• Genotipe-genotipe yang diklasifikasikan stabil adalah genotipe-genotipe yang
berada dalam selang kepercayaan ganda 95 pada titik pusat. Dari Gambar 2
Genoitipe stabil adalah G1 •
Genotipe-genotipe yang spesifik lokasi adalah genotipe-genotipe yang berada dalam selang kepercayaan ganda 95 pada masing-masing lokasi terluar. Dari
Gambar 2 yang termasuk genotipe spesifik untuk lingkungan L1 adalah G2
dan G3; genotipe spesifik untuk lingkungan L2 adalah G5; dan genotipe spesifik untuk lingkungan L3 adalah G4
Selain menggunakan Biplot AMMI, untuk menentukan peringkat genotipe stabil dapat dilakukan dengan formulasi Indeks Stabilitas AMMI yang
dikembangkan dari konsep phytagoras dalam biplot Jaya IGDNM 2008.
[ ]
+
=
2 2
2 1
12 2
12 1
SkorKUI SkorKUI
ISA 2
3. Mendapatkan peubah latent IGL karakteristik agronomi usia masak
fisiologis, kadar air panen, berat tongkol panen dan peubah laten IGL hasil serta mengkoreksi kovariat genotipe
× lingkungan terhadap pengaruh utama
Msalkan Y
1
, Y
2
, Y
3
, dan Y
4
masing-masing adalah matriks interaksi DH
I
, UMF
I
, KAP
I
, dan BTK
I
dengan ordo masing-masing a x b dengan a adalah banyaknya genotipe dan b adalah banyaknya lingkungan. Setiap matriks interaksi
genotipe ×
lingkungan dapat didefinisikan menggunakan singular value decomposition SVD sebagai berikut :
Y
i
= U
i
:
i
V
i ’
+ e
i
, 3
axb axm mxm mxb axb
Diasumsikan bahwa U
i
:
i
V
i
adalah nilai IGL sebenarnya dari peubah ke-i dengan m komponen pertama ditentukan berdasarkan pada metode keberhasilan
total postdictive success. Matriks Y
i
dalam persamaan 3 dikonversi kedalam
bentuk vektor kolom dengan menggunakan operator vec dan produk kronecker
Harville, 1997:
VecY
i
= V
i
U
i
vec
:
i
+ vece
i
, 4
ab x 1 ab x mm
mm x 1 ab x 1
K
i
= V’
i
⊗ U
i
vec:
i
, 5
Sehingga nilai observasi setiap genotipe pada setiap lingkungan untuk peubah ke-i dapat dituliskan sebagai berikut:
y
i
= K
i
+ H
i
6 Peubah eksogen X
ij
merupakan hasil perkalian antara kovariat genotipik ke-i dan kovariat lingkungan ke-j. Karena hasil dan karakteristik agronomi usia
masak fisiologis, kadar air panen, berat tongkol panen merupakan nilai interaksi yang tidak lain adalah nilai residual, maka peubah eskogen X juga harus
disesuaikan terhadap efek utama genotipe dan lingkungan dengan mengalikan
nilai X terhadap I-P
z
dimana Z adalah matriks rancangan dari efek utama genotipe dan lingkungan, dengan P
z
=ZZ’Z
-1
Z
’ Dhungana 2004. Diasumsikan bahwa peubah X diukur tanpa kesalahan pengukuran.
4. Pemodelan IGL hasil dengan Model Persamaan Struktural MPS
Dalam persamaan struktural terdiri dari dua komponen dasar yaitu persamaan pengukuran dan pesamaan struktural.
Model Pengukuran Model pengukuran dari y untuk penelitian ini dapat dituliskan sebagai berikut :
1 4
1 4
1 4
x x
x
y
+ =
7
dengan y = y
1
y
2
y
3
y
4
` , K = K
1
K
2
K
3
K
4
`, vektor residual H = H
1
H
2
H
3
H
4
` dan EH =0, EH H
’=
ε
. Diasumsikan bahwa peubah eksogen X diukur tanpa kesalahan pengukuran.
