PERAN SIAMANG (Hylobates syndactylus Raffles, 1821) SEBAGAI PEMENCAR BIJI DI RESORT WAY KANAN TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS LAMPUNG

(1)

ABSTRAK

PERAN SIAMANG (Hylobates syndactylusRaffles, 1821) SEBAGAI PEMENCAR BIJI DI RESORT WAY KANAN TAMAN NASIONAL WAY

KAMBAS LAMPUNG

Oleh

ANDRIAN DWI ATMANTO

Taman Nasional Way Kambas adalah salah satu kawasan hutan hujan tropis yang terletak di Propinsi Lampung. Taman Nasional Way Kambas merupakan habitat bagi siamang (H. syndactylus), primata frugivorous yang berperan dalam proses pemencaran biji melalui pergerakannya. Penelitian ini untuk mengetahui peran siamang sebagai pemencar biji. Penelitian dilakukan pada bulan Agustus 2012 di Resort Way Kanan Taman Nasional Way Kambas. Metode yang digunakan adalah metode penjelajahan dan metode analisis kotoran. Hasil penelitian, diperoleh 37 sampel kotoran siamang. Sampel kotoran kemudian dianalisis dan diperoleh 7 jenis tumbuhan yang biji buahnya dipencarkan siamang yaitu Polygonum chinense, Grewia paniculata, Ficus sp, Bouea macrophylla, Dacryodes rostrata, Aporosa aurita, dan Aplaia palembanica. Cara pemencaran biji yang dilakukan siamang yaitu secara endozoochory dengan tidak menghancurkan biji yang memungkinkan biji tersebar jauh dari pohon induk. Jarak pemencaran biji yang dilakukan siamang berkisar antara 0−385 meter. Perilaku defekasi siamang dimulai setelah bangun tidur, setelah aktivitas makan, dan ketika bergerak atau berpindah ke pohon lain dengan frekuensi defekasi perhari 3−6 kali. Komposisi kotoran siamang berupa biji dan daun. Kehadiran tertinggi biji dalam kotoran yaitu biji Polygonum chinense(42,12%) dan terendah yaitu biji Aporosa aurita (1,18%). Rerata kehadiran biji dalam kotoran yaitu sebesar 7,38 dari total 273 biji. Di Taman Nasional Way Kambas siamang mampu berperan sebagai pemencar biji, meskipun diperlukan penelitian lebih mendalam tentang nasib biji dan perkecambahannya setelah dipencarkan oleh siamang. Kata kunci: siamang, Taman Nasional Way Kambas, pemencaran biji


(2)

DISPERSAL AT WAY KANAN RESORT WAY KAMBAS NATIONAL PARK LAMPUNG

By

ANDRIAN DWI ATMANTO

Way Kambas National Park is one of the tropical rain forests located in Lampung Province. Way Kambas is habitat for gibbon (H. syndactylus), frugivorous primate which plays a role as seeds dispersal process in tropical rain forests with its activities. Purpose of the research is to determine the gibbon’s role as seeds dispersal. It was conducted in August 2012 in the Way Kanan Resort of Way Kambas National Park. The methods used were observation and feces analysis. Based on the research, there were 37 samples of gibbon’s feces and 7 spesies of seed plant dispersed by gibbon include Polygonum chinense, Grewia paniculata, Ficus sp, Bouea macrophylla, Dacryodes rostrata, Aporosa aurita, and Aplaia palembanica. Seeds were distributed by gibbon using the endozoochory process without destroying seeds and dispersed far from the parent trees. Distance ranges of the seed dispersed by gibbons were 0−385 meters. Defecation activity of gibbon was done after waking, feeding activity, and when they moved to other trees with frequency of defecation between 3−6 timesa day. The composition of gibbon’s feces was seeds and leaves. The highest attendance of seeds in feces was Polygonum chinense seeds (42,12%) and the lowest was Aporosa aurita seeds (1,18%). The mean seeds in feces was 7,38 of 273 seeds. In Way Kambas National Park, gibbon plays a role as seeds dispersal, although it needs research about germination and seed fate after dispersed.


(3)

PERAN SIAMANG (Hylobates syndactylus

Raffles, 1821)

SEBAGAI PEMENCAR BIJI DI RESORT WAY KANAN

TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS LAMPUNG

(Skripsi)

Oleh

ANDRIAN DWI ATMANTO

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(4)

NASIONAL WAY KAMBAS LAMPUNG

Nama Mahasiswa : Andrian Dwi Atmanto

Nomor Pokok Mahasiswa : 0814081027

Jurusan : Kehutanan

Fakultas : Pertanian

MENYETUJUI

1. Komisi Pembimbing

Dr. Hj. Bainah Sari Dewi, S.Hut., M.P. Dra. Nuning Nurcahyani, M.Sc. NIP 19731012 199903 2001 NIP 19660305 199103 2001

2. Ketua Jurusan Kehutanan

Dr. Ir. Agus Setiawan, M.Si. NIP. 19590811 198603 1001


(5)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Dr. Hj. Bainah Sari Dewi, S.Hut., M.P. …………

Sekretaris : Dra. Nuning Nurcahyani, M.Sc. …………

Penguji

Bukan Pembimbing : Prof. Dr. Ir. Sugeng P. Harianto, M.S. …………

2. Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S. NIP 19610826 198702 1001


(6)

kupersemb

Ayahand

serta

yang tak

dan

Saudara-terima kasih atas semu

serta kebe

di Kehutanan baik

Dengan kerendahan hati

upersembahkan karya kecil ini untuk

Ayahanda dan Ibunda tercinta

serta mbak dan adik tersayang

tak pernah berhenti memberikan doa

dan kasih sayang serta tak pernah

lelah menanti keberhasilanku

ara-saudaraku angkatan 2008 (Sylvester)

a kasih atas semua semangat, motivasi, doa

serta kebersamaan yang tak terlupakan

di Kehutanan baik kini dan maupun nanti.


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Desa Tuguratu Kecamatan Suoh Kabupaten Lampung Barat pada tanggal 4 Januari 1991. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Samsudin dan Ibu Birohmah.

Jenjang pendidikan Penulis dimulai pada tahun 1996 di Sekolah Dasar Negeri 2 Tuguratu Suoh Lampung Barat, kemudian melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Liwa pada tahun 2002 hingga lulus pada tahun 2005. Pada tahun 2002 Penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Gadingrejo dan lulus pada tahun 2008. Pada tahun 2008 Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).

Selama menjadi mahasiswa di Universitas Lampung, Penulis pernah menjadi Asisten Dosen pada mata kuliah Inventarisasi Hutan. Penulis pernah melakukan turun lapang di Cagar Alam Anak Gunung Krakatau, Hutan Repong Damar Pahmungan Krui, Taman Hutan Raya Wan Abdur Rachman, dan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. Penulis pernah mengikuti Kuliah Lapang Kehutanan (KLK) dengan mengunjungi Museum Manggala Wanabakti Jakarta, Seameo


(8)

melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN) selama ± 40 hari di Desa Kejadian Kecamatan Way Serdang Kabupaten Mesuji. Kuliah Kerja Nyata (KKN) bertujuan untuk mengaplikasikan ilmu yang diperoleh selama masa perkuliahan untuk dapat membantu masyarakat desa dalam menghadapi permasalahan yang ada dalam kehidupan masyarakat. Penulis juga telah melakukan Praktik Umum (PU) pada tahun 2012 di BKPH Pangkalan KPH Purwakarta Perhutani selama ± 35 hari dan di Taman Nasional Way Kambas selama ± 35 hari.

Penulis aktif dalam organisasi kampus yaitu menjadi ketua Study on Sylva(SOS) di Himasylva (Himpunan Mahasiswa Kehutanan Universitas Lampung) pada tahun 2008, menjadi pengurus Himasylva Bidang III (Penelitian dan Pengembangan Organisasi) periode tahun 2009–2010, dan Sekretaris Bidang III (Penelitian dan Pengembangan Organisasi) periode tahun 2010–2011.


(9)

SANWACANA

Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah-Nya Penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Peran Siamang

(Hylobates syndactylus Raffles, 1821) Sebagai Pemencar Biji di Resort Way Kanan Taman Nasional Way Kambas Lampung”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Universitas Lampung. Tidak lupa shalawat beserta salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Besar Muhammad SAW beserta para sahabatnya hingga ke akhir zaman.

Pada kesempatan ini Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung;

2. Bapak Dr. Ir. Agus Setiawan, M.Si., selaku Ketua Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung;

3. Ibu Dr. Hj. Bainah Sari Dewi, S.Hut, M.P., selaku Pembimbing Utama sekaligus dosen Pembimbing Akademik atas kesediaannya memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini;

4. Ibu Dra. Nuning Nurcahyani, M.Sc., selaku Pembimbing Kedua atas kesediaannya memberikan bimbingan dan saran dalam proses penyelesaian skripsi ini;


(10)

saran-saran dalam proses penyelesaian skripsi ini;

6. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung atas segala ilmu yang telah diberikan;

7. Bapak dan Ibu tercinta yang dengan penuh kasih sayang telah memotivasi, mendoakan, dan merestui Penulis selama melaksanakan penelitian dan selamanya hingga ujung waktu, serta mbak dan adik tercinta yang selalu memberikan semangat;

8. Pihak Balai Taman Nasional Way Kambas Lampung dan Kepala Resort Way Kanan, atas segenap izin, bantuan, dan kerjasamanya;

9. Polisi Hutan (Mbah Harjo, Mas Agus) dan saudara Lulu Subangkit atas bantuannya selama di lokasi penelitian;

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Bandar Lampung, April 2013 Penulis


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR GAMBAR... viii

I. PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang... 1

B. Rumusan Masalah... 2

C. Tujuan Penelitian ... 2

D. Manfaat Penelitian ... 3

E. Kerangka Pemikiran... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA... 7

A. Taksonomi Siamang... 7

B. Morfologi Siamang ... 8

C. Habitat dan Penyebaran... 9

D. Tingkah Laku... 10

E. Sistem Sosial ... 13

F. Status ... 17

G. Pemencaran Biji... 18

III. METODE PENELITIAN... 22

A. Lokasi dan Waktu Penelitian... 22

B. Alat dan Objek Penelitian ... 22

C. Batasan Penelitian... 22

D. Jenis Data yang Dikumpulkan... 23

1. Data Primer ... 23


(12)

2. Metode Analisis Kotoran ... 26

F. Analisis Data ... 26

1. Analisis Kotoran... 26

2. Analisis Deskriptif... 27

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN... 28

A. Gambaran Umum Taman Nasional Way Kambas... 28

1. Hidrologi... 29

2. Topografi ... 29

3. Tanah ... 30

4. Iklim, Suhu, dan Kelembaban... 30

5. Flora dan Fauna... 31

6. Daerah Penyangga ... 34

B. Gambaran Umum Resort Way Kanan ... 36

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 38

A. Hasil Penelitian... 38

1. Jenis Tumbuhan Pakan yang Bijinya Dipencarkan... 38

2. Cara Pemencaran Biji ... 44

3. Jarak Pemencaran Biji ... 45

4. Perilaku Defekasi ... 45

B. Pembahasan ... 49

1. Jenis Tumbuhan Pakan yang Bijinya Dipencarkan... 49

2. Cara Pemencaran Biji ... 50

3. Jarak Pemencaran Biji ... 53

4. Perilaku Defekasi ... 59

VI. KESIMPULAN DAN SARAN... 65

A. Kesimpulan... 65

B. Saran... 65

DAFTAR PUSTAKA... 67


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Jenis tumbuhan pakan siamang di Taman Nasional Way Kambas

