Analisis Penerapan Penyediaan Air Dengan Sumur Renteng Pada Sistem Suplesi Renggung DI Lawe Bulan Kabupaten Aceh Tenggara

(1)

ANALISIS PENERAPAN PENYEDIAAN AIR DENGAN SUMUR RENTENG PADA SISTEM SUPLESI RENGGUNG DI LAWE BULAN

KABUPATEN ACEH TENGGARA

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi syarat penyelesaian pendidikan sarjana teknik sipil

ANTONIUS ARIYOGA

09 0404 041

Dosen Pembimbing

Ir. Makmur Ginting, M.sc

NIP. 19551201 198103 1 005

BIDANG STUDI TEKNIK SUMBER DAYA AIR DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2015


(2)

SURAT KETERANGAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, Pembimbing dan Pembanding pada Seminar Tugas Akhir yang berjudul :

”Analisis Penerapan Penyediaan Air Dengan Sumur Renteng Pada Sistem Suplesi Renggung DI Lawe Bulan Kabupaten Aceh Tenggara” Dengan ini menerangkan bahwa mahasiswa :

Nama : Antonius Ariyoga N I M : 09 0404 041

Dosen Pembimbing : Ir. Makmur Ginting, M.sc

Telah menyelesaikan perbaikan pada tugas akhir tersebut, sesuai dengan apa yang tercantum dalam berita acara Seminar Tugas Akhir tanggal 12 Agustus 2015.

Untuk itu, saya tidak keberatan Tugas Akhir tersebut diajukan ke sidang sarjana (Colloqium – Doctum).

Dosen Pembanding I Dosen Pembanding II

Ir. Alferido MalikDr. Ir. Ahmad Perwira Mulia, M.Sc. NIP. 19530504 198103 1 003 NIP. 19660417 199303 1 004

Medan, September 2015 Dosen Pembimbing

Ir. Makmur Ginting, M.sc NIP. 19551201 198103 1 005


(3)

ABSTRAK

Aliran irigasi di Lawe Bulan melayani seluas 1.144 ha yang terletak di Kabupaten Aceh Tenggara Provinsi NAD. Pengaturan eksisting pemberian air daerah irigasi Lawe Bulan 5 hari setiap 20 hari. Akan tetapi karena pengaturan pemberian air yang tidak baik maka akan terjadi penurunan produksi tanam yang terealisasi.

Sumur renteng merupakan salah satu rekayasa irigasi untuk membantu proses suplesi air, dimana air dari sungai diambil menggunakan penghubung pipa dan ditampung terlebih dahulu sebelum dialirkan ke tanaman. Sumur renteng juga berperan untuk menyimpan air sehingga dapat digunakan untuk kebutuhan tanaman baik pada musim hujan maupun kemarau. Sumur renteng dapat menjadi pemecah masalah kekeringan pada areal lahan didaerah aliran sungai Lawe Bulan Kabupaten Aceh Tenggara.

Tujuan dari penelitian ini antara lain untuk menunjang pola tanam yang direncanakan, meningkatkan efektivitas pemanfaatan Sumber Daya Air, mengetahui kondisi neraca air di Lawe Bulan. Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif deskriptif, yaitu metode yang didapat dari data primer atau data langsung dari lapangan yang belum diolah berupa data tanah, data debit pada saluran. Dan data sekunder berupa data curah hujan, data tanaman, data debit, data klimatologi, dan fotografi.

Berdasarkan analisa yang dilakukan, didapati bahwa setelah digunakan sistem irigasi sumur renteng terjadi peningkatan pada nilai IR, yang sebelumnya sebesar 248,464 mm/hari menjadi 250,042 mm/hari atau sebesar 36 % dari IR yang mampu disuplai oleh irigasi sebelumnya. Dengan demikian, keberadaan sistem irigasi sumur renteng pada aliran irigasi di daerah Lawe Bulan membuat pemberian air irigasi menjadi lebih efektif daripada sebelumnya, dan tentu saja menambah nilai realisasi dari produksi tanam.


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah mengaruniakan kasih dan anugerah-Nya kepada saya hingga saya dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Karena penyertaan-Nya yang tiada berkesudahan kepada saya, membantu saya untuk akhirnya bisa menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik.

Tugas akhir ini merupakan syarat untuk mencapai gelar sarjana Teknik Sipil bidang studi struktur Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, dengan judul :

ANALISIS PENERAPAN PENYEDIAAN AIR DENGAN SUMUR RENTENG PADA SISTEM SUPLESI RENGGUNG DI LAWE BULAN KABUPATEN ACEH TENGGARA ”

Saya menyadari bahwa dalam penyelesaian tugas akhir ini tidak terlepas dari dukungan, bantuan, serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, saya ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang berperan penting dalam penyelesaian tugas akhir ini, yaitu : 1. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan selaku Ketua Departemen Teknik Sipil

Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Ir. Syahrizal, MT selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Ir. Makmur Ginting ,Msc selaku dosen pembimbing tugas akhir yang telah banyak memberikan dukungan, selalu bersabar memberikan masukan dan bimbingan, serta meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam membantu saya untuk menyelesaikan tugas akhir ini.

4. Bapak Dr.Ir. Ahmad Perwira Mulia, Msc dan Bapak Ir. Alferido Malik selaku dosen pembanding yang telah memberikan masukan-masukan, saran, dan kritik guna membantu saya dalam menyempurnakan tugas akhir ini.


(5)

5. Bapak Ir. Jeluddin Daud, M. Eng selaku dosen Penasihat Akademik yang telah memberikan nasehat-nasehat dan motivasi selama saya menjalani perkuliahan.

6. Bapak/Ibu seluruh staf pengajar Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

7. Seluruh pegawai administrasi Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan selama ini kepada saya.

8. Teristimewa untuk kedua orang tua saya, yaitu Bapak tercinta Serda Sutarjo Munthe dan Mamak tercinta Sainah, yang telah memberikan dorongan, dukungan, dan berkat melalui doa-doa, nasehat-nasehat dan motivasi kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan perkuliahan dan mampu menyelesaikan skripsi. Semoga Tuhan mengaruniakan kesehatan dan umur yang panjang kepada Bapak dan Mamak.

9. Buat Kakak ku tercinta Ana Dairiana Munthe. SP, yang saat ini berada di Jakarta untuk meniti karir, semoga sehat selalu di sana, Tuhan menyertaimu. 10. Buat adik tersayang, Andri Trisaputra Munthe yang saat ini sedang, bersiap

untuk UN dan seleksi masuk PTN, kiranya Tuhan selalu menyertai dia dan mewujudkan apa yang dia cita-citakan selama ini.

11. Untuk teman-teman dekat saya, Jun, Adi, Ari, John, Erik dan Tian, terima kasih telah menemani saya untuk menjalani masa-masa perkuliahan saya di Teknik Sipil. Segala momen-momen bahagia yang telah kita jalani takkan pernah saya lupakan.


(6)

12. Dan untuk seluruh rekan-rekan stambuk 2009 yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu. Rekan-rekan seperjuangan yang telah banyak membantu selama proses perkuliahan, bahkan dalam pengerjaan tugas akhir ini. Terima kasih banyak atas bantuan yang telah kalian berikan kepada saya 13. Untuk adik-adik stambuk 2012, abang ucapkan terima kasih banyak atas

dukungan yang telah kalian berikan.

14. Untuk teman-teman dilingkungan saya tinggal Bang Molana, dan Via yang menyemangati saya dalam pengerjaan tugas akhir ini.

15. Pihak-pihak lainnya yang telah memberikan bantuan dalam penyelesaian tugas akhir ini yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.

Saya menyadari bahwa dalam penyusunan tugas akhir ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu saya menerima kritik dan saran yang bersifat membangun dalam penyempurnaan tugas akhir ini.

Akhir kata saya mengucapkan terima kasih dan semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, Februari 2015


(7)

DAFTAR ISI

Abstrak... i

Kata Pengantar... ii

Daftar Isi... v

Daftar Tabel... ix

Daftar Gambar... xi

Daftar Notasi... xiii

BAB 1 Pendahuluan... 1

1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Identifikasi Masalah... 3

1.3. Tujuan Dan Manfaat Penelitian... 4

1.4. Metodologi Penelitian... 4

1.5. Sistematika Penulisan... 5

BAB II Tinjauan Pustaka... 6

2.1. Siklus Hidrologi... 6

2.2. Irigasi... 8

2.2.1. Irigasi Permukaan... 8

2.2.2. Irigaasi Bawah Permukaan... 11

2.2.3. Irigasi Dengan Pancaran... 12

2.2.4. Irigasi Tradisonal Dengan Ember... 15

2.2.5 . Irigasi Tetes... 15 2.3. Fungsi Irigasi... 20

2.4. Manfaat Irigasi... 20

2.5. Kelebihan Irigasi... 21 Halaman


(8)

3.6. Metode FPR dan LPR... 22

2.7. Kebutuhan Harian Air... 24

2.8 Pemberian Air Dengan Faktor K... 24

2.9 Sistem Pemberian Air Dengan Golongan... 26

2.10 Debit Andalan... 26

2.11. Evapotranspirasi... 28

2.12 Kelebihan Air... 32

2.13 Limpasan Total... 32

2.14 Kebutuhan Irigasi... 36

2.15 Kebutuhan Air Untuk Penyiapan Lahan(IR)... 38

2.16 Kebutuhan Air Untuk Konsumtif (Etc)... 40

2.17 Kebutuhan Air Untuk Penggantian Lapisan Air (RW)... 41

2.18 Perkolasi (P)... 42

2.19 Curah Hujan Efektif (ER)... 42

2.20 Efisiensi Irigasi (EI)... 44

2.21 Anlisis Neraca Air... 44

2.22 Metode Weibull... 46

2.23 Sumur Renteng... 47

2.23.1 Tipe Sumur Renteng... 48

2.23.2 Cara Kerja Sumur Renteng... 50


(9)

BAB III Metodologi Penelitian... 60

3.1. Studi Literatur... 60

3.2 Pengumpulan Data Sekunder... 60

3.2.1 Data Komoditas Tanaman Pangan... 61

3.2.1.1. Padi Sawah... 61

3.2.1.2. Jagung... 62

3.2.1.3 Luas Lahan Baku sawah... 63

3.2.2. Data Curah Hujan... 63 3.2.3. Sketsa Jaringan Irigasi... 65 3.2.4. Letak Dan Lokasi DI Lawe Bulan... 66

3.2.5. Kondisi Umum DI Lawe Bulan... 67

3.2.5.1. Padi Sawah... 67

3.2.5.2. Jagung... 67

3.2.5.3. Luas Lahan Baku Sawah Lawe Bulan... 68

3.2.6. Sarana dan Prasarana Irigasi Exsisting Lewe Bulan... 70

3.2.6.1. Seketsa jaringan irigasi Lawe Bulan... 70

3.2.6.2. Sistem Irigasi Lawe Bulan... 71

3.2.6.3. Permasalahan Irigasi Lawe Bulan... 74

3.2.6.4 Oprasi Dan Pemeliharaan Lawe Bulan... 75

3.2.6.5 Jaringan Transportasi... 75

3.3. Pengolahan data... 76

3.4. Analisa Data... 76


(10)

3.4.2. Analisa Kombinasi sumur dan Sprinkler... 77

3.5 Rancangan Penelitian... 78

BAB IV Hasil Analisis Sistem Suplesi... 79

4.1. Curah Hujan Efektif... 79

4.2. Analisa evapotranspirasi... 84

4.3. Analisa Kebutuhan Air Irigasi... 89

4.4. Perencanaan Sumur Renteng... 93

4.5. Perencanaan Dimensi Pipa... 95

4.6. Waktu Pengisian Sumur Renteng... 96

4.7. Jarak Antara Satu Sumur KeSumur Lain... 97

4.8. Perencanaan Sprinkler... 98

4.9. Kombinasi Sumur dengan Sprinkler... 102

4.10 Pemberian Irigasi 112 BAB VKesimpulan dan Saran...114

5.1. Kesimpulan...114

5.2. Saran...115

Daftar Pustaka...116 Lampiran


(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1. Nilau Faktor Palawija Relatif (FPR) 23