Model strukturalnya dapat dituliskan sebagai berikut : K
= BK + ; 8
Dengan :
X : vektor s x 1 eksogenus
B : matrik 4x4 koefisien yang menunjukkan hubungan antara peubah
endogenus η
= B
34 24
14 23
13 12
: matriks 4 x s koefisien hubungan antara endogenus η
dengan eksogenus X
: vektor kolom 4x1 vektor kekeliruan yang terkait dengan peubah endogenus
η
Asumsi
E = 0
E
¶ = \
I-B Non Singular sehingga I-B
-1
dapaat dihitung
Dalam penelitian ini nilai s maksimal adalah 6 karena ada sebanyak 3 kovariat genotipik dan 2 kovariat Lingkungan sehingga kombinasi kovariat genotipik ×
lingkungan sebanyak 6 peubah. Diagram lintas pada Gambar 1 dapat
diterjemahkan kedalam persamaan matematis untuk model penuhnya full Model adalah seagai berikut :
Model Struktural
η
1
= b
111
X
11
+ b
121
X
12
+ ζ
1
η
2
= β
12
η
1
+ b
112
X
11
+ b
122
X
12
+ b
212
X
21
+b
222
X
22
+ ζ
2
η
3
= β
13
η
1
+ β
23
η
2
+ b
113
X
11
+ b
123
X
12
+ b
213
X
21
+b
223
X
22
+ b
313
X
31
+ b
323
X
32
+ ζ
3
η
4
= β
14
η
1
+ β
24
η
2
+ β
34
η
3
+ b
114
X
11
+ b
124
X
12
+ b
214
X
21
+b
224
X
22
+ b
314
X
31
+ b
324
X
32
+ ζ
4
Atau dalam notasi matriks :
+
+
=
4 3
2 1
32 31
22 21
12 11
324 314
224 214
124 114
323 313
223 213
123 113
222 212
122 112
121 111
4 3
2 1
34 24
14 23
13 12
4 3
2 1
ζ ζ
ζ ζ
η η
η η
η η
η η
X X
X X
X X
b b
b b
b b
b b
b b
b b
b b
b b
b b
Model Pengukuran
y
1
= η
1
+ ε
1
y
2
= η
2
+ ε
2
y
3
= η
3
+ ε
3
y
4
= η
4
+ ε
4
Atau dalam notasi matriks
+
=
4 3
2 1
4 3
2 1
4 3
2 1
ε ε
ε ε
η η
η η
y y
y y
Struktur Koragam dan Pendugaan Parameter
Konsep pendugaan parameter dalam MPS adalah meminimumkan perbedaan antara matriks koragam observasi 6 dengan koragam model 6T
Bollen, 1989. Misalkan ¦
yy
4x4 ,¦
xx
sxs ,¦
yx
4xs masing-masing adalah matriks koragam dari 4 peubah endogen Y, s peubah eksogen X, dan matriks
koragam Y, X, dan ¦ adalah matriks gabungan dengan ordo 4+s x 4+s
sebagai berikut :
Σ
Σ Σ
Σ =
Σ
xx yx
yx yy
¦ θ
adalah matriks koragam Y dan X yang merupakan fungsi dari vektor
parameter θ
. Bentuk tereduksi dari persamaan 8 adalah :
K = I-B
-1
X+ 9
Sehingga partisi ∑
θ yang bersesuaian dengan
∑ adalah :
¦
yy
T=EYY’=I-B
-1
¦
xx
’ + \ [I-B
-1
]
‘
+
H
10 ¦
yx
T=EYX’=I-B
-1
¦
xx
11 ¦
xx
T=EXX’=¦
xx
12
Sehingga matriks ∑
θ dapat dituliskan secara lengkap sebagai berikut :
Σ −
Γ Σ
ΓΣ −
Θ +
− +
Γ ΓΣ
− =
Σ
− −
− −
xx xx
xx xx
B I
B I
B I
B I
]’ [
’ ]’
[
1 1
1 1
ε
ψ θ
13
Penduga Weighted Least Square WLS
Pendugaan WLS digunakan untuk data tidak menyebar normal ganda, jika data menyebar normal ganda dapat digunakan penduga Maximum Likelihood
ML. Penduga WLS dapat dituliskan :
[ ]
[ ]
s W
s
1
− −
=
− ’
WLS
F 14
Uji Kebaikan Model Goodness of Fit
Uji Kebaikan Chi-Square
Hipotesis Uji H
: Σ
= Σ
θ lawan H
1
: Σ
Σ
θ Jika
H diterima pada taraf nyata tertentu, maka dapat diambil
kesimpulan bahwa model diterima. Statistik untuk menguji hipotesis tersebut adalah:
θ ˆ
1 xF n
T −
= 15
Statistik T mendekati distribusi Chi-Square. Jika nilai
2
χ lebih besar dari
nilai kritis Chi-Square maka H ditolak.
Selain uji kebaikan Chi-Square, ada beberapa indeks kebaikan model yang dapat digunakan diantaranya adalah Goodness of fit Index GFI. Model dikatakan
fit jika nilai GFI ≥
0,90. Selain GFI ada juga Root Means Square Error of Approximation RMSEA. Model dikatakan baik jika nilai RMSEA
≤ 0,08
Software
Untuk mempermudah perhitungan dalam penelitian ini, penulis menggunakan beberapa software yaitu Excel 2007, SAS 9.1, MINITAB 15.0 dan
AMOS 7.0
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik tanaman jagung yang dikaji dalam penelitian ini meliputi karakteristik agronomi seperti usia masak fisiologis, kadar air panen, berat
tongkol dan hasil. Sebelum dilakukan analisis ragam, dilakukan pengujian asumsi kehomogenan ragam dan normalitas galat untuk masing-masing peubah. Untuk
memenuhi asumsi kehomogenan ragam dan normalitas galat dilakukan tranformasi akar kuadrat sesuai dengan hasil analisis Box Cox Tranformation
dengan nilai lamda optimal adalah 0.5. Pada Lampiran 2 disajikan hasil
pengujian kehomogenan ragam dan normalitas galat dengan hasil secara umum asumsi terpenuhi. Khusus untuk usia masak fisiologis terlihat masih adanya
penyimpangan. Namun untuk pelanggaran yang tidak terlalu ekstrim, uji F masih dapat digunakan karena sifat kekar robust sehingga anggapan kesamaan ragam
dan kenormalan tidaklah dituntut secara ketat dipenuhi cukup secara kasar Sembiring, 1995
Analisis Daya Adaptasi Tanaman Karakteristik Agronomi Hasil HSL
Hasil merupakan salah satu karakteristik agronomi tanaman jagung yang diukur dari hasil kering jagung dengan kadar air maksimum 15. Dari 12
genotipe yang di tanam pada 16 lingkungan, rata-rata hasil jagung kering relatif bervariasi antara genotipe. Genotipe D BC 42521 memiliki rata-rata hasil yang
paling berat dan genotipe J BISI–2 memiliki rata-rata hasil paling ringan
dibandingkan genotipe-genotipe yang lain. Hasi ini dapat dilihat pada Gambar 1.
