35 4. Untuk setiap data dilakukan perhitungan terhadap bobot menggunakan rumus
Euclidean Distance . Kemudian dipilih nilai terkecil.
5. Data yang memiliki nilai terkecil dari langkah 4 digunakan untuk proses update bobot. Dalam menentukan bobot terbaru pada waktu t, maka
diasumsikan obyek saat ini xi dan centroid yang terbentuk . Kemudian
untuk menentukan centroid yang baru untuk waktu berikutnya t+1
α adalah learning rate. Pada langkah selanjutnya nilai learning rate yang digunakan adalah learning_rate_new=
dimana nilai b berada di antara 0 dengan 1. Pada akhir iterasi, nilai
α akan menuju nilai learning rate minimum. 6. Melakukan pengecekan syarat berhenti, Iterasi akan berhenti apabila threshold
terpenuhi, untuk mencapai nilai threshold terpenuhi. Adapun nilai treshold dikatakan terpenuhi apabila nilai parameter telah terpenuhi.
7. Selanjutnya dilakukan proses pengelompokkan atau clusterisasi, disini menggunakan rumus Euclidean.
8. Hasil akhir dari proses ini yaitu data ter-cluster
1. Membangun jaringan pada algoritma Self Organizing Map
Dalam proses membangun suatu jaringan, hal pertama yang harus dilakukan adalah dengan menentukan input jaringan. Pada software Matlab, untuk
membangun jaringan pada algoritma Self Organizing Map digunakan intruksi sebagai berikut :
Net =selforgmap[a b] Net=configurenet,NameofData
3.1
36 dengan
[a b] : ukuran matriks neuron yang akan dihasilkan pada output.
Matriks ini
nantinya akan
digunakan untuk
menklasifikasikan vektor input. NameofData : nama data yang digunakan ketika input
Penentuan nilai a dan b akan mempengaruhi hasil output. Hal ini disebabkan karena jumlah cluster pada akhir proses pembelajaran algoritma self organizing
map akan sama banyak dengan hasil perkalian a dan b. Sebagai contoh jika
ditentukan nilai a adalah 2 dan nilai b adalah 3 maka jaringan akan menghasilkan output neuron sebanyak 6 neuron. Penentuan nilai a dan b juga akan
mempengaruhi topologi neuron output. Sebagai contoh, pada model dengan hasil 6 neuron, maka terdapat 2 kemungkinan bentuk jaringan yang dapat dibangun,
yaitu jaringan dengan nilai a adalah 1 dan b adalah 6, dan jaringan dengan nilai a adalah 2 dan b adalah 3. Kedua jaringan ini pada hasil output akan
mengelompokkan objek ke dalam 6 neuron, meskipun demikian topologi yang dihasilkan oleh kedua model jaringan ini berbeda. karena topologi yang dihasilkan
oleh kedua model jaringan ini berbeda maka hasil yang diperoleh dapat berbeda, meskipun tidak ada jaminan bahwa jaringan dengan penghubung tunggal antar
neuron lebih baik atau lebih buruk bila dibandingkan dengan jaringan dengan penghubung jamak antar neuron.
37
2. Prosedur Pembentukan Cluster dengan Algoritma Self Organizing Map
a. Deskripsi data Berdasarkan penelitan yang dilakukan oleh Naryanto 2011, Dinata 2013
dan Insani 2016, penanggulangan bencana yang mencakup tiga tahap, yaitu pra bencana, saat bencana, dan pasca bencana akan berjalan secara efisien jika
diketahui informasi terkait tentang faktor terjadinya bencana tanah longsor dan dampak dari peristiwa bencana tanah longsor di Indonesia. Informasi terkait denga
faktor terjadinya bencana tanah longsor dan dampak dari peristiwa bencana tanah longsor dapat dijadikan pertimbangan untuk menentukan jenis penanggulangan
pra bencana dan pasca bencana. Oleh karena itu, pada penelitian ini faktor terjadinya bencana tanah longsor dan dampak dari peristiwa bencana tanah
longsor akan digunakan sebagai variabel dengan 33 provinsi di Indonesia yang digunakan sebagai sampel. Hal ini disebabkan karena pengambilan data pada
provinsi di Indonesia yang hanya mengambil pada tahun-tahun tertentu dengan yang didasarkan pada kelengkapan data dari sumber data. Variabel ditentukan dari
hasil penelitian terdahulu terkait bencana tanah longsor dan berita acara yang
dirilis oleh BNPB. Adapun variabel yang digunakan adalah :
Tabel 3.1 Variabel Input dan Satuan yang Digunakan
Kode Variabel
Satuan Keterangan
Persentase keluarga yang tidak memiliki kendaraan bermotor
Persen Kendaraan bermotor yang dihitung mencakup
mobil dan motor. Data diambil pada tahun 2014 Persentase
keluarga yang
memiliki kendaraan bermotor Persen
Kendaraan bermotor yang dihitung mencakup mobil dan motor. Data diambil pada tahun 2014
38
Kode Variabel
Satuan Keterangan
Lokasi kemiringan
lahan curam
Unit Lahan curam adalah lahan dengan kemiringan
lebih dari 25 derajat yang diambil pada tahun 2011.
