EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING PADA MATERI ASAM BASA DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENGKOMUNIKASIKAN DAN INFERENSI

TFEKIIVTTAS MOD EL PEM

B

EIATARAII IH KU IRI TERBI}.I BI ilG

PADA I.TATERI ASAM BASA DALA].I T,IET{IT{GKATKAI{
KETERAi{ PIIAT{

M

EilG KOU

UT{

IIOSITAil

DIT{ IT{FERtrISI

,ASep q\U6roho
Skripsi

Sebagai Sajah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar

SARJANA PENDIDIKAN
Pada
Program Studi Pendidikan l(mia
Jurusan Pendidikan Matematika dan llmu Pengetahuan Alam

FAKULTAS KEGT'RUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
I,NWERSTTAS LAMPUNG
BANDAR I.AI',IPUNG

2013

Elsa Sinaga

ABSTRAK
EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING
PADA MATERI ASAM BASA DALAM MENINGKATKAN
KETERAMPILAN MENGKOMUNIKASIKAN
DAN INFERENSI


Oleh
ASEP NUGROHO
Penelitian ini dilakukan untuk mendeskripsikan efektivitas model pembelajaran
inkuiri terbimbing pada materi asam-basa dalam meningkatkan keterampilan
mengkomunikasikan dan inferensi.

Penelitian ini menggunakan metode preexperimental dengan One-Group PretestPosttest Design. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA1 SMA
Muhammadiyah 2 Bandar Lampung semester ganjil tahun ajaran 2012-2013.
Efektivitas model pembelajaran inkuiri terbimbing ditunjukkan oleh adanya
peningkatan nilai pretest dan posttest yang dilihat dari nilai n-gain.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata nilai n-gain keterampilan mengkomunikasikan sebesar 0,45 dan ketrampilan inferensi sebesar 0,39. Dapat
disimpulkan bahwa pembelajaran inkuiri terbimbing pada materi asam-basa
efektif dalam meningkatkan keterampilan mengkomunikasikan dan inferensi
dengan kriteria sedang.

Kata kunci: pembelajaran inkuiri terbimbing, keterampilan mengkomunikasikan
dan inferensi.


Judul Skripsi

DFEITTIVIItrS MODEL PEMBEI"AJARA}i
INKIIIBI TERBIIIBING PAI}A ITIATERI
ASA}I-BASA DALAM MENINGI{ATKAN
KETERA}TPII,AN MENGKOITIT}NIKASIKAN
DAN INFEBENSI

Nama Mahasiswa

Q$6r,oho

Nomor Pokok Mahasiswa

^9p
0745A25A55

Program Studi

Pendidikan Kimia


Jurusan

Pendidikan MIPA

Fakultas

Keguruan dan Ilmu pendidikan

MENIETUJUI
1. Komisi Pembimbing

,4 /'

/ Z- -/'
L/

Dra. C)Inqdyanah Diawati, pt.Si.
NrP 19660824


tggttl 2 w2

Dra. Nina lhdarltna, ltl.Si.
I.{IP 19600407 198505 2 005

2. Ketua Jurusan pendidikan MIpA
,,-\ /"'\

ll.,t((i 'Q'a.u
'\-i//-

Dr. Caswita, ltl.Sl.
NrP 1967100/1 199505 1 0o4.

PER}TYATAAIY

Dengan ini Saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang
pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi
dan sepanjang pengetahuan Sayajuga tidak terdapatkarya atau pendapat yang
pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu

dalam naskah dan disebutkan dalam daftffpustaka.

Apabila ternyata kelak dikemudian hari terbukti ada ketidakbenaran dalam
pemyataan Saya diatas, maka Saya akan bertanggung jawab sepenuhnya.

,,,".*p.#du.

Lampung, 17 Agustus 2013

NPM 07430230s3

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................................ vii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................
I.

II.


III.

viii

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................

1

B. Rumusan Masalah ............................................................................

6

C. Tujuan Penelitian ..............................................................................

6

D. Manfaat Penelitian ..........................................................................

6


E. Ruang Lingkup Penelitian ...............................................................

7

TINJAUAN PUSTAKA
A. Pembelajaran Kontruktivisme ........................................................

8

B. Model Pembalajaran Inkuiri Terbimbing .......................................

13

C. Keterampilanm Proses Sains ..........................................................

17

D. Kerangka Pemikiran .......................................................................


21

E. Anggapan Dasar ..............................................................................

23

F. Hipotesis .........................................................................................

24

METODE PENELITIAN
A. Subjek Penelitian .............................................................................

25

B. Jenis dan Sumber Data ....................................................................

25

C Desain dan metode Penelitian .........................................................


25

iv

D. Variabel Penelitian ...........................................................................

26

E. Instrumen dan Validitas Penelitian ....................................................

26

1. Instrumen penelitian .....................................................................
2. Validitas penelitian .......................................................................

26
27

F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ......................................................


28

1. Prosedur Pelaksanaan Prapenelitian ............................................. . 28
2. Tahap penelitian ............................................................................ . 28

IV.

V.

G. Tekhnik Analisis Data .....................................................................

29

1. Menghitung nilai Pretest dan Posttest ..........................................
2. Menghitung nilai Gain ..................................................................
3. Menghitung Nilai n-Gain..............................................................

30
30
30

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian dan Analisisn Data ................................................

31

B. Pembahasan .....................................................................................

33

C. Kendala Yang Dihadapi ....................................................................

41

KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan .....................................................................................

42

B. Saran ................................................................................................

42

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... .

43

LAMPIRAN
1.
2.
3.
4
5.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.

Pemetaan SK dan KD ............................................................................
Silabus ....................................................................................................
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran .......................................................
Lembar Kerja Siswa ...............................................................................
Kisi-kisi Pretest dan Possttest ................................................................
Soal Pretes dan Posttest .........................................................................
Kunci Jawaban Pretest dan Posttest .......................................................
Pedoman Penskoran dan Rubrik Penilaian Pretes dan Posttest ...............
Perhitungan Analisis Data……………………………………………….
Daftar Nilai n-Gain ...................................................................................
Surat Izin Penelitian ..................................................................................
Surat Keterangan Melaksanakan Penelitian ............................................

46
59
67
91
143
148
154
157
171
175
177
178

v

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sains merupakan ilmu yang berkaitan dengan cara mencari tahu dan memahami
tentang alam. Belajar sains merupakan suatu proses memberikan sejumlah pengalaman kepada siswa untuk mengerti dan membimbing mereka untuk menggunakan pengetahuan sains tersebut. Untuk dapat memahami hakikat sains yakni sains
sebagai proses dan produk.