Faktor tempat tumbuh umumnya berpengaruh terhadap hasil panen jagung. Dari 16 lingkungan tanam, genotipe-genotipe yang ditanam di lingkungan
16 Jambu Timur dan lingkungan 1 Ketaon umumnya memiliki hasil panen yang paling ringan dibandingkan dengan genotipe yang di taman di lingkungan
lain. Sedangkan genotipe-genotipe yang di tanam di lingkungan 15 Pontang dan lingkungan 12 Kuta Tengah memiliki rata-rata hasil panen yang paling berat.
Gambar 1 Rata-Rata Karakteristik Agronomi Hasil Panen Menurut Genotipe
Gambar 2 Rata-Rata Karakteristik Agronomi Hasil Masing-Masing Genotipe Menurut Lingkungan Tanam
Rata-rata hasil panen kedua belas genotipe untuk setiap lingkungan ditunjukkan
pada Gambar 2. Terlihat dengan jelas bahwa rata-rata hasil panen keduabelas
genotipe pada lingkungan 16 Jambu Timur relatif paling sedikit dibandingkan dengan lingkungan yang lain. Genotipe-genotipe yang tumbuh di lingkungan 15
Pontang secara umum memiliki rata-rata hasil panen yang relatif tinggi.
Sedangkan pada lingkungan 2 Kemiri rata-rata hasil panen setiap genotipe relatif bervariasi.
Analisis AMMI Untuk Karakteristik Agronomi Hasil Panen
Hasil deskripsi rataan hasil panen jagung dari 12 genotipe yang ditanam pada 16 lingkungan tanam menunjukkan adanya kecenderungan perbedaan respon
hasil panen antar genotipe jagung dan lingkungan tanam. Dengan analisis ragam gabungan dapat diketahui tingkat perbedaan rata-rata hasil panen antar genotipe
dan lingkungan.
Berdasarkan hasil analisis ragam gabungan pada Tabel 1. jika diuji pada
taraf nyata 5 ada perbedaan rata-rata hasil panen antara genotipe dan rata-rata hasil panen untuk setiap lingkungan. Ini dapat dilihat dari nilai-p yang kurang dari
5. Hasil Ini menunjukkan bahwa jenis genotipe atau kondisi lingkungan tempat tumbuh sangat bepengaruh terhadap hasil panen jagung.
Tabel 1 Hasil Analisis AMMI untuk Karakteristik Agronomi Hasil Sumber Keragaman
DF JK
KT F
Nilai-p Genotipe 11
1.920 0.174
11.100 0.000
Lingkungan 15 66.290
4.420 281.710
0.000 UlanganLingkungan 32 1.790 0.056 3.560 0.000
Interaksi 165 5.790
0.035 2.240
0.000 KUI
1
25 1.900 0.076
4.850 0.000
KUI
2
23 1.090 0.048
3.030 0.000
KUI
3
21 0.840 0.040
2.540 0.000
KUI
4
19 0.650 0.034
2.190 0.003
KUI
5
17 0.470 0.028
1.780 0.029
KUI
6
15 0.310 0.021
1.340 0.177
Sisa 45 0.510
0.011 0.730
0.904 Galat 352
5.520 0.016
Total Terkoreksi 575
81.310 0.141
Hasil analisis ragam gabungan juga menunjukkan bahwa pengaruh interaksi antara genotipe dan lingkungan berbeda nyata pada taraf nyata 5. Ini
berarti ada perbedaan rata-rata hasil panen tanaman jagung dari genotipe-genotipe yang ditaman pada lingkungan yang berbeda.
Penguraian dugaan pengaruh interaksi menghasilkan lima akar ciri tidak nol pada taraf nyata 5 yaitu 0.635, 0.364, 0.279, 0.218 dan 0.158. Kontribusi
masing-masing akar ciri terhadap jumlah kuadrat interaksi adalah 32.88, 18.87, 14.48, 11.27 dan 8.20.
Intepretasi Model AMMI Untuk Karakteristik Agronomi Hasil
Biplot antara rata-rata hasil dengan KUI
1
sebagai Bipot AMMI-1 merupakan tampilan grafis yang meringkas informasi pengaruh utama genotipe
dan lingkungan yaitu pada sumbu rataan dan pengaruh interaksi genotipe dengan lingkungan pada sumbu KUI
1
. Genotipe yang letaknya satu titik pada sumbu datar berarti mempunyai pengaruh utama yang sama dan jika terletak pada satu titik
pada sumbu tegak berarti mempunyai pengaruh interaksi yang sama. Biplot
AMMI-1 ditunjukkan pada Gambar 2 di bawah ini.