Lokasi kemiringan
lahan landai
Unit Lokasi yang masuk dalam kategori ini memiliki
kemiringan kurang dari 15 derajat. Data diambil pada tahun 2011.
Lokasi kemiringan
lahan sedang
Unit Lokasi yang masuk dalam kategori ini memiliki
kemiringan antara 15 sampai 25 derajat. Data diambil pada tahun 2011.
Persentase keluarga
yang memilah sampah dan sebagian
dimanfaatkan Persen
Jenis sampah yang dihitung adalah sampah organic maupun non organik. Keluarga yang
masuk dalam kategori ini adalah keluarga yang secara rutin memilah dan memanfaatkan
sampah. Data diambil pada tahun 2014 Persentase
keluarga yang
memilah sampah kemudian dibuang
Persen Jenis sampah yang dihitung adalah sampah
organic maupun non organik. Keluarga yang masuk dalam kategori ini adalah keluarga yang
secara rutin memilah sampah. Data diambil pada tahun 2014.
Persentase keluarga yang tidak memilah sampah
Persen Jenis sampah yang dihitung adalah sampah
organik maupun non organik. Data diambil pada tahun 2014
39
Kode Variabel
Satuan Keterangan
Frekuensi terjadinya gempa bumi
Jumlah Kejadian
Kejadian gempa bumi dihitung seluruhnya, baik tektonik maupun vulkanik.
Frekuensi jumlah hujan mm
Frekuensi yang dihitung adalah kerapatan curah hujan yang dihiung dengan satuan mm
Frekuensi jumlah hari hujan Jumlah Hari Jumlah hari hujan yang dihitung adalah jumlah
hari dimana hujan turun dengan mengabaikan volume curah hujan
Frekuensi terjadi kebakaran hutan dan lahan
Jumlah kejadian
Jumlah kejadian kebakaran hutan dan lahan yang dihitung adalah kejadian bencana kebakaran
yang terjadi karena fenomena alam ataupun karena kesalahan manusia dengan mengabaikan
besar dampak yang ditimbulkan. Jumlah luas lahan sangat kritis Hektar Ha Lahan yang masuk dalam kategori sangat kritis
adlah lahan yang sama sekali tidak dapat dikelola, bersifat gundul dan tingkat kesuburan
sangat rendah
Jumlah luas lahan kritis Hektar Ha Lahan yang masuk dalam kategori lahan kritis
adalah lahan yang tidak produktif mski telah dikelola, bersifat gundul dan tingkat kesuburan
rendah.
40
Kode Variabel
Satuan Keterangan
Persentase keluarga dengan kepemilikian sumur resapan
air Persen
Sumur resapan air yang dihitung adalah sumur resapan air yang berada di tanah warga dengan
mengabaikan jumlah sumur resapan. Data Diambil pada tahun 2014.