Ilmu kimia merupakan bagian dari IPA, yang berkembang berdasarkan pada fenomena alam. Ada tiga hal yang berkaitan dengan karakteristik ilmu kimia yaitu
kimia sebagai produk, proses, dan sikap. Produk ilmu kimia adalah pengetahuan
yang berupa fakta, teori, prinsip,dan hukum-hukum. Sedangkan proses ilmu
kimia berupa kerja ilmiah yang ditekankan pada pengamatan langsung peserta
didik agar dapat melihat dan mengamati sendiri keadaan alam sekitar sehingga
tumbuh sikap ilmiah pada diri setiap peserta didik. Pelajaran kimia adalah pelajaran yang erat hubungannya dengan kehidupan sehari-hari. Salah satu contohnya
ialah materi asam-basa. Materi asam- basa menyajikan fakta-fakta tentang peristiwa yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya pemanfaat-an kapur di
bidang pertanian, dalam hal ini kapur yang bersifat basa berguna untuk
menetralkan tanah yang bersifat asam dan H2SO4 digunakan sebagai cairan untuk

2

mengisi aki. Jika seorang guru dapat mengaitkan fakta-fakta yang terjadi di
lingkungan sekitar ke dalam materi kimia, dengan begitu siswa akan lebih mudah
untuk memahami materi tersebut. Hal ini sesuai dengan prinsip pembelajaran
konstruktivisme, dimana siswa sendiri yang dipacu untuk menemukan konsep
untuk dirinya dan dapat mengkomunikasikan hasil eksperimen yang dilakukan.
Dengan begitu ilmu yang diperoleh siswa diharapkan dapat bertahan lama.

Beberapa kompetensi dasar yang harus dimiliki siswa kelas XI semester genap
adalah mendeskripsikan teori-teori asam-basa dengan menentukan sifat larutan
dan menghitung pH larutan. Untuk mencapai kompetensi tersebut pengalaman
belajar harus relevan yaitu apabila dalam pembelajaran siswa diajak untuk melihat
keeratan hubungan antara konsep yang dipelajari dengan fakta-fakta dalam kehidupan sehari-hari sehingga dalam proses pembelajaran, siswa perlu dilatih menggunakan keterampilan mengkomunikasikan yang termasuk komponen dari
keterampilan proses sains sebagai dasar untuk memecahkan masalah.

KPS dimaksudkan untuk melatih dan mengembangkan keterampilan intelektual
atau kemampuan berpikir siswa. Selain itu juga mengembangkan sikap-sikap ilmiah dan kemampuan siswa untuk menemukan dan mengembangkan fakta, konsep, dan prinsip ilmu pengetahuan. Selanjutnya dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah-masalah. Pembelajaran dengan keterampilan proses berarti memberi kesempatan kepada siswa bekerja dengan ilmu pengetahuan, tidak sekedar
menceritakan atau mendengarkan cerita tentang ilmu pengetahuan, tetapi juga
terlibat langsung dengan proses pembelajaran sehingga siswa dapat menyimpulkan sendiri pelajaran yang mereka dapat. Dalam hal ini siswa dilatihkan

3

keterampilan menyimpulkan atau inferensi sebagai salah satu indikator keterampilan proses sains.

Faktanya, pembelajaran kimia cenderung hanya menghadirkan konsep-konsep,
hukum-hukum dan teori-teori saja, yang diperoleh siswa hanya kimia sebagai
produk tanpa menyuguhkan bagaimana proses ditemukannya konsep, hukum, dan
teori tersebut, sehingga tidak tumbuh sikap ilmiah dalam diri siswa. (Depdiknas,
2003). Aktivitas siswa dapat dikatakan hanya mendengarkan penjelasan guru dan
mencatat hal-hal yang dianggap penting. Mayoritas dalam proses pembelajaran,
siswa dituntut untuk menghafal sejumlah konsep yang diberikan oleh guru tanpa
dilibatkan secara langsung dalam penemuan konsep tersebut. Akibatnya pembelajaran kimia menjadi kehilangan daya tariknya. Hal ini diperkuat dengan
obervasi yang dilakukan di SMA Muhammadiyah 2 Bandar Lampung, yang
dalam proses pembelajarannya masih penggunaan metode ceramah, kegiatan lebih
berpusat pada guru seperti pada materi asam basa.

Dalam implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), guru merupakan komponen yang sangat penting, sebab keberhasilan pelaksanaan proses
pendidikan sangat tergantung pada guru. Oleh karena itu upaya peningkatan kualitas pendidikan seharusnya dimulai dari pembenahan kemampuan guru. Salah
satu kemampuan yang harus dimiliki guru adalah bagaimana mengimplementasikan suatu model pembelajaran yang sesuai dengan tujuan atau kompetensi yang
akan dicapai, karena tidak semua tujuan dapat tercapai hanya dengan satu model
tertentu.

4

Untuk maksud tersebut pembelajaran inkuiri terbimbing diharapkan mampu menjadi model pembelajaran yang tepat untuk digunakan dalam pembelajaran kimia
yang meliputi konsep-konsep dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.
Pembelajaran inkuiri terbimbing dapat membantu dalam menggunakan ingatan
dan transfer pada situasi proses belajar yang baru, mendorong siswa untuk berpikir dan bekerja atas inisiatifnya sendiri, bersikap obyektif, jujur dan terbuka, situasi proses belajar menjadi lebih terangsang, dapat mengembangkan bakat atau kecakapan individu, dan memberi kebebasan siswa untuk belajar sendiri (Roestiyah,
1998).

Lebih lanjut langkah-langkah pembelajaran inkuiri terbimbing menurut Gulo
(Trianto, 2010) dapat dimulai dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan atau
masalah untuk diselesaikan oleh siswa. Setelah masalah diungkapkan, siswa
mengembangkan pendapatnya dalam bentuk hipotesis yang akan diuji
kebenarannya. Langkah selanjutnya siswa mengumpulkan data-data dengan
melakukan percobaan dan telaah literatur. Siswa kemudian menganalisis data dan
menarik kesimpulan dari pembelajaran yang telah dilakukan.

Dari langkah-langkah tersebut, siswa diajak mencari tahu jawaban terhadap
pertanyaan ilmiah yang diajukan. Dengan kata lain pada proses pembelajaran
inkuiri terbimbing, untuk memperoleh informasi dapat dilakukan dengan observasi atau eksperimen untuk mencari jawaban terhadap masalah yang diberikan.
Sehingga dalam hal ini guru perlu melatihkan keterampilan mengkomunikasikan
kepada siswa sebagai salah satu komponen dalam Keterampilan Proses Sains.

5

Beberapa hasil penelitian yang mengkaji penerapan pembelajaran inkuiri terbimbing adalah Kurniasari (2011) yang melakukan penelitian kuasi eksperimen pada
siswa kelas XI IPA Semester ganjil SMA Negeri 1 Kauman Tulungagung pada
Materi Pokok Laju Reaksi, melaporkan bahwa (1) Keterlaksanaan pembelajaran
inkuiri terbimbing pada materi pokok laju reaksi telah berlangsung cukup baik, (2)
Model inkuiri terbimbing lebih efektif dibandingkan pembelajaran konvensional
dalam meningkatkan hasil belajar siswa, (3) Sikap ilmiah siswa yang dibelajarkan dengan inkuiri terbimbing lebih tinggi dibandingkan siswa yang dibelajarkan
dengan konvensional pada materi laju reaksi dengan persentase siswa kelas
eksperimen yang memiliki sikap ilmiah sangat baik mencapai 32,6 % sedangkan
kelas kontrol hanya mencapai 13,3%.
Adapun Viyanti (2009) telah melakukan penelitian tentang penggunaan keterampilan proses sains dalam upaya meningkatkan penguasaan konsep suhu dan kalor
siswa kalor siswa kelas X SMA N di Bandar Lampung. Berdasarkan hasil
penelitian telah terjadi peningkatan penguasaan konsep suhu dan kalor bagi siswa
yang menggunakan pembelajaran dengan pendekatan proses sains lebih tinggi
secara signifikan.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dilakukan penelitian yang berjudul
“Efektivitas Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Pada Materi Asam-Basa
Dalam Meningkatkan Keterampilan Mengkomunikasikan Dan Ketrampilan
Inferensi ”

6

B.

Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang, maka rumusan masalah penelitian ini adalah :
1. Bagaimanakah efektivitas pembelajaran inkuiri terbimbing pada materi asambasa dalam meningkatkan keterampilan mengkomunikasikan pada siswa kelas
XI IPA1 SMA Muhammadiyah 2 Bandar Lampung ?
2. Bagaimanakah efektivitas pembelajaran inkuiri terbimbing pada materi asambasa dalam meningkatkan keterampilan inferensi pada siswa kelas XI IPA1
SMA Muhammadiyah 2 Bandar Lampung ?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk
mendeskripsikan :
1. Efektivitas model pembelajaran inkuiri terbimbing pada materi asam-basa
dalam meningkatkan keterampilan mengkomunikasikan pada siswa kelas XI
IPA1 SMA Muhammadiyah 2 Bandar Lampung
2. Efektivitas model pembelajaran inkuiri terbimbing pada materi asam-basa
dalam meningkatkan keterampilan inferensi pada siswa kelas XI IPA1 SMA
Muhammadiyah 2 Bandar Lampung.

D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1. Bagi Siswa
Penerapan model pembelajaran inkuiri terbimbimbing diharapkan dapat
memberikan pengalaman belajar secara langsung kepada siswa, sehingga

7

siswa dapat memahami materi pelajaran dengan mudah khususnya pada
materi asam-basa.
2. Bagi Guru dan Calon Guru
Memperoleh model pembelajaran yang efektif pada materi asam-basa dalam
meningkatkan keterampilan mengkomunikasikan dan ketrampilan inferensi
pada siswa di sekolah.
3. Bagi Sekolah
Penerapan model inkuiri terbimbing dalam pembelajaran merupakan
alternatif untuk meningkatkan mutu pembelajaran kimia di sekolah.

E. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah:
1. Indikator keterampilan mengkomunikasikan dalam penelitian ini adalah memberikan/menggambarkan data empiris hasil percobaan atau pengamatan dengan
tabel, menjelaskan hasil percobaan, membaca tabel, mendiskusikan hasil
kegiatan suatu masalah atau suatu peristiwa.
2. Indikator ketrampilan inferensi dalam penelitian ini adalah menarik kesimpulan
berdasarkan data empiris hasil percobaan.
3. Pembelajaran inkuiri terbimbing yang diterapkan adalah pembelajaran inkuiri
terbimbing menurut Gulo (Trianto, 2010).
5. Efektivitas pembelajaran ditunjukkan dengan rata-rata n-gain masing-masing
keterampilan yang diteliti minimal bernilai 0,3 ( kriteria Hake ).

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pembelajaran Konstruktivisme

Menurut Von Glasersfeld dalam Pannen, Mustafa, dan Sekar-Winahyu (2001)
konstruktivisme menyatakan bahwa semua pengetahuan yang kita peroleh adalah
hasil konstruksi sendiri, maka sangat kecil kemungkinan adanya transfer pengetahuan dari seseorang kepada yang lain. Agar siswa mampu mengkonstruksi
pengetahuan, maka diperlukan:
1. Kemampuan siswa untuk mengingat dan mengungkapkan kembali pengalaman, karena pengetahuan dibentuk berdasarkan interaksi individu siswa
dengan pengalaman-pengalaman tersebut.
2. Kemampuan siswa untuk membandingkan, dan mengambil keputusan
mengenai persamaan dan perbedaan suatu hal, agar siswa mampu menarik
sifat yang lebih umum dari pengalaman-pengalaman khusus serta melihat
kesamaan dan perbedaannya untuk selanjutnya membuat klasifikasi dan
mengkonstruksi pengetahuannya.
3. Kemampuan siswa untuk lebih menyukai pengalaman yang satu dari yang
lain (selective conscience). Melalui “suka dan tidak suka” inilah muncul
penilaian siswa terhadap pengalaman, dan menjadi landasan bagi pembentukan pengetahuannya.
Prinsip-prinsip konstruktivisme menurut Suparno (1997), antara lain:
(1) pengetahuan dibangun oleh siswa secara aktif;
(2) tekanan dalam proses belajar terletak pada siswa;
(3) mengajar adalah membantu siswa belajar;
(4) tekanan dalam proses belajar lebih pada proses bukan pada hasil akhir;
(5) kurikulum menekankan partisipasi siswa;
(6) guru adalah fasilitator.

9

Teori-teori baru dalam psikologi pendidikan di kelompokkan dalam teori pembelajaran konstruktivis (constructivist theories of learning). Teori konstruktivis ini
menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan
informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan
merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak sesuai. Teori ini berkembang dari
kerja Piaget, Vygotsky, teori-teori pemrosesan informasi, dan teori psikologi
kognitif yang lain, seperti teori Bruner (Nur dalam Trianto, 2010).

Menurut Piaget (Dahar 1989), dasar dari belajar adalah aktivitas anak bila ia berinteraksi dengan lingkungan sosial dan lingkungan fisiknya. Pertumbuhan anak
merupakan suatu proses sosial. Anak tidak berinteraksi dengan lingkungan fisiknya sebagai suatu individu terikat, tetapi sebagai bagian dari kelompok sosial.
Akibatnya lingkungan sosialnya berada diantara anak dengan lingkungan fisiknya.
Interaksi anak dengan orang lain memainkan peranan penting dalam mengembangkan pandangannya terhadap alam. Melalui pertukaran ide-ide dengan orang
lain, seorang anak yang tadinya memiliki pandangan subyektif terhadap sesuatu
yang diamatinya akan berubah pandangannya menjadi obyektif. Aktivitas mental
anak terorganisasi dalam suatu struktur kegiatan mental yang disebut ”skema”
atau pola tingkah laku.

Dalam perkembangan intelektual ada tiga hal penting yang menjadi perhatian
Piaget yaitu struktur, isi dan fungsi.
a. Struktur, Piaget memandang ada hubungan fungsional antara tindakan
fisik, tindakan mental dan perkembangan logis anak-anak. Tindakan
menuju pada operasi-operasi dan operasi-operasi menuju pada perkembangan struktur-struktur.

10

b. Isi, merupakan pola perilaku anak yang khas yang tercermin pada respon
yang diberikannya terhadap berbagai masalah atau situasi yang
dihadapinya.
c. Fungsi, adalah cara yang digunakan organisme untuk membuat kemajuan
intelektual.

