EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING PADA MATERI ASAM BASA DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN PREDIKSI DAN KETERAMPILAN MERUMUSKAN HIPOTESIS

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING
PADA MATERI ASAM BASA DALAM MENINGKATKAN
KETERAMPILAN PREDIKSI DAN KETERAMPILAN
MERUMUSKAN HIPOTESIS

Oleh
Andri

Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA PENDIDIKAN
Pada
Program Studi Pendidikan Kimia
Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2013

ABSTRAK

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING
PADA MATERI ASAM BASA DALAM MENINGKATKAN
KETERAMPILAN PREDIKSI DAN KETERAMPILAN
MERUMUSKAN HIPOTESIS

Oleh
Andri

Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan efektivitas model pembelajaran inkuiri
terbimbing dalam meningkatkan keterampilan prediksi dan merumuskan hipotesis
pada materi asam basa. Penelitian ini menggunakan metode pre-eksperimen
dengan One Group Pretest Posttest Design. Subjek dalam penelitian ini adalah
siswa kelas XI IPA1 SMA Muhammadiyah 2 Bandarlampung yang berjumlah 29
siswa. Data penelitian ini adalah data keterampilan prediksi dan keterampilan
merumuskan hipotesis, analisis data menggunakan n-Gain. Hasil penelitian
menunjukkan rerata nilai n-Gain keterampilan prediksi dan keterampilan merumuskan hipotesis yaitu 0,49 dan 0,56. Berdasarkan hasil analisis data tersebut,
menunjukkan bahwa pembelajaran dengan model inkuiri terbimbing efektif
dalam meningkatkan keterampilan prediksi dan merumuskan hipotesis pada siswa
kelas XI IPA1 SMA Muhammadiyah 2 Bandarlampung dalam kategori sedang.
Kata kunci: keterampilan prediksi, merumuskan hipotesis, Pembelajaran inkuiri

terbimbing

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL ........................................................................................ vii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................
I.

II.

III.

viii

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .............................................................................

1


B. Rumusan Masalah .........................................................................

5

C. Tujuan Penelitian ...........................................................................

6

D. Manfaat Penelitian ........................................................................

6

E. Ruang Lingkup Penelitian .............................................................

7

TINJAUAN PUSTAKA
A. Kontruktivisme ............................................................................

8


B. Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing ......................................

12

C. Keterampilan Proses Sains ...........................................................

17

D. Kerangka Pemikiran ....................................................................

22

E. Anggapan Dasar ...........................................................................

24

F. Hipotesis ........................................................................................

24


METODE PENELITIAN
A. Subjek Penelitian ..........................................................................

25

B. Jenis dan Sumber Data ..................................................................

25

C Desain dan metode Penelitian .......................................................

25

iv

D. Variabel Penelitian ........................................................................

26


E. Instrumen Penelitian .......................................................................

26

F. Validitas penelitian .........................................................................

27

G. Pelaksanaan Penelitian ..................................................................

28

1. Tahap Prapenelitian .................................................................... .
2. Tahap penelitian ......................................................................... .

IV.

V.

28

28

H. Teknik Analisis Data ....................................................................

30

1. Menghitung nilai Pretest dan Posttest.........................................
2. Menghitung nilai Gain ...............................................................
3. Menghitung nilai n-Gain ............................................................

30
30
30

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian dan Analisis Data ................................................

32

B. Pembahasan ..................................................................................


35

KESIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan ......................................................................................

46

B. Saran ............................................................................................

46

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... .

48

LAMPIRAN
1.
2.
3.

4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.

Pemetaan SK dan KD ............................................................................
Silabus .................................................................................................
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ......................................................
Kisi-kisi Pretest dan Possttest ...............................................................
Soal Pretes dan Posttest ......................................................................
Kunci Jawaban Pretest dan Posttest ......................................................
Pedoman Penskoran dan Rubrik Penilaian Pretes dan Posttest ..............
LKS .......................................................................................................
Perhitungan ............................................................................................
Daftar Nama Kelompok ........................................................................

Surat Izin Penelitian ...............................................................................
Surat Keterangan Melaksanakan Penelitian ..........................................

50
62
70
93
97
104
106
119
171
173
174
175

v

I. PENDAHULUAN


A. Latar Belakang

Ilmu pengetahuan alam berkaitan dengan cara mencari tahu tentang gejala alam
secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan
yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, maupun prinsip-prinsip saja tetapi juga
merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi
wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta
prospek penerapan lebih lanjut dalam menerapkannya dalam kehidupan seharihari (BSNP, 2006).

Ilmu kimia merupakan bagian dari IPA, yang berkembang berdasarkan pada fenomena alam. Ada tiga hal yang berkaitan dengan karakteristik ilmu kimia yaitu
kimia sebagai produk, proses, dan sikap. Produk ilmu kimia adalah pengetahuan
yang berupa fakta, teori, prinsip,dan hukum-hukum, sedangkan proses ilmu kimia
berupa kerja ilmiah yang ditekankan pada pengamatan langsung peserta didik agar
dapat melihat dan mengamati sendiri keadaan alam sekitar sehingga tumbuh sikap
ilmiah pada diri setiap peserta didik. Pembelajaran ilmu kimia yang ideal harus
memperhatikan karakteristik kimia sebagai produk, proses, dan sikap tersebut agar
mampu memahami konsep-konsep dan mampu memecahkan masalah kimia
dalam kehidupan sehari-hari.

2

Dalam pembelajaran kimia sebagian besar materi kimia dapat dikaitkan dengan
kondisi atau masalah yang ada dalam kehidupan sehari-hari, seperti pada topik
asam basa, banyak masalah dalam kehidupan sehari-hari yang dapat dihubungkan
dengan materi ini, misalnya rasa asam pada buah-buahan, pemanfaatan senyawa
basa dalam mengobati sakit maag, pemanfaatan kapur untuk menetralkan tanah
pertanian yang asam, dan lain sebagainya, sehingga dalam proses pembelajaran
kimia siswa tidak dituntut untuk menghapal dan mampu memahami konsepkonsep serta mampu memecahkan masalah kimia dalam kehidupan sehari-hari
agar tidak mengalami kesulitan dalam menghubungkan dengan apa yang terjadi
dilingkungan sekitar, dan merasakan manfaat dari pembelajaran kimia.