(Harianto, 1988)... 16 2. Jenis tumbuhan pakan siamang di Taman Hutan Raya Wan Abdur

Rachman (Andriansyah, 2005) ... 17 3. Jenis tumbuhan pakan siamang pada bulan Agustus 2012 di

Resort Way Kanan TNWK ... 38 4. Jenis tumbuhan pakan yang biji buahnya dipencarkan oleh

siamang pada bulan Agustus 2012 di Resort Way Kanan TNWK ... 39 5. Komposisi kotoran siamang persampel kotoran pada bulan Agustus

2012 di Resort Way Kanan TNWK ... 47 6. Jumlah dan rata-rata kehadiran biji yang ditemukan pada kotoran


(14)

Gambar Halaman 1. Bagan alir kerangka pemikiran... 6 2. Siamang (Hylobates syndactylus) (www.iucnredlist.org)... 7 3. Peta lokasi Resort Way Kanan TNWK (Dipa BTNWK, 2012) ... 24 4. Bentuk buah ara asli (kiri), biji buah ara yang ditemukan

dalam kotoran siamang (kanan) pada bulan Agustus 2012 di

Resort Way Kanan TNWK... 40 5. Bentuk buah aseman asli (kiri), biji buah aseman yang ditemukan

dalam kotoran siamang (kanan) pada bulan Agustus 2012 di

Resort Way Kanan TNWK... 40 6. Bentuk buah deluak asli (kiri), biji buah deluak yang ditemukan

dalam kotoran siamang (kanan) pada bulan Agustus 2012 di

Resort Way Kanan TNWK... 41 7. Bentuk buah gandaria asli (kiri), biji buah gandaria yang

ditemukan dalam kotoran siamang (kanan) pada bulan Agustus

2012 di Resort Way Kanan TNWK…... .. 42 8. Bentuk buah kenaren asli (kiri), biji buah kenaren yang

ditemukan dalam kotoran siamang (kanan) pada bulan Agustus

2012 di Resort Way Kanan TNWK ... 42 9. Bentuk buah pelangas asli (kiri), biji buah pelangas yang

ditemukan dalam kotoran siamang (kanan) pada bulan Agustus

2012 di Resort Way Kanan TNWK ... 43 10. Bentuk buah sapen asli (kiri), biji buah sapen yang ditemukan

dalam kotoran siamang (kanan) pada bulan Agustus 2012 di

Resort Way Kanan TNWK... 44 11. Buah kenaren yang jatuh setelah dimakan siamang (kiri), biji

buah kenaren yang ditemukan dalam kotoran siamang (kanan)


(15)

12. Warna dan bentuk kotoran siamang setelah jatuh di tanah pada

bulan Agustus 2012 di Resort Way Kanan TNWK ... 46 13. Distribusi kotoran siamang dan jarak pemencaran biji dilihat

dari pohon induk (pembagian berdasarkan kelas jarak 10 meter)

pada bulan Agustus 2012 di Resort Way Kanan TNWK ... 54 14. Pohon induk yang bijinya dipencarkan siamang pada bulan

Agustus 2012 di Resort Way Kanan TNWK ... 55 15. Pergerakan siamang dalam pemencaran biji pada bulan Agustus

2012 di Resort Way Kanan TNWK... 56 16. Kotoran siamang yang padat (kiri), kotoran siamang yang lembek

(kanan) pada bulan Agustus 2012 di Resort Way Kanan TNWK... 60 17. Frekuensi kehadiran biji yang ditemukan dalam kotoran siamang


(16)

Lampiran Halaman Tabel 5. Titik koordinat pohon pakan dan titik koordinat kotoran

siamang pada bulan Agustus 2012 di Resort Way Kanan

TNWK .. ... 75

Gambar 1. Siamang yang sedang melakukan aktivitas makan ... 77

Gambar 2. Siamang sedang melakukan aktivitas istirahat ... 77

Gambar 3. Pengamatan aktivitas makan dan aktivitas defekasi siamang di lapangan menggunakan binokuler... 77

Gambar 4. Pengambilan titik lokasi pohon pakan siamang menggunakan GPS ... 78

Gambar 5. Proses analisis kotoran siamang... 78

Gambar 6. Sampel perbandingan komposisi kotoran siamang antara daun dan biji setelah dilakukan analisis ... 78

Gambar 7. Petugas yang membantu penelitian di lapangan ... 79

Gambar 8. Rekan mahasiswa yang membantu penelitian di lapangan... 79


(17)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara yang terletak di daerah tropis dan mempunyai hutan hujan tropis yang cukup luas. Hutan hujan tropis mempunyai keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Hubungan interaksi yang saling menguntungkan antara tumbuhan dan hewan herbivoraumumnya terjadi di hutan hujan tropis. Tumbuhan merupakan sumber pakan bagi hewan dan sebaliknya hewan bermanfaat dalam pemencaran biji tumbuh-tumbuhan sebagai sarana perkembangbiakan dan regenerasi tumbuhan tersebut (Desmukh, 1992; Setia, 2003).

Taman Nasional Way Kambas (TNWK) adalah salah satu kawasan hutan hujan tropis di Indonesia yang terletak di Kabupaten Lampung Timur Propinsi Lampung. TNWK ditetapkan menjadi taman nasional melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 670/Kpts-II/1999 tanggal 26 Agustus 1999. Kawasan TNWK mempunyai luas ± 125.631,31 ha. Hutan tropisnya yang masih alami merupakan sumber kehidupan bagi satwa di dalamnya, dan satwa pemakan buah berperan penting dalam upaya pemencaran biji yang merupakan salah satu bagian terpenting dalam regenerasi hutan. TNWK merupakan habitat bagi siamang (Hylobates syndactylus), primata frugivorousyang memiliki kesempatan


(18)

besar dalam mengkonsumsi buah-buahan dengan ukuran yang cukup beragam. Menurut Rusmanto (2001) dalam penelitiannya di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, siamang adalah satwa frugivorous dan kemungkinan besar sangat berperan dalam proses pemencaran biji bagi tumbuhan berbiji di hutan tropis. Di hutan sebagai tempat tinggal alami, siamang berperan sebagai penyebar benih lewat pergerakannya (Supriatna dan Wahyono, 2002).

Oleh sebab itu, diperlukan penelitian mengenai peranan siamang sebagai agen pemencaran biji yang mempunyai implikasi pada pelestarian hutan hujan tropis yang secara ekologis membantu regenerasi hutan melalui penyebaran biji. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini diharapkan dapat membantu upaya pelestarian hutan hujan tropis dan upaya perlindungan terhadap siamang.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Apa sajakah jenis tumbuhan pakan yang bijinya dipencarkan oleh siamang? 2. Bagaimanakah cara siamang dalam memencarkan biji dari pohon asalnya? 3. Berapakah jarak pemencaran biji yang dapat dilakukan oleh siamang dari

pohon asalnya?

4. Bagaimanakah perilaku defekasi yang dilakukan oleh siamang?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.


(19)

3

2. Mengetahui cara pemencaran biji yang dilakukan oleh siamang dari pohon asalnya.

3. Mengetahui jarak pemencaran biji yang dilakukan oleh siamang dari pohon asalnya.

4. Mengetahui perilaku defekasi yang dilakukan oleh siamang.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang peran siamang dalam pemencaran biji yang berguna untuk regenerasi hutan. Selain itu, hasil yang diperoleh dalam penelitian ini diharapkan dapat membantu upaya pelestarian hutan hujan tropis dan upaya konservasi terhadap siamang di Taman Nasional Way Kambas khususnya, dan di Indonesia umumnya.

E. Kerangka Pemikiran

Taman Nasional Way Kambas adalah sebuah taman nasional yang ditujukan untuk melindungi hutan hujan tropis Pulau Sumatera beserta kekayaan alam hayati yang dimilikinya. Berhubungan dengan salah satu fungsi dari taman nasional sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman satwa, maka perlu upaya pengelolaan yang baik untuk menjaga agar keberadaan satwa di dalam taman nasional tetap lestari (Saadudin, Sularso, Sibarani, dan Gucci, 2008).

Siamang adalah penghuni hutan tropis yang salah satunya terdapat di Taman Nasional Way Kambas. Siamang merupakan salah satu primata yang termasuk dalam jenis hewan dilindungi berdasarkan Undang-Undang No. 5 tahun 1990 dan


(20)

Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1999 serta termasuk dalam Appendix I, CITES (IUCN, 2000).

Keberadaan primata penting dalam regenerasi hutan tropis dengan cara menyebarkan biji dari buah yang dimakannya. Pada kondisi alami, sebenarnya kita tidak perlu melakukan reboisasi atau penanaman hutan karena hal tersebut sudah dilakukan oleh satwa yang mendiami hutan tersebut, salah satunya adalah siamang (Master, 2009). Biji-biji dari buah atau tumbuhan yang dimakan oleh siamang akan masuk dalam organ pencernaan dan akan dibawa pergi meninggalkan pohon induknya mengikuti ke mana satwa tersebut bergerak untuk kemudian dikeluarkan dalam bentuk kotoran. Kotoran atau biji yang dikeluarkan jika jatuh pada lingkungan yang cocok akan berkecambah dan tumbuh menjadi pohon-pohon baru yang nantinya akan menggantikan pohon yang telah tua, mati atau tumbang. Peran siamang tersebut akan sangat membantu upaya perlindungan keaneragaman hayati dan regenerasi hutan secara alami guna menjaga keseimbangan ekosistem hutan.

Data-data mengenai peranan tersebut diperlukan sehingga kita dapat mengetahui jenis tumbuhan pakan yang bijinya dipencarkan oleh siamang, bagaimana biji dipencarkan dan jarak pemencaran biji dari pohon asalnya serta bagaimana perilaku defekasi yang dilakukan oleh siamang. Data-data tentang jenis tumbuhan pakan yang bijinya dipencarkan, cara dan jarak pemencaran biji, serta perilaku defekasi yang dilakukan siamang, pengambilan datanya diperoleh menggunakan metode penjelajahan dan analisis kotoran berdasarkan perjumpaan langsung terhadap objek penelitian. Data-data tersebut selanjutnya ditabulasikan kemudian


(21)

5

dianalisis menggunakan analisis kotoran dan analisis deskriptif sehingga dapat diketahui peranan siamang dalam ekosistem hutan sebagai agen pemencar biji. Selain itu digunakan studi kepustakaan guna melengkapi data yang menunjang penelitian ini sehingga tujuan yang diharapkan dalam penelitian ini dapat tercapai. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi dalam upaya konservasi dan perlindungan keaneragaman hayati khususnya upaya regenerasi hutan di Taman Nasional Way Kambas dan perlindungan serta pelestarian siamang. Gambar 1 menunjukkan penjelasan kerangka pemikiran secara terperinci.