Menurut Piaget perkembangan intelektual didasarkan pada dua fungsi yaitu organisasi dan adaptasi. Organisasi memberikan pada organisme kemampuan untuk
mengestimasikan atau mengorganisasi proses-proses fisik atau psikologis menjadi
sistemsistem yang teratur dan berhubungan, sedangkan adaptasi, terhadap lingkungan dilakukan melalui dua proses yaitu asimilasi dan akomodasi.

Lebih lanjut, Piaget (Dahar, 1989) mengemukakan bahwa asimilasi adalah proses
kognitif dimana seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep ataupun pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang sudah ada dalam pikirannya. Asimilasi
dipandang sebagai suatu proses kognitif yang menempatkan dan mengklasifikasikan kejadian atau rangsangan baru dalam skema yang telah ada. Proses asimilasi ini berjalan terus. Asimilasi tidak akan menyebabkan perubahan/pergantian
skemata melainkan perkembangan skemata. Dengan kata lain, asimilasi merupakan salah satu proses individu dalam mengadaptasikan dan mengorganisasikan
diri dengan lingkungan baru.

Dalam menghadapi rangsangan atau pengalaman baru seseorang tidak dapat mengasimilasikan pengalaman yang baru dengan skemata yang telah dipunyai. Pengalaman yang baru itu bisa jadi sama sekali tidak cocok dengan skema yang telah ada. Dalam keadaan demikian orang akan mengadakan akomodasi. Akomodasi terjadi untuk membentuk skema baru yang cocok dengan rangsangan yang
baru atau memodifikasi skema yang telah ada sehingga cocok dengan rangsangan

11

itu. Bagi Piaget adaptasi merupakan suatu kesetimbangan antara asimilasi dan
akomodasi. Bila dalam proses asimilasi seseorang tidak dapat mengadakan adaptasi terhadap lingkungannya maka terjadilah ketidakseimbangan (disequilibrium).
Akibat ketidakseimbangan itu maka terjadilah akomodasi dan struktur kognitif
yang ada akan mengalami perubahan atau munculnya struktur yang baru. Pertumbuhan intelektual ini merupakan proses terus menerus tentang keadaan ketidakseimbangan dan keadaan setimbang (disequilibrium-equilibrium). Tetapi bila
terjadi kesetimbangan maka individu akan berada pada tingkat yang lebih tinggi
daripada sebelumnya.

Ide-ide konstruktivisme modern banyak berlandaskan teori sosialkultur Vigotsky
(Nur, 2004) sehingga menjadi konsep mendasar dari konstruktivisme, seperti:
Scaffolding, Proses top down, Zone of Proximal Development (ZPD).
a. Scaffolding
Scafolding dapat diartikan sebagai pemberian sejumlah bantuan kepada siswa
selama tahap-tahap awal pembelajaran dan kemudian mengurangi bantuan
tersebut dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengambil alih
tanggung jawab yang semakin besar setelah ia melakukannya. Scaffolding
merupakan bantuan yang diberikan kepada siswa untuk belajar dan untuk
menemukan masalah. Bantuan tersebut dapat berupa petunjuk, dorongan,
peringatan, menguraikan masalah ke dalam langkah-langkah, memberikan
contoh dan tindakan-tindakan lain yang memungkinkan siswa itu belajar
sendiri.

12

b. Proses Top Down
Pendekatan konstruktivisme dalam pengajaran lebih menekankan proses
pengajaran secara top down dari bottom up. Top Down berarti bahwa siswa
mulai dengan masalah kompleks untuk dipecahkan dan kemudian siswa
memecahkan atau menemukan (dengan bantuan guru) ketrampilan-ketrampilan
dasar yang diperlukan.
c. Zone of Proximal Development (ZPD)
Zone of Proximal Development dimaknai sebagai jarak antara tingkat
perkembangan sesungguhnya (yang didefinisikan sebagai kemampuan tingkat
pemecahan masalah mandiri) dengan tingkat perkembangan potensial (yang
didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan
orang dewasa atau melalui kerja sama dengan teman sejawat yang lebih
mampu). Siswa yang bekerja dalam Zone of Proximal Development berarti
siswa tersebut tidak dapat menyelesaikan tugas-tugasnya, dan dapat
terselesaikan jika mendapat bantuan dari teman sebaya atau orang dewasa.

Teori Vigotsky ini, lebih menekankan pada aspek sosial dari pembelajaran.
Vigotsky yakin bahwa fungsi mental yang lebih tinggi pada umunya muncul
dalam percakapan dan kerjasama antar individu sebelum fungsi mental yang lebih
tinggi itu terserap ke dalam individu tersebut. Penafsiran terkini terhadap ide-ide
Vigotsky adalah siswa seharusnya diberikan tugas-tugas kompleks, sulit, dan
realistik dan kemudian diberikan bantuan secukupnya untuk menyelesaikan tugastugas itu. Hal ini bukan berarti bahwa diajar sedikit demi sedikit komponenkomponen suatu tugas yang kompleks yang pada suatu hari diharapkan akan

13

terwujud menjadi suatu kemampuan untuk menyelesaikan tugas kompleks
tersebut (Nur & Wikandari,2000).

B. Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing
Inkuiri dapat diartikan sebagai proses bertanya dan mencari tahu jawaban
terhadap pertanyaan ilmiah yang diajukannya. Dengan kata lain, inkuiri adalah
suatu proses untuk memperoleh dan mendapatkan informasi dengan mela-kukan
observasi dan atau eksperimen untuk mencari jawaban atau memecahkan masalah
terhadap pertanyaan atau rumusan masalah (Ibrahim, 2000).

Inkuiri berasal dari bahasa Inggris inquiry yang dapat diartikan sebagai proses
bertanya dan mencari tahu jawaban terhadap pertanyaan ilmiah yang diajukan.
Pertanyaan ilmiah adalah pertanyaan yang dapat mengarahkan pada kegiatan
penyelidikan terhadap obyek pertanyaan. Dengan kata lain, inkuiri terbimbing
adalah suatu proses untuk memperoleh dan mendapatkan informasi dengan
melakukan observasi atau eksperimen untuk mencari jawaban atau memecahkan
masalah dengan bertanya dan mencari tahu (Retno, 2010).

Dalam perkembangannya, pembelajaran inkuiri dilandasi oleh teori belajar penemuan Jerome Bruner (discovery learning), dan konstruktivime. Menurut Bruner
(Dahar,1989) teori belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara
aktif oleh manusia, dengan sendirinya memberikan hasil yang paling baik, berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya, menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna.

