
masih berikatan dengan mineral-mineral pengotor lainnnya.
2
O
3
79,76 dan kadar TiO
2
Unsur titan merupakan sumber pengotor dari pasir besi. Unsur titan di usahakan
untuk dipisahkan dari besi secara fisis dengan harapan pasir besi yang dihasilkan
nantinya dapat diolah secara konvensional tetapi ternyata sulit dipisahkan secara fisis
karena adanya ikatan interlock antara besi dengan titan yang diharapkan dapat
dipisahkan dengan cara proses lain seperti proses pyrometalurgi dimana sebesar
mungkin unsur titan masuk kedalam dan terpisah dari besi.
mencapai 20 .
Pada percobaan pemisahan secara magnetik, fraksi ukuran bijih -60+80 mesh
untuk sampel SR menunjukkan perolehan konsentrat yang lebih tinggi dibandingkan
dengan jenis sampel DTB dan PTB dengan kuat arus yang sama. Sedangkan pada
percobaan optimasi fraksi ukuran bijih - 100 mesh baik sampel SR, DTB dan PTB
menunjukkan perolehan konsentrat rata- rata cukup tinggi sehingga dapat
memenuhi kadar konsentrat yang diharapkan. Dari hasil percobaan dan
pengamatan ketiga jenis contoh yaitu SR, DTB dan PTB diperoleh kondisi percobaan
pada fraksi -100 mesh dengan arus 3,5 ampere
diperoleh konsentrat yang cukup tinggi rata-rata 80 .
KESIMPULAN
Diperoleh produk konsentrat pasir besi titan dengan kandungan Fe
2
O
3
sekitar 80 dan TiO
2
sekitar 20 , dengan ukuran bijih yang digunakan adalah -60+80 dan-
100 mesh. Untuk ukuran fraksi yang makin halus diperlukan pengaturan kuat arus
sedemikian sehingga pemisahan menjadi efektif. Dari hasil percobaan pemisahan
pasir besi titan dengan kondisi optimum diperoleh pada kondisi arus 3,5 ampere
dan fraksi - 100 mesh dengan perolehan konsentrat rata-rata 80 . Perlu penelitian
lanjutan untuk mengatasi masalah TiO
2
yang ada dalam bijih sehingga sekecil mungkin masuk kedalam logam besi
apabila dilakukan proses peleburan untuk mendapatkan logam besi.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Katim Indarto. 1996. Pemanfaatan Pasir Besi Titan untuk Pembuatan
Besi Cor, Titan Oksida dan Logam Titan
. P3M – LIPI. [2] Gaudin A.M, dkk. 1943. Magnetic
Seperation of Sulphide Mineral. Technical Publication No. 1549
A.I.M.E. New York Meeting. [3] Hess H.H. 1966. Notes on Operation
of Frantz Isodynamic Magnetik Seperator.
Princeton University. [4] Fait, W.I, Keyes, P.B and Clark, R.L.
1965. Industrial Chemical, John Wiley Sons. Inc: USA.
[5] Thomas S.Mackey.DR. Selective leaching of iron from Ilmenite produce
a , Syntetic Rutile Structure . Texas
City: Texas. [6] Xu Meng, dkk. 2006. Beneficiation of
Titanium Oxides From Ilmenit by Self- Reduction of Coal Bearing Pellets
. Journal of Iron and Steel Research
International.
RIWAYAT PENULIS Deddy Sufiandi
lahir di Bandung, 26 Juli 1951. Merupakan alumni Akademi
Geologi dan Pertambangan Bandung, dan mendapat gelar kesarjanaan dari Teknik
Metalurgi Unjani. Bekerja sebagai staf peneliti di Pusat Penelitian Metalurgi Lipi
mulai 1 Februari 1978 sampai sekarang.
PENGARUH PENAMBAHAN SERAT POLYVINYL ALCOHOL DAN
SUPERPLASTISIZER POLYCARBOXYLATE ETHERS TERHADAP
SIFAT MEKANIK MATERIAL ECC
Harsisto, Hartati Soeroso, Yulinda Lestari, Ari Yustisia Akbar
Pusat Penelitian Metalurgi – LIPI Kawasan PUSPIPTEK Serpong-Tangerang 15314
E-mail : harsistolipi.go.id
Intisari
Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari pengaruh penambahan serat PVA dan superplastisizer tipe polycarboxylate ethers
tipe P terhadap sifat mekanik material ECC. Tujuan dari penggunaan PVA adalah untuk meningkatkan kekuatan beton sehingga apabila dikenai beban, tipe retakan yang terjadi adalah retak
rambut microcrack. Superplasticizer ditambahkan untuk meningkatkan kelecakan workability ECC sehingga mudah dipadatkan dan didapatkan mutu yang lebih baik. Pengujian material ECC dilakukan
dengan mengukur kuat tekan dan kuat lentur menggunakan universal testing machine. Dari variasi komposisi sampel ECC yang dilakukan, komposisi paling efektif terdapat pada perbandingan semen : air :
pasir : fly ash : SP : PVA = 1 : 0,68 : 0,94 : 1,6 : 0,01 : 0,02 dengan kuat tekan 196 kgcm
2
dan kuat lentur 145,3 kgf.
Kata kunci : Self healing concrete, Engineered cement composite, Polyvinyl alcohol, Superplastisizer, Fly ash
Abstract
This research was conducted to study the effect of PVA fiber and polycarboxylate ethers typed superplastisizer type P to the mechanical properties of ECC materials. The purpose of the use of PVA is
to increase the strength of the concrete so that when subjected to load, type of fracture is microcrack. Superplasticizer was added to enhance ECC workability so it was easily compressed and get better quality.
ECC material testing was conducted by measuring the compressive and flexural strength using a universal testing machine. The most effective composition of ECC material on the ratio of cement : water : sand : fly
ash : SP : PVA = 1 : 0.68 : 0.94 : 1.6 : 0.01 : 0.02
has compressive and flexural strength of 196 kgcm
2
and 145.3 kgf respectively.
Keywords : Self healing concrete, Engineered cement composite, Polyvinyl alcohol, Superplastisizer, Fly ash
PENDAHULUAN Beton merupakan bahan komposit
dengan penyusun utama semen, air dan agregat. Beton digunakan sebagai
penyusun utama bangunan karena mempunyai kekuatan desak yang besar,
mudah dibentuk dan awet. Meskipun demikian, beton bersifat getas sehingga
mempunyai ketahanan yang rendah terhadap tegangan tarik. Untuk
mengatasi kelemahan itu, banyak penelitian telah dilakukan dengan
penambahan zat aditif berupa serat ke dalam adukan beton.
Beton konvensional untuk struktur statis dan dinamis memiliki umur
layanan yang terbatas. Salah satu penentu umur layan beton adalah
timbulnya keretakan akibat beban statis dan dinamis. Beton akan mengalami
retak statis dan dinamis bila daya lentur dari beton terlewati. Akibat dari
kegagalan kontruksi beton adalah
22 |
Majalah Metalurgi, V 26.1.2011, ISSN 0126-3188 hal 21-26
timbulnya kerugian tekno ekonomi dan juga membahayakan jiwa. Sehingga
diperlukan suatu beton yang dapat mengakomodir perubahan bentuk
tersebut.
Self healing concrete merupakan
beton yang dapat menutup retakan akibat beban statis dan dinamis secara alami
melalui kontak dengan lingkungan tanpa adanya intervensi dari luar. Akibatnya
terjadi recovery kekuatan mekanik melalui crack healing. Material penentu
dari pembuatan self healing concrete ini adalah ECC Engineered Cement
Composite
yang dalam penelitian ini komposisinya akan divariasi agar
didapatkan harga tensile strain maksimal.
Peristiwa self healing pada beton dapat diamati apabila beton yang telah
retak dibiarkan pada udara terbuka maka setelah beberapa bulan akan terjadi
lapisan putih yang menutupi retakan tersebut. Lapisan putih tersebut
merupakan endapan kalsium karbonat CaCO
3
yang terbentuk dari hasil reaksi antara CaO yang tidak terhidrat pada
beton dengan CO
2
dari atmosfer melalui mekanisme pembasahan dan
pengeringan. Material penentu dari pembuatan self
healing concrete
ini adalah ECC Engineered Cement Composite yang
bendable . ECC merupakan salah satu
tipe bahan komposit semen dengan perkuatan serat yang unik dan memiliki
performa tinggi
[1]
. ECC ini ditaburi oleh coated reinforcing fiber
khusus yang dicampur merata. ECC mempunyai
ductility tinggi pada kisaran 3-7, lebar microcrack 60 μm dan kadar serat yang
relatif rendah sebesar 2
[2]
Serat yang khas digunakan dalam ECC adalah serat polivinil alkohol
PVA. Serat PVA muncul sebagai jawaban atas pencarian serat yang murah
namun memiliki kinerja tinggi untuk ECC. Sifat hidrofilik dari serat PVA
merupakan tantangan besar dalam pembuatan komposit karena serat
cenderung putus bukannya tertarik keluar karena terikat kuat pada matriks
semen
.
[3]
. Pada saat dilakukan uji tarik, serat PVA menunjukkan sifat
sliphardening
[4]
ECC telah dikembangkan selama 15 tahun oleh Li dan timnya. Para engineer
ini menemukan bahwa keretakan yang terjadi harus dijaga dibawah 150 µm dan
jika ingin beton dapat direcovery seluruhnya harus dibawah 50 µm.
Berbeda dengan beton konvensional, ECC lebih mendekati sifat-sifat logam
dibanding gelas yang artinya lebih fleksibel. Beton konvensional cenderung
seperti keramik yang rapuh dan kaku. ECC ini dapat menanggulangi kerusakan
akibat becana ketika terjadi regangan dalam gempa bumi atau akibat
penggunaan rutin yang berlebihan. Ketika diberi tekanan, ECC cenderung
melengkung dan tidak patah. ECC tetap utuh dan aman hingga tensile strain 5 .
Beton konvensional akan mengalami keretakan dan tidak dapat mengangkat
muatan lagi pada tensile strain 0,01 .
[5]
. Rata-rata lebarnya keretakan pada self
healing concrete milik Li ini adalah di
bawah 60 µm, setara dengan setengah dari lebar rambut. Menurut Li, resep
utamanya adalah mengekspos extra dry cement
dalam beton pada permukaaan keretakan sehingga dapat bereaksi
dengan air dan karbon dioksida untuk memulihkan dan membentuk lapisan
tipis putih kalsium karbonat pada bekas retakan. Kalsium karbonat ini
merupakan senyawa kuat yang dapat ditemukan secara alami di kulit kerang.
Dalam laboratorium, material membutuhkan antara satu sampai lima
siklus proses wetting dan drying untuk pemulihan.
Pengaruh Penambahan Serat ….. Harsisto
| 23
Gambar 1. Self healing concrete
dalam mengatasi keretakan
[5]
Secara umum penelitian ini bertujuan sebagai salah satu solusi dalam
permasalahan konstruksi dan sarana transportasi di Indonesia, khususnya
prasarana gedung dan jalan raya yaitu dengan membuat self healing concrete
dari material ECC yang dapat diaplikasikan baik pada pondasi,
jembatan atau jalan raya. Sedangkan secara khusus bertujuan untuk
penguasaan teknologi pembuatan self healing concrete
dan memperoleh komposisi ECC yang sesuai sehingga
dapat mengakomodir perubahan bentuk akibat beban statis dan dinamis.
Penelitian ini merupakan kegiatan awal untuk penguasaan teknologi pembuatan
dan pendeteksian self healing concrete yang akan dimulai dengan karakterisasi
bahan penentu self heal crack yaitu ECC. Pengujian dilakukan dengan
pemberian beban statis dan dinamis.
PROSEDUR PERCOBAAN Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pasir, fly ash yang
diambil dari PLTU Suralaya, semen Portland dengan merk Tiga Roda serta
serat PVA produksi Hunan Xiangwei co., ltd dengan panjang 4-6 mm.
Prosedur Penelitian
Metode yang digunakan adalah membuat berbagai komposisi campuran
ECC dengan menggabungkan bahan utama yaitu semen Portland tipe 1, fly
ash
kelas F, aggregate tanah dengan ukuran butir rata-rata 110 µm, air dan
bahan tambahan serat polyvinyl alcohol dan HRWR High Range Water
Reducer
berbasis polycarboxylate
. Adapun tahapan metode penelitian yang
dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Penyiapan bahan baku yang
diperlukan dengan menyamakan ukuran, penggerusan dan perlakuan
yang lain.
2. Proses pencampuran yaitu mencampur bahan bahan yang
diperlukan untuk dibentuk menjadi material ECC sesuai dengan variabel
yang telah ditentukan seperti pada Tabel 1.
3. Proses pengujian yaitu melakukan kegiatan pengujian di laboratorium
uji untuk mendapatkan performa yang diinginkan.
Tabel 1.
Variasi komposisi material ECC No
Komposisi
Semen Air
Pasir Fly Ash
SP PVA
1 1
0,53 1
- -
- 2
1 0,59
0,80 1,2
0,01 0,02
3 1
0,68 0,94
1,6 0,01
0,02 4
1 0,78
1,10 2,0
0,01 0,02
5 1
0,90 1,26
2,4 0,01
0,02
Untuk uji tekan mengacu pada SNI 03-1974-1990 dengan dimensi benda uji
yaitu 51x51x51 mm
3
. Sedangkan untuk uji fleksural, benda uji berupa balok
dengan ukuran 51 x 51 x 300 mm
3
. Pengujian dilakukan di Lab. Uji B2TKS-
BPPT. HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil pengujian fisik mekanik pada material ECC dengan variasi pada Tabel
1 disajikan pada Tabel 2.
