IDENTIFIKASI PENGGUNAAN OBAT OFF-LABEL DOSIS PADA PASIEN DEWASA RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA PERIODE JANUARI-DESEMBER TAHUN 2014

(1)

MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA PERIODE JANUARI-DESEMBER TAHUN 2014

Disusun untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Farmasi padaFakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh :

NADIRA ALVI SYAHRINA 20120350027

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(2)

i

KARYA TULIS ILMIAH

IDENTIFIKASI PENGGUNAAN OBAT OFF-LABEL DOSIS PADA PASIEN DEWASA RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT PKU

MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA PERIODE JANUARI-DESEMBER TAHUN 2014

Disusun untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Farmasi padaFakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh :

NADIRA ALVI SYAHRINA 20120350027

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(3)

ii

HALAMAN PENGESAHAN KTI

IDENTIFIKASI PENGGUNAAN OBAT OFF-LABEL DOSIS PADA PASIEN DEWASA RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT PKU

MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA PERIODE JANUARI-DESEMBER TAHUN 2014

Disusun Oleh :

NADIRA ALVI SYAHRINA 2012 035 0027

Telah disetujui dan diseminarkan pada tanggal : 25 Agustus 2016 Dosen Pembimbing KTI

Bangunawati Rahajeng, S.Si., M.Si., Apt. NIK: 19701105201104 173 154

Dosen Penguji 1 Dosen Penguji 2

Pramitha Esha N. D., M.Sc., Apt. Nurul Maziyyah, M.Sc., Apt. NIK: 19860811201504173239 NIK: 19881018201410173231

Mengetahui,

Ketua Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Sabtanti Harimurti, Ph.D., Apt. NIK: 19730223201310173127


(4)

iii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini: Nama : Nadira Alvi Syahrina

NIM : 2012 035 0027

Program Studi : Farmasi

Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang saya tulis benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan tercantumkan dalam daftar pustaka dibagian akhir Karya Tulis Ilmiah ini.

Apabila dikemudian hari terbukti atau dibuktikan Karya Tulis Ilmiah ini hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Yogyakarta, 25 Agustus 2016 Yang membuat pernyataan

Nadira Alvi Syahrina NIM : 2012 035 0027


(5)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Ucapan syukur dari hati saya yang terdalam saya sampaikan kepada Allah SWT atas segala karunia yang telah diberikan kepada saya, sehingga saya dapat berdiri

tegar dan menyelesaikan KTI saya.

Sholawat dan salam tak lupa saya lantunkan bagi Rasulullah SAW, manusia terbaik yang pernah ada di dunia ini yang selalu menjadi sumber inspirasi saya

untuk selalu menjadi lebih baik diberbagai hal.

Kedua orang tua, Bapak H. Fajrul Muttakhidin, S.E dan Ibu Hj. Risma Nurbani,

S.H yang senantiasa merawat, membimbing, mendukung dan mendo’akan setiap

langkahku dalam menuntut ilmu. Terimakasih atas semua kasih sayang, perjuangan, dan pengorbanannya.

Adik ku Radhian Fariz Muhammad, Terimakasih atas canda tawa dan kebersamaan yang selalu diberikan.

Ibu Bangunawati Rahajeng, S.Si., M.Si., Apt. selaku dosen pembimbing KTI yang tak pernah lelah merevisi KTI saya, dan Bapak Hari Widada, M.Sc., Apt. selaku dosen pembimbing akademik, Terimakasih atas semua bantuannya, nasehat, dan

juga bimbingannya selama ini.


(6)

v MOTTO

Sesuatu akan menjadi kebanggaan, Jika sesuatu itu dikerjakan, Dan bukan hanya dipikirkan. Sebuah cita-cita akan menjadi kesuksesan, Jika kita awali dengan bekerja untuk mencapainya,

Bukan hanya menjadi impian.

“Don’t lose the faith, keep praying, keep trying!”

“Barangsiapa bertaqwa pada Allah, maka Allah memberikan jalan keluar

kepadanya dan memberi rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka. Barangsiapa yang bertaqwa pada Allah, maka Allah jadikan urusannya menjadi mudah. Barangsiapa yang bertaqwa pada Allah akan dihapuskan dosa-dosanya

dan mendapatkan pahala yang agung”


(7)

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena dengan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini yang merupakan tugas akhir untuk memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Karya tulis ini berjudul “Identifikasi Penggunaan Obat Off-Label Dosis Pada Pasien Dewasa Rawat Inap Di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Periode Januari-Desember Tahun 2014”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui banyaknya penggunaan obat secara off-label dosis pada pasien dewasa rawat inap di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta periode Januari-Desember tahun 2014.

Dalam penulisan karya tulis ini, penulis tidak lepas dari dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Sabtanti Harimurti, Ph.D., Apt. selaku Kepala Program Studi Farmasi FKIK UMY.

2. Bangunawati Rahajeng, S.Si., M.Si., Apt. selaku dosen pembimbing. Terima kasih atas bantuan dan bimbingannya untuk membimbing penulis dalam melakukan penelitian dan penulisan karya tulis ilmiah ini.

3. Pramitha Esha N.D., M.Sc., Apt. selaku dosen penguji 1 yang telah memberikan bimbingan dan arahannya.

4. Nurul Maziyyah, M.Sc., Apt. selaku dosen penguji 2 yang telah memberikan bimbingan dan arahannya.

5. Hari Widada, M.Sc., Apt. selaku dosen pembimbing akademik dari tahun pertama hingga lulus yang telah membimbing dan menyemangati dalam belajar.

6. Seluruh dosen farmasi FKIK UMY atas ilmu yang bermanfaat dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini.


(8)

vii

7. Seluruh staff Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Terima kasih atas kerjasama dan bimbingannya selama ini.

8. Semua pihak yang secara langsung dan tidak langsung telah memberikan bantuan dan saran dalam penyelesaian Karya Tulis Ilmiah ini.

Semoga Allah SWT membalas jerih payah dan pengorbanan yang telah diberikan dengan balasan yang terbaik.

Akhir kata dengan segala kerendahan hati penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih jauh dari kriteria penelitian yang sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan.

Yogyakarta, 25 Agustus 2016 Penulis


(9)

viii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN KTI ... ii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

MOTTO ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

INTISARI ... x

ABSTRACT ... xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 3

C. Keaslian Penelitian ... 3

D. Tujuan Penelitian ... 5

E. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka ... 7

1. Obat Off-Label ... 7

2. Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakrta ... 18

B. Kerangka Konsep ... 19

C. Keterangan Empirik ... 19

BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 20

B. Tempat Dan Waktu ... 20

C. Populasi Dan Sampel ... 20

D. Kriteria Inklusi Dan Eksklusi ... 21

E. Identifikasi Variabel Penelitian Dan Definisi Operasional ... 21

F. Instrumen Penelitian... 22

G. Cara Kerja ... 22

H. Skema Langkah Kerja ... 23

I. Analisis Data ... 23

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Peresepan Obat di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta ... 25

B. Persentase Penggunaan Obat Off-label Dosis ... 27

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 33

B. Saran ... 33

DAFTAR PUSTAKA ... 34 LAMPIRAN


(10)

ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Daftar obat off-label yang sering digunakan ... 12

Gambar 2. Kerangka Konsep ... 19

Gambar 3. Skema Langkah Kerja ... 23

Gambar 4. Penggunaan Obat berdasarkan Golongan Obat ... 26

Gambar 5. Persentase Obat On-label Dosis dengan Off-label Dosis ... 27


(11)

x INTISARI

Munculnya obat off-label terjadi setelah dokter dan peneliti lainnya menemukan indikasi lain dan dokter mempunyai kebebasan (prerogatif) untuk meresepkan obat untuk indikasi baru tersebut. Apoteker bertanggung jawab untuk mengawasi resep obat yang digunakan pasien dan memastikan bahwa semua obat-obatan, termasuk obat off-label yang diresepkan aman, kemudian diserahkan dengan tepat. Off-label dosis adalah obat yang diberikan dengan dosis yang tidak sesuai dengan dosis yang tercantum pada izin edar. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui banyaknya penggunaan obat secara off-label dosis pada pasien dewasa rawat inap di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

Penelitian ini merupakan penelitian observasional, dengan menggunakan desain cross-sectional deskriptif. Penelitian ini dilakukan selama bulan Agustus 2014 hingga Mei 2015 di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Pengumpulan data resep obat off-label dilakukan secara retrospektif. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah systematic random sampling pada data pemberian obat pada rekam medik periode Januari sampai Desember tahun 2014. Pengolahan data dilakukan secara analisis deskriptif.

Dari penelitian ini diperoleh total sampel yang memenuhi kriteria inklusi 356 pasien. Persentase penggunaan obat off-label dosis di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta sebesar 864 daftar obat on-label dosis (94,11%) serta 54 daftar obat off-label dosis (5,88%), dengan penggunaan off-label dosis tertinggi yaitu pada obat golongan sistem pencernaan (42,59%).


(12)

xi ABSTRACT

Off-label drug emerges after doctors and other researches find other indications and doctors have prerogative right to prescribe the drugs for the new indications, Pharmacists are responsible to oversee prescriptions used by patients and make sure that all drugs including that the off-label drugs prescribed are safe, then handed correctly. Off-label dose drug is administered at a dose that not comply with the doses licensed on marketing authorization. The objective of the research was to find out the amount of off-label dose drugs used on inpatient adult patients at PKU Muhammadiyah Yogyakarta Hospital.

This research is an observational research using descriptive cross-sectional design. The research was conducted from August 2014 to May 2015 at PKU Muhammadiyah Yogyakarta Hospital. The data collecting of off-label drug prescription was conducted retrospectively. The method used in the sample collecting was systematic random sampling on distribution of drug data on January-December 2014 medical records. The data was analyzed descriptively. The research was conducted from August 2014 to May 2015.

The total number of the sample that met the inclusion criteria resulted from the research was 356. The usage of drug at PKU Muhammadiyah Yogyakarta Hospital was 864 on-label dose drug (94.12%) and 54 was off-label dose drug (5.88%), the off-label dose use of the highest is digestive system (42.59%).


(13)

(14)

INTISARI

Munculnya obat off-label terjadi setelah dokter dan peneliti lainnya menemukan indikasi lain dan dokter mempunyai kebebasan (prerogatif) untuk meresepkan obat untuk indikasi baru tersebut. Apoteker bertanggung jawab untuk mengawasi resep obat yang digunakan pasien dan memastikan bahwa semua obat-obatan, termasuk obat off-label yang diresepkan aman, kemudian diserahkan dengan tepat. Off-label dosis adalah obat yang diberikan dengan dosis yang tidak sesuai dengan dosis yang tercantum pada izin edar. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui banyaknya penggunaan obat secara off-label dosis pada pasien dewasa rawat inap di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

Penelitian ini merupakan penelitian observasional, dengan menggunakan desain cross-sectional deskriptif. Penelitian ini dilakukan selama bulan Agustus 2014 hingga Mei 2015 di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Pengumpulan data resep obat off-label dilakukan secara retrospektif. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah systematic random sampling pada data pemberian obat pada rekam medik periode Januari sampai Desember tahun 2014. Pengolahan data dilakukan secara analisis deskriptif.

