Latar Belakang Penelitian PENDAHULUAN
2
Sebuah software dapat dihasilkan melalui dua unsur utama yaitu perusahaan komputer atau yang memproduksinya dan programmer atau orang yang membuat
program komputer. Bagian dari program komputer itu sendiri adalah source code yang merupakan awal dari pembuatan program komputer dan object code yang
merupakan transformasi dari source code. Salah satu alasan mendasar software digolongkan ke dalam salah satu jenis
ciptaan yang dilindungi adalah karena software merupakan hasil karya cipta dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang dilahirkan atau dihasilkan oleh
kemampuan intelektualitas atau hasil olah pikir manusia melalui pengorbanan material dan immaterial, dan juga memiliki nilai ekonomi yang tinggi.
Nilai ekonomi tersebut menimbulkan konsep hak atas kekayaan intelektual dari individu yang menciptakan atau menemukannya. Upaya untuk melindungi hak
atas kekayaan intelektual tersebut, timbul adanya kebutuhan hukum yang tujuannya untuk memberikan kejelasan hukum mengenai hubungan antara ciptaan dengan
pencipta atau temuan dengan penemu sebagai pemiliknya atau pihak lain yang diberi hak tersebut, juga dalam rangka pembangunan di bidang hukum yang
dimaksudkan untuk mendorong dan melindungi pencipta dan hasil karya ciptaannya. Sehingga diharapkan penyebarluasan hasil kebudayaan di bidang karya ilmu
pengetahuan terutama software dapat dilindungi secara yuridis, yang pada gilirannya dapat mempercepat proses pertumbuhan kecerdasan kehidupan bangsa
2
. Hak kekayaan intelektual pada dasarnya adalah hak milik perorangan yang
tidak berwujud dan timbul karena kemampuan intelektual manusia. Hak cipta dapat
2
Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, Rajawali Pers, Jakarta, 1995, Hlm. 28.
3
pula dialihkan oleh penciptanya atau yang berhak atas ciptaan tersebut, serta dapat dialihkan kepada perorangan atau kepada badan hukum. Suatu bentuk peralihan
terhadap hak kekayaan intelektual tersebut yang kenal dengan lisensi. Perjanjian lisensi diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002
tentang Hak Cipta, bahwa Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau
memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Berdasarkan prinsip hak
eksklusif diatas, maka pihak lain yang ingin ikut melaksanakan ciptaan dan mengambil manfaat ekonomi dari ciptaan itu, harus mendapat izin dari pencipta
yang bersangkutan. Izin tersebut diperoleh melalui perjanjian lisensi. Lisensi licensing diartikan sebagai seseorang licencor yang memberi hak
kepada pihak tertentu licensee untuk memakai merekhak ciptapaten Hak milik kekayaan intelektual untuk memproduksi atau menyalurkan produk atau jasa pihak
licencor, dengan imbalannya licensee membayar royalty fee. Lisensi merupakan pemberian izin yang bersifat komersial, dalam arti memberikan hak dan kewenangan
untuk memanfaatkan hak atas kekayaan intelektual yang dilindungi secara ekonomis dengan pemberian ijin yang dituangkan dalam perjanjian tertulis. Perjanjian yang
dibuat antara pemilik dan penerima lisensi adakalanya mengandung larangan yang dapat merugikan penerima lisensi, sehingga secara tidak langsung negara juga turut
dirugikan dengan adanya perjanjian yang tidak seimbang. Peran pemerintah dalam mengawasi dan mengontrol sangat diperlukan sehingga perjanjian lisensi
mempunyai aspek keseimbangan antara hak dan kewajiban antara pemberi dan
4
penerima lisensi. Berdasarkan analisis dapat disimpulkan bahwa pentingnya perlindungan hukum melalui pencatatan lisensi suatu hak cipta akan membawa
dampak terhadap aspek lain yaitu aspek ekonomi, sehingga pengawasan oleh pemerintah melalui pembentukan Peraturan Pemerintah tentang pencatatan
perjanjian lisensi paten sudah seharusnya dilakukan. Masalah yang sekarang timbul dan menjadi kendala yang dihadapi para
pencipta software komputer adalah maraknya penyalahgunaan software komputer secara massal yang dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab
berdasarkan perjanjian
lisensi oleh
suatu instansi
dengan Microsoft.
