Dearlina Sinaga .
Manajemen Pendidikan
138 WORK LOAD ANALYSIS OF TEACHER IN THE DEVELOPMENT OF
EDUCATION CASE STUDY IN STATE DISTRICT SMP PAMATANG SIDAMANIK SIMALUNGUN
by: Dearlina Sinaga FKIP Universitas HKBP Nomensen Medan
dr.dearlinagmail.com
ABSTRACT
This study tries to analyze comprehensively how the actual workload of teachers at least 24 twenty four hours of face to face and a maximum of 40 forty hours of
face-to-face made by the Government through policy workloads are at least 24 twenty four hours of face-to-face in a week , is a need for teachers to get
professional allowance educators as required by law - Act No. 20 of 2005. From the calculation and analysis of data to be obtained 1 Workload teachers established by
Act No. 14 of 2005 on teachers and Lecturers is a minimum of 24 hours of face to face and a maximum of 40 hours of face to face, not yet implemented in SMP
District of Pamatang Sidamanik 2 Not all teachers perform the core functions optimally. As planned learning, implementing the learning, assessing learning
outcomes of students, conduct guidance and training and carry out additional tasks. 3 In fulfillment of the workload of teachers, it is known that in general teachers
who have been teaching does not correspond to his academic background, where it is not in accordance with the mandate of Law No. 14 of 2005.
Key words: Method, Cooperative Learning, Jigsaw mode, Learning Outcomes
ANALISIS BEBAN KERJA GURU DALAM PEMBANGUNAN PENDIDIKAN STUDI KASUS DI SMP NEGERI KECAMATAN PAMATANG SIDAMANIK KABUPATEN
SIMALUNGUN
Abstrak Penelitian ini mencoba menganalisa secara komprenhensip bagaimana sesungguhnya beban kerja
guru minimal 24 dua puluh empat jam tatap muka dan maksimal 40 empat puluh jam tatap muka yang ditetapkan Pemerintah melalui kebijakan Beban kerja minimal 24 dua puluh empat jam tatap
muka dalam seminggu, adalah suatu kebutuhan guru untuk mendapatkan tunjangan profesional pendidik sebagaimana dipersyaratkan oleh Undang
– undang No 20 tahun 2005. Dari hasil perhitungan dan analisis data yang dilakukan diperoleh 1 Beban Kerja guru yang ditetapkan oleh Undang-undang
no 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen adalah minimal 24 jam tatap muka dan maksimal 40 jam tatap muka, belum terlaksana di SMP Negeri Kecamatan Pamatang Sidamanik 2 Tidak semua guru
melakukan tugas pokoknya tersebut secara maksimal. Seperti merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, melakukan penilaian hasil pembelajaran peserta didik, melakukan
bimbingan dan latihan dan melaksanakan tugas tambahan. 3 Dalam pemenuhan beban kerja guru, diketahui bahwa pada umumnya guru yang telah mengajar tidak sesuai dengan latar belakang
akademisnya, dimana hal ini tidak sesuai dengan amanat UU No 14 tahun 2005.
Kata kunci:
beban, kerja, guru.
A. Pendahuluan
Salah satu kebijakan pemerintah yang kini menjadi fenomena pen-
didikan tertuang pada pasal 35 ayat 1 Undang- undang no 20 tahun 2005
tentang Guru dan Dosen menyebutkan bahwa beban kerja guru sekurang-
kurangnya 24 dua puluh empat jam tatap muka dan sebanyak-banyaknya
adalah 40 empat puluh jam tatap muka dalam seminggu.
Beban kerja guru ini menjadi wacana bagi guru mengingat bahwa
guru saat ini baik yang sudah disertifikasi dan guru yang belum
disertifikasi sama-sama membutuhkan beban kerja sekurang-kurangnya 24
dua puluh empat jam tatap muka dalam seminggu. Bagi guru yang
UPI Kampus Tasikmalaya
139
Jurnal Saung Guru: Vol. VIII No.2 April 2016
belum disertifikasi
tampaknya merupakan
prasyarat agar
guru tersebut dapat di sertifikasi, sedangkan
bagi guru yang sudah disertifikasi beban kerja minimal 24 dua puluh
empat jam tatap muka dalam seminggu
dibutuhkan agar
guru mendapatkan haknya akan tunjangan
professional pendidik setara satu kali gaji pokok. Beban kerja minimal 24
dua puluh empat jam tatap muka dalam
seminggu adalah
suatu kebutuhan guru untuk mendapatkan
tunjangan profesional
pendidik sebagaimana
dipersyaratkan oleh
Undang – undang No 20 tahun 2005.
