Mendapatkan peubah latent IGL karakteristik agronomi usia masak Pemodelan IGL hasil dengan Model Persamaan Struktural MPS

• Genotipe-genotipe yang diklasifikasikan stabil adalah genotipe-genotipe yang berada dalam selang kepercayaan ganda 95 pada titik pusat. Dari Gambar 2 Genoitipe stabil adalah G1 • Genotipe-genotipe yang spesifik lokasi adalah genotipe-genotipe yang berada dalam selang kepercayaan ganda 95 pada masing-masing lokasi terluar. Dari Gambar 2 yang termasuk genotipe spesifik untuk lingkungan L1 adalah G2 dan G3; genotipe spesifik untuk lingkungan L2 adalah G5; dan genotipe spesifik untuk lingkungan L3 adalah G4 Selain menggunakan Biplot AMMI, untuk menentukan peringkat genotipe stabil dapat dilakukan dengan formulasi Indeks Stabilitas AMMI yang dikembangkan dari konsep phytagoras dalam biplot Jaya IGDNM 2008. [ ]         +       = 2 2 2 1 12 2 12 1 SkorKUI SkorKUI ISA 2

3. Mendapatkan peubah latent IGL karakteristik agronomi usia masak

fisiologis, kadar air panen, berat tongkol panen dan peubah laten IGL hasil serta mengkoreksi kovariat genotipe × lingkungan terhadap pengaruh utama Msalkan Y 1 , Y 2 , Y 3 , dan Y 4 masing-masing adalah matriks interaksi DH I , UMF I , KAP I , dan BTK I dengan ordo masing-masing a x b dengan a adalah banyaknya genotipe dan b adalah banyaknya lingkungan. Setiap matriks interaksi genotipe × lingkungan dapat didefinisikan menggunakan singular value decomposition SVD sebagai berikut : Y i = U i : i V i ’ + e i , 3 axb axm mxm mxb axb Diasumsikan bahwa U i : i V i adalah nilai IGL sebenarnya dari peubah ke-i dengan m komponen pertama ditentukan berdasarkan pada metode keberhasilan total postdictive success. Matriks Y i dalam persamaan 3 dikonversi kedalam bentuk vektor kolom dengan menggunakan operator vec dan produk kronecker Harville, 1997: VecY i = V i …U i vec : i + vece i , 4 ab x 1 ab x mm mm x 1 ab x 1 K i = V’ i ⊗ U i vec: i , 5 Sehingga nilai observasi setiap genotipe pada setiap lingkungan untuk peubah ke-i dapat dituliskan sebagai berikut: y i = K i + H i 6 Peubah eksogen X ij merupakan hasil perkalian antara kovariat genotipik ke-i dan kovariat lingkungan ke-j. Karena hasil dan karakteristik agronomi usia masak fisiologis, kadar air panen, berat tongkol panen merupakan nilai interaksi yang tidak lain adalah nilai residual, maka peubah eskogen X juga harus disesuaikan terhadap efek utama genotipe dan lingkungan dengan mengalikan nilai X terhadap I-P z dimana Z adalah matriks rancangan dari efek utama genotipe dan lingkungan, dengan P z =ZZ’Z -1 Z ’ Dhungana 2004. Diasumsikan bahwa peubah X diukur tanpa kesalahan pengukuran.

4. Pemodelan IGL hasil dengan Model Persamaan Struktural MPS

Dalam persamaan struktural terdiri dari dua komponen dasar yaitu persamaan pengukuran dan pesamaan struktural. Model Pengukuran Model pengukuran dari y untuk penelitian ini dapat dituliskan sebagai berikut : 1 4 1 4 1 4 x x x y + = 7 dengan y = y 1 y 2 y 3 y 4 ` , K = K 1 K 2 K 3 K 4 `, vektor residual H = H 1 H 2 H 3 H 4 ` dan EH =0, EH H ’= ε . Diasumsikan bahwa peubah eksogen X diukur tanpa kesalahan pengukuran. Model strukturalnya dapat dituliskan sebagai berikut : K = BK + ; 8 Dengan : X : vektor s x 1 eksogenus B : matrik 4x4 koefisien yang menunjukkan hubungan antara peubah endogenus η             = B 34 24 14 23 13 12 : matriks 4 x s koefisien hubungan antara endogenus η dengan eksogenus X : vektor kolom 4x1 vektor kekeliruan yang terkait dengan peubah endogenus η Asumsi ƒ E = 0 ƒ E ¶ = \ ƒ I-B Non Singular sehingga I-B -1 dapaat dihitung Dalam penelitian ini nilai s maksimal adalah 6 karena ada sebanyak 3 kovariat genotipik dan 2 kovariat Lingkungan sehingga kombinasi kovariat genotipik × lingkungan sebanyak 6 peubah. Diagram lintas pada Gambar 1 dapat diterjemahkan kedalam persamaan matematis untuk model penuhnya full Model adalah seagai berikut : Model Struktural η 1 = b 111 X 11 + b 121 X 12 + ζ 1 η 2 = β 12 η 1 + b 112 X 11 + b 122 X 12 + b 212 X 21 +b 222 X 22 + ζ 2 η 3 = β 13 η 1 + β 23 η 2 + b 113 X 11 + b 123 X 12 + b 213 X 21 +b 223 X 22 + b 313 X 31 + b 323 X 32 + ζ 3 η 4 = β 14 η 1 + β 24 η 2 + β 34 η 3 + b 114 X 11 + b 124 X 12 + b 214 X 21 +b 224 X 22 + b 314 X 31 + b 324 X 32 + ζ 4 Atau dalam notasi matriks :             +                                 +                         =             4 3 2 1 32 31 22 21 12 11 324 314 224 214 124 114 323 313 223 213 123 113 222 212 122 112 121 111 4 3 2 1 34 24 14 23 13 12 4 3 2 1 ζ ζ ζ ζ η η η η η η η η X X X X X X b b b b b b b b b b b b b b b b b b Model Pengukuran y 1 = η 1 + ε 1 y 2 = η 2 + ε 2 y 3 = η 3 + ε 3 y 4 = η 4 + ε 4 Atau dalam notasi matriks             +             =             4 3 2 1 4 3 2 1 4 3 2 1 ε ε ε ε η η η η y y y y Struktur Koragam dan Pendugaan Parameter Konsep pendugaan parameter dalam MPS adalah meminimumkan perbedaan antara matriks koragam observasi 6 dengan koragam model 6T Bollen, 1989. Misalkan ¦ yy 4x4 ,¦ xx sxs ,¦ yx 4xs masing-masing adalah matriks koragam dari 4 peubah endogen Y, s peubah eksogen X, dan matriks koragam Y, X, dan ¦ adalah matriks gabungan dengan ordo 4+s x 4+s sebagai berikut :       Σ Σ Σ Σ = Σ xx yx yx yy ¦ θ adalah matriks koragam Y dan X yang merupakan fungsi dari vektor parameter θ . Bentuk tereduksi dari persamaan 8 adalah : K = I-B -1 X+ 9 Sehingga partisi ∑ θ yang bersesuaian dengan ∑ adalah : ¦ yy T=EYY’=I-B -1 ¦ xx ’ + \ [I-B -1 ] ‘ + H 10 ¦ yx T=EYX’=I-B -1 ¦ xx 11 ¦ xx T=EXX’=¦ xx 12 Sehingga matriks ∑ θ dapat dituliskan secara lengkap sebagai berikut :       Σ − Γ Σ ΓΣ − Θ + − + Γ ΓΣ − = Σ − − − − xx xx xx xx B I B I B I B I ]’ [ ’ ]’ [ 1 1 1 1 ε ψ θ 13 Penduga Weighted Least Square WLS Pendugaan WLS digunakan untuk data tidak menyebar normal ganda, jika data menyebar normal ganda dapat digunakan penduga Maximum Likelihood ML. Penduga WLS dapat dituliskan : [ ] [ ] s W s 1 − − = − ’ WLS F 14 Uji Kebaikan Model Goodness of Fit Uji Kebaikan Chi-Square Hipotesis Uji H : Σ = Σ θ lawan H 1 : Σ  Σ θ Jika H diterima pada taraf nyata tertentu, maka dapat diambil kesimpulan bahwa model diterima. Statistik untuk menguji hipotesis tersebut adalah: θ ˆ 1 xF n T − = 15 Statistik T mendekati distribusi Chi-Square. Jika nilai 2 χ lebih besar dari nilai kritis Chi-Square maka H ditolak. Selain uji kebaikan Chi-Square, ada beberapa indeks kebaikan model yang dapat digunakan diantaranya adalah Goodness of fit Index GFI. Model dikatakan fit jika nilai GFI ≥ 0,90. Selain GFI ada juga Root Means Square Error of Approximation RMSEA. Model dikatakan baik jika nilai RMSEA ≤ 0,08 Software Untuk mempermudah perhitungan dalam penelitian ini, penulis menggunakan beberapa software yaitu Excel 2007, SAS 9.1, MINITAB 15.0 dan AMOS 7.0 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik tanaman jagung yang dikaji dalam penelitian ini meliputi karakteristik agronomi seperti usia masak fisiologis, kadar air panen, berat tongkol dan hasil. Sebelum dilakukan analisis ragam, dilakukan pengujian asumsi kehomogenan ragam dan normalitas galat untuk masing-masing peubah. Untuk memenuhi asumsi kehomogenan ragam dan normalitas galat dilakukan tranformasi akar kuadrat sesuai dengan hasil analisis Box Cox Tranformation dengan nilai lamda optimal adalah 0.5. Pada Lampiran 2 disajikan hasil pengujian kehomogenan ragam dan normalitas galat dengan hasil secara umum asumsi terpenuhi. Khusus untuk usia masak fisiologis terlihat masih adanya penyimpangan. Namun untuk pelanggaran yang tidak terlalu ekstrim, uji F masih dapat digunakan karena sifat kekar robust sehingga anggapan kesamaan ragam dan kenormalan tidaklah dituntut secara ketat dipenuhi cukup secara kasar Sembiring, 1995 Analisis Daya Adaptasi Tanaman Karakteristik Agronomi Hasil HSL Hasil merupakan salah satu karakteristik agronomi tanaman jagung yang diukur dari hasil kering jagung dengan kadar air maksimum 15. Dari 12 genotipe yang di tanam pada 16 lingkungan, rata-rata hasil jagung kering relatif bervariasi antara genotipe. Genotipe D