Tujuan Pembelajaran Kegiatan Belajar
8
ilmu ini bermula dari Mesir kuno. Herodotus menyatakan bahwa Sesostris 1400 SM., telah mempetak-petakkan tanah di Mesir menjadi kapling-
kapling untuk tujuan perpajakan. Dan kemudian ketika banjir sungai Nil menyapu tanda-tanda batas sebagian dari kapling-kapling tersebut, para
juru ukur ditugaskan untuk mengukur dan menata kembali tanda-tanda batasnya. Juru ukur kuno ini disebut perentang tali, karena mereka
melakukan pengukuran dengan tali yang diberi tanda pada setiap satuan jarak. Berawal dari Mesir kuno, maka Heron 120 tahun SM., seorang
pemikir Yunani kuno mengembangkan ilmu ukur Geometri yang selanjutnya diterapkan dalam Ilmu Ukur Tanah atau pengukuran terestris.
Perkembangan selanjutnya dari ilmu pengukuran ini adalah datang dari orang-orang Romawi. Kemampuan rekayasa orang-orang Romawi
ditunjukkan oleh pekerjaan-pekerjaan pengukuran lahan dan konstruksi, peralatan-peralatan yang lebih teliti dikembangkan dan digunakan antara
lain groma digunakan untuk membidik dan libella; suatu rangka berbentuk huruf A dengan sebuah bandul unting-unting yang digunakan untuk
menyipat datar serta chrobates sebuah batang lurus horizontal kira-kira sepanjang 8,75 m dengan kaki-kaki penyangga dan sebuah lekukan tepat
ditengah-tengah bagian atas berisi air yang berfungsi sebagai nivo. Selanjutnya sampai selama abad pertengahan, ilmu orang-orang Yunani
dan Romawi tersebut dipelajari dan dikembangkan oleh orang-orang Arab. Dalam abad 19 ilmu pengukuran lahan maju pesat, kebutuhan peta-peta
dan batas-batas teritorial menyebabkan Inggris dan Perancis serta kemudian negara-negara Eropa lainnya melaksanakan pengukuran
permukaan bumi yang lebih luas dan lebih teliti. Selama Perang dunia ke I dan II ilmu pengukuran serta peralatan dasarnya digunakan dan
dikembangkan secara maksimal untuk keperluan militer, sehingga dalam banyak hal terdapat perbaikan instrumen-instrumen dan metoda yang
dipakai dalam melaksanakan pengukuran dan pemetaan wilayah.