Untuk mendapatkan beban kerja minimal 24 dua puluh empat jam
tatap muka dalam seminggu bagi sebagian guru bukanlah perkara yang
mudah. Sebab untuk mendapatkan beban kerja tersebut sangat tergan-
tung kepada beberapa hal yaitu: 1 misalnya jumlah rombongan belajar
yang terdapat pada satu sekolah; 2 jumlah guru mata pelajaran yang sama
yang terdapat pada satu sekolah; 3 dan bobot alokasi waktu atau jam
pelajaran les yang tersedia untuk setiap mata pelajaran. Sebagai contoh
pada Sekolah Menengah Pertama SMP, dalam struktur kurikulum
KTSP Kuri Kulum Tingkat Satuan Pendidikan bobot alokasi waktu untuk
mata pelajaran Matematika adalah 4 jam les per minggu. Agar seorang
guru matematika mendapatkan beban kerja minimal 24 dua puluh empat
jam tatap muka dalam seminggu maka guru tersebut harus mengajar tatap
muka langsung sebanyak 6 enam rombongan belajar. Untuk guru mata
pelajaran lain yang memiliki bobot alokasi waktu hanya 2 dua jam
pelajaran dalam seminggu seperti PKn Pendidikan Kewarganegaraan, Olah
raga dan kesehatan, Seni Budaya, maka guru tersebut harus mengajar di
12 dua belas rombongan belajar atau kelas. Sesungguhnya dapat dibayang-
kan betapa beratnya beban kerja guru mengajar di 12 dua belas kelas.
Contohnya mengoreksi lembar soal peserta didik. Andai jumlah peserta
didik untuk setiap rombongan belajar adalah 32 tiga puluh dua orang maka
untuk mengoreksi ulangan harian peserta
didik maka
guru harus
menghadapi 384 tiga delapan puluh empat lembar jawaban peserta didik.
Misalnya mengoreksi setiap lembar jawaban membutuhkan waktu 3 tiga
menit maka dibutuhkan waktu 1152 menit atau sekitar 19 sembilan belas
jam.
Sekalipun ada ketimpangan dalam penerapan beban kerja guru seperti
diuraikan di atas namun dalam Peraturan
Pemerintah Republik
Indonesia No 74 tahun 2008 tentang guru pada pasal 65 ayat 2 menjelaskan
bahwa guru yang tidak dapat meme- nuhi kewajiban melaksanakan pem-
belajaran 24 dua puluh empat jam tatap muka dan tidak mendapat
pengecualian dari menteri, dihilangkan haknya untuk mendapat tunjangan
profesi. Hal ini menjadi fenomenal bagi guru dan perlu disikapi dengan
arif.
Pemerintah menyadari
bahwa sebenarnya sulit bagi sebagian guru
untuk mendapatkan beban kerja guru minimal 24 dua puluh empat jam
tatap muka per-minggu. Oleh karena itu pemerintah memberi alternatif
jalan keluar seperti mengeluarkan berbagai peraturan yaitu: 1 Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional RI No 36 tahun
2007 tentang
penyaluran Tunjangan Profesi Bagi Guru; 2
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 18 tahun
2007 tentang sertifikasi bagi guru dalam jabatan;3 Peraturan Menteri
pendidikan Nasional RI No 11 tahun 2008 tentang perubahan Peraturan
Menteri Pendidkan Nasional RI No 18 tahun 2007 tentang sertifikasi guru
dalam jabatan; 4 Peraturan Peme-
Dearlina Sinaga .