24 |
Majalah Metalurgi, V 26.1.2011, ISSN 0126-3188 hal 21-26 Tabel 2.
Hasil pengujian fisik mekanik ECC No.
Kuat Tekan Kgcm
2
Kuat Lentur Kgf
1. 77,7
76,5 2.
244,1 117,25
3. 196
145,3 4.
101,6 66,3
5. 90,6
86,65
Dari hasil pengujian sampel blangko dan material ECC, dapat dilihat dan
dibandingkan kekuatan mekaniknya meliputi kuat tekan dan kuat lenturnya.
Pengaruh Fly ash
Dalam umur beton 14 hari, keefektifan komposisi fly ash dalam
material ECC adalah perbandingan fly ash : semen = 1,6 : 1. Fly ash merupakan
bahan pensubstitusi matriks semen yang dalam umur beton tertentu lebih dari 28
hari sebenarnya justru bisa lebih memperkuat atau meningkatkan kuat
tekan beton. Hanya fly ash tidak bisa mensubstitusi sepenuhnya hanya dalam
kadar maksimum tertentu saja yaitu biasanya maksimum 20 .
Pengaruh Serat Polyvinyl Alcohol
Tujuan dari penggunaan PVA adalah untuk meningkatkan kekuatan beton
sehingga apabila dikenai beban, tipe retakan yang terjadi adalah retak rambut
microcrack, bukan makrocrack. Penambahan serat PVA dapat diartikan
memberi tulangan pada beton yang tersebar merata ke dalam adukan beton
dengan orientasi acak sehingga mencegah terjadinya retakan pada beton
akibat pengaruh pembebanan, penyusutan dan panas hidrasi.
Keberadaan serat dalam beton dapat meningkatkan daya lenturkekuatan
flexuralnya. Sehingga jika dilihat dengan adanya penambahan serat PVA
dibandingkan dengan blangko, rata-rata memiliki daya lentur yang lebih tinggi.
Serat PVA ini dapat terlihat jelas pada bidang patahan seperti ditunjukkan pada
Gambar 2.
Gambar 2.
Penampang beton tanpa PVA dan HRWR a dan beton dengan PVA dan HRWR
b setelah uji tekuk
Pengaruh Superplasticizer Polycarboxylate
Super plasticizer dalam beton bisa
mengurangi penggunaan air. Dengan berkurangnya penggunaan air, maka
akan meningkatkan kekuatan beton baik tekan maupun lentur. Agar beton
mempunyai sifat self healing, digunakan rasio semen terhadap air cukup besar
sehingga terdapat kelebihan semen yang tidak mengalami hidrasi. Apabila terjadi
retakan, maka CaO yang tidak terhidrat akan bereaksi dengan CO
2
membentuk endapan putih CaCO
3
dari atmosfer melalui mekanisme pembasahan dan
pengeringan. Penggunaan sedikit air pada campuran beton membuat
kelecakan beton menurun sehingga susah dicetak dan dipadatkan. Oleh karena itu
ditambahkan superplastisizer, yang pada penelitian ini adalah berbasis
polikarboksilat.
Superplasticizer ditambahkan untuk meningkatkan
kelecakan workability beton sehingga mudah dipadatkan dan didapatkan mutu
yang lebih baik. Mekanisme disperse dari superplasticizer tipe P adalah
dengan steric repulsion dimana terjadi
Pengaruh Penambahan Serat ….. Harsisto
| 25
tolakan antar cabang polymer polycarboxylate.
KESIMPULAN
Penambahan serat polyvinylalcohol dari hasil pengujian terlihat
meningkatkan daya lentur beton sehingga elastisitasnya pun meningkat.
Penggunaan superplasticizer sangatlah penting karena dapat mengurangi
penggunaan air yang dengan berkurangnya kadar air dalam beton
akan membantu proses self healing beton tersebut apabila terjadi keretakan. Dari
variasi komposisi sampel ECC yang dilakukan, komposisi fly ash paling
efektif yaitu sampel 3 dengan kadar 1,6.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Ying zi, Yang., Lepech, Michael D., Li, Victor C. 2009. Autogenous
Healing of Engineered Cementitious Cmposites under Wet-Dry Cycles.
Cement and Concrete Research.
[2] Weimann MB, Li VC. 2003. Hygral behavior of engineered cementitious
composite ECC. Int J Restor Build Monum 95:513–534.
[3] Wang, S. and V. C. Li, Polyvinyl Alcohol Fiber Reinforced Engineered
Cementitious Composites: Material Design and Performances,
Proceedings of Intl RILEM workshop on HPFRCC in structural
applications, Published by RILEM SARL, pp. 65-73, 2006.
[4] Yang EH, Wang S, Yang Y, Li VC 2008 Fiber-bridging constitutive law
of engineered cementitious composites. J Adv Concr Tech
61:181–193.
[5] Li, Victor C., Yang, En-hua., 2007. Self Healing in Concrete Materials.
Self Healing Materials Book. Springer.
RIWAYAT PENULIS Harsisto,
lahir di Kertosono 13 juni 1959, lulus S1 jurusan Tambang
Metalurgi ITB. S2 di Departemen Metalurgi Fakultas Teknik Universitas
Tokyo. Saat ini sebagai sebagai peneliti di Puslit Metalurgi – LIPI sejak tahun
1984.
26 |
Majalah Metalurgi, V 26.1.2011, ISSN 0126-3188 hal 21-26
PERCOBAAN PENINGKATAN KADAR MANGAN MENGGUNAKAN MAGNETIC SEPARATOR
Immanuel Ginting dan Deddy Sufiandi
Pusat Penelitian Metalurgi – LIPI Kawasan PUSPIPTEK Serpong-Tangerang 15314
E-mail : imma001lipi.go.id
Intisari
Percobaan pemisahan besi dari mangan dengan magnetik separator telah dilakukan terhadap bijih mangan dari daerah Trenggalek Jawa Timur dengan variabel percobaan yaitu rapat arus 2,5 ampere dengan tegangan atau
voltage yang disesuaikan dengan kondisi alat. Umpan percobaan yang digunakan dalam pemisahan ini adalah
bijih mangan yang telah melalui proses roasting sebelumnya. Kondisi optimal proses pemisahan diperoleh pada kuat arus 2,5 ampere dengan kandungan 50,99 Mn dan kandungan besi 0,27 .
Kata kunci : Mangan, Pemanggangan, Magnetik separator, Produk
Abstract
The separation tests of roasted manganese ore by magnetic separator have been carried out. The test variables were the current densities such like 2.5 ampere and the voltage which suitable to the tool condition.
The optimal condition of 50.99 content of Mn and 0.27 Fe content achieved is current density 2.5 ampere. Keywords : Mangan, Roasting, Magnetic separator, Product
PENDAHULUAN Mangan adalah salah satu produk
mineral hasil pertambangan khususnya yang terdapat di Indonesia seperti : di
daerah Trenggalek Jawa Timur, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara
Timur dan Papua. Bijih mangan dikenal sebagai bahan baku untuk industri baja,
industri batere, industri kimia, pertanian dan lainnya. Pengolahan hasil tambang
menjadi produk-produk yang memiliki nilai tambah terutama dari bijih mangan
kadar rendah harus diproses terlebih dahulu untuk ditingkatkan kadarnya
dengan pengolahan konsentrasi, salah satunya adalah dengan magnetic separator
yaitu pemisahan mineral mangan dari mineral pengotor lainnya. Dengan metoda
magnetic
sedemikian rupa sehingga diperoleh produk konsentrat dengan kadar
mangan yang lebih tinggi. Pada penelitian ini dilakukan peningkatan kadar mangan
dari bijih mangan hasil proses aktivasi dimaksudkan untuk mengeliminir kadar
besi dalam mangan untuk memenuhi proses lanjut. Jadi peningkatan kadar
dengan menggunakan magnetic separator merupakan cara efisien untuk mengurangi
pengotor seperti besi. Hasil proses ini adalah konsentrat yang mengandung besi
dan tailing yang mengandung produk mangan.
LATAR BELAKANG Bijih mangan kadar rendah di Indonesia
sampai saat ini belum dimanfaatkan secara maksimal, salah satu langkah setelah
penambangan adalah benefisiasi yaitu proses peningkatan kadar mangan sehingga
memenuhi syarat dipakai menjadi bahan baku yang bernilai tambah. Unsur-unsur
pengotor yang dapat mengganggu proses lanjut adalah kandungan besi. Salah satu
proses untuk meningkatkan kadar
28 |
Majalah Metalurgi, V 26.1.2011, ISSN 0126-3188 hal 27-34
mangannya dengan melalui proses pemanggangan kemudian dilakukan proses
pemisahan sehingga besi dapat dipisahkan dengan magnetic separator.
Prinsip dari proses pemanggangan ialah, MnO
2
dalam bijih dirubah menjadi Mn
2
O
3
dengan proses pemanggangan pada temperatur 600 - 800 °C dengan reaksi :
2MnO
2
+ CO ==== Mn
2
O
3
+ CO 3Mn
2 2
O
3
+ CO ==== 2Mn
3
O
4
+ CO Mn
2 3
O
4
+ CO ==== 3MnO + CO
2
Kemudian hasil pemanggangan dapat dipisahkan secara fisik dengan cara
magnetik untuk mengeliminir kandungan Fe besi dan diperoleh kadar MnO
2
yang cukup tinggi. Kondisi pemanggangan
diusahakan agar reduksi oksida-oksida besi tidak menjadi Fe
2
O
3
supaya tidak larut dalam asam.
PROSEDUR PERCOBAAN Bahan baku
Bahan baku yang dipakai sebagai umpan pada percobaan ini adalah bijih
mangan berukuran – 100 mesh yang telah dilakukan proses pemanggangan
sebelumnya dengan variabel temperatur 600, 700, 800 °C; waktu pemanggangan
selama 1, 2, 3 jam dan jumlah karbon sebesar 5,10,15 dan 20 .
Alat Alat yang digunakan pada percobaan ini
terdiri dari alat magnetic separator, dengan variabel percobaan kuat arus A 2,5
ampere
dengan tegangan atau voltage yang disesuaikan dengan kondisi alat. Peralatan
lain berupa alat untuk analisa XRD, SEM Jeol dan AAS.
Dari diagram alir terlihat bahwa bahan baku percobaan adalah bijih mangan yang
telah mengalami proses roasting. Hasil pemisahan dengan alat magnetic separator
ada tiga produk. Tailing adalah produk nonmagnetik, middling adalah produk
yang dikembalikan sebagai umpan untuk dipisahkan kembali dan konsentrat
merupakan kandungan besi yang diharapkan dapat dipisahkan dari bijih
mangan.
Gambar 1.
Diagram Alir Proses Konsentrasi Mangan
Percobaan
Percobaan pemisahan besi dari mangan dengan menggunakan magnetic
separator seperti pada gambar berikut :
Prinsip kerja Magnetik Separator
a.
b.
Gambar 2. a. Magnetic separator b. Prinsip Kerja
Magnetic separator Magnetic Separator
Analisa
Roasting Ayak
Gerus Bijih Mangan
Analisa produk
Tailing Middling Konsentrat
Nonmagnetic material
Percobaan Peningkatan Kadar ….. Immanuel Ginting
| 29 Prinsip Kerja Magnetik Separator
Konsentrat mangan adalah mineral yang bersifat magnet lemah, kemudian
keberhasilan yang sudah dilakukan dengan mesin sorting magnetic dengan kekuatan
magnet yang kuat dapat mengambil bijih dengan kadar 4 – 10 Mn, alat pemisah
magnet ini praktis dan mudah dikontrol serta dapat dipakai untuk berbagai jenis
bijih mangan terlebih untuk konsentrat, baik bijih kasar, medium dan halus telah
dikembangkan dan berhasil. Secara umum saat ini magnetic separator digunakan
untuk partikel kasar dan halus saja sedangkan untuk micro-fine particle masih
sedang dalam penelitian
[1, 2, 3]
Magnetic separator adalah alat untuk
memisahkan material padat berdasarkan sifat kemagnetan suatu bahan. Hal ini
dapat dilakukan karena bijih yang terdapat di alam mempunyai sifat kemagnetan yang
berbeda antar satu dengan yang lain. Sifat kemagnetan yang tinggi ferromagnetic,
lemah paramagnetic dan nonmagnetic diamagnetic. Alat ini terdiri dari pulley
yang dilapisi dengan magnet yang berada disekitar arus listrik. Alat pemisah fase
padat-padat ini memiliki prinsip kerja yaitu dengan melewatkan suatu bahanmaterial
campuran padatan yang mengandung logam dan padatan yang tidak
mengandung logam pada suatu bagian dari magnetic separator
yang diberi medan magnet, maka padatan yang mengandung
logam akan menempel tertarik pada medan magnit sedangkan yang tidak
mengandung magnet akan jatuh secara grafitasi dengan demikian terjadi
pemisahan secara fisik .
[1.2]
Pada alat magnetic separator roasted mangan yang telah menjadi 3MnO yang
mempunyai sifat magnet lemah sehingga sewaktu melewati roll yang bermedan
magnet tidak tertarik melainkan oleh putaran roll jatuh bebas dan terkumpul
pada zona nonmagnet yang disebut tailing. Sedangkan kandungan besinya mempunyai
kekuatan tarik magnet tractive magnetic forces
sehingga sewaktu melalui medan magnet besi tertarik dan menempel pada
roll yang berputar dan oleh sekat
pembersih, besi jatuh pada zona konsentrat dengan demikian terjadi pemisahan secara
fisik dimana kandungan besinya dapat tereliminir sehingga meningkatkan kadar
mangan.