Faktanya, pembelajaran kimia di sekolah cenderung hanya menghadirkan konsepkonsep, hukum-hukum, dan teori-teori saja tanpa menyuguhkan bagaimana proses
ditemukannya konsep, hukum, dan teori tersebut, sehingga tidak tumbuh sikap
ilmiah dalam diri siswa, yang terjadi selama ini adalah topik asam basa dalam
pembelajaran kimia di SMA lebih dikondisikan untuk dihafal oleh siswa,
akibatnya siswa mengalami kesulitan menghubungkannya dengan apa yang terjadi
di lingkungan sekitar, dan tidak merasakan manfaat dari pembelajaran asam basa
(Setiawan, 2011). Hal ini diperkuat dengan hasil observasi dan wawancara yang
dilakukan terhadap guru kimia di SMA Muhammadiyah 2 Bandar Lampung yang
dalam proses pembelajarannya masih menggunaan metode ceramah, kegiatan
lebih berpusat pada guru (teacher centered learning). Pada pembelajaran ini
siswa cenderung hanya bertindak sesuai dengan apa yang diinstruksikan oleh
guru, tanpa berusaha sendiri untuk memikirkan apa yang sebaiknya dilakukan

3

untuk mencapai tujuan belajarnya. Mereka tidak dapat menjadi seorang pebelajar
mandiri yang dapat membangun konsep dan pemahamannya sendiri.

Berdasarkan hal tersebut hendaknya guru memilih suatu model yang perlu
memperhatikan beberapa hal seperti materi yang disampaikan, tujuan pembelajaran, jumlah siswa, mata pelajaran, fasilitas dan kondisi siswa dalam pembelajaran serta hal-hal yang berkaitan dengan keberhasilan siswa dalam proses
pembelajaran (Suryabrata, 1993). Salah satu model pembelajaran yang dapat
digunakan adalah model pembelajaran inkuiri terbimbing memiliki ciri-ciri seperti
pembelajaran dimulai dengan adanya pemberian masalah. Biasanya masalah yang
diberikan memiliki konteks yang diambil dari dunia nyata, siswa secara berkelompok aktif mengidentifikasi masalah yang ada, mempelajari dan mencari
sendiri materi yang terkait dengan masalah yang diberikan dan kemudian mencari
solusi dari masalah tersebut, sedangkan guru lebih banyak memfasilitasi saja.
Meskipun bukanlah model yang sama sekali baru, penerapan model tersebut
mengalami kemajuan yang pesat di banyak sekolah dan perguruan tinggi dari
berbagai disiplin ilmu di negara-negara maju (Tan, 2003).
Lebih lanjut pembelajaran inkuiri terbimbing terdiri dari 5 tahapan, tahap pertama
yaitu merumuskan masalah, tahap kedua yaitu merumuskan hipotesis, tahap
selanjutnya mengumpulkan data dengan melakukan percobaan dan telaah literatur,
tahap keempat kemudian menganalisis data, tahap kelima menarik kesimpulan
dari pembelajaran yang telah dilakukan. Dalam proses pembelajaran menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing, siswa diajak mencari tahu jawaban
terhadap pertanyaan ilmiah yang diajukan. Dengan kata lain pada proses

4

pembelajaran inkuiri terbimbing, untuk memperoleh informasi dapat dilakukan
dengan observasi atau eksperimen untuk mencari jawaban terhadap masalah yang
diberikan, sehingga dalam hal ini guru perlu melatihkan keterampilan prediksi dan
merumuskan hipotesis kepada siswa sebagai salah satu komponen dalam
keterampilan proses sains (KPS).

Dalam pembelajaran kimia dituntut kerja ilmiah yang dibangun melalui penerapan
keterampilan proses sains seperti mengamati (observasi), inferensi, mengelompokkan, meramalkan (prediksi), mengkomunikasikan, dan merumuskan hipotesis.
Keterampilan proses sains pada pembelajaran sains lebih menekankan pembentukan keterampilan untuk memperoleh pengetahuan dan mengkomunikasikan
hasilnya. KPS dimaksudkan untuk melatih dan mengembangkan sikap-sikap
ilmiah dan kemampuan siswa untuk menemukan dan mengembangkan fakta,
konsep, dan prinsip ilmu atau pengetahuan yang selanjutnya dapat digunakan
untuk menyelesaikan masalah-masalah. Pembelajaran dengan keterampilan
proses berarti memberi kesempatan kepada siswa bekerja dengan ilmu pengetahuan, tidak sekedar menceritakan atau mendengarkan cerita tentang ilmu
pengetahuan.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Yuniarti (2011) yang melakukan
penelitian di SMA Al-Azhar 3 Bandar Lampung pada kelas X mengenai penerapan pembelajaran inkuiri terbimbing materi larutan non elektrolit dan elektrolit
serta redoks dalam meningkatkan keterampilan mengamati dan mengelompokkan
pada siswa. Menunjukkan bahwa terjadi peningkatan yang signifikan untuk
keterampilan mengamati dan mengelompokkan. Peneliti lain adalah Effendi

5

(2012), dalam penelitiannya di salah satu SMA negeri di Lampung mengenai
penerapan model pembelajaran inkuiri terbimbing untuk meningkatkan keterampilan mengkomunikasikan dan pencapaian kompetensi pada materi pokok asam
basa. Menunjukan bahwa terjadi peningkatan yang signifikan untuk keterampilan
komunikasi dan pencapaian kompetensi pada siswa. Dengan demikian, dimungkinkan pembelajaran inkuiri terbimbing juga dapat meningkatkan keterampilan
prediksi dan merumuskan hipotesis pada materi asam basa.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dilakukan penelitian yang berjudul
“Efektivitas Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Pada Materi Asam Basa
Dalam Meningkatkan Keterampilan Prediksi Dan Keterampilan Merumuskan
Hipotesis”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang, maka rumusan masalah penelitian ini adalah :
1. Bagaimana efektivitas pembelajaran inkuiri terbimbing pada materi asam basa
dalam meningkatkan keterampilan prediksi kelas XI IPA SMA
Muhammadiyah 2 Bandar Lampung?
2. Bagaimana efektivitas pembelajaran inkuiri terbimbing pada materi asam basa
dalam meningkatkan keterampilan merumuskan hipotesis kelas XI IPA SMA
Muhammadiyah 2 Bandar Lampung?

6

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk
mendeskripsikan
1. Efektivitas model pembelajaran inkuiri terbimbing pada materi asam basa
dalam meningkatkan keterampilan prediksi kelas XI IPA SMA
Muhammadiyah 2 Bandar Lampung ?
2. Efektivitas model pembelajaran inkuiri terbimbing pada materi asam basa
dalam meningkatkan keterampilan merumuskan hipotesis kelas XI IPA SMA
Muhammadiyah 2 Bandar Lampung ?