Penyalahgunaan tersebut dapat dilakukan dengan cara menjiplak, menyadur, menyalin, mengkopi, keseluruhan atau sebagian dari isi software komputer tanpa ijin
dari pencipta. Perbuatan tersebut jelas sangat merugikan pencipta dan atau pemegang hak cipta atas software komputer baik dari segi moril maupun materil.
Instansi pemerintah saat ini turut menggunakan produk software komputer bajakan, hal ini terbukti dari hasil pengamatan beberapa sumber yang menyatakan
bahwa 10 dari produk software komputer bajakan diserap oleh perusahaan terutama perusahaan berskala kecil dan menengah juga instansi pemerintah. Salah
satu alasan instansi pemerintah turut pula menggunakan produk software komputer bajakan adalah karena pada umumnya dalam setiap pembelian unit komputer,
software tersebut sudah disertakan ke dalam komputer yang dibeli sebagai bonus dengan cara diinstallasi ke dalam hardisk komputer.
Menurut hasil pengujian Dealer Test Purchase Program DTPP yang dilakukan oleh Microsoft Corporation terungkap bahwa 90 proses installasi
5
software ke dalam komputer yang dilakukan oleh dealer komputer di Indonesia ternyata tidak memiliki dokumen yang resmi, perjanjian lisensi, disk original dan
manual,
3
dengan demikian software yang sudah diinstallasi ke dalam komputer tersebut
dapat dikatagorikan
sebagai software
bajakan karena proses penggandaannya dilakukan secara tidak sah. Faktor inilah yang menjadi alasan
instansi pemerintah termasuk ke dalam salah satu pengguna software komputer bajakan.
Kenyataan ini menjadi sangat dilematis mengingat instansi pemerintah yang seharusnya menjadi pilar utama dalam penegakan hukum, juga merupakan pihak
pertama yang dituntut untuk dapat mengatasi permasalahan dengan mencari solusi terbaik terhadap maraknya pelanggaran hak cipta atas software komputer, tetapi
malah instansi pemerintah juga turut serta dalam pelanggaran ini. Mengingat software komputer tergolong ke dalam salah satu jenis ciptaan
yang dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta, maka segala macam bentuk penyalahgunaan software komputer tanpa seijin dari
pemegang hak cipta, juga penggunaan terhadap software komputer bajakan tersebut dapat dikatagorikan sebagai pelanggaran terhadap hak cipta.
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta telah mengatur mengenai pelanggaran atas hak cipta yang menjelaskan bahwa pemegang hak cipta
dapat mengajukan gugatan secara perdata kepada pelanggar hak cipta atas segala kerugian moril dan materil yang telah dideritanya. Hak untuk mengajukan gugatan
3
Wicaksono, Microsoft
Tuntut Lima
Dealer Komputer
di Indonesia,
http:www.detik.com, Diakses pada Hari Senin, 5 April 2010, Pukul 18.35 WIB.
6
secara perdata tidak mengurangi hak negara untuk melakukan tuntutan pidana terhadap pelanggar hak cipta.
Kasus yang terjadi di atas, di mana instansi pemerintah turut pula dalam penggunaan software komputer bajakan, maka dalam rangka mencapai keadilan
dan kepastian hukum perlu kiranya instansi pemerintah bertanggung jawab atas segala perbuatan yang telah dilakukannya tersebut.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan oleh penulis, maka penulis tertarik untuk membuat karya ilmiah dengan judul :
“TINJAUAN HUKUM MENGENAI PENYALAHGUNAAN SOFTWARE KOMPUTER SECARA MASSAL
BERDASARKAN PERJANJIAN LISENSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2002 TENTANG HAK CIPTA JUNCTO UNDANG-UNDANG NOMOR 11
TAHU N 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK”.