Persentase keluarga dengan kepemilikian lubang resapan
biopori Persen
Lubang resapan biopori yang dihitung adalah lubang resapan yang berada di tanah warga
dengan mengabaikan luas area lubang resapan air. Data Diambil pada tahun 2014
Persentase keluarga dengan kepemilikan
taman tanah
berumput Persen
Taman tanah berumput yang dihitung adalah Taman tanah berumput yang berada di tanah
warga dengan mengabaikan luas taman tanah berumput. Data Diambil pada tahun 2014
Frekuensi terjadinya bencana tanah longsor
Jumlah kejadian
Jumlah kejadian dihitung baik keseluruhan, baik yang menimbulkan korban dan kerusakan
maupun yang tidak
Jumlah korban meninggal Jiwa
Korban meninggal yang dihitung adalah yang terkena dampak bencana, tidak termasuk
relawan. Jumlah korban hilang
Jiwa Korban hilang dihitung adalah korban yang tidak
ditemukan baik karena tertimbun atau terisolasi
41
Kode Variabel
Satuan Keterangan
Jumlah korban terluka Jiwa
Korban terluka yang dihitung yaitu semua korban luka dampak bencana, baik ringan
maupun berat, dan tidak termasuk relawan. Jumlah korban menderita
Jiwa Korban menderita yang dihitung adalah yang
menderita secara finansial dan psikologis. Jumlah korban mengungsi
Jiwa Korban mengungsi yang dihitung adalah korban
bencana yang meninggalkan lokasi bencana pada waktu pasca bencana.
Jumlah rumah rusak berat Unit
Rumah rusak berat adalah rumah yang ditemukan kerusakan pada sebagian besar
komponen bangunan, baik stuktural maupun non-struktural, seperti dinding rubuh, lantai retak
merekah, dan lain sebagainya. Jumlah rumah rusak sedang
Unit Rumah rusak sedang adalah rumah ditemukan
kerusakan pada sebagian komponen non struktural atau komponen struktural seperti,
struktur atap, struktur lantai dan lain sebagainya. Jumlah rumah rusak ringan
Unit Rumah rusak ringan adalah rumah yang
ditemukan kerusakan terutama pada komponen non-struktural, seperti penutup atap, langit-
langit, penutup lantai, dan dinding pengisi.
42
Kode Variabel
Satuan Keterangan
Jumlah fasilitas peribadatan yang rusak
Unit Fasilitas peribadatan mencakup masjid, gereja,
vihara dan fasilitas peribadatan lainnya Jumlah fasilitas pendidikan
yang rusak Unit
Fasilitas pendidikan meliputi sekolah, kampus, perpustakaan, dan fasilita pendidikan lainnya
Jumlah fasilitas
kesehatan yang rusak
Unit Fasilitas kesehatan meliputi rumah sakit,
puskesmas, apotik dan fasilitas kesehatan lainnya.
Panjang jalan yang terkena dampak bencana
KM Panjang jalan yang dihitung adalah yang terkena
dampak longsoran, dan yang terkena dampak tidak langsung timbulnya retakan karena
bencana. Adapun jalan yang diukur adalah jalan utama, seperti jalan penghubung antar desa.
b. Normalisasi Data Sebelum dilakukan proses pembelajaran training, data input harus
dinormalisasi terlebih dahulu. Normalisasi adalah penskalaan terhadap nilai-nilai input sedemikian sehingga data-data input masuk dalam suatu range tertentu. Pada
pembelajaran algoritma Self Organizing Map proses normalisasi perlu dilakukan agar rentang nilai pada masing-masing variabel tidak terpaut jauh.
Proses normalisasi dapat dilakukan dengan metode Min-Max Normalization Martiana, 2013. Pada metode ini, untuk memetakan suatu nilai
pada variabel
43 dengan range nilai minimum dan nilai maksimum dari atribut tersebut ke range
nilai yang baru, dilakukan perhitungan sebagai berikut
dengan : : nilai
yang baru setelah dinormalisasi : nilai
yang lama sebelum dinormalisasi : nilai maksimum dari variabel
: nilai minimum dari variabel : nilai maksimum yang baru pada variabel
: nilai minimum yang baru pada variabel Berikut akan digunakan persamaan 3.2 dengan memanfaatkan variabel
persentase keluarga yang tidak memiliki kendaraan bermotor di Indonesia .
Berikut adalah data persentase keluarga yang tidak memiliki kendaraan bermotor:
Tabel 3.2 Persentase Keluarga yang tidak memiliki kendaraan bermotor
Provinsi Persentase
Provinsi Persentase
Aceh 24.63
Nusa Tenggara Barat 45.87
Sumatera Utara 26.61
Nusa Tenggara Timur 67.29
Sumatera Barat 23.81
Kalimantan Barat 20.95
Riau 12.07
Kalimantan Tengah 17.22
3.2
44
Provinsi Persentase
Provinsi Persentase
Jambi 16.06
Kalimantan Selatan 16.29
Sumatera Selatan 19.92
Kalimantan Timur 8.68
Bengkulu 18.94
Sulawesi Utara 49.42
Lampung 18.90
Sulawesi Tengah 30.02
Kep, Bangka Belitung 9.51
Sulawesi Selatan 29.56
Kepulauan Riau 9.53
Sulawesi Tenggara 33.10
DKI Jakarta 18.75
Gorontalo 45.43
Jawa Barat 36.08
Sulawesi Barat 38.37
Jawa Tengah 26.85
Maluku 58.08
DI Yogyakarta 18.54
Maluku Utara 49.19
Jawa Timur 23.20
Papua Barat 44.54
Banten 24.09
Papua 71.39
Bali 13.69
Dari tabel 3.2 diperoleh persentase keluarga yang tidak memiliki kendaraan bermotor dengan nilai minimum 8.68 persen dan nilai maksimum 71.39 persen.