D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
a. Bagi Siswa
Melalui penerapan model inkuiri terbimbing diharapkan dapat dikembangkan
keterampiran proses sains siswa terutama pada keterampilan prediksi dan
merumuskkan hipotesis
b. Bagi Guru dan Calon Guru
Memberikan pengalaman langsung kepada guru dan calon guru menerapkan
model pembelajaran inkuiri terbimbing dalam melatih keterampilan prediksi
dan merumuskan hipotesis pada materi asam basa
c. Bagi sekolah:
Dengan menerapkan pembelajaran inkuiri terbimbing di sekolah, dapat
meningkatkan mutu pembelajaran IPA khususnya kimia

7

E. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah:
1. Efektivitas model pembelajaran inkuiri terbimbing diukur berdasarkan nilai
n-Gain dari nilai pretest dan posttest yaitu dengan rentang nilai n-Gain≥ 0,4.
2. Pembelajaran inkuiri terbimbing yang diterapkan dalam penelitian ini menurut
Gulo (Trianto, 2010)
3. Indikator keterampilan prediksi dalam penelitian ini adalah membuat ramalan
tentang segala hal yang akan terjadi pada waktu mendatang, berdasarkan
perkiraan pada pola atau kecenderungan tertentu, atau hubungan antara fakta,
konsep, dan prinsip dalam ilmu pengetahuan
4. Indikator keterampilan merumuskan hipotesis dalam penelitian ini adalah
mengajukan perkiraan penyebab suatu hal yang terjadi dengan mengungkapkan
bagaimana cara merumuskan dugaan berdasarkan fakta yang ada

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Konstruktivisme

Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan hasil konstruksi (bentukan) kita
sendiri. Menurut Slavin (Nur, 2002) bagi siswa agar benar-benar memahami dan
dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah,
menemukan segala sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah payah dengan
ide-ide. Teori ini berkembang dari kerja Piaget, Vygotsky, teori-teori pemrosesan
informasi, dan teori psikologi kognitif yang lain, seperti teori Bruner.

Menurut Von Glasersfeld dalam Pannen, Mustafa, dan Sekar Winahyu (2001)
konstruktivisme menyatakan bahwa semua pengetahuan yang kita peroleh adalah
hasil konstruksi sendiri, maka sangat kecil kemungkinan adanya transfer pengetahuan dari seseorang kepada yang lain. Agar siswa mampu mengkonstruksi
pengetahuan, maka diperlukan:
1. Kemampuan siswa untuk mengingat dan mengungkapkan kembali pengalaman, karena pengetahuan dibentuk berdasarkan interaksi individu siswa
dengan pengalaman-pengalaman tersebut.
2. Kemampuan siswa untuk membandingkan, dan mengambil keputusan
mengenai persamaan dan perbedaan suatu hal, agar siswa mampu menarik
sifat yang lebih umum dari pengalaman-pengalaman khusus serta melihat
kesamaan dan perbedaannya untuk selanjutnya membuat klasifikasi dan
mengkonstruksi pengetahuannya.

9

3. Kemampuan siswa untuk lebih menyukai pengalaman yang satu dari yang
lain (selective conscience). Melalui “suka dan tidak suka” inilah muncul
penilaian siswa terhadap pengalaman, dan menjadi landasan bagi pembentukan pengetahuannya.

Prinsip-prinsip konstruktivisme menurut Suparno (1997), antara lain:
(1) pengetahuan dibangun oleh siswa secara aktif.
(2) tekanan dalam proses belajar terletak pada siswa.
(3) mengajar adalah membantu siswa belajar.
(4) tekanan dalam proses belajar lebih pada proses bukan pada hasil akhir.
(5) kurikulum menekankan partisipasi siswa.
(6) guru adalah fasilitator.

Teori-teori baru dalam psikologi pendidikan dikelompokkan dalam teori pembelajaran konstruktivis (constructivist theories of learning). Teori konstruktivis ini
menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan
informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan
merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak sesuai. Teori ini berkembang dari
kerja Piaget, Vygotsky, teori-teori pemrosesan informasi, dan teori psikologi
kognitif yang lain, seperti teori Bruner (Nur dalam Trianto, 2010).

Menurut Piaget (Dahar 1996), dasar dari belajar adalah aktivitas anak bila ia berinteraksi dengan lingkungan sosial dan lingkungan fisiknya. Pertumbuhan anak
merupakan suatu proses sosial. Anak tidak berinteraksi dengan lingkungan
fisiknya sebagai suatu individu terikat, tetapi sebagai bagian dari kelompok sosial.
Akibatnya lingkungan sosialnya berada diantara anak dengan lingkungan fisiknya.
Interaksi anak dengan orang lain memainkan peranan penting dalam mengembangkan pandangannya terhadap alam. Melalui pertukaran ide-ide dengan orang
lain, seorang anak yang tadinya memiliki pandangan subyektif terhadap sesuatu
yang diamatinya akan berubah pandangannya menjadi obyektif. Aktivitas mental

10

anak terorganisasi dalam suatu struktur kegiatan mental yang disebut ”skema”
atau pola tingkah laku.
Dalam perkembangan intelektual ada tiga hal penting yang menjadi perhatian
Piaget yaitu struktur, isi dan fungsi.
a. Struktur, Piaget memandang ada hubungan fungsional antara tindakan
fisik, tindakan mental dan perkembangan logis anak-anak. Tindakan
menuju pada operasi-operasi dan operasi-operasi menuju pada perkembangan struktur-struktur.
b. Isi, merupakan pola perilaku anak yang khas yang tercermin pada respon
yang diberikannya terhadap berbagai masalah atau situasi yang
dihadapinya.
c. Fungsi, adalah cara yang digunakan organisme untuk membuat kemajuan
intelektual.

Menurut Piaget perkembangan intelektual didasarkan pada dua fungsi yaitu
organisasi dan adaptasi. Organisasi memberikan pada organisme kemampuan
untuk mengestimasikan atau mengorganisasi proses-proses fisik atau psikologis
menjadi sistem-sistem yang teratur dan berhubungan, sedangkan adaptasi,
terhadap lingkungan dilakukan melalui dua proses yaitu asimilasi dan akomodasi.

Lebih lanjut, Piaget (Dahar, 1996) mengemukakan bahwa asimilasi adalah proses
kognitif dimana seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep ataupun pengalaman baru kedalam skema atau pola yang sudah ada dalam pikirannya. Asimilasi dipandang sebagai suatu proses kognitif yang menempatkan dan mengklasifikasikan kejadian atau rangsangan baru dalam skema yang telah ada. Proses
asimilasi ini berjalan terus. Asimilasi tidak akan menyebabkan perubahan/
pergantian skemata melainkan perkembangan skemata. Dengan kata lain,
asimilasi merupakan salah satu proses individu dalam mengadaptasikan dan
mengorganisasikan diri dengan lingkungan baru.