Gambar 3 Biplot AMMI-1 Karakteristik Agronomi Hasil TonHa, + Rata- Rata Umum
Hasil plot antara KUI
1
dengan rata-rata hasil pada Gambar 3
Memeperlihatkan bahwa Genotipe D BC 42521 memiliki rata-rata hasil yang paling berat dan genotipe dengan rata-rata hasil yang paling ringan adalah J
BISI–2. Dari Gambar 3 juga terlihat bahwa genotipe B BIO 1263, L C-7,
dan H BC 42882–A mempunyai rata-rata hasil yang sama namun pengaruh interaksinya dengan lingkungan berbeda. Misalkan genotipe B P–12
berinteraksi positif dengan lingkungan L13 Sambirejo sedangkan genotipe H BC 42882–A berinteraksi negatif dengan lingkungan L13 Sambirejo
Struktur interaksi antara genotipe dan lingkungan untuk hasil dapat dilihat
dari Biplot AMMI-2 pada Gambar 4 yaitu plot antara KUI
1
dengan KUI
2
. Hasil biplot ini dapat mengambarkan keragaman interaksi sebesar 51.8. Persentase
keragaman yang dijelaskan relatif besar lebih besar dari 50.
Gambar 4 Biplot AMMI 2 Untuk Karakteristik Agronomi Hasil 51.8 Hasil Biplot AMMI-2, memperlihatkan bahwa ada dua genotipe yang
mempunyai respon relatif stabil terhadap ke-16 lingkungan yaitu genotipe F BC 41399 dan Genotipe A BIO 9900. Genotipe yang mempunyai respon yang
stabil adalah genotipe-genotipe yang posisinya berada di dalam elips pada titik
pusat. Dapat diperhatikan pula untuk Genotipe K P-12 dan genotipe E BC 46283 walaupun berada di luar elips, tetapi jaraknya dari titik pusat tidak terlalu
jauh dibandingkan dengan genotipe F BC 41399 dan Genotipe A BIO 9900. Ini juga dapat dilihat dari rangking stabilitas genotipe dengan menggunakan
Indeks Stabilitas AMMI ISA yaitu melihat posisi relatif genotipe-genotipe
terhadap titik pusat Biplot AMMI-2 yang terjadi dalam Tabel 2.
Tabel 2 Indeks Stabilitas AMMI Untuk Karkateristik Agronomi Hasil Kode Genotipe
Karakteristik Hasil ISA Rank
A BIO 9900
0.140 2
B BIO 1263
0.640 9
C BIO 1169
0.540 8
D BC 42521
0.720 12
E BC 42683
0.200 4
F BC 41399
0.120 1
G BC 2630
0.710 10
H BC 42882–A
0.390 7 I
BIO 9899 0.320
5 J
BISI–2 0.720 11
K P–12 0.190
3 L
C 7 0.380
6 Jika diperhatikan dari Indeks Stabilitas AMMI, tiga genotipe yang
memiliki posisi paling dekat dengan titik pusat yang menunjukkan genotipe- genotipe yang paling stabil dibandingkan dengan yang lain yaitu genotipe F BC
41399 pada peringkat pertama, Genotipe A BIO 9900 pada peringkat kedua, dan Genotipe K P-12 pada posisi ketiga Sehingga dari hasil ini dapat
dipertimbangkan ada empat genotipe yang stabil. Hasil biplot AMMI-2 ini juga memberikan informasi mengenai genotipe-
genotipe yang spesifik lingkungan berdasarkan karakteristik agronomi hasil panen. Genotipe-genotipe yang spesifik lingkungan dapat diamati dari poisisi
genotipe tersebut terhadap lingkungan tanam. Jika genotipe-genotipe tersebut berdekatan dengan lingkungan tanam tertentu maka genotipe tersebut dinyatakan
spesifik lingkungan menurut karakteristik agronomi yang diamati. Artinya bahwa karakteristik agronomi yang diamati dari genotipe yang bersangkutan berkorelasi
positif dengan kondisi lingkungan tanam atau perubahan respon karakteristik agronomi yang diamati mengikuti perubahan kondisi lingkungan tanaman. Misal
untuk genotipe B BIO 1263 bersifat spesifik lingkungan L5 Sido Waras, artinya bahwa untuk genotipe B BIO 1263 , perubahan hasilnya selaras dengan
perubahan kondisi lingkungan pada L5 Sido Waras. Dari Gambar 4 juga
terlihat genotipe J BISI-2 spesifik lingkungan pada lingkungan L3 Moncongloe Bulu. Biplot AMMI-2 juga menunjukkan bahwa dipandang dari karakteristik
agronomi hasil Genotipe I BIO 9899, LC -7 dan J BISI-2 membentuk satu kelompok dan memilki hasil yang relatif baik pada lingkungan L16 Jambu
Timur dan L3 Moncongloe Bulu. Hasil Biplot AMMI-2 juga memperlihatkan bahwa genotipe D BC 42521
berada pada posisi terluar. Ini artinya bahwa dilihat dari karakteristik hasil genotipe ini memiliki keragaman yang paling tinggi. Selain itu genotipe D BC
42521 juga tercatat sebagai genotipe dengan rataan hasil terbesar.