Dengan menggunakan persamaan 3.2 data akan dinormalkan dengan nilai maksimum 1 dan nilai minimum 0. Maka untuk normalisasi data variabel
pada Provinsi Aceh adalah sebagai berikut :
45 Sehingga diperoleh bahwa hasil normalisasi data variabel
pada Provinsi Aceh adalah 0.23453. Hasil selanjutnya untuk normalisasi data pada variabel
adalah sebagai berikut Tabel 3.3 Hasil Normalisasi Data Variabel
Provinsi Persentase
Provinsi Persentase
Aceh 0.254345
Nusa Tenggara Barat 0.593047
Sumatera Utara 0.285919
Nusa Tenggara Timur 0.93462
Sumatera Barat 0.241269
Kalimantan Barat 0.195663
Riau 0.054058
Kalimantan Tengah 0.136182
Jambi 0.117685
Kalimantan Selatan 0.121352
Sumatera Selatan 0.179238
Kalimantan Timur Bengkulu
0.16361 Sulawesi Utara
0.649657 Lampung
0.162972 Sulawesi Tengah
0.340297 Kep, Bangka Belitung
0.013236 Sulawesi Selatan
0.332961 Kepulauan Riau
0.013554 Sulawesi Tenggara
0.389412 DKI Jakarta
0.16058 Gorontalo
0.586031 Jawa Barat
0.436932 Sulawesi Barat
0.473449 Jawa Tengah
0.289746 Maluku
0.787753 DI Yogyakarta
0.157232 Maluku Utara
0.645989 Jawa Timur
0.231542 Papua Barat
0.571839 Banten
0.245734 Papua
1 Bali
0.079892
46 Penentuan nilai maksimum dan minimum yang baru untuk variabel akan
disamakan pada rentang 0 sampai dengan 1. Hasil selanjutnya untuk normalisasi seluruh variabel data input akan ditampilkan pada lampiran 2.
c. Pembentukan Cluster Pembentukan cluser terbaik meliputi penentuan jumlah neuron output yang
akan digunakan dalam mengklasifikasikan data input. Penentuan jumlah neuron ini menjadi penting karena pada output, data akan diklasifikasi menjadi cluster-
cluster yang jumlahnya sama dengan jumlah neuron input. Tidak ada aturan pasti
dalam menentukan jumlah neuron, maka dari itu penentuan jumlah neuron dilakukan dengan cara mengelompokkan data dengan pembentukan kelompok
yang mungkin dilakukan pada data input. Setelah menentukan banyak neuron, melakukan pelatihan training pada
jaringan yang telah dibangun dan dikonfigurasikan dengan data input. Hal ini dilakukan agar bobot awal yang sebelumnya ditentukan secara random acak
akan diupdate bobotnya dengan dilakukan pelatihan training pada jaringan. Pelatihan jaringan pada algoritma Self Organizing Map akan berhenti apabila
telah mencapai iterasi maksimum. Pada skripsi ini, iterasi maksimum ditentukan sebanyak 1000 iterasi untuk seluruh model yang akan dibentuk. Untuk pelatihan
jaringan dengan 1000 iterasi pada software Matlab digunakan sintaks
net.trainparam.epochs=1000; net=trainnet,data
47 Setelah pelatihan jaringan telah mencapai iterasi maksimum, maka dapat
dimunculkan nilai dari bobot akhir. Kemudian langkah selanjutnya adalah menentukan jarak antara salah satu data input ke masing-masing neuron yang
telah ditentukan. Masing-masing input dihitung jaraknya dengan neuron dengan menggunakan persamaan eucledian distance. Setelah diperoleh jarak antara input
dengan masing-masing neuron, kemudian jarak antara data input dengan salah satu neuron dibandingkan dengan jarak antara data input dengan neuron lainnya
yang masih dalam satu pelatihan training. Pemilihan cluster terbaik dilakukan dengan menentukan nilai Davies Bouldin Index dari masing masing model,
kemudian dibandingkan dengan nilai Davies Bouldin Index dari model yang lainnya.