14

Inkuiri terbimbing adalah sebagai proses pembelajaran dimana guru menyediakan
unsur-unsur asas dalam satu pelajaran dan kemudian meminta pelajar membuat
generalisasi, menurut Sanjaya (2006) pembelajaran inkuiri terbimbing yaitu suatu
model pembelajaran inkuiri yang dalam pelaksanaannya guru menyediakan bimbingan atau petunjuk cukup luas kepada siswa. Sebagian perencanaannya dibuat
oleh guru, siswa tidak merumuskan problem atau masalah. Dalam pembelajaran
inkuiri terbimbing guru tidak melepas begitu saja kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh siswa. Guru harus memberikan pengarahan dan bimbingan kepada siswa
dalam melakukan kegiatan-kegiatan sehingga siswa yang berifikir lambat atau siswa yang mempunyai intelegensi rendah tetap mampu mengikuti kegiatan-kegiatan
yang sedang dilaksanakan dan siswa mempunyai kemampuan berpikir tinggi tidak
memonopoli kegiatan oleh sebab itu guru harus memiiki kemampuan mengelola
kelas yang bagus.

Menurut Gulo (Trianto, 2010) inkuiri merupakan suatu rangkaian kegiatan belajar
yang melibatkan seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara
sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri. Pelaksanaan pembelajaran inkuiri adalah
sebagai berikut:
1. Mengajukan pertanyaan atau permasalahan
Kegiatan metode pembelajaran inkuiri terbimbing dimulai ketika
pertanyaan atau permasalahan diajukan, kemudian siswa diminta untuk
merumuskan hipotesis.
2. Merumuskan hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara atas pertanyaan atau solusi permasalahan yang dapat diuji dengan data. Untuk memudahkan proses ini, guru
membimbing siswa menentukan hipotesis yang relevan dengan permasalahan yang diberikan.
3. Mengumpulkan data

15

Hipotesis digunakan untuk menuntun proses pengumpulan data. Guru
membimbing siswa untuk menentukan langkah-langkah pengumpulan
data. Data yang dihasilkan dapat berupa tabel atau grafik.
4. Analisis data
Siswa bertanggung jawab menguji hipotesis yang telah dirumuskan dengan
menganalisis data yang telah diperoleh. Setelah memperoleh kesimpulan,
dari data percobaan, siswa dapat menguji hipotesis yang telah dirumuskan.
5. Membuat kesimpulan
Langkah penutup dari pembelajaran inkuiri terbimbing adalah membuat
kesimpulan berdasarkan data yang diperoleh siswa.

Model inkuiri terbimbing merupakan salah satu model pembelajaran yang
menitikberatkan kepada aktivitas siswa dalam proses belajar. Tujuan umum dari
pembelajaran inkuiri terbimbing adalah untuk membantu siswa mengembangkan
keterampilan berpikir intelektual dan keterampilan lainnya seperti mengajukan
pertanyaan dan keterampilan menemukan jawaban yang berawal dari keingin
tahuan mereka, sebagaimana yang diungkapkan oleh Joyce, B, et. al dalam
Cahyono (2010).

Dalam pembelajaran inkuiri terbimbing diharapkan siswa secara maksimal terlibat
langsung dalam proses kegiatan belajar, sehingga dapat meningkatkan kemampuan siswa tersebut dan mengembangkan sikap percaya diri yang dimiliki oleh
siswa tersebut.

Sikap ilmiah sangat dibutuhkan oleh siswa ketika mengikuti proses pembelajaran
dengan menggunakan inkuri terbimbing. Seperti dikutip dari Lestari (2010) sikap
ilmiah adalah sikap yang dimiliki seseorang yang sesuai dengan prinsip-prinsip
ilmiah seperti
1. jujur terhadap data,
2. rasa ingin tahu yang tinggi,
3. terbuka atau menerima pendapat orang lain serta mau mengubah
pandangannya jika terbukti bahwa pandangannya tidak benar,

16

4. ulet dan tidak cepat putus asa,
5. kritis terhadap pernyataan ilmiah, yaitu tidak mudah percaya tanpa
adanya dukungan hasil observasi empiris, dan
6. dapat bekerja sama dengan orang lain. Sikap ilmiah merupakan faktor
psikologis yang mempunyai pengaruh besar terhadap keberhasilan
siswa.
Pada penelitian ini tahapan pembelajaran inkuiri terbimbing yang digunakan mengadaptasi dari tahapan pembelajaran inkuiri terbimbing yang dikemukakan oleh
Gulo (Trianto, 2010).

Tahapan pembelajaran inkuiri terbimbing tersebut dapat dijelaskan pada Tabel 1
sebagai berikut:
Tabel 1. Tahap pembelajaran inkuiri terbimbing

No.

Fase

Kegiatan Guru

Kegiatan Siswa

1

Mengajukan
pertanyaan atau
permasalah

Guru membimbing siswa
mengidentifikasi masalah.
Guru membagi siswa dalam
kelompok

Siswa
mengidentifikasi
masalah dan siswa
duduk dalam
kelompoknya
masing-masing

Guru memberikan
kesempatan pada siswa
untuk curah pendapat dalam
membuat hipotesis. Guru
membimbing siswa dalam
menentukan hipotesis yang
relevan dengan
permasalahan dan memprioritaskan hipotesis mana
yang menjadi prioritas
penyelidikan.

Siswa memberikan
pendapat dan
menen-tukan
hipotesis yang
relevan dengan
permasalahan.

Guru membimbing siswa
mendapatkan informasi atau
data-data melalui percobaan
maupun telaah literature

Siswa melakukan
per-cobaan maupun
telaah literatur
untuk mendapatkan data-data
atau informasi

2

Membuat hipotesis

3

Mengumpulkan data

17

Lanjutan Tabel 1.
4.

Menganalisis
data

Guru memberi kesempatan pada
tiap kelompok untuk menyampaikan hasil pengolahan data yang
terkumpul

5.

Membuat
kesimpulan

Guru membimbing siswa dalam
membuat kesimpulan

Siswa mengumpulkan
dan menganalisi data
serta menyampaikan
hasil pengolahan data
yang terkumpul
Siswa membuat kesimpulan

Model inkuiri terbimbing memiliki keunggulan-keunggulan dibandingkan dengan
model-model pembelajaran lain. Keunggulan inkuiri terbimbing menurut
Roestiyah (1998) yaitu :
1. Dapat membentuk dan mengembangkan ”Self-Concept” pada diri siswa,
sehingga siswa dapat mengerti tentang konsep dasar dan ide-ide yang
lebih baik.
2. Membantu dalam menggunakan ingatan dan transfer pada situasi proses
belajar yang baru.
3. Mendorong siswa untuk berpikir dan bekerja atas inisiatifnya sendiri,
bersikap obyektif, jujur dan terbuka.
4. Situasi proses belajar menjadi lebih terangsang.
5. Dapat mengembangkan bakat atau kecakapan individu.
6. Memberi kebebasan siswa untuk belajar sendiri.
7. Dapat memberikan waktu pada siswa secukupnya sehingga mereka
dapat mengasimilasi dan mengakomodasi informasi.
Sedangkan kelemahan dari model pembelajaran inkuiri terbimbing antara lain:
1. Guru harus tepat memilih masalah yang akan dikemukan untuk membantu siswa menemukan konsep.
2. Guru dituntut menyesuaikan diri terhadap gaya belajar siswa-siswanya.
3. Guru sebagai fasilitator diharapkan kreatif dalam mengembangkan
pertanyaan-pertanyaan.
C. Keterampilan Proses Sains

Keterampilan proses sains (KPS) dibutuhkan untuk menggunakan dan memahami
sains ( Hartono, 2007). Untuk dapat memahami hakikat IPA secara utuh, yakni
IPA sebagai proses, produk, dan aplikasi, siswa harus memiliki kemampuan KPS.