2.2. Kriteria LPR Tanaman 23

2.3. Kriteria Pemberian Air Dengan Faktor K 25

2.4. Konversi Faktor K dan FPR Untuk Pembagian Air 26 2.5. Nilai Debit Andalan Untuk Berbagai Macam Kegiatan 27

2.6. Hubungan T dengan Ea, W dan f (T) 30

2.7. Hubungan Nilai Radiasi Ekstra Matahari (Ra) Dengan Letak Lintang(Untuk Daerah Indonesia 5LU-10 LS)

31

2.8. Koefisien Refleksi r 31

2.9. Angka Koreksi (c) Bulanan Untuk Rumus Penman 32 2.10. Kebutuhan Air Irigasi Selama Penyiapan Lahan 39

2.11. Koefisien Tanaman Padi Jagung 41

2.12. Koefisien Tanaman Padi dan Palawija 41

2.13. Nilai Perkolasi 42

2.14. Koefisien Curah Hujan Untuk Padi 43

2.15. Notasi Dan Satuan Parameter Iklim 45

2.16. Kadar Air Tersedia 59

3.1. Realisasi Luas Tanam,Panen, Produktifitas Padi DiAceh Tenggara 2013

61 3.2. Realisasi Luas Tanam,Panen, Produktifitas jagung DiAceh

Tenggara 2013

62 3.3. Luas Lahan Baku Sawah Dalam Kabupaten Aceh Tenggara

2013

63

3.4. Data Curah Hujan Tahun 1997-2004 64

3.5. Data Curah Hujan Tahun 2005-2011 64

3.6. Luas Pertanaman Padi Sawah DI Lawe Bulan 67

3.7. Luas Pertanaman Jagung DI Lawe Bulan 68


(12)

3.9. Data Luas, Debit, panjang Saluran Irigasi Lawe Bulan 71

4.1. Perhitungan Curah Hujan R-15,R-50.R-80 80

4.2. Curah Hujan Efektif 82

4.3. Rekapitulasi Curah Hujan Efektif Re-eff 80% 83

4.4. Rekapitulasi Klimatologi Lawe Bulan 85

4.5. PerhitunganEvapotranspirasi 86

4.6. Rekapitulasi Evapotranspirasi 88

4.7. Nilai Eto dari bulan september-desember 90

4.8. Hasil Analisis Profil Tanah Lawe Bulan, Kab. Aceh Tenggara

99

4.9. Waktu Penyiraman Sprinkler 101

4.10. Kombinasi Sprinkler kedalaman 1 cm-15cm 106 4.11. Kombinasi Sprinkler kedalaman 20 cm-30cm 107


(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1. Siklus Hidrologi 7

2.2. Irigasi Permukaan 11

2.3. Irigasi Baawah Permukaan 11

2.4. Irigasi Pancaran 15

2.5. Irigasi Tetes 19

2.6. Sistem Dan Skematis sumur Renteng Menggunakan Tower 48 2.7. Tata Letak Dan Sistematik Sumur Renteng Langsung 49

2.8. Seketsa Dan cara Kerja sumur Sembur 50

2.9. Sketsa Sumur Renteng 55

2.10. Komposisi Tanah 56

3.1. Sketsa Jaringan Irigasi Lawe Bulan 65

3.2. Peta Lokasi Lawe DI Lawe Bulan 66

3.3. Peta Komoditas Tanam Lawe Bulan 69

3.4 Sketsa Jaringan Irigasi Lawe Bulan 70

3.5. Aliran Irigasi Mengaliri Sawah DiLawe Bulan 72

3.6. Sawah Yang Di Aliri Air Irigasi 72

3.7 Aliran Irigasi Mengaliri Jagung dekat Bangunan Sadap 73

3.8 Aliran Irigasi Mengaliri Lahan Jagung 73

3.9 Saluran Yang Rusak 74

3.10 Saluran Yang Tertutupi Tanaman Liar 74

3.11 Pembersihan Saluran Irigasi 75

4.1. Grafik Histogram R-80 dan R-50 81

4.2. Kurva garis R-80 dan R-50 81

4.3 Cuarah Hujan efektif kurva garis 82


(14)

4.5. Kebutuhan Air Irigasi 92 4.6. Sumur Renteng Sekanerio Pertama Diambil Langsung 94 4.7. Sumur Renteng Sekanerio Kedua Secara Seri 94 4.8. kedalaman akar yang akan disiram sprinkler 100

4.9. Kedalaman akar jagung 102

4.10. Sketsa Jarak Sumur 102

4.11. Kombinasi Sumur Dengan Sprinkler 103

4.12. Sketsa Penyiraman Sprinkler 104

4.13. Sketsa kombinasi Sumur Dan Sprinkler 105

4.14. Banyak Titik Penyiraman 108

4.15. Sketsa layout Sumur Dangan Titik Penyiraman 88 4.16. Pengambilan Air Dari Saluran Irigasi Kesumur 109


(15)

DAFTAR NOTASI A Luas (m)

d Kedalaman akar jagung (cm) D Diameter basah Sprinkler (m)

h Tinggi Sumur (m) n Banyak Sumur

t Lamanya waktu pengisisian sumur/ penyiraman sprinkler (menit) V Volume Air (m3)

π Phi (3.14)

Ø Diameter Pipa (inchi) Q Debit (m3/det)

L Jarak Antar Sumur (m) θ fc Kadar Air Kering (%)

θ wp Kader Air Basah (%) Δθ Perubahan Kadar Air (%)

g Gravitasi (9,8 m/det) Hf Kehilangan Energi


(16)

ABSTRAK

Aliran irigasi di Lawe Bulan melayani seluas 1.144 ha yang terletak di Kabupaten Aceh Tenggara Provinsi NAD. Pengaturan eksisting pemberian air daerah irigasi Lawe Bulan 5 hari setiap 20 hari. Akan tetapi karena pengaturan pemberian air yang tidak baik maka akan terjadi penurunan produksi tanam yang terealisasi.

Sumur renteng merupakan salah satu rekayasa irigasi untuk membantu proses suplesi air, dimana air dari sungai diambil menggunakan penghubung pipa dan ditampung terlebih dahulu sebelum dialirkan ke tanaman. Sumur renteng juga berperan untuk menyimpan air sehingga dapat digunakan untuk kebutuhan tanaman baik pada musim hujan maupun kemarau. Sumur renteng dapat menjadi pemecah masalah kekeringan pada areal lahan didaerah aliran sungai Lawe Bulan Kabupaten Aceh Tenggara.

Tujuan dari penelitian ini antara lain untuk menunjang pola tanam yang direncanakan, meningkatkan efektivitas pemanfaatan Sumber Daya Air, mengetahui kondisi neraca air di Lawe Bulan. Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif deskriptif, yaitu metode yang didapat dari data primer atau data langsung dari lapangan yang belum diolah berupa data tanah, data debit pada saluran. Dan data sekunder berupa data curah hujan, data tanaman, data debit, data klimatologi, dan fotografi.

Berdasarkan analisa yang dilakukan, didapati bahwa setelah digunakan sistem irigasi sumur renteng terjadi peningkatan pada nilai IR, yang sebelumnya sebesar 248,464 mm/hari menjadi 250,042 mm/hari atau sebesar 36 % dari IR yang mampu disuplai oleh irigasi sebelumnya. Dengan demikian, keberadaan sistem irigasi sumur renteng pada aliran irigasi di daerah Lawe Bulan membuat pemberian air irigasi menjadi lebih efektif daripada sebelumnya, dan tentu saja menambah nilai realisasi dari produksi tanam.


(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Air mempunyai arti yang penting dalam kehidupan, salah satunya adalah dalam usaha pertanian. Cara mengaliri air ketanaman yaitu dengan sistem irigasi, aliran irgasi diLawe Bulan melayani seluas 1.144 ha yang terletak di Kabupaten Aceh Tenggara Propinsi NAD. Pengaturan eksisting pemberian air di Lawe Bulan adalah pemberian air selama 5 hari pada setiap 20 hari. Akan tetapi karena pengaturan pemberian air yang ada tidak dilaksanakan dengan baik maka terjadi penurunan produksi tanaman yang teralisasi.

Salah satu permasalahan yang dihadapi bangsa Indonesia adalah masalah pangan, kususnya dikutacane Kabupaten Aceh Tenggara. Suatu sistem produksi pertanian khususnya produksi tanaman pangan yang tangguh perlu didukung oleh suatu sistem irigasi yang tangguh. Suatu sistem irigasi yang tangguh mempunyai ciri-ciri keterandalan, ketahanan, kemantapan dan keluwesan dalam menangani berbagai permasalahan yang terjadi, baik dari dalam maupun dari luar sistem irigasi.

Masyarakat Kutacane kususnya didaerah aliran sungai Lawe Bulan umumnya petani. Tanaman utama yaitu padi dan jagung, sehingga untuk meningkatkan pendayagunaan areal irigasi sekaligus untuk melipat gandakan produksi dalam upaya mencapai kecukupan pangan kesinambungan.


(18)

Oleh sebab itu diperlukan suatu setudi guna menyusun alternatif pemecahan masalah dan perencanaan teknis untuk mendapatkan fungsi dan manfaat dari sistem pengolahan air yang baik, sehingga roda kehidupan dan perekonomian masyarakat dapat terpenuhi.

Sumur renteng merupakan salah satu rekayasa irigasi untuk membantu proses suplesi air. Dimana air dari sungai diambil menggunakan penghubung pipa dan ditampung terlebih dahulu sebelum dialirkan ketanaman, agar berkelanjutan dan mudah oprasionalnya. Sumur renteng juga berperan untuk menyimpan air sehingga dapat digunakan untuk kebutuhan tanaman baik pada musim hujan maupun kemarau. Sumur renteng dapat menjadi alternatif pemecah masalah kekeringan pada areal persawahan didaerah aliran sungai Lawe bulan Kabupatan Aceh Tenggara.

Pada daerah hulu irigasi ini terdapat Bendung Lawe Bulan yang dikonstruksikan sebagai pengendali banjir dan untuk meninggikan elevasi muka air yang akan dialirkan untuk kegiatan irigasi. Perencanaan pola pemberian air yang dilakukan dengan pengaliran pemberian air dengan sistem golongan. Daeraha aliran sungai Lawe Bulan dibagi kedalam tiga golongan yaitu hulu, tengah, dan hilir. Dari pengaturan pemberian air diharapkan dapat meningkatkan produksi tanaman.


(19)

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas maka dapat diidentifikasikan beberapa permasalahan sebagai berikut :

1. Sistem irigasi permukaan yang ada saat ini tidak cukup untuk menunjang pola tanam yang direncanakan/ diinginkan pada areal irigasi seluas 1.13 ha.

2. Diperluikan sistem pengairan irigasi yang baru untuk menggantikan/ melengkapi sistem pengairan yang sudah ada saat ini.

1.3 Batasan Masalah

Untuk mempermudah pengerjaan tugas akhir maka perlu dilakukan pembatasan masalah yaitu :

1. Luas areal yang dimasukkan pada bahasan tugas akhir ini dibahas hanya untuk daerah irigasi seluas 113 ha yaitu pada lahan jagung.

2. Praktek pada tanam yang dievaluasi dibatasi hanya berdasrkan praktek lapangan disisi daerah irigasi.

3. Topik bahasan dibatasi hanya pada suplesi dan bangunan penunjang sumur renteng.


(20)

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan yang diharapkan dari penelitian ini antara lain : 1. Menunjang pola tanam yang direncanakan.

2. Meningkatkan efektivitas pemanfaatan Sumber Daya Air Maanfaat yang diharapkan dari penelitian ini :

1. mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya air daerah irigasi Lawe Bulan. 2. Memberikan suplesi atas tambahan air irigasi kepada sistem irigasi

eksisting.