Dari penelitian ini diperoleh total sampel yang memenuhi kriteria inklusi 356 pasien. Persentase penggunaan obat off-label dosis di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta sebesar 864 daftar obat on-label dosis (94,11%) serta 54 daftar obat off-label dosis (5,88%), dengan penggunaan off-label dosis tertinggi yaitu pada obat golongan sistem pencernaan (42,59%).


(15)

and make sure that all drugs including that the off-label drugs prescribed are safe, then handed correctly. Off-label dose drug is administered at a dose that not comply with the doses licensed on marketing authorization. The objective of the research was to find out the amount of off-label dose drugs used on inpatient adult patients at PKU Muhammadiyah Yogyakarta Hospital.

This research is an observational research using descriptive cross-sectional design. The research was conducted from August 2014 to May 2015 at PKU Muhammadiyah Yogyakarta Hospital. The data collecting of off-label drug prescription was conducted retrospectively. The method used in the sample collecting was systematic random sampling on distribution of drug data on January-December 2014 medical records. The data was analyzed descriptively. The research was conducted from August 2014 to May 2015.

The total number of the sample that met the inclusion criteria resulted from the research was 356. The usage of drug at PKU Muhammadiyah Yogyakarta Hospital was 864 on-label dose drug (94.12%) and 54 was off-label dose drug (5.88%), the off-label dose use of the highest is digestive system (42.59%).


(16)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Obat off-label adalah obat yang diresepkan tetapi tidak sesuai dengan informasi resmi obat seperti indikasi obat yang tidak sesuai dengan yang dinyatakan oleh izin edar serta dosis, umur pasien dan rute pemberian yang tidak sesuai (Klein dan Tabarrok, 2004).

Sebuah studi di wilayah Paris, ditemukan bahwa dari 2.522 resep yang diberikan selama 1 hari untuk 989 pasien dengan usia 15 tahun, terdapat sebanyak 56% pasien anak-anak menerima setidaknya satu resep off-label. Beberapa obat yang diresepkan secara off-label antara lain, obat topikal sebanyak 78,6% dan obat dermatologis sebanyak 57,9% (Lenk dan Duttge, 2014).

Pada perkembangan pola terapi selanjutnya muncul obat-obat off-label baru yang mulai banyak diresepkan dokter, misalnya metformin dan pioglitazon untuk sindroma polisistik ovary (PCOS = Polycystic Ovary Syndrome), levamisol dan mebendazol untuk imunomodulator. Berdasarkan penelusuran pustaka baru ternyata banyak obat off-label baru yang dilaporkan penelitiannya menggunakan uji klinik pada pasien. Sumber informasi dapat ditelusuri di beberapa sumber ilmiah seperti Hospital Pharmacy, NEJM atau lewat penelusuran Medline, Medscape.


(17)

Studi terbaru menemukan bahwa lebih dari 20% resep rawat inap yang dikeluarkan adalah untuk off-label indikasi dan mayoritas dari mereka menggunakannya tanpa Evidence Based Medicine yang cukup. Penggunaan resep obat off-label adalah legal dan telah ditemukan dalam kasus-kasus tertentu berbasis bukti, tetapi juga memiliki potensi sehingga menjadi terapi yang berbahaya dan tidak efisien. Sebuah studi mengatakan bahwa terdapat 73% penggunaan obat off-label tidak memiliki bukti yang cukup mengenai keamanan dan khasiat. Penggunaan obat off-label seharusnya dilakukan berdasarkan uji klinis terkontrol yang telah dilakukan dengan tujuan, metode dan ukuran sampel yang jelas (Khamar, 2007; S.M. Walton, 2011).

Apoteker bertanggung jawab untuk mengawasi pemasukan resep obat yang digunakan oleh pasien dan memastikan bahwa semua obat-obatan, termasuk obat off-label yang diresepkan aman, kemudian diserahkan dengan tepat. Selain itu apoteker akan selalu menghubungi dokter yang menuliskan resep untuk memeriksa dosis, kemudian apoteker memiliki peran untuk menginformasikan kepada pasien bahwa obat yang diresepkan adalah obat off-label (Stewart, et al., 2007).

Berdasarkan SK IAI tahun 2014 dalam praktek asuhan kefarmasian, menyebutkan bahwa apoteker wajib memberikan konseling kepada pasien sehingga pasien memahami manfaat dan risiko yang terkait dengan penggunaan obat off-label, sehingga farmasis juga perlu mengenali dan memahami penggunaan obat off-label. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi penggunaan obat off-label dosis di RS PKU


(18)

3

Muhammadiyah Yogyakarta dikarenakan belum ada yang pernah melakukan penelitian mengenai penggunaan obat off-label dosis di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

Berikut adalah ayat yang menjelaskan bahwa setiap penyakit dapat disembuhkan :

Artinya : ''Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh-penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk dan rahmat bagi orang-orangnya yang beriman'' (QS:Yunus 57).

B. Perumusan Masalah

Berapa banyak penggunaan obat secara off-label dosis pada pasien dewasa rawat inap di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta?

C. Keaslian Penelitian

Berikut adalah contoh penelitian peresepan obat off-label: 1. Nama peneliti : Walton, et al., 2011

Judul penelitian : A Trial of Inpatient Indication Based Prescribing

During Computerized Order Entry with Medications Commonly Used Off-Label


(19)

Hasil : Percobaan peresepan berbasis indikasi menggunakan CDS dan CPOE hasilnya kurang optimal dari akurasi data indikasi yang ada pada daftar masalah.

2. Nama peneliti : Danes, et al., 2014

Judul penelitian : Outcomes of off-label drug uses in hospitals: a multicentric prospective study

Metode : Prospektif

Hasil : Sebanyak 226 pasien yang dilibatkan, telah menerima tiga perlakuan sebelumnya dan kurangnya respon dari pasien adalah alasan utama penggunaan off-label. Sebanyak 232 obat off-label yang diberikan untuk 102 indikasi yang berbeda, rituximab (21,1%) adalah obat yang sering digunakan.

3. Nama peneliti : Magalhaes, et al., 2015

Judul penelitian : Use of off-label and unlicenced drugs in hospitalised pediatric patients: a systematic review

Metode : Pencarian sistematis yang dibuat di MEDLINEPubMed Hasil : Resep off-label berkisar 12,2-70,6% dan 0,2-47,9%

Untuk obat off-label. Persentase anak-anak yang menerima setidaknya satu obat off-label atau tidak berlisensi berkisar 42,00-100%, beserta bayi baru lahir.


(20)

5

Berbeda dengan penelitian sebelumnya, penelitian yang dilakukan kali ini mengenai identifikasi penggunaan obat off-label dosis pada pasien dewasa rawat inap RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta dengan metode yang berbeda, yaitu metode retrospektif dan lokasi penelitiannya berada di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

D. Tujuan Penelitian

Mengetahui banyaknya penggunaan obat secara off-label dosis pada pasien dewasa rawat inap di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

E. Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti

Penelitian ini adalah sebagai syarat untuk mencapai gelar Sarjana Farmasi, juga dapat meningkatkan pengetahuan penulis tentang peresepan obat off-label.

2. Bagi Institusi

Melalui penelitian ini diharapkan dapat diberikan wacana baru kepada Badan POM sebagai badan resmi pemerintah dalam hal pengawasan regulasi obat di Indonesia agar dapat lebih memperhatikan kasus off-label dan mencari solusinya. Penelitian ini dapat memberi masukan kepada pabrik obat untuk memperhatikan adanya informasi obat yang sudah on label dari data-data acuan monografi obat resmi yang baru diharapkan menjadi referensi bagi pabrik obat untuk memperbaharui informasi obat yang diedarkannya.


(21)

3. Bagi Tenaga Kesehatan

Diharapkan tenaga kesehatan lain atau teman sejawat mengetahui dan mengenali peresepan obat off-label. Sehingga diharapkan teman sejawat mengetahui bagaimana keamanan dan resiko dari penggunaan obat off-label.

4. Bagi Profesi Farmasi

Diharapkan dapat berperan penting dalam memberikan informasi tentang penggunaan obat off-label kepada dokter penulis resep dan pasien. 5. Bagi Masyarakat

Penelitian ini diharapkan juga semakin meningkatkan awareness dari masyarakat terhadap masalah off-label pada anak, sehingga masyarakat tidak takut untuk menggali informasi obat kepada dokter, apoteker dan perawat.


(22)

7 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Telaah Pustaka 1. Obat Off-Label

a. Definisi Obat Off-label

Obat off-label adalah obat diluar indikasi yang tertera dalam label dan belum atau diluar persetujuan oleh badan atau lembaga yang berwenang atau jika di Indonesia adalah Badan POM, sedangkan di US adalah FDA (Food Drug Administration). Obat yang telah disetujui atau approved oleh FDA atau BPOM akan mendapat label approved yang berisi informasi tentang cara dan dosis penggunaanya berdasarkan hasil uji klinis. Peresepan atau penggunaan obat off label ini sangat umum sekali saat ini. Sebagian orang mungkin akan khawatir dengan maraknya dokter yang meresepkan obat off-label jika mengetahui bahwa obat off-label diluar persetujuan oleh badan yang berwenang (Dresser dan Frader, 2009).

Tujuan pemberian izin edar adalah untuk menjamin bahwa obat telah diuji keamanan, efikasi dan kualitasnya. Obat yang beredar ditujukan untuk orang dewasa memiliki izin yang menjelaskan indikasi khusus, dosis dan rute pemberian obat, atau disebut on-label. Namun demikian, beberapa obat yang digunakan untuk pasien dewasa tidak memiliki izin penggunaan pada pasien dewasa atau penggunaan diluar


(23)

ketentuan izin yang diberikan untuk obat, atau disebut off-label (Victor, 2007).

Ketentuan yang berlaku bahwa semua obat yang. beredar harus memiliki izin untuk diedarkan atau izin penjualan, yang dikeluarkan oleh Badan POM. Seperti telah dijelaskan diatas sistem perizinan dirancang untuk menjamin bahwa obat telah diuji efikasi, keamanan dan kualitasnya. Perusahaan farmasi mengajukan permintaan izin edar obat dan dalam pengajuan dijelaskan indikasi, dosis, cara pemberian dan kelompok usia pasien yang akan menggunakan obat tersebut. Di dalam permintaan izin, informasi mengenai penggunaan pada pasien dewasa mungkin terbatas atau belum ada. Sebetulnya obat yang tidak diberi izin untuk penggunaan yang tidak dicantumkan pada labelnya tidak berarti obat tidak aman (belum dibuktikan keamanannya), kadang-kadang penggunaan off-label hanya dianggap sebagai ketidakpatuhan produsen obat terhadap izin yang diberikan (Victor, 2007).