Dalam rangka penentuan jarak, diperlukan bobot akhir yang telah memenuhi treshold
pelatihan training. Pada Matlab2011b, digunakan sintaks net.WI{1,1} untuk memunculkan bobot akhir. Dalam penelitian ini, akan dijelaskan lebih
lanjut mengenai penentuan jarak dan penentuan nilai Davies Bouldin Index. Indeks ini menjadi penting nantinya karena meskipun tidak ada aturan dalam
menentukan jumlah cluster, akan tetapi dengan menggunakan indeks ini maka akan ditentukan satu model pembentukan cluster terbaik dari proses algoritma Self
Organizing Map .
Pada algoritma Self Organizing Map, pembentukan cluster didasarkan pada pengukuran jarak dari data input menuju neuron yang ditentukan untuk
meminimumkan jarak. Pengukuran jarak dilakukan pada seluruh data input dengan memanfaatkan nilai dari normalisasi data dan bobot akhir dari model
48 pembentukan cluster. Berikut ini akan digunakan persamaan 2.3 dengan
memanfaatkan hasil normalisasi data pada lampiran 2. Berikut adalah data hasil normalisasi untuk Provinsi Aceh lampiran 2
Tabel 3.4 Data Hasil Normalisasi untuk Provinsi Aceh
Variabel Data Normalisasi
Variabel Data Normalisasi
0.254345 0.09894
0.805546 0.787703
0.693285 0.045842
0.545854 0.02904
0.279379 0.050633
0.294657 0.027397
0.295789 0.057674
0.618305 0.375738
0.709677 0.021185
0.24564 0.024096
0.027742 0.028302
0.146739 0.106234
0.17012 0.073973
0.028395
Kemudian berikut adalah bobot akhir untuk model 2 cluster yang diperoleh dengan menggunakan sintaks net.IW{1,1} pada Matlab R2011b lampiran 3:
49 Tabel 3.5 Bobot Akhir untuk Model 2 Cluster
Variabel Neuron 1
Neuron 2 Variabel
Neuron 1 Neuron 2
0.348914 0.363339
0.175183 0.393993
0.665662 0.702639
0.56635 0.342393
0.119897 0.713447
0.02488 0.943117
0.198274 0.988293
0.040307 0.854798
0.169282 0.845898
0.030185 0.968354
0.234277 0.50054
0.043783 0.89863
0.38042 0.361492
0.029688 0.588159
0.595059 0.402784
0.021627 0.8103
0.187345 0.516129
0.019995 0.979767
0.399001 0.457728
0.008526 0.954217
0.511798 0.54908
0.017537 0.746855
0.081313 0.057065
0.016983 0.62987
0.150604 0.03468
0.037475 0.858974
0.179882 0.064477
0.038462 0.555556
0.126712 0.14589
0.059165 0.165092
Berdasarkan data hasil normalisasi dan bobot akhir dari data input Provinsi Aceh, maka dapat ditentukan jarak antara neuron 1 dan neuron 2 dengan data
input Provinsi Aceh. Dengan menggunakan Eulcedian Distance maka dapat
ditentukan jarak inter-cluster data pada Provinsi Aceh ke masing-masing cluster.