1.5 Metode Penelitian

Metodologi yang digunakan untuk mengolah data dalam penulisan ini adalah metode kuantitatif deskriptif, yaitu metode perhitungan yang didapat dari data primer atau data langsung dari lapangan yang belum diolah berupa: data tanah, data tinggi air irigasi, data tinggi air pada tanaman. Dan data sekunder atau data yang didapat dari instansi tertentu berupa: data curah hujan, data tanaman, data debit, data klimatologi, peta topografi. Dari data tersebut akan dikompikasi untuk konstribusi sumur renteng. Setelah data yang sudah ada dianalisa untuk desain pola tanam dan kebutuhan air. Maka penelitian mengenai Analisis Penerapan Penyediaan Air Pada Suplaisi Renggung DiLawe Bulan Aceh Tenggara telah selesai di analisa dan pekerjaan selesai.


(21)

1.6 Sistematika Penulisan

Untuk memahami lebih jelas laporan penelitian ini, dilakukan pengelompokkan materi menjadi beberapa sub bab dengan sistematika penulisan sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan

Pada bab ini berisi tentang Latar Belakang, Identifikasi Masalah, Rumusan Masalah, Pembatasan Masalah, Maksud dan Tujuan Penelitian, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan.

Bab II Tinjauan Pustaka

Pada bab ini berisi tinjauan pustaka bagi teori-teori yang mendasari, relevan dan terkait dengan subyek dan permasalahan yang dihadapi dalam penyusunan laporan penelitian.

Bab III Metodologi Penelitian

Pada bab ini berisi penjelasan mengolah data dan penjabaran mengenai data-data yang ada dilapangan atau yang didapat dari instansi tertentu.

Bab IV Analisis Sistem Suplesi Renggung Lawe Bulan

Pada bab ini menjelaskan tentang analisis terhadap masalah yang sedang diteliti, yaitu berupa masalah pengalihan/ suplesi renggung didaerah aliran irigasi Lawe Bulan.

Bab V Kesimpulan Dan Saran

Bab ini berisikan inti dari pokok pembahasan tugas akhir untuk keperluan penerapan maupun pengembangan selanjutnya.


(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus Hidrologi

Siklus hidrologi adalah sirkulasi air yang tidak pernah berhenti dari atmosfer ke bumi dan kembali ke atmosfer melalui kondensasi, presipitasi, evaporasi dan transpirasi. Pemanasan air laut oleh sinar matahari merupakan kunci proses siklus hidrologi tersebut dapat berjalan secara terus menerus. Air berevaporasi, kemudian jatuh sebagai presipitasi dalam bentuk hujan, salju, hujan batu, hujan es dan salju (sleet), hujan gerimis atau kabut.

Pada perjalanan menuju bumi beberapa presipitasi dapat berevaporasi kembali ke atas atau langsung jatuh yang kemudian diintersepsi oleh tanaman sebelum mencapai tanah. Setelah mencapai tanah, siklus hidrologi terus bergerak secara kontinu dalam tiga cara yang berbeda:

a) Evaporasi/ transpirasi - Air yang ada di laut, di daratan, di sungai, di tanaman, kemudian akan menguap ke angkasa (atmosfer) dan kemudian akan menjadi awan. Pada keadaan jenuh uap air (awan) itu akan menjadi bintik-bintik air yang selanjutnya akan turun (precipitation) dalam bentuk hujan, salju, es.

b) Infiltrasi/ Perkolasi ke dalam tanah - Air bergerak ke dalam tanah melalui celah-celah dan pori-pori tanah dan batuan menuju muka air tanah. Air dapat bergerak akibat aksi kapiler atau air dapat bergerak secara vertikal atau horizontal dibawah permukaan tanah hingga air tersebut memasuki kembali sistem air permukaan.


(23)

c) Air Permukaan - Air bergerak di atas permukaan tanah dekat dengan aliran utama dan danau; makin landai lahan dan makin sedikit pori-pori tanah, maka aliran permukaan semakin besar. Aliran permukaan tanah dapat dilihat biasanya pada daerah urban. Sungai-sungai bergabung satu sama lain dan membentuk sungai utama yang membawa seluruh air permukaan disekitar daerah aliran sungai menuju laut.Air permukaan, baik yang mengalir maupun yang tergenang (danau, waduk, rawa), dan sebagian air bawah permukaan akan terkumpul dan mengalir membentuk sungai dan berakhir ke laut. Proses perjalanan air di daratan itu terjadi dalam komponen-komponen siklus hidrologi yang membentuk sistem Daerah Aliran Sungai (DAS). Jumlah air di bumi secara keseluruhan relatif tetap, yang berubah adalah wujud dan tempatnya.


(24)

2.2 Irigasi

Irigasi adalah usaha penyediaan, pengaturan, dan pembangunan air irigasi untuk menunjang pertanian yang jenisnya meliputi irigasi permukaan, irigasi rawa, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa dan irigasi tambak (PP. No. Th. 2006 dalam kamus istilah Bidang Pekerjaan Umum: 27). Sedangkan menurut Basak (1999 : 1), irigasi adalah suatu proses dari penerapan rekayasa air untuk tanah guna pertumbuhan tanaman pertanian. Secara praktis irigasi bermakna ilmu mempelajari tentang perencanaan dan desain dari sistem penyediaan air untuk tanah pertanian guna melindungi tanaman dari dampak buruk musim kering( kemarau) atau rendahnya curah hujan. Ada beberapa irigasi yaitu irigasi permukaan, irigasi bawah permukaan, irigasi pancaran, irigasi tetes, dan irigasi tradisional.

2.2.1 Irigasi Permukaan

Sistem irigasi permukaan terjadi dengan menyebarkan air ke permukaan tanah dan membiarkan air meresap (infiltrasi) ke dalam tanah. Air dibawa dari sumber ke lahan melalui saluran terbuka baik dengan atau lining maupun melalui pipa dengan head rendah. Investasi yang diperlukan untuk mengembangkan irigasi permukan relatif lebih kecil daripada irigasi curah maupun tetes kecuali bila diperlukan pembentukan lahan, seperti untuk membuat teras (Soemarto, 1999).

Sistem irigasi permukaan (Surface irrigation), khususnya irigasi alur (Furrow irrigation) banyak dipakai untuk tanaman palawija, karena penggunaan air oleh tanaman lebih efektif. Sistem irigasi alur adalah pemberian air di atas


(25)

lahan melalui alur, alur kecil atau melalui selang atau pipa kecil dan megalirkannya sepanjang alur daalam lahan (Michael,1978).

Untuk menyusun suatu rancangan irigasi harus diadakan terlebih dahulu survei mengenai kondisi daerah yang bersangkutan serta penjelasannya, penyelidikan jenis-jenis tanah pertanian, bagi bagian-bagian yang akan diirigasi dan lain-lain untuk menentukan cara irigasi dan kebutuhan air tanamannya (Suyono dan Takeda, 1993).

Suatu daerah irigasi permukaan terdiri dari susunan tanah yang akan diairi secara teratur dan terdiri dari susunan jaringan saluran air dan bangunan lain untuk mengatur pembagian, pemberian, penyaluran, dan pembuangan kelebihan air. Dari sumbernya, air disalurkan melalui saluran primer lalu dibagi-bagikan ke saluran sekunder dan tersier dengan perantaraan bangunan bagi dan atau sadap terser ke petak sawah dalam satuan petak tersier. Petak tersier merupakan petak-petak pengairan/pengambilan dari saluran irigasi yang terdiri dari gabungan petak-petak sawah. Bentuk dan luas masing-masing petak tersier tergantung pada topografi dan kondisi lahan akan tetapi diusahakan tidak terlalu banyak berbeda. Apabila terlalu besar akan menyulitkan pembagian air tetapi apabila terlalu kecil akan membutuhkan bangunan sadap. Ukuran petak tersier diantaranya adalah, di tanah datar : 200-300 ha, di tanah agak miring : 100-200 ha dan di tanah perbukitan : 50-100 ha (Anonim, 2007).

Terdapat beberapa keuntungsn menggunakan irigasi furrow. Keuntungannya sesuai untuk semua kondisi lahan, besarnya air yang mengalir dalam lahan akan meresap kedalam tanah untuk dipergunakan oleh tanaman secara efektif, efisien


(26)

pemakaian air lebih besar dibandingkan dengan sistem irigasi genangan (basin) dan irigasi galengan (border) (Michael,1978).

Untuk menyusun suatu rancangan irigasi terlebih dahulu dilakukan survey mengenai kondisi daerah yang bersangkutan serta penjelasannya, penyelidikan jenis-jenis tanaman pertaniannya, bagian-bagian yang diairi dan lain-lain untuk menentukan cara irigasi dan kebutuhan air tanamannya (Sosrodarsono dan Takeda, 1987).

Sistem irigasi permukaan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu peluapan dan penggenangan bebas (tanpa kendali) serta peluapan penggenangan secara terkendali. Sistem irigasi permukaan yang paling sederhana adalah peluapan bebas dan penggenangan. Dalam hal ini air diberikan pada areal irigasi dengan jalan peluapan untuk menggenangi kiri atau kanan sungai yang mempunyai permukaan datar. Sebagai contoh adalah sistem irigasi kuno di Mesir. Sistem ini mempunyai efisiensi yang rendah karena penggunaan air tidak terkontrol.

Sistem irigasi permukaan lainnya adalah peluapan dan penggenangan secara terkendali. Cara yang umum digunakan dalam hal ini adalah dengan menggunakan bangunan penangkap, saluran pembagi saluran pemberi, dan peluapan ke dalam petak petak lahan beririgasi. Jenis bangunan penangkap bermacam-macam, diantaranya adalah :

(1) bendung

(2) intake, dan


(27)

Gambar 2.2 Irigasi permukaan

2.2.2 Irigasi Bawah Permukaan

Sistem ini air distribusikan dengan cara pipanisasi. Di sini juga berlaku gravitasi, di mana lahan yang tinggi mendapat air lebih dahulu. Namun air yang disebar hanya terbatas sekali atau secara lokal.


(28)

2.2.3 Irigasi Dengan Pancaran

Irigasi curah atau siraman (sprinkle) menggunakan tekanan untuk membentuk tetesan air yang mirip hujan ke permukaan lahan pertanian. Disamping untuk memenuhi kebutuhan air tanaman. Sistem ini dapat pula digunakan untuk mencegah pembekuan, mengurangi erosi angin, memberikan pupuk dan lain-lain. Pada irigasi curah air dialirkan dari sumber melalui jaringan pipa yang disebut mainline dan sub-mainlen dan ke beberapa lateral yang masing-masing mempunyai beberapa mata pencurah (sprinkler) (Prastowo, 1995).

Sistem irigasi curah dibagi menjadi dua yaitu set system (alat pencurah memiliki posisi yang tepat),serta continius system (alat pencurah dapat dipindah-pindahkan). Pada set system termasuk ; hand move, wheel line lateral, perforated pipe, sprinkle untuk tanaman buah-buahan dan gun sprinkle. Sprinkle jenis ini ada yang dipindahkan secara periodic dan ada yang disebut fixed system atau tetap (main line lateral dan nozel tetap tidak dipindah-pindahkan). Yang termasuk continius move system adalah center pivot, linear moving lateral dan traveling sprinkle (Keller dan Bliesner, 1990).