Manajemen Pendidikan
140
rintah RI No 74 tahun 2008 tentang guru; 5 Pedoman penghitungan beban
kerja guru yang dikeluarkan oleh Dirjen Peningkatan Mutu Pendidik dan
Tenaga kependidikan tahun 2008; 6 Peraturan Menteri pendidikan Nasional
Republik Indonesia Nomor 39 tahun 2009 Tentang Pemenuhan Beban Kerja
Guru Dan Pengawas Satuan Pendidik- an; 7 Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Republik Indonesia No 30 tahun 2011 Tentang Perubahan
Peraturan
Menteri Pendidikan
Nasional No 39 Tahun 2009. Sekalipun pemerintah telah menge-
luarkan berbagai peraturan untuk mengatasi permasalahan sehingga guru
dapat memperoleh
beban kerja
minimal 24 dua puluh empat jam tatap muka seminggu namun jalan
keluar yang
ditawarkan belum
memberikan penghargaan
kepada kedudukan
guru sebagai
tenaga profesionalis. UUGD No14 tahun
2005 pada pasal 2 menyebutkan bahwa guru mempunyai kedudukan
sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan
menengah dan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal
yang diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sebagai salah
satu contoh pengaturan pemenuhan beban kerja guru yang tertuang dalam
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 39 tahun 2009 pada pasal yang ke
5 ayat 1 huruf a menjelaskan bahwa guru dapat memenuhi beban mengajar
24 jam tatap muka dengan mengajar mata pelajaran yang paling sesuai
dengan rumpun mata pelajaran yang diampunya danatau mengajar mata
pelajaran lain yang tidak ada guru mata pelajarannya pada satuan
administrasi pangkal atau satuan pendidikan lain.
Dari pengaturan ini kita dapat mengetahui bahwa guru diijinkan
untuk mengajar mata pelajaran yang serumpun dengan mata pelajaran yang
diampunya baik di sekolah induknya dan di sekolah lain, dan juga dapat
mengajar mata pelajaran lain yang tidak sesuai dengan mata pelajaran
yang diampunya di sekolah induknya maupun di sekolah lain, atau pun
kedua-duanya yaitu mengajar mata pelajaran yang paling sesuai sesuai
dengan rumpun mata pelajaran yang diampunya dan juga mata pelajaran
yang sama sekali tidak sesuai dengan mata pelajaran yang diampunya. Jadi
dalam pengaturan ini telah ada tiga kelompok
mata pelajaran
yang mungkin diajarkan oleh seorang guru
dalam rangka
memenuhi beban
mengajar 24 jam tatap muka yaitu: 1 mata pelajaran yang diampunya; 2
mata pelajaran yang paling sesuai dengan rumpun mata pelajaran yang
diampunya dan; 3 mata pelajaran lain yaitu yang bukan mata pelajaran
yang diampunya dan bukan pula rumpun mata pelajaran yang paling
sesuai dengan mata pelajaran yang diampunya.
Mendalami kasus di atas dapat kita petik suatu pengertian bahwa yang
mendorong guru tersebut mau untuk mengajar mata pelajaran lain adalah
diperolehnya Tunjangan Profesional Pendidik.
Keputusannya untuk
menerima pembagian tugas mengajar mata pelajaran lain tidak didasari oleh
rasa tanggung jawab moral sebagai seorang guru profesional .
Bila kondisi seperti ini berlang- sung maka sebenarnya yang terjadi
adalah sebuah penistaan terhadap berbagai tujuan dirumuskannya UU
No 14 tahun 2005, seperti :1 meningkatkan mutu pembelajaran;2
meningkatkan
mutu pendidikan
nasional; 3 meningkatkan pelayanan pendidikan yang bermutu. Ketika
guru mengajarkan materi pelajaran yang bukan mata pelajaran yang
diampunya maka proses pembelajaran
UPI Kampus Tasikmalaya
141
Jurnal Saung Guru: Vol. VIII No.2 April 2016
yang berlangsung mungkin menjadi buruk, sebab guru tersebut tidak lagi
fokus pada materi pelajaran yang menjadi bidangnya.