Gambar 5 Rata-Rata Karakteristik Agronomi Hasil Genotipe Stabil Pada 16 Lingkungan
Stabilnya genotipe F BC 41399, A BIO 9900, KP-12, BC 42683 juga dapat dilihat dari keselarasan nilai rata-rata hasil keempat genotipe tersebut pada
setiap lingkungan dengan rata-rata keseluruhan genotipe. Pada Gambar 5
tampak bahwa keempat genotipe tersebut memiliki nilai rata-rata disekitar rata- rata seluruh genotipe yang diuji pada setiap lingkungan taman. Disamping itu,
pola perubahan rata-rata hasil keempat genotipe tersebut mengikuti pola perubahan rata-rata respon seluruh genotipe pada setiap lingkungan.
Karakteristik Agronomi Berat Tongkol Panen BTK
Berat tongkol panen adalah rataan berat tongkol pada saat dipanen dalam satuan tonha. Rata-rata berat tongkol panen dari 12 genotipe yang di tanam pada
16 lingkungan terlihat tidak terlalu bervariasi antar genotipe seperti yang terilhat
pada Gambar 6. Genotipe D BC 42521 adalah genotipe yang memiliki rata-rata
berat tongkol panen yang paling berat dan genotipe J BISI–2 memiliki rata-rata berat tongkol paling ringan dibandingkan genotipe-genotipe yang lain.
Gambar 6 Rata-Rata Karakteristik Agronomi Berat Tongkol Panen Menurut Genotipe
Faktor tempat tumbuh selain berpengaruh terhadap hasil kemungkinan
juga berpengaruh terhadap berat tongkol panen. Pada Gambar 7 ditunjukkan
bahwa dari 16 lingkungan tanam, genotipe-genotipe yang ditanam di lingkungan
16 Jambu Timur dan lingkungan 1 Ketaon umumnya memiliki berat tongkol
yang paling ringan dibandingkan dengan genotipe yang di taman di lingkungan lain. Sedangkan genotipe-genotipe yang di tanam di lingkungan 6 Brodot dan
lingkungan 7 Wringin Songo memiliki rata-rata berat tongkol yang paling berat.
Gambar 7 Rata-Rata Karakteristik Agronomi Berat Tongkol Panen Masing- Masing Genotipe Menurut Lingkungan Tanam
Analisis AMMI Untuk Karakteristik Agronomi Berat Tongkol Panen
Hasil deskripsi mengenai rata-rata berat tongkol panen 12 genotipe yang ditanam pada 16 lingkungan tanam menunjukkan bahwa ada kecenderungan
perbedaan respon berat tongkol panen antara genotipe jagung dan lingkungan tanam. Dengan analisis ragam gabungan dapat diketahui tingkat perbedaan rata-
rata berat tongkol panen antar genotipe dan lingkungan.
Berdasarkan hasil analisis ragam gabungan pada Tabel 3 jika diuji pada
taraf nyata 5 ada perbedaan rata-rata berat tongkol panen antara genotipe dan lingkungan. Ini dapat dilihat dari nilai-p yang kurang dari 5. Hasil ini
menunjukkan bahwa jenis genotipe dan lingkungan tempat tumbuh sangat bepengaruh terhadap berat tongkol panen.
Tabel 3 Hasil Analisis AMMI untuk Karakteristik Agronomi Berat Tongkol Panen
Sumber Keragaman DF
JK KT
F Nilai-p
Genotipe 11 3.150 0.287 15.70 0.000
Lingkungan 15 162.360
10.824 120.79 0.000 UlanganLingkungan 32 2.870 0.090 4.90 0.000
Interaksi 165 7.370 0.045 2.45 0.000
KUI
1
25 2.700 0.108 5.91 0.000 KUI
2
23 1.480 0.065 3.53 0.000 KUI
3
21 1.200 0.057 3.12 0.000 KUI
4
19 0.580 0.031 1.68 0.037 KUI
5
17 0.480 0.029 1.56 0.073 Sisa
60 0.920 0.015 0.84 0.792 Galat 352
6.430 0.018
Total Terkoreksi 575
182.180 0.317
Hasil analisis ragam gabungan juga menunjukkan bahwa pengaruh interaksi antara genotipe dan lingkungan berbeda nyata pada taraf nyata 5. Hasil
ini menunjukkan bahwa genotipe-genotipe yang di tanam pada lingkungan tanam berbeda memberikan memiliki berat tongkol yang berbeda.
Penguraian dugaan pengaruh interaksi menghasilkan empat akar ciri tidak nol pada taraf nyata 5 yaitu 0.708, 0.354, 0.277, dan 0.233, Kontribusi masing-
masing akar ciri terhadap jumlah kuadrat interaksi adalah 35.38, 17.69, 13.83, dan 11.64.
Intepretasi Model AMMI Untuk Karakteristik Agronomi Berat Tongkol Panen
Biplot antara rata-rata berat tongkol panen dengan KUI
1
yang dinamakan sebagai Bipot AMMI-1 merupakan tampilan grafis yang meringkas informasi
pengaruh utama genotipe dan lingkungan yaitu pada sumbu rataan dan pengaruh interaksi genotipe dengan lingkungan pada sumbu KUI
1
. Genotipe yang letaknya satu titik pada sumbu datar berarti mempunyai pengaruh utama yang sama dan
jika terletak pada satu titik pada sumbu tegak berarti mempunyai pengaruh interaksi yang sama.