(22)

Gambar 1. Bagan alir kerangka pemikiran. −Spesies

−Ciri penampak-an buah

-Endozoochory -Non

Endozoochory

−Waktu −Posisi di

pohon −Posisi tubuh −Jumlah kotoran per-defekasi −Frekuensi harian −Karakteristik kotoran (bentuk, ukuran, warna) −Komposisi kotoran Pola defekasi Metode Eksplorasi Metode Analisis Kotoran Interaksi Pemencar biji Siamang (H. syndactylus) Penelitian Regenerasi hutan TNWK Habitat Primata Resort Way Kanan Jarak pemencaran biji Cara pemencaran biji Tumbuhan pakan yang bijinya dipencarkan Perilaku defekasi Jarak biji dalam kotoran dari pohon induk

Jarak minimum dan maksimum pemencaran Pola pemencaran


(23)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Taksonomi Siamang

Siamang diklasifikasikan sebagai berikut (Napier dan Napier, 1986). Kingdom : Animalia

Phylum : Chordata Subphylum : Vertebrata Class : Mamalia Ordo : Primata Familia : Hylobatidae Genus : Hylobates

Spesies : H. syndactylus Raffles.


(24)

B. Morfologi Siamang

Siamang merupakan jenis kera tidak berekor yang terbesar dibanding dengan jenis

Hylobates lainnya, mempunyai kantung suara yang dipergunakan pada saat siamang bersuara serta memiliki lengan yang lebih panjang dan lebih kuat (Dixon, 1981). Siamang mempunyai badan yang berbulu hitam seluruhnya, panjang dan kelihatan seperti kusut, kecuali sekitar mulut berwarna agak keputihan (Gittin dan Raemaekers, 1980). Siamang memiliki kantung suara di bawah dagu yang dapat dipergunakan untuk resonansi suara ketika bersuara atau berteriak (Napier dan Napier, 1967). Siamang mempunyai kantong suara yang dapat membesar dengan warna kelabu sebelum berteriak dan warna merah muda ketika berteriak. Jantan dibedakan dengan betina melalui rambut scrotalyang menjuntai di antara kedua paha dari individu jantan, sedangkan pada betina tidak. Betina relatif lebih kecil dari jantan dan beratnya kurang lebih 92% dari berat jantan (Fedigan, 1992).

Siamang merupakan anggota keluarga Hylobatidae yang paling besar. Panjang rentang tangan mencapai 1,5 m dengan panjang badan berkisar antara 800−900 mm. Berat tubuh rata-rata siamang dewasa sekitar 11,2 kg. Rambut siamang baik jantan maupun betina berwarna hitam pekat, kecuali rambut di muka yang berwarna kecokelatan (Supriatna dan Wahyono, 2002). Famili Hylobatidae memiliki rentang tangan hampir dua kali panjang tubuhnya. Lengan famili Hylobatidae juga langsing dengan jemari yang panjang dan agak melengkung seperti kait, ibu jari pendek dan sangat senjang dari telapak tangan jika dibandingkan dengan yang ada pada kera lain ataupun pada manusia. Sendi di


(25)

9

antara ibu jari dan pergelangan tangan berupa sendi peluru sehingga membuat mobilitasnya meningkat (Chivers, 1974).

Seluruh primata memiliki lima jari (pentadactyly), bentuk gigi yang sama dan rancangan tubuh primitif (tidak terspesialisasi). Kekhasan lain dari primata ini adalah kuku jari. Ibu jari dengan arah yang berbeda juga menjadi salah satu ciri khas primata, tetapi tidak terbatas dalam primata saja, opossum juga memiliki jempol berlawanan. Pada primata kombinasi dari ibu jari berlawanan. Jari kuku pendek (bukan cakar) dan jari panjang yang menutup ke dalam adalah sebuah relik dari posisi jari moyangnya pada masa lalu yang barangkali menghuni pohon (Ilham, 2010).

C. Habitat dan Penyebaran

Habitat adalah kawasan yang terdiri dari berbagai komponen, baik fisik maupun biotik, yang merupakan satu kesatuan dan dipergunakan sebagai tempat hidup serta berkembangbiaknya satwa-satwa liar (Alikodra, 1990). Guna mendukung keberlangsungan kehidupan siamang, diperlukan satu kesatuan kawasan yang menjamin keberlangsungan hidupnya yaitu kawasan yang terdiri dari berbagai komponen baik fisik maupun biotik yang merupakan satu kesatuan yang dipergunakan untuk tempat hidup dan berkembangbiak. Siamang menempati hutan tropis primer atau sekunder mulai dataran rendah hingga perbukitan dengan ketinggian 3.800 m (Harianto, 1988).

Siamang banyak mendiami hutan di Pulau Sumatera. Siamang hidup monogami dengan pasangan jantan dan betina yang tetap dan diikuti oleh beberapa anak.


(26)

Mereka hidup di dataran seluas 23 ha. Siamang adalah kelompok primata sejati hutan yang membutuhkan pohon untuk mempertahankan hidupnya. Siamang membutuhkan hutan sebagai tempat mencari makan, bermain, beristirahat, dan melakukan aktivitas sosial lainnya (Larasati, 2009).

D. Tingkah Laku

Menurut Tanudimadja dan Kusumamihardja (1985), tingkah laku hewan adalah tindak tanduk hewan yang terlihat dan yang saling berkaitan baik secara individual maupun secara bersama-sama. Tingkah laku merupakan pula cara hewan tersebut berinteraksi secara dinamik dengan lingkungannya, baik dengan makhluk hidup maupun benda-benda. Kehidupan setiap satwa mempunyai bentuk atau corak tingkah laku dan kehidupan sosial tertentu yang tidak terpengaruh langsung oleh lingkungan fisik habitatnya. Selanjutnya dikatakan bahwa faktor-faktor genetik yang mempengaruhi tingkah laku dapat bermodifikasi akibat pengaruh lingkungan seperti dalam penyediaan jumlah dan jenis makanannya (Chivers,1974). Sebagian besar ordo primata membentuk kelompok-kelompok sosial dalam hidupnya. Banyaknya individu dalam kelompok kera dipengaruhi oleh jumlah persediaan makanan (Freeland, 1976).

Aktivitas siamang dalam kehidupannya sehari-hari dapat dibedakan berdasarkan perilaku berikut.

1. Perilaku Istirahat

Saat istirahat siamang menghindari teriknya sinar matahari dengan cara turun ke bagian tajuk yang paling rendah. Pada periode istirahat terjadi interaksi sosial antara anggota kelompoknya melalui kegiatan berkutu-kutuan dan duduk bersama


(27)

11

dimana jantan dewasa merupakan kegiatan pusatnya. Kegiatan istirahat akan meningkat sejalan dengan penurunan intensitas makan selama aktivitas berlangsung (Chivers, 1972).

2. Perilaku Makan

Makan adalah aktivitas yang menghabiskan waktu paling besar setiap jam dan setiap hari bila dibandingkan dengan bergerak dan hampir berimbang dengan waktu istirahatnya. Pada saat memilih pakan, seekor hewan dengan nalurinya akan memilih bahan pakan yang tinggi nilai gizinya, tidak membahayakan kesehatan, dan mempunyai bau serta cita rasa yang sesuai dengan seleranya (Sutardi, 2008). Siamang sangat selektif dalam memilih pakannya, hal tersebut berkaitan dengan strategi makan dan ketersediaan pakan. Matsuzawa (1950) menyatakan bahwa primata pada umumnya menyukai pakan dengan rasa manis. Siamang akan banyak memakan buah ketika musim buah tiba, tapi ketika tidak ada akan lebih banyak mengkonsumsi pucuk daun (Harianto, 1988). Keluarga siamang dapat melakukan kegiatan makan pada pohon yang sama untuk 2 sampai 3 hari berturut-turut dengan sesekali melakukan penjelajahan dan biasanya tidur pada pohon yang berdekatan dengan pohon sumber makanan tersebut. Lamanya kegiatan makan di suatu pohon sangat bervariasi terutama ditentukan oleh jenis dan kelimpahan makanan (Rinaldi, 1992). Penyebaran pakan sangat penting bagi individu dengan status sosial yang rendah karena dapat mempermudah akses ke sumber pakan dan mengurangi risiko adanya gangguan dari individu dominan (Heulin dan Cruz, 2005).

Kelompok siamang ini memiliki insting yang cukup tinggi terhadap cuaca. Apabila cuaca mulai mendung biasanya kelompok siamang ini akan mempercepat


(28)

aktivitasnya dan bergerak ke bagian hutan yang lebih aman. Aktivitas makan juga tetap dilakukan oleh kelompok siamang ini ketika sedang hujan dengan memanfaatkan sumber makanan yang ada di pohon tempat siamang berteduh, akan tetapi aktivitas makan ini lebih sedikit dibandingkan saat cerah. Pergerakan siamang setiap hari lebih banyak tujuannya untuk mencari makan (Sipayung, 2011).

3. Perilaku Bergerak

Nurcahyo dalam penelitiannya mengenai pola jelajah harian siamang yang dilakukan pada bulan Juni hingga Oktober 1998, menyebutkan bahwa day range

siamang sejauh 672 meter. Berdasarkan penelitian pada bulan Februari 2001 hingga Januari 2002 di lokasi yang sama terjadi peningkatan day range menjadi 898 meter (Nurcahyo, 2001). Betina lebih sering memimpin pada saat melakukan penjelajahan dalam wilayahnya dari pada jantan. Seringkali betina jalan duluan dan kadang menunggu untuk beberapa saat kemudian kembali ke belakang jika anggota yang lain tidak mengikuti (Chivers, 1974). Bismark (1986) mengatakan bahwa marga Hylobatidae melakukan aktivitas bergerak atau berpindah dalam kaitannya dengan pengontrolan wilayah dan aktivitas pencarian serta pemilihan pohon pakan yang kesemuanya merupakan upaya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya serta merupakan upaya kelompok untuk menghindari predator atau bahaya.

Siamang adalah satwa arboreal, oleh karena itu satwa ini sangat membutuhkan tumbuh-tumbuhan terutama pohon sebagai tempat melakukan aktivitas hariannya. Aktivitas berpindah siamang adalah suatu pergerakan siamang untuk berpindah tempat untuk mencari sumber pakan dan tempat bermain maupun untuk mencari


(29)

13

pohon yang digunakan untuk istirahat atau tidur. Aktivitas bergerak siamang menggunakan pohon-pohon di strata menengah dengan tinggi pohon 15−30 m seperti damar (Shorea javanica) dan bayur (Pterospermum javanicum) (Yuliana, 2012).