11

Dalam menghadapi rangsangan atau pengalaman baru seseorang tidak dapat
mengasimilasikan pengalaman yang baru dengan skemata yang telah dipunyai.
Pengalaman yang baru itu bisa jadi sama sekali tidak cocok dengan skema yang
telah ada. Dalam keadaan demikian orang akan mengadakan akomodasi.
Akomodasi terjadi untuk membentuk skema baru yang cocok dengan rangsangan
yang baru atau memodifikasi skema yang telah ada sehingga cocok dengan
rangsangan itu. Bagi Piaget adaptasi merupakan suatu kesetimbangan antara
asimilasi dan akomodasi. Bila dalam proses asimilasi seseorang tidak dapat
mengadakan adaptasi terhadap lingkungannya maka terjadilah ketidakseimbangan
(disequilibrium). Akibat ketidakseimbangan itu maka terjadilah akomodasi dan
struktur kognitif yang ada akan mengalami perubahan atau munculnya struktur
yang baru. Pertumbuhan intelektual ini merupakan proses terus menerus tentang
keadaan ketidakseimbangan dan keadaan setimbang (disequilibrium-equilibrium).
Tetapi bila terjadi kesetimbangan maka individu akan berada pada tingkat yang
lebih tinggi daripada sebelumnya.

Vygotsky (Budiningsih,2005) berpendapat bahwa pembelajaran ditekankan pada
hakikat pembelajaran sosiakultural. Tujuannya adalah menekankan interaksi
antara aspek internal dan eksternal dari pembelajaran dan penekanannya pada
lingkungan sosial pembelajaran. Fungsi kognitif manusia berasal dari interaksi
sosial masing-masing individu dalam konteks budaya. Pembelajaran terjadi saat
siswa bekerja menangani tugas-tugas yang belum dipelajari namun tugas-tugas
tersebut masih dalam jangkauan kemampuannya atau tugas-tugas itu berada dalam
zona of proximal development mereka. Zona of proximal development adalah
daerah antar tingkat perkembangan sesungguhnya yang didefinisikan sebagai

12

kemampuan memecahkan masalah secara mandiri dan tingkat perkembangan
potensial yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah dibawah
bimbingan orang dewasa atau teman sebaya yang lebih mampu.
Vygotsky berpendapat bahwa menggunakan alat berpikir akan menyebabkan
terjadinya perkembangan kognitif dalam diri seseorang. Berdasarkan teori
Vygotsky diatas, maka akan diperoleh keuntungan yaitu :
1. Dalam kegiatan pembelajaran hendaknya anak memperoleh kesempatan
yang luas untuk mengembangkan zona perkembangan proksimalnya atau
potensinya melalui belajar dan berkembang.
2. Pembelajaran perlu dikaitkan dengan tingkat perkembangan potensialnya
daripada perkembangan aktualnya.
3. Pembelajaran lebih diarahkan pada penggunaan strategi untuk mengembangkan kemampuan intermentalnya daripada kemampuan intramentalnya.
4. Anak diberikan kesempatan yang luas untuk mengintegrasikan
pengetahuan deklaratif yang telah dipelajarinya dengan pengetahuan
prosedural untuk melakukan tugas-tugas dan memecahkan masalah.
5. Proses belajar dan pembelajaran tidak sekedar bersifat transferal tetapi
lebih merupakan konstruksi.
B. Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing

Inkuiri dapat diartikan sebagai proses bertanya dan mencari tahu jawaban
terhadap pertanyaan ilmiah yang diajukannya. Dengan kata lain, inkuiri adalah
suatu proses untuk memperoleh dan mendapatkan informasi dengan melakukan
observasi atau eksperimen untuk mencari jawaban atau memecahkan masalah
terhadap pertanyaan atau rumusan masalah (Ibrahim, 2000).

13

Dalam perkembangannya, pembelajaran inkuiri dilandasi oleh teori belajar penemuan Jerome Bruner (discovery learning), dan konstruktivime. Menurut Bruner
(Dahar,1996) teori belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara
aktif oleh manusia, dengan sendirinya memberikan hasil yang paling baik, berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya, menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna.

Inkuiri berasal dari bahasa Inggris inquiry yang dapat diartikan sebagai proses
bertanya dan mencari tahu jawaban terhadap pertanyaan ilmiah yang diajukan.
Pertanyaan ilmiah adalah pertanyaan yang dapat mengarahkan pada kegiatan
penyelidikan terhadap obyek pertanyaan. Dengan kata lain, inkuiri adalah suatu
proses untuk memperoleh dan mendapatkan informasi dengan melakukan
observasi atau eksperimen untuk mencari jawaban atau memecahkan masalah
dengan bertanya dan mencari tahu (Retno, 2010).

Menurut Gulo (Trianto, 2010) inkuiri merupakan suatu rangkaian kegiatan belajar
yang melibatkan seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara
sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri. Pelaksanaan pembelajaran inkuiri adalah
sebagai berikut:
1. Mengajukan pertanyaan atau permasalahan
Kegiatan metode pembelajaran inkuiri terbimbing dimulai ketika
pertanyaan atau permasalahan diajukan, kemudian siswa diminta untuk
merumuskan hipotesis.
2. Merumuskan hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara atas pertanyaan atau solusi
permasalahan yang dapat diuji dengan data. Untuk memudahkan proses
ini, guru membim-bing siswa menentukan hipotesis yang relevan dengan
permasalahan yang diberikan.

14

3. Mengumpulkan data
Hipotesis digunakan untuk menuntun proses pengumpulan data. Guru
membimbing siswa untuk menentukan langkah-langkah pengumpulan
data. Data yang dihasilkan dapat berupa tabel atau grafik.
4. Analisis data
Siswa bertanggung jawab menguji hipotesis yang telah dirumuskan dengan
menganalisis data yang telah diperoleh. Setelah memperoleh kesimpulan,
dari data percobaan, siswa dapat menguji hipotesis yang telah dirumuskan.
5. Membuat kesimpulan
Langkah penutup dari pembelajaran inkuiri terbimbing adalah membuat
kesimpulan berdasarkan data yang diperoleh siswa.

Model inkuiri merupakan salah satu model pembelajaran yang menitik beratkan
kepada aktifitas siswa dalam proses belajar. Tujuan umum dari pembelajaran
inkuiri adalah untuk membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir
intelektual dan keterampilan lainnya seperti mengajukan pertanyaan dan keterampilan menemukan jawaban yang berawal dari keingintahuan mereka. Dalam
pembelajaran inkuiri diharapkan siswa secara maksimal terlibat langsung dalam
proses kegiatan belajar, sehingga dapat meningkatkan kemampuan siswa dan
mengembangkan sikap percaya diri yang dimiliki oleh siswa tersebut.