Hasil biplot antara KUI
1
dengan rata-rata berat tongkol panen pada
Gambar 8 memeperlihatkan bahwa Genotipe D BC 42521 memiliki rata-rata
berat tongkol panen yang paling berat dan genotipe J BISI–2 adalah genotipe dengan rata-rata berat tongkol panen yang paling ringan. Melalui Biplot AMMI-1
terlihat bahwa genotipe K P–12, E BC 42683, H BC 42882–A, L C-7, dan B BIO 1263 mempunyai rata-rata berat tongkol panen yang sama namun
pengaruh interaksinya dengan lingkungan berbeda. Misalkan genotipe K P–12 berinteraksi positif dengan lingkungan L9 Cempedak Lobang sedangkan
genotipe L C-7, B BIO 1263 berinteraksi negatif dengan lingkungan L9 Cempedak Lobang.
Gambar 8 Biplot AMMI-1 Karakteristik Agronomi Berat Tongkol Panen KgPlot, + Rata-Rata Umum
Struktur interaksi antara genotipe dan lingkungan dapat dilihat dari Biplot AMMI-2 yaitu plot antara KUI
1
dengan KUI
2
. Hasil biplot ini dapat mengambarkan keragaman interaksi genotipe × lingkungan untuk karakteristik
agronomi berat tongkol panen sebesar 56.7. Keragaman interaksi yang dijelaskan oleh model AMMI-2 relatif besar karena nilainya lebih besar dari 50.
Gambar 9 Biplot AMMI 2 Untuk Karakteristik Agronomi Berat Tongkol Panen 56.7
Hasil Biplot AMMI-2 memperlihatkan bahwa ada dua genotipe yang mempunyai respon relatif stabil terhadap ke-16 lingkungan tanam yaitu genotipe
F BC 41399 dan genotipe I BIO 9899 seperti yang tersaji pada Gambar 9.
Genotipe yang mempunyai respon yang relatif stabil adalah genotipe-genotipe yang posisinya berada di dalam elips pada titik pusat. Melalui Biplot AMMI-2,
terlihat pula untuk genotipe E BC 42683 walaupun berada di luar elips, namun
jaraknya dari titik pusat tidak terlalu jauh dibandingkan dengan genotipe F BC 41399 dan genotipe I BIO 9899. Jarak dari genotipe-genotipe terhadap titik
pusa dapat dilihat dari Indeks Stabilitas AMMI ISA yaitu melihat posisi relatif genotipe-genotipe terhadap titik pusat Biplot AMMI-2. Indeks stabilitas AMMI
dan rangking stabilitas genotipe dapat dilihat pada Tabel 4. Jika diperhatikan dari
Indeks Stabilitas AMMI, tiga genotipe yang memiliki posisi paling dekat dengan titik pusat yaitu genotipe F BC 41399 pada peringkat pertama, genotipe I BIO
9899 pada peringkat kedua dan genotipe E BIO 9899 pada posisi ketiga. Ketiga genotipe ini dapat diidenfitikasi sebagai genotipe-genotipe paling stabil.
Tabel 4 Indeks Stabilitas AMMI Untuk Karakteristik Agronomi Berat Tongkol Panen
Kode Genotipe Karakteristik Berat
Tongkol Panen ISA Rank
A BIO 9900
0.28 5
B BIO 1263
0.70 11
C BIO 1169
0.27 4
D BC 42521
0.62 9
E BC 42683
0.23 3
F BC 41399
0.15 1
G BC 2630
0.67 10
H BC 42882–A
0.46 8 I
BIO 9899 0.16
2 J
BISI–2 0.86 12
K P–12 0.44
7 L
C 7 0.33
6 Hasil Biplot AMMI-2 ini juga memberi informasi genotipe-genotipe yang
spesifik lingkungan. Genotipe-genotipe yang spesifik lingkungan adalah yang berada di luar elips pusat dan posisinya berdekatan dengan lingkungan tertentu.
Genotipe spesifik lingkungan juga dapat dilihat dari keberadaan genotipe-genotipe tersebut di dalam elips pada lingkungan terluar. Misal untuk genotipe B BIO
1263 dilihat dari karakteristik berat tongkol panen relatif spesifik lingkungan pada lingkungan L3 Moncongloe Bulu. Ini artinya bahwa karakteristik agronomi
berat tongkol panen genotipe B BIO 1263 memiliki korelasi positif dengan lingkungan L3 Moncongloe Bulu atau pada lingkungan L3 Moncongloe Bulu
genotipe B BIO 1263 memiliki berat tongkol panen di atas rata-rata umum. Selain genotipe B BIO 1263 masih banyak genotipe yang terlihat spesifik
lingkugan diantaranya adalah genotipe J BISI-2 yang spesifik lingkungan berdasarkan karakteritik berat tongkol panen pada lingkungan L5 Sidowaras.
Biplot AMMI-2 juga memperlihatkan bahwa genotipe D BC 42521 berada pada posisi terluar. Genotipe ini memiliki berat tongkol panen paling berat
dibandingkan dengan genotipe-genotipe yang lain. Selain itu, genotipe A BIO 9900, C BIO 1169 dan K P-12 dan D BC 42521 posisinya relatif
berdekatan dan memberikan berat tongkol panen yang relatif tinggi pada lingkungan L1 Ketaon, L11 Kalikotes, dan L14 Yoso Mulyo. Jika
diperhatikan ada kemiripan antara Biplot AMMI-2 antara karakteristik agronomi hasil dan berat tongkol panen. Ini dimungkinkan karena diduga berat tongkol
panen merupakan indiaktor stabilitas utama dari hasil. Ini akan dibuktikan pada bagian penjelasan interaksi genotipe × lingkungan menggunakan model
persamaan struktural yang dikenal dengan MPS-AMMI.