BC 42521 memiliki rata-rata hasil yang paling berat dan genotipe J BISI–2 memiliki rata-rata hasil paling ringan dibandingkan genotipe-genotipe yang lain. Hasi ini dapat dilihat pada Gambar 1. Faktor tempat tumbuh umumnya berpengaruh terhadap hasil panen jagung. Dari 16 lingkungan tanam, genotipe-genotipe yang ditanam di lingkungan 16 Jambu Timur dan lingkungan 1 Ketaon umumnya memiliki hasil panen yang paling ringan dibandingkan dengan genotipe yang di taman di lingkungan lain. Sedangkan genotipe-genotipe yang di tanam di lingkungan 15 Pontang dan lingkungan 12 Kuta Tengah memiliki rata-rata hasil panen yang paling berat. Gambar 1 Rata-Rata Karakteristik Agronomi Hasil Panen Menurut Genotipe Gambar 2 Rata-Rata Karakteristik Agronomi Hasil Masing-Masing Genotipe Menurut Lingkungan Tanam Rata-rata hasil panen kedua belas genotipe untuk setiap lingkungan ditunjukkan pada Gambar 2. Terlihat dengan jelas bahwa rata-rata hasil panen keduabelas genotipe pada lingkungan 16 Jambu Timur relatif paling sedikit dibandingkan dengan lingkungan yang lain. Genotipe-genotipe yang tumbuh di lingkungan 15 Pontang secara umum memiliki rata-rata hasil panen yang relatif tinggi. Sedangkan pada lingkungan 2 Kemiri rata-rata hasil panen setiap genotipe relatif bervariasi. Analisis AMMI Untuk Karakteristik Agronomi Hasil Panen Hasil deskripsi rataan hasil panen jagung dari 12 genotipe yang ditanam pada 16 lingkungan tanam menunjukkan adanya kecenderungan perbedaan respon hasil panen antar genotipe jagung dan lingkungan tanam. Dengan analisis ragam gabungan dapat diketahui tingkat perbedaan rata-rata hasil panen antar genotipe dan lingkungan. Berdasarkan hasil analisis ragam gabungan pada Tabel 1. jika diuji pada taraf nyata 5 ada perbedaan rata-rata hasil panen antara genotipe dan rata-rata hasil panen untuk setiap lingkungan. Ini dapat dilihat dari nilai-p yang kurang dari 5. Hasil Ini menunjukkan bahwa jenis genotipe atau kondisi lingkungan tempat tumbuh sangat bepengaruh terhadap hasil panen jagung. Tabel 1 Hasil Analisis AMMI untuk Karakteristik Agronomi Hasil Sumber Keragaman DF JK KT F Nilai-p Genotipe 11 1.920 0.174 11.100 0.000 Lingkungan 15 66.290 4.420 281.710 0.000 UlanganLingkungan 32 1.790 0.056 3.560 0.000 Interaksi 165 5.790 0.035 2.240 0.000 KUI 1 25 1.900 0.076 4.850 0.000 KUI 2 23 1.090 0.048 3.030 0.000 KUI 3 21 0.840 0.040 2.540 0.000 KUI 4 19 0.650 0.034 2.190 0.003 KUI 5 17 0.470 0.028 1.780 0.029 KUI 6 15 0.310 0.021 1.340 0.177 Sisa 45 0.510 0.011 0.730 0.904 Galat 352 5.520 0.016 Total Terkoreksi 575 81.310 0.141 Hasil analisis ragam gabungan juga menunjukkan bahwa pengaruh interaksi antara genotipe dan lingkungan berbeda nyata pada taraf nyata 5. Ini berarti ada perbedaan rata-rata hasil panen tanaman jagung dari genotipe-genotipe yang ditaman pada lingkungan yang berbeda. Penguraian dugaan pengaruh interaksi menghasilkan lima akar ciri tidak nol pada taraf nyata 5 yaitu 0.635, 0.364, 0.279, 0.218 dan 0.158. Kontribusi masing-masing akar ciri terhadap jumlah kuadrat interaksi adalah 32.88, 18.87, 14.48, 11.27 dan 8.20. Intepretasi Model AMMI Untuk Karakteristik Agronomi Hasil Biplot antara rata-rata hasil dengan KUI 1 sebagai Bipot AMMI-1 merupakan tampilan grafis yang meringkas informasi pengaruh utama genotipe dan lingkungan yaitu pada sumbu rataan dan pengaruh interaksi genotipe dengan lingkungan pada sumbu KUI 1 . Genotipe yang letaknya satu titik pada sumbu datar berarti mempunyai pengaruh utama yang sama dan jika terletak pada satu titik pada sumbu tegak berarti mempunyai pengaruh interaksi yang sama. Biplot AMMI-1 ditunjukkan pada Gambar 2 di bawah ini. Gambar 3 Biplot AMMI-1 Karakteristik Agronomi Hasil TonHa, + Rata- Rata Umum Hasil plot antara KUI 1 dengan rata-rata hasil pada Gambar 3 Memeperlihatkan bahwa Genotipe D BC 42521 memiliki rata-rata hasil yang paling berat dan genotipe dengan rata-rata hasil yang paling ringan adalah J BISI–2. Dari Gambar 3 juga terlihat bahwa genotipe B BIO 1263, L C-7, dan