. HASIL DAN PEMBAHASAN
Untuk mengetahui mineral-mineral yang terkandung dalam bijih mangan
dilakukan analisa X-RD seperti pada gambar berikut, dimana mineral yang
ditampilkan hanya yang dominan dan yang berhubungan dengan mineral yang
mengandung mangan.
Py: Pyrolusit, Ca: Calsium Gambar 3.
Identifikasi bijih Mn ditunjukkan pada hasil analisa difraksi X-RD
Selanjutnya dilakukan uji komposisi bijih mangan dengan menggunakan
Atomic Adsorbtion Spectrometer AAS seperti tabel berikut.
Tabel 1.
Hasil analisa bijih ex Trenggalek Jawa Timur
No Kode
Sampel Unsur
Mn Fe
1 T.0
30,56 7,78
Disamping analisis dengan AAS, juga dilakukan analisa melalui citra SEM, untuk
melihat peta sebaran mangan seperti Gambar 4.
30 |
Majalah Metalurgi, V 26.1.2011, ISSN 0126-3188 hal 27-34 Gambar 4
. a,b,c Citra SEM bijih mangan sebelum di roasting
0.00 3.00
6.00 9.00
12.00 15.00
18.00 21.00
keV 800
1600 2400
3200 4000
4800 5600
6400
Count s
CK a O
Ka
Na Ka
Mg Ka
Al Ka
Si Ka
KKa KKb
Ca Ka
Ca Kb
Mn Ll
Mn La
Mn Ka
Mn Kb
Fe Ll
Fe La
FeK es
c Fe
Ka Fe
Kb
Cu Ll
Cu Ka
Cu Kb
b.
ZAF Method Standardless Quantitative Analysis Fitting Coefficient : 0.4264
Element keV Mass Error Atom Compound Mass Cation K C K 0.277 44.54 0.18 60.92 30.4313
O K 0.525 30.54 0.53 31.35 30.5653 Na K
Mg K 1.253 0.06 0.30 0.04 0.0464 Al K 1.486 0.28 0.26 0.17 0.2907
Si K 1.739 0.80 0.23 0.47 1.0580 K K 3.312 0.04 0.25 0.02 0.0812
Ca K Mn K 5.894 20.84 0.67 6.23 33.0206
Fe K 6.398 1.58 0.69 0.46 2.5426 Cu K 8.040 1.32 1.47 0.34 1.9640
Total 100.00 100.00
c.
Percobaan Peningkatan Kadar ….. Immanuel Ginting
| 31
Melalui citra SEM seperti gambar di atas terlihat gambaran sebaran mangan
beserta besi dan melalui ZAF Method Standard
Quantitative Anaysis kandungan Mangan dan besi dapat dilihat. Analisa
SEM juga dilakukan untuk dapat membandingkan baik dari citra gambar
dan dari informasi lainnya. Dari Tabel 2 terlihat bahwa pengaruh
kenaikan temperatur roasting 700 dan 800°C menurunkan kadar mangan tetapi
untuk pengotor besi berpengaruh positif karena dapat menurunkan kadar besi
Tabel 2.
Hasil analisa proses roasting sebagai umpan poses magnetic separator
No Code
Sampel Carbon
Temp
°C
Waktu jam
Kadar Fe
Mn 1
A 10
600 1
1,043 38,17
2 A
15 600
2 0,405
30,20 3
A 20
600 3
1,013 32,886
4 B
10 700
1 0,91
21,05 5
B 15
700 2
1,028 13,694
6 B
20 700
3 0,484
14,32 7
C 10
800 1
0,491 8,937
8 C
15 800
2 0,462
10,1163 9
C 20
800 3
0,403 9,35
a.
32 |
Majalah Metalurgi, V 26.1.2011, ISSN 0126-3188 hal 27-34 Gambar 5.
a,b,c Citra SEM sesudah dilakukan proses pemisahan
Pada Tabel 2, roasting pada temperatrur 600 °C dengan penambahan 5 karbon
kadar mangan maupun Fe cenderung meningkat dengan naiknya temperatur dan
prosen karbon sehingga prediksi kadar mangan dapat dicapai pada kondisi
tersebut. Pada kondisi penambahan temperatur tertentu dapat menaikkan
kadar mangan tetapi pada temperatur yang lebih tinggi cenderung menaikkan kadar
Fe, dengan adanya penambahan waktu proses cenderung kadar mangan ikut turun.
Hubungan antara recovery proses roasting
dan recovery proses pemisahan dapat dilihat pada Gambar 6.
Perolehan Mn sebelum dan sesudah proses Magnetik seperator
20 40
60 80
100 120
106001 107001
108001
Kondisi percobaan p
e ro
le h
a n
Mn Mag Sep Mn Roast
Gambar 6. Grafik perolehan Mn sebelum dan
sesudah magnetic separator
0.00 3.00
6.00 9.00
12.00 15.00
18.00 21.00
keV 500
1000 1500
2000 2500
3000 3500
4000 4500
Count s
O Ka
N aK
a Mg
K a
A lKa
Si K
a
K Ka
K Kb
Ca Ka
Ca Kb
Mn Ll
Mn La
Mn K
a
Mn K
b Fe
Ll Fe
La
FeK es
c Fe
Ka
Fe Kb
ZAF Method Standardless Quantitative Analysis Fitting Coefficient : 0.4264
Element keV Mass Error Atom Compound Mass Cation K C K 0.277 44.54 0.18 60.92 30.4313
O K 0.525 30.54 0.53 31.35 30.5653 Na K
Mg K 1.253 0.06 0.30 0.04 0.0464 Al K 1.486 0.28 0.26 0.17 0.2907
Si K 1.739 0.80 0.23 0.47 1.0580 K K 3.312 0.04 0.25 0.02 0.0812
Ca K Mn K 5.894 20.84 0.67 6.23 33.0206
Fe K 6.398 1.58 0.69 0.46 2.5426 Cu K 8.040 1.32 1.47 0.34 1.9640
Total 100.00 100.00
b.
c.
Percobaan Peningkatan Kadar ….. Immanuel Ginting
| 33
Tabel 3.
Data hasil konsentrasi dengan Magnetik separator
Keterangan : C : konsentrat, T : Tailing, 6 : 600 °C, 1: 1 jam,
5 : 5 karbon C : konsentrat, T : Tailing, 7 : 700 °C, 2: 2 jam,
10 : 10 karbon C : konsentrat, T : Tailing, 8 : 800
°C, 3: 3 jam, 20 : 20 karbon
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dilihat dari analisa bahan baku pada Tabel 2 hasil proses roasting, pada kondisi
temperatur 600
o
Setelah dilakukan proses pemisahan dengan magnetic separator pada Tabel 3
menghasilkan konsentrat mangan dengan perolehan 40 – 50,99 Mn, dan hasil
optimum perolehan Mn pada proses pemisahan dengan magnetic separator
adalah pada kondisi DC6.1.10 temperatur 600 °C, penambahan karbon 10 dan
waktu 1 jam yaitu 50,99 Mn dengan recovery
79,81. C, karbon 5, 10 dan
20 , waktu 1, 2, 3 jam, kandungan mangan 30 – 38,17 .
Dari hasil analisa X-RD terhadap bijih yang dilakukan adalah pyrolusit dengan
kadar pengotor yang dominan kalsium. Disamping analisa X-RD juga dilakukan
analisa dengan SEM sebelum dan sesudah dilakukan proses pemisahan dengan
magnetic separator . Pada citra SEM bahan
baku pada Gambar 4, terlihat peta sebaran bijih mangan jelas dan berkelompok
mengandung oksigen. Pada Citra SEM sesudah di-roasting dan dipisahkan pada
Gambar 5, terlihat peta sebaran mangan merata dan jelas sedangkan untuk
kandungan besi terlihat tipis dan kurang jelas kemungkinan karena telah terjadi
konsentrasi sehingga melalui citra SEM terlihat adanya eleminir kadar besi dan
kenaikan kadar mangan.
Pada alat magnetic separator variabel percobaan yang dilakukan rapat arus A
2,5 ampere dengan tegangan atau voltage yang disesuaikan dengan kondisi alat.
Melalui Gambar 6, terlihat bahwa sebelum dilakukan proses pemisahan dengan
magnetic separator
perlu dilakukan proses rosting
untuk merubah menjadi mangan oksida sehingga memudahkan proses
pemisahan. KESIMPULAN
1. Diperoleh produk konsentrat mangan
dengan kadar 50,99 Mn dengan recovery 79,81.
2. Hasil percobaan pemisahan mangan dengan cara magnetik diperoleh pada
kondisi rapat arus 2,5 ampere dengan fraksi -100 mesh.
3. Analisa citra SEM menunjukkan adanya perubahan material umpan
sesudah proses aktivasi. 4. Sebelum dilakukan proses pemisahan
bijih dengan magnetic separator perlu dilakukan proses roasting.
5. Untuk bisa memahami proses konsentrasi tersebut diatas diperlukan
kajian mineralogi, analisa unsur total dari bijih mangan.
DAFTAR PUSTAKA [1] P.P.Mishra
No
B.K. dkk. 2009.
Upgradation of low grade Siliceos Manganese ore from Bonai-Keonjhar,
Kode Sampel
Fe Mn
1 DC6.1.10 1,9932
50,99 2 DC6.2. 5
0,6874 37,07
3 DC6.3.20 1,7876
47,90 4 DT 6.1.10
0,89 40,17
5 DT 6.2.5 0,27
32,32 6 DT 6. 3.20
0,52 40,07
7 EC 7.1.10 1,414
41,97 8 EC 7.2.10
0,5845 39,39
9 EC 7.3.20 1,750
41,83 10 ET 7.1.5
1,008 42,99
11 ET 7.2.10 0,28
29,61 12 ET 7.3.20
0,76 34,07
13 FC 8.1.10 0,453
33,88 14 FC 8.2.10
0,496 32,90
15 FC 8.3.15 1,063
35,91 16 FT 8.1.5
0,39 30,19
17 FT 8.2.10 0,32
30,35 18 FT 8.3.15
0,33 32,49
34 |
Majalah Metalurgi, V 26.1.2011, ISSN 0126-3188 hal 27-34
Orissa, India .
Journal of mineralmaterials characterization
Engineering, Vol.8.No.1,pp 47-r6, Jmmcc.org: Printed in the USA.
[2] Manganese Processing,Manganese
Concentrat.http:www.angolacrushers. comsolutionmetalic-minerals-
processingmanganese-ore- processing.html, diakses pada tanggal
25-10-2011.
[3] Gaudin A.M.Member, and Rush Spidden H, junior Member A.I.M.E.
1943. Magnetic Sulphide Mineral. Ytechnical Publication No 1549,
A.I.M.E: New York meeting, Seperation .
[4] Hess.H.H. 1966. Notes on Operation of Frantz Isodynamic Magnetic Separator
: Princeton Univesity November.
[5] Elder and E.Yan. 2003. Newest Generation of Electrostatic Separator
for the Minerals Sands Industri . Heavy
minerals, Johanesburg: South African Institute of Mining and Metallurgy.
[6] N.Babu, dkk. 2009. Recovery of Ilmenite and Other Heavy Minerals
from Teri Sand Red Sands of Tamil Nadu, India
. Journal of Minerals Materials Characterization
Enggineering. Vol.8.No.2, pp 149-159.
RIWAYAT PENULIS Immanuel Ginting
lahir di Pancur Batu, Medan, 20 Agustus 1952. Lulus Sarjana
Muda Akademi Geologi dan Pertambangan Bandung 1977. Lulus S1 Teknik Metalurgi
Unjani Bandung 1997. Bekerja di Puslit Metalurgi sejak 1979 hingga sekarang.
MASIH TERBUKANYA PELUANG PENELITIAN PROSES CARON UNTUK MENGOLAH LATERIT KADAR RENDAH DI INDONESIA
Puguh Prasetiyo dan Ronald Nasoetion
Pusat Penelitian Metalurgi-LIPI Kawasan Puspiptek Gd.470, Serpong
E-mail : stev001lipi.go.id
Intisari
Indonesia memiliki cadangan nikel pada peringkat dua dunia. Cadangan tersebut berupa bijih nikel oksida yang lazim disebut laterit, berada di Kawasan Timur Indonesia KTI terutama di Sulawesi Tenggara dan
Halmahera. Adapun laterit terdiri dari limonit berkadar Ni1,5 dan saprolit berkadar Ni1,5 . Laterit kadar tinggi saprolit berkadar Ni1,8 sudah diolah di Sulawesi Tenggara dengan jalur pyrometalurgi oleh PT
Antam Aneka Tambang untuk memproduksi FeNi ferro nikel di Pomalaa, dan PT INCO Canada untuk memproduksi nikel mattte Ni-matte di Soroako. Laterit kadar rendah yang terdiri dari limonit dan saprolit
dengan kandungan Ni1,8 , belum diolah di dalam negeri. Secara komersial untuk mengolah laterit kadar rendah digunakan proses Caron yang pertama kali dibangun di Nicaro Cuba oleh Freeport USA pada tahun 1942.