18

Dalam pembelajaran IPA aspek proses perlu ditekankan bukan hanya pada hasil
akhir dan berpikir benar lebih penting dari pada memperoleh jawaban yang benar.
Dengan kata lain bila seseorang telah memiliki KPS, IPA sebagai produk akan
mudah dipahami, bahkan mengaplikasikan dan mengembangkannya. KPS adalah
semua keterampilan yang terlibat pada saat proses berlangsungnya sains. KPS
penting dimiliki guru untuk digunakan sebagai jembatan untuk menyampaikan
pengetahuan/ informasi baru kepada siswa atau mengembangkan pengetahuan
atau informasi yang telah dimiliki siswa.

Menurut Semiawan (1992) keterampilan proses sains adalah keterampilan keterampilan fisik dan mental untuk menemukan dan mengembangkan sendiri
fakta dan konsep sains serta menumbuhkan dan mengembangkan sikap dan nilai
yang dituntut.

Menurut Indrawati (1999) dalam Nuh (2010) mengemukakan bahwa KPS merupakan keseluruhan keterampilan ilmiah yang terarah (baik kognitif maupun
psikomotor) yang dapat digunakan untuk menemukan suatu konsep atau prinsip
atau teori, untuk mengembangkan konsep yang telah ada sebelumnya, ataupun
untuk melakukan penyangkalan terhadap suatu penemuan (falsifikasi)".
Jadi KPS adalah kemampuan siswa untuk menerapkan metode ilmiah dalam memahami, mengembangkan dan menemukan ilmu pengetahuan. KPS sangat penting bagi setiap siswa sebagai bekal untuk menggunakan metode ilmiah dalam
mengembangkan sains serta diharapkan memperoleh pengetahuan baru atau mengembangkan pengetahuan yang telah dimiliki.

19

KPS bukan tindakan instruksional yang berada diluar kemampuan siswa, tetapi
dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan-kemampuan yang dimiliki
siswa. Menurut pendapat Tim action Research Buletin Pelangi Pendidikan (1999)
keterampilan proses dasar (Basic Science Proses Skill) meliputi observasi, klasifikasi, pengukuran, berkomunikasi dan menarik kesimpulan.
Tabel 2. Indikator keterampilan proses sains dasar
Keterampilan dasar

Indikator

Observasi

Mampu menggunakan semua indera (penglihatan,
pembau, pendengaran, pengecap, dan peraba) untuk
mengamati, mengidentifikasi, dan menamai sifat benda
dan kejadian secara teliti dari hasil pengamatan.

Klasifikasi

Mampu menentukan perbedaan, mengkontraskan ciriciri, mencari kesamaan, membandingkan dan menentukan dasar penggolongan terhadap suatu obyek.

Pengukuran

Mampu memilih dan menggunakan peralatan untuk
menentukan secara kuantitatif dan kualitatif ukuran
suatu benda secara benar yang sesuai untuk panjang,
luas, volume, waktu, berat dan lain-lain. Dan mampu
mendemontrasikan perubahan suatu satuan pengukuran ke satuan pengukuran lain.

Berkomunikasi

Memberikan/menggambarkan data empiris hasil
percobaan atau pengamatan dengan tabel, menyusun
dan menyampaikan laporan secara sistematis, menjelaskan hasil percobaan, membaca tabel, mendiskusikan hasil kegiatan suatu masalah atau suatu peristiwa.
Mampu membuat suatu kesimpulan tentang suatu
benda atau fenomena setelah mengumpulkan,
menginterpretasi data dan informasi

Inferensi

20

Menurut Mahmuddin (2010) keterampilan proses dasar diuraikan oleh sebagai
berikut:
1. Observasi atau mengamati, menggunakan lima indera untuk mencari tahu
informasi tentang obyek seperti karakteristik obyek, sifat, persamaan, dan
fitur identifikasi lain.
2. Klasifikasi, proses pengelompokan dan penataan objek
3. Mengukur, membandingkan kuantitas yang tidak diketahui dengan jumlah
yang diketahui, seperti: standar dan non-standar satuan pengukuran.
4. Komunikasi, menggunakan multimedia, tulisan, grafik, gambar, atau cara
lain untuk berbagi temuan.
5. Menyimpulkan, membentuk ide-ide untuk menjelaskan pengamatan.
6. Prediksi, mengembangkan sebuah asumsi tentang hasil yang diharapkan.

Keenam keterampilan proses dasar di atas terintegrasi secara bersama-sama ketika
ilmuan merancang dan melakukan penelitian, maupun dalam kehidupan seharihari. Semua komponen keterampilan proses dasar penting baik secara parsial
maupun ketika terintegrasi secara bersama-sama. Oleh karena itu, sangat penting
dimiliki dan dilatihkan bagi siswa.

Keterampilan proses sebagaimana disebutkan di atas merupakan KPS yang diaplikasikan pada proses pembelajaran. Pembentukan keterampilan dalam memperoleh pengetahuan merupakan salah satu penekanan dalam pembelajaran sains.
Oleh ka-rena itu, penilaian terhadap keterampilan proses siswa harus dilakukan
terhadap semua keterampilan proses sains baik secara parsial maupun secara utuh.

Salah satu KPS adalah keterampilan mengkomunikasikan. Komunikasi adalah
suatu proses penyampaian pesan (ide, gagasan) dari satu pihak kepada pihak lain
agar terjadi saling mempengaruhi diantara keduanya. Adapun keterampilan komunikasi menurut Dimyati dan Mudjiono (2002) adalah sebagai berikut.
Kemampuan berkomunikasi dengan orang lain merupakan dasar untuk segala
yang kita kerjakan. Grafik, bagan, peta, lambang-lambang, diagram, persa-

21

maan matematik, dan demonstrasi visual, sama baiknya dengan kata-kata
yang ditulis atau dibicarakan, semuanya adalah cara-cara komunikasi yang
seringkali digunakan dalam ilmu pengetahuan. Komunikasi efektif yang jelas, tepat, dan tidak samar-samar menggunakan keterampilan-keterampilan yang perlu dalam komunikasi, hendaknya dilatih dan di-kembangkan pada diri
siswa. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa semua orang mempunyai
kebutuhan untuk mengemukakan ide, pearasaan, dan kebutuhan lain pada diri
kita. Manusia mulai belajar pada awal-awal kehidupan bahwa komunikasi
merupakan dasar untuk memecahkan masalah. Mengkomunikasikan dapat
diartikan sebagai pengetahuan dalam bentuk suara, visual, atau suara visual.
Contoh-contoh kegiatan dari keterampilan mengkomunikasikan adalah mendiskusikan suatu masalah, membuat laporan, membaca peta, dan kegiatan lain
yang sejenis.