Inkuiri terbimbing adalah proses pembelajaran dimana guru menyediakan unsurunsur asas dalam satu pelajaran dan kemudian meminta pelajar membuat
generalisasi, menurut Sanjaya (2008) pembelajaran inkuiri terbimbing yaitu suatu
model pembelajaran inkuiri yang dalam pelaksanaannya guru menyediakan bimbingan atau petunjuk cukup luas kepada siswa. Sebagian perencanaannya dibuat
oleh guru, siswa tidak merumuskan problem atau masalah. Dalam pembelajaran
inkuiri terbimbing guru tidak melepas begitu saja kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh siswa. Guru harus memberikan pengarahan dan bimbingan kepada
siswa dalam melakukan kegiatan-kegiatan sehingga siswa yang berpikir lambat

15

atau siswa yang mempunyai intelegensi rendah tetap mampu mengikuti kegiatankegiatan yang sedang dilaksanakan dan siswa mempunyai kemampuan berpikir
tinggi tidak memonopoli kegiatan oleh sebab itu guru harus memiiki kemampuan
mengelola kelas yang bagus.

Sikap ilmiah sangat dibutuhkan oleh siswa ketika mengikuti proses pembelajaran
dengan menggunakan inkuri terbimbing. Seperti dikutip dari Lestari (2010) sikap
ilmiah adalah sikap yang dimiliki seseorang yang sesuai dengan prinsip-prinsip
ilmiah seperti
1. jujur terhadap data,
2. rasa ingin tahu yang tinggi,
3. terbuka atau menerima pendapat orang lain serta mau mengubah
pandangannya jika terbukti bahwa pandangannya tidak benar,
4. ulet dan tidak cepat putus asa,
5. kritis terhadap pernyataan ilmiah, yaitu tidak mudah percaya tanpa adanya
dukungan hasil observasi empiris, dan
6. dapat bekerja sama dengan orang lain. Sikap ilmiah merupakan faktor
psikologis yang mempunyai pengaruh besar terhadap keberhasilan siswa.

Pada penelitian ini tahapan pembelajaran inkuiri terbimbing yang digunakan
mengadaptasi dari tahapan pembelajaran inkuiri terbimbing yang dikemukakan
oleh Gulo (Trianto, 2010). Tahapan pembelajaran inkuiri terbimbing tersebut
dapat dijelaskan pada Tabel 1
Tabel 1. Tahap pembelajaran inkuiri terbimbing
No.
1.

2.

Fase
Mengajukan
pertanyaan
atau permasalahan
Membuat
hipotesis

Kegiatan Guru
Guru membimbing siswa
mengidentifikasi masalah. Guru
membagi siswa dalam kelompok
Guru memberikan kesempatan
pada siswa untuk curah pendapat
dalam membuat hipotesis. Guru
membimbing siswa dalam menentukan hipotesis yang relevan

Kegiatan Siswa
Siswa mengidentifikasi
masalah dan siswa
duduk dalam kelompoknya
Siswa memberikan
pendapat dan menentukan hipotesis yang
relevan dengan
permasalahan.

16

dengan permasalahan dan memprioritaskan hipotesis mana yang
menjadi prioritas penyelidikan.
Guru membimbing siswa
mendapatkan informasi atau datadata melalui percobaan maupun
telaah literature

3.

Mengumpulkan data

4.

Menganalisis
data

Guru memberi kesempatan pada
tiap kelompok untuk menyampaikan hasil pengolahan data yang
terkumpul

5.

Membuat
kesimpulan

Guru membimbing siswa dalam
membuat kesimpulan

Siswa melakukan percobaan maupun telaah
literatur untuk mendapatkan data-data atau
informasi
Siswa mengumpulkan
dan menganalisi data
serta menyampaikan
hasil pengolahan data
yang terkumpul
Siswa membuat kesimpulan

Model inkuiri terbimbing memiliki keunggulan-keunggulan dibandingkan dengan
model-model pembelajaran lain. Keunggulan inkuiri terbimbing menurut
Roestiyah (1998) yaitu :
1. Dapat membentuk dan mengembangkan ”Self-Concept” pada diri siswa,
sehingga siswa dapat mengerti tentang konsep dasar dan ide-ide yang lebih
baik.
2. Membantu dalam menggunakan ingatan dan transfer pada situasi proses
belajar yang baru.
3. Mendorong siswa untuk berpikir dan bekerja atas inisiatifnya sendiri,
bersikap obyektif, jujur dan terbuka.
4. Situasi proses belajar menjadi lebih terangsang.
5. Dapat mengembangkan bakat atau kecakapan individu.
6. Memberi kebebasan siswa untuk belajar sendiri.
7. Dapat memberikan waktu pada siswa secukupnya sehingga mereka dapat
mengasimilasi dan mengakomodasi informasi.
Sedangkan kelemahan dari model pembelajaran inkuiri terbimbing antara lain:
1. Guru harus tepat memilih masalah yang akan dikemukan untuk membantu siswa menemukan konsep.
2. Guru dituntut menyesuaikan diri terhadap gaya belajar siswa-siswanya.
3. Guru sebagai fasilitator diharapkan kreatif dalam mengembangkan
pertanyaan-pertanyaan.

17

C. Keterampilan Proses Sains

Keterampilan proses sains (KPS) dibutuhkan untuk menggunakan dan memahami
sains ( Hartono, 2007). Untuk dapat memahami hakikat IPA secara utuh, yakni
IPA sebagai proses, produk, dan aplikasi, siswa harus memiliki kemampuan KPS.
Dalam pembelajaran IPA aspek proses perlu ditekankan bukan hanya pada hasil
akhir dan berpikir benar lebih penting dari pada memperoleh jawaban yang benar.
Dengan kata lain bila seseorang telah memiliki KPS, IPA sebagai produk akan
mudah dipahami, bahkan mengaplikasikan dan mengembangkannya. KPS adalah
semua keterampilan yang terlibat pada saat proses berlangsungnya sains. KPS
penting dimiliki guru untuk digunakan sebagai jembatan untuk menyampaikan
pengetahuan/ informasi baru kepada siswa atau mengembangkan pengetahuan
atau informasi yang telah dimiliki siswa.

Menurut Semiawan (1992) keterampilan proses sains adalah keterampilan keterampilan fisik dan mental untuk menemukan dan mengembangkan sendiri
fakta dan konsep sains serta menumbuhkan dan mengembangkan sikap dan nilai
yang dituntut, sedangkan menurut Indrawati dalam Nuh (2010) mengemukakan
bahwa KPS merupakan keseluruhan keterampilan ilmiah yang terarah (baik
kognitif maupun psikomotor) yang dapat digunakan untuk menemukan suatu
konsep atau prinsip atau teori, untuk mengembangkan konsep yang telah ada
sebelumnya, ataupun untuk melakukan penyangkalan terhadap suatu penemuan
(falsifikasi)".