Atau proses HPAL High Pressure Acid Leaching juga pertama kali dibangun di Moa Bay Cuba oleh Freeport USA pada tahun 1959. Kedua proses tersebut tergolong dalam jalur hydrometalurgi, dan pemilihan proses
tergantung dari kondisi bijih terutama pada kandungan Mg magnesium. Laterit kadar rendah dengan kandungan Mg magnesium rendah Mg 6 atau MgO 10 lebih sesuai untuk diolah dengan proses
HPAL, dan magnesium tinggi Mg 6 atau MgO 10 diolah dengan proses Caron. Dalam perkembangannya setelah tahun 1990-an, proses Caron mulai ditinggalkan karena mengkonsumsi energi tinggi
dengan perolehan yang rendah untuk nikel Ni : 70 – 80 maupun kobal Co maks 50 . Selanjutnya beralih ke proses HPAL karena proses ini mengkonsumsi energi rendah dengan perolehan tinggi untuk nikel Ni 90
maupun kobal Co 90 . Dengan melihat kenyataan kegagalan tiga HPAL plant generasi kedua di Australia Bulong tutup 2003, Cawse tutup 2008, dan Murrin Murrin berpindah kepemilikan ke Minara pada
20032004 dan beralih ke heap leach tahun 2007. Serta masih berlangsungnya Caron plant di Cuba Nicaro dan Punta Gorda, Queensland Nickel di Yabulu Australia, dan Tocantin Brasilia. Maka proses Caron masih punya
peluang untuk mengolah laterit kadar rendah di Indonesia. Peluang tersebut semakin terbuka apabila perolehan metal recovery Ni dan Co pada proses Caron bisa ditingkatkan setara dengan perolehan metal recovery Ni dan
Co pada proses HPAL, dan ekonomis konsumsi energinya.
Kata kunci : Laterit kadar rendah, Limonit, Saprolit, Hidrometalurgi, Proses Caron, Proses HPAL, Magnesium Mg
Abstract
Indonesia had the resources of nickel at the second in the world. The resources are nickel oxide which said laterite. The abundant of laterite locate at Sulawesi Tenggara South-East Sulawesi and Halmahera. There are
two main mineral in laterite, limonit contains Ni1,5 and saprolit contains Ni1,5. The high grade nickel saprolit contains Ni1,8 has been processed in Sulawesi Tenggara to produce FeNi ferro nickel in Pomalaa
by PT Antam, and to produce Ni-matte nickel matte in Sorowako by PT INCO Canada. The low grade laterite limonit and saprolit contains Ni1,8 not yet processed in Indonesia. To process the low grade laterite are
used Caron’s process or HPAL’s process High Pressure Acid Leaching. The condition of laterite’s ores are used to choice the process. The Caron’s process is remained after 1990’s because it consume high energy with
low metal recovery Ni : 70 – 80 Co max 50 . The choice to process low gradelaterite is HPAL because it consume low energy wiyh high recovery of metal Ni 90 and Co 90 . The fact three HPAL plant in
Australia unsuccessful Bulong closed on 2003, Cawse closed on 2008, and Murrin Murrin taked over by Minara and change to heap leach on 2007 and the Caron plant still exist in Cuba Nicaro and Punta Gorda,
Queensland Nickel di Australia, and Tocantin Brasilia. Then Caron’s process still have opportunity to process the low grade laterite in Indonesia if the recovery of metal can be increase as same as HPAL and the consume of
energy can be decreased. Keywords : Low grade of laterite, Ilmonite, Saprolite, Hydrometallurgy, Caron process, HPAL process,
Magnesium Mg
36 |
Majalah Metalurgi, V 26.1.2011, ISSN 0126-3188 hal 35-44
PENDAHULUAN Bijih nikel digolongkan dalam dua
jenis, yaitu nikel sulfida berada dibelahan bumi sub tropis seperti di Rusia, Canada,
dan nikel oksida yang lazim disebut laterit berada dibelahan bumi khatulistiwa seperti
di Indonesia, Philipina, Kaledonia Baru, dan Cuba. Dimana sekitar 70 cadangan
nikel dunia berupa laterit sedangkan pasokan nikel dunia yang berasal dari
laterit sekitar 40 . Sebagian besar pasokan berasal dari produk dari jalur
proses pirometalurgi terutama dari FeNi fero nikel.
Cadangan bijih nikel laterit ditanah air mencapai lebih dari 1,5 milyar ton berada
di Kawasan Timur Indonesia KTI terutama di Sulawesi Tenggara dan
Halmahera. Bagian terbesar dari cadangan tersebut ádalah nikel kadar rendah dengan
kandungan Ni1,8. Adapun laterit terdiri dari limonit berkadar Ni1,5 dan saprolit
berkadar Ni1,5. Laterit kadar tinggi saprolit dengan kandungan Ni1,8 sudah
diolah di Sulawesi Tenggara dengan jalur pirometalurgi smelting oleh PT. Antam
untuk memproduksi FeNi ferro nikel di Pomalaa, dan PT INCO Canada untuk
memproduksi nikel mattte Ni-matte di Soroako. Laterit kadar rendah yang terdiri
dari limonit dan saprolit dengan kandungan Ni1,8, belum diolah
didalam negeri. Untuk mengolahnya digunakan jalur hidrometalurgi
menggunakan proses Caron atau proses HPAL High Pressure Acid Leaching.
Dimana laterit kadar rendah dengan kandungan Mg magnesium rendah
Mg6 atau MgO10 lebih sesuai untuk diolah dengan proses HPAL,
sedangkan magnesium tinggi Mg6 atau MgO10 diolah dengan proses
Caron. Menurut Dalvi dkk dari INCO Canada
dalam makalah Maret 2004, ke depan tidak ada proyek pengolahan laterit kadar rendah
dengan proses Caron dan pengolahan laterit kadar rendah beralih ke proses
HPAL. Karena selain butuh biaya mahal untuk membangunnya, proses Caron
mengkonsumsi banyak energi dengan perolehan yang rendah untuk nikel Ni:70–
80 dan kobal maks Co ± 50 . Sedangkan proses HPAL High Pressure
Acid Leaching
walaupun mahal untuk membangunnya, mengkonsumsi energi
rendah dengan perolehan yang tinggi untuk nikel Ni90 maupun kobal Co90.
Masih menurut Dalvi, pasokan nikel dunia yang berasal dari laterit diperkirakan
mencapai 51 pada tahun 2012. Tambahan pasokan tersebut sebagian besar
berasal dari produk jalur hidrometalurgi dengan proses HPAL dari Indonesia
PT.Weda Bay Nickel di Halmahera dan PT BHP di pulau Gag Papua, Rio Tuba
milik Sumitomo Jepang di Philipina, Goro milik INCO di New Caledonia, Australia
Bulong, Cawse, Murrin Murrin, dan Revensthorpe, dan tempat tempat lain
diantaranya seperti Ramu di Papua Nugini
[5]
Kenyataan yang ada tiga HPAL plant generasi kedua di Australia mengalami
kegagalan saat mengolah smectite laterit kadar rendah Australia yang mengandung
silikat tinggi. Tiga HPAL plant tersebut Bulong, Cawse, dan Murrin Murrin
commisioning
dalam waktu hampir bersamaan akhir tahun 1998. Bulong tutup
tahun 2003, Cawse tutup tahun 2008, Murrin Murrin berpindah kepemilikan ke
Minara pada tahun 20032004 dan beralih ke proses heap leach pada tahun 2007.
Satu satunya HPAL plant generasi ketiga yang sukses hanya milik Sumitomo di Rio
Tuba pulau Palawan Philipina yang commisioning
akhir tahun 2004. Karena mengolah limonit mirip limonit yang
diolah di HPAL plant generasi pertama yang dibangun oleh Freeport USA di Moa
Bay Cuba. Sedangkan PT Weda Bay Nickel Canada beralih kepemilikan ke
Eramet Perancis pada tahun 2006, PT BHP mengembalikan ijin pulau Gag Papua pada
pemerintah Indonesia pada tahun 20082009, Revensthorpe Australia milik
BHP beralih kepemilikan ke FQM First Quantum Mining Canada pada Desember
.
Masih Terbukanya Peluang ….. Puguh Prasetiyo
| 37
2009, dan Goro HPAL Demonstration plant milik INCO di Goro New Caledonia
tidak ada kejelasan. Bahkan INCO Canada beralih kepemilikan ke CVRD Vale
Brasilia pada tahun 2010. Penjelasan diatas menunjukkan bahwa
HPAL gagal pada skala industri apabila digunakan untuk mengolah laterit kadar
rendah dengan karakteristik yang tidak mirip dengan limonit Moa Bay. Walaupun
proses HPAL untuk mengolah berbagai jenis laterit sudah teruji secara
laboratorium maupun pilot plant. Untuk proses Caron sampai saat ini
masih beroperasi Caron plant generasi pertama di Nicaro Cuba yang dibangun
oleh Freeport pada tahun 1942, demikian juga Caron plant ditempat lain seperti yang
ditunjukkan pada Tabel 1 dibawah ini.
Tabel 1.
Caron Plant di beberapa tempat
[10]
Perusahaan Lokasi
Tahun Establish
Status Cubaniquel
QNI Niquel
Tocantins Cubaniquel
Ferromin International
Nickel Nonoc
Nicaro, Holguin
Cuba Yabulu,
Australia Niquelandia,
Brazil Punta Gorda,
Cuba Sered,
Slovakia Sudbury,
Canada Philipina
1945
1974 1981
1986 1958
1975
1975 Aktif
Aktif Aktif
Aktif Tak
Aktif Tak
Aktif Tak
Aktif
Dimana Caron plant yang tidak aktif dikarenakan secara ekonomi tidak sanggup
mengatasi masalah harga energi yang makin mahal setelah tahun 1973. Kenaikan
harga energi secara dramatis tersebut terjadi setelah berakhirnya perang Arab vs
Israel tahun 1973. Dengan kegagalan proses HPAL maka
proses Caron masih terbuka untuk mengolah laterit kadar rendah di Indonesia
khususnya Halmahera, walaupun masih memiliki kelemahan jika dibandingkan
denga proses HPAL. Karena laterit kadar rendah ditanah air pada umumnya
mengandung magnesium Mg tinggi yang lebih sesuai untuk diolah dengan proses
Caron. Proses Caron
Proses Caron ditemukan oleh Prof Caron dari Universitas Delf Belanda pada
tahun 1920-an. Beliau telah menghasilkan tiga paten tentang proses ini sampai saat
dilakukan uji pilot plant di Hooskin’s Mound Texas USA menjelang tahun 1940.
Pilot plant
tersebut untuk persiapan pembangunan pabrik oleh Freeport USA di
Nicaro Cuba pada tahun 1942. Pabrik mulai beroperasi tahun 1943, ditutup tahun
1947, dan dibuka lagi tahun 1952 untuk keperluan perang Korea. Sampai saat ini
Nicaro plant masih beroperasi dibawah kendali pemerintah Cuba karena Freeport
dinasionalisasi oleh rezim Fidel Castro pada tahun 1960. Perkembangan
selanjutnya pemerintah Cuba juga telah berhasil membangun Punta Gorda plant
pada tahun 1986. Adapun serpentin yang diolah oleh kedua pabrik tersebut, dapat
dilihat pada Tabel 2 dibawah ini.
Tabel 2
. Kandungan Serpentin di Cuba
[12]
Elemen Nicaro
Punta Gorda berat
berat Ni
Co Fe
SiO MgO
2
1,32 0,10
39,0 12,0
7,0 1,34
0,10 41,0
8,0 4,0
38 |
Majalah Metalurgi, V 26.1.2011, ISSN 0126-3188 hal 35-44
Sedangkan diagram alir pabrik Nicaro, dapat dilihat pada gambar 1 dibawah ini.
Gambar 1.
Diagram alir pengolahan serpentine dengan proses caron di Nicaro
[8]
Serpentine yang
mengandung magnesium tinggi 7 MgO terlebih
dahulu dikeringkan sebelum dipanggang secara reduksi dengan menambahkan gas
reduktor CO + H
2
didalam Multiple Heart Furnace
MHF pada temperatur 750-800
°C. Ada 24 buah MHF pada Nicaro plant. Pemanggangan reduksi
terutama dimaksudkan untuk mereduksi NiO menjadi ion metal Ni, selanjutnya
hasil reduksi dileaching dengan pelarut AAC Ammonia Ammonium Carbonate
pada temperatur kamar dan tekanan atmosfir. Kobal Co dan nikel Ni yang
terkandung didalam larutan hasil leaching, diendapkan dengan ammonia sulfida
NH
4
HS untuk mendapatkan produk padatan NiS+CoS. Selanjutnya larutan
dimurnikan dengan oksidasi untuk menghilangkan pengotor besi Fe dan
mangan Mn. Larutan hasil pemurnian diuapkan untuk mendistilasi ammonia
NH
3
untuk di recover kembali, dan padatan BNC Basic Níkel Carbonate =
NiCO
3
Selanjutnya proses Caron di Nicaro plant generasi pertama Cuba digunakan
ditempat lain seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1 di atas. Dimana sampai saat
ini teknologi ammonia leaching proses Caron terbukti mengkonsumsi banyak
energi terutama untuk pengeringan dan pemanggangan reduksi. Disamping juga
mendapatkan perolehan yang rendah untuk nikel 70–80 Ni maupun kobal 35–
50 Co. . BNC dikalsinasi untuk
mendapatkan produk NiO.