50 Berdasarkan hasil perhitungan diatas, dapat ditentukan bahwa jarak data input
Provinsi Aceh dengan neuron 1 adalah 1.22873 dan 8.355261987 menuju neuron 2. Hasil selanjutnya untuk pengukuran jarak inter-cluster dengan model 2 cluster
pada data Provinsi di Indonesia ditampilkan pada tabel 3.6
Tabel 3.6 Hasil Penentuan jarak inter-cluster untuk model 2 Cluster
Provinsi Jarak inter-cluster
Provinsi Jarak inter-cluster
Neuron 1 Neuron2
Neuron 1 Neuron2
Aceh 1.228073 8.622531106
Nusa Tenggara Barat
1.006555 10.4494678 Sumatera Utara
1.059239 7.980898251 Nusa Tenggara
Timur 2.564208 9.88624854
Sumatera Barat 1.861766 8.903682686
Kalimantan Barat 0.979144 11.3273205
Riau 0.646923 11.04041274 Kalimantan Tengah
1.889993 12.6025547 Jambi
0.878249 10.47028513 Kalimantan Selatan 0.463075 10.6796804
Sumatera Selatan 1.155025 10.92125456
Kalimantan Timur 1.342332 11.2183817
Bengkulu 1.519668
11.3323463 Sulawesi Utara
1.12292 10.1252997 Lampung
0.535926 9.861366374 Sulawesi Tengah
0.584682 10.2615239 Kep, Bangka
Belitung 0.633345 11.54353969
Sulawesi Selatan 1.315625 8.18669635
Kepulauan Riau 0.617065 11.27028711 Sulawesi Tenggara
1.295533 10.8805594 DKI Jakarta
1.695931 11.79594585 Gorontalo
0.645623 11.3853839 Jawa Barat
12.96255 1.074597879 Sulawesi Barat
0.395872 10.8227673 Jawa Tengah
8.149487 1.091968726 Maluku
0.821558 10.5994132 DI Yogyakarta
2.49624 11.45160779 Maluku Utara
0.877804 11.0061983 Jawa Timur
3.352092 5.696632716 Papua Barat
0.980984 11.3638504 Banten
0.938294 10.11591651 Papua
1.556857 9.86020501 Bali
0.911133 9.775899808
51 dengan bentuk topologi bobot sebagai berikut
Gambar 3. 4. Topologi Bobot Model 2 cluster
Berdasarkan gambar 3.4, dapat terlihat bahwa neuron dan data input provinsi di Indonesia di representasikan ke dalam dua dimensi. Pada gambar 3.4, neuron
ditampilkan dalam bentuk dot berwarna biru, sedangkan untuk data input provinsi di Indonesia ditampilkan dalam bentuk dot berwarna hijau. Adapun bobot
penghubung antar neuron ditampilkan dalam bentuk garis berwarna merah. Berdasarkan tabel 3.6 diketahui jarak inter-cluster untuk masing masing
neuron pada model pembentukan cluster dengan 2 cluster. Karena tujuan pembentukan cluster sendiri adalah untuk mengelompokkan unit-unit yang
hampir sama pada suatu daerah tertentu dan memaksimumkan perbedaan antar cluster yang dibentuk. Sehingga unit-unit input akan dikelompokkan ke neuron
yang paling dekat dengan unit input. Tabel 3.7 Hasil Pembentukan Model 2 Cluster
Provinsi Eucledian
distance Cluster
Provinsi Eucledian
distance Cluster
Aceh 1.228073
1 Nusa Tenggara Barat
1.006555 1
Sumatera Utara 1.059239
1 Nusa Tenggara
Timur 2.564208
1
52
Provinsi Eucledian
distance Cluster
Provinsi Eucledian
distance Cluster
Sumatera Barat 1.861766
1 Kalimantan Barat
0.979144 1
Riau 0.646923
1 Kalimantan Tengah
1.889993 1
Jambi 0.878249
1 Kalimantan Selatan
0.463075 1
Sumatera Selatan 1.155025
1 Kalimantan Timur
1.342332 1
Bengkulu 1.519668
1 Sulawesi Utara
1.12292 1
Lampung 0.535926
1 Sulawesi Tengah
0.584682 1
Kep, Bangka Belitung
0.633345 1
Sulawesi Selatan 1.315625
1 Kepulauan Riau
0.617065 1
Sulawesi Tenggara 1.295533
1 DKI Jakarta
1.695931 1
Gorontalo 0.645623
1 Jawa Barat
1.074597879 2
Sulawesi Barat 0.395872
1 Jawa Tengah
1.091968726 2
Maluku 0.821558
1 DI Yogyakarta
2.49624 1
Maluku Utara 0.877804
1 Jawa Timur
3.352092 1
Papua Barat 0.980984
1 Banten
0.938294 1
Papua 1.556857
1 Bali
0.911133 1
Tabel 3.7 menunjukkan model pembentukan cluster dengan 2 cluster. Pada cluster
1, terdapat 31 anggota dan untuk cluster 2 terdapat 2 anggota. Hasil selanjutnya untuk model pembentukan cluster ditampilkan pada lampiran 4.
B. Penerapan Metode Davies Bouldin Index DBI dalam Menentukan