Penggunaan obat off-label adalah penggunaan umum yang biasa digunakan untuk praktek klinik dan tersebar luas di seluruh dunia. Namun, penggunaan obat-obatan di luar indikasi dapat menyebabkan beberapa masalah. Bukti tentang penggunaan obat-obatan ini yang tidak sesuai indikasi sangat tidak disetujui, dan dokter memiliki sedikit informasi tentang bagaimana menggunakannya. Selain itu, penggunaan obat off-label dapat menyebabkan efek samping dan risiko yang


(24)

9

mungkin lebih besar daripada manfaat potensial. Masalah etika dan hukum yang berkaitan dengan promosi komersial penggunaan obat off-label ini juga telah meningkat (Danés, et al., 2014).

Sejak tahun 2009, undang-undang Spanyol mengatur dan mengklasifikasikan ketersediaan penggunaan obat dalam situasi khusus, yaitu penggunaan obat-obatan dalam kondisi yang tidak disetujui, penggunaan obat harus diteliti dan penggunaan obat-obatan yang tidak dipasarkan di dalam negeri. Saat ini, hanya laporan dokter yang digunakan untuk membenarkan penggunaan obat off-label dan diperlukan persetujuan pasien. Namun demikian, meluasnya penggunaan obat off-label ini mungkin sering meningkatkan pemakaian obat, terutama di rumah sakit. Untuk menghindari risiko yang tidak beralasan dan efikasi biaya obat yang terbatas, Catalan Health Service telah menempatkan prosedur internal di tempat. Peraturan ini menyatakan bahwa komite obat dan terapi dari setiap rumah sakit perlu melakukan evaluasi dari semua kasus penggunaan obat off-label dalam situasi khusus, dan direktur medis dari setiap rumah sakit harus memberikan otorisasi individu untuk setiap pasien (Danés, et al., 2014).

Beberapa penelitian telah mengevaluasi penggunaan obat off-label, tetapi mereka sering berfokus pada kelompok-kelompok tertentu dari obat atau obat-obatan, seperti obat antikanker, rituximab, atau pada populasi tertentu, seperti anak-anak. Namun, sangat sedikit


(25)

penelitian yang telah mengevaluasi hasil klinis obat off-label dalam hal efektivitas dan keamanan serta biaya yang terkait (Danés, et al., 2014).

Jika tidak ada bukti klinis yang mendukung penggunaan off-label, penggunaan tersebut tidak direkomendasikan. Menurut beberapa penulis, prinsip Evidence Based Medicine (EBM) yang diterapkan dalam membuat keputusan klinis tentang off-label, maka seharusnya terdapat etika dan hukumnya, bahkan dalam kasus ini sering timbul adanya dilema mengenai penggunaan obat off-label. Namun, telah ditemukan tingginya prevalensi penggunaan obat off-label dan unlicensed drug dengan izin edar. Hal ini penting untuk pemegang izin edar dan pihak peraturan nasional dan internasional yang berwenang untuk memantau setiap masalah keamanan dan untuk mengambil tindakan yang tepat, serta untuk mengidentifikasi prioritas penelitian dan studi klinis untuk menyelesaikan pertanyaan penting tentang penggunaan off-label dan obat tanpa izin. Pihak berwenang harus menggunakan bukti klinis yang ada pada penggunaan off-label dan obat tanpa izin dalam pengambilan keputusan dan dukungan melakukan uji klinis yang ketat (Palcevski, et al., 2012).

b. Klasifikasi Obat Off-label

Penggunaan obat off-label diklasifikasikan sebagai berikut: 1) Off-label usia

Obat dikategorikan sebagai obat off-label usia jika digunakan diluar rentang usia yang telah disetujui. Parasetamol yang


(26)

11

diberikan kepada bayi prematur adalah salah satu contoh penggunaan obat off-label usia / berat (Kimland dan Odlind, 2012; Pratiwi, et al., 2013).

2) Off-label dosis

Informasi dosis merupakan hal penting dalam pengobatan karena profil farmakokinetik dan farmakodinamik setiap rentang usia individu berbeda-beda. Obat yang diberikan dengan dosis lain dari yang tercantum pada izin edar atau izin penjualan dikategorikan sebagai obat off-label dosis (Pratiwi, et al., 2013). 3) Off-label indikasi

Obat dikategorikan sebagai off-label indikasi jika digunakan diluar indikasi yang tertera pada leaflet (Kimland dan Odlind, 2012).

4) Off-label kontraindikasi

Obat dikatakan termasuk kategori off-label kontraindikasi jika menimbulkan kontraindikasi saat diberikan kepada pasien yang usianya tidak sesuai dengan peruntukan obatnya (Pratiwi, et al., 2013).

c. Contoh Penggunaan Obat Off-label

Berikut beberapa contoh obat off-label (AHFS, 2005):

1) Actiq (oral transmucosal fentanyl citrate), digunakan secara off-label untuk mengatasi nyeri kronis yang bukan disebabkan oleh kanker, meskipun indikasi yang disetjui oleh FDA adalah untuk nyeri kanker.


(27)

2) Carbamazepine, suatu obat anti epilepsi, banyak dipakai sebagai mood stabilizer.

3) Gabapentin, disetujui sebagai anti kejang dan neuralgia (nyeri saraf) post herpes, banyak dipakai secara off-label untuk gangguan bipolar, tremor/gemetar, pencegah migrain, nyeri neuropatik, dll. 4) Sertraline, yang disetujui sebagai anti-depressant, ternyata banyak

juga diresepkan off-label sebagai pengatasan ejakulasi dini pada pria.

Banyak obat off-label yang akhirnya sudah menjadi on-label, seperti aspirin sebagai antiplatelet, sildenafil untuk disfungsi ereksi, magnesium sulfat untuk tokolitik pada preeklamsia, amitriptilin untuk neuropati pada kanker, dll.

Gambar 1 menunjukkan persentase penggunaan obat off-label yang tidak disetujui oleh regulator untuk beberapa kelas obat. Data tersebut diambil dari resep 160 obat yang biasa digunakan pada tahun 2001 di Amerika.

Gambar 1. Daftar obat off-label yang sering digunakan (Sumber: Archives of Internal Medicines, 2006)

46% 46% 42% 34% 31% 30% 23% 14% 11%

0% 20% 40% 60%

Terapi Kardiak Anti asma Terapi psikiatrik Anti mikrobial Terapi kesehatan…

Persentase penggunaan obat…


(28)

13

d. Alasan Penggunaan Obat Off-label

Alasan penggunaan obat off-label adalah kurangnya respon klinis pada pengobatan sebelumnya, intoleransi atau kontraindikasi dengan alternatif atau alasan lain seperti tersedianya obat yang disetujui sesuai indikasi atau pasien dengan pengobatan alternatif karena alasan klinis atau logistik (Danés, et al., 2014).

Pengobatan off-label tidak selalu buruk dan merugikan, pengobatan ini sangat bermanfaat terutama ketika pasien telah kehabisan opsi dalam terapinya, misal dalam kasus kanker. American Society Cancer menyatakan bahwa pengobatan kanker sering melibatkan penggunaan obat kemoterapi off-label, hal ini disebabkan karena satu jenis obat kanker hanya disetujui untuk satu jenis kanker saja. Penggunaan obat kanker off-label secara kombinasi sering digunakan untuk terapi standar kanker (Dresser dan Frader, 2009).

Beta blocker adalah salah satu contoh obat off-label yang menguntungkan. FDA menyetujui obat ini digunakan sebagai terapi hipertensi, namun secara luas obat ini diakui oleh ahli kardiologi/jantung sebagai standar perawatan/terapi pada pasien gagal jantung (heart failure). Pada kenyataanya saat ini, beberapa beta blocker secara resmi telah disetujui oleh FDA sebagai standar perawatan/terapi pasien gagal jantung (Dresser dan Frader, 2009).


(29)

e. Ketentuan Secara Hukum

Dalam sejarah, terdapat banyak obat on-label yang dulunya ditemukan dan telah disetujui oleh FDA untuk suatu indikasi, namun pada perjalanan penggunaannya obat-obat on-label ini digunakan untuk indikasi baru (off-label indikasi) dan akhirnya setelah ada laporan hasil uji klinik yang memenuhi syarat oleh FDA, obat-obat ini dapat digunakan untuk indikasi yang baru dan menjadi obat-obat on-label. Sebagai contoh aspirin yang awalnya digunakan untuk antipiretika anak-anak dengan dosis kecil, saat ini banyak digunakan untuk antiplatelet untuk orang dewasa. Sildenafil yang awalnya digunakan untuk mengobati angina pektoris saat ini dapat juga digunakan untuk mengobati disfungsi ereksi sehingga menjadi obat on-label, namun sildenafil juga off-label untuk terapi pulmonary hypertension, dan masih banyak lagi contoh obat off-label lainnya (Klein dan Tabarrok,2004).

Obat-obat off-label ini beberapa sudah banyak diresepkan dan digunakan oleh dokter/klinisi dan sudah mulai menunjukkan hasilnya. Namun pabrik obat yang memproduksinya, terutama pabrik inovator belum mengajukan tambahan informasi indikasi baru dari produk obatnya. Jika sudah mengajukan ke badan regulasi yang berwenang, tentunya badan tersebut akan mengevaluasi hasil uji klinik yang diajukan bersama para pakar sesuai bidang keahliannya. Bila disetujui,


(30)

15

maka informasi indikasi baru bisa ditambahkan dalam brosur atau leaflet produk paten tersebut (Danés, et al., 2014).

Di Indonesia semua obat yang beredar harus memiliki ijin untuk diedarkan atau ijin penjualan yang dikeluarkan oleh Badan POM. Sistem perijinan ini dirancang untuk menjamin bahwa obat telah diuji terhadap efikasi, keamanan dan kualitasnya. Pada prosesnya perusahaan farmasi mengajukan permintaan ijin edar obat yang akan dipasarkannya dan dalam pengajuannya itu dijelaskan usia pasien, indikasi, dosis dan rute pemberian dalam menggunakan obat tersebut. Informasi obat yang dimiliki perusahaan farmasi tersebut diberikan kepada masyarakat melalui brosur obat yang didalamnya berisi tentang informasi mengenai penggunaan obat (BPOM, 2009).

Peresepan obat off-label, tidak bisa dikategorikan sebagai peresepan yang melanggar hukum, tetapi bisa dikategorikan sebagai peresepan yang berisiko. Salah satu risiko adalah sangat sedikit data tentang efek samping, sementara efek samping sering terjadi pada penggunaan obat off-label (Anthony J, 2002).