E. Sistem Sosial

Komposisi serta struktur sosial famili Hylobatidea mempunyai keunikan yaitu membentuk kelompok inti berupa keluarga kecil sehingga berbeda dengan kerabat kera-kera lain. Anggota famili ini hidup dalam pasangan dengan jumlah anak sampai empat ekor dan setelah anak tersebut dewasa akan meninggalkan kelompok karena anggota famili Hylobatidae yang lebih dewasa sangat galak terhadap yang muda dari jenis kelamin sama (Anonim, 1988). Marga Hylobates

menganut sistem monogami yaitu hanya terdapat satu pasang jantan dan betina dewasa ditambah satu sampai tiga individu muda dalam keluarga (Tenaza, 1975). Individu pada jenis yang sama akan memiliki kebutuhan yang sama dan cara untuk mendapatkan relatif sama, sehingga dalam memenuhi kebutuhan tersebut satu individu memerlukan interaksi dengan individu lainnya sehingga terjadilah hubungan dan berlanjut antar beberapa individu yang lebih banyak. Hubungan tersebut akan menghasilkan suatu aturan sosial dan membentuk struktur sosial dengan kebiasaan yang diterapkan dalam kelompok tersebut (McFarland, 1999).

Siamang merupakan primata yang bersifat monogamous. Memiliki kelompok yang kecil yang hanya terdiri dari satu jantan dewasa, satu betina dewasa, dan beberapa individu muda. Menurut Kawabe (1970), komposisi tiap kelompok siamang dapat berjumlah antara 3−6 ekor. Individu siamang akan siap untuk


(30)

melakukan perkawinan pada umur 8−9 tahun. Masa kehamilan antara 7−8 bulan dengan jarak kelahiran antara 2−2,5 tahun. Masa hidup dapat mencapai 25 tahun (Supriatna dan Wahyono, 2002).

Suku Hylobatidae hidup secara berkelompok dan mempertahankan teritorinya dengan suara atau tanda-tanda khusus lainnya (Alikodra, 2002). Betina berperan menentukan arah pergerakan dan bertanggungjawab terhadap pertemuan dengan kelompok lain. Akan tetapi apabila ada konflik di antara kelompok, betina tidak terlibat karena betina tidak mempunyai hirarki dominan (Van, Assink, dan Salafsky, 1992).

Gittin dan Raemaekers (1980), membagi kelas umur pada siamang ke dalam lima kelas umur berbeda berdasarkan ukuran badan dan tingkat perkembangan perilaku sebagai berikut.

1. Bayi (infant)

Individu siamang yang termasuk ke dalam kelas umur ini adalah individu yang baru dilahirkan hingga umur 2 tahun dengan ukuran badan yang sangat kecil. Bayi siamang belum bisa beraktivitas dan selalu dalam gendongan induk betinanya pada tahun pertama. Induk jantan selanjutnya akan mengambil alih pengasuhan bayi pada tahun kedua (parental care).

2. Juvenile I (anak-anak)

Juvenile adalah individu yang berumur lebih dari 2 tahun hingga 4 tahun. Badannya kecil namun relatif lebih besar dari bayi serta mampu beraktivitas sendiri, namun cenderung lebih dekat dengan induknya.


(31)

15

3. Juvenil II (remaja besar)

Individu yang termasuk ke dalam kelas umur ini adalah individu-individu yang berumur lebih dari 4 tahun sampai 6 tahun. Ukuran badannya sedang dan sering melakukan aktivitas sendiri namun tidak dalam jarak yang sangat jauh dari kelompoknya.

4. Sub-adult (pra-dewasa)

Umur lebih dari 6 tahun dan mulai memisahkan diri jauh dari kelompoknya, namun masih dalam satu kesatuan kelompoknya. Belum matang secara seksual dan badannya hampir sama dengan ukuran badan individu dewasa.

5. Adult (dewasa)

Secara seksual sudah matang dan telah memisahkan diri dari kelompoknya dan ukuran badan telah maksimal.

Primata pada umumnya adalah tipikal omnivora (Cowlishaw dan Dunbar, 2000). Siamang dikenal sebagai pemakan daun. Jenis makanannya terdiri dari buah, daun, bunga, dan biji-bijian. Menurut Nurcahyo (1999) pada penelitiannya di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, siamang lebih banyak mengkonsumsi buah-buahan dengan prosentase sekitar 52,07% dibandingkan dengan dedaunan (42,63%) dan bunga (5,3%). Siamang memakan hampir semua bagian tumbuhan seperti daun, buah, biji, dan bunga. Selain itu, satwa ini juga mengkonsumsi beberapa jenis serangga. Berikut ini beberapa jenis tumbuhan pakan siamang di Taman Nasional Way Kambas (Tabel 1) dan Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tabel 2).


(32)

Tabel 1. Jenis tumbuhan pakan siamang di Taman Nasional Way Kambas (Harianto, 1988).

No Jenis pohon Nama daerah Bagian yang

dimakan

1 Aglaia palembanica Buah

2 Antidesma stipulare Buni Buah

3 Artocarpus elastica Cempedak/bendo Buah, daun

4 Artocarpus sp Terep Buah, daun

5 Baccaurea sp Menteng/ketupak Buah

6 Blumeodendron sp Buah, daun

7 Bouea macrophylla Gandaria Buah, daun

8 Cananga odoratum Kenanga Daun, bunga

9 Canarium denticulatum Kenapuren/kenari Buah

10 Chrysophyllum sp Buah

11 Cinnamomum inners Kayu manis Daun

12 Dalbergia sp Sonokeling Buah, bunga

13 Dillenia excelsa Sempur Bunga, daun

14 Eugenia sp Jambu-jambuan Buah, bunga, daun

15 Eugenia densiflora Jambu pletek Buah, bunga, daun

16 Eugenia operculata gelam Buah, daun

17 Ficus sp Beringin/ara Buah, daun

18 Garcinia diocia Kandis Buah, daun

19 Garcinia dulcis Mundu Buah

20 Helicia serrata Buah

21 Koompassia malaccensis Kempas Buah, daun

22 Lansium domesticum Duku Buah

23 Litsea sp Tangkalak Daun, buah

24 Mangifera similes Ampalam/kemang Buah

25 Mangifera caesia Binjai Buah

26 Nauclea sp Gempol Buah

27 Naphellium eriopetalum Rambutan Buah

28 Naphelium mutabile Kapulasan Buah, bunga

29 Pithecelobium lobatum Buah, daun

30 Sandoricum indicum Kecapi Buah, daun

31 Sarcotheca sp Buah, daun

32 Sindora javanica Sindur Daun

33 Spondias dulcis Kedondong hutan Buah


(33)

17

Tabel 2. Jenis tumbuhan pakan siamang di Taman Hutan Raya Wan Abdur Rachman (Andriansyah, 2005).

No Jenis pohon Nama daerah Bagian yang

dimakan

1 Elaeucarpus sphaericus Genitri Buah

2 Flacuurtia rukem Rukem Buah

3 Eugenia polyantha Salam Buah

4 Toona sureni Suren Buah

5 Arthocarpus anisophylus Nangkan Buah

6 Ficus fulva Lamerang Buah

7 Ficus fariegata kondang Daun, buah

8 Ficus carica Ara Daun, buah

9 Litsea firma Medang Daun

10 Leucaena aurea Lamtoro/petai cina Daun

11 Samanea saman Ki hujan/trembesi Daun

12 Dillenia aurea Sempur kijang Bunga

F. Status

Sebanyak 70 persen dari 40 spesies primata yang ada di Indonesia dalam status terancam punah (Ruswandi, 2007). Tingginya angka konsumsi terhadap primata di Indonesia terjadi karena sebagian masyarakat masih percaya mitos bahwa kera dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit, salah satunya asma meski sampai saat ini tidak bisa dibuktikan secara ilmiah (Nursahid, 2011). Dirjen PHPA tahun 1995 menyebutkan bahwa siamang merupakan salah satu jenis mamalia langka dan telah dilindungi di wilayah Indonesia sejak jaman kolonial Belanda melalui Ordonansi dan Peraturan Perlindungan Binatang-Binatang Liar 1931 No. 348 dan No. 266 (Bashari, 1999).

Keberadaan siamang di Indonesia merupakan jenis primata yang dilindungi. Status dilindungi tersebut berdasarkan Undang-Undang No.5 tahun 1990 dan Peraturan Pemerintah No.7 tahun 1999 tentang penetapan siamang sebagai satwa


(34)

yang dilindungi. Salah satu pertimbangan dalam penetapan status dilindungi ini karena populasi jenis satwa ini telah mengalami penurunan dan keberadaannya di alam terancam punah. Populasi siamang cenderung tak terdata secara spesifik. Meskipun tergolong hewan yang dilindungi dengan status terancam punah, keberadaan primata yang habitatnya bisa ditemui di kawasan Sumatera dan semenanjung Malaysia (Kristanti dan Naldi, 2012). Ancaman kepunahan itu terjadi akibat maraknya perburuan liar, perambahan hutan, dan pembukaan perkebunan sawit. Dampaknya akan terus mempengaruhi menurunnya populasi siamang (Ardianto, 2008). Gambaran antara tahun 1995−2000, tidak kurang dari 40% habitat hutan rusak akibat pembalakan hutan, kebakaran, penebangan liar, dan perubahan lahan menjadi area perkebunan dan pertanian. Kebakaran hutan merupakan penyumbang cukup besar dalam konversi hutan tersebut (WCS-IP, 2000). Hal tersebut merupakan ancaman keberlangsungan keberadaan habitat siamang. Siamang penting dikonservasi untuk mempertahankan fungsi hutan, sebab siamang berperan membantu regenerasi hutan dengan cara mendistribusikan biji-bijian (Pante, 2008).

G. Pemencaran Biji

Pemencaran merupakan salah satu upaya adaptasi tumbuhan untuk mempertahankan keberadaan jenisnya dari kepunahan. Secara umum pemencaran tumbuhan dapat dilakukan dengan perantara angin (anemokori), air (hidrokori), hewan (zookori), dan tumbuhan itu sendiri (autokori). Menurut Polunin (1994), cara pemencaran yang dilakukan hewan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu secara eksternal dan secara internal. Setiap diseminasi/diaspora tumbuhan akan


(35)

19

melakukan modifikasi sifat atau bentuk agar aktivitas pemencarannya dapat dilakukan. Pemencaran merupakan suatu aktivitas yang berbeda dengan perpindahan. Pemencaran hanya berkaitan dengan dari induk dan penyebaran dari satu tempat ke tempat lain yang baru. Perpindahan menyangkut juga keberhasilan untuk tumbuh dan menjadi penghuni tetap. Namun istilah pemencaran digunakan apabila masalah penghunian daerah baru diabaikan, artinya hanya pada proses perpindahannya saja. Istilah migrasi digunakan bila penekanannya pada penghunian tempat baru oleh diseminasi/diaspora.

Biji atau buah yang terpencar secara internal oleh hewan pada umumnya memiliki penampakan yang menarik (berwarna cerah), berair (juicy), organ lembaga atau bagian vital lainnya terlindungi oleh pembungkus yang tahan hingga tidak rusak dalam proses pencernaan dan umumnya menjadi pakan hewan. Sifat-sifat ini dimiliki buah tapoco/ruruhi (Syzygium cormiflorum), sehingga kemungkinan jenis ini pun dipencarkan hewan. Penampakan buah tapoco/ruruhi yang berwarna merah hingga ungu tua pada saat masak, dengan rasa masam hingga manis, merupakan daya tarik bagi hewan untuk memakannya. Penampakan demikian merupakan ciri-ciri dari tumbuhan yang pemencarannya dilakukan oleh hewan (Sutarno dan Sudibyo, 1997).