Menurut Hansen et. Al (1992) menyebutkan ada tiga jenis penyiraman yang umum digunakan yaitu nozel tetap yang dipasang pada pipa, pipa yang dilubangi (perforated sprinkle) dan penyiraman berputar. Sesuai dengan kapasitas dan luas lahan yang diairi serta kondisi topografi, tata letak system irigasi curah dapat digolongkan menjadi tiga yaitu:

1. Farm system, system dirancang untuk suatu luas lahan dan merupakan satu-satunya fasilitas pemberian air irigasi


(29)

2. Field system, system dirancang untuk dipasang di beberapa lahan pertanian dan biasanya dipergunakan untuk pemberian air pendahuluan pada letak persemaian,

3. Incomplete farm system, system dirancang untuk dapat diubah dari farm system menjadi fiekd system atau sebaliknya.

Berapa kelebihan sistem irigasi curah dibanding desain konvensional atau irigasi gravitasi antara lain :

a) Sesuai untuk daerah-daerah dengan keadaan topografi yang kurang teratur dan profil tanah yang relative dangkal.

b) Tidak memerlukan jaringan saluran sehingga secara tidak langsung akan menambah luas lahan produktif serta terhindar dari gulma air.

c) Sesuai untuk lahan berlereng tampa menimbulkan masalah erosi yang dapat mengurangi tingkat kesuburan tanah.

Sedangkan kelemahan sistem irigasi curah menurut Bustomi (1999), adalah:

a) Memerlukan biaya investasi dan operasional yang cukup tinggi, antara lain untuk operasi pompa air dan tenaga pelaksana yang terampil.

b) Memerlukan rancangan dan tata letak yang cukup teliti untuk memperoleh tingkat efisiensi yang tinggi.

Menurut Keller (1990) efisiensi irigasi curah dapat diukur berdasarkan keseragaman penyebaran air dari sprinkle. Apabila penyebaran air tidak seragam, maka dikatakan efisiensi irigasi curah rendah. Parameter yang umum digunakan untuk mengevaluasi keseragaman penyebaran air adalah coefficient of uniformity


(30)

(CU). Efisiensi irigasi curah yang tergolong tinggi adalah bila nilai CU lebih besar dari 85%.

Berdasarkan penyusunan alat penyemprot, irigasi curah dapat dibedakan

1. system berputar (rotaring hed system) terdiri dari satu atau dua buah nozzle miring yang berputar dengan sumbu vertical akibat adanya gerakan memukul dari alat pemukul (hammer blade). Sprinkle ini umumnya disambung dengan suatu pipa peninggi (riser) berdiameter 25 mm yang disambungkan dengan pipa lateral.

2. system pipa berlubang (perforated pipe system), terdiri dari pipa berlubang-lubang, biasa dirancang untuk tekanan rendah antara 0,5-2,5 kg/cm2 , hingga sumber tekanan cukup diperoleh dari tangkai air yang ditempatkan pada ketinggian tertentu (Prastowo dan Liyantono, 2002).

Umumnya komponen irigasi curah terdiri dari :

(a) pompa dengan tenaga penggerak sebagai sumber tekanan

(b) pipa utama

(c) pipa lateral

(d) pipa peninggi (riser) dan

(e) kepala sprinkle (head sprinkle).

Sumber tenaga penggerak pompa dapat berupa motor listrik atau motor bakar. Pipa utama adalah pipa yang mengalirkan air ke pipa lateral. Pipa lateral


(31)

adalah pipa yang mengalirkan air dari pipa utama ke sprinkle. Kepala sprinkle adalah alat/bagian sprinkle yang menyemprotkan air ke tanah (Melvyn, 1983).

Gambar 2.4 Irigasi pancaran 2.2.4 Irtigasi Tradisional Dengan Ember

Di sini diperlukan tenaga kerja secara perorangan yang banyak sekali. Di samping itu juga pemborosan tenaga kerja yang harus menenteng ember.

2.2.5 Irigasi Tetes

Irigasi tetes adalah suatu sistem pemberian air melalui pipa/ selang berlubang dengan menggunakan tekanan tertentu, dimana air yang keluar berupa tetesan-tetesan langsung pada daerah perakaran tanaman. Tujuan dari irigasi tetes adalah untuk memenuhi kebutuhan air tanaman tanpa harus membasahi keseluruhan lahan, sehingga mereduksi kehilangan air akibat penguapan yang berlebihan, pemakaian air lebih efisien, mengurangi limpasan, serta menekan/mengurangi pertumbuhan gulma (Hansen, 1986).


(32)

Ciri- ciri irigasi tetes adalah debit air kecil selama periode waktu tertentu, interval (selang)yang sering, atau frekuensi pemberian air yang tinggi , air diberikan pada daerah perakaran tanaman, aliran air bertekanan dan efisiensi serta keseragaman pemberian air lebih baik.

Menurut Michael(1978) Unsur-unsur utama pada irigasi tetes yang perlu diperhatikan sebelum mengoperasikan peralatan irigasi tetes adalah :

a. Sumber air, dapat berupa sumber air permanen (sungai, danu, dan lain-lain), atau sumber air buatan (sumur, embung dan lain-lain)

b. Sumber daya, sumber tenaga yang digunakan untuk mengalirkan air dapat dari gaya gravitasi (bila sumber air lebih tinggi daripada lahan pertanaman), dan untuk sumber air yang sejajar atau lebih rendah dari pada lahan pertanaman maka diperlukan bantuan pompa. Untuk lahan yang mempunyai sumber air yang dalam, maka diperlukan pompa penghisap pompa air sumur dalam.

c. Saringan, untuk mencegah terjadinya penyumbatan meke diperlukan beberapa alat penyaring, yaitu saringan utama (primary filter) yang dipasang dekat sumber air, sringan kedua (secondary filter) diletakkan antara saringan utama dengan jaringan pipa utama.

Irigasi tetes adalah teknik penambahan kekurangan air pada tanah yang dilakukan secara terbatas dengan menggunakan tube (wadah) sebagai alat penampung air yang disertai lubang tetes di bawahnya. Air akan keluar secara perlahan -lahan dalam bentuk tetesan ke tanah yang secara terbatas membasahi tanah. Lubang tetes air dapat diatur sedemikian rupa sehingga air cukup hanya


(33)

membasahi tanah di sekitar perakaran (http://mekanisasi.litbang.deptan.go.id - Web Site BBP Mekanisasi Pertanian)

Menurut Hansen (1986) kegunaan dari Irigasi tetes adalah :

a. Untuk menghemat penggunaan air tanaman.

b. Mengurangi kehilangan air yang begitu cepat akibat penguapan dan infiltrasi.

c. Membantu memenuhi kebutuhan air tanaman pada awal penanaman sehingga juga akan meningkatkan pemanfaatan unsur hara tanah oleh tanaman.

d. Mengurangi stresing atau mempercepat adaptabilitas bibit sehingga meningkatkan keberhasilan tumbuh tanaman.

e. Melakukan pemanenan air hujan lewat wadah irigasi tetes secara terbatas sehingga dapat digunakan tanaman.

Sistem irigasi tetes memang konsep pemanfaatan air tanaman yang belum populer Namun, sistem ini telah membumi di belahan bumi lain. Orang asing telah menginsyafi seberapa banyak porsi air minum yang bisa mengobati dahaga yang dirasakan tanaman. Tanaman diberi “minum” secukupnya. “Jika kelebihan air, nutrisi yang mesti diserap tanaman bisa hanyut. Andai kebanyakan air pun batang tanaman bisa membusuk. Jadi, jangan menyiram tanaman sampai tampak seperti kebanjiran,” Konsep taman kota maupun taman keluarga dianjurkan memakai sistem ini. Tanaman cukup ditetesi air sesuai porsi yang diperlukannya. Cara ini bukan hanya membantu tanaman tak sampai kelebihan mengonsumsi air, sistem ini pun lebih bernilai ekonomis.


(34)

Sistem yang digunakan adalah dengan memakai pipa-pipa dan pada tempat-tempat tertentu diberi lubang untuk jalan keluarnya air menetes ke tanah. Perbedaan dengan sistem pancaran adalah besarnya tekanan pada pipa yang tidak begitu besar. Gambar dibawah ini memberikan Ilustrasi mengenai sistem irigasi tetes.

Pemilihan jenis sistem irigasi sangat dipengaruhi oleh kondisi hidrologi, klimatologi, topografi, fisik dan kimiawi lahan, biologis tanaman, sosial ekonomi dan budaya, teknologi (sebagai masukan sistem irigasi) serta keluaran atau hasil yang akan diharapkan.

Sedangkan cara pemberian air irigasi ini berdasarkan topografi, ketersediaan air, jenis pertimbangan lain. tergantung pada kondisi tanah, keadaan tanaman, iklim, kebiasaan petani dan Cara pemberian air irigasi yang termasuk dalam eara pemberian air lewat permukaan, dapat disebut antara lain :

a. Wild flooding : air digenangkan pada suatu daerah yang luas pada waktu banjir cukup tinggi sehingga daerah akan cukup sempurna dalam pembasahannya, cara ini hanya cocok apabila cadangan dan ketersediaan air cukup banyak.

b. Free flooding: daerah yang akan diairi dibagi dalam beberapa bagian, atau air dialirkan dari bagian yang tinggi ke bagian yang rendah.

c. Check flooding : air dari tempat pengambilan (sumber air) dimasukkan ke dalam selokan, untuk kemudian dialirkan pada petak-petak yang kecil, keuntungan dari sistem ini adalah bahwa air tidak dialirkan pada daerah yang sudah diairi.


(35)

d. Border strip method : daerah pengairan dibagi-bagi dalam luas yang keeil dengan galengan berukuran 10 x 100 m2 sampai 20 x 300 m2, air dialirkan ke dalam tiap petak melalui pintu-pintu.

e. Zig-zig method: daerah pengairan dibagi dalam sejumlah petak berbentuk jajaran atau persegi panjang, tiap petak dibagi lagi dengan bantuan galengan dan air akan mengalir melingkar sebelum meneapai lubang pengeluaran. Cara ini menjadi dasar dari pengenalan perkembangan teknik dan peralatan irigasi.

f. Bazin method : cara ini biasa digunakan di perkebunan buah-buahan. Tiap bazin dibangun mengelilingi tiap pohon dan air dimasukkan ke dalarnnya melalui selokan lapangan seperti pada chek flooding.

g. Furrow method : cara ini digunakan pada perkebunan bawang dan kentang serta buah-buahan lainnya. Tumbuhan tersebut ditanam pada tanah gundukan yang paralel dan diairi melalui lembah di antara gundukan.


(36)

2.3 Fungsi Irigasi

1. memasok kebutuhan air tanaman

2. menjamin ketersediaan air apabila terjadi betatan 3. menurunkan suhu tanah

4. mengurangi kerusakan akibat frost

2.4 Manfaat Irigasi

1. untuk membasahi tanah, yaitu pembahasan tanah pada daerah yang curah hujannya kurang atau tidak menentu.

2 untuk mengatur pembasahan tanah, agar daerah pertanian dapat diari sepanjang waktu pada saat dibutuhkan, baik pada musim kemarau maupun musim penghujan.

3. Untuk menyuburkan tanah, dengan mengalirkan air yang mengandung lumpur dan zat-zat hara penyubur tanaman pada daerah pertanian tersebut, sehingga tanah menjadi subur.

4. Untuk kolmatase, yaitu meninggikan tanah yang rendah / rawa dengan pengendapan lumpur yang dikandung oleh air irigasi.

5. Untuk peggelontoran air, yaitu dengan mengunakan air irigasi, maka kotoran/ pencemaran / limbah / sampah yang terkandung di permukaan tanah dapat digelontor ketempat yang telah disediakan (saluran drainase) untuk diproses penjernihan secara teknis atau alamiah.


(37)

6. Pada daerah dingin, dengan mengalirkan air yang suhunya lebih tinggi dari pada tanah, sehingga dimungkinkan untuk mengadakan proses pertanian pada musim tersebut.

2.5 Kelebihan Irigasi

1. Mengatasi kekurangan pangan

2. Meningkatkan produksi dan nilai jual hasil tanaman.

3. Peningkatan kesejahteraan masyarakat

4. Pembangkit Tenaga Listrik

5. Efek terhadap kesehatan

6. Supply air baku

7. Peningkatan Komunikasi / Transportasi

8. Transportasi air (Inland navigation)

(Dinas PU Pengairan Kabupaten Banyuwangi, 2014)

Air adalah faktor penting dalam bercocok tanam. Suatu sistem pengairan yang baikakan menghasilkan pertumbuhan tanaman yang optimal, sedangkan pengairan merupakan segala usaha yang berhubungan dengan pemanfaatan air dan sumbernya. Hubungan erat antara air dan tanaman disebabkan karena fungsi air yang penting dalam penyelenggaraan dan kelangsungan hidup tanaman tersebut.