H BC 42882–A mempunyai rata-rata hasil yang sama namun pengaruh interaksinya dengan lingkungan berbeda. Misalkan genotipe B P–12 berinteraksi positif dengan lingkungan L13 Sambirejo sedangkan genotipe H BC 42882–A berinteraksi negatif dengan lingkungan L13 Sambirejo Struktur interaksi antara genotipe dan lingkungan untuk hasil dapat dilihat dari Biplot AMMI-2 pada Gambar 4 yaitu plot antara KUI 1 dengan KUI 2 . Hasil biplot ini dapat mengambarkan keragaman interaksi sebesar 51.8. Persentase keragaman yang dijelaskan relatif besar lebih besar dari 50. Gambar 4 Biplot AMMI 2 Untuk Karakteristik Agronomi Hasil 51.8 Hasil Biplot AMMI-2, memperlihatkan bahwa ada dua genotipe yang mempunyai respon relatif stabil terhadap ke-16 lingkungan yaitu genotipe F BC 41399 dan Genotipe A BIO 9900. Genotipe yang mempunyai respon yang stabil adalah genotipe-genotipe yang posisinya berada di dalam elips pada titik pusat. Dapat diperhatikan pula untuk Genotipe K P-12 dan genotipe E BC 46283 walaupun berada di luar elips, tetapi jaraknya dari titik pusat tidak terlalu jauh dibandingkan dengan genotipe F BC 41399 dan Genotipe A BIO 9900. Ini juga dapat dilihat dari rangking stabilitas genotipe dengan menggunakan Indeks Stabilitas AMMI ISA yaitu melihat posisi relatif genotipe-genotipe terhadap titik pusat Biplot AMMI-2 yang terjadi dalam Tabel 2. Tabel 2 Indeks Stabilitas AMMI Untuk Karkateristik Agronomi Hasil Kode Genotipe Karakteristik Hasil ISA Rank A BIO 9900 0.140 2 B BIO 1263 0.640 9 C BIO 1169 0.540 8 D BC 42521 0.720 12 E BC 42683 0.200 4 F BC 41399 0.120 1 G BC 2630 0.710 10 H BC 42882–A 0.390 7 I BIO 9899 0.320 5 J BISI–2 0.720 11 K P–12 0.190 3 L C 7 0.380 6 Jika diperhatikan dari Indeks Stabilitas AMMI, tiga genotipe yang memiliki posisi paling dekat dengan titik pusat yang menunjukkan genotipe- genotipe yang paling stabil dibandingkan dengan yang lain yaitu genotipe F BC 41399 pada peringkat pertama, Genotipe A BIO 9900 pada peringkat kedua, dan Genotipe K P-12 pada posisi ketiga Sehingga dari hasil ini dapat dipertimbangkan ada empat genotipe yang stabil. Hasil biplot AMMI-2 ini juga memberikan informasi mengenai genotipe- genotipe yang spesifik lingkungan berdasarkan karakteristik agronomi hasil panen. Genotipe-genotipe yang spesifik lingkungan dapat diamati dari poisisi genotipe tersebut terhadap lingkungan tanam. Jika genotipe-genotipe tersebut berdekatan dengan lingkungan tanam tertentu maka genotipe tersebut dinyatakan spesifik lingkungan menurut karakteristik agronomi yang diamati. Artinya bahwa karakteristik agronomi yang diamati dari genotipe yang bersangkutan berkorelasi positif dengan kondisi lingkungan tanam atau perubahan respon karakteristik agronomi yang diamati mengikuti perubahan kondisi lingkungan tanaman. Misal untuk genotipe B BIO 1263 bersifat spesifik lingkungan L5 Sido Waras, artinya bahwa untuk genotipe B BIO 1263 , perubahan hasilnya selaras dengan perubahan kondisi lingkungan pada L5 Sido Waras. Dari Gambar 4 juga terlihat genotipe J BISI-2 spesifik lingkungan pada lingkungan L3 Moncongloe Bulu. Biplot AMMI-2 juga menunjukkan bahwa dipandang dari karakteristik agronomi hasil Genotipe I BIO 9899, LC -7 dan J BISI-2 membentuk satu kelompok dan memilki hasil yang relatif baik pada lingkungan L16 Jambu Timur dan L3 Moncongloe Bulu. Hasil Biplot AMMI-2 juga memperlihatkan bahwa genotipe D BC 42521 berada pada posisi terluar. Ini artinya bahwa dilihat dari karakteristik hasil genotipe ini memiliki keragaman yang paling tinggi. Selain itu genotipe D BC 42521 juga tercatat sebagai genotipe dengan rataan hasil terbesar. Gambar 5 Rata-Rata Karakteristik Agronomi Hasil Genotipe Stabil Pada 16 Lingkungan Stabilnya genotipe F BC 41399, A BIO 9900, KP-12, BC 42683 juga dapat dilihat dari keselarasan nilai rata-rata hasil keempat genotipe tersebut pada setiap lingkungan dengan rata-rata keseluruhan genotipe. Pada Gambar 5 tampak bahwa keempat genotipe tersebut memiliki nilai rata-rata disekitar rata- rata