Ekosistem memiliki fungsi yang sangat penting sebagai unsur pembentuk lingkungan satwa, yang kehadirannya tidak dapat diganti dan harus disesuaikan dengan batas-batas daya dukung alam untuk terjaminnya keserasian, keselarasan, dan keseimbangan ekosistem satwa sendiri (Kuncoro, 2004). Biasanya kelelawar akan membawa buah yang diperoleh dengan cara digigit dan membawanya ke


(36)

pohon lain yang dianggap aman sehingga biji akan dipencarkan jauh dari pohon induk dan memiliki kesempatan berkecambah dan tumbuh sangat besar (Suyanto, 2001).

Keturunan yang berkecambah dekat dengan pohon induknya menjadi kurang resisten terhadap serangan parasit dan lebih mudah terinfeksi karena memiliki karakteristik DNA mirip dengan pohon induknya. Penjelasan ini disebut Janzen Connell Hipotesis (Janzen, 1970, 1974, 1981, 1982, 1983; Connel, 1971; Howe and Westley, 1988; Schupp, 1992, 1993; Dewi, Furubayashi, dan Koganezawa, 2009). Tingkat kelangsungan hidup benih dekat pohon induknya lebih rendah karena kerusakan spesies atau pengaruh organisme pembusuk, sehingga keberhasilan regenerasi benih dipengaruhi oleh jarak dari pohon induknya (Janzen, 1970; Connel, 1971; Clark and Clark, 1984; Dewi dkk., 2009). Menjauhkan benih dari pohon induk adalah salah satu persyaratan untuk penyebaran benih di tempat aman (Nakamura, Hayashida, dan Kubono, 2006).

Primata memiliki peran besar dalam ekologi hutan, yaitu sebagai pemencar biji. Kemampuannya sebagai penyebar biji-bijian, menyebabkan primata mampu mempengaruhi proses regenerasi hutan dan menyediakan pakan bagi kelompok vertebrata frugivora (Koeswara, Gusnia, Saadudin, dan Saputro, 2008). Pemencaran biji secara efektif dapat mengurangi persaingan antara tumbuhan dan turunannya serta memungkinkan jenis tumbuhan tersebut menyebar ke tempat baru. Jika tidak ada hewan yang memencarkan biji, maka biji dari tumbuhan induk akan jatuh dan tumbuh berada di sekitar pohon induk. Keadaan ini akan menambah persaingan untuk mendapatkan hara di sekitarnya. Tanggapan biji


(37)

21

terhadap faktor lingkungan tergantung spesiesnya. Oleh karena itu pertumbuhan dan penyebarannya bersifat spasial yang terbatas pada tempat-tempat tertentu dan jarang tumbuh dalam jumlah besar (Mulyanto, Cahyuningdari, dan Setyawan, 2000). Salah satu keuntungan penyebaran biji melalui kotoran hewan adalah adanya sifat hewan yang mempunyai mobilitas berpindah tempat yang tinggi, sehingga satwa liar dapat makan di suatu tempat dan membuang kotorannya yang mengandung biji di lokasi lain yang dipilih (Setia, 2003).


(38)

A. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2012 di Resort Way Kanan Taman Nasional Way Kambas yang terletak di wilayah administratif Kabupaten Lampung Timur Propinsi Lampung.

B. Alat dan Objek Penelitian

Alat yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah binokuler Bushnell 10-70x70 Zoom 58m/1000MAT-10x, kamera Nikon D3100 lensa 18-55 mm, Global Position System(GPS) Garmin 60 CsX,tally sheet, komputer dilengkapi software ArcView GIS 3.3, kantong plastik, bak air, saringan (3mm, 5mm), sarung tangan, kertas label, alat tulis, dan toples kecil. Bahan sebagai objek dalam penelitian ini adalah kelompok siamang beserta kotorannya, dan vegetasi hutan di Taman Nasional Way Kambas.

C. Batasan Penelitian

Batasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Siamang yang diamati adalah satu kelompok yang berada sekitar Resort Way Kanan Taman Nasional Way Kambas.


(39)

23

2. Data yang diambil dalam penelitian ini meliputi jenis-jenis biji yang dipencarkan, cara dan jarak pemencaran biji, serta aktivitas defekasi.

a. Jenis tumbuhan pakan yang bijinya dipencarkan adalah sumber makanan yang dikonsumsi oleh siamang berupa buah yang berbiji.

b. Cara pemencaran biji adalah cara biji jatuh ke tanah setelah dikonsumsi oleh siamang yaitu secara endozoochory atau non-endozoochory.

c. Jarak pemencaran biji adalah jarak biji yang ditemukan dalam kotoran siamang dari pohon asalnya.

d. Perilaku defekasi adalah perilaku siamang saat membuang kotorannya.

D. Jenis Data

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh dari hasil pengamatan meliputi jenis tumbuhan pakan yang bijinya dipencarkan oleh siamang, cara pemencaran biji, jarak pemencaran biji, dan perilaku defekasi siamang.

2. Data Sekunder

Data sekunder yang dikumpulkan meliputi data keadaan umum lokasi penelitian seperti peta lokasi penelitian dan data umum tentang siamang, serta literatur penunjang lainnya sebagai bahan referensi yang di dapat dari Balai Taman Nasional Way Kambas.


(40)

Gambar 3. Peta lokasi Resort Way Kanan TNWK (Dipa BTNWK, 2012).

E. Metode dan Cara Kerja

Orientasi lapangan dilakukan selama 3 hari dengan tujuan untuk mengenal areal penelitian, kondisi lapangan, menemukan lokasi keberadaan siamang, dan membiasakan siamang dengan peneliti untuk memudahkan pengamatan.


(41)

25

Pengumpulan data primer di lapangan dilakukan dengan menggunakan metode penjelajahan dan metode analisis kotoran.

1. Metode Penjelajahan

Penggunaan metode penjelajahan dilakukan dengan mengikuti aktivitas harian siamang, dimulai pada pagi hari ketika siamang bangun tidur hingga sore hari ketika siamang telah berada di pohon tidurnya kembali dan dipastikan tidak akan berpindah. Aktivitas harian siamang yang diamati yaitu berupa aktivitas makan dan aktivitas defekasi.

a. Aktivitas Makan

Pengamatan dilakukan terhadap jenis tumbuhan pakan yang buahnya teramati dikonsumsi oleh siamang kemudian dicatat dan diamati jenis serta ciri penampakan buah tersebut sehingga diperoleh data jenis tumbuhan pakan yang bijinya dipencarkan. Buah yang dikonsumsi tersebut dikoleksi untuk digunakan pada saat analisis kotoran. Perilaku makan siamang ketika mengkonsumsi buah juga diamati dengan melihat apakah biji dari buah tersebut ditelan atau dibuang serta mengidentifikasi sisa pakan siamang sehingga diperoleh data cara pemencaran biji. Titik lokasi pohon pakan diidentifikasi untuk menentukan jarak pemencaran biji.

b. Aktivitas Defekasi

Pengamatan dilakukan dengan mencatat dan mengamati waktu defekasi, perilaku defekasi, dan mengambil kotoran siamang untuk analisis kotoran. Kotoran yang diambil adalah kotoran yang masih baru atau fresh, tidak hancur atau utuh, dan teramati secara langsung ketika dibuang oleh siamang. Titik lokasi ditemukan kotoran diidentifikasi untuk menentukan jarak pemencaran biji.


(42)

ߑsampel biji × 100 % ߑtotal jumlah biji dalam sampel

2. Metode Analisis Kotoran

Analisis kotoran dilakukan untuk mengetahui komposisi kotoran siamang. Kotoran diencerkan kemudian dilakukan penyaringan sebanyak 2 kali dengan saringan yang memiliki ukuran berbeda (3 mm; 5 mm) (Mealey, 1975; Dewi dkk., 2009). Hasil penyaringan dicatat jenis dan jumlah komposisi kotoran tersebut. Jika terdapat biji selanjutnya akan diidentifikasi jenis dan jumlahnya. Data komposisi kotoran yang terdapat biji kemudian dicocokkan dengan data hasil pengamatan aktivitas makan sehingga data mengenai jenis tumbuhan pakan, cara, dan jarak pemencaran biji yang dilakukan oleh siamang dapat diketahui.

Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan metode studi kepustakaan dan menganalisis data penunjang sebagai bahan referensi yang mendukung topik penelitian.

F. Analisis Data

Analisis data pada penelitian ini meliputi analisis kotoran dan analisis deskriptif.

1. Analisis Kotoran

Keberadaan biji di dalam kotoran dianalisis menggunakan konsep Present and Absent dan Percentage of Occurrences (Kunz and Parson, 2009). Biji yang ditemukan pada kotoran disajikan dalam tabel. Indeks keberadaan biji dihitung menggunakan rumus berikut.

Frequency of Occurrence: Focᵪ ꞊


(43)

27

ߑbiji yang ditemukan di sampel ߑsampel

Rata-rata temuan biji dalam kotoran꞊

2. Analisis Deskriptif

Data pemencaran biji dan perilaku defekasi siamang yang diperoleh melalui metode penjelajahan dan analisis kotoran, selanjutnya ditabulasikan dan diuraikan secara deskriptif berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan.


(44)

A. Hasil Penelitian

1. Jenis Tumbuhan Pakan yang Bijinya Dipencarkan

Berdasarkan hasil pengamatan terhadap aktivitas makan siamang, diperoleh 15 jenis tumbuhan yang menjadi pakan siamang (Tabel 3).

Tabel 3. Jenis tumbuhan pakan siamang pada bulan Agustus 2012 di Resort Way Kanan TNWK.

No Spesies Bagian yang dimakan Habitus

Nama lokal Nama ilmiah Buah Daun Bunga

1 Ara Ficus sp √ √ - Pohon

2 Aseman Polygonum chinense √ √ - Pohon

3 Deluak Grewia paniculata √ - - Pohon

4 Gandaria Bouea macrophylla √ √ - Pohon

5 Kemang Mangifera caesia - √ - Pohon

6 Kenaren Dacryodes rostrata √ √ - Pohon

7 Kenanga Cannanga odorata - √ - Pohon

8 Kiteja Cinnamomum inners - √ - Pohon

9 Mengris Koompassia exelsa - √ - Pohon

10 Meranti Babi Shorea sp - √ - Pohon

11 Mindian Mecrumelum pubescens - √ - Pohon

12 Nangkan Palaqium rostatum - √ - Pohon

13 Pelangas Aporosa aurita √ √ - Pohon

14 Sapen Aplaia palembanica √ - - Pohon

15 Sempu air Dillenia exelsa - √ - Pohon

Tabel 3 memberikan informasi bahwa terdapat 15 spesies tumbuhan pakan siamang dengan 7 spesies dikonsumsi buahnya dan 8 spesies dikonsumsi daunnya. Jumlah 15 spesies tumbuhan pakan tersebut, terdapat jenis tumbuhan


(45)

39

pakan yang dikonsumsi buah serta daunnya yaitu jenis aseman (Polygonum chinense), ara (Ficus sp), kenaren (Dacryodes rostrata), gandaria (Bouea macrophylla), dan pelangas (Aporosa aurita).