(38)

Kebutuhan air irigasi merupakan kebutuhan air untuk tanaman yang ditentukan oleh faktor-faktor berikut :

a. Kebutuhan air tananman

b. Kebutuhan air untuk penyiapan lahan c. Penggunaan konsumtif

d. Perkolasi dan rembesan e. Penggantian genangan air f. Efisiensi irigasi

g. Curah hujan efektif 2.6 Metode FPR Dan LPR

Kebutuhan air irigasi dapat ditentukan salah satunya dengan metode FPR ( Faktor Palawija Relatif)- LPR (Luas Palawija Relatif). Persamaan untuk metode FPR yaitu :

FPR =

...(2.1)

Dengan :

FPR = Faktor Palawija Relatif (lt/dt/ha.pol) Q = Debit air yang mengalir di sungai (lt/dt) LPR = Luas Palawija Relatif (ha.pol)

Sedangkan kategori nilai FPR untuk keperluan operasional pembagian air pada petak tersier dapat dikategorikan sebagai berikut :

 Cukup, FPR = 0,25 – 0,35 lt/dt/ha.pol (bulan Oktober sampai Februari)

 Sedang, FPR = 0,35 – 0,45 lt/dt/ha.pol (bulan Maret sampai Juni)


(39)

Misalnya pada bulan Oktober – Februari, FPR = 0,20 berarti nilai tersebut kurang dari 50% FPR yang telah ditentukan sehingga perlu diadakan pergiliran air. Kriteria FPR Berdasarkan jenis tanah dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2.1 Nilai Faktor Palawija Relatif (FPR)

Jenis tanah FPR (lt/dt/ha.pol)

Air kurang Air cukup Air memadai Alluvial

Latasol Grumosol

Giliran

0,18 0,12 0,06 Perlu

0,18-0,36 0,12-0,23 00,6-0,12 Mungkin

0,36 0,23 0,12 Tidak

Sumber : DPU Tingkat I Jawa Timur, 1997

Untuk nilai LPR adalah perbandingan kebutuhan air antara jenis tanaman satu dengan jenis tanaman lainnya. Tanaman pembanding yang digunakan adalah palawija yang mempunyai nilai 1 (satu). Semua kebutuhan tanaman yang akan dicari terlebih dahulu dikonversikan dengan kebutuhan air palawija yang akhirnya didapatkan satu angka sebagai faktor konversi untuk setiap jenis tanaman.

Tabel 2.2 Kriteria LPR Tanaman


(40)

2.7 Kebutuhan Harian Air

Kebutuhan air tanaman dapat juga dihitung berdasarkan kebutuhan air di lapangan dan debit yang diperlukan pada pintu pemasukan yaitu:

Q

1

=

...(2.2)

Q

2

=

...(2.3)

Dimana :

Q1 = kebutuhan harian air di lapangan (m3/hari)

Q2 = kebutuhan harian air pada pintu pemasukan (m3/detik) H = tinggi penggenangan (m)

A = luas areal sawah (ha) T = interval pemberian air (hari)

L = kehilangan air di lapangan dan saluran (%)

2.8 Pemberian Air dengan Faktor K

Dari jenis pemberian air irigasi, dapat dikelompokkan menjadi dua cara, yaitu :

(1) Terus menerus dan proporsional pada kondisi debit puncak dan debit berubah (2) Secara Giliran berselang untuk kondisi debit tetap.

Cara pemberian terus-menerus bisa diberikan pada K>1 Sedang untuk berselang hanya pada K<1.

Faktor K =


(41)

Data yang di peroleh untuk perhitungan faktor K adalah : 1. Data rencana tanam setiap petak ½ bulanan 2. Data debit sungai ½ bulanan

 Ketersediaan Air Cukup (K 1)

Ketersediaan air cukup apabila luas lahan yang tersedia untuk diairi lebih kecil dibandingkan dengan debit yang tersedia, juga selama masa pengembangan setelah konstruksi selesai, apabila areal yang akan dikembangkan masih tetap lebih kecil dibandingkan areal yang dapat dikembangkan.

 Ketersediaan Air Kurang (K<1) Ketersediaan air kurang disebabkan :

1. Saat pengoprasian jaringan irigasi lebih banyak mempeertimbangkan faktor sosial yang tidak dipertimbangkan saat perencanaan.

2. Ketersediaan air disungai < dari perkiraan debit sungai yang digunakan untuk jadwal rencana irigasi tahunan.

3. Perubahan intensitas tanam tidak sesuai dengan jadwal tanam, misalnya semestinya palawija di tanam padi.


(42)

Tabel 2.4 Konversi Faktor K dan FPR untuk Pembagian Air

2.9 Sistem Pemberian Air dengan Golongan

Pemberiaan air dengan sistem golongan adalah suatu cara pemberian air irigasi secara teratur dan terarah pada daerah yang beririgasi teknis menurut lahan demi lahan. Dimana pemberiaan airnya disesuaikan dengan keadaan jumlah air yang tersedia serta faktor kebutuhan air irigasi (Prosida, 1975: 37 dalam Wahjono, 1986:18).

Sementara itu untuk menilai apakah sistem rotasi teknis/golongan diperlukan, ada beberapa hal penting yang harus dijawab, yaitu:

1. Dilihat dari pertimbangan sosial, apakah sistem tersebut dapat diterima dan apakah pelaksanaan dan eksploitasi secara teknis layak.

2. Jenis sumber air

3. Sekali atau dua kali tanam

4. Luasnya areal irigasi( Dirjen Pengairan Dep. PU. KP-01, 1986: 171-177) 2.10 Debit Andalan

Debit andalan (dependable flow) adalah debit minimum sungai untuk kemungkinan terpenuhi yang sudah ditentukan yang dapat dipakai untuk keperluan irigasi.nkemungkinan terpenuhinya ditentukan sebesar 80%


(43)

(kemungkinan debit sungau lebih rendah dari debit andalan adalah 20%) (Dirjen Pengairan Dep. PU, KP-10, 1986:79).

Uuntuk menentukan debit andalan ada 3 metode analisis yang dapat dipakai, yaitu:

1. Analisis frekuensi data debit 2. Neraca air

3. Pengamatan lapanganMenurut Soemarto (1987), pengamatan besarnya keandalan yang diambil untuk penyelesaian optimum penggunaan air di beberapa macam kegiatan dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2.5 Nilai Debit Andalan Untuk Berbagai Macam Kegiatan

Kegiatan Keandalan

Penyediaan Air Minum 99%

Penyediaan Air Industry 95%-98%

Penyediaan Air Irigasi

Daerah Beriklim Setengah Lembab

70%-85%

Daerah Beriklim Kering 80%-95%

Pembangkit Listrik Tenaga Air 85%-90%


(44)

2.11 Evapotranspirasi

Evapotranspirasi merupakan faktor penting dalam memprediksi debit dari data curah hujan dan klimatologi dengan menggunakan metode Mock. Alasannya adalah karena evapotranspirasi ini memberikan nilai yang besar untuk terjadinya debit dari suatu daerah aliran sungai. Rumus evapotranspirasi yang digunakan pada metode Mock menggunakan metode Penman. Data terukur yang dibutuhkan yaitu :

1. Letak lintang (LL) 2. Suhu udara (T)

3. Kecerahan matahari (n/N) 4. Kecepatan angin (u) 5. Kelembaban relatif (RH)

Rumusnya adalah sebagai berikut :

ETo = c × ETo*

ETo* = W(0,75 × Rs – Rn1) + (1 – W) × (f(u)) × (ea –ed)…….…(2.5)

Dimana :

c = factor koreksi penman

W = factor penimbangan untuk suhu dan elevasi daerah


(45)

Rs = (0,25 + 0,54 n/N) × Ra ………..(2.6)

Dimana :

Ra = radiasi gelombang pendek yang memenuhi batas luar atmosfer (mm/hari)

n = rata-rata cahaya matahari sebenarnya dalam satu hari (jam)

N = lama cahaya matahari maksimum yang mungkin dalam satu hari (jam)

Rn = radiasi bersih gelombang panjang (mm/hari)

Rn = f(t) × f(ed) × f(n/N)………(2.7)

f(t) = fungsi suhu

f(ed) = fungsi tekanan uap

f(n/N) = fungsi kecerahan matahari

f(u) = 0,27 (1 + u × 0,864)………..…………...(2.8)

f(u) = fungsi kecepatan angin

f(n/N) = 0,1 + 0,9 n/N………..…………..(2.9)

ea – ed = defisit tekanan uap yaitu selisish antara tekanan uap jenuh (ea) pada T rata-rata dalam (mbar) dan tekanan uap sebenarnya (ed) dalam (mbar)


(46)

Formulasi inilah yang dipakai dalam Metode Mock untuk menghitung besarnya evapotranspirasi potensial. Besarnya evapotranspirasi potensial ini dinyatakan dalam mm/hari. Berikut ini adalah tabel hubungan T dengan Ea, W dan f(T).

Tabel 2.6 Hubungan T dengan Ea, W dan f(T)

Suhu (T) Ea W (1 – W) f(t) Mbar Elevasi 1 – 250 m

20 23,40 0,68 0,32 14,60 21 24,90 0,70 0,30 14,80 22 26,40 0,71 0,29 15,00 23 28,10 0,72 0,28 15,20 24 29,80 0,73 0,27 15,40 25 31,70 0,74 0,26 15,70 26 33,60 0,75 0,25 15,90 27 35,70 0,76 0,24 16,10 28 37,80 0,77 0,23 16,30 29 40,10 0,78 0,22 16,50 30 42,40 0,78 0,22 16,70 31 44,90 0,79 0,21 17,00 32 47,60 0,80 0,20 17,20 33 50,30 0,81 0,19 17,50 34 53,20 0,81 0,19 17,70 35 56,20 0,82 0,18 17,90 36 59,40 0,83 0,17 18,10 37 62,80 0,84 0,16 18,30 38 66,30 0,84 0,16 18,50 39 69,90 0,85 0,15 18,70 Sumber : PLTMH Pinembani

Besarnya radiasi matahari tergantung letak lintang. Besarnya radiasi matahari ini berubah-ubah menurut bulan, seperti Tabel 3.7 pada halaman berikut ini. Koefisien refleksi sangat berpengaruh pada evapotranspirasi. Tabel 3.8 memuat nilai koefisien refleksi yang digunakan dalam metode Mock. Sedangkan tabel angka koreksi (c) bulanan untuk rumus Penman dapat dilihat pada Tabel 3.9.