Suatu studi di Swedia, melalui analisis pelaporan spontan, 112 pasien mengalami efek samping, 32% diantaranya merupakan kejadian yang serius. Kebanyakan disebabkan oleh penggunaan obat asma. Besarnya penggunaan obat off-label adalah 42,4% dan berkaitan dengan timbulnya efek samping yang serius, sebagian besar karena off-label kategori dosis dan usia (Cuzzollin L, 2003).


(31)

Alasan penggunaan off-label dikarenakan tidak cukupnya data farmakokinetik, farmakodinamik dan efek samping obat, terutama pada anak-anak dan ibu hamil. Sediaan obat dan informasi hasil penelitian klinik pada populasi anak-anak masih kurang, sehingga menyebabkan terjadinya penggunaan obat off-label pada pasien anak. Informasi yang tidak spesifik tentang dampak obat pada anak-anak menjadi dasar pemberian obat pada anak-anak dengan menggunakan data penelitian obat pada orang dewasa yang sudah ada, dikarenakan anak-anak memiliki daya metabolisme yang berbeda, maka respon terhadap obat juga berbeda. Alasan mengapa tidak dilakukannya penelitian klinik obat pada anak-anak diantaranya berkaitan dengan pasar atau market obat untuk anak-anak adalah pasar yang kecil sehingga investasi atau pembiayaan pada uji klinik ini tidak menguntungkan. Selain itu, penelitian klinik pada anak-anak cukup sulit dan tidak sesuai dengan etika dan moral penelitian (Suharjono,2009).

Di Indonesia kasus off-label masih banyak terjadi dan belum ada banyak penelitian yang memberikan data tentang masalah ini. Hal ini juga belum mendapat perhatian lebih dari pemerintah, terbukti dengan masih belum adanya peraturan ataupun undang-undang yang menetapkan tentang diperbolehkannya penggunaan off-label asalkan disertai dengan alasan yang valid. Peraturan-peraturan tentang off-label


(32)

17

seperti itu pada umumnya sudah ada pada negara-negara lain seperti Inggris, Skandinavia, Belanda dan negara lainnya (Suharjono, 2009).

Pemerintah pernah mengeluarkan peraturan melalui KEPMENKES No. 1027/Menkes/SK/IX/2004 yang menyatakan bahwa apotek melakukan pelayanan kefarmasian yang meliputi: pembuatan, pengolahan, peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran, penyimpanan dan penyerahan obat atau bahan obat. Peraturan tersebut dapat berpotensi terjadi pada praktek-praktek kefarmasian yang off-label di apotek seperti meracik/menggerus tablet untuk dijadikan puyer atau dimasukkan ke dalam sirup untuk sediaan anak bahkan menggeruskan tablet atau kaplet untuk dijadikan sediaan salep dan krim (Depkes, 2004).

Berbagai hal yang telah disebutkan diatas menunjukkan masih minimnya perhatian pemerintah terhadap masalah off-label yang terjadi, berbagai peraturan yang dibuat juga hanya merupakan solusi jangka pendek pada negara berkembang seperti di Indonesia. Pemberian informasi obat yang tersedia pada masyarakat juga tidak semuanya benar, masih ada banyak informasi yang disembunyikan, sehingga promosi dari obat akan semakin maksimal. Melihat kondisi seperti ini, praktisi kesehatan harus lebih perhatian pada tanggung jawab mereka saat menggunakan obat off-label, dimana harus memiliki cukup informasi, pengetahuan atau pengalaman agar langkah


(33)

pemberian obat off-label lebih besar manfaat daripada resiko kerugiannya (Suharjono, 2009).

2. Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakrta

Rumah Sakit PKU Muhammadiyah awalnya didirikan berupa klinik sederhana pada tanggal 15 Februari 1923 di kampung Jagang Notoprajan Yogyakarta. Awalnya bernama PKO (Penolong Kesengsaraan Oemoem) dengan maksud menyediakan pelayanan kesehatan bagi kaum dhuafa’. Didirikan atas inisiatif H.M. Sudjak yang didukung sepenuhnya oleh K.H. Ahmad Dahlan. Seiring dengan perkembangan jaman, pada sekitar era tahun 1980-an nama PKO berubah menjadi PKU (Pembina Kesejahteraan Umat).

Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta merupakan rumah sakit tipe B, yaitu rumah sakit yang mampu memberikan pelayanan kedokteran spesialis dan sub spesialis terbatas. Rumah sakit ini didirikan di setiap Ibukota propinsi yang menampung pelayanan rujukan di rumah sakit kabupaten.


(34)

19

B. Kerangka Konsep

Gambar 2. Kerangka Konsep

C. Keterangan Empirik

Adanya penggunaan obat off-label dosis pada pasien dewasa rawat inap di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

Off-label dosis

Peresepan obat pada pasien

dewasa


(35)

20 A. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan menggunakan desain cross-sectional deskriptif. Pengumpulan data resep obat off-label dilakukan secara retrospektif.

B. Tempat Dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta dengan menggunakan data rekam medik periode 1 tahun dari bulan Januari sampai Desember tahun 2014. Waktu pengambilan data dilaksanakan pada bulan Februari sampai April 2016.

C. Populasi Dan Sampel

Populasi targetnya adalah semua pasien dewasa rawat inap, sedangkan populasi terjangkaunya adalah pasien dewasa rawat inap periode 1 Januari-31 Desember 2014. Sampel yang digunakan diambil dengan metode systematic random sampling.

Perhitungan data untuk mengetahui jumlah penggunaan obat off-label yang sesuai dosis atau tidak sesuai dosis dalam bentuk persentase. Berikut rumus untuk pengambilan sampel:

di mana n = besar sampel minimum


(36)

21

P = harga proporsi di populasi

d = kesalahan (absolut) yang dapat ditolerir N = besar populasi

= 346,53 dibulatkan menjadi 347 sampel. D. Kriteria Inklusi Dan Eksklusi

1. Kriteria inklusi

Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Usia dewasa umur antara 26 – 45 tahun.

b. Pasien rawat inap di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta tahun 2014 2. Kriteria eksklusi

Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah rekam medik yang tidak lengkap.

E. Identifikasi Variabel Penelitian Dan Definisi Operasional 1. Variabel bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah peresepan pada pasien dewasa.

2. Variabel tergantung

Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah penggunaan obat off-label dosis pada pasien dewasa rawat inap.

3. Definisi operasional

a. Off-label dosis adalah obat yang diberikan dengan dosis yang tidak sesuai dengan dosis yang tercantum pada izin edar.


(37)

b. Pasien dewasa adalah pasien dengan umur antara 26 – 45 tahun.

c. Rawat inap adalah pasien yang memerlukan asuhan dan pelayanan keperawatan dan pengobatan secara berkesinambungan lebih dari 24 jam di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

F. Instrumen Penelitian 1. Alat Penelitian

Alat yang digunakan adalah website BPOM PIONAS dan komputer yang dilengkapi program Microsoft Excel.

2. Bahan Penelitian

Bahan penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah rekam medik pasien rawat inap di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta periode Januari sampai Desember tahun 2014.

G. Cara Kerja

Pada tanggal yang sudah ditetapkan dilakukan proses pengambilan data di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Adapun proses cara pengambilan data sebagai berikut:

1. Membuat surat izin dan mengajukan proposal penelitian untuk proses pengambilan data di rumah sakit dengan tujuan ingin melakukan penelitian tentang penggunaan obat off-label dosis di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

2. Setelah disetujui oleh pihak rumah sakit, dilakukan analisis dan pengambilan data yang ada pada rekam medik.


(38)

23

3. Data yang diambil harus memenuhi kriteria inklusi yang sudah ditentukan, yaitu pada pasien dewasa di rawat inap dengan menggunakan rekam medik. Data yang diambil meliputi: nama pasien, nomer rekam medik, tanggal masuk pasien, diagnosa penyakit dan catatan pemberian obat.

4. Data yang didapat kemudian direkapitulasi dalam tabel dan diagram. H. Skema Langkah Kerja

Gambar 1. Skema Langkah Kerja

I. Analisis Data

Data yang sudah direkapitulasi dari hasil pengambilan data dari rekam medik, kemudian dilakukan analisis data secara statistik sebagai berikut:

1. Persentase Penggunaan Obat berdasarkan Golongan Obat A/B x 100%

A = Jumlah obat dalam 1 golongan B = Jumlah total obat

2. Persentase Obat On-label Dosis dengan Off-label Dosis C/D x 100%

C = Obat off-label dosis atau on-label dosis D = Jumlah total obat

Membuat surat izin dan mengajukan

proposal

Mengambil data dari rekam medik

Data direkapitulasi dalam tabel dan


(39)

3. Persentase Penggunaan Obat Off-label Dosis E/F x 100%

E = Jumlah penggunaan obat off-label dosis tertentu D = Jumlah total obat off-label dosis


(40)

25 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Peresepan Obat di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Penelitian ini mengidentifikasi penggunaan obat off-label dosis pada pasien dewasa rawat inap di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta periode Januari-Desember tahun 2014 dengan melihat catatan pemberian obat pada rekam medis pasien. Sebanyak 2586 data rekam medis pasien dewasa yang terkumpul terdapat 356 pasien yang memenuhi kriteria inklusi. Sampel yang digunakan diambil dengan metode systematic random sampling menggunakan data proporsi dengan populasi finit.

Setelah mendapatkan 356 data pasien dewasa periode Januari sampai Desember tahun 2014, kemudian diklasifikasikan berdasarkan golongan obat. Klasifikasi yang dilakukan berdasarkan golongan obat untuk mengetahui apakah peresepan obat tersebut masuk kedalam kategori on-label atau off-label dosis. Selain itu pengambilan sampel tersebut dimaksudkan juga untuk mengetahui peresepan obat off-label dosis yang paling banyak digunakan pada periode Januari sampai Desember 2014.

Jenis obat yang diresepkan di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta berasal dari golongan obat yang berbeda, ada obat yang diresepkan dengan nama generik, ada juga dengan merek dagang. Pada penelitian ini, dilakukan juga perhitungan persentase obat berdasarkan klasifikasi golongan obat yang ada di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta yang dihitung dengan menggunakan Persamaan 1. Data hasil


(41)

perhitungan peresepan obat berdasarkan klasifikasi golongan obat di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta, dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 1. Penggunaan Obat berdasarkan Golongan Obat

Data dari penelitian menunjukkan bahwa analgesik antipiretik dan NSAID memiliki persentase peresepan paling banyak untuk pasien dewasa yaitu sebesar 23,64%.