Fenomena di SMP Negeri Keca- matan Pamatang Sidamanik Kabupaten
Simalungun seperti seorang guru mengajarkan banyak mata pelajaran
adalah suatu pengangkangan terhadap prinsip-prinsip profesionalitas .Prinsip-
prinsip profesionalitas yang telah dikangkangi
tersebut sebagaimana
menurut UU No 14 tahun 2005 BAB III pada pasal 7 dinyatakan bahwa
pfofesi guru harus: a memiliki kualifikasi
akademik dan
latar belakang pendidikan sesuai dengan
bidang tugas dan; b memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai
bidang tugas.
Beban kerja guru minimal 24 dua puluh empat jam tatap muka yang
dipenuhkan dengan cara mengajar pada satuan pendidikan lain Permen-
diknas RI No 39 tahun 2009 pasal 5 ayat 1a, juga merupakan hal yang
fenomenal
dalam pembangunan
pendidikan kita saat ini. Pasal ini mengijinkan guru mengajar pada
satuan pendidikan formal yang bukan satuan administrasi pangkalnya, baik
sekolah swasta maupun sekolah negeri. Jadi guru dapat mengajar di dua
sekolah atau lebih dengan ketentuan guru tersebut harus melaksanakan
tugas mengajar di satuan pendidikan administrasi pangkalnya paling sedikit
6 enam jam tatap muka. Mengikuti petunjuk ini pun sebenarnya banyak
persoalan. Sebab sekolah negeri dan swasta ditempat lain pun kekurangan
jam mengajar.
Ketika guru harus mengajar pada dua sekolah atau lebih maka ia harus
tunduk pada
aturan-aturan yang
berlaku pada sejumlah sekolah sebagai tempatnya mengajar. Guru dalam
menjalankan tugasnya di beberapa sekolah sekaligus sering kali harus
berhadapan dengan tarik menarik kepentingan antara sekolah yang satu
dengan sekolah lainnya. Tak ada satu sekolahpun yang mau di nomor
duakan. Membagi waktu dan perhatian yang seadil adilnya selalu menjadi hal
yang berat dan akhirnya menjadi beban mental bagi guru.
Dalam membangun pendidikan
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen secara
tegas menyatakan bahwa kedudukan guru
sebagai tenaga
profesional berfungsi meningkatkan martabat dan
peran guru sebagai agen pembelajaran untuk meningkatkan mutu pendidikan
nasional. Apakah dengan cara memberi beban kerja guru minimal 24
dua puluh empat jam tatap muka dapat meningkatkan mutu pendidikan
nasional kita?
Kebijakan pendidikan yang mene- rapkan beban kerja minimal 24 jam
tatap muka, tampaknya ada pemikiran ke arah politik anggaran pendidikan,
dan bukan mutu pen-didikan.
Dalam kenyataanya ada dua SMP Negeri
di kecamatan
Pamatang Sidamanik. Pada kedua SMP Negeri
tersebut penulis ingin meneliti dan menganalisa secara komprenhensip
bagaimana sesungguhnya beban kerja guru minimal 24 dua puluh empat
jam tatap muka dan maksimal 40 empat puluh jam tatap muka dapat
berkontribusi positip dalam pem- bangunan pendidikan .
Kebijakan Beban Kerja Guru Dasar
hukum yang
mengatur beban kerja guru terdapat dalam
Undang-undang no. 20 tahun 2005 tentang guru dan dosen, pasal 35 ayat 2
yang menghendaki guru mengajar sekurang-kurangnya 24 jam tatap
muka dan sebanyak-banyaknya 40 jam tatap muka dalam seminggu. Pada
pasal 35 ayat 1 UU No. 20 tahun 2005 juga disebutkan bahwa beban kerja
guru mencakup kegiatan pokok yaitu merencanakan pembelajaran, melak-
sanakan pembelajaran, menilai hasil
Dearlina Sinaga .
Manajemen Pendidikan
142
pembelajaran, membimbing dan mela- tih peserta didik, serta melak-sanakan
tugas tambahan. Hal ini kemudian sangat fenomenal karena tidak semua
guru berada pada kondisi yang ideal, yang dengan mudah mendapatkan
beban kerja 24 dua puluh empat jam tatap muka dalam seminggu. Karena
itu pemerintah memberi solusi dengan mengeluarkan peraturan yang memberi
jalan keluar agar guru mendapat beban kerja yang dimaksud.