Perkembangan Proses Caron di Cuba dan Australia
Harga energi masih murah saat Nicaro plant
dibangun tahun 1942. Harga minyak dunia naik secara dramatis setelah tahun
1973, akibatnya proyek pengolahan laterit kadar rendah dengan proses Caron yang
belum
dimulai terpaksa ditunda sampai batas waktu yang tidak ditentukan. Salah
satu diantaranya adalah PT. Pasific Nickel USA yang berencana mengolah laterit
pulau Gag Papua Indonesia. Sedangkan yang sudah berjalan dievaluasi agar tetap
bisa berjalan dan tetap ekonomis dengan harga energi mahal. Karena dinilai tidak
ekonomis maka Nonoc Philipina dibangun oleh Freeport terpaksa tutup pada tahun
1986, demikian juga dengan Ferromin Sered Slowakia dan International Nickel
Canada. Sampai saat ini dua Caron plant di Cuba
masih bisa berlangsung karena menggunakan crude oil dalam negeri
Cuban crude oil sejak 1995. Crude oil tersebut harganya murah tetapi
mengandung sulfur tinggi dan berfungsi untuk menggantikan fuel oil impor yang
mahal. Sebelumnya setelah tahun 1973 kebutuhan energi Cuba dipasok oleh Uni
Soviet USRR dengan harga murah yang dibayar dengan gula. Setelah terjadi
Filtration Filtration
Boiling Purification
Filtration Precipitation
Reduction SERPENTINE
Cooling Leaching
Filtration
Calcination NiO Product
CO CO
2
NH
3
+ NH
4 2
CO
3
Air NH
4
S
Residue to waste and
NH
3
recovery CoS+NiS for
export
Air
Cake containing Fe
Mn to waste NH
3
+ CO
2
recovery Amonia
solution to recovery
CO
2
BNC Basic Nickel Carbonate
Masih Terbukanya Peluang ….. Puguh Prasetiyo
| 39
disintregasi di Uni Soviet USRR pada tahun 1990 maka Cuba terpaksa harus
membeli fuel oil dari pasar internasional. Pada tahun 1995, pemerintah Cuba
memutuskan untuk menggunakan crude oil dari dalam negeri untuk memenuhi
kebutuhan energi. Akibat dari keputusan tersebut maka industri nikel di Cuba
terpaksa menggunakan Cuban crude oil walaupun ada masalah dengan
penggunaannya. Pemakaian Cuban crude oil
berpengaruh terhadap proses pengeringan laterit dan menimbulkan
masalah korosi. Sehingga sampai saat ini terus dicari jalan keluarnya untuk
mengatasi masalah tersebut. QNY Caron plant diYabulu Australia
juga masih beroperasi karena mengganti sebagian besar fuel oil dengan batubara,
dan terus menerus melakukan litbang penelitian dan pengembangan untuk
meningkatkan perolehan nikel. Laterit kadar rendah dari Greenvale Australia
digunakan sebagai bahan baku sampai tahun 1993. Selanjutnya menggunakan
laterit impor dari New Caledonia, Indonesia, dan Philipina. Dimana QNI
mengimpor laterit dari New Caledonia mulai tahun 1986 untuk dicampur dengan
laterit Greenvale, selanjutnya dari Indonesia pulau Gebe mulai tahun 1988,
dan terakhir dari Philipina. Penggantian fuel oil
dengan batubara dilakukan pada oil fired rotary dryer
dan power plant boiler. Dimana dua dari tiga 3 oil fired rotary
dryer diganti dengan pulverized coal
rotary dryer. Dari hasil litbang QNY
berhasil meningkatkan perolehan nikel dari Ni ± 73 pada awal operasi menjadi Ni :
80 – 83 mulai tahun 1993 sd saat ini. Proses HPAL High Pressure Acid
Leaching
Proses HPAL awalnya dikembangkan oleh Sherrit Gordon Canada untuk
mengolah limonit murni yang jumlahnya berlimpah di Pinares de Mayari Cuba.
Adapun kandungan limonit tersebut, dapat dilihat pada Tabel 3 dibawah ini.
Tabel 3.
Kandungan Limonit Murni Di Pinares de Mayari Cuba
[12]
Elemen berat
Ni Co
Fe SiO
MgO
2
1,24 0,12
44 8,0
4,0
Seluruh proyek Freeport di Cuba dinasionalisasi oleh pemerintah Cuba
dibawah rezim Fidel Castro pada Oktober 1960. Pada saat dinasionalisasi pabrik Moa
Bay yang mulai dibangun tahun 1959 belum selesai pembangunannya. Dengan
bantuan Uni Soviet Rusia pembangunan pabrik Moa Bay bisa diselesaikan pada
tahun 1961. Setelah mengalami berbagai macam kesulitan dalam kurun waktu 6 – 7
tahun maka Moa Bay plant bisa berjalan normal, dan sampai saat ini 2011 masih
beroperasi. Limonit yang mengandung besi oksida
44 Fe dan sedikit magnesium silikat dileaching pelindian dengan asam sulfat
H
2
SO
4
didalam autoclave pada
temperatur ± 250 °C dan tekanan ± 4000
kPa. Larutan NiSO
4
yang mengandung Ni nikel dan Co kobal hasil leaching,
diendapkan dengan gas H
2
S didalam autoclave
pada temperatur ± 120 °C dan
tekanan ± 1030 kPa untuk memproduksi NiS. Pada Moa Bay plant terdapat 16
buah autoclave yang digunakan untuk mengolah limonit menjadi NiS. Adapun
flow sheet Moa Bay plant, dapat dilihat pada Gambar 2 dibawah ini.
Gambar 2. Diagram Alir Pengolahan Limonit
Dengan Acid Leach Di Moa Bay
[8]
Filtration Precipitation
Pressure Leaching Limonite
Filtration Neutralization
Filtration
Acid to Waste Konsentrat
H
2
SO
4
Sea Shells “Coral”
H
2
S Residue to
waste
Gypsum to waste disposal
NiS + CoS to export
40 |
Majalah Metalurgi, V 26.1.2011, ISSN 0126-3188 hal 35-44
Karena harga energi fuel oil semakin mahal setelah tahun 1973, dan proses
HPAL telah terbukti di Moa Bay mengkonsumsi energi rendah pada
operasinya dengan perolehan tinggi untuk nikel Ni maupun kobal Co. Maka
aktivitas litbang penelitian dan pengembangan untuk mengolah berbagai
jenis laterit dengan proses HPAL termasuk modifikasinya makin diintensifkan.
Aktivitas litbang proses HPAL untuk mengolah berbagai jenis laterit terutama
dilakukan oleh Sherrit Gordon Canada, AMAX USA, dan COFREMMI Perancis.
AMAX melakukan kerja sama dengan COFREMMI untuk melakukan uji pilot
plant
dalam skala besar untuk mengolah laterit dari Kaledonia Baru dari 1975-1981.
AMAX mengklaim bahwa proses yang dikembangannya mampu mengolah
berbagai jenis laterit sampai pada kandungan 15 MgO, dan kebutuhan
energi untuk memproduksi NiS sekitar 50 kebutuhan energi pada Moa Bay
plant
. Adapun flow sheet hasil
pengembangan proses HPAL oleh AMAX, dapat dilihat pada Gambar 3 di bawah ini.
Gambar 3.
Proses amax-cofremmi hasil
pengembangan proses HPAL
[14]
Proses HPAL setelah 1990 Dengan sukses Moa Bay plant setelah
1995 sebagai buah dari kerja sama pemerintah Cuba dengan Sherrit Gordon
Canada, dan pilot plant skala besar oleh AMAX-COFREMMI maka peta
pengolahan laterit kadar rendah beralih pada proses HPAL.
Selanjutnya tiga 3 HPAL plant generasi kedua dibangun di Australia yang
commissioning
dalam waktu bersamaan menjelang akhir tahun 1998. HPAL plant
dibangun dengan optimisme penuh untuk memenuhi kebutuhan nikel dunia, dan
direncanakan untuk mengolah laterit kadar rendah di beberapa tempat Negara
terutama di Indonesia. Pemerintah RI telah memberi ijin awal tahun 1998 untuk
mengolah laterit kadar rendah dengan HPAL untuk laterit pulau Gag Papua pada
PT BHP Australia, dan PT Weda Bay Nickel WBN Canada untuk laterit di
teluk Weda Halmahera. Kenyataan yang terjadi ternyata
teknologi HPAL mengalami kegagalan pada saat digunakan untuk mengolah
smectite
dry laterite Australia yang mengandung silikat tinggi, walaupun telah
sukses pada uji laboratorium dan pilot plant
. Sehingga dua plant terpaksa ditutup, yaitu Bulong pada tahun 2003 dan Cawse
tutup menjelang akhir tahun 2008. Sedangkan Murrin Murrin berpindah
pemilik ke Minara pada tahun 20032004. HPAL plant yang sukses hanya milik
Sumitomo Jepang di Rio Tuba pulau Palawan Philipina karena mengolah
limonit mirip limonit Moa Bay. Adapun perbandingan kandungan smectite dry
laterite
Australia yang mengakibatkan kegagalan HPAL plant dengan HPAL
plant yang sukses, dapat dilihat pada Tabel 4 di bawah ini.
Tabel 4
. Analisa kimia dry laterite Australia, Rio Tuba dan Moa Bay
[1,16]
Senyawa Smectite
Australia Cawse
Murria- Murrin
Rio Tuba
Phili- pina
Moa Bay
Cuba
Ni Co
Fe
SiO
Al
2
Mg Mn
Cr Ca
Mois- ture
1,1 0,08
20,8 42,9
2,8 4,6
0,4 0,6
0,03 35
1,0 0,07
18,0 42,5
1,71 1,58
0,17 0,92
0,03
10 1,25
0,08 22
42,0 2,7
3,7 0,4
1,0
- -
1,26 0,09
42,3 8,5
Si
1,83 2,21
0,70 -
1,89 -
1,3 0,12
45
8,3 4,8
0,55 0,8
2,0 -
20
Smectite adalah mineral utama pada dry laterite
di Australia.
Masih Terbukanya Peluang ….. Puguh Prasetiyo
| 41 Peluang Penelitian Proses Caron
Menurut pengamatan para ahli terutama Dalvi dkk dari INCO Canada, ke depan
tidak ada lagi proyek untuk pengolahan laterit kadar rendah dengan proses Caron.
Hal ini tidak bisa dibantah karena berdasarkan pengalaman litbang Sherrit
Gordon, AMAX, dan terutama COFREMMI yang selama 15 tahun
mengolah berbagai jenis laterit terutama laterit kadar rendah pada skala
laboratorium dengan HPAL beserta modifikasi proses HPAL. Kemudian
dilanjutkan dengan demonstration integrated pilot plant
selama dua 2 tahun. Ternyata proses HPAL terutama
modifikasi proses HPAL oleh AMAX- Cofremmi lebih unggul dari proses
pengolahan laterit yang lain, baik dari sisi perolehan recovery metal maupun
kebutuhan energi. Adapun hasil kajian COFREMMI yang dipublikasikan pada
tahun1986, dapat dilihat pada Tabel 5 di bawah ini.
Tabel 5.
Hasil kajian COFREMMI untuk proses proses pengolahan laterit
Alternatif Proses
[14]
Kebutuhan Energi
MJKg Nikel Perolehan
Metal Recovery
Matte smelting Ferronickel
smelting Ammonia
Leach Moa Bay Acid
Leach COFREMMI
Acid Leach 700 – 800
600 – 700 500 – 600
350 – 400 200 – 300
65 – 80 60 – 70
65 – 75 80 – 90
92 – 94
Disamping hasil kajian COFREMMI diatas, berdasarkan pengalaman juga
ditemukan faktor-faktor penghambat penggunaan proses Caron sbb :
- Perolehan recovery yang rendah untuk
metal, yaitu : 70 – 80 untuk Ni dan 35–50 untuk Co.
- Konsumsi energi tinggi karena digunakan untuk penghaluskan bijih,
pengeringan bijih, dan pemanggangan reduksi bijih pada temperatur 750 - 800
CO + H
°C dengan menambahkan gas reduktor
2
- Butuh biaya modal besar untuk membangun. Sekitar 70 dari biaya
digunakan pada unit penghalusan bijih, pengeringan bijih, dan pemanggangan
reduksi dengan MHF. Dimana biaya terbesar digunakan pada pembangunan
unit MHF. didalam MHF Multiple
Hearth Furnace .
Namun demikian dengan kondisi laterit kadar rendah yang ada di Indonesia
terutama dari Halmahera, proses Caron tidak bisa diabaikan untuk mengolah laterit
kadar rendah yang banyak mengandung magnesium tinggi Mg 6 atau MgO
10 . Kenyataan ini bisa dilihat dari hasil eksplorasi di Halmahera oleh PT.Antam
dan PT Weda Bay Nickel. Disamping itu seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1
diatas, sampai saat ini proses Caron masih eksis karena keunggulan yang dimilikinya,
yaitu : - Teknologi sudah proven mapan
- Umpan bijih lebih fleksibel - Ammonia NH
3
- Tidak ada masalah dengan bahan bahan pada peralatan untuk proses. Pada
proses HPAL dibutuhkan bahan khusus untuk autoclave.
bisa diaur ulang.
- Tidak ada masalah dengan teknologi proses dari filtrat larutan hasil
leaching pelindian dengan pelarut
AAC Ammonia Ammonium Carbonate sampai mendapatkan produk yang
diinginkan lihat Gambar 1. Berdasarkan hasil eksplorasi laterit di
Halmahera oleh PT Aneka Tambang dan PT Weda Bay Nickel seperti yang
ditunjukkan pada Tabel 6 sd 8, ternyata laterit dari Halmahera dominan dengan
laterit kadar rendah yang sesuai untuk diolah dengan jalur proses hydrometalurgi.