(47)

Tabel 2.7 hubungan Nilai Radiasi ekstra Matahari (Ra) dengan letak lintang (untuk daerah Indonesia 5 LU – 10 LS)

Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu

st

Sep Okt Nop Des Tahun

5º LU 13,7 14,5 15 15 14,5 14,1 14,2 14,6 14,9 14,6 13,9 13,4 14,39

0º 14,5 15 15,2 14,7 13,9 13,4 13,5 14,2 14,9 15 14,6 14,3 14,45

5º LS 15,2 15,4 15,2 14,3 13,2 12,5 12,7 13,6 14,7 15,2 15,2 15,1 14,33

10º LS

15,8 15,7 15,1 13,8 12,4 11,6 11,9 13 14,4 15,7 15,7 15,8 14,21

Sumber : Sudirman (2002)

Tabel 2.8 Koefisien Refleksi, r

No Permukaan Koefisien Refleksi

1 Rata-rata permukaan bumi 40%

2 Cairan salju yang jatuh diakhir musim masih segar 40 -85% 3 Spesies tumbuhan padang pasir dengan daun berbulu 30 – 40%

4 Rumput, tinggi dan kering 31 – 33 %

5 Permukaan padang pasir 24 – 28%

6 Tumbuhan hijau yang membayangi seluruh tanah 24 – 27% 7 Tumbuhan muda yang membayangi sebagian tanah 15 – 24%

8 Hutan musiman 15 – 20%

9 Hutan yang menghasilkan buah 10 – 15%

10 Tanah gundul kering 12 – 16%

11 Tanah gundul lembab 10 – 12%

12 Tanah gundul basah 8 – 10%

13 Pasir, basah – kering 9 – 18%

14 Air bersih, elevasi matahri 45 5%

15 Air bersih, elevasi matahari 20 14%


(48)

Tabel 2.9 Angka Koreksi (c) Bulanan Untuk Rumus Penman

Bulan C Bulan C

Januari 1,04 Juli 0,9 Februari 1,05 Agustus 1 Maret 1,06 September 1,1 April 0,9 Oktober 1,1 Mei 0,9 Nopember 1,1 Juni 0,9 Desember 1,1 Sumber : Ir. Agus Suroso, MT

2.12 Kelebihan Air (Water Surplus)

Besarnya air lebih dapat mengikuti formula sebagai berikut :

WS = ΔS –tampungan air ………..………... ……(2.11)

Dimana :

WS = water surplus

S = R – Ea

Tampungan Tanah = Perbedaan kelembaban tanah

2.13 Limpasan total

Air hujan yang telah mengalami evapotranspirasi dan disimpan dalam tanah lembab selanjutnya melimpas di permukaan (surface run off) dan mengalami perkolasi. Berikutnya, menurut Mock besarnya infiltrasi adalah water surplus (WS) dikalikan dengan koefisien infiltrasi (if), atau :


(49)

Koefisien infiltrasi ditentukan oleh kondisi porositas dan kemiringan daerah pengaliran. Lahan yang bersifat porous umumnya memiliki koefisien yang cenderung besar. Namun jika kemiringan tanahnya terjal dimana air tidak sempat mengalami infiltrasi dan perkolasi ke dalam tanah, maka koefisien infiltrasinya bernilai kecil.

Infiltrasi terus terjadi sampai mencapai zona tampungan air tanah (ground water storage, disingkat GS). keadaan perjalanan air di permukaan tanah dan di dalam tanah diperlihatkan dalam gambar

Dalam metode ini, besarnya groundwater storage (GS) dipengaruhi oleh :

1. Infiltrasi (I). Semakin besar infiltrasi maka groundwater storage semakin besar pula, dan begitu sebaliknya.

2. Konstanta resesi aliran bulanan (K). Konstanta resesi aliran bulanan (montly flow recession constan) disimbolkan dengan K adalah proporsi dari air tanah bulan lalu yang masih ada bulan sekarang. Nilai K ini cenderung lebih besar pada bulan basah. Nilai k diambil antara 0 – 1,0. 3. Groundwater storage bulan sebelumnya (GSom). Nilai ini diasumsikan

sebagi konstanta awal, dengan anggapan bahwa water balance merupakan siklus tertutup yang ditinjau selama rentang waktu menerus tahunan tertentu. Dengan demikian maka nilai asumsi awal bulan pertama tahun pertama harus dibuat sama dengan nilai bulan terakhit tahun terakhir.

Dari ketiga faktor diatas, mock merumuskan sebagai berikut :


(50)

Seperti telah dijelaskan, metode Mock adalah metode memprediksi debit didasarkan pada water balance. Oleh sebab itu, batasan-batasan water balance ini harus dipenuhi. Salah satunya adalah bahwa perubahan groundwater storage (ΔGS) selama rentang waktu tahunan tertentu adalah nol, atau (misalnya untuk 1 tahun) :

Perubahan groundwater storage (ΔGS) adalah selisih antara groundwater storage bulan yang ditinjau dengan groundwater storage bulan sebelumnya. Perubahan groundwater storage ini penting bagi terbentuknya aliran dasar sungai (base flow, disingkat BF). Dalam hal ini base flow merupakan selisih antara infiltrasi dengan perubahan groundwater storage, dalam bentuk persamaan :

BF = I –ΔGS………....(2.14)

Jika pada suatu bulan ΔGS bernilai negatif (terjadi karena GS bulan yang ditinjau lebih kecil dari bulan sebelumnya), maka base flow akan lebih besar dari nilai infiltrasinya. Karena water balance merupakan siklus tertutup dengan periode tahunan tertentu (misalnya 1 tahun) maka perubahan groundwater storage (ΔGS) selama 1 tahun adalah nol. Dari persamaan di atas maka dalam 1 tahun jumlah base flow akan sama dengan jumlah infiltrasi.

Selain base flow, komponen debit yang lain adalah direct run off (limpasan langsung) atau surface fun off (limpasan permukaan). Limpasan permukaan berasal dari water surplus yang telah mengalami infiltrasi. Jadi direct run off dihitung dengan persamaan :


(51)

Setelah base flow dan direct run off komponen pembentuk debit yang lain adalah storm run off, yaitu limpasan langsung ke sungai yang terjadi selama hujan deras. Storm run off ini hanya beberapa persen saja dari hujan.. storm run off hanya dimasukkan ke dalam total run off, bila presipitasi kurang dari nilai maksimum soil moisture capacity. Menurut Mock storm run off dipengaruhi oleh percentage factor, disimbolkan dengan PF. Percentage factor adalah persen hujan yang menjadi limpasan. Besarnya PF oleh Mock disarankan 5% – 10%, namun tidak menutup kemungkinan untuk meningkat secara tidak beraturan hingga mencapai 37,3%.

Dalam perhitungan debit ini, Mock menetapkan bahwa :

1. Jika presipitasi (P) > maksimum soil moisture capacity maka nilai storm run off = 0.

2. Jika P < maksimum soil moisture capacity maka storm run off adalah jumlah curah hujan dalam satu bulan yang bersangkutan dikali percentage factor, atau :

SRO = P × PF...(2.16)

Dengan demikian maka total run off (TRO) yang merupakan komponen-komponen pembentuk debit sungai (stream flow) adalah jumlah antara base flow, direct run off dan storm run off, atau :


(52)

Total run off ini dinyatan dalam mm/bulan. Maka jika TRO ini dikalikan dengan catchment area (luas daerah tangkapan air) dalam km2 dengan suatu angka konversi tertentu didapatkan besaran debit dalam m3/det.

2.14 Kebutuhan Air Irigasi

Kebutuhan air irigasi merupakan jumlah air irigasi yang digunakan oleh lahan dan tanaman pada selang waktu dan jumlah tertentu. Kebutuhan air untuk padi meliputi kebutuhan air untuk pengolahan tanah, pembibitan, penggenangan dan untuk pertumbuhan sampai saat panen. Sedangkan untuk tanaman bukan padi (palawija) hanya untuk pertumbuhannya saja.

Kebutuhan air irigasi adalah jumlah air yang diperlukan tanaman untuk memenuhi kebutuhan air tanaman dengan luasan tertentu. Kebutuhan air ini meliputi kebutuhan untuk evapotranspirasi, perkolasi dan perembesan saluran. Kebutuhan air untuk palawija hanya untuk pertumbuhannya saja yang dinyatakan dengan evapotranspirasi tanaman. Akan tetapi untuk tanaman padi kebutuhan air meliputi kebutuhan untuk evapotranspirasi, pengolahan lahan, pertumbuhan sampai saat panen, serta kebutuhan air untuk mengganti air yang hilang karena adanya perkolasi serta penggenangan dilahan (Linsley dan Franzini, 1979).

Kebutuhan air irigasi dipengaruhi oleh beberapa faktor :

1. Kebutuhan untuk penyiapan lahan 2. Kebutuhan air konsumtif untuk tanaman 3. Kebutuhan air untuk penggantian lapisan air 4. Perkolasi


(53)

5. Efisiensi air irigasi 6. Luas areal irigasi 7. Curah hujan efektif

Kebutuhan total air di sawah mencakup faktor a samapi dengan f, sedangkan kebutuhan bersih air irigasi di sawah mencakup faktor a sampai g.

Persamaan untuk menghitung kebutuhan bersih air irigasi di sawah :

IG= EI × A ………..………...(2.18)

Dengan :

IG = kebutuhan air (m3)

IR = kebutuhan air untuk penyiapan lahan (mm/hari)

ETc = kebutuhan air konsumtif (mm/hari)

RW = kebutuhan air untuk penggantian lapisan air (mm/hari)

P = perkolasi (mm/hari)

ER = hujan efektif (mm/hari)

EI = efisiensi irigasi


(54)

2.15 Kebutuhan Air Untuk Penyiapan Lahan (IR)

Kebutuhan air untuk penyiapan lahan umumnya sangat menentukan kebutuhan maksimum air irigasi. Bertujuan untuk mempermudah pembajakan dan menyiapkan kelembaban tanah guna pertumbuhan tanaman. Metode ini didasarkan pada kebutuhan air untuk mengganti kehilangan air akibat evaporasi dan perkolasi di sawah yang sudah dijenuhkan selama periode penyiapan lahan. Faktor-faktor penting yang menentukan besarnya kebutuhan air untuk penyiapan lahan adalah lamanya waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan penyiapan lahan dan jumlah air yang diperlukan untuk penyiapan lahan. Untuk perhitungan kebutuhan air irigasi untuki penyiapan lahan dapat digunakan metode yang dikembangkan Van De Goor dan Zijlstra (1968). Persamaannya ditulis sebagai berikut.

IR = M ………...(2.19)

Dengan :

IR = kebutuhan air irigasi di tingkat persawahan (mm/hari)

M = kebutuhan air untuk mengganti kehilangan air akibat evaporasi dan perkolasi di sawah yang telah dijenuhkan

P= Eo + P ……….……....…..…………...………(2.20)


(55)

Dimana :

P = perkolasi (mm/hari)

k = (M x T)/S ……….(2.22)

T = jangka waktu penyiapan lahan (hari)

S = kebutuhan air untuk penjenuhan ditambah dengan lapisan air 50 mm

Perhitungan kebutuhan air untuk penyiapan lahan digunakan T = 30 hari dan S = 250 mm untuk penyiapan lahan padi pertama S = 200 mm untuk penyiapan lahan padi kedua. Ini sudah termasuk banyaknya air untuk penggenangan setelah transplantasi, yaitu sebesar sebesar 50 mm serta kebutuhan untuk persemaian.tabel kebutuhan air irigasi selama masa penyiapan lahan dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 2.10 Kebutuhan Air Irigasi Selama Masa Penyiapan Lahan

Eo + P (mm/hari) T = 30 hari T = 45 hari

S = 250 mm S = 300 mm S = 250 mm S = 300 mm

5,0 11,1 12,7 8,4 9,5

5,5 11,4 13,0 8,8 9,8

6,0 11,7 13,3 9,1 10,1

6,5 12,0 13,6 9,4 10,4

7,0 12,3 13,9 9,8 10,8

7,5 12,6 14,2 10,1 11,1

8,0 13,0 14,5 10,5 11,4

8,5 13,3 14,8 10,8 11,8

9,0 13,6 15,2 11,2 12,1

9,5 14,0 15,5 11,6 12,5

10,0 14,3 15,8 12,0 12,9

10,5 14,7 16,2 12,4 13,2

11,0 15,0 16,5 12,8 13,6


(56)

2.16 Keutuhan Air Untuk Konsumtif (ETc)

Kebutuhan air konsumtif diartikan sebagai kebutuhan air untuk tanaman di lahan dengan memasukkan faktor koefisien tanaman (kc). Persamaan umum yang digunakan sebagai berikut:

Etc = Eto x kc ………...(2.23)

Dengan:

Etc = kebutuhan air konsumtif (mm/hari),

Eto = evapotranspirasi (mm/hari),

Kc = koefisien tanaman.