Untuk memperoleh
pengertian tentang beban kerja guru sekurang-
kurangnya 24 dua puluh empat jam tatap muka dan sebanyak-banyaknya
40 empat puluh jam tatap muka dalam seminggu, ada baiknya penulis
membuat contoh penjelasan.
Contoh 1. Andai misalnya seorang guru Matematika yang telah diserti-
fikasi mengajar di sekolah A dengan jumlah rombongan belajarnya masing-
masing kelas 1, 2 dan 3 adalah 3 kelas sehingga semuanya berjumlah 9 kelas
maka guru matematika itu wajib membawa pelajaran matematika di
semua kelas. Sebab Jumlah jam mengajar guru tersebut hanya 9 kelas
kali 4 jam = 36 jam tatap muka. Dalam keadaan
seperti ini
maka guru
matematika tersebut
berhak atas
tunjangan profesi pendidik setara satu kali gaji pokok guru tersebut.
Contoh 2. misalnya seorang guru Pendidikan Kewarganegaraan yang
telah disertifikasi mengajar di sekolah B
dengan rombongan
belajarnya masing masing kelas 1, 2, 3 adalah 1
kelas sehingga semuanya berjumlah 3 kelas maka guru pendidikan kewarga-
negaraan itu wajib mengajar disemua kelas. Sebab jumlah jam mengajar
guru tersebut hanya 3 kelas kali 2 jam = 6 jam. Dalam keadaan seperti ini
maka
guru Pendidkan
kewarga- negaraan
tersebut tidak
berhak mendapatkan
tunjangan profesi
pendidik. Agar
guru Pendidikan
Kewarganegaraan tersebut memper- oleh haknya akan tunjangan profe-
sional pendidik maka guru tersebut dapat mengajar mata pelajaran lain di
sekolah tersebut, atau di sekolah lain sehingga beban mengajar minimal 24
jam tatap muka dapat dipenuhi. Cara lain adalah, guru pendidikan Kewarga-
negaraan tersebut dapat diberi tugas tambahan seperti wakil kepala sekolah
yang bobotnya ekwivalen 12 dua belas
jam tatap
muka. Tetapi
seandainya guru tersebut tidak dapat mencapai beban kerjanya minimal 24
dua puluh empat jam tatap muka maka tidak ada sanksi kepada guru
tersebut.
Contoh3. Andai seorang guru berlatar
belakang akademis
guru Bimbingan dan konseling dan sudah
disertifikasi , maka beban kerja guru tersebut adalah membimbing peserta
didik sebanyak 150 seratus lima puluh orang. Jumlah ini disetarakan
dengan beban mengajar guru 24 dua puluh empat jam tatap muka. Jika
kurang dari 150 peserta didik maka guru tersebut dapat melaksanakan
tugas bimbingan dan konseling di sekolah lain, atau mengajar mata
pelajaran lain di sekolah induknya ataupun di sekolah lain atau diberi
tugas tambahan sebagaai wakil kepala sekolah atau kepala perpustakaan.
Dalam buku pedoman penghi- tungan
beban kerja
guru yang
dikeluarkan pada tahun 2008 oleh dirjen peningkatan mutu pendidikan
dan tenga kependidikan diketahui bahwa
guru yang
diberi tugas
tambahan sebagai kepala sekolah wajib mengajar tatap muka 6 enam jam
pelajaran, dan guru yang diberi tugas tambahan sebagai wakil kepala sekolah
atau
kepala perpustakaan,
wajib mengajar sebanyak 12 dua belas jam
pelajaran. Menanggapi beban kerja guru
minimal 24 dua puluh empat jam
UPI Kampus Tasikmalaya
143
Jurnal Saung Guru: Vol. VIII No.2 April 2016
tatap muka, Ketua Umum Pengurus
Besar PB Persatuan Guru Republik Indonesia PGRI
Pusat, Sulistiyo menyayangkan
hanya mengajar
minimal 24 dua puluh empat jam dan maksimal 40 empat puluh jam tatap
muka dalam seminggu yang dihargai dalam
angka kredit
maupun kepentingan kepegawaian. Akibatnya
tugas lain yang diemban oleh guru kurang mendapat perhatian , bahkan
terkadang tidak terlaksana secara optimal. Ia juga berpendapat bahwa
mutu pendidikan yang dianggap belum baik adalah akibat dari sitim dan
kebijakan yang tidak tepat. Media Sekolah, 1-15 Desember 2012,p.5.
Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia no 74 tentang guru pada
pasal 17 menyebutkan, agar guru mendapatkan tunjangan profesi maka
guru
harus mengajar
di satuan
pendidikan dimana ratio peserta didik dan guru minimal 1:20.
Selanjutnya Peraturan bersama menteri pendidikan nasional, menteri
negara pendayagunaan
aparatur negara dan reformasi birokrasi,
menteri dalam negeri, menteri keuangan, dan menteri agama
Nomor: 05xpb2011, spb03m.pan- rb102011,48
tahun 2011,158
pmk.012011,11 tahun 2011 tentang penataan dan pemerataan guru
Pegawai Negeri Sipil menyebutkan bahwa jumlah peserta didik minimal
untuk satuan pendidikan Sekolah Menengah Pertama SMP minimal 20
peserta didik dan maksimal 32 peserta didik.
Sudarwan Danim 2011: 114 mengatakan; Profesi guru dilaksanakan
selama jam kerja dan diluar jam kerja, karena
guru harus
menyusun perncanaan mengajar , melaksanakan
proses belajar
mengajar, menilai
pekerjaan rumah dan hasil evaluasi belajar , membimbing siswa, melayani
orang tuawali siswa di jam sekolah dan rumah, berkunjung pada orang tua
siswa, untuk melaksanakan kerja sama dalam
membantu siswa
yang
bermasalah.
Menurut sebuah
survey yang
dilakukan kepada guru guru SD, SMP, dan SMA di Jepang, dari 8.544 guru
telah mengambil cuti sakit. 62 diantaranya atau 5.274 guru, men-
derita penyakit mental. Menyikapi hasil survey tersebut maka pemerintah
Jepang
merencanakan beberapa
langkah seperti meninjau beban kerja guru, memperbaiki sistem konsultasi,
dan menciptakan program rehabilitasi bagi para guru yang mengambil cuti.
Kementerian mengatakan guru yang berusia lebih dari 40 empat puluh
tahun cenderung lebih tertekan karena beban kerjanya berat.
Suara merdeka. com
diakses tanggal 28 Februari2013. www.suaramerdekacomv1index.php
readnews201212251392005.000- Guru-di-Jepang-Derita-Penyakit-
Mental
Dalam sebuah acara tertanggal 4 oktober 2011 menyambut hari guru
Internasional yang jatuh pada tanggal 5 Oktober, Fakhrul Alam, Tim Kajian
Kebijakan Federasi Serikat Guru Indonesia FGSI, mengatakan bahwa
jam tatap muka ideal untuk guru adalah 18-20 jam pelajaran. Dalam
menanggapi usul Kementerian Pen- dayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi yang menetapkan jam mengajar guru menjadi 27,5 jam,
ia mengatakan kebijakan ini sangat aneh dan kebijakan ini hanya mengejar
kuantitas jam mengajar guru dan bukan kwalitas pembelajaran yang
dilakukan
guru. Ester
Lince Napitupulu,
KOMPAS.com,
Beban Jam
Mengajar Jangan
Abaikan Kualitas. Diakses tanggal 28 Februari
2013. http:edukasi.kompas.com
read2011100422032583Beban.Jam. Mengajar.Jangan.Abaikan.Kualitas.
Selain mendapat
beban kerja
minimal 24 dua puluh empat jam tatap muka guru juga memikul
Dearlina Sinaga .
Manajemen Pendidikan
144
tanggung jawab sosial. Berarti guru juga harus terlibat dalam berbagai
kegiatan sosial di masyarakat. Oleh karena itu memang alangkah
naif
nya bila perhitungan beban kerja guru
hanya pada tataran tatap muka di kelas. Penghitungan beban kerja guru dalam
konteks hanya mengajar dikelas adalah bentuk pengerdilan peran guru
diluar sekolah.