Persentase golongan obat yang diresepkan off-label dosis yaitu golongan sistem pencernaan (sukralfat, pantoprazol, esomeprazol, ranitidin, rebamipid, lansoprazol) sebesar 42,59%, antibiotik, antifungi dan antiviral (clindamycin, metronidazol, ciprofloxacin, levofloxacin, ampicilin, meropenem, vankomisin, sefpirom, moksifloksasin) sebesar 27,78%, sistem saraf pusat (betahistin, metoklopramid, diazepam, alprazolam, domperidon) sebesar 12,96%, sistem kardiovaskuler (furosemid, kandesartan, valsartan, etamsilat, klonidin) sebesar 11,11%, sistem pernafasan (salbutamol dan kodein) sebesar 3,70% dan kortikosteroid (metilprednisolon) sebesar 1,85%.

23.64% 22.98% 19.93% 11.11%

9.80% 4.68%

3.05% 2.72% 2.07%

0.00% 5.00% 10.00% 15.00% 20.00% 25.00% Analgesik antipiretik dan NSAID

Antibiotik antifungi antiviral Sistem Pencernaan Sistem Saraf Pusat Sistem Kardiovaskuler Vitamin Sistem Endokrin Sistem Pernafasan Kortikosteroid


(42)

27

Distribusi obat on-label dosis dan obat off-label dosis pada periode Januari sampai Desember 2014 yang diresepkan di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta dihitung dengan menggunakan Persamaan 2 terlihat pada Gambar 5.

Gambar 2. Persentase Obat On-label Dosis dengan Off-label Dosis

Pada Gambar 5 terdapat 54 daftar obat yang digunakan oleh 356 pasien secara off-label (5,88%) dan sejumlah 864 daftar obat yang digunakan secara on-label (94,12%).

B. Persentase Penggunaan Obat Off-label Dosis

Informasi dosis merupakan hal penting dalam pengobatan karena profil farmakokinetik dan farmakodinamik setiap individu berbeda-beda. Obat yang diberikan dengan dosis berbeda dari yang tercantum pada izin edar disebut dengan off-label dosis. Berdasarkan data-data di atas selanjutnya dilakukan identifikasi penggunaan obat off-label dosis. Persentase penggunaan obat off-label dosis di Rumah Sakit Muhammadiyah Yogyakarta dihitung dengan menggunakan Persamaan 3 dan terdapat pada Gambar 6.

94.12% 5.88%


(43)

Gambar 3. Persentase Penggunaan Off-label Dosis

Pada hasil perhitungan penggunaan obat off-label dosis, terdapat sebanyak 14,81% penggunaan sukralfat dari golongan sistem pencernaan sebagai off-label dosis yang tertinggi penggunaannya. Obat-obat lainnya yang ada pada Gambar 6 digolongkan berdasarkan klasifikasinya yaitu golongan sistem pencernaan (esomeprazol, fosfomisin dan rebamipid), sistem saraf pusat (alprazolam, domperidon dan diazepam), sistem kardiovaskuler (kandesartan, klonidin dan furosemid), kortikosteroid (metilprednisolon), sistem pernafasan (kodein fosfat dan salbutamol) serta antibiotik, antifungi dan antiviral (ampisilin, moksifloksasin, sefoperazon, dll).

Berikut penjelasan beberapa obat-obatan off-label dosis: 1. Sukralfat

Sukralfat mempunyai persentase tertinggi sebesar 14,81% dari keseluruhan daftar obat off-label dosis. Sukralfat termasuk golongan obat sistem pencernaan yang dapat digunakan untuk mengurangi nyeri pada lambung. Pada penelitian ini ditemukan bahwa penggunaan sukralfat pada

59.26% 14.81%

11.11% 7.41% 3.70% 3.70%

0.00% 10.00% 20.00% 30.00% 40.00% 50.00% 60.00% 70.00% Lainnya

Sukralfat Pantoprazol Clindamycin Betahistin Ranitidin


(44)

29

pasien dewasa dosisnya di bawah dosis dari yang tercantum di PIONAS. Dosis yang tercantum pada PIONAS untuk penggunaan tukak lambung dan duodenum serta gastritis kronis pada pasien dewasa 2 gram 2 kali sehari atau 1 gram 4 kali sehari, sedangkan dalam catatan pemberian obat pada rekam medik untuk pasien dewasa diberikan dosis 1 gram 3 kali sehari. Selain itu, tidak ditemukan indikasi penggunaan sukralfat 1 gam 3 kali sehari di Drug Information Handbook (Lacy, et al., 2008) dan tidak ditemukan bukti pada penelitian atau jurnal lainnya. Hasil tersebut dapat menunjukkan bahwa sukralfat yang digunakan merupakan off-label dosis yang belum disetujui secara klinik. Efek dari penggunaan underdose pada penggunaan suatu obat yaitu tidak dapat tercapainya efek terapi yang diharapkan, sedangkan efek samping yang terjadi pada penggunaan sukralfat adalah konstipasi (Abdullah, et al., 2015).

2. Pantoprazol

Pantoprazol mempunyai persentase sebesar 11,11% dari keseluruhan daftar obat off-label dosis. Obat ini mempunyai mekanisme kerja proton pump inhibitor (PPI) yang digunakan untuk tukak duodenum, tukak lambung dan refluks gastroesofagal. Dosis penggunaan obat ini untuk pasien dewasa yaitu 40 mg sehari pada pagi hari, sedangkan pada penelitian ini ditemukan pemberian pantoprazol dosisnya melebihi dosis yang telah ditetapkan yaitu 40 mg 2 kali perhari. Pada penelitian yang dilakukan oleh VHA Pharmacy Benefits Management Strategic Healthcare Group and the Medical Advisory Panel yang berjudul Criteria for Use of


(45)

Intravenous Pantoprazole pada pasien dewasa ditemukan bahwa pantoprazol intravena telah digunakan secara off-label dengan dosis 80 mg i.v, diikuti oleh 8 mg/jam selama 72 jam untuk penggunaan jangka pendek perdarahan gastrointestinal, tetapi jika pasien mengalami resiko tinggi perdarahan pada lambung akibat penggunaan off-label dosis tersebut, pantoprazol harus segera dihentikan dan terapi PPI oral dosis standar dapat dimulai setelah 72 jam dan pada pasien dewasa ditemukan juga bahwa pantoprazol dengan dosis 40 mg 2 kali perhari dapat digunakan untuk indikasi Hypersecretory disorders (termasuk Zollinger-Ellison) (Goodman, 2003).

3. Clindamycin

Clindamycin merupakan antibiotik yang digunakan untuk pengobatan infeksi stafilokokus pada sendi dan tulang, peritonitis, infeksi saluran kelamin dan pengobatan akne vulgaris disertai lesi inflamasi. Clindamycin mempunyai persentase sebesar 7,41% dari keseluruhan daftar obat off-label dosis. Pada penelitian ini ditemukan bahwa clindamycin diresepkan dengan dosis dibawah dari dosis yang telah ditetapkan. Pasien dewasa diresepkan 150-300 mg 3 kali sehari, sedangkan dosis yang tertera pada PIONAS yaitu 150-300 mg tiap 6 jam. Menurut Drug Information Handbook penggunaan clindamycin dengan dosis 150-450 mg tiap 6-8 jam termasuk dosis lazim yang biasa digunakan sebagai antibiotik oral. Clindamycin dapat digunakan secara off-label untuk pneumonia dengan dosis 600 mg i.v tiap 8 jam, profilaksis terhadap infeksi endokarditis


(46)

31

dengan dosis oral 600 mg 1 jam sebelum prosedur tanpa tindak lanjut dosis yang dibutuhkan dan toksoplasmosis secara oral dan i.v dengan dosis 600 mg setiap 6 jam dengan pirimetamin dan asam folinic, tetapi belum ada bukti penggunaan dosis clindamycin 150-300 mg 3 kali sehari sebagai off-label dosis (Loughin dan Generali, 2006; Lacy, et al., 2008).

4. Ranitidin

Ranitidin merupakan antagonis reseptor H2 dan sebagian besar digunakan untuk penyakit ulkus peptik dan refluks gastro esophageal. Obat ini mempunyai persentase sebesar 3,70% dari keseluruhan daftar obat off-label dosis. Pada penelitian ini ranitidin ditemukan dalam sediaan injeksi dengan dosis berlebih yaitu 150 mg 3 kali sehari untuk indikasi tukak lambung. Dosis seharusnya untuk indikasi tukak lambung yaitu 150 mg 2 kali sehari. Pada penelitian yang dilakukan oleh Tomassetti P., et al, 2005 ditemukan bahwa ranitidin dengan dosis 150 mg 3 kali sehari dapat digunakan untuk terapi sindrom Zollinger-Ellison. Pada kondisi ini menunjukkan bahwa ranitidin dengan dosis tersebut dapat digunakan untuk indikasi lain, hanya saja dosis tersebut tidak tercantum pada PIONAS dan Drug Information Handbook (Lacy, et al., 2008).

5. Betahistin

Betahistin atau betahistin dihidroklorida biasanya digunakan untuk keluhan vertigo. Obat ini mempunyai persentase sebesar 3,70% dari keseluruhan daftar obat off-label dosis. Dosis yang digunakan untuk pasien dewasa yaitu 16 mg setiap 3 kali sehari. Namun ditemukan dalam


(47)

penelitian ini dosis yang diberikan untuk pasien dewasa adalah underdose yaitu 16 mg 2 kali sehari. Dosis lazim betahistin yang tertera pada Drug Information Handbook adalah 8-16 mg tiap 3 kali sehari dan belum ada penelitian atau bukti klinis pada pemakaian betahistin dengan dosis 16 mg 2 kali sehari. Pada kondisi ini pada suatu penelitian, terdapat sebuah data yang menunjukan bahwa terapi betahistin menawarkan hasil yang sangat baik ketika diberikan pada dosis tinggi yaitu 24-48 mg per hari dan lebih efektif dalam pengendalian jangka panjang vertigo dengan durasi pengobatan setidaknya tiga bulan, tetapi tidak tercantum penggunaan betahistin dengan dosis 16 mg 2 kali sehari atau dengan kata lain dosis tersebut belum dibuktikan untuk penggunaan pada pengobatan vertigo (Gnerre, et al., 2015).

Obat-obat off-label sebagian tidak ditemukan jurnalnya, dikarenakan masih sedikit penelitian mengenai obat off-label, terutama off-label dosis pada pasien dewasa. Selain itu, terdapat banyak penggunaan obat off-label dosis yang tidak terdaftar dalam PIONAS. Jika ditemukan obat-obatan yang tidak sesuai dengan indikasi, dosis atau cara pemberian bukan berarti obat-obatan tersebut tidak rasional, karena bisa jadi ada bukti-bukti klinis baru mengenai penggunaan obat tersebut yang belum disetujui oleh lembaga yang berwenang, seperti BPOM.


(48)

33 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penggunaan obat off-label dosis pada pasien dewasa rawat inap di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta, maka dapat ditarik kesimpulan hasil penelitian berikut ini:

Persentase penggunaan obat off-label dosis di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta sebesar 864 daftar obat on-label dosis (94,11%) serta 54 daftar obat off-label dosis (5,88%), dengan penggunaan off-label dosis tertinggi yaitu pada obat golongan sistem pencernaan (42,59%).