seluruh genotipe yang diuji pada setiap lingkungan taman. Disamping itu, pola perubahan rata-rata hasil keempat genotipe tersebut mengikuti pola perubahan rata-rata respon seluruh genotipe pada setiap lingkungan. Karakteristik Agronomi Berat Tongkol Panen BTK Berat tongkol panen adalah rataan berat tongkol pada saat dipanen dalam satuan tonha. Rata-rata berat tongkol panen dari 12 genotipe yang di tanam pada 16 lingkungan terlihat tidak terlalu bervariasi antar genotipe seperti yang terilhat pada Gambar 6. Genotipe D BC 42521 adalah genotipe yang memiliki rata-rata berat tongkol panen yang paling berat dan genotipe J BISI–2 memiliki rata-rata berat tongkol paling ringan dibandingkan genotipe-genotipe yang lain. Gambar 6 Rata-Rata Karakteristik Agronomi Berat Tongkol Panen Menurut Genotipe Faktor tempat tumbuh selain berpengaruh terhadap hasil kemungkinan juga berpengaruh terhadap berat tongkol panen. Pada Gambar 7 ditunjukkan bahwa dari 16 lingkungan tanam, genotipe-genotipe yang ditanam di lingkungan 16 Jambu Timur dan lingkungan 1 Ketaon umumnya memiliki berat tongkol yang paling ringan dibandingkan dengan genotipe yang di taman di lingkungan lain. Sedangkan genotipe-genotipe yang di tanam di lingkungan 6 Brodot dan lingkungan 7 Wringin Songo memiliki rata-rata berat tongkol yang paling berat. Gambar 7 Rata-Rata Karakteristik Agronomi Berat Tongkol Panen Masing- Masing Genotipe Menurut Lingkungan Tanam Analisis AMMI Untuk Karakteristik Agronomi Berat Tongkol Panen Hasil deskripsi mengenai rata-rata berat tongkol panen 12 genotipe yang ditanam pada 16 lingkungan tanam menunjukkan bahwa ada kecenderungan perbedaan respon berat tongkol panen antara genotipe jagung dan lingkungan tanam. Dengan analisis ragam gabungan dapat diketahui tingkat perbedaan rata- rata berat tongkol panen antar genotipe dan lingkungan. Berdasarkan hasil analisis ragam gabungan pada Tabel 3 jika diuji pada taraf nyata 5 ada perbedaan rata-rata berat tongkol panen antara genotipe dan lingkungan. Ini dapat dilihat dari nilai-p yang kurang dari 5. Hasil ini menunjukkan bahwa jenis genotipe dan lingkungan tempat tumbuh sangat bepengaruh terhadap berat tongkol panen. Tabel 3 Hasil Analisis AMMI untuk Karakteristik Agronomi Berat Tongkol Panen Sumber Keragaman DF JK KT F Nilai-p Genotipe 11 3.150 0.287 15.70 0.000 Lingkungan 15 162.360 10.824 120.79 0.000 UlanganLingkungan 32 2.870 0.090 4.90 0.000 Interaksi 165 7.370 0.045 2.45 0.000 KUI 1 25 2.700 0.108 5.91 0.000 KUI 2 23 1.480 0.065 3.53 0.000 KUI 3 21 1.200 0.057 3.12 0.000 KUI 4 19 0.580 0.031 1.68 0.037 KUI 5 17 0.480 0.029 1.56 0.073 Sisa 60 0.920 0.015 0.84 0.792 Galat 352 6.430 0.018 Total Terkoreksi 575 182.180 0.317 Hasil analisis ragam gabungan juga menunjukkan bahwa pengaruh interaksi antara genotipe dan lingkungan berbeda nyata pada taraf nyata 5. Hasil ini menunjukkan bahwa genotipe-genotipe yang di tanam pada lingkungan tanam berbeda memberikan memiliki berat tongkol yang berbeda. Penguraian dugaan pengaruh interaksi menghasilkan empat akar ciri tidak nol pada taraf nyata 5 yaitu 0.708, 0.354, 0.277, dan 0.233, Kontribusi masing- masing akar ciri terhadap jumlah kuadrat interaksi adalah 35.38, 17.69, 13.83, dan 11.64. Intepretasi Model AMMI Untuk Karakteristik Agronomi Berat Tongkol Panen Biplot antara rata-rata berat tongkol panen dengan KUI 1 yang dinamakan sebagai Bipot AMMI-1 merupakan tampilan grafis yang meringkas informasi pengaruh utama genotipe dan lingkungan yaitu pada sumbu rataan dan pengaruh interaksi genotipe dengan lingkungan pada sumbu KUI 1 . Genotipe yang letaknya satu titik pada sumbu datar berarti mempunyai pengaruh utama yang sama dan jika terletak pada satu titik pada sumbu tegak berarti mempunyai pengaruh interaksi yang sama. Hasil biplot antara KUI 1 dengan rata-rata berat tongkol panen pada Gambar 8 memeperlihatkan bahwa Genotipe D BC 42521 memiliki rata-rata berat tongkol panen yang paling berat dan genotipe J BISI–2 adalah genotipe dengan rata-rata berat