Mulyasa 2008: 184 “mengatakan
Peran guru disekolah tidak lagi terbatas untuk memberikan pelajaran, tetapi
harus memikul tanggungjawab yang lebih banyak yaitu bekerja sama
dengan pengelola pendidikan lainnya di lingkungan masyarakat. Untuk itu
guru harus mempunyai kesempatan lebih banyak melibatkan diri dalam
kegiatan di luar sekolah”. Jadi dengan mengetahui bahwa
guru mengusung tangung jawab besar dalam berbagai ranah, maka tidaklah
tepat bila beban kerja guru minimal 24 dua puluh empat jam tatap muka
hanya berorientasi pada skop yang sempit yaitu di sekolah. Peran dan
tanggung jawab guru dalam ling- kungan masyarakat adalah bagian dari
kompetensi sosial seorang guru. Oleh karena itu amatlah layak menghitung
kredit point guru yang menerjunkan dirinya di kehidupan sosial di masya-
rakat sebagai bagian dari beban kerja guru minimal 24 dua puluh empat
jam tatap muka.
Pembangunan Pendidikan Dalam perspektif Sertifikasi Guru
Pembangunan pendidikan merupa- kan salah satu fokus perhatian dalam
penyelenggaraan pelayanan publik. Pembangunan pendidikan di Indonesia
diarahkan pada perluasan memperoleh kesempatan pendidikan pada seluruh
lapisan masyarakat di berbagai jenjang pendidikan,
meningkatkan mutu
pendidikan dan relevansi pendidikan dengan perkembangan dunia usaha.
Pembangunan pendidikan baik fisik dan
non fisik
bermuara pada
terciptanya sumberdaya manusia yang berkwalitas.
Iskandar Agung 2012: 2 menga- takan; istilah pembangunan itu sendiri
dapat dipahami sebagai suatu proses perubahan
yang terencana
atau disengaja di mana idegagasan, metode
dan teknik baru di introduksi dan dikomunikasikan ke dalam suatu
masyarakat
agar berbagai
segi kehidupan
dapat meningkat
atau menjadi lebih baik. Melalui pemba-
ngunan berlangsung upaya untuk mengubah kesatuan hidup sosial yang
terkenanya dari kondisi tertentu ke kondisi lain yang dinilai lebih baik.
Pembangunan pendidikan diguna- kan sebagai wahana proses transisi
yang disengaja atau terencana agar berbagai segi kehidupan sistem sosial
yang terkenanya dapat meningkat atau menjadi lebih baik.
Dalam meningkatkan mutu pen- didikan peran strategis guru menjadi
hal penting untuk dikembangkan. Miguel Fernandez Perez dan S.
Gopinatan 2003: 15 mengatakan
bahwa “dimana-mana didunia guru merupakan kelompok sosial dan
profesi yang penting”.
Dalam Pembangunan pendidikan di Indonesia pemerintah mengembangkan
gagasan bahwa guru wajib memiliki kwalifikasi
akademik, kompetensi,
sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan
untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kompetensi guru sebagai-
mana dimaksud meliputu kompetensi paedagogik, kompetensi kepribadian,
kompetensi sosial dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui
pendidikan profesi.
Gagasan serifikasi guru
yang menyerukan peningkatan profesio-
nalis-me guru
serta pemberian
tunjangan profesi pendidik bagi yang
UPI Kampus Tasikmalaya
145
Jurnal Saung Guru: Vol. VIII No.2 April 2016
memenuhi persyaratan sebagai hak guru yang merupakan imbalan bagi
guru dalam
menjalankan tugas
keprofesionalannya. Tunjangan profesi ini
diharapkan sebagai
pemantik motivasi guru dalam membangun
kinerjanya agar lebih baik. Pemerintah membuat
persyaratan agar
guru profesional mengemban beban kerja
minimal 24 dua puluh empat jam tatap
muka agar
mendapatkan tunjangan
profesi, sebagai
mana terdapat dalam Undang-undang no 14
tahun 2005 pada pasal 35 ayat 2. Perencanaan pembangunan pendi-
dikan melalui sertifikasi guru memang terkandung semangat yang pantas di
apresiasi, sebab melalui sertifikasi guru terdapat
harapan pengembangan
profesionalime guru dan meningkatnya kesejahteraan guru yang berkontri-
busi pada mutu pendidikan.