18

Jadi KPS adalah kemampuan siswa untuk menerapkan metode ilmiah dalam memahami, mengembangkan dan menemukan ilmu pengetahuan. KPS sangat penting bagi setiap siswa sebagai bekal untuk menggunakan metode ilmiah dalam
mengembangkan sains serta diharapkan memperoleh pengetahuan baru atau
mengembangkan pengetahuan yang telah dimiliki.

KPS bukan tindakan instruksional yang berada diluar kemampuan siswa. tetapi
dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan-kemampuan yang dimiliki
siswa. Menurut pendapat Tim action Research Buletin Pelangi Pendidikan (1999)
keterampilan proses dasar (Basic Science Proses Skill) meliputi observasi, klasifikasi, pengukuran, berkomunikasi dan menarik kesimpulan. Pada Tabel 2 dan 3
terdapat indikator-indikator KPS dasar dan indikator KPS terpadu yang uraiannya
disajikan pada Tabel 2 dan 3 berikut:
Tabel 2. Indikator keterampilan proses sains dasar
Keterampilan dasar

Indikator

Observasi

Mampu menggunakan semua indera (penglihatan,
pembau, pendengaran, pengecap, dan peraba) untuk
mengamati, mengidentifikasi, dan menamai sifat benda
dan kejadian secara teliti dari hasil pengamatan.

Klasifikasi

Mampu menentukan perbedaan, mengkontraskan ciriciri, mencari kesamaan, membandingkan dan menentukan dasar penggolongan terhadap suatu obyek.

Pengukuran

Mampu memilih dan menggunakan peralatan untuk
menentukan secara kuantitatif dan kualitatif ukuran
suatu benda secara benar yang sesuai untuk panjang,
luas, volume, waktu, berat dan lain-lain. Dan mampu
mendemontrasikan perubahan suatu satuan pengukuran ke satuan pengukuran lain.

Berkomunikasi

Memberikan/menggambarkan data empiris hasil

19

percobaan atau pengamatan dengan tabel, menyusun
dan menyampaikan laporan secara sistematis, menjelaskan hasil percobaan, membaca tabel,
mendiskusikan hasil kegiatan suatu masalah atau suatu
peristiwa.
Inferensi

Mampu membuat suatu kesimpulan tentang suatu
benda atau fenomena setelah mengumpulkan,
menginterpretasi data dan inormasi.

Tabel 3. Indikator keterampilan proses sains terpadu
Keterampilan Terpadu

Indikator

Merumuskan hipotesis
(formulating Of Hypotheses)

Mampu menyatakan hubungan antara dua
variabel, mengajukan perkiraan penyebab
suatu hal terjadi dengan mengungkapkan
bagaimana cara melakukan pemecahan
masalah

Menamai variabel (Naming
Variables)

Mampu mendefinisikan semua variabel jika
digunakan dalam percobaan

Mengontrol variabel
(Controling Variables)

Mampu mengidentifikasi variabel yang
mempengaruhi hasil percobaan, menjaga
kekonstanannya selagi memanipulasi variabel
bebas

Membuat definisi
operasional (making
operational definition)

Mampu menyatakan bagaimana mengukur
semua faktor/variabel dalam suatu
eksperimen

Melakukan Eksperimen
(experimenting)

Mampu melakukan kegiatan, mengajukan
pertanyaan yang sesuai, menyatakan
hipotesis, mengidentifikasi dan mengontrol
variabel, mendefinisikan secara operasional
variabel-variabel, mendesain sebuah
eksperimen yang jujur, menginterpretasi hasil
eksperimen

20

Keterampilan Terpadu

Indikator

Interpretasi (Interpreting)

Mampu menghubung-hubungkan hasil
pengamatan terhadap obyek untuk menarik
kesimpulan, menemukan pola atau
keteraturan yang dituliskan (misalkan dalam
tabel) suatu fenomena alam

Merancang penyelidikan
(Investigating)

Mampu menentuka alat dan bahan yang
diperlukan dalam suatu penyelidikan,
menentukan variabel kontrol, variabel bebas,
menentukan apa yang akan diamati, diukur
dan ditulis, dan menentukan cara dan langkah
kerja yang mengarah pada pencapaian
kebenaran ilmiah

Aplikasi konsep (Appling
Concepts)

Mampu menjelaskan peristiwa baru dengan
menggunakan konsep yang telah dimiliki dan
mampu menerapkan konsep yang telah
dipelajari dalam situasi baru

Menurut Mahmudin (2010), keterampilan proses sains merupakan dasar dari
pemecahan masalah dalam sains dan metode ilmiah. Keterampilan proses sains
dikelompokkan menjadi keterampilan proses dasar dan keterampilan proses
terpadu. Keterampilan proses dasar terdiri atas enam komponen tanpa urutan
tertentu, yaitu:
1). Observasi atau mengamati, menggunakan lima indera untuk mencari
tahu informasi tentang obyek seperti seperti karakteristik obyek, sifat,
persamaan, dan fitur identifikasi lain. 2). Klasifikasi, proses pengelompokkan dan penataan objek. 3). Mengukur, membandingkan kuantitas yang
tidak diketahui dengan jumlah yang diketahui, seperti standar dan nonstandar satuan pengukuran. 4). Komunikasi, menggunakan multimedia,
tulisan, grafik, gambar, atau cara lain untuk berbagi temuan. 5). Menyimpulkan, membentuk ide-ide untuk menjelaskan pengamatan. 6).
Prediksi, mengembangkan sebuah asumsi tentang hasil yang diharapkan.

21

Keenam keterampilan proses dasar di atas terintegrasi secara bersama-sama ketika
ilmuan merancang dan melakukan penelitian, maupun dalam kehidupan seharihari. Semua komponen keterampilan proses dasar penting baik secara parsial
maupun saat terintegrasi secara bersama-sama. Keterampilan proses dasar
merupakan fondasi bagi terbentuknya landasan berfikir logis. Oleh karena itu,
sangat penting dimiliki dan dilatihkan bagi siswa sebelum melanjutkan
keterampilan proses yang lebih rumit dan kompleks.

Keterampilan proses terpadu meliputi:
1). Merumuskan hipotesis, membuat prediksi (tebakan) berdasarkan bukti
dari penelitian sebelumnya atau penyelidikan. 2). Mengidentifikasi
variabel, penamaan dan pengendalian terhadap variabel independen,
dependen, dan variabel kontrol dalam penyelidikan. 3). Membuat definisi
operasional, mengembangkan istilah spesifik untuk menggambarkan apa
yang terjadi dalam penyelidikan berdasarkan karakteristik diamati. 4)
Percobaan, melakukan penyelidikan dan mengumpulkan data. 5).
Interprestasi data, menganalisis hasil penyelidikan.

Keterampilan proses sebagaimana disebutkan di atas merupakan KPS yang
diaplikasikan pada proses pembelajaran. Pembentukan keterampilan dalam
memperoleh pengetahuan merupakan salah satu penekanan dalam pembelajaran
sains. Oleh karena itu, penilaian terhadap keterampilan proses siswa harus dilakukan terhadap semua keterampilan proses sains baik secara parsial maupun
secara utuh.