tongkol panen yang paling ringan. Melalui Biplot AMMI-1 terlihat bahwa genotipe K P–12, E BC 42683, H BC 42882–A, L C-7, dan B BIO 1263 mempunyai rata-rata berat tongkol panen yang sama namun pengaruh interaksinya dengan lingkungan berbeda. Misalkan genotipe K P–12 berinteraksi positif dengan lingkungan L9 Cempedak Lobang sedangkan genotipe L C-7, B BIO 1263 berinteraksi negatif dengan lingkungan L9 Cempedak Lobang. Gambar 8 Biplot AMMI-1 Karakteristik Agronomi Berat Tongkol Panen KgPlot, + Rata-Rata Umum Struktur interaksi antara genotipe dan lingkungan dapat dilihat dari Biplot AMMI-2 yaitu plot antara KUI 1 dengan KUI 2 . Hasil biplot ini dapat mengambarkan keragaman interaksi genotipe × lingkungan untuk karakteristik agronomi berat tongkol panen sebesar 56.7. Keragaman interaksi yang dijelaskan oleh model AMMI-2 relatif besar karena nilainya lebih besar dari 50. Gambar 9 Biplot AMMI 2 Untuk Karakteristik Agronomi Berat Tongkol Panen 56.7 Hasil Biplot AMMI-2 memperlihatkan bahwa ada dua genotipe yang mempunyai respon relatif stabil terhadap ke-16 lingkungan tanam yaitu genotipe F BC 41399 dan genotipe I BIO 9899 seperti yang tersaji pada Gambar 9. Genotipe yang mempunyai respon yang relatif stabil adalah genotipe-genotipe yang posisinya berada di dalam elips pada titik pusat. Melalui Biplot AMMI-2, terlihat pula untuk genotipe E BC 42683 walaupun berada di luar elips, namun jaraknya dari titik pusat tidak terlalu jauh dibandingkan dengan genotipe F BC 41399 dan genotipe I BIO 9899. Jarak dari genotipe-genotipe terhadap titik pusa dapat dilihat dari Indeks Stabilitas AMMI ISA yaitu melihat posisi relatif genotipe-genotipe terhadap titik pusat Biplot AMMI-2. Indeks stabilitas AMMI dan rangking stabilitas genotipe dapat dilihat pada Tabel 4. Jika diperhatikan dari Indeks Stabilitas AMMI, tiga genotipe yang memiliki posisi paling dekat dengan titik pusat yaitu genotipe F BC 41399 pada peringkat pertama, genotipe I BIO 9899 pada peringkat kedua dan genotipe E BIO 9899 pada posisi ketiga. Ketiga genotipe ini dapat diidenfitikasi sebagai genotipe-genotipe paling stabil. Tabel 4 Indeks Stabilitas AMMI Untuk Karakteristik Agronomi Berat Tongkol Panen Kode Genotipe Karakteristik Berat Tongkol Panen ISA Rank A BIO 9900 0.28 5 B BIO 1263 0.70 11 C BIO 1169 0.27 4 D BC 42521 0.62 9 E BC 42683 0.23 3 F BC 41399 0.15 1 G BC 2630 0.67 10 H BC 42882–A 0.46 8 I BIO 9899 0.16 2 J BISI–2 0.86 12 K P–12 0.44 7 L C 7 0.33 6 Hasil Biplot AMMI-2 ini juga memberi informasi genotipe-genotipe yang spesifik lingkungan. Genotipe-genotipe yang spesifik lingkungan adalah yang berada di luar elips pusat dan posisinya berdekatan dengan lingkungan tertentu. Genotipe spesifik lingkungan juga dapat dilihat dari keberadaan genotipe-genotipe tersebut di dalam elips pada lingkungan terluar. Misal untuk genotipe B BIO 1263 dilihat dari karakteristik berat tongkol panen relatif spesifik lingkungan pada lingkungan L3 Moncongloe Bulu. Ini artinya bahwa karakteristik agronomi berat tongkol panen genotipe B BIO 1263 memiliki korelasi positif dengan lingkungan L3 Moncongloe Bulu atau pada lingkungan L3 Moncongloe Bulu genotipe B BIO 1263 memiliki berat tongkol panen di atas rata-rata umum. Selain genotipe B BIO 1263 masih banyak genotipe yang terlihat spesifik lingkugan diantaranya adalah genotipe J BISI-2 yang spesifik lingkungan berdasarkan karakteritik berat tongkol panen pada lingkungan L5 Sidowaras. Biplot AMMI-2 juga memperlihatkan bahwa genotipe D BC 42521 berada pada posisi terluar. Genotipe ini memiliki berat tongkol panen paling berat dibandingkan dengan genotipe-genotipe yang lain. Selain itu, genotipe A BIO 9900, C BIO 1169 dan K P-12 dan D BC 42521 posisinya relatif berdekatan dan memberikan berat tongkol panen yang relatif tinggi pada lingkungan L1 Ketaon, L11 Kalikotes, dan L14 Yoso Mulyo. Jika diperhatikan ada kemiripan antara Biplot AMMI-2 antara karakteristik agronomi hasil dan berat tongkol panen. Ini dimungkinkan karena diduga berat