Sedangkan menurut Semiawan (1992), keterampilan berkomunikasi merupakan
ketrampilan untuk menyampaikan hasil penemuannya kepada orang lain baik secara lisan maupun tulisan dapat berupa penyusunan laporan, pembuatan paper,
penyusunan karangan, pembuatan gambar, tabel, diagram, dan grafik.

D. Kerangka Pemikiran

Pembelajaran inkuiri terbimbing, adalah pembelajaran di mana siswa diberikan
kesempatan untuk menganalisis hasil dan mengambil kesimpulan secara mandiri,
sedangkan topik, pertanyaan dan bahan penunjang ditentukan oleh guru.

Pembelajaran inkuiri terbimbing terdiri dari 5 tahap, tahap pertama yaitu tahap
mengajukan pertanyaan atau permasalahan. Pada tahap ini guru memberikan permasalahan agar siswa mampu menemukan sendiri arah dan tindakan-tindakan
yang harus dilakukan untuk memecahkan permasalahan yang diberikan oleh guru.
Contohnya guru memberikan contoh asam-basa dalam kehidupan sehari-hari,
kemudian siswa diberi pertanyaan bagaimana cara mengidenfikasi sifat asam basa
tanpa harus merasakanya. Tahap kedua yaitu tahap merumuskan hipotesis, pada

22

tahap ini guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk merumuskan hipotesis
secara bebas dari permasalahan yang diberikan berdasarkan pengetahuan awal
mereka. Pada langkah ini siswa dapat membentuk keterampilan hipotesis. Tahap
ketiga yaitu tahap mengumpulkan data, pada tahap ini guru membimbing siswa
untuk mengumpulkan data yang dapat diperoleh dari melakukan percobaan atau
telaah literatur. Contohnya melakukan percobaan untuk menegetahui sifat asam
basa dari beberapa larutan menggunakan kertas lakmus merah dan lakmus biru.
Pada tahap ini siswa diharapkan mampu mengumpulkan data semaksimal
mungkin untuk mendukung jawaban hipotesis yang dituliskan. Pada langkah ini
siswa dapat membentuk keterampilan mengkomunikasikan yang berupa
menyajikan data hasil percobaan dalam bentuk tabel.

Tahap keempat yaitu tahap menganalisis data, pada tahap ini guru membimbing
siswa menganalis data dari hasil percobaan yang telah dilakukan atau telaah literatur, siswa berdiskusi dalam kelompoknya untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang terdapat pada LKS. Contohnya larutan apakah yang memberikan
hasil pengamatan merubah kertas lakmus merah menjadi biru dan lakmus biru
menjadi merah. Pada tahap ini bertujuan untuk mengembangkan kemampuan
mengklasifikasi dan mengkomunikasikan. Kemampuan mengkomunikasikan
dilakukan dengan cara membaca tabel hasil pengamatan dan menginformasikanya
ke kelompok yang lain. Tahap kelima yatu tahap membuat kesimpulan, pada
tahap ini guru membimbing siswa membuat kesimpulan berdasarkan hasil uji
hipotesis dari percobaan dan analisis data yang telah dilakukan. Tahap ini
diharapkan mampu membantu siswa dalam upaya mengembangkan kemampuan
dalam menyelesaikan masalah yang diberikan, sampai pada akhirnya kemampuan

23

mereka berkembang secara utuh. Pada tahap ini bertujuan untuk mengembangkan
kemampuan inferensi pada siswa yaitu dengan menarik suatu kesimpulan dari
percobaan dan analisis data untuk menguji kebenaran dari hipotesis yang telah
mereka buat.
Dalam proses pembelajaran inkuiri terbimbing, siswa diajak mencari tahu jawaban terhadap pertanyaan ilmiah yang diajukan. Sehingga guru dapat melatihkan
keterampilan mengkomunikasikan kepada siswa sebagai salah satu komponen dalam Keterampilan Proses Sains (KPS). KPS dimaksudkan untuk melatih dan mengembangkan keterampilan intelektual atau kemampuan berfikir siswa. Selain itu
juga mengembangkan sikasp-sikap ilmiah dan kemampuan siswa untuk menemukan dan mengembangkan fakta, konsep, dan prinsip ilmu atau pengetahuan.

Dengan berpikir apabila pembelajaran inkuiri terbimbing diterapkan pada pembelajaran kimia di kelas diharapkan siswa dapat meningktkan keterampilan mengkomunikasikan dan ketrampilan inferensi yang tinggi.

E. Anggapan Dasar

Anggapan dasar dalam penelitian ini adalah:
1. Perbedaan n-Gain keterampilan mengkomunikasikan dan keterampilan
inferensi semata-mata terjadi karena perubahan perlakuan dalam proses
belajar.

24

2. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi peningkatan keterampilan
mengkomunikasikan dan inferensi pasa siswa kelas XI IPA semester genap
SMA Muhammadiyah 2 Bandar Lampung tahun pelajaran 2012/2013
diabaikan.

F. Hipotesis
Hipotesis umum dalam penelitian ini adalah:
Pembelajaran inkuiri terbimbing pada materi asam-basa efektif dalam meningkatkan keterampilan mengkomunikasikan dan inferensi pada siswa SMA
Muhammadiyah 2 Bandar Lampung.

25

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Subyek Penelitian
Subyek dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA1 SMA Muhammadiyah 2
Bandar Lampung tahun ajaran 2012/2013 yang berjumlah 29. Pemilihan subyek
berdasarkan nilai ulangan harian siswa yang menunjukkan kelas tersebut homogen.

B. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif yaitu nilai
pretest keterampilan berkomuniksi dan keterampilan inferensi dan nilai posttest
keterampilan berkomunikasi dan keterampilan inferensi. Sumber data dalam
penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA1 SMA Muhammadiyah 2 Bandar lampung,
yang hadir selama proses pembelajaran dan mengikuti pretest dan posttest.

C. Desain dan Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah Pre-Experimental, dan menggunakan
desain one-group pretest-posttest yaitu ada pemberian tes awal sebelum diberi
perlakuan dan tes akhir setelah diberi perlakuan dalam satu kelompok yang sama.
Desain ini dapat digambarkan sebagai berikut :

26

Tabel 3. Desain penelitian
Kelas
Kelas sampel

Pretes

Perlakuan

Postes

O1

X

O2

O1 adalah pretes yang diberikan sebelum perlakuan, O2 adalah postes yang diberikan
setelah perlakuan. X adalah perlakuan terhadap kelas sampel berupa penerapan
model pembelajaran inkuiri terbimbing.

D. Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini terdiri dari satu variabel bebas dan satu variabel terikat.
Sebagai variabel bebas adalah model pembelajaran yang digunakan, yaitu model
pembelajaran inkuiri terbimbing. Sebagai variabel terikat adalah keterampilan
mengkomunikasikan dan keterampilan inferensi pada materi asam-basa siswa kelas
XI IPA1 SMA Muhammadiyah 2 Bandar Lampung.

E. Instrumen dan Validitas Penelitian

1.