Gambar 10 Rata-Rata Karakteristik Berat Agronomi Tongkol Panen Genotipe Stabil Pada 16 Lingkungan
Stabilnya genotipe F BC 41399, I BIO 9899 dan EBIO 9899 juga dapat dilihat dari nilai rata-rata berat tongkol panen ketiga genotipe tersebut pada
setiap lingkungan. Pada Gambar 10 tampak bahwa ketiga genotipe tersebut
memiliki nilai rata-rata disekitar rata-rata seluruh genotipe pada setiap lingkungan taman. Disamping itu, pola perubahan rata-rata berat tongkol panen kedua
genotipe tersebut mengikuti pola perubahan rata-rata respon seluruh genotipe pada setiap lingkungan.
Karakteristik Agronomi Kadar Air Panen KAP
Kadar air panen merupakan kadar air dari hasil panen jagung dalam persentase yang diukur pada saat panen. Hasil rata-rata kadar air panen 12
genotipe yang di tanam pada 16 lingkungan cukup bervariasi antar genotipe. Genotipe G
BC 42521 memiliki rata-rata persentase kadar air panen yang paling tinggi. Sedangkan yang paling rendah adalah genotipe C BIO 1169 seperti yang terlihat
pada Gambar 11.
Gambar 11 Rata-Rata Karakteristik Agronomi Kadar Air Panen Menurut Genotipe
Gambar 12 Rata-Rata Karakteristik Agronomi Kadar Air Panen Masing- Masing Genotipe Menurut Lingkungan Tanam
Faktor tempat tumbuh juga dinilai berpengaruh terhadap karakteristik agronomi kadar air panen. Rata-rata kadar air panen untuk setiap genotipe pada
setiap lokasi menunjukkan bahwa genotipe-genotipe yang ditanam di lingkungan 10 Pabuaran umumnya memiliki persentase kadar air yang paling tinggi.
Sedangkan genotipe-genotipe yang tumbuh pada lingkungan 8 Kuta Tengah memiliki persentase kadar air panen yang lebih rendah dibandingkan genotipe
yang di taman di lingkungan lain.
Analisis AMMI Untuk Karakteristik Agronomi Kadar Air Panen
Hasil deskripsi persentase kadar air panen untuk setiap genotipe pada setiap lingkungan menunjukkan bahwa ada kecenderungan perbedaan respon
kadar air panen antara genotipe jagung dan lingkungan tanam. Melalui analisis ragam gabungan dapat diketahui tingkat perbedaan rata-rata persentase kadar air
panen antar genotipe dan lingkungan. Tabel 5 Hasil Analisis AMMI untuk Karakteristik Agronomi Kadar Air Panen
Sumber Keragaman DF
JK KT
F Nilai-p
Genotipe 11 0.691 0.063 3.63 0.000
Lingkungan 15 32.468 2.165 58.03 0.000
UlanganLingkungan 32 1.194 0.037 2.16 0.000 Interaksi
165 6.004 0.036 2.10 0.000 KUI
1
25 2.124 0.085 4.91 0.000 KUI
2
23 1.062 0.046 2.67 0.000 KUI
3
21 0.830 0.040 2.28 0.001 KUI
4
19 0.699 0.037 2.12 0.004 KUI
5
17 0.604 0.036 2.05 0.009 KUI
6
15 0.294 0.020 1.13 0.325 Sisa
45 0.391 0.009 0.50 0.997 Galat 352
6.092 0.017
Total Terkoreksi 575
46.449 0.081
Berdasarkan hasil analisis ragam gabungan pada Tabel 5, jika diuji pada
taraf nyata 5 dapat disimpulkan ada perbedaan rata-rata kadar air panen antara
genotipe dan lingkungan. Ini dapat dilihat dari nilai-p yang kurang dari 5. Hasil ini menunjukkan bahwa jenis genotipe dan lingkungan tempat tumbuh sangat
bepengaruh terhadap kadar air panen jagung. Hasil analisis ragam gabungan juga menunjukkan bahwa pengaruh interaksi antara genotipe dan lingkungan berbeda
nyata pada taraf nyata 5. Ini berarti ada perbedaan rata-rata kadar air panen tanaman jagung dari suatu genotipe yang ditaman pada lingkungan yang berbeda.
Penguraian dugaan pengaruh interaksi menghasilkan lima akar ciri tidak nol pada taraf nyata 5 yaitu 0.901, 0.494, 0.370, 0.195 dan 0.161, Kontribusi
masing-masing akar ciri terhadap jumlah kuadrat interaksi adalah 36.64, 20.11, 16.26, 7.93 dan 6.57.