Dimana laterit kadar rendah tersebut mengandung MgO bervariasi dari 0,8 –
4,72 MgO untuk limonit dan 16,97 – 34,4 MgO untuk saprolit.
42 |
Majalah Metalurgi, V 26.1.2011, ISSN 0126-3188 hal 35-44 Tabel 6.
Pengelompokan mineral dan komposisi kimia contoh bijih Sangaji
[13]
Daerah Mineral
Tebal lapisan
m C. o..g
Ni Co
Fe
2
O Al
3 2
O MgO
3
SiO Den-
sitas
2
Sangaji Limonit
12 Ni1
1,61 0,064
44,7 5,26
4,72 30,04
1,01 Saprolit
7 1,55
0,018 16,3
0,59 16,97
41,46 1,03
Total 1,587
0,05 34,23
2,588 9,23
34,32 1,017
Catatan : Limonit mengandung Fe
2
O
3
25 dan MgO 10
Tabel 7.
Detailed mineral resources – 2004 Weda drilling program
[13]
Class Geological
Horizon Mdt
Ni Co
Al
2
O Cr
3 2
O Fe
3 2
O MgO
3
SiO Dry Bulk
Density
2
Indicated Lomg
limonite 4,2
0,81 0,17
6,05 2,80
52,31 1,71
22,68 0,92
14,6 1,26
0,15 5,15
2,95 53,35
3,03 20,74
0,86 Himg
saprolite 16,9
1,59 0,03
0,81 0,88
15,51 26,52
44,15 1,12
Sub Total 35,7
1,36 0,09
3,20 1,95
35,31 14,00
32,06 0,99
Inferred Lomg
limonite 1,1
0,73 0,22
8,66 2,94
59,16 2,71
10,07 1,04
3,5 1,3
0,12 5,12
2,16 44,42
6,55 27,18
0,92 Himg
saprolite 5,6
1,65 0,03
1,29 0,87
16,54 22,61
47,92 1,10
Sub Total 10,3
1,43 0,08
3,41 1,54
30,72 14,95
36,70 1,03
Indicated Lomg
limonite 7,3
0,77 0,16
9,73 2,97
66,07 1,22
3,26 0,96
10,3 1,24
0,18 7,16
3,18 67,44
1,63 4,12
0,86 Himg
saprolite 14,6
1,59 0,03
1,07 0,85
16,10 29,57
37,45 1,13
Sub Total 32,1
1,29 0,11
4,98 2,07
43,84 14,21
19,05 1,00
Inferred Lomg
limonite 12,5
0,80 0,17
9,04 2,94
67,49 1,09
2,51 0,94
9,7 1,24
0,20 6,93
2,94 66,07
2,03 5,14
0,84 Himg
saprolite 24,3
1,85 0,03
0,99 0,88
16,04 28,44
37,74 1,07
Sub Total 46,5
1,44 0,10
4,39 1,86
40,27 15,60
21,49 0,99
Boki Mokot Inferred
Lomg Limonite
2,8 0,82
0,15 9,73
2,86 67,69
0,80 2,35
1,06 8,9
1,24 0,15
7,22 2,89
66,40 2,05
4,90 1,05
Himg Saprolite
8,8 1,61
0,02 0,85
0,72 14,47
30,31 38,41
1,02 Sub Total
20,4 1,34
0,10 4,82
1,95 44,13
14,05 18,99
1,04
Catatan : Limonit mengandung Fe
2
O
3
25 dan MgO 10
Tabel 8.
Pengelompokan mineral dan komposisi kimia bijih dari P.Pakal Tjg. Buli
[13]
Daerah Mineral
Tebal Lapisan m
c.o.g. Ni
Co Fe
2
O Al
3 2
O MgO
3
SiO
2
P. Pakal Limonit
4 Ni1
1,75 0,21
34,7 -
2,795 16,875
Saprolit 6
1,493 0,023
11,37 -
25,38 45
Total 1,59
0,09 20,70
- 16,346
33,75 Tjg.
Buli Limonit
8 Ni1
1,457 0,14
46,1 -
1,325 4,39
Saprolit 2
1,36 0,025
7,35 -
34,4 39,75
Total 1,376
0,11 38,67
- 7,26
11,04
Catatan : Limonit mengandung Fe
2
O
3
25 dan MgO 10
Masih Terbukanya Peluang ….. Puguh Prasetiyo
| 43
Limonit dengan kandungan 0,8 - 4,72 MgO memang sesuai untuk diolah dengan
proses HPAL, tetapi dengan kandungan silikat diatas 10 16,875 - 30 SiO
2
Saprolit kadar rendah dengan kandungan 16,97 - 34,4 MgO dan 37,45
- 47,92 SiO maka penggunaan teknologi HPAL masih
perlu dipertanyakan. Hal ini berdasarkan kenyataan dengan kegagalan HPAL karena
mengolah laterit kadar rendah yang tidak mirip limonit Moa Bay. HPAL plant yang
sukses hanya Moa Bay Cuba dan Rio Tuba Philipina. HPAL plant di Australia maupun
Goro demonstration HPAL plant
milik INCO di New Caledonia, boleh dikatakan
gagal.
2
Dengan melihat kenyataan laterit kadar rendah Halmahera dengan kandungan
magnesium MgMgO dan silikat SiO , tidak ada jalan lain hanya
proses Caron yang bisa mengolahnya.
2
Masalah pada proses Caron terutama pada pemanggangan reduksi sehingga
menghasilkan perolehan recovery yang rendah, yaitu Ni : 70 - 80 dan Co : 35-
50. Sedangkan dari tahap leaching pelindian terhadap hasil pemanggangan
sampai produk akhir NiO sudah proven mapan teknologinya. Menurut pendapat
penulis pada perbaikan teknologi pemanggangan reduksi untuk berbagai
jenis laterit kadar rendah sehingga diperoleh hasil setara dengan proses
HPAL, dan pemakaian energi lebih ekonomis. Merupakan peluang penelitian
untuk proses Caron yang sangat memungkinkan untuk dilakukan oleh anak
bangsa di lembaga riset maupun perguruan tinggi ditanah air.
yang bervariasi, dimana kedua unsur tersebut sangat berpengaruh terhadap
kesuksesan untuk diolah dengan HPAL. Maka berdasarkan penjelasan diatas,
proses Caron tidak bisa diabaikan untuk mengolah laterit kadar rendah Halmahera.
Pertanyaannya proses Caron yang bagaimana untuk bisa mengolah laterit
kadar rendah tersebut? Jawabannya adalah penelitian modifikasi proses Caron yang
sukses dan tepat yang bisa mengolah berbagai jenis laterit kadar rendah dengan
perolehan recovery Ni maupun Co yang setara dengan perolehan recovery proses
HPAL.
KESIMPULAN 1. Peluang penelitian untuk proses Caron
masih terbuka terutama untuk mengolah laterit kadar rendah Halmahera. Karena
sudah terbukti proses HPAL telah gagal digunakan untuk mengolah laterit kadar
rendah yang tidak mirip dengan limonit Moa Bay. Walaupun secara
laboratorium dan pilot plant tidak ada masalah dengan teknologi HPAL.
2. Peluang penelitian yang sangat mungkin dilakukan adalah memperbaiki
teknologi pemangganagn reduksi dengan target mendapatkan perolehan
recovery yang mendekati perolehan proses HPAL, yaitu dari 70 - 80 Ni
dan 35 - 50 Co meningkat menjadi 80 - 90 Ni dan 80 - 90 Co. Juga
pemakaian energi tetap ekonomis. Karena teknologi dari leaching
pelindian terhadap hasil pemanggangan sampai produk akhir
NiO sudah proven mapan.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Arif, Arifin. 2007. Prospek
Penggunaan Proses HPAL Untuk Pengolahan Bijih Nikel Laterit
Kadar Rendah Indonesia. Metalurgi
Volume 22 Nomor 1 Juni 2007. [2] Baillie, M.G. 2002. An Update of
The Weda Bay NickelCobalt Laterite Projects.
Weda Bay Minerals Inc.
[3] Bhanushali, Tarang dkk. 2007. Nickel : Near-term bullish
. Infoline, September 24, 2007: India.
[4] Chalkley, M.E dkk. 1997. The acid pressure leach process for nickel and
cobalt laterite. Part I : Review of operations at Moa
. Proceding of the Nickel-Cobalt 97 International
44 |
Majalah Metalurgi, V 26.1.2011, ISSN 0126-3188 hal 35-44
Symposium-Volume I, August 17- 20, Sudbury, Ontario: Canada.
[5] Dalvi, Ashok D dkk. 2004. The Past and the Future of Nickel Laterites
. PDAC 2004 International
Coverence, Trade Show Investors Exchange, March 7 – 10: Canada.
[6] Davidson, Vanessa. 2008. Nickel Market Overview-The Supply
Response . INSG Meeting October
2008. [7] Faris, M.D dkk. 1997. Pressure acid
leaching of nickel laterite ores from New Caledonia
. Proceding of the Nickel-Cobalt 97 International
Symposium-Volume I, August 17- 20: Sudbury, Ontario, Canada.
[8] Habashi, Fathi. 1993. Nickel in Cuba
. Proceeding of the Paul E. Queneau, International Symposium,
Edyted by R.G Reddy and R.W Weizenbach: Department of Mining
Metallurgy, Laval University, Quebec Canada.
[9] Lynch, John. 2004. Mineral
Resources Estimate Increase for The Weda Bay Nickel Cobalt Projects,
Halmahera Island, Indonesia .
Technical Report in Accord with National Instrument 43-101.
[10] Prado, Faustino L. 2004. Sixty Years of Caron: Current Assesment
. International Laterite Nickel
Symposium 2004. Edited by W.P Imrie and D.M. Lane. March 14 –
18.
[11] Reid, John G dkk. 2004. Yabulu 25 Years On
. International Laterite Nickel Symposium 2004. Edited by
W.P Imrie and D.M. Lane. TMS The Minerals, Metals Materials
Society, March 14 – 18.
[12] Rodriguez, R.I. 2004. Reduction in Energy Cost in Cuban
Caron Process Plant.
International Laterite Nickel Symposium 2004. Edited by
W.P Imrie and D.M. Lane. TMS The Minerals, Metals Materials
Society. March 14 – 18. [13] Rustiadi dkk. 2009. Identifikasi
Mineralogi Bijih Nikel Laterit Kadar Rendah Halmahera Serta
Kemungkinan Pengolahannya Kedepan.
Laporan akhir kegiatan program insentif bagi peneliti dan
teknisi LIPI. Departemen Pendidikan Nasional dan LIPI.
[14] S.A., Cofremmi. The Cofremmi Acid Leach Process for Laterite Ores
. Compagnie Francaise d’Entreprises
Minieres Metallugiques et
d’Investissements. [15] Taylor, Alan. 2009. Trends in
Nickel-Cobalt Processing. ALTA
Metallurgical Services, ALTA Ni-Co 2009 Conference.
[16] Tsuchida, N dkk. 2004. Development Of Process Design For Coral Bay
Nickel Project . International Laterite
Nickel Symposium 2004. Edited by W.P Imrie and D.M. Lane. TMS
The Minerals, Metals Materials Society. March 14 – 18.
[17] Wedderburn, Bruce. 2007. Nickel Laterite A Shift Towards Heap
Leaching .
Malachite Process Consulting.
RIWAYAT PENULIS Puguh Prasetiyo,
dilahirkan di Surabaya pada tanggal 8 Maret 1958, lulus S1
Teknik Pertambangan ITB pada tanggal 8 Maret 1986, dan bekerja sebagai staf
peneliti di Puslit Metalurgi sejak 1986 sampai saat ini.
ADSORPSI NIKEL DAN KOBALT PADA RESIN PENUKAR ION LEWATIT MONOPLUS TP 207 XL
DALAM BEBERAPA LARUTAN SULFAT
Frideni G.F , G. A Wisma, M.Z. Mubarok, dan S. Purwadaria
Program Studi Sarjana Teknik Metalurgi, FTTM-ITB, Jl. Ganesa 10 Bandung, 40312 E-mail : frideni_gfyahoo.com sunara_pyahoo.com
Intisari
Resin penukar ion Lewatit Monoplus TP 207 XL adalah salah satu resin untuk memisahkan logam dari larutan hasil pelindian bijih nikel laterit. Resin ini tahan terhadap abrasi, dapat digunakan pada suhu diatas suhu
kamar, memiliki kelarutan yang rendah dalam larutan hasil leaching sehingga dapat digunakan berulang-ulang. Tulisan ini membahas kinetika proses adsorpsi nikel dan kobalt pada resin penukar ion Lewatit Monoplus TP
207 XL dalam beberapa larutan nikel dan kobalt sintetik dengan pH 3, 4, dan 5 pada suhu kamar, 40
°
C, dan 50
°
C. Hasil dari percobaan menunjukkan bahwa dalam larutan nikel sulfat dan kobalt sulfat sintetik pH 5, persen adsorpsi nikel dan kobalt masing-masing dapat mencapai 92,19 dan 97,12 bila adsorpsinya dilakukan pada
suhu 50
°
C. Berdasarkan studi kinetika yang telah dilakukan, laju adsorpsi pada resin saat awal proses ≤ 2 jam
cenderung terkendali oleh laju difusi ion-ion melalui lapis difusi dalam fluida. Hasil percobaan menunjukkan pH dan suhu larutan berpengaruh pada persen adsorpsi nikel dan kobalt dan resin lebih sesuai untuk adsorpsi
logam-logam ini secara bersamaan, karena tidak cukup selektif untuk memisahkan keduanya. Kemungkinan penggunaan resin ini untuk mengadsorpsi nikel dan kobalt dari beberapa larutan hasil pelindian nikel laterit
kadar rendah yang telah dikurangi kandungan ion besinya juga disajikan dalam tulisan ini.