Instrumen penelitian

Instrumen pengumpulan data merupakan alat yang digunakan oleh pengumpul data
untuk melaksanakan tugasnya mengumpulkan data menurut Arikunto (1997).
Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah
a. Lembar kerja siswa (LKS), yaitu LKS materi asam-basa dengan model belajar
inkuiri terbimbing.
b. Soal pretest dan posttest untuk membangun pemahaman konsep siswa

27

1. Pretest
Pretest dalam penelitian ini terdiri dari 8 soal uraian yang di dalamnya
terdapat 4 soal indikator keterampilan inferensi yakni pada nomor 2, 3, 5, 8
dan 4 soal indikator keterampilan mengkomunikasikan yaitu pada soal 1,
4,6, dan 7.
2. Posttest
Soal posttes terdiri dari 8 soal uraian yang di dalamnya terdapat 4 soal
indikator keterampilan inferensi yakni pada nomor 2, 4, 6, 7 dan 4 soal
indikator keterampilan mengkomunikasikan yaitu pada soal 1, 3, 5, dan 8.
c. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Silabus yang sesuai dengan
standar Kurikulum tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)

2. Validitas Instrumen
Validitas pada penelitian ini menggunakan validitas isi. Validitas isi adalah kesesuaian antara instrumen dengan ranah atau domain yang diukur (Ali, 1992).
Adapun pengujian validitas isi pada penelitian ini dilakukan dengan cara judgment.
Dalam hal ini pengujian dilakukan dengan menelaah kisi-kisi, terutama kesesuaian
antara tujuan penelitian, tujuan pengukuran, indikator, dan butir-butir pertanyaannya.
Apabila antara unsur-unsur itu terdapat kesesuaian, maka dapat dinilai bahwa
instrumen dianggap valid untuk digunakan dalam mengumpulkan data sesuai kepentingan penelitian yang bersangkutan. Karena dalam melakukan judgment diperlukan ketelitian dan keahlian penilai, maka peneliti meminta ahli untuk melakukannya. Dalam hal ini dilakukan oleh dosen pembimbing untuk memvalidasinya.

28

F. Prosedur dan Pelaksanaa Penelitian

1. Prosedur prapenelitian
a) Mengadakan observasi ke sekolah tempat diadakannya penelitian untuk mendapatkan informasi tentang keadaan siswa, jadwal dan tata tertib sekolah, serta
sarana-prasarana yang ada di sekolah yang dapat digunakan sebagai pendukung
pelaksanaan penelitian.
b) Menentukan subyek penelitian.
c) Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) sesuai dengan materi yang
akan diteliti, yaitu materi asam-basa.
d) Membuat LKS yang disesuaikan dengan tahapan pem-balajaran inkuiri
terbimbing dengan keterampilan mengkomuniksikan dan inferensi yang
diharapkan akan dicapai siswa.
e) Membuat soal-soal pretest dan posttest berbasis keterampilan berkomunikasi dan
inferensi.
f) Pengujian validitas instrumen dengan dosen pembimbing.

2. Tahap penelitian

Prosedur pelaksanaan di kelas yaitu pada kelas XI IPA1 diterapkan model
pembelajaran inkuiri terbimbing. Urutan prosedur pelaksanaannya sebagai berikut :
a) Melakukan pretest pada kelas subyek.
b) Melaksanakan kegiatan belajar mengajar pada materi asam-basa dengan
menggunakan metode pembelajaran inkuiri terbimbing
c) Melakukan posttest pada kelas subyek.
d) Menganalisis data yang diperoleh dan membuat kesimpulan.

29

Prosedur pelaksanaan penelitian tersebut dapat digambarkan dalambentuk bagan dibawah ini :
Observasi
Tahap Persiapan dan Observasi

Penetapan Subyek Penelitian
Mempersiapkan istrumen
Validasi instrumen
Pretest
Pembelajaran Inkuiri Terbimbing

postest

Analisis Data
Kesimpulan
Gambar 1. Alur prosedur pelaksanaan penelitian.

G. Teknik Analisis Data

Tujuan analisis data yang dikumpulkan adalah untuk memberikan makna atau arti
yang digunakan untuk menarik suatu kesimpulan yang berkaitan dengan masalah,
tujuan, dan hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya.

30

1. Menghitung nilai pretest dan posttest
Skor pretest atau posttest dirumuskan sebagai berikut:

Nilai Akhir =

skor yang diperoleh siswa
× 100
skor maksimum

Data yang diperoleh dari nilai ahir pretest dan postest kemudian dianalisis dengan
menghitung Gain.

2.

Menghitung nilai gain
Nilai gain dirumuskan sebagai berikut:
Gain = nilai postetst – nilai pretest

Data yang diperoleh kemudian dicari gain ternormalisasinya.

3. Menghitung N-gain
Untuk mengetahui peningkatan keterampilan prediksi siswa, maka dilakukan
analisis skor gain ternormalisasi (n-gain). Rumus n-gain menurut Meltzer adalah
sebagai berikut:
N-gain =

Gain
nilai maksimum ideal − nilai pretest

Dengan demikian, diperoleh N-gain untuk masing-masing kelas.
Kriteria interpretasi N-gain yang dikemukakan oleh Hake, yaitu :
N-gain > 0,7

(N-gain tinggi)

0,3 ≤ N-gain ≤ 0,7

(N-gain sedang)

N-gain < 0,3

(N-gain rendah)

41

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran inkuiri terbimbing efektif dalam meningkatkan keterampilan
mengkomunikasikan dan inferensi dengan kategori sedang.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, disarankan bahwa:
1. Bagi calon peneliti lain yang tertarik melakukan

Dokumen yang terkait

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING PADA MATERI LAJU REAKSI DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN INFERENSI DAN PENGUASAAN KONSEP

0 9 48

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING PADA MATERI LAJU REAKSI DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENGKOMUNIKASIKAN DAN PENGUASAAN KONSEP

0 23 51

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING PADA MATERI KESETIMBANGAN KIMIA DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENGKOMUNIKASIKAN DAN MENGUASAAN KONSEP

5 17 48

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN PENEMUAN TERBIMBING PADA MATERI POKOK ASAM BASA DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN KLASIFIKASI DAN INFERENSI

0 7 19

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING PADA MATERI ASAM-BASA DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENGELOMPOKKAN DAN MENGKOMUNIKASIKAN

1 24 261

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 5E PADA MATERI ASAM BASA DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENGELOMPOKKAN DAN INFERENSI

0 12 52

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING PADA MATERI ASAM BASA DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN PREDIKSI DAN KETERAMPILAN MERUMUSKAN HIPOTESIS

0 15 41

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING PADA MATERI ASAM-BASA DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENGELOMPOKKAN DAN PENCAPAIAN KOMPETENSI

0 22 45

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENYIMPULKAN DAN MENGKOMUNIKASIKAN SISWA PADA MATERI KOLOID

0 5 43

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING PADA MATERI ASAM BASA DAN GARAM DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN KLASIFIKASI DAN KOMUNIKASI

0 4 53