Keberadaan Desa atau Kelurahan Siaga Aktif

untuk menghidari kematian pada ibu. Keterjangkauan fasilitas kesehatan terhadap peristiwa kegawat daruratan ditunjukkan dalam beberapa penelitian sebagai berikut. Menurut penelitian Nicholl Jon, et al pada tahun 2007, peningkatan perjalanan jarak ke rumah sakit dapat dikaitkan dengan peningkatan risiko kematian. Berdasarkan hasil penelitian ditunjukkan bahwa setiap pertambahan kilometer jarak dapat meningkatkan 2 kematian pasien. Ini setara dengan peningkatan absolut 1 perkiraan kematian terkait dengan setiap kenaikan 10km. Peningkatan kematian pada pasien ini dapat dilihat pada pasien dengan masalah pernapasan, namun pada pasien dengan keluhan dada sakit tidak terjadi peningkatan yang berarti. Ini berarti bahwa peningkatan mortalitas untuk sejumlah kecil pasien dengan mengancam jiwa keadaan darurat, yang harus melakukan perjalanan jauh sebagai hasilnya.

2.2.5 Keberadaan Desa atau Kelurahan Siaga Aktif

Sejak tahun 2006, Departemen Kesehatan RI melakukan upaya terobosan berupa program Desa Siaga, dimana dengan program ini diharapkan adanya peningkatan derajat kesehatan penduduk Indonesia dan untuk akselerasi pencapaian MDGs mengenai penurunan angka kematian ibu AKI. Desa Siaga merupakan suatu kondisi masyarakat desa yang memiliki kesiapan sumber daya dan kemampuan serta kemauan untuk mencegah dan mengatasi masalah kesehatan, bencana dan kegawat daruratan kesehatan secara mandiri. Dalam pengembangannya, program Desa Siaga dilaksankan seara bertahap. Tahap pertama adalah pratama, kemudian dilanjutkan dengan tahap madya, tahap purnama, dan tahapterahir yaitu mandiri Kemenkes, 2014. Dalam pentahapan ini, terhadap delapan unsur yang harus dipenuhi, semakin tinggi pentahapan desa siaganya, semakin banyak pula unsur yang telah dipenuhi. Berikut ini delapan unsur dalam Desa atau Kelurahan Siaga Aktif : 1. Kepedulian Pemerintah Desa atau Kelurahan dan pemuka masyarakat terhadap Desa dan Kelurahan Siaga Aktif yang tercermin dari keberadaan dan keaktifan Forum Desa dan Kelurahan. 2. Keberadaan Kader Pemberdayaan Masyarakatkader teknis Desa dan Kelurahan Siaga Aktif. 3. Kemudahan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dasar yang buka atau memberikan pelayanan setiap hari . 4. Keberadaan UKBM yang dapat melaksanakan a survailans berbasis masyarakat, b penanggulangan bencana dan kedaruratan kesehatan, c penyehatan lingkungan. 5. Tercakupnya terakomodasikannya pendanaan untuk pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif dalam Anggaran Pembangunan Desa atau Kelurahan serta dari masyarakat dan dunia usaha 6. Peran serta aktif masyarakat dan organisasi kemasyarakatan dalam kegiatan kesehatan di Desa dan Kelurahan Siaga Aktif. 7. Peraturan di tingkat desa atau kelurahan yang melandasi dan mengatur tentang pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif. 8. Pembinaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat PHBS di Rumah Tangga di desa atau kelurahan. Dari hasil evaluasi Kementerian Kesehatan pada tahun 2009, didapatkan bahwa dari 75.410 desa dan kelurahan di seluruh wilayah Indonesia tercatat 42.295 56,1 desa dan kelurahan telah memulai upaya mewujudkan Desa Siaga dan Kelurahan Siaga. Depkes RI, 2012 Sistem Informasi Geografis Menurut Bappeda Provinsi NTB tahun 2012, SIG merupakan suatu komponen yang terdiri dari perangkat keras, perangkat lunak, sumberdaya manusia, dan data yang terintegrasi secara efektif untuk memasukkan, menyimpan, memperbaiki, memperbaharui, mengelola, memanipulasi, mengintegrasikan, menganalisis, dan menampilkan data dalam suatu informasi visual berbasis geografis. Secara umum fungsi-fungsi dasar SIG Aini Aisah, 2007, yaitu: 1. Akuisisi data dan proses awal meliputi: digitasi, editing, pembangunan topologi, konversi format data, pemberian atribut dll. 2. Pengelolaan database meliputi : pengarsipan data, permodelan bertingkat, pemodelan jaringan pencarian atribut dan lain-lain. 3. Pengukuran keruangan dan analisis meliputi : operasi pengukuran, analisis daerah penyanggga, overlay, dan lain-lain. 4. Penayangan grafis dan visualisasai meliputi : transformasi skala generalisasi, peta topografi, peta statistic, tampilan perspektif.

2.3.1 Tipe dan Struktur Data dalam SIG

Dokumen yang terkait

ANALISIS POTENSI KEKERINGAN GEOMORFOLOGI MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Analisis Potensi Kekeringan Geomorfologi Menggunakan Sistem Informasi Geografis Di Kabupaten Purworejo.

0 3 13

ANALISIS POTENSI KEKERINGAN GEOMORFOLOGI MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Analisis Potensi Kekeringan Geomorfologi Menggunakan Sistem Informasi Geografis Di Kabupaten Purworejo.

2 8 14

ANALISIS KONDISI RESAPAN AIR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Analisis Kondisi Resapan Air Dengan Menggunakan Sistem Informasi Geografis di Kabupaten Gunungkidul.

1 3 19

ANALISIS KONDISI RESAPAN AIR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Analisis Kondisi Resapan Air Dengan Menggunakan Sistem Informasi Geografis di Kabupaten Gunungkidul.

0 5 13

ANALISIS TINGKAT KERUSAKAN JALAN MENGGUNAKAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI KOTA SURAKARTA Analisis Tingkat Kerusakan Jalan Menggunakan Aplikasi Sistem Informasi Geografis Di Kota Surakarta Dan Sekitarnya.

0 4 12

ANALISIS TINGKAT KERUSAKAN JALAN MENGGUNAKAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI KOTA SURAKARTA Analisis Tingkat Kerusakan Jalan Menggunakan Aplikasi Sistem Informasi Geografis Di Kota Surakarta Dan Sekitarnya.

0 3 18

ANALISIS AGIHAN IKLIM KLASIFIKASI OLDEMAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI KABUPATEN Analisis Agihan iklim Klasifikasi Oldeman Menggunakan Sistem Informasi Geografis di Kabupaten Cilacap.

0 5 16

ANALISIS DAERAH RESAPAN AIR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Analisis Daerah Resapan Air dengan Menggunakan Sistem Informasi Geografis di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah.

1 3 14

ANALISIS DAERAH RESAPAN AIR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Analisis Daerah Resapan Air dengan Menggunakan Sistem Informasi Geografis di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah.

0 7 15

Perkembangan Pariwisata di buleleng Bali

0 0 13