Kebutuhan air konsumtif ini dibutuhkan untuk mengganti air yang hilang akibat penguapan. Air dapat menguap melalui permukaan air atau tanah maupun melalui tanaman. Bila kedua proses tersebut terjadi bersama-sama, terjadilah proses evapotranspirasi, yaitu gabungan antara penguapan air bebas (evaporasi) dan penguapan melalui tanaman (transpirasi). Dengan demikian besarnya kebutuhan air konsumtif ini adalah sebesar air yang hilang akibat proses evapotranspirasi dikalikan dengan koefisien tanaman.Evapotranspirasi dapat dihitung dengan metoda Penman berdasarkan data klimatologi setempat. Nilai koefisien tanaman (kc) mengikuti cara ndeco atau prosidan seperti tercantum dalam dirjen pengairan (1985), yaitu varietas biasa dengan masa pertumbuhan tanaman padi selama 3,5 bulan dan dapat dilihat pada Tabel 3.13 dan Tabel 3.14.


(57)

Tabel 2.11 Koefisien Tanaman Padi dan Jagung

Umur (Bulan) Padi (Nedeco/Prosida) Padi (FAO) Jagung (90) Lokal Unggul Lokal Unggul

0,5 1,2 1,2 1,1 1,1 0,5

1 1,2 1,27 1,1 1,1 0,59

1,5 1,32 1,33 1,1 1,05 0,98

2 1,4 1,3 1,1 1,05 1,05

2,5 1,35 1,15 1,05 0,95 1,02

3 1,24 0 1,05 0 0,95

3,5 1,12 0,95

4 0 0

Sumber : Dirjen Pengairan (1985)

Tabel 2.12 Koefisien Tanaman Padi dan Palawija

Tanaman Periode

I II III IV V VI VII

Padi 1,02 1,02 1,20 1,32 1,40 1,35 1,24 Palawija 0,40 0,55 0,55 0,70 0,70 0,30

Sumber : Parlindungan H (1996)

2.17 Kebutuhan Air Untuk Penggantian Lapisan Air (RW)

Kebutuhan air untuk penggantian lapisan air ditetapkan berdasarkan Standar Perencanaan Irigasi (1986). Penggantian lapisan air dilakukan sebanyak dua kali dalam sebulan, masing-masing dengan ketebalan 50 mm (50 mm/bulan atau 3,3 mm/hari) dan dua bulan setelah transplantasi.


(58)

2.18 Pekolasi (P)

Perkolasi adalah masuknya air dari daerah tak jenuh ke dalam daerah jenuh air, pada proses ini air tidak dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Laju perkolasi sangat tergantung pada sifat tanah daerah tinjauan yang dipengaruhi oleh karakteristik geomorfologis dan pola pemanfaatan lahannya. Berdasarkan sifat tanahnya nilai laju perkolasi dapat dilihat pada Tabel 3.15.

Tabel 2.13 Nilai Perkolasi

No Jenis tanah Nilai perkolasi (mm/hari)

1 Tanah

lempungan

1,0-2,0

2 Tanah lempung pasiran

2,0-3,0

3 Tanah pasiran 3,0-6,0

Sumber : Dirjen Pengairan, Bina Program PSA 010, 1985

2.19 Curah Hujan Efektif (ER)

Curah hujan efektif diperoleh dari data hujan data stasiun pengamatan hujan terdekat. Data hujan andalan 80%, sedangkan hujan efektif harian yang dipakai adalah sebesar 70% dari hujan andalan 80% seperti diberikan pada Standar Perencanaan Irigasi (1986).


(59)

Dimana :

Re = curah hujan efektif (mm/hari)

R80 = curah hujan minimum tengah bulanan dengan kemungkinan terpenuhi

80 %.

Untuk lebih jelas koefisien curah hujan untuk padi dibagi beberapa golongan dan besarnya koefisien curah hujan efektif untuk tanaman padi berdasarkan Tabel 2.14 dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 2.14 koefisien Curah Hujan untuk padi

Bulan Golongan

1 2 3 4 5 6

0,5 0,36 0,18 0,12 0,09 0,07 0,06 1 0,7 0,53 0,35 0,26 0,21 0,18 1,5 0,4 0,55 0,46 0,36 0,29 0,24

2 0,4 0,4 0,5 0,46 0,37 0,31

2,5 0,4 0,4 0,4 0,48 0,45 0,37

3 0,4 0,4 0,4 0,4 0,46 0,44

3,5 0,4 0,4 0,4 0,4 0,4 0,45

4 0 0,2 0,27 0,3 0,32 0,33

4,5 0,13 0,2 0,24 0,27

5 0,1 0,16 0,2

5,5 0,08 0,13

6 0,07


(60)

2.20 Efisiensi Irigasi (EI)

Untuk tujuan-tujuan perencanaan, dianggap bahwa 1/4 sampai 1/3 dari jumlah air yang diambil akan hilang sebelum air itu sampai disawah. Kehilangan ini disebabkan oleh kegiatan eksploitasi, evaporasi dan perembesan. Kehilangan akibat evaporasi dan perembesan umumnya kecil jika dibandingkan dengan jumlah kehilangan akibat kegiatan eksploitasi. Penghitungan rembesan hanya dilakukan apabila kelulusan tanah cukup tinggi (KP-03, 1986). Pada umumnya kehilangan air dijaringan irigasi dapat dibagi-bagi, berdasarkan KP-03 adalah sebagai berikut :

1. 15-22,5% dipetak tersier, antara bangunan sadap tersier dan sawah 2. 7,5-12,5% disaluran sekunder

3. 7,5-15,5% disaluran utama.

2.21 Analisis Neraca Air

Dalam siklus hidrologi, penjelasan mengenai hubungan anatara aliran ke dalam (inflow) dan aliran keluar (outflow) di suatu daerah untuk suatu periode tertentu disebut neraca air atau keseimbangan air (water balance). Bentuk persamaan water balance adalah :

P = Ea + ΔGS + TRO...(2.25)

Dari rumus diatas maka didapat keseimbangan air (water balance) untuk lebih jelasnya dapat dilihat keterengan rumus dibawah ini :


(61)

Dengan :

P = Presipitasi

Ea = Evapotranspirasi

ΔGS = Perubahan groundwater storage

TRO = Total run off

Dengan menggunakan model neraca air (water balance) harga-harga debit bulanan dapat dihitung dari curah hujan bulanan, evapotranspirasi, kelembaban tanah dan tampungan air tanah.

Perhitungan debit andalan dengan cara empiris di Indonesia umumnya menggunakan beberapa metode, yaitu metode Mock, NRECA dan Tank Model. Secara umum analisis debit menggunakan metodeempiris dari Dr. FJ. Mock (1973) merupakan analisis keseimbangan air untuk menghitung harga debit bulanan berdasarkan tranformasi data curah hujan bulanan dan data klimatologi. Berikut ini adalah tabel notasi dan satuan yang dipakai untuk data iklim.

Tabel 2.15 Notasi dan Satuan Parameter Iklim

Data Meteorologi Notasi Satuan

Presipitasi P Milimeter (mm)

Temperatur T Derajat Celcius (ºC) Penyinaran Matahari S Persen (%)

Kelembaban Relatif H Persen (%)

Kecepatan Angin W mile per hari (mile/hr) Sumber : Sudirman (2002)


(62)

Prinsip metode Mock menyatakan bahwa hujan yang jatuhpada daerah tangkapan air, sebagian akan hilang akibatevapotranspirasi, sebagian akan langsung menjadi direct runoff dan sebagian lagi akan masuk ke dalam tanah atau terjadi infiltrasi. Infiltrasi ini mula-mula akan menjenuhkan permukaan tanah, kemudian terjadi perkolasi ke air tanah danakan keluar sebagai base flow. Hal ini terdapat keseimbangan antara air hujan yang jatuh dengan evapotranspirasi, direct runoff dan infiltrasi, dimana infiltrasi ini kemudian berupa soil moisture dan ground water discharge. Aliran dalam sungai adalah jumlah aliran yang langsung di permukaan tanah dan base flow.

Curah hujan rata-rata bulanan di daerah pengaliran sungai dihitung berdasarkan data pengukuran curah hujan dan evapotranspirasi yang sebenarnya dari data meteorologi dengan menggunakan metode Penman dan karakteristik vegetasi. Perbedaan antara curah hujan dan evapotranspirasi mengakibatkan limpasan air hujan langsung (direct runoff) aliran dasar/air tanah dan limpasan air hujan lebat (storm runoff) .

2.22 Metode Weibull

Metode ini adalah salah satu metode dalam analisis frekuensi untuk penentuan peluang dalam distribusi peluang kontinyu untuk distribusi normanl. Penggunaan rumus ini pada awalnya dikembangkan oleh Weibull (1930), kemudian dikembangkan oleh Gumbel (1945), lalu Chow (1953), Velz (1952), US Geological Survey dan yang lain.

Dalam metode Weibull, peluang dihitung dengan rumus (Soewarno, 1995:114):


(63)

P(X

m

) =

...(2.26)

T(X

m

) =

...(2.27) Dimana:

P(Xm) = peluang terjadinya kumpulan nilai yang diharapkan selama perioda pengamatan.

T(Xm) = periode ulang dari kejadian Xm sesuai dengan sifat kumpulan nilai yang(Xm).

M = nomor urut kejadian, atau peringkat kejadian N + 1 = jumlah pengamatan dari variat X ditanbah 1 2.23 Sumur Renteng

Sumur renteng merupakan teknologi irigasi yang cocok dikembangkan pada daerah dengan tanah memiliki tekstur berpasir. Tanah-tanah seperti ini memiliki kemampuan meloloskan air yang sangat tinggi sehingga tidak dapat menyimpan air dalam waktu lama. Prinsip sumur renteng adalah menampung air untuk irigasi dalam sebuah bak penampung berbentuk selinder yang terhubung dengan bak penampung lainnya melalui pipa kapiler. Keunggulan sistem irigasi sumur renteng adalah (Las, 2007):

 Efisien karena irigasi cukup diberikan pada bak penampung utama.

 Resiko kehilangan air selama pendistribusian dapat diminimalisasi karena irigasidari bak penampung dapat menjangkau zona perakaran tanaman secara langsung.


(64)

2.23.1 Tipe Sumur Renteng

Ada beberapa tipe sumur renteng yang digunakan pada lahan pasir, antara lain :

a. Sistem bak penampung (tower) sumur renteng b. Sistem sumur renteng langsung

c. Sistem sembur

Prinsip masing-masing tipe sumur renteng

a. Sistem bak penampung(tower) sumur renteng

Sumber air dari air tanah atau sungai, embung dialirkan ke bak penampug(tower) dengan tenaga disel. Air ditower dialirkan menyebar ke bak sumur rentengmelalui pipa. Bak sumur renteng dibuat dari bis beton(Gambar 2.6). Tipe ini paling peraktis, karena dapat digunakan setiap saat, pada kondisi tower berisi air. Eksistensi kelelmbagaan sangat berperan pada sistem ini, agar tower selalu tersedia air.

Gambar 2.6. Sistem dan sekamatis sumur renteng menggunakan towe b. Sistem sumur renteng langsung

Sumber air dari air tanah atau sungai atau embung dialirkan ke bak sumur renteng, tanpa ditampung ditower. Setelah masing-masing bak terpenuhi dan


(65)

kebutuhan penyiraman sudah cukup, maka mesin dimatikan. Sistem ini berlaku untuk individual maupun sistem kelompok. Sistem individual memerlukan kepemilikan lengkap seperti sumber air maupun motor dieselnya, sedangkan sistem kelompok berlaku sebaliknya.

Gambar 2.7 Tata letak dan sistematika sumur renteng langsung c. Sistem sembur tanpa penampung

Sumber air dari air tanah, atau sungai disedot dengan diesel dan langsung dialirkan ke pipa distributor tanpa melalui bak penampung berupa tower maupun bak distributor. Masing-masing pipa distributor dilengkapi dengan selang atau instalasi sprayer. Semburan dari selang berspreyer langsung pada tanaman.