B. Saran

Sehubungan dengan hasil penggunaan obat off-label dosis pada pasien dewasa rawat inap di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta, maka saran yang dapat penulis ajukan adalah bagi sejawat apoteker perlu memperluas wawasan dan selalu meng-update pengetahuan mengenai dosis-dosis baru maupun bukti-bukti klinis baru yang sangat cepat perkembangannya terutama mengenai penggunaan off-label dosis pada pasien serta dapat terus diikuti perkembangan Evidence Based Medicine sebagai dasar pengambilan keputusan penggunaan off-label.


(49)

34

Hospital Treatment Room Central of the Army (Army Hospital) Gatot Subroto. Global Journal of Medical Research: B, Volume 15 Issue 3 Version 1.0.

Alikhania, A. S. (2012). An Unreported Clindamycin Adverse Reaction: Wrist Monoarthritis. US National Library of Medicine National Intitues of Health, 11(3): 959–962.

Anatomical Therapeutical Chemical. (2011). Dipetik May 24, 2015, dari World Health Organization: http://www.who.int/

Anonim. (2005). AHFS Drug Information. Dipetik May 27, 2015, dari Amrican Society of Health System Pharmacists Inc, USA.

Anonim. (2007). "Off-label" Drug Use. Dipetik May 23, 2015, dari http://www.CRBestBuyDrugs.org

Anonim. (2014). Profil RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Dipetik May 31, 2015, dari http://www.rspkujogja.com

Charles F. Lacy, L. L. (2008). Drug Information Handbook: A Comprehensive Resource for all Clinicians and Healthcare Professionals. America: Lexi-Comp.

Clinical Practice Guidelines Vertigo in Adults – 2nd Edition. (2014). Diambil kembali dari Philippine Society Of Otolaryngology-Head And Neck Surgery, Inc.

Danes , I., Agusti, A., Vallano, A., Alerany, C., Martinez, J., Bosch, A. J., . . . Bonafont, X. (2014). Outcomes of off-label drug uses in hospitals: a multicentric prospective study. US National Library of Medicine National Institutes of Health, 70(11): 1385–1393.

David C. Radley, MPH; Stan N. Finkelstein, MD; Randall S. Stafford, MD, PhD. (2006). Off-label Prescribing Among Office-Based Physicians. Archives of Internal Medicine.

Dresser, R & Frader, J. (2009). Off-Label Prescribing: A Call for Heightened Professional and Government Oversight. US National Library of Medicine National Institutes, 37(3): 476-396.


(50)

35

Goodman, F. (2003). Criteria for Use of Intravenous Pantoprazole. Diambil kembali dari VHA Pharmacy Benefits Management Strategic Healthcare Group and the Medical Advisory Panel.

Guidelines for the Management of Dyspepsia. (2005). American Journal of Gastroenterology, 100:2324–2337.

Ikatan Apoteker Indonesia. (2014). Dipetik May 18, 2015, dari Surat Keputusan Pusat Ikatan Apoteker Indonesia Nomor: PO.001/PP.IAI/1418/VII/2014 Tentang Peraturan Organisasi Tentang Standar Praktik Apoteker Indonesia: http://www.ikatanapotekerindonesia.com

Kementerian Kesehatan RI. (2011). Modul Penggunaan Obat Rasional. Jakarta. Kevin Loughlin, M. (2006). The Guide to Off-Label Prescription Drugs. New

York.

Kevin R. Loughlin, J. A. (2006). The Guideline to Off-Label Prescription Drugs. United States of America: Free Press.

Khamar, B. (2007). Off-label use of medicines: Medical research and medical practice. US National Library of Medicine National Institutes of Health, 55(6): 411–412.

Khan, M. T. (2004). The Effects of Increasing Doses of Ranitidine on Gastric pH in Children. J Pediatr Pharmacol Ther, 9:259-264.

Kimland, E., & Odlind, V. (2012). Off-label Drug Use in Pediatric Patients. Clinical Pharmacology and Therapeutics, 91(5): 797.

Klein, B & Tabarrok, A. (2004). Do Off-Label Drug Practices Argue Against FDA Efficacy Requirements? Testing an Argument by Structured Conversations with Experts.

Knopf, H., Wolf, I., Sarganas, G., Zhuang, W., Rascher, W., & Neubert, A. (2013). Off-label medicine use in children and adolescents: results of a population-based study in Germany. US National Library of Medicine National Institutes of Health, 13: 631.

Lenk, C., & Duttge, G. (2014). Ethical dan legal framework and regulation for off-label use: European perspective. US National Library of Medicine National Institutes of Health, 10: 537–546.

Magalhaes, J., Rodrigues, A., Roque, F., Figueiras, A., Falcao, A., & Herdeiro, M. (2014). Use of off-label and unlicenced drugs in hospitalised paediatric. Eur J Clin Pharmacol, 71:1–13.


(51)

Mahajan, R. N. (2014). A Rare Case Report: Single Intravenous Dose Of Ranitidine Leading To Cardiac Arrest. International Journal of Pharma and Bio Sciences, 5(1): (B) 1043 - 1045.

Manisha, B. B. (2010). An update on pharmacotherapy of vertigo. Journal of Chemical and Pharmaceutical Research, 2(3):381-386.

Palcevski, G., Skocibusic, N., & Palcevski, V. (2012). Unlicensed and off-label drug use in hospitalized children. Eur J Clin Pharmacol, 00228-012-1221-x.

Paola Gnerre, C. C. (2015). Management of vertigo: from evidence to clinical practice. Italian Journal of Medicine, 180-192.

Paola Tomassetti, D. C. (2005). Treatment of Zollinger-Ellison Syndrome. World Journal of Gastroenterology, 11(35): 5423–5432.

Paola Tomassetti, D. C. (2005). Treatment of Zollinger-Ellison Syndrome. World Journal of Gastroenterology, 11(35): 5423–5432.

Pratiwi, A., Miski, A., Khairinnisa, Sofa, D., Alfian, Priyadi, A., . . . Abdulah, R. (2013). Peresepan Obat-obat Off-label Pada Pasien Anak Usia 0 Hingga 2 Tahun di Apotek Kota Bandung. Jurnal Farmasi Klinik Indonesia, 2, 2. Stewart, D., Rouf, A., Snaith, A., Elliott, K., Helms, P, J., and McLay, J, S.

(2007). Attitudes and experiences of community pharmacists towards paediatric off-label prescribing: a prospective survey. US National Library of Medicine National Institues of Health, 64(1): 90–95.

Treatment of Vertigo. (2005). American Family Physician, 15;71(6):1115-1122. Ventola, C. L. (2009). Off-Label Drug Information. US National Library of

Medicine National Institutes of Health, 34(8): 428–440.

Victor, A. (2007). Penggunaan Obat Off-label Pada Pasien Anak. Bul. Penel. Kesehatan, Vol. 35, No. 2, 2007:90 - 97.

Walton, S. M., Galanter, W. L., Rosencranz, H., Meltzer, D., Stafford, R. S., Tiryaki, F., & Sarne, D. (2011). A Trial of Inpatient Indication Based Prescribing During Computerized Order Entry with Medications Commonly Used Off-Label. US National Library of Medicine National Institutes of Health, 2(1): 94–103.

WHO. (2003). The diagnosis, treatment and prevention of typhoid fever. Communicable Disease Surveillance and Response Vaccines and Biologicals, 31-33.


(52)

37

WHO. (2011). Anatomical Therapeutical Chemical. Dipetik May 2015, dari http://www.who.int

WHO. (2011). Comprehensive Guidelines for Prevention and Control of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever. 121-123.

Wittich, C, M., Burkle, C, M., & William L. Lanier. (2012). Ten Common Questions (and Their Answers) About Off-label Drug Use. US National Library of Medicine National Institutes of Health, 87(10): 982–990.


(53)

(54)

35

Klasifikasi Obat Golongan Analgesik, antipiretik dan NSAIDs

Nama Obat On-label Dosis Off-label Dosis

Ketesse 6 0

Ondansetron 23 0

Paracetamol 45 0

Na diklofenak 1 0

Ketorolac 67 0

Remopain 6 0

Asam mefenamat 18 0

Alopurinol 2 0

Tramadol 8 0

Mefinal 2 0

Codikaf 2 0

Meloxicam 2 0

Fentanyl 5 0

Torasic 4 0

Tofedex 4 0

Biogesic 6 0

Sanmol 7 0

Primadol 2 0

Farmadol 3 0

Zaldiar 3 0

Asetosal 1 0


(55)

Klasifikasi Obat Golongan Antibiotik, antifungi dan antiviral

Nama Obat On-label Dosis Off-label Dosis

Cefadroxil 4 0

Ciprofloxacin 10 1

Levofloxacin 9 1

Ceftriaxone 89 0

Amoxicilin 2 0

Ceftazidime 9 0

Zistic 7 0

Cefotaxime 12 0

Ampicilin 1 1

Klorampenikol 1 0

Co amoxiclave 2 0

Doksisiklin 1 0

Pharodim 1 0

Meropenem 0 1

Metronidazol 12 2

Cefixime 10 0

Fluconazol 2 0

Thiamphenicol 1 0

Duviral 2 0

Cefrin 1 0

Clindamycin 0 4

Azitromicyn 2 0

Cravit 2 1

Acyclovir 1 0

Cefxon 1 0

Intrix 4 0

Broadced 1 0

Vancep 0 1

Gentamicin 1 0

Zoralin 1 0

Cefpirome 0 1

Avelox 0 1

Cefophar 1 1

Sharox 1 0

Clavamox 1 0

Cefspan 1 0

Terfacef 1 0

Kalfoxim 1 0

Cefizox 1 0


(56)

37

Klasifikasi Obat Golongan Sistem Pencernaan

Nama Obat On-label Dosis Off-label Dosis

Ranitidin 75 2

Scopamin 5 0

Pantozol 20 0

Pantoprazol 15 0

Tomit 14 0

Nexium 3 4

Mylanta 1 0

Omeprazol 4 0

Dulcolax 1 0

Inpepsa 0 8

Pranza 1 6

Lasix 3 0

Codipront 2 0

Imodium 3 0

Gastrul 2 0

Mucosta 0 1

Urdahex 2 0

Spasmomen 2 0

Amoxan 4 0

Prosogan 1 1

Fosmidex 1 1

Becantex 1 0


(57)