Kata kunci : Resin, Lewatit Monoplus TP 207 XL, Laterit, Pelindian, Difusi
Abstract
Lewatit Monoplus TP 207 XL ion exchange resin has a function to separate metal from nickel ore laterite in leaching solution. This resin has good wear ability and low solubility inside of solution after leaching process,
therefore can be used at elevated temperature frequently. This study concern on kinetic of nickel and cobalt absorption of Lewatit Monoplus TP 207 XL ion exchange resin in nickel solution and synthetic cobalt, with
potential hydrogen various around 3,4 and 5 at room temperature of 40
°
C and 50
°
C. Result shows that nickel and cobalt adsorption percentage can be obtained approximately around 92.19 and 97.12, respectively, in
nickel sulfide solution and 5 potential hydrogen of synthetic cobalt at temperature 50 °C. Based on kinetic study which has been done, absorption rate of resin at the first process
≤ 2 h effected by ions diffusion rate through diffusion layer in the fluid. Result shows that potential hydrogen and solution temperature affect in nickel and
cobalt absorption percentages, and also resin more appropriate to absorb these metals simultaneously, due to difficulty to separate of them. This study also shows possibility to using this resin for absorption nickel and
cobalt in various solutions which is obtained from low nickel laterite with low ferrous ions after leaching process.
Keywords : Resin, Lewatit Monoplus TP 207 XL, Laterit, Leaching, Diffusion
PENDAHULUAN
Mengikuti Hellferich
[1-2]
Resin Permukaan Larutan , proses
adsorpsi nikel pada resin penukar ion Lewatit Monoplus TP 207 XL secara
hipotetik diawali dengan perpindahan massa ion-ion nikel dari ruah latutan
kepermukaan resin, adsorpsi nikel pada permukaan resin dan dilanjutkan dengan
difusi nikel kebagian dalam resin. Proses adsorpsi ini ditunjukkan secara skematik
seperti;
[Ni]
r kr
K ks
[Ni]
l
1
46 |
Majalah Metalurgi, V 26.1.2011, ISSN 0126-3188 hal 45-52
dengan l menyatakan larutan, r menyatakan resin, s menyatakan
permukaan butiran resin, k
s
adalah koefisien perpindahan massa dalam
larutan, k
r
Setelah kesetimbangan tercapai antara nikel yang teradsorpsi pada resin dengan
nikel dalam larutan dimuka resin , akan diperoleh hubungan :
adalah koefisien perpindahan massa dalam resin, dan K adalah konstanta
kesetimbangan reaksi adsorpsi.
= K 2
Laju pemuatan nikel pada resin sebelum kesetimbangan tercapai dapat dinyatakan
oleh laju perpindahan massa nikel dari ruah larutan ke permukaan resin ;
=
3 dan laju perpindahan massa nikel pada
resin yang dapat dinyatakan dengan persamaan,
= 4
4 dengan A adalah luas antarmuka resin-
larutan. Apabila laju pemuatan resin terkendali
oleh laju perpindahan massa ion-ion Ni dari ruah larutan kepermukaan resin, maka
pada keadaan tunak laju perpindahan
massa dalam resin [ ] akan sama
dengan laju perpindahan massa dalam larutan [ -
] Kondisi ini biasanya terjadi dalam larutan dengan konsentrasi
nikel yang rendah. Dengan menyelesaikan kedua persamaan tersebut Persamaan 3 =
Persamaan 4 dan dengan mensubstitusikannya ke Persamaan 2,
akan diperoleh relasi ;
= 5
Subtitusi persamaan ini ke dalam Persamaan 4 memberikan,
= k’K -
6 dengan k’=k
s
k
r
Ak
s
K+k
s
Bila konsentrasi nikel dalam larutan pada permukaan resin konstan, integrasi
Persamaan 6 menghasilkan,
ln
=
k’t 7
Dengan memperhatikan bahwa pada keadaan kesetimbangan berlaku
= dan
adalah pemuatan nikel resin pada t = 0 yang nilainya = 0, persamaan
diatas dapat disederhanakan menjadi,
ln = k’t
8 Persamaan ini menyatakan bahwa
hubungan ln dengan t
linier. PROSEDUR PERCOBAAN
Untuk mempelajari kinetika adsorpsi nikel danatau kobalt pada resin penukar
ion Lewatit Monoplus TP 207 XL dari larutan nikel danatau kobalt sulfat,
dilakukan serangkaian percobaan adsorpsi dibawah tekanan atmosfer pada suhu
kamar, 40 °C, dan 50 °C, dengan menggunakan larutan-larutan artifisial
yang pH-nya 3, 4 dan 5. Keseluruhan percobaan dilakukan dengan menggunakan
resin 4x atau 1x dari perkiraan kebutuhan teoritik.
Percobaan adsorpsi nikel dan kobal juga dilakukan dengan menggunakan larutan
hasil pelindian bijih nikel laterit yang ion besinya telah dikurangi. Pelindian
dilakukan dalam larutan asam sulfat 1 M pada tekanan atmosfer dan percobaan
adsorpsi ion-ion nikel dan kobalt dilakukan dalam larutan hasil pelindian pada
temperatur 50
°C dan 60 Nikel dan kobalt yang masih tertinggal
dalam larutan, dianalisis dengan menggunakan
flame AAS Atomic
Absorption Spectrophotometer Shimadzu
seri AA 6300. °C, dengan
menggunakan resin 4x teoritik.
Adsorpsi Nikel dan ….. Frideni G.F
| 47 HASIL DAN PEMBAHASAN
Kinetika Adsorpsi Nikel pada Resin Penukar Ion Lewatit TP 207 XL dalam
Larutan Sulfat Artifisial
Dari data hasil pengujian adsorpsi nikel dalam larutan nikel sulfat dengan
konsentrasi awal kurang lebih 280 ppm Ni, dialurkan hubungan antara adsorpsi
nikel dengan waktu sebagaimana disajikan pada Gambar-gambar 1, 2 dan 3 berturut-
turut dari hasil percobaan pada pH 3, pH 4 dan pH 5.
Untuk perhitungan kinetika perlu diprediksi kondisi kesetimbangan keadaan
terminal proses adsorpsi, yaitu saat tidak lagi terjadi perubahan konsentrasi ion
logam dalam resin. Oleh karena percobaan dilakukan selama 4 jam, kondisi
kesetimbangan diasumsikan sebagai konsentrasi ion logam tertinggi dalam resin
selama 4 jam pengamatan. Sedangkan data yang digunakan untuk perhitungan kinetika
adalah data adsorpsi resin selama 2 jam, karena adsorpsi sudah tidak signifikan lagi
setelah 2 jam proses adsorpsi.
Gambar 1.
Persen adsorpsi Ni sebagai fungsi waktu dalam larutan nikel sulfat pH 3 pada suhu
kamar, 40 °C, dan 50 °C
Gambar 2
. Persen adsorpsi Ni sebagai fungsi waktu dalam larutan nikel sulfat pH 4 pada suhu
kamar, 40 °C, dan 50 °C
Gambar 3.
Persen adsorpsi Ni sebagai fungsi waktu dalam larutan nikel sulfat pH 5 pada suhu
kamar, 40 °C, dan 50 °C
Hubungan ln dengan t untuk
hasil-hasil percobaan di atas ditunjukkan pada Gambar 4, 5 dan 6. Keseluruhannya
menunjukkan hubungan yang linier dengan koefisien korelasi R mendekati 1. Energi
aktivasi proses Tabel 1 4,46 kkalmol menekankan bahwa proses terkendali oleh
difusi melalui lapis difusi dalam fluida
[3]
.
Tabel 1.
Energi aktifasi proses adsorpsi nikel
pH k’
R kalorimol
kkalorimol 3
-154,2 -154,2
306,395 0,306
4 -2244
-2244 4458,825
4,459 5
-646,4 -646,4
1284,396 1,284
48 |
Majalah Metalurgi, V 26.1.2011, ISSN 0126-3188 hal 45-52 Gambar 4.
Kinetika proses adsorpsi nikel dalam larutan dengan pH 3
Gambar 5.
Kinetika proses adsorpsi nikel dalam larutan dengan pH 4
Gambar 6.
Kinetika proses adsorpsi nikel dalam larutan dengan pH 5
Kinetika Adsorpsi Kobalt pada Resin Penukar Ion Lewatit TP 207 XL dalam
Larutan Sulfat Artifisial.
Hubungan antara adsorpsi kobal dengan waktu dari serangkaian percobaan
yang dilakukan dalam larutan kobal sulfat 63,48 ppm Co, disajikan pada Gambar 7, 8
dan 9 berturut-turut dari hasil percobaan pada pH 3, pH 4 dan pH 5. Sama seperti
perilaku adsorpsi nikel pada resin yang digunakan, laju adsorpsi pada resin
menurun dengan peningkatan waktu adsorpsi.
Hubungan ln dengan t untuk
hasil-hasil percobaan di atas ditunjukkan pada Gambar 10,
11 dan
12. Keseluruhannya menunjukkan hubungan
yang linear meskipun tidak sebaik pengaluran yang dilakukan pada adsorpsi
nikel. Energi aktivasi proses Tabel 2 4,4 kkalmol menyatakan kembali bahwa
proses terkendali oleh difusi melalui lapis difusi dalam fluida.
Gambar 7.
Persen adsorpsi Co sebagai fungsi waktu dalam larutan kobalt sulfat pH 3 pada suhu
kamar, 40 °C dan 50 °C
Gambar 8.
Persen adsorpsi Co sebagai fungsi waktu dalam larutan kobalt sulfat pH 4 pada suhu
kamar, 40 °C, dan 50 °C
Gambar 9.
Persen adsorpsi Co sebagai
fungsi
waktu dalam larutan kobalt sulfat pH 5 pada suhu kamar, 40 °C, dan 50 °C
Adsorpsi Nikel dan ….. Frideni G.F
| 49
Gambar 10.
Kinetika proses adsorpsi kobalt dalam larutan dengan pH 3
Gambar 11.
Kinetika proses adsorpsi kobalt dalam larutan dengan pH 4
Gambar 12.
Kinetika proses adsorpsi kobalt dalam larutan dengan pH 5
Tabel 2.
Energi aktifasi proses adsorpsi kobalt
pH k’
R Kalorimole
kkalorimole 3
-1560 -1560
3099,718 3,100
4 -1892
-1892 3759,402
3,759 5
-2196, -2196
4363,449 4,363
Kinetika Adsorpsi Nikel dan Kobalt pada Resin Penukar Ion Lewatit TP 207
XL dalam Larutan Nikel-Kobalt Sulfat Artifisial
Untuk menentukan adsorpsi Ni+Co dari larutan nikel-kobalt artifisial,
konsentrasi nikel dan kobalt dalam larutan diubah dalam unit molL. Oleh karena itu
hubungan antara adsorpsi dengan waktu yang ditunjukkan pada Gambar 13 dan 14
didasarkan pada mol Ni+Co yang teradsorpsi pada resin. Konsentrasi total
awal Ni+Co yang digunakan dalam percobaan adalah sebesar 0,024 molL.
Gambar 13.
Persen adsorpsi Ni+Co sebagai fungsi waktu pada suhu kamar dengan resin 1x teoritik
Gambar 14.
Persen adsorpsi Ni+Co sebagai fungsi waktu pada suhu kamar dengan resin 4x teoritik
Dengan cara yang sama seperti yang dilakukan sebelumnya, laju adsorpsi
Ni+Co dialurkan hubungan
ln dengan t dari hasil-hasil
percobaan di atas sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 15 dan 16.
50 |
Majalah Metalurgi, V 26.1.2011, ISSN 0126-3188 hal 45-52 Gambar 15.
Kinetika adsorpsi Ni+Co dalam larutan yang mengandung resin 1 kali teoritik
Gambar 16.
Kinetika adsorpsi Ni+Co dalam larutan yang mengandung resin 4 kali teoritik
Pengaruh Temperatur dan pH terhadap Kemampuan Adsorpsi Nikel dan Kobalt
pada Resin Penukar Ion Lewatit TP 207 XL dari Larutan Artifisial
Gambar 17 dan 18 berturut-turut menunjukkan pengaruh peningkatan pH
terhadap persen adsorpsi nikel dan kobal pada pada temperatur kamar, 40 °C, dan
50 °C.
Gambar 17.
Pengaruh pH dan temperature pada persen adsorpsi nikel dalam larutan nikel sulfat
setelah selama 4 jam
Gambar 18.
Pengaruh pH dan temperatur pada persen adsorpsi kobalt dalam larutan kobalt sulfat
setelah selama 4 jam
Proses adsorpsi Ni+Co berlangsung dengan energi aktifasi yang rendah, karena
cenderung terkendali oleh laju pepindahan massa ion-ion nikel dalam larutan. Proses
ini tidak sensitif terhadap kenaikan suhu. Laju adsorpsi nikel secara keseluruhan
lebih lambat dari laju adsorpsi kobal, meskipun dari larutan dengan konsentrasi
kobalt jauh lebih rendah dari nikel. Peningkatan jumlah nikel dan kobal
yang dapat diadsorpsi pada suhu yang lebih tinggi kemungkinan berkaitan dengan
peningkatan konsentrasi kesetimbangan ion-ion nikel dan kobalt pada resin.