tongkol panen merupakan indiaktor stabilitas utama dari hasil. Ini akan dibuktikan pada bagian penjelasan interaksi genotipe × lingkungan menggunakan model persamaan struktural yang dikenal dengan MPS-AMMI. Gambar 10 Rata-Rata Karakteristik Berat Agronomi Tongkol Panen Genotipe Stabil Pada 16 Lingkungan Stabilnya genotipe F BC 41399, I BIO 9899 dan EBIO 9899 juga dapat dilihat dari nilai rata-rata berat tongkol panen ketiga genotipe tersebut pada setiap lingkungan. Pada Gambar 10 tampak bahwa ketiga genotipe tersebut memiliki nilai rata-rata disekitar rata-rata seluruh genotipe pada setiap lingkungan taman. Disamping itu, pola perubahan rata-rata berat tongkol panen kedua genotipe tersebut mengikuti pola perubahan rata-rata respon seluruh genotipe pada setiap lingkungan. Karakteristik Agronomi Kadar Air Panen KAP Kadar air panen merupakan kadar air dari hasil panen jagung dalam persentase yang diukur pada saat panen. Hasil rata-rata kadar air panen 12 genotipe yang di tanam pada 16 lingkungan cukup bervariasi antar genotipe. Genotipe G BC 42521 memiliki rata-rata persentase kadar air panen yang paling tinggi. Sedangkan yang paling rendah adalah genotipe C BIO 1169 seperti yang terlihat pada Gambar 11. Gambar 11 Rata-Rata Karakteristik Agronomi Kadar Air Panen Menurut Genotipe Gambar 12 Rata-Rata Karakteristik Agronomi Kadar Air Panen Masing- Masing Genotipe Menurut Lingkungan Tanam Faktor tempat tumbuh juga dinilai berpengaruh terhadap karakteristik agronomi kadar air panen. Rata-rata kadar air panen untuk setiap genotipe pada setiap lokasi menunjukkan bahwa genotipe-genotipe yang ditanam di lingkungan 10 Pabuaran umumnya memiliki persentase kadar air yang paling tinggi. Sedangkan genotipe-genotipe yang tumbuh pada lingkungan 8 Kuta Tengah memiliki persentase kadar air panen yang lebih rendah dibandingkan genotipe yang di taman di lingkungan lain. Analisis AMMI Untuk Karakteristik Agronomi Kadar Air Panen Hasil deskripsi persentase kadar air panen untuk setiap genotipe pada setiap lingkungan menunjukkan bahwa ada kecenderungan perbedaan respon kadar air panen antara genotipe jagung dan lingkungan tanam. Melalui analisis ragam gabungan dapat diketahui tingkat perbedaan rata-rata persentase kadar air panen antar genotipe dan lingkungan. Tabel 5 Hasil Analisis AMMI untuk Karakteristik Agronomi Kadar Air Panen Sumber Keragaman DF JK KT F Nilai-p Genotipe 11 0.691 0.063 3.63 0.000 Lingkungan 15 32.468 2.165 58.03 0.000 UlanganLingkungan 32 1.194 0.037 2.16 0.000 Interaksi 165 6.004 0.036 2.10 0.000 KUI 1 25 2.124 0.085 4.91 0.000 KUI 2 23 1.062 0.046 2.67 0.000 KUI 3 21 0.830 0.040 2.28 0.001 KUI 4 19 0.699 0.037 2.12 0.004 KUI 5 17 0.604 0.036 2.05 0.009 KUI 6 15 0.294 0.020 1.13 0.325 Sisa 45 0.391 0.009 0.50 0.997 Galat 352 6.092 0.017 Total Terkoreksi 575 46.449 0.081 Berdasarkan hasil analisis ragam gabungan pada Tabel 5, jika diuji pada taraf nyata 5 dapat disimpulkan ada perbedaan rata-rata kadar air panen antara genotipe dan lingkungan. Ini dapat dilihat dari nilai-p yang kurang dari 5. Hasil ini menunjukkan bahwa jenis genotipe dan lingkungan tempat tumbuh sangat bepengaruh terhadap kadar air panen jagung. Hasil analisis ragam gabungan juga menunjukkan bahwa pengaruh interaksi antara genotipe dan lingkungan berbeda nyata pada taraf nyata 5. Ini berarti ada perbedaan rata-rata kadar air panen tanaman jagung dari suatu genotipe yang ditaman pada lingkungan yang berbeda. Penguraian dugaan pengaruh interaksi menghasilkan lima akar ciri tidak nol pada taraf nyata 5 yaitu 0.901, 0.494, 0.370, 0.195 dan 0.161, Kontribusi masing-masing akar ciri terhadap jumlah kuadrat interaksi adalah 36.64, 20.11, 16.26, 7.93 dan 6.57. Intepretasi Model AMMI Untuk Karakteristik Agronomi Kadar Air Panen Biplot antara rata-rata persentase kadar air panen dengan KUI 1 sebagai Bipot AMMI-1 merupakan tampilan grafis yang meringkas informasi pengaruh utama genotipe dan lingkungan yaitu pada sumbu rataan dan pengaruh interaksi genotipe