Salah satu KPS adalah keterampilan prediksi, prediksi adalah ramalan tentang
kejadian yang dapat diamati diwaktu yang akan datang. Prediksi didasarkan pada
observasi yang cermat, prediksi dilakukan dengan meramalkan apa yang akan
terjadi kemudian berdasarkan data pada saat pengamatan dilakukan. Adapun

22

menurut Dimyati dan Moedjiono (1994), memprediksi dapat diartikan sebagai
mengantisipasi atau membuat ramalan tentang segala hal yang akan terjadi pada
waktu mendatang, berdasarkan perkiraan pada pola atau kecenderungan tertentu,
atau hubungan antara fakta, konsep, dan prinsip dalam ilmu pengetahuan.
D. Kerangka Pemikiran
Model inkuiri terbimbing adalah model inkuiri dimana guru membimbing siswa
melakukan kegiatan dengan memberi pertanyaan awal dan mengarahkan pada
suatu diskusi. Disamping itu, bimbingan dapat pula diberikan melalui lembar
kerja siswa yang terstruktur. Selama berlangsungnya proses belajar guru harus
memantau kelompok diskusi siswa, sehingga guru dapat mengetahui dan
memberikan petunjuk-petunjuk yang diperlukan oleh siswa. Pada model ini siswa
akan dihadapkan pada tugas-tugas yang relevan untuk diselesaikan baik melalui
diskusi kelompok maupun secara individual agar mampu menyelesaikan masalah
dan menarik suatu kesimpulan secara mandiri.
Pembelajaran inkuiri terbimbing terdiri dari 5 tahap, tahap pertama yaitu merumuskan masalah, siswa diberikan masalah yang berkaitan dengan fenomena
sehari-hari, contohnya tidak semua asam dan basa ini dapat dengan mudah diketahui dengan hanya merasakan dan mencicipinya. Lalu bagaimana cara mengidentifikasi sifat asam atau basa dari suatu larutan tanpa harus merasakannya? ion
apakah yang menentukan sifat dari suatu larutan tersebut?, kemudian siswa
bekerja untuk menemukan jawaban terhadap masalah tersebut berdasarkan pengetahuan awal mereka dengan bimbingan guru. Tahap kedua yaitu siswa mengembangkan dalam bentuk hipotesis sesuai dengan pengetahuan mereka sendiri dan

23

diuji kebenarannya. Pada tahap ini, guru memberikan kesempatan kepada siswa
untuk mencari informasi terhadap akibat dari peristiwa sains tersebut secara
kelompok dan memberikan alasan terhadap hipotesis mereka. Pada tahap ini
siswa dapat membentuk keterampilan merumuskan hipotesis, tahap ketiga yaitu
mengumpulkan data, siswa berdiskusi dalam kelompoknya untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang terdapat pada LKS, pada tahap ini guru membimbing
siswa mengumpulkan data yang dapat diperoleh dari melakukan percobaan atau
telaah literatur, sehingga siswa diharapkan mampu mengumpulkan data
semaksimal mungkin untuk mendukung jawaban hipotesis yang dituliskan. Tahap
keempat menganalisis data, pada tahap ini guru membimbing siswa
mengumpulkan dan menganalisi data dari hasil percobaan yang telah dilakukan
atau telaah literatur serta menyampaikan hasil pengolahan data yang terkumpul.
Pada tahap ini bertujuan untuk mengembangkan kemampuan siswa berpikir
rasional bahwa kebenaran jawaban bukan hanya berdasarkan argumentasi tetapi
didukung oleh data yang ditemukan dan dapat dipertanggung-jawabkan, sehingga
siswa diharapkan dapat membentuk keterampilan prediksi. Tahap kelima
membuat kesimpulan, pada tahap ini guru membimbing siswa membuat kesimpulan berdasarkan hasil percobaan dan analisis data yang telah diperoleh. Tahap
ini diharapkan mampu membantu siswa dalam upaya mengembangkan kemampuan dalam menyelesaikan masalah yang diberikan, sampai pada akhirnya
kemampuan mereka berkembang secara utuh.

Digunakannya model pembelajaran inkuiri terbimbing diharapkan efektif dalam
meningkatkan keterampilan prediksi dan keterampilan merumuskan hipotesis,
sehingga perlu dilakukan penelitian tentang efektivitas model pembelajaran

24

inkuiri terbimbing pada materi asam basa dalam meningkatkan keterampilan
prediksi dan keterampilan merumuskan hipotesis

E. Anggapan Dasar

Anggapan dasar dalam penelitian ini adalah:
1. Perbedaan n-Gain keterampilan prediksi dan keterampilan merumuskan
hipotesis semata-mata terjadi karena perubahan perlakuan dalam proses
belajar.
2. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi peningkatan keterampilan prediksi dan
keterampilan merumuskan hipotesis kelas XI IPA semester genap SMA
Muhammadiyah 2 Bandar Lampung tahun pelajaran 2012/2013 diabaikan.

E. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah:
Pembelajaran inkuiri terbimbing pada materi asam basa efektif dalam
meningkatkan keterampilan prediksi dan keterampilan merumuskan hipotesis
pada siswa SMA Muhammadiyah 2 Bandar Lampung

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPAI SMA Muhammadiyah 2
Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013, dengan jumlah siswa sebanyak 29
orang. Penentuan subjek dilakukan dengan pertimbangan mendapatkan karakteristik
siswa yang memiliki nilai rata-rata kemampuan dasar yang sama.

B. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif yaitu data
hasil tes sebelum pembelajaran diterapkan (pretest) dan hasil tes setelah
pembelajaran diterapkan (postest) keterampilan kepada siswa. Sumber data dalam
penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA1.

C. Desain dan Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah pre-eksperimental dan desain penelitian
yang digunakan adalah One Group Pretest-Posttest Design (Sugiyono, 2010).
Desain ini dapat digambarkan bawah ini :

26

Tabel 3. Desain penelitian
Kelas
Subjek

Pretest

Perlakuan

Postest

O1

X

O2

Keterangan :
O1 : nilai pretes sebelum diberikan perlakuan
O2 : nilai postes setelah diberikan perlakuan
X : perlakuan yang berupa pembelajaran inkuiri terbimbing.

D. Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini terdiri dari satu variabel bebas dan satu variabel terikat.
Sebagai variabel bebas adalah model pembelajaran inkuiri terbimbing. Sebagai
variabel terikat adalah keterampilan prediksi dan keterampilan merumuskan hipotesis
pada materi asam basa siswa kelas XI IPA1 SMA Muhammadiyah 2 Bandar
Lampung.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen adalah alat yang berfungsi mempermudah pelaksanaan sesuatu. Instrumen
pengumpulan data merupakan alat yang digunakan oleh pengumpul data untuk
melaksanakan tugasnya mengumpulkan data menurut Arikunto (2004).
Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah
a. LKS materi asam basa dengan model inkuiri terbimbing. sebanyak 6 LKS
b. Soal pretest dan postest untuk membangun keterampilan prediksi dan
merumuskan hipotesis

27

1) Pretest
Pretest dalam penelitian ini terdiri dari 10 soal uraian yang di dalamnya
terdapat indikator keterampilan prediksi yaitu pada soal uraian 4 b, 4 c, 6 b, 8
b, dan indikator keterampilan merumuskan hipotesis yaitu pada soal uraian 1
b, 6 a, 9, 10 b
2) Postest
Soal posttes terdiri dari 11 soal uraian yang di dalamnya terdapat indikator
keterampilan prediksi yaitu pada soal uraian 1 c, 3 c, 5 b, 8 dan indikator
keterampilan merumuskan hipotesis yaitu pada soal uraian 2, 4, 6, 10
c. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Silabus yang sesuai dengan
standar Kurikulum tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).

F. Validitas Instrumen

Validitas pada penelitian ini menggunakan validitas isi. Validitas isi adalah
kesesuaian antara instrumen dengan ranah atau domain yang diukur (Ali, 1992).
Adapun pengujian validitas isi pada penelitian ini dilakukan dengan cara judgment.
Dalam hal ini pengujian dilakukan dengan menelaah kisi-kisi, terutama kesesuaian
antara tujuan penelitian, tujuan pengukuran, indikator, dan butir-butir pertanyaannya.
Apabila antara unsur-unsur itu terdapat kesesuaian, maka dapat dinilai bahwa
instrumen dianggap valid untuk digunakan dalam mengumpulkan data sesuai
kepentingan penelitian yang bersangkutan. Karena berbagai hal dan keterbatasan
peneliti, tim ahli, dalam hal ini pembimbing, merekomendasikan pengukuran
validitas instrumen saja.

28

G. Pelaksanaa Penelitian

1) Tahap prapenelitian

a. Membuat surat izin pendahuluan penelitian ke sekolah.
b. Meminta izin kepada wakil kepala kurikulum SMA Muhammadiyah 2 Bandar
Lampung dan menyampaikan surat izin penelitian yang telah dibuat
c. Mengadakan observasi ke sekolah tempat diadakannya penelitian untuk mendapatkan informasi tentang keadaan siswa, jadwal dan tata tertib sekolah, serta
sarana-prasarana yang ada di sekolah yang dapat digunakan sebagai pendukung
pelaksanaan penelitian.
d. Menentukan kelas yang akan dijadikan subjek penelitian yaitu kelas XI IPA1.
e. Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) sesuai dengan materi yang
akan diteliti, yaitu materi Asam basa.
f. Membuat Lembar Kerja Siswa (LKS) yang disesuaikan dengan tahapan pembelajaran inkuiri terbimbing dengan keterampilan prediksi dan keterampilan
merumuskan hipotesis yang diharapkan akan dicapai siswa pada kelas subjek.
g. Membuat soal-soal pretest dan postest berbasis keterampilan prediksi dan
keterampilan merumuskan hipotesis.
h. Pengujian validitas instrumen dengan dosen pembimbing.

2) Tahap penelitian

Prosedur pelaksanaan di kelas yaitu pada kelas XI IPA1 diterapkan model
pembelajaran inkuiri terbimbing. Urutan prosedur pelaksanaannya sebagai berikut :
a. Melakukan pretest pada kelas subjek.

29

b. Melaksanakan kegiatan belajar mengajar pada materi Asam-basa dengan
menggunakan metode pembelajaran inkuiri terbimbing
c. Melakukan postest pada kelas subjek.
d. Menganalisis data yang diperoleh dan membuat kesimpulan
Prosedur pelaksanaan penelitian tersebut dapat digambarkan dalam bentuk bagan di
bawah ini :
Tahap Persiapan dan
Observasi
Penetapan Subjek Penelitian

Mempersiapkan Instrumen
Validitas Intrumen
Pretest
Pembelajaran Inkuiri
Terbimbing
postest

Analisis Data
Kesimpulan
Gambar 1. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

30

H. Teknik Analisis Data

Tujuan analisis data yang dikumpulkan adalah untuk memberikan makna atau arti
yang digunakan untuk menarik suatu kesimpulan yang berkaitan dengan masalah,
tujuan, dan hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya.
1) Menghitung nilai akhir pretest dan postest

Nilai akhir pretest atau postest dirumuskan sebagai berikut:
Nilai Akhir =

∑ skor yang diperoleh siswa
skor maksimum

× 100

Data yang diperoleh dari nilai akhir pretest dan postest kemudian dianalisis
dengan menghitung gain.

2) Menghitung nilai gain

Nilai gain dirumuskan sebagai berikut:
Gain = nilai postest – nilai pretest
Data yang diperoleh kemudian dicari gain ternormalisasinya.

3) Menghitung n-Gain

Untuk mengetahui efektivitas pembelajaran inkuiri terbimbing dalam
meningkatkan keterampilan prediksi dan keterampilan merumuskan hipotesis
siswa, maka dilakukan analisis nilai gain ternormalisasi. Melalui perhitungan ini
didapatkan data n-Gain sejumlah siswa yang mengikuti tes tersebut. Rumus
n-Gain menurut Meltzer adalah sebagai berikut:
N-Gain =

(

)

(

Dengan demikian, diperoleh n-Gain untuk kelas subjek.

)

31

Kriteria interpretasi n-Gain yang dikemukakan oleh Hake, yaitu :
N-Gain > 0,7

(n-Gain tinggi)

0,3 ≤ n-Gain ≤ 0,7

(n-Gain sedang)

N-Gain < 0,3

(n-Gain rendah)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data, pengujian hipotesis, dan pembahasan dalam
penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Model pembelajaran inkuiri terbimbing efektif dalam meningkatkan
keterampilan prediksi dalam kategori sedang.
2. Model pembelajaran inkuiri terbimbing efektif dalam meningkatkan
keterampilan merumuskan hipotesis dalam kategori sedang.

B. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, disarankan bahwa:
1.

Pembelajaran inkuiri terbimbing hendaknya diterapkan dalam pembelajaran
kimia, terutama pada materi asam basa karena terbukti efektif dalam meningkatkan keterampilan prediksi dan keterampilan merumuskan hipotesis

2.

Bagi calon peneliti lain yang juga tertarik untuk menerapkan pembelajaran
inkuiri terbimbing disarankan untuk menambahkan waktu karena dalam
pelaksanaannya pembe