Klasifikasi Obat Golongan Sistem Saraf Pusat

Nama Obat On-label Dosis Off-label Dosis

Betahistin 8 2

Piracetam 2 0

Narfoz 11 0

Teofilin 2 0

Metoclopramide 2 0

Neurotam 3 0

Dipenhidramin 2 0

Symbicort 160 1 0

Valisanbe 2 1

Zypraz 1 0

Vomceran 17 0

Alprazolam 10 1

Domperidon 2 1

Vometa 1 0

Teosal 1 0

Provelyn 2 0

Esilgan 1 0

Donexan 1 0

Vomitrol 3 2

Cellcept 1 0

Prolepsi 1 0

Propofol 1 0

Sistenol 19 0

Depakote 1 0


(58)

39

Klasifikasi Obat Golongan Sistem Kardiovaskuler

Nama Obat On-label Dosis Off-label Dosis

Amlodipin 15 0

Furosemid 18 1

Metoprolol 1 0

Captopril 2 0

CPG 3 0

Candesartan 4 1

Valsartan 4 1

Simvastatin 1 0

Manitol 7 0

Phenitoin 6 0

Dicynone 0 1

Clobazam 1 0

Kutoin 3 0

Diovan 2 0

Clonidin 2 1

Viagra 0 1

Digoxin 1 0

Metildopa 1 0

Nifedipin 4 0

Kalnex 3 0

Adalat oral 1 0

Bisoprolol 4 0

Gemfibrozil 1 0

TOTAL 84 6

Klasifikasi Obat Golongan Vitamin

Nama Obat On-label Dosis Off-label Dosis

Anemolat 6 0

Vit B1 B6 dan B12 (Vitamin B kompleks, mecobalamin)

13 0

Sankorbin 1 0

Cernevit 12 0

Asam folat 3 0

Milmor 2 0

Maltofer 2 0

Neurodex 4 0


(59)

Klasifikasi Obat Golongan Sistem Endokrin

Nama Obat On-label Dosis Off-label Dosis

Metformin 8 0

Utrogestan 1 0

Novomix 2 0

Glimepirid 3 0

Trajenta 1 0

Novorapid 6 0

Apidra 3 0

Lantus 1 0

Gliquidon 1 0

Pionix 1 0

Syntocinon 1 0

TOTAL 28 0

Klasifikasi Obat Golongan Sistem Pernafasan

Nama Obat Tidak Off-label Dosis Off-label Dosis

Salbutamol 1 1

Intunal 2 0

Codein 8 1

Asecrin 1 0

Bestalin 1 0

Histapan 2 0

Cetirizine 3 0

Ambroxol 1 0

Aldisa 1 0

Nytex 3 0

TOTAL 23 2

Klasifikasi Obat Golongan Kortikosteroid

Nama Obat On-label Dosis Off-label Dosis

Prednisolon 1 0

Lameson 1 0

MP 8 0

Hexilon 4 1

Flutias 1 0

Methylp 1 0

Kalmethasone 2 0


(60)

i

Identifikasi Penggunaan Obat Off-Label Dosis Pada Pasien Dewasa Rawat Inap Di Rumah Sakit Pku Muhammadiyah Yogyakarta Periode Januari-Desember Tahun 2014 The Identification Of Off-Label Dose Drug Usage On Inpatient Adult Patients At Pku

Muhammadiyah Yogyakarta Hospital January-December 2014 Nadira Alvi Syahrina

Pharmacy Study Programme, Faculty of Medical and Health Sciences, Muhammadiyah University of Yogyakarta

nadiraalvis@gmail.com

ABSTRACT

Off-label drug emerges after doctors and other researches find other indications and doctors have prerogative right to prescribe the drugs for the new indications, Pharmacists are responsible to oversee prescriptions used by patients and make sure that all drugs including that the off-label drugs prescribed are safe, then handed correctly. Off-label dose drug is administered at a dose that not comply with the doses licensed on marketing authorization. The objective of the research was to find out the amount of off-label dose drugs used on inpatient adult patients at PKU Muhammadiyah Yogyakarta Hospital.

This research is an observational research using descriptive cross-sectional design. The research was conducted from August 2014 to May 2015 at PKU Muhammadiyah Yogyakarta Hospital. The data collecting of off-label drug prescription was conducted retrospectively. The method used in the sample collecting was systematic random sampling the data was collected from medical record in January-December 2014. The data was analyzed descriptively. The research was conducted from August 2014 to May 2015.

The total number of the sample that met the inclusion criteria was 356. The usage of drug at PKU Muhammadiyah Yogyakarta Hospital was 864 on-label dose drug (94.12%) and 54 was off-label dose drug (5.88%), the off-off-label dose use of the highest is digestive system (42.59%).


(61)

ii

Munculnya obat off-label terjadi setelah dokter dan peneliti lainnya menemukan indikasi lain dan dokter mempunyai kebebasan (prerogatif) untuk meresepkan obat untuk indikasi baru tersebut. Apoteker bertanggung jawab untuk mengawasi resep obat yang digunakan pasien dan memastikan bahwa semua obat-obatan, termasuk obat off-label yang diresepkan aman, kemudian diserahkan dengan tepat. Off-label dosis adalah obat yang diberikan dengan dosis yang tidak sesuai dengan dosis yang tercantum pada izin edar. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui banyaknya penggunaan obat secara off-label dosis pada pasien dewasa rawat inap di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

Penelitian ini merupakan penelitian observasional, dengan menggunakan desain cross-sectional deskriptif. Penelitian ini dilakukan selama bulan Agustus 2014 hingga Mei 2015 di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Pengumpulan data resep obat off-label dilakukan secara retrospektif. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah systematic random sampling pada data pemberian obat pada rekam medik periode Januari sampai Desember tahun 2014. Pengolahan data dilakukan secara analisis deskriptif.

Dari penelitian ini diperoleh total sampel yang memenuhi kriteria inklusi 356 pasien. Persentase penggunaan obat off-label dosis di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta sebesar 864 daftar obat on-label dosis (94,11%) serta 54 daftar obat off-label dosis (5,88%), dengan penggunaan off-label dosis tertinggi yaitu pada obat golongan sistem pencernaan (42,59%).


(62)

3 PENDAHULUAN

Obat off-label adalah obat yang diresepkan tetapi tidak sesuai dengan informasi resmi obat seperti indikasi obat yang tidak sesuai dengan yang dinyatakan oleh izin edar serta dosis, umur pasien dan rute pemberian yang tidak sesuai (Klein dan Tabarrok, 2004).

Sebuah studi di wilayah Paris, ditemukan bahwa dari 2.522 resep yang diberikan selama 1 hari untuk 989 pasien dengan usia 15 tahun, terdapat sebanyak 56% pasien anak-anak menerima setidaknya satu resep off-label. Beberapa obat yang diresepkan secara off-label antara lain, obat topikal sebanyak 78,6% dan obat dermatologis sebanyak 57,9% (Lenk dan Duttge, 2014).

Pada perkembangan pola terapi selanjutnya muncul obat-obat off-label baru yang mulai banyak diresepkan dokter, misalnya metformin dan pioglitazon untuk sindroma polisistik ovary (PCOS = Polycystic Ovary Syndrome), levamisol dan mebendazol untuk imunomodulator. Berdasarkan penelusuran pustaka baru ternyata banyak

obat off-label baru yang dilaporkan penelitiannya menggunakan uji klinik pada pasien. Sumber informasi dapat ditelusuri di beberapa sumber ilmiah seperti Hospital Pharmacy, NEJM atau lewat penelusuran Medline, Medscape.

Studi terbaru menemukan bahwa lebih dari 20% resep rawat inap yang dikeluarkan adalah untuk off-label indikasi dan mayoritas dari mereka menggunakannya tanpa Evidence Based Medicine yang cukup. Penggunaan resep obat off-label adalah legal dan telah ditemukan dalam kasus-kasus tertentu berbasis bukti, tetapi juga memiliki potensi sehingga menjadi terapi yang berbahaya dan tidak efisien. Sebuah studi mengatakan bahwa terdapat 73% penggunaan obat off-label tidak memiliki bukti yang cukup mengenai keamanan dan khasiat. Penggunaan obat off-label seharusnya dilakukan berdasarkan uji klinis terkontrol yang telah dilakukan dengan tujuan, metode dan ukuran sampel yang jelas (Khamar, 2007; S.M. Walton, 2011).

Apoteker bertanggung jawab untuk mengawasi pemasukan resep obat yang digunakan oleh pasien dan memastikan bahwa


(1)

DISKUSI

Informasi dosis merupakan hal penting

dalam pengobatan karena profil

farmakokinetik dan farmakodinamik setiap individu berbeda-beda. Obat yang diberikan dengan dosis berbeda dari yang tercantum pada izin edar disebut dengan off-label dosis.

Berdasarkan data-data di atas selanjutnya dilakukan identifikasi penggunaan obat off-label dosis. Persentase penggunaan obat off-label dosis di Rumah Sakit Muhammadiyah Yogyakarta dihitung dengan menggunakan Persamaan 3 dan terdapat pada Gambar 3.

Gambar 3. Persentase Penggunaan Off-label Dosis

59.26% 14.81%

11.11% 7.41% 3.70% 3.70%

0.00% 10.00% 20.00% 30.00% 40.00% 50.00% 60.00% 70.00%

Lainnya Sukralfat Pantoprazol Clindamycin Betahistin Ranitidin


(2)

Pada hasil perhitungan penggunaan obat off-label dosis, terdapat sebanyak 14,81% penggunaan sukralfat dari golongan sistem pencernaan sebagai off-label dosis yang tertinggi penggunaannya. Obat-obat lainnya yang ada pada Gambar 3 digolongkan berdasarkan klasifikasinya yaitu golongan sistem pencernaan (esomeprazol, fosfomisin dan rebamipid), sistem saraf pusat (alprazolam, domperidon dan diazepam), sistem kardiovaskuler (kandesartan, klonidin

dan furosemid), kortikosteroid

(metilprednisolon), sistem pernafasan (kodein fosfat dan salbutamol) serta antibiotik, antifungi dan antiviral (ampisilin, moksifloksasin, sefoperazon, dll).

Berikut penjelasan beberapa obat-obatan off-label dosis:

1. Sukralfat

Sukralfat mempunyai persentase tertinggi sebesar 14,81% dari keseluruhan daftar obat off-label dosis. Sukralfat termasuk golongan obat sistem pencernaan yang dapat digunakan untuk mengurangi nyeri pada lambung. Pada penelitian ini ditemukan

bahwa penggunaan sukralfat pada pasien dewasa dosisnya di bawah dosis dari yang tercantum di PIONAS. Dosis yang tercantum pada PIONAS untuk penggunaan tukak lambung dan duodenum serta gastritis kronis pada pasien dewasa 2 gram 2 kali sehari atau 1 gram 4 kali sehari, sedangkan dalam catatan pemberian obat pada rekam medik untuk pasien dewasa diberikan dosis 1 gram 3 kali sehari. Selain itu, tidak ditemukan indikasi penggunaan sukralfat 1 gram 3 kali sehari di Drug Information Handbook (Lacy, et al., 2008) dan tidak ditemukan bukti pada penelitian atau jurnal lainnya. Hasil tersebut dapat menunjukkan bahwa sukralfat yang digunakan merupakan off-label dosis yang belum disetujui secara klinik. Efek dari penggunaan underdose pada penggunaan suatu obat yaitu tidak dapat tercapainya efek terapi yang diharapkan, sedangkan efek samping yang terjadi pada penggunaan sukralfat adalah konstipasi (Abdullah, et al., 2015).