Adsorpsi pada pH yang lebih tinggi dari DpH DpH nikel 2,2 dan DpH kobal 2,7
[4]
meningkatkan laju adsorpsi nikel dan kobal serta jumlah nikel dan kobal yang
dapat teradsorpsi selama 4 jam.
Selektifitas Resin Penukar Ion Lewatit TP 207 XL Terhadap Nikel dan Kobalt
Gambar 19.
perbandingan persen adsorpsi nikel dan kobalt dalam larutan nikel-kobalt sulfat pada
berbagai pH dengan suhu kamar selama 4 jam
Adsorpsi Nikel dan ….. Frideni G.F
| 51
Gambar 20.
Perbandingan persen adsorpsi nikel dan kobalt dalam larutan nikel-kobalt sulfat pada
berbagai pH dengan suhu kamar selama 4 jam
Nikel dan kobal memiliki DpH dengan rentang perbedaan yang kecil pada resin
penukar ion Lewatit Monoplus TP 207 XL. Bersamaan dengan itu laju adsorpsi nikel
lebih lambat dari laju adsorpsi kobalt. Sebagai konsekuensinya selektifitas resin
terhadap nikel dan kobalt dalam larutan sulfat sangat rendah. Sebagai
kesimpulannya resin penukar ion Lewatit TP Monoplus 207 XL lebih sesuai untuk
digunakan mengadsorpsi nikel dan kobalt secara bersamaan.
Adsorpsi Nikel dan Kobalt pada Resin Lewatit TP 207 XL dari Larutan Hasil
Pelindian
Larutan hasil pelindian yang digunakan adalah hasil pelindian dibawah tekanan
atmosfer pada 95°C dengan menggunakan reagen pelindi larutan asam sulfat 1 M.
Larutan hasil pelindian mengandung pengotor besi yang tinggi, sehingga besi
harus dioksidasi terlebih dahulu menjadi ion Fe
3+
dengan berbagai metoda, dan selanjutnya dilakukan presipitasi besi
dengan menaikkan pH. Ion-ion nikel dan kobalt dari larutan yang telah dipisahkan
besinya di adsorpsi dengan resin Lewatit Monoplus TP 207 XL pada pH 4-4,5.
Gambar-gambar 21, 22 dan 23 menunjukkan persen adsorpsi nikel, kobalt,
danatau besi dari larutan hasil pelindian yang telah dikurangi kadar besinya.
Gambar 21.
Persen adsorpsi nikel, kobalt, dan besi dari larutan hasil pelindian besi dioksidasi dengan
H
2
O
2
pada pH 4 dengan suhu 50°C
Gambar 22.
Persen adsorpsi nikel dan besi dari larutan hasil pelindian besi dioksidasi dengan
aerasi 2 tahap pada pH 4,5 dengan temperatur 60°C
Gambar 23.
Persen adsorpsi nikel dari larutan hasil pelindian besi dioksidasi elektrokimia dengan
beberapa variasi waktu pada pH 4,5 dengan temperatur 60°C adsorpsi besi sangat kecil dan
diabaikan
Besi yang tertinggal cenderung ikut teradsorpsi saat adsorpsi nikel pada pH 4 -
4,5. Oleh karena itu besi dari larutan hasil pelindian harus dipisahkan sebanyak
mungkin, sebelum dilakukan recovery
52 |
Majalah Metalurgi, V 26.1.2011, ISSN 0126-3188 hal 45-52
nikel dengan Lewatit Monoplus TP 207 XL.
KESIMPULAN Dari percobaan adsorpsi yang telah
dilakukan diketahui bahwa resin penukar ion Lewatit TP Monoplus 207 XL dapat
digunakan untuk mengadsorpsi nikel, kobalt, dan besi pada pH sekitar 4.
Keasaman larutan sangat mempengaruhi laju dan jumlah ion-ion nikel dan kobalt
yang dapat di adsorpsi. Resin ini tidak selektif untuk memisahkan nikel dan
kobalt dari larutan nikel-kobalt sulfat karena DpH untuk pemisahan kedua ion
tersebut sangat berdekatan. Laju adsorpsi nikel lebih lambat dari laju adsorpsi kobalt
dari larutan sulfat artifisial. Proses adsorpsi terkendali oleh laju difusi ion-ion melalui
lapis difusi dalam fluida. Adsorpsi nikel dan kobalt dari larutan hasil pelindian
berlangsung dengan laju yang lebih tinggi.
DAFTAR PUSTAKA [1] Kunin, R., Ion Exchange Resin, Second
Edition, John Wiley and Son, Inc., New York.
[2] Zaimawati, Z. 2005. Development of Resin in Pulp Process for Recovery
Nickel and Cobalt from Laterite Leach Slurries
, PhD Thesis, Murdoch Univ. WA.
[3] Habashi, F.1970. Principle Of Extractive Metallurgy
, Volume 2 Hydrometallurgy, Gordon and
Research, Science Publisher, Inc, New York.
[4] Metal Winning by Hydrometallurgy,
Lewatit, Bayer Chamicals.
Indeks
|
Indeks Penulis
A
Agung Imaduddin 1 Ari Yustisia Akbar 21
Arifin Arif 7
D
Deddy Sufiandi 15, 27
E
Edi Herianto 7
F
Frideni G.F 45
G
G. A Wisma 45
H
Harsisto 21 Hartati Soeroso 21
I
Immanuel Ginting 27
M
M.Z. Mubarok 45
P
Puguh Prasetiyo 35
R
Ronald Nasoetion 3
S
S. Purwadaria 45
Y
Yulinda Lestari 21
|
Majalah Metalurgi, V 25.1.2011, ISSN 0126-3188
Indeks
|
Indeks
B
Bijih nikel 7, 12, 13, 14, 35, 36, 43, 44, 45, 46
C
Caron process 7, 13, 35, 44 CMR 1
D
Difusi 45, 47, 48, 52
E
Engineered cement composit 21., 22
F
Floating zone method 1 Fly ash 21, 23, 24
H
Hidrometalurgi 14, 35, 36 HPAL process 7, 35
Hydrometallurgy 35, 52
I
Ilmonite 35 Industri baja 15, 16, 27
K
Kristal tunggal 1, 2 , 3, 4 , 5
L
Laterit 7, 10, 11, 12, 13, 14, 35, 36, 37, 38, 39, 40, 41, 42, 43, 45, 52
Laterite 7, 10, 13, 14, 35, 40, 43, 44, 52 Laterit kadar rendah 7, 13, 35, 36, 37,
38, 39, 40, 41, 43, 44, 45
Leaching 10, 20, 35, 36, 38, 39, 51, 43, 44, 45
Lewatit Monoplus TP 207 XL 45, 46, 51, 52
Limonit 7, 8, 11, 12, 13, 35, 36, 37, 41, 42, 43
Low grade of laterite 35 LSMO 1, 2
LSMO 327 12
M
Magnesium Mg 35, 37 Magnetic separator 15, 16, 17, 19, 27,
28, 29, 31, 32, 33 Mangan 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33, 34,
38 Metoda floating zone 1
N
Nickel ore 7
P
Pasir besi titan 15, 16, 17, 18, 19, 20 Polyvinyl alcohol 21, 23, 24
Product 9, 14, 15, 27, 38 Produk 3, 7, 8 , 9, 11, 14, 15, 16, 17, 18,
20, 23, 27, 28, 33, 35, 36, 38, 40, 41, 43
Proses Caron 7, 8, 9, 10, 12, 13, 35, 36, 37, 38, 41, 43
Proses HPAL 7, 8, 9, 13, 35, 36, 37, 39, 40, 41, 43
R
Resin 45, 46, 47, 48, 49, 50, 51, 52 Roasting 27, 28, 30, 31, 32, 33
S
Saprolite 7, 35, 42 Self healing concrete 21, 22, 23
Single crystal 1, 5 Steel industry 15
Superplastisize 21, 24
|
Majalah Metalurgi, V 25.1.2011, ISSN 0126-3188
T
Tegal Buleud - Sukabumi Selatan 15 Tegal Buleud- South Sukabumi 15
Titans iron sand 15
PANDUAN BAGI PENULIS
1. Penulis yang berminat menyumbangkan hasil karyanya untuk dimuat di dalam majalah Metalurgi, diharuskan mengirim naskah asli dalam bentuk final baik hardcopy atau
softcopy dalam file doc, disertai pernyataan bahwa naskah tersebut belum pernah diterbitkan atau tidak sedang menunggu penerbitannya dalam media tertulis manapun.
2. Penulis diminta mencantumkan nama tanpa gelar, afiliasi kedudukan dan alamat emailnya setelah judul karya tulisnya, dan ditulis dengan Times New Roman TNR, jarak 1 spasi,
font 12. 3. Naskah harus diketik dalam TNR font 12 dengan satu 1 spasi. Ditulis dalam bentuk
hardcopy dengan kertas putih dengan ukuran A4 pada satu muka saja. Setiap halaman harus diberi nomor dan diusahakan tidak lebih dari 30 halaman
4. Naskah dapat ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris, harus disertai dengan judul yang cukup ringkas dan dapat melukiskan isi makalah secara jelas. Judul ditulis
dengan huruf kapital menggunakan TNR font 14 dan ditebalkan. Untuk yang berbahasa Indonesia, usahakanlah untuk menghindari penggunaan bahasa asing.
5. Isi naskah terdiri dari Judul naskah, Nama Pengarang dan Institusi beserta email, IntisariAbstract, Pendahuluan, Tata KerjaProsedur Percobaan, Hasil Percobaan,
Pembahasan, Kesimpulan dan Saran, Daftar Pustaka, Ucapan Terimakasih dan Riwayat Hidup. Pakailah bahasa yang baik dan benar, singkat tapi cukup jelas, rapi, tepat dan
informatif serta mudah dicernadimengerti. Sub judul ditulis dengan huruf kapital TNR font 12, ditebalkan tanpa penomoran urutan sub judul, misalnya :
PENDAHULUAN PROSEDUR PERCOBAAN
, dan seterusnya. 6. Naskah harus disertai intisari pendek dalam bahasa Indonesia dan abstract dalam bahasa
Inggris ditulis TNR 10 jarak 1 spasi diikuti dengan kata kuncikeywords ditulis miring. Isi dari intisariabstract merangkum secara singkat dan jelas tentang :
• Tujuan dan Ruang Lingkup Litbang
• Metoda yang Digunakan • Ringkasan Hasil
• Kesimpulan 7. Isi pendahuluan menguraikan secara jelas tentang :
• Masalah dan Ruang Lingkup • Status Ilmiah dewasa ini
• Hipotesis • Cara Pendekatan yang Diharapkan
• Hasil yang Diharapkan 8. Tata kerjaprosedur percobaan ditulis secara jelas sehingga dapat dipahami langkah-
langkah percobaan yang dilakukan. 9. Hasil dan pembahasan disusun secara rinci sebagai berikut :
• Data yang disajikan telah diolah, dituangkan dalam bentuk tabel atau gambar, serta diberi keterangan yang mudah dipahami. Penulisan keterangan tabel diletakkan di atas tabel,
rata kiri dengan TNR 10 dengan spasi 1. Kata tabel ditulis tebal. Akhir ketrangan tidak diberi tanda titik .
LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA
P U S A T P E N E L I T I A N M E T A L U R G I
Kawasan PUSPIPTEK Serpong 15314, Tlp.021-7560911 Fax. 021-7560553
PANDUAN BAGI PENULIS
Contoh
:
Tabel 1.
Harga kekerasan baja SS 316L
Penulisan keterangan gambar ditulis di bawah gambar, rata kiri dengan TNR 10 jarak 1 spasi, format “in line with text”. Kata gambar ditulis tebal. Akhir ketrangan tidak diberi
tanda titik. Contoh
:
Gambar 1.
Struktur mikro baja SS 316L
• Pada bagian pembahasan terlihat adanya kaitan antara hasil yang diperoleh dengan konsep dasar dan atau hipotesis
• Kesesuaian atau pertentangan dengan hasil litbang lainnya • Implikasi hasil litbang baik secara teoritis maupun penerapan
10. Kesimpulan berisi secara singkat dan jelas tentang : • Esensi hasil litbang
Penalaran penulis secara logis dan jujur, fakta yang diperoleh 11. Penggunaan singkatan atau tanda-tanda diusahakan untu memakai aturan nasional atau
internasional. Apabila digunakan sistem satuan maka harus diterapkan Sistem Internasional SI
12. Kutipan atau Sitasi • Penulisan kutipan ditunjukkan dengan membubuhkan angka dalam format superscript
sesuai urutan.
• Angka kutipan ditulis sebelum tanda titik akhir kalimat tanpa spasi, dengan tanda kurung siku dan tidak ditebalkan bold.
• Jika menyebut nama, maka angka kutipan langsung dibubuhkan setelah nama tersebut. • Tidak perlu memakai catatan kaki.
• Urutan dalam Daftar Pustaka ditulis sesuai dengan nomor urut kutipan dalam naskah.
Contoh:
Struktur mikro baja SS 316L
[2]
. 13. Penyitiran pustaka dilakukan dengan memberikan nomor di dalam tanda kurung. Daftar
pustaka itu sendiri dicantumkan pada bagian akhir dari naskah. Susunan penulisan dari pustaka sebagai berikut :
1. Buku dengan satu pengarang atau dua pengarang hanya nama pengarang yang