Ketersediaan air tanah dangkal dan diesel sebagai modal utama. Sistem ini lebih bersifat individual, sehingga sangat berkaitan dengan kemampuan penyedian modal. Sistem ini berlaku pada semua lahandan digunakan setiap waktu sesuai kebutuhan dan fase tanaman yang diusahakan. Meskipun demikian sistem ini diawali oleh daerah pantai, disamping untuk pnyiraman tanaman juga berfungsi sebagai pencuci kadar garam yang menempel pada daun. Garam yang menempel pada daun memungkinkan terjadi plasmolisi. Plasmolisis adalah proses aliran massa cairan sel dalam tanaman keluar tanaman melalui stomatadaun. Aliran


(66)

cairan terjadi karena perbedaan kepekatan dipermukaan daun karena adanya penumpukan garam. Sehingga daun kekurangan cairan, akibatnya daun mengering. Dampak negatifnya adalalah timbuljamur disekitar mahkota daun, karena kelembaban meningkat.

Gambar 2.8 Sketsa dan cara kerja sumur sembur, tahun 2006 2.23.2. Cara Kerja Sumur Renteng

Sistem pengairan sumur renteng ada tiga yaitu:

a. Cara kerja pengairan melalui sistem tower (bak penampung)

1. Air yang mengalir disungai menuju laut dibendung, dijadikan embung. Kedalaman genangan air sekitar 50-100 cm.

2. Dari embung air dialirkan dengan menggunakan energi pompa (diesel) menuju bak ketendon( (tower) volume tower pada umumnya 50-100 m3 dengan beda tinggi antara air sungai dengan tower (vertical internal) sekitar 15 m. Perbedaan tinggi antara permukaan air dengan diesel antara 3-5 m jarak ketinggian dari diesel ketower antara 10-15 m.


(67)

3. Pada bak penampung dibuat saluran pembagi menuju sumur renteng yang dilengkapi dengan stop kran ( untuk mengatur kebutuhan air dan kepemilikan petani)

4. engan energi gravitasi air tower mengalir kesumur renteng dan aliran airdari sumur renteng yang satu kesumur renteng yang lain dihubungkan dengan paralon.

5. Air tenton dibak bis sumur renteng ditimba untuk menyiram tanaman. Petani menimba air secara langsung menggunakan ember atau gembor dan selanjutnya disiramkan ke pertanaman.

b. Cara kerja pengairan sistem sembur renteng langsung

1. perinsip kerja hampir sama dengan cara kerja pengairan sistem sumur renteng tanpa bak penampung, yaitu dilengkapi sumur tanah pada setiap kepemilikan lahan.

2. Air yanag keluar dari motor pompa ( rumah pompa) dialirkan menggunakan pipa paralon, selanjutnya disambung dengan menggunak selang berinstalasi spreyer.

c. Cara kerja pengairan sistem sumur renteng tanpa bak penampung 1. Bis sumur renteng diisi langsung dari diesel, tanpa melalui tower. Air

berasal dari air yang mengalir disungai menuju laut yang dibendung, dijadikan embung. Kedalam genagngan air sungai sekitar 50-100 cm untuk disedot.

2. Penyediaan sumur tanah dilahan pasir sangat mudah, yaitu dengan memasukan/ atau menancapkan pipa paralon berdiameter 5-7 inci kedalam tanah pasir sampai ketemu air tanah. Pipa posong dalam tersebut


(68)

memungkin terisi air tanah, pada bagian atas diperkcil sesuai dengan pipa pada motor pompa untuk melakukan penyedotan.

3. Air dari motor pompa langsung bak bis sumur renteng

4. Air tendon dan bak bis sumur renteng ditimba untuk menyimpan tanaman. 2.23.3 Perhitungan Sumur Renteng

Salah satu metoda dalam sumur renteng umtuk mengalirkan air dari saluran irigasi kedalam sumur maupun menghubungkan dari sumur satu ke sumur lainnya adalah menggunakan media pipa. Dimana analisa perencanaan hidraulic pipa didasarkan dengan persamaan berikut:

1. Persamaan kehilangan tekanan air (kehilangan tinggi tekan akibat gesakan) dalam pipa:

Hf = f.

.

...(2.28)

Dimana:

Hf = kehilangan tekanan air dalam pipa (m)

f = koefisien gesekan dari persamaan Darcy yang tergantung dari:

 Kekasaran pipa : makin bear pipa, maka f makin besar

 Temperatur air : makin ntinggi tempertaur air, maka f makin kecil. Dimana :

L = panjang pipa (m) D = diameter pipa (m)

V = kecapatan air dalam pipa (m/detik) g = percepatan gravitasi (m/detik2)


(69)

2. Volume Sumur Renteng

Volume sumur dapat dirumuskan sebagai berikut :

V =

.

2

. h

...(2.29)

Dimana:

V = volume sumur (m3) = atau 3,14

D = diameter/garis tengah sumur (m) h = tinggi sumur (m)

3. Debit yang melewati pipa

Debit yang melewati pipa dapat dirumuskan sebagai berikut :

Q = A x V...(2.30)

Dimana:

Q = debit yang melalui pipa (m3/detik) A = luas pipa (m2)

V = kecepatan air dalam pipa (m/detik) 4. Waktu Pengisisan Sumur

Waktu pengisian sumur digunakan rumus sebagai berikut :

Q =

...(2.31)

Dimana:

Q = debit yang melalui pipa (m3/detik) V = volume sumur (m)


(70)

2.23.4 Perhitungan Waktu Pengisian Pipa

Sedangkan yang dimaksud dengan pola operasi sumur renteng adalah waktu pengisian sumur renteng pada saat pertama kali menerima air dari saluran sekunder dan waktu perpindahan air dari sumur renteng satu ke sumur renteng yang lain, jika sumur yang bersangkutan dihubungkan dengan pipa secara seri.

Waktu pengisian dirumuskan dengan persamaan sebagai berikut:

Q =

D

2

...(2.32)

Dimana:

Q = debit yang melalui pipa (m3/detik) = atau 3,14

D = diameter pipa (m)

g = percepatan gravitasi (m/detik2) h = tinggi sumur (m)

Waktu perpindahan air dari satu sumur ke sumur yang lain, jika sumur dihubungkan dengan pipa seri adalah (Khurmi, R.S, 1985: 375):

T =

-

)...(2.33)

Dimana:

T = waktu yang diperlukan untuk memindahkan air dari sumur 1 ke sumur 2 (detik)

A1 = Luas sumur 1 (m2) A2 = Luas sumur 2 (m2) F = koefisien gesekan pipa l = panjang pipa (m)


(71)

d = diameter pipa (m) a = luasan pipa (m2)

g = percepatan gravitasi = 9,81

H1 = beda tinggi muka air awal antara sumur 1 dan sumur 2 (m) H2 = beda tinggi muka air akhir antara sumur 1 dan sumur 2 (m)


(1)

125 Gambar 4.18 Nilai IR Setelah Ada Sumur Renteng

246 246,5 247 247,5 248 248,5 249

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

IR

IR

248,646

247,944

20 45 35 15

250,042


(2)

126 4.10 Pemberian Irigasi

Diketahui dari data mousture content didapat data tanah sebagai berikut :

θR = 0,3 θi = 0,13 θfc = 0,2

sehingga :

Δθ = θR –θfc

= 0,3 - 0,2 = 0,1

Pemberian Irigasi Initial Stage

Pemberian Irigasi Developement

θR = 0,3

θf = 0,1

θd = 0,02

θsat

θsat

θR = 0,3

θf = 0,1


(3)

127  Pemberian Irigasi Mid-season

Pemberian Irigasi Late-Season

BAB V

θsat

θR = 0,3

θf = 0,1

θd = 0,02

θsat

θR = 0,3

θf = 0,1


(4)

128

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil tinjauan dan Pembahasan diatas yang telah diuraikan, maka penulis dapat menyimpulkan hal-hal sebagai berikut :

1. Dengan digunakannya sumur renteng, maka jumlah pasokan air untuk menunjang pola tanam terutama pada tanaman jagung pada area irigasi seluas 113 ha di Desa Lawe Bulan dapat ditingkatkan dari 248,464 mm/hari menjadi 250,042 mm/hari atau sebesar 36 % dari IR yang mampu disuplai oleh irigasi sebelumnya.

2. Sistem pengairan baru yang digunakan merupakan kombinasi antara sumur renteng dan sistem sprinkler. Dimana sumur renteng berfungsi sebagai penampung air (storage) yang memeiliki volume tampungan sebesar 1,0048 m3 dan untuk 1 ha lahan terdapat ± 4 sumur renteng

sehingga untuk dapat mengaliri lahan jagung seluas 113 ha diperlukan 452 sumur. Dalam suplesi air irigasi kesumur renteng dilakukan 2 sekanerio, yaitu sekanerio pertam100 sumur langsung mengambil air dari saluran irigasi, dan sekanerio kedua air diambil secara seri dari satu sumur kesumur lainnya, jumlah sumur seri direncanakan 5 tiap deretnya.

3. Sistem sprinkler yang digunakan adalah sistem sprinkler bergerak/berjalan tipe 1030. Waktu yang dibuituhkan per satu sprinkler dalam penyiraman ketanaman adalah selama 7,2 menit dan dalam pengoprasiannya diperlukan 5 sprinkler model 1030 yang digerakkan/dipindahkan. Dimana spesifikasi sprinkler model 1030 memiliki diameter basah sebesar 15 m.


(5)

129 Dan debit sprinkler 0.573 m3/jam, sehingga waktu total untuk mengaliri

lahan jagung seluas 113 ha adalah 26,9 jam.

5.2 Saran

Beberapa saran yang dapat diberikan dalam penelitian ini adalah :

1. Diharapkan penerapan sumur renteng dapat dilaksanakan dalam sekala luasan yang lebih kecil terlebih dahulu sebelum dilaksanakan sepenuhnya, untuk melihat kinerja efektifitas sumur renteng terhadap pemenuhan kebutuhan irigasi.

2. Perlu dilakukan perbaikan saluran DI Lawe Bulan secara sinergis untuk meningkatkan efesiensi air irigasi sehingga program gilir yang direncanakan dapat sasaran.

3. Untuk dapat meningkatkan luas areal irigasi Lawe Bulan diperlukan pemanfaatan air dengan optimal sehingga debit air yang tersedia mampu memenuhi kebutuhan debit untuk peningkatan lahan.


(6)

130 DAFTAR PUSTAKA

Direktorat Jendral Pengairan Departemen Pekerjaan Umum.1986, Standar Perencanaan Irigasi Kriteria Perencanaan (KP -01). Galang Persada. Bandung.

Direktorat Jendral Pengairan Departemen Pekerjaan Umum.1986, Standar Perencanaan Irigasi Kriteria Perencanaan (KP -03). Galang Persada. Bandung.

Triatmodjo, Bambang.1993, Hidraulika I, Beta Offset. Yogyakarta.

Raju, K.G. Ranga. 1986, Aliran Melalui Saluran Terbuka, Erlangga. Jakarta. Soedibyo. 2003, Teknik Bendungan, PT Pradnya Paramita. Jakarta.

Hill, McGraw. 1982, Hidrologi Untuk Insinyur, Erlangga. Jakarta. Soemarto, C.D. 1993, Hidrologi Teknik, Erlangga. Jakarta.

Kunaifi, A. A, Limantara, L. M., dan Priyantoro, D.2012. Pola Penyediaan Air Di Tibunangka Dengan sumur Renteng Pada sistem Renggung. Tersedia: http:// jurnalpengairan.ub.ac.id/index.php/itp/article/view/126.

Balai Pengkajian Teknologi pertanian .2006, Sistem Irigasi Sumur Renteng. Yogyakarta.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.20.2006. Tentang Irigasi

Ginting, Makmur.2014, Rekaya Irigasi Teori Dan Perencanaan, USU press. Medan.