(3)

2. Pantoprazol

Pantoprazol mempunyai persentase sebesar 11,11% dari keseluruhan daftar obat off-label dosis. Obat ini mempunyai mekanisme kerja proton pump inhibitor (PPI) yang digunakan untuk tukak duodenum, tukak lambung dan refluks gastroesofagal. Dosis penggunaan obat ini untuk pasien dewasa yaitu 40 mg sehari pada pagi hari, sedangkan pada penelitian ini ditemukan pemberian pantoprazol dosisnya melebihi dosis yang telah ditetapkan yaitu 40 mg 2 kali perhari. Pada penelitian yang dilakukan oleh VHA Pharmacy Benefits Management Strategic Healthcare Group and the Medical Advisory Panel yang berjudul Criteria for Use of Intravenous Pantoprazole pada pasien dewasa ditemukan bahwa pantoprazol intravena telah digunakan secara off-label dengan dosis 80 mg i.v, diikuti oleh 8 mg/jam selama 72 jam untuk penggunaan

jangka pendek perdarahan

gastrointestinal, tetapi jika pasien

mengalami resiko tinggi perdarahan pada lambung akibat penggunaan off-label dosis tersebut, pantoprazol harus segera dihentikan dan terapi PPI oral dosis standar dapat dimulai setelah 72 jam dan pada pasien dewasa ditemukan juga bahwa pantoprazol dengan dosis 40 mg 2 kali perhari dapat digunakan untuk indikasi Hypersecretory disorders

(termasuk Zollinger-Ellison)

(Goodman, 2003). 3. Clindamycin

Clindamycin merupakan antibiotik yang digunakan untuk pengobatan infeksi stafilokokus pada sendi dan tulang, peritonitis, infeksi saluran kelamin dan pengobatan akne vulgaris disertai lesi inflamasi. Clindamycin mempunyai persentase sebesar 7,41% dari keseluruhan daftar obat off-label dosis. Pada penelitian ini ditemukan bahwa clindamycin diresepkan dengan dosis dibawah dari dosis yang telah ditetapkan. Pasien dewasa diresepkan 150-300 mg 3 kali sehari, sedangkan dosis yang tertera pada PIONAS yaitu


(4)

150-300 mg tiap 6 jam. Menurut Drug Information Handbook penggunaan clindamycin dengan dosis 150-450 mg tiap 6-8 jam termasuk dosis lazim yang biasa digunakan sebagai antibiotik oral. Clindamycin dapat digunakan secara off-label untuk pneumonia dengan dosis 600 mg i.v tiap 8 jam, profilaksis terhadap infeksi endokarditis dengan dosis oral 600 mg 1 jam sebelum prosedur tanpa tindak lanjut dosis yang dibutuhkan dan toksoplasmosis secara oral dan i.v dengan dosis 600 mg setiap 6 jam dengan pirimetamin dan asam folinic, tetapi belum ada bukti penggunaan dosis clindamycin 150-300 mg 3 kali sehari sebagai off-label dosis (Loughin dan Generali, 2006; Lacy, et al., 2008).

4. Ranitidin

Ranitidin merupakan antagonis reseptor H2 dan sebagian besar digunakan untuk penyakit ulkus peptik dan refluks gastro esophageal. Obat ini mempunyai persentase sebesar 3,70% dari keseluruhan daftar obat off-label dosis.

Pada penelitian ini ranitidin ditemukan dalam sediaan injeksi dengan dosis berlebih yaitu 150 mg 3 kali sehari untuk indikasi tukak lambung. Dosis seharusnya untuk indikasi tukak lambung yaitu 150 mg 2 kali sehari. Pada penelitian yang dilakukan oleh Tomassetti P., et al, 2005 ditemukan bahwa ranitidin dengan dosis 150 mg 3 kali sehari dapat digunakan untuk terapi sindrom Zollinger-Ellison. Pada kondisi ini menunjukkan bahwa ranitidin dengan dosis tersebut dapat digunakan untuk indikasi lain, hanya saja dosis tersebut tidak tercantum pada PIONAS dan Drug Information Handbook (Lacy, et al., 2008).

5. Betahistin

Betahistin atau betahistin dihidroklorida biasanya digunakan untuk keluhan vertigo. Obat ini mempunyai persentase sebesar 3,70% dari keseluruhan daftar obat off-label dosis. Dosis yang digunakan untuk pasien dewasa yaitu 16 mg setiap 3 kali sehari. Namun ditemukan dalam penelitian ini dosis


(5)

yang diberikan untuk pasien dewasa adalah underdose yaitu 16 mg 2 kali sehari. Dosis lazim betahistin yang tertera pada Drug Information Handbook adalah 8-16 mg tiap 3 kali sehari dan belum ada penelitian atau bukti klinis pada pemakaian betahistin dengan dosis 16 mg 2 kali sehari. Pada kondisi ini pada suatu penelitian, terdapat sebuah data yang menunjukan bahwa terapi betahistin menawarkan hasil yang sangat baik ketika diberikan pada dosis tinggi yaitu 24-48 mg per hari dan lebih efektif dalam pengendalian jangka panjang vertigo dengan durasi pengobatan setidaknya tiga bulan, tetapi tidak tercantum penggunaan betahistin dengan dosis 16 mg 2 kali sehari atau dengan kata lain dosis tersebut belum dibuktikan untuk penggunaan pada pengobatan vertigo (Gnerre, et al., 2015).

Obat-obat off-label sebagian tidak ditemukan jurnalnya, dikarenakan masih sedikit penelitian mengenai obat

off-label, terutama off-label dosis pada pasien dewasa. Selain itu, terdapat banyak penggunaan obat off-label dosis yang tidak terdaftar dalam PIONAS. Jika ditemukan obat-obatan yang tidak sesuai dengan indikasi, dosis atau cara pemberian bukan berarti obat-obatan tersebut tidak rasional, karena bisa jadi ada bukti-bukti klinis baru mengenai penggunaan obat tersebut yang belum disetujui oleh lembaga yang berwenang, seperti BPOM.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penggunaan obat off-label dosis pada pasien dewasa rawat inap di

Rumah Sakit PKU Muhammadiyah

Yogyakarta, maka dapat ditarik kesimpulan hasil penelitian berikut ini:

Persentase penggunaan obat off-label dosis di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta sebesar 864 daftar obat on-label dosis (94,11%) serta 54 daftar obat off-label dosis (5,88%), dengan penggunaan off-label dosis tertinggi yaitu pada obat golongan sistem pencernaan (42,59%).


(6)

DAFTAR PUSTAKA

1

Abdullah., Ramatillah D, L., Eff, R, A. (2015). Drug Related Problems that Occurred in Patient Sepsis Macrovascular Disease Complications General Hospital Treatment Room Central of the Army (Army Hospital) Gatot Subroto. Global Journal of Medical Research: B, Volume 15 Issue 3 Version 1.0.

2

Alikhania, A. S. (2012). An Unreported Clindamycin Adverse Reaction: Wrist Monoarthritis. US National Library of Medicine National Intitues of Health, 11(3): 959–962.

3

Anatomical Therapeutical Chemical. (2011). Dipetik May 24, 2015, dari World

Health Organization:

http://www.who.int/

4

Anonim. (2005). AHFS Drug Information. Dipetik May 27, 2015, dari Amrican Society of Health System Pharmacists Inc, USA.

5

Anonim. (2007). "Off-label" Drug Use. Dipetik May 23, 2015, dari http://www.CRBestBuyDrugs.org

6

Anonim. (2014). Profil RS PKU

Muhammadiyah Yogyakarta. Dipetik

May 31, 2015, dari

http://www.rspkujogja.com

7

Charles F. Lacy, L. L. (2008). Drug

Information Handbook: A

Comprehensive Resource for all

Clinicians and Healthcare

Professionals. America: Lexi-Comp.

8

Clinical Practice Guidelines Vertigo in Adults – 2nd Edition. (2014). Diambil kembali dari PHILIPPINE SOCIETY

OF OTOLARYNGOLOGY-HEAD

AND NECK SURGERY, INC.

9

Danes , I., Agusti, A., Vallano, A., Alerany, C., Martinez, J., Bosch, A. J., . . . Bonafont, X. (2014). Outcomes of off-label drug uses in hospitals: a multicentric prospective study. US National Library of Medicine National Institutes of Health, 70(11): 1385– 1393.

10

David C. Radley, MPH; Stan N. Finkelstein, MD; Randall S. Stafford, MD, PhD.

(2006).

Off-label Prescribing Among Office-Based Physicians. Archives of Internal Medicine.


Dokumen yang terkait

Studi Penggunaan Obat Pada Pasien Anak Rawat Inap Di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Kota Medan Periode Januari 2013 - Desember 2013

2 65 88

ANALISIS EFEKTIFITAS BIAYA DIABETES MELITUS TIPE II PADA PASIEN RAWAT INAP MENGGUNAKAN SULFONILUREA-BIGUANIDA DI RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA PERIODE JANUARI-DESEMBER 2012

0 2 19

IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS PADA PASIEN CONGESTIVE HEART FAILURE (CHF) DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA PERIODE JANUARI-JUNI 2015

1 13 96

IDENTIFIKASI PERESEPAN OBAT OFF-LABEL INDIKASI PADA PASIEN DEWASA RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA PERIODE JANUARI - DESEMBER 2014

27 140 70

GAMBARAN PENGGUNAAN OBAT PADA IBU HAMIL PASIEN RAWAT INAP RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA JANUARI–JUNI TAHUN 2009.

1 3 16

KAJIAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN DEMAM TYPHOID DEWASA DI INSTALASI RAWAT INAP Kajian Penggunaan antibiotik pada pasien Demam Typhoid dewasa di instalasi rawat inap Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta tahun 2010.

0 0 15

PENDAHULUAN Kajian Penggunaan antibiotik pada pasien Demam Typhoid dewasa di instalasi rawat inap Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta tahun 2010.

0 0 12

Evaluasi pemilihan dan penggunaan obat antidiabetes pada kasus diabetes mellitus instalansi rawat inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Januari-Desember 2005.

0 1 108

ANALISIS BIAYA TERAPI STROKE PADA PASIEN RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH BANTUL YOGYAKARTA

1 4 9

Studi Penggunaan Obat Pada Pasien Anak Rawat Inap Di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Kota Medan Periode Januari 2013 - Desember 2013

0 2 14