Intepretasi Model AMMI Untuk Karakteristik Agronomi Kadar Air Panen
Biplot antara rata-rata persentase kadar air panen dengan KUI
1
sebagai Bipot AMMI-1 merupakan tampilan grafis yang meringkas informasi pengaruh
utama genotipe dan lingkungan yaitu pada sumbu rataan dan pengaruh interaksi genotipe dengan lingkungan pada sumbu KUI
1
. Genotipe yang letaknya satu titik pada sumbu datar berarti mempunyai pengaruh utama yang sama dan jika terletak
pada satu titik pada sumbu tegak berarti mempunyai pengaruh interaksi yang sama.
Hasil plot antara KUI
1
dengan rata-rata kadar air panen pada Gambar 13
Memeperlihatkan bahwa Genotipe G BC 42521 memiliki rata-rata persentase kadar air panen yang paling tinggi. Sedangkan yang paling rendah adalah genotipe
C BIO 1169 . Terlihat bahwa Genotipe L C–7, J BISI–2 dan K P–12 mempunyai rata-rata kadar air panen yang sama namun pengaruh interaksinya
dengan lingkungan berbeda. Misalkan genotipe L L–7 berinteraksi positif dengan lingkungan L1 Ketaon sedangkan genotipe K P-12, berinteraksi negatif
dengan lingkungan L1 Ketaon
Gambar 13 Biplot AMMI-1 Karakteristik Agronomi Kadar Air Panen KgPlot, + Rata-Rata Umum
Struktur interaksi antara genotipe dan lingkungan dapat dilihat dari Biplot AMMI-2 yaitu plot antara KUI
1
dengan KUI
2
. Hasil biplot ini dapat mengambarkan keragaman interaksi genotipe × lingkungan untuk kadar air panen
sebesar 53.1.
Gambar 14 Biplot AMMI-2 Untuk Karakteristik Agronomi Kadar Air Panen 53.1
Hasil Biplot AMMI-2 memperlihatkan bahwa ada tiga genotipe yang mempunyai respon relatif stabil terhadap ke-16 lingkungan yaitu genotipe D BC
42521, Genotipe H BC 42882-A, dan F BC 41399, seperti yang tersaji pada
Gambar 14 . Genotipe yang mempunyai respon yang stabil adalah genotipe-
genotipe yang posisinya berada di dalam elips pada titik pusat. Genotipe-genotipe paling stabil juga dapat dilihat dari rangking stabilitas
genotipe dengan menggunakan Indeks Stabilitas AMMI ISA yaitu melihat posisi relatif genotipe-genotipe terhadap titik pusat Biplot AMMI-2.
Tabel 6 Indeks Stabilitas AMMI Untuk Karakteristik Agronomi Kadar Air Panen Kode Genotipe
Karakteristik Kadar
Air Panen ISA Rank
A BIO 9900
0.65 10
B BIO 1263
0.48 8
C BIO 1169
0.66 11
D BC 42521
0.11 1
E BC 42683
0.24 5
F BC 41399
0.19 3
G BC 2630
0.42 6
H BC 42882–A
0.19 2 I
BIO 9899 0.22
4 J
BISI–2 0.5 9
K P–12 0.7
12 L
C 7 0.47
7 Jika diperhatikan dari Indeks Stabilitas AMMI, tiga genotipe yang
memiliki posisi paling dekat dengan titik pusat yang menunjukkan genotipe- genotipe yang paling stabil dibandingkan dengan yang lain yaitu genotipe D BC
42521 pada peringkat pertama, genotipe H BC 42882-A pada peringkat kedua, dan F BC 41399 pada posisi ketiga. Sehingga dari hasil ini dapat
dipertimbangkan ada tiga genotipe yang stabil.
Hasil biplot AMMI-2 ini juga memberi informasi genotipe-genotipe yang spesifik lingkungan. Misal untuk genotipe B BIO 1263 dan K P-12 relatif
spesifik lingkungan pada lingkungan L10 Pabuaran sedangkan genotipe G BC 2630 relatif spesifik lingkungan pada lingkungan L13 Sambirejo. Ini artinya
bahwa genotipe B BIO 1263 dan K P-12 memiliki kadar air penen yang relatif tinggi pada lingkungan L10 Pabuaran dengankan genotipe G BC 2630 pada
lingkungan L12 Sambirejo Stabilnya genotipe D BC 42521, H BC 42882-A dan F BC 41399
juga dapat dilihat dari nilai rata-rata persentase kadar air panen ketiga genotipe
tersebut pada setiap lingkungan. Pada Gambar 15 Tampak bahwa
ketiga genotipe tersebut memiliki nilai rata-rata disekitar rata-rata seluruh genotipe pada
setiap lingkungan taman. Disamping itu, pola perubahan rata-rata kadar air panen kedua genotipe tersebut mengikuti pola perubahan rata-rata respon seluruh
genotipe pada setiap lingkungan.
Gambar 15 Rata-Rata Karakteristik Agronomi Kadar Air Panen Genotipe Stabil Pada 16 Lingkungan
Karakteristik Agronomi Usia Masak Fisiologis UMF
Usia masak fisiologis diukur dari lamanya hari dimana jagung telah dinyatakan masak secara tampilan fisik. Hasil rata-rata usia masak fisiologis dari
12 genotipe yang di tanam pada 16 lingkungan relatif bervariasi. Genotipe J BISI–2 memiliki rata-rata usia masak fisiologis yang paling lama dan genotipe
dengan rata-rata usia masak fisiologis yang paling cepat adalah genotipe G BC
2630. Hasil ini dapat dilihat pada Gambar 16.