dengan lingkungan pada sumbu KUI 1 . Genotipe yang letaknya satu titik pada sumbu datar berarti mempunyai pengaruh utama yang sama dan jika terletak pada satu titik pada sumbu tegak berarti mempunyai pengaruh interaksi yang sama. Hasil plot antara KUI 1 dengan rata-rata kadar air panen pada Gambar 13 Memeperlihatkan bahwa Genotipe G BC 42521 memiliki rata-rata persentase kadar air panen yang paling tinggi. Sedangkan yang paling rendah adalah genotipe C BIO 1169 . Terlihat bahwa Genotipe L C–7, J BISI–2 dan K P–12 mempunyai rata-rata kadar air panen yang sama namun pengaruh interaksinya dengan lingkungan berbeda. Misalkan genotipe L L–7 berinteraksi positif dengan lingkungan L1 Ketaon sedangkan genotipe K P-12, berinteraksi negatif dengan lingkungan L1 Ketaon Gambar 13 Biplot AMMI-1 Karakteristik Agronomi Kadar Air Panen KgPlot, + Rata-Rata Umum Struktur interaksi antara genotipe dan lingkungan dapat dilihat dari Biplot AMMI-2 yaitu plot antara KUI 1 dengan KUI 2 . Hasil biplot ini dapat mengambarkan keragaman interaksi genotipe × lingkungan untuk kadar air panen sebesar 53.1. Gambar 14 Biplot AMMI-2 Untuk Karakteristik Agronomi Kadar Air Panen 53.1 Hasil Biplot AMMI-2 memperlihatkan bahwa ada tiga genotipe yang mempunyai respon relatif stabil terhadap ke-16 lingkungan yaitu genotipe D BC 42521, Genotipe H BC 42882-A, dan F BC 41399, seperti yang tersaji pada Gambar 14 . Genotipe yang mempunyai respon yang stabil adalah genotipe- genotipe yang posisinya berada di dalam elips pada titik pusat. Genotipe-genotipe paling stabil juga dapat dilihat dari rangking stabilitas genotipe dengan menggunakan Indeks Stabilitas AMMI ISA yaitu melihat posisi relatif genotipe-genotipe terhadap titik pusat Biplot AMMI-2. Tabel 6 Indeks Stabilitas AMMI Untuk Karakteristik Agronomi Kadar Air Panen Kode Genotipe Karakteristik Kadar Air Panen ISA Rank A BIO 9900 0.65 10 B BIO 1263 0.48 8 C BIO 1169 0.66 11 D BC 42521 0.11 1 E BC 42683 0.24 5 F BC 41399 0.19 3 G BC 2630 0.42 6 H BC 42882–A 0.19 2 I BIO 9899 0.22 4 J BISI–2 0.5 9 K P–12 0.7 12 L C 7 0.47 7 Jika diperhatikan dari Indeks Stabilitas AMMI, tiga genotipe yang memiliki posisi paling dekat dengan titik pusat yang menunjukkan genotipe- genotipe yang paling stabil dibandingkan dengan yang lain yaitu genotipe D BC 42521 pada peringkat pertama, genotipe H BC 42882-A pada peringkat kedua, dan F BC 41399 pada posisi ketiga. Sehingga dari hasil ini dapat dipertimbangkan ada tiga genotipe yang stabil. Hasil biplot AMMI-2 ini juga memberi informasi genotipe-genotipe yang spesifik lingkungan. Misal untuk genotipe B BIO 1263 dan K P-12 relatif spesifik lingkungan pada lingkungan L10 Pabuaran sedangkan genotipe G BC 2630 relatif spesifik lingkungan pada lingkungan L13 Sambirejo. Ini artinya bahwa genotipe B BIO 1263 dan K P-12 memiliki kadar air penen yang relatif tinggi pada lingkungan L10 Pabuaran dengankan genotipe G BC 2630 pada lingkungan L12 Sambirejo Stabilnya genotipe D BC 42521, H BC 42882-A dan F BC 41399 juga dapat dilihat dari nilai rata-rata persentase kadar air panen ketiga genotipe tersebut pada setiap lingkungan. Pada Gambar 15 Tampak bahwa ketiga genotipe tersebut memiliki nilai rata-rata disekitar rata-rata seluruh genotipe pada setiap lingkungan taman. Disamping itu, pola perubahan rata-rata kadar air panen kedua genotipe tersebut mengikuti pola perubahan rata-rata respon seluruh genotipe pada setiap lingkungan. Gambar 15 Rata-Rata Karakteristik Agronomi Kadar Air Panen Genotipe Stabil Pada 16 Lingkungan Karakteristik Agronomi Usia Masak Fisiologis UMF Usia masak fisiologis diukur dari lamanya hari dimana jagung telah dinyatakan masak secara tampilan fisik. Hasil rata-rata usia masak fisiologis dari 12 genotipe yang di tanam pada 16 lingkungan relatif bervariasi. Genotipe J BISI–2 memiliki rata-rata usia masak fisiologis yang paling lama dan genotipe dengan rata-rata usia masak fisiologis yang paling cepat adalah genotipe G BC

2630. Hasil ini dapat dilihat pada Gambar 16.