Pemahaman yang tepat tentang pengertian beban kerja guru sebagai-
mana terdapat dalam UU No 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen adalah
adanya rasio antara tugas pokok guru dan waktu yang digunakan. Pasal 35
ayat 1 menyebutkan bahwa beban kerja guru mencakup kegiatan pokok yaitu
merencanakan pembelajaran, melak- sanakan pembelajaran, menilai hasil
pembelajaran,
membimbing dan
melatih peserta didik, serta melak- sanakan tugas tambahan, sedangkan
ayat 2 lebih memfokuskan pada rasio waktu, yakni sekurang-kurangnya 24
dua puluh empat jam tatap muka dan sebanyak-banyaknya 40 empat puluh
jam tatap muka dalam 1 satu minggu.
Tugas pokok guru menurut pasal 35 ayat 1 UU no 14 tahun 2005 terdiri
dari 6 enam kegiatan yaitu: meren- canakan pembelajaran, melak-sanakan
pembelajaran,menilai hasil pembelajar- an, membimbing dan melatih peserta
didik
serta melaksana-kan
tugas tambahan. Terkait tugas tambahan
adalah guru yang mendapat tugas sebagi kepala sekolah, atau menjadi
wakil kepala sekolah. Diantara 6 kegiatan yang menjadi tugas pokok
guru hanya
satu bagian
proses pembelajaran yang dihitung dalam
beban kerja guru minimal 24 jam tatap muka, yaitu melaksanakan pembel-
ajaran. Sedangkan sisanya seperti merencanakan pembelajaran, menilai
hasil pembelajran, membimbing dan melatih peserta didik tidak diperhi-
tungkan dalam beban kerja guru.
Dalam pemahaman
sederhana, pekerjaan atau profesi sebagai guru
hanya tampak pada kegiatan guru mengajar bertatap muka dengan siswa
di dalam kelas. Pekerjaan guru yang tidak kelihatan oleh awam misalnya
adalah merencakan pembelajaran, dan menilai hasil pembelajaran mungkin
saja memerlukan waktu yang lebih banyak
dari pada
melaksanakan kegiatan tatap muka di kelas.
Dalam Permendiknas RI No 41 tahun 2007 Tentang Standar Proses
Untuk Satuan Pendidkan Dasar dan Menengah disebutkan bahwa perenca-
naan proses pembelajaran meliputi Silabus dan RPP Rencana Pelaksa-
naan Pembelajaran yang memuat identitas
mata pelajaran,
standar kompetensi SK, kompetensi dasar
KD, indikator pencapaian kompe- tensi, tujuan pembelajaran, materi
ajar, alokasi waktu, methode pembel- ajaran, kegiatan pembelajaran, penilai-
an hasil belajar dan sumber belajar.
Merujuk pada Permendiknas ini dapatlah dimengerti bahwa membuat
perencanaan pembelajaran sangatlah penting dalam upaya menata dan
mengelola kegitan guru bertatap muka dikelas
agar dapat
menghasilkan sumberdaya manusia yang berkwalitas.
Sebagaimana pendapat
Oemar Hamalik 2001: 13
5 bahwa” guru yang baik akan selalu berusaha sedapat
mungkin agar pengajarannya berhasil dan karenanya ia selalu membuat
perencanaan mengajar sebelumnya”.
Dearlina Sinaga .
Manajemen Pendidikan
146
Meskipun didalam Pemendiknas RI No 20 tahun 2007 tentang standar
penilaian pendidikan
disebutkan perancangan strategi penilaian oleh
pendidik dilakukan saat perumusan silabus
yang pengembangannya
merupakan bagian dari rencana pelaksanaan pembelajaran, namun
masih dibutuhkan waktu untuk mengoreksi berbagai hasil tes atau
hasil ulangan yang dilakukan kepada siswa, seperti mengoreksi ulangan
harian, ulangan semester, ulangan kenaikan kelas. Dengan demikian
guru dapat mengetahui sejauhmana keberhasilan
program yang
telah dilaksanakannya.
Bagan 2.1. Kerangka pemikiran
`
B. Hasil dan Pembahasan