Hasil pengamatan terhadap aktivitas defekasi, dikoleksi sekitar 37 sampel kotoran siamang. Pada sampel kotoran tersebut ditemukan biji dari buah yang menjadi pakan siamang dalam keadaan utuh sehingga biji tersebut dapat diidentifikasi jenisnya. Biji-biji tersebut menggambarkan jenis-jenis biji dari buah yang dipencarkan oleh siamang (Tabel 4).

Tabel 4. Jenis tumbuhan pakan yang biji buahnya dipencarkan oleh siamang pada bulan Agustus 2012 di Resort Way Kanan TNWK.

No Spesies Habitus

Nama lokal Nama ilmiah Famili

1 Ara Ficus sp Moraceae Pohon

2 Aseman Polygonum chinense Polygonaceae Pohon

3 Deluwak Grewia paniculata Triliaceae Pohon

4 Gandaria Bouea macrophylla Anacardiaceae Pohon

5 Kenaren Dacryodes rostrata Burseraceae Pohon

6 Pelangas Aporosa aurita Euphorboaceae Pohon

7 Sapen Aplaia palembanica Meliaceae Pohon

Buah yang bijinya dipencarkan oleh siamang memiliki ciri-ciri penampakan sebagai berikut.

a) Ara

Ara memiliki nama ilmiah Ficus sp yang termasuk dalam famili Moraceae. Buah yang telah masak berwarna orange dan memiliki rasa yang sedikit asam. Buah ara memiliki ukuran panjang sekitar 15−20 mm dan lebar sekitar 10 mm, sedangkan bijinya memiliki ukuran panjang dan lebar sekitar 1−2 mm (Gambar 4).


(46)

Gambar 4. Bentuk buah ara asli (kiri), biji buah ara yang ditemukan dalam kotoran siamang (kanan) pada bulan Agustus 2012 di Resort Way Kanan TNWK.

b) Aseman

Aseman memiliki nama ilmiah Polygonum chinenseyang termasuk dalam famili Polygonaceae. Buah yang telah masak berwarna cokelat dan memiliki rasa asam dan sedikit manis. Buah aseman memiliki ukuran panjang sekitar 25 mm dan lebar 20 mm, sedangkan bijinya memiliki ukuran panjang sekitar 15 mm dan lebar 10 mm (Gambar 5).

Gambar 5. Bentuk buah aseman asli (kiri), biji buah aseman yang ditemukan dalam kotoran siamang (kanan) pada bulan Agustus 2012 di Resort Way Kanan TNWK.


(47)

41

c) Deluak

Deluak memiliki nama ilmiah Grewia paniculata termasuk dalam famili Triliaceae. Buah yang telah masak berwarna hijau dan memiliki rasa yang sedikit sepah. Buah deluak memiliki ukuran panjang dan lebar sekitar 10−15 mm, sedangkan bijinya memiliki ukuran panjang sekitar 8−10 mm dan lebar sekitar 5−6 mm (Gambar 6).

Gambar 6. Bentuk buah deluak asli (kiri), biji buah deluak yang ditemukan dalam kotoran siamang (kanan) pada bulan Agustus 2012 di Resort Way Kanan TNWK.

d) Gandaria

Gandaria memiliki nama ilmiah Bouea macrophylla yang termasuk dalam famili Anacardiaceae. Buah yang telah masak berwarna kuning hingga jingga dan memiliki rasa yang agak masam hingga manis serta sedikit bau. Buah gandaria memiliki ukuran diameter sekitar 25−50 mm. Bijinya memiliki ukuran panjang dan lebar sekitar 20 mm (Gambar 7).


(48)

Gambar 7. Bentuk buah gandaria asli (kanan), biji buah gandaria yang ditemukan dalam kotoran siamang (kiri) pada bulan Agustus 2012 di Resort Way Kanan TNWK.

e) Kenaren

Kenaren memiliki nama ilmiah Dacryodes rostrata yang termasuk dalam famili Burseraceae. Buah yang telah masak berwarna ungu dan memiliki rasa sedikit manis. Buah kenaren memiliki ukuran panjang sekitar 40 mm dan lebar sekitar 20 mm, sedangkan bijinya memiliki ukuran panjang sekitar 30 mm dan lebar sekitar 15 mm (Gambar 8).

Gambar 8. Bentuk buah kenaren asli (kiri), biji buah kenaren yang ditemukan dalam kotoran siamang (kanan) pada bulan Agustus 2012 di Resort Way Kanan TNWK.


(49)

43

f) Pelangas

Pelangas memiliki nama ilmiah Aporosa aurita yang termasuk dalam famili Euphorbiaceae. Buah yang telah masak akan berwarna kuning kemerahan dan memiliki rasa yang sedikit manis. Buah pelangas memiliki ukuran panjang sekitar 20 mm dan lebar sekitar 15 mm, sedangkan bijinya memiliki ukuran panjang sekitar 15 mm dan lebar sekitar 5−7 mm (Gambar 9).

Gambar 9. Bentuk buah pelangas asli (kiri), biji buah pelangas yang ditemukan dalam kotoran siamang (kanan) pada bulan Agustus 2012 di Resort Way Kanan TNWK.

g) Sapen

Sapen memiliki nama ilmiah Aplaia palembanica yang termasuk dalam famili Meliaceae. Buah yang telah masak akan berwarna kemerahan dan memiliki rasa sedikit manis. Buah sapen memiliki ukuran panjang sekitar 10 mm dan lebar sekitar 8 mm, sedangkan bijinya memiliki ukuran panjang sekitar 8 mm dan lebar 6 mm (Gambar 10).


(50)

Gambar 10. Bentuk buah sapen asli (kiri), biji buah sapen yang ditemukan dalam kotoran siamang (kanan) pada bulan Agustus 2012 di Resort Way Kanan TNWK.

2. Cara Pemencaran Biji

Hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa cara pemencaran terhadap 7 jenis biji dari buah yang dikonsumsi oleh siamang dikategorikan menjadi dua yaitu sebagai berikut.

a. 7 spesies dikonsumsi buahnya melalui proses endozoochory dan biji dibuang lewat kotoran dalam keadaan utuh atau tidak hancur.

b. 1 dari 7 spesies yang dikonsumsi buahnya dan melalui proses endozoochory, juga ditemukan bijinya tidak ditelan melainkan dibuang. Spesies tersebut yaitu kenaren (Dacryodes rostrata).

Pada saat pengamatan di lapangan, ditemukan biji buah kenaren (Dacryodes rostrata) yang dijatuhkan siamang setelah dikonsumsi. Pada hari yang sama ditemukan juga kotoran siamang yang di dalamnya terdapat biji buah kenaren (Dacryodes rostrata) (Gambar 11).


(51)

45

Gambar 11. Buah kenaren yang jatuh setelah dimakan siamang (kiri), biji buah kenaren yang ditemukan dalam kotoran siamang (kanan) pada bulan Agustus 2012 di Resort Way Kanan TNWK.

3. Jarak Pemencaran Biji

Jarak pemencaran biji yang dilakukan oleh siamang diperoleh dengan mengetahui titik pohon asal atau pohon induk yang buahnya dimakan oleh siamang dan mengetahui titik lokasi ditemukan kotoran yang terdapat biji dari buah tersebut setelah kotoran siamang dianalisis (Lampiran 1). Jarak pemencaran biji yang dilakukan siamang berdasarkan hasil pengamatan di lapangan cukup bervariasi. Jarak minimum pemencaran biji yang dilakukan siamang yaitu 0 meter. Jarak maksimum pemencaran biji yang dapat dilakukan siamang yaitu 385 meter. Biji akan jauh terpencar karena terbawa oleh pergerakan siamang ketika masih dalam percernaan.

4. Perilaku Defekasi a. Karakteristik Kotoran

Kotoran siamang sebelum jatuh ke tanah berbentuk oval memanjang dengan ukuran panjang sekitar 4−5 cm dan lebar sekitar 2−3 cm. Kotoran siamang


(52)

biasanya berwarna kuning tua atau cokelat tergantung dari makanan yang dikonsumsi (Gambar 12).

Gambar 12. Warna dan bentuk kotoran siamang setelah jatuh di tanah pada bulan Agustus 2012 di Resort Way Kanan TNWK.

Kotoran yang jatuh biasanya hancur karena tersangkut cabang, ranting, dan daun, namun terdapat juga kotoran yang ditemukan utuh tetapi bentuknya telah berubah karena terbentur tanah. Selain itu kotoran yang ditemukan terkadang lembek dan ada yang sedikit keras.

b. Komposisi dan Kehadiran Biji Pada Kotoran

Berdasarkan analisis terhadap sampel kotoran siamang yang ditemukan di lapangan, komposisi kotoran siamang yaitu berupa biji dan daun. Semua biji yang ditemukan pada kotoran siamang dalam keadaan utuh atau tidak hancur serta memiliki jumlah yang bervariasi. Sementara itu, daun yang ditemukan pada kotoran dalam keadaan telah hancur. Semua kotoran yang ditemukan terdapat daun, akan tetapi tidak semua kotoran tersebut terdapat biji di dalamnya. Berikut adalah komposisi kotoran siamang hasil dari analisis kotoran (Tabel 5).


(53)

47

Tabel 5. Komposisi kotoran siamang persampel kotoran pada bulan Agustus 2012 di Resort Way Kanan TNWK.

Kotoran

ke-Komposisi

kotoran Jenis spesies dan jumlah biji perspesies

Jumlah total 1 Biji, daun Deluak (5) Sapen (8) Ara - 13 2 Biji, daun Deluak (4) Sapen (3) Ara - 7

3 Biji, daun Ara - - - 0

4 Biji, daun Ara - - - 0

5 Biji, daun Deluak (6) Sapen (6) - - 12 6 Biji, daun Kenaren (2) Pelangas (4) Sapen (1) - 7 7 Biji, daun Kenaren (1) Pelangas (3) - 4 8 Biji, daun Aseman (4) Sapen (9) - 13 9 Biji, daun Aseman (3) Deluak (5) Sapen (1) - 9

10 Daun - - - - 0

11 Biji, daun Aseman (5) Sapen (1) - - 6

12 Daun - - - - 0

13 Biji, daun Aseman (8) Sapen (4) - - 12 14 Biji, daun Gandaria (2) Sapen (4) - - 6

15 Daun - - - - 0

16 Daun - - - - 0

17 Biji, daun Aseman (15) Deluak (6) Gandaria (2) - 23 18 Biji, daun Aseman (5) Deluak (2) Pelangas (2) Sapen (6) 15 19 Biji, daun Deluak (1) Pelangas (6) Sapen (4) - 11

20 Daun - - - - 0

21 Biji, daun Aseman (5) Pelangas (2) Ara - 7 22 Biji, daun Aseman (14) Sapen (6) Ara - 20

23 Biji, daun Ara - - - 0

24 Biji, daun Aseman (11) Sapen (15) Ara - 26

25 Biji, daun Ara - - - 0

26 Biji, daun Aseman (10) Sapen (9) Ara - 19 27 Biji, daun Deluak (1) Gandaria (3) Sapen (3) - 7

28 Daun - - - - 0

29 Biji, daun Aseman (8) Gandaria (3) - - 11

30 Daun - - - - 0

31 Biji, daun Ara - - - 0

32 Biji, daun Aseman (8) Deluak (3) - - 11

33 Biji, daun Ara - - - 0

34 Biji, daun Aseman (10) Sapen (3) - 13

35 Biji, daun Ara - - - 0

36 Biji, daun Aseman (4) Sapen (8) Ara - 12 37 Biji, daun Aseman (5) Sapen (4) Ara - 9 * Buah Aratidak diinformasikan jumlah bijinya.

c. Aktivitas Defekasi

Pola perilaku defekasi yang dilakukan oleh siamang setiap harinya sama yaitu setelah bangun tidur dan setelah mengkonsumsi makanan (buah) dalam jumlah besar. Selain itu siamang juga akan membuang kotoran ketika merasa takut atau


(54)

terancam. Aktivitas makan biasanya akan diselingi dengan istirahat sesaat dan selanjutnya makan kembali. Pada waktu istirahat inilah umumnya siamang melakukan aktivitas defekasi. Setelah mengkonsumsi buah dalam jumlah besar, siamang akan istirahat sejenak untuk membuang kotoran. Posisi tajuk yang digunakan untuk membuang kotoran tergantung dari tajuk tempat siamang makan. Posisi tubuh siamang ketika membuang kotoran akan bergelantung dengan dua tangan, sedangkan kedua kakinya akan bertumpu atau berpegangan pada cabang atau ranting dengan posisi agak terbuka ke kanan dan ke kiri selanjutnya akan membuang kotoran. Selain membuang kotoran ketika istirahat juga ditemukan aktivitas defekasi ketika siamang bergerak atau berpindah ke pohon lain. Umumnya aktivitas defekasi ini dilakukan ketika siamang berpindah pohon dengan cara berjalan atau dengan cara bergantung. Tidak ditemukan siamang yang membuang kotoran ketika berpindah dengan cara melompat. Sehari umumnya siamang dapat melakukan aktivitas membuang kotoran antara 3−6 kali. Sekali membuang kotoran biasanya terdapat 2−3 bagian kotoran yang dikeluarkan.

Lokasi yang dijadikan oleh siamang untuk membuang kotoran juga bervariasi. Siamang biasanya akan membuang kotoran di pohon pakan dan pohon tidur sehingga ditemukan beberapa kotoran siamang yang menumpuk pada satu lokasi. Selain itu, lokasi ini juga tidak menentu ketika siamang membuang kotoran pada saat bergerak atau berpindah.


(55)

49

B. Pembahasan

1. Jenis Tumbuhan Pakan yang Bijinya Dipencarkan

Ketersediaan buah di lokasi penelitian tidak terlalu melimpah karena bertepatan dengan musim kemarau. Buah sapen (Aplaia palembanica), buah aseman (Polygonum chinense), buah ara (Ficus sp) dan buah deluak (Grewia paniculata) merupakan jenis yang melimpah. Jenis buah gandaria (Bouea macrophylla), buah pelangas (Aporosa aurita), dan kenaren (Dacryodes rostrata) tidak tertalu melimpah. Menurut Harianto (1988), struktur hutan tropika dataran rendah di TNWK dibagi menjadi 3 strata yaitu strata A (≥ 41 m), strata B (21−40 m), dan strata C (≤ 20 m). Pohon yang mendominasi habitat siamang di Way Kambas adalah Shorea sp, Dacryodes rostrata, Ficus sp, Hopea sp, Blumeodendron sp, danDillenia excelsa.

Biji atau buah yang terpencar secara internal oleh hewan pada umumnya memiliki penampakan yang menarik (berwarna cerah), berair (juicy), organ lembaga atau bagian vital lainnya terlindungi oleh pembungkus yang tahan hingga tidak rusak dalam proses pencernaan, dan umumnya menjadi pakan hewan (Mudiana, 2005). Buah-buah yang dikonsumsi siamang memiliki warna yang menarik bagi satwa pemakan dan memiliki rasa yang cukup enak, manis, asam, dan sepah.

Siamang memiliki ukuran tubuh yang cukup besar dibandingkan primata lain dan burung-burung pemakan buah memungkinkan siamang dapat mengkonsumsi buah dengan ukuran yang cukup besar dan beragam. Menurut Wrangham, Chapman, dan Chapman (1994), satwa frugivorous dengan ukuran tubuh yang lebih besar terkadang memiliki peran yang penting dan signifikan dalam


(56)

pemencaran untuk beberapa jenis tumbuhan tertentu yang mempunyai ukuran biji yang besar seperti tumbuhan Cola lizaeyang termasuk dalam famili Sterculiaceae yang terdapat di Gabon yang memiliki ukuran biji sangat besar yaitu 35 mm sehingga membutuhkan gorila dataran rendah dalam pemencaran bijinya

2. Cara Pemencaran Biji

Berdasarkan hasil penelitian diketahui terdapat 7 jenis pakan berupa buah yang dikonsumsi oleh siamang secara endozoochory atau melalui proses pencernaan. Jumlah 7 pakan berupa buah tersebut, biji yang dikeluarkan bersama kotoran semua dalam kondisi utuh atau tidak hancur. Hal ini cukup penting bagi proses pemencaran biji karena biji dari buah yang dikonsumsi tersebut akan terbawa oleh aktivitas pergerakan siamang selama proses pencernaan dalam tubuh siamang berlangsung. Proses ini menunjukkan bahwa biji tersebut tidak dibuang secara langsung di sekitar pohon induk. Pada kasus kedua yaitu terdapat 1 dari 7 buah tersebut ternyata ditemukan juga tidak melalui proses endozoochory atau biji tersebut tidak ditelan melainkan langsung dibuang. Buah tersebut yaitu kenaren (Dacryodes rostrata). Pada saat penelitian ditemukan beberapa biji dari buah kenaren (Dacryodes rostrata) di sekitar pohon induk yang dibuang atau tidak ditelan oleh siamang setelah dikonsumsi. Namun, di sekitar lokasi pohon induk tersebut juga ditemukan kotoran siamang dan setelah diidentifikasi di dalam kotoran tersebut terdapat biji dari buah kenaren (Dacryodes rostrata). Buah kenaren (Dacryodes rostrata) memiliki daging buah yang cukup tebal dan ukuran yang cukup besar yaitu panjang ± 40 mm dan lebar ± 20 mm, sedangkan bijinya memiliki ukuran panjang ± 30 mm dan lebar ± 15 mm. Daging buah yang tebal dan ukuran buah cukup yang besar, hal ini diduga menyebabkan siamang hanya


(57)

51

mengkonsumsi dan menelan beberapa buah tersebut untuk memenuhi kebutuhan jumlah pakan hariannya sehingga beberapa buah yang dikonsumsi tidak ditelan dan dibuang ke tanah. Namun, hal ini belum dapat dijadikan analisis yang tepat karena belum ada penelitian yang mendalam tentang kasus tersebut.

Berdasarkan penelitian Rusmanto (2001) di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, menunjukkan pola pemencaran biji dari 43 spesies tumbuhan pakan siamang yang dikategorikan menjadi 3 bagian, yaitu:

1. Terdapat 4 spesies (9,3%) dikonsumsi buahnya, tetapi biji tidak ditelan atau tidak melewati proses digesti. Biji dibuang ke tanah di sekitar pohon induk. 2. Terdapat 1 spesies (2,3%) dikonsumsi buahnya dan biji melewati proses

digesti, tetapi biji ditemukan dalam keadaan hancur dalam kotoran yang dibuang.

3. Terdapat 38 spesies (88,4%) dikonsumsi buahnya dan melewati proses digesti, biji ditemukan dalam keadaan utuh dalam kotoran yang dibuang.

Famili Hylobatidae memiliki susunan gigi sama seperti famili Cercopithecidae yaitu 2/2, 1/1, 2/2, 3/3 = 32, memiliki gigi geraham dan gigi taring yang menonjol (Vaughan et al., 1999). Owa Jawa (H. moloch), mempunyai susunan gigi 2 1 2 3 / 2 1 2 3 = 32. Owa Jawa memiliki gigi seri kecil dan sedikit ke depan, sehingga memudahkan untuk menggigit dan memotong makanan. Gigi taring panjang dan berbentuk seperti pedang yang berfungsi untuk menggigit dan mengupas makanan. Gigi geraham atas dan bawah digunakan untuk mengunyah makanan (Napier & Napier (1967). Siamang memiliki susunan gigi 2/2, 1/1, 2/2, 3/3 = 32 (Myers et al., 2000). Siamang memiliki gigi geraham yang memungkinkan dapat


(58)

mengunyah buah yang dimakannya, namun belum cukup literatur untuk menjelaskan hubungan susunan gigi dengan kondisi biji pada kotoran mengapa masih utuh atau tidak hancur. Menurut Andy (2010), buah memiliki biji yang dilapisi kulit ari (epidermis) yang terlindung oleh kulit tanduk yang keras. Biji yang ditemukan dalam kotoran siamang memiliki kulit biji yang keras. Hal ini diduga menyebabkan biji tidak hancur oleh gigi geraham siamang.

Siamang memiliki sistem pencernaan yang dapat mencerna kulit dan daging buah. Buah yang dimakan dipilih buah yang matang, setelah masuk ke lambung kulitnya tercerna sedang bijinya yang tidak tercerna dikeluarkan melalui kotoran (Setia, 2003). Kelompok primata frugivora memiliki lambung yang relatif sederhana dan dinding yang licin diikuti oleh saluran usus kecil yang pendek dan memiliki sekum yang menyokong mikrobakteri memecahkan bahan makanan dari tanaman (NRC, 2003). Primata pemakan tumbuhan memiliki adaptasi saluran pencernaan yaitu spesialisasi anatomi pada lambung, sekum, dan usus besar. Primata umumnya memiliki sekum dan kolon yang relatif tidak besar. Sistem pencernaan ini beradaptasi sejajar dengan pemilihan pakan. Banyak primata yang telah beradaptasi sistem pencernaannya sehingga sistem ini terdiri dari lambung, sekum, dan atau kolon (Tunquist dan Hong, 1995). Berdasarkan literatur tersebut diduga bahwa sistem pencernaan siamang yang sederhana tersebut menyebabkan biji tidak hancur selama proses pencernaan berlangsung.

Pola pemencaran secara endozoochory (melalui proses pencernaan) menyebabkan biji membutuhkan waktu cukup lama untuk jatuh ke tanah dan memungkinkan biji tidak hanya jatuh di sekitar pohon induk sehingga dapat tersebar ke wilayah


(59)

53

teritori siamang melalui pergerakannya. Sebaliknya pola pemencaran tanpa melalui proses endozoochory menyebabkan biji jatuh langsung di bawah pohon induk. Pola konsumsi buah dan sistem pencernaan yang dilakukan siamang tersebut membuktikan bahwa siamang mampu berperan sebagai agen pemencar biji utama (first seed dispersal) pada habitatnya. Pemencaran biji ini terlihat ketika siamang dapat menjauhkan biji tersebut dari pohon induknya.

3. Jarak Pemencaran Biji

Siamang memiliki pola pemencaran biji secara endozoochory yang memungkinkan biji tersebar pada wilayah teritori melalui pergerakan hariannya. Kebutuhan siamang akan buah-buahan sangat mempengaruhi aktivitas pergerakan hariannya. Jika ketersediaan buah melimpah siamang tidak terlalu aktif bergerak ke seluruh wilayah teritorinya, pergerakan hanya dilakukan di sekitar sumber pakan. Sebaliknya ketika persediaan buah menipis, siamang akan aktif bergerak ke wilayah teritorinya untuk mencari buah-buahan. Pergerakan ini menyebabkan siamang secara tidak langsung menyebarkan biji yang ada dalam sistem pencernaannya melalui kotoran yang dibuang pada wilayah teritori. Menurut Harianto (1988), rata-rata jarak perjalanan siamang di TNWK setiap harinya yaitu 0,65 km. Menurut Nurcahyo (1999), siamang di TNBBS memiliki jarak jelajah sekitar 0,67 km. Jarak tersebut memungkinkan siamang melakukan pemencaran biji sejauh 385 m dari pohon induknya.

Pada lokasi penelitian di Resort Way Kanan Taman Nasional Way Kambas, diketahui terdapat cukup banyak kelompok siamang yaitu sekitar 6 kelompok pada satu habitat sehingga homerangedari tiap kelompok siamang ini tidak terlalu


(60)

luas. Pada saat penelitian terjadi perkelahian untuk Luas lokasi penelitian yang diamati yaitu ± 9 hektar. perbedaan jarak pemencaran Taman Nasional Bukit Barisa

Setiap biji yang dipencarkan ole Berdasarkan hasil penelitian

pohon induk dan beberapa kotoran ditemukan jauh dari p Hal ini menunjukkan bahwa

induk

Gambar 13. Distribusi pohon induk bulan Agustus 201 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22

10 30 50 70 90

J u m la h k o to r a n

penelitian sering terjadi perjumpaan dengan kelompok untuk memperebutkan daerah kekuasaan serta sumber penelitian yang merupakan homerange dari kelompok siamang

9 hektar. Hal ini diduga menjadi faktor yang menyebabkan pemencaran dibandingkan hasil penelitian yang dilakukan ional Bukit Barisan Selatan.

dipencarkan oleh siamang memiliki distribusi yang berbeda elitian, kotoran siamang lebih banyak ditemukan

n beberapa kotoran ditemukan jauh dari pohon induk (Gambar 13). menunjukkan bahwa sebagian besar biji terdistribusi dekat dengan

Distribusi kotoran siamang dan jarak pemencaran biji dilihat pohon induk (pembagian berdasarkan kelas jarak 10 meter) bulan Agustus 2012 di Resort Way Kanan TNWK.

90 110 130 150 170 190 210 230 250 270 290 310 330 350 Jarak kotoran dari pohon induk (m)

kelompok lain dan serta sumber pakan. kelompok siamang yang yang menyebabkan yang dilakukan di

yang berbeda-beda. ditemukan di sekitar ditemukan jauh dari pohon induk (Gambar 13).

dekat dengan pohon

dilihat dari 10 meter) pada 350 370 390


(61)

(62)

Biji yang masih ada dalam organ pencernaan siamang dapat terpencar jauh dari pohon induk akibat pergerakan siamang (Gambar 14 dan Gambar 15). Menurut Mulyanto, Cahyuningdari, dan Setyawan (2000), pemencaran biji secara efektif dapat mengurangi persaingan antara tumbuhan dan turunannya serta memungkinkan jenis tumbuhan tersebut menyebar ke tempat baru. Jika tidak ada hewan yang memencarkan biji, maka biji dari tumbuhan induk akan jatuh dan tumbuh di sekitar pohon induk. Keadaan ini akan menambah persaingan untuk mendapatkan hara di sekitarnya. Menurut Janzen (1970); Dewi dkk., (2009), keberhasilan benih untuk tumbuh kembali dibatasi oleh jarak dari pohon induknya. Tingkat kelangsungan hidup benih yang dekat pohon induk lebih rendah dan kurang resisten terhadap serangan parasit serta lebih mudah terinfeksi karena memiliki karakteristik DNA yang mirip dengan pohon induknya.

Kondisi biji setelah dipencarkan oleh siamang secara endozoochoryakan tumbuh berkecambah ataupun mati sangat tergantung oleh beberapa hal. Faktor agen pemencar biji sekunder (secondary seed dispersal) dan predator biji sangat berpengaruh. Hasil penelitian Rusmanto (2001) tentang pemencaran biji oleh siamang di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, dari 7 spesies sampel untuk tes perkecambahan hanya 1 yang mengalami perkecambahan yaitu biji dari spesies Polyalthia leterifolia, sedangkan 6 spesies lainnya tidak berkecambah. Selama pengamatan dalam kontrol 2 minggu, 6 spesies tersebut sudah mulai rusak atau menghilang yang disebabkan oleh predator biji (hewan pengerat seperti tupai tanah) atau agen pemencar biji sekunder (dung beetle). Andresen (1999) menjelaskan bahwa agen pemencar biji sekunder (dung beetle) sangat efisien dalam menempatkan biji yang dipencarkan oleh agen pemencar biji utama


(63)

58

menjauhi pohon induk dan juga berfungsi menurunkan tingkat pengelompokkan biji pada saat defekasi serta mengurangi tingkat predasi biji oleh hewan pengerat. Peran vital lainnya adalah sebagai agen penyebar biji tumbuhan dengan jalan membenamkan biji yang terdapat pada kotoran hewan ke dalam tanah (seed bank) sehingga mendukung terjadinya perkecambahan biji (Andresen, 2001). Kumbang kotoran berperan dalam menjaga penyebaran sehingga turut menjaga kemampuan regenerasi hutan (Estrada et al., 1999). Kumbang kotoran (dung beetle) mampu memencarkan biji dari tempat biji tersebut didesposisikan oleh siamang ke tempat lainnya (Rusmanto, 2001). Jenis kumbang Canthon fulgidus dan C. luteicollis termasuk dalam famili Scarabaeidae, mampu memindahkan biji hingga jarak 188 ± 57 cm dan 82 ± 47 cm (Forget, 1992).

Hasil penelitian ditemukan 2 (dua) ekor kumbang kotoran jenis Onthophagus sp1 dengan warna yang berbeda, satu berwarna hitam dan satu berwarna cokelat. Kumbang ini ditemukan pada kotoran siamang pada saat analisis kotoran. Kumbang kotoran jenis Onthophagus sp1 adalah jenis kumbang kotoran yang memiliki bentuk badan bulat, punggung sayap beruas, bagian dada mulus agak besar, dan berwarna cokelat sampai hitam (LIPI, 2011).

Selain itu, habitat tempat biji didesposisikan dan faktor dari spesies tumbuhan itu sendiri seperti kerasnya kulit biji yang menyebabkan biji sukar berkecambah juga berpengaruh. Apabila biji didesposisikan pada kondisi lingkungan yang cocok, tentunya biji dapat berkecambah (Graham et al., 1995). Oleh karena itu, diperlukan penelitian lebih mendalam untuk mengetahui nasib biji tersebut setelah dipencarkan oleh siamang.


(64)

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa biji dari kotoran hewan akan cepat berkecambah dibandingkan biji yang jatuh secara alami. Berdasarkan hasil penelitian Setia (2003), biji dari tumbuhan Aprika yang melalui kotoran dapat berkecambah setelah antara 16−30 hari. Sementara biji yang jatuh secara alami hingga 30 hari pengamatan belum juga ada tanda akan berkecambah. Demikian juga untuk jenis beringin walen dan jenis lainnya. Menurut Weisz (1959), cepatnya perkecambahan tersebut karena bantuan dari cairan lambung (pH 2) yang bersifat asam sehingga membantu melunakan kulit biji yang keras, dan sebaliknya biji yang jatuh secara alami masih tertutupi daging dan kulit buah sehingga memerlukan waktu yang lama untuk proses pelepasan dan perkecambahan. Julliot (1996) menyatakan bahwa dalam beberapa hal primata mempunyai peran yang penting dalam membantu membuka kulit biji yang keras seperti yang ditunjukkan oleh monyet Haowling merah (Alouatta seniculis) di Frenc Guiana sehingga dapat membantu proses perkecambahan biji tersebut.

4. Perilaku Defekasi a. Karakteristik Kotoran

Kotoran siamang memiliki karakteristik tingkat kepadatan dan warna yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan oleh perbedaan jenis pakan yang dikonsumsi. Secara umum bagian jenis sumber pakan satwa primata terbagi atas bagian vegetatif dan reproduktif tumbuhan serta bagian reproduktif hewan seperti serangga maupun hewan kecil lainnya (Palombit, 1997). Berdasarkan hasil penelitian, kotoran siamang yang padat dan yang lembek memiliki komposisi biji yang berbeda (Gambar 16). Biji aseman (Polygonum chinense) selalu ditemukan pada kotoran yang umumnya padat dan berwarna lebih gelap, sedangkan biji


(65)

60

sapen (Aplaia palembanica) umumnya ditemukan pada kotoran yang sedikit lembek dan berwarna kuning. Bentuk kotoran siamang setelah jatuh ke tanah juga dipengaruhi oleh posisi ketika membuang kotoran. Pada saat penelitian seringkali terlihat kotoran siamang ketika dibuang mengenai batang/cabang/ranting dan daun di bawahnya, sehingga ditemukan kotoran siamang dalam kondisi hancur dan terpisah.

Gambar 16. Kotoran siamang yang padat (kiri), kotoran siamang yang lembek (kanan) pada bulan Agustus 2012 di Resort Way Kanan TNWK.

b. Komposisi dan Kehadiran Biji Pada Kotoran

Jumlah 37 sampel kotoran siamang yang ditemukan selama penelitian, 30 sampel kotoran di dalamnya terdapat biji dan pada 7 sampel kotoran hanya terdapat daun. Jumlah 30 sampel kotoran yang terdapat biji, 7 sampel kotoran diketahui hanya terdapat biji buah ara (Ficus sp) saja, sedangkan 23 sampel kotoran lainnya terdapat beberapa spesies biji. Berdasarkan analisis terhadap kotoran yang dilakukan, diketahui bahwa komposisi kotoran siamang terdiri dari 3 komponen yaitu terdiri dari daun saja; terdiri dari daun dan biji buah ara (Ficus sp) dan terdiri dari daun dan biji beberapa spesies tumbuhan.


(1)

Saadudin, A.M., G.N.M. Sularso, C.L. Sibarani, dan A.F. Gucci. 2008. Potensi Keaneragaman Jenis Mamalia dalam Rangka Menunjang Pengembangan Ekowisata di Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Schupp, E.W. 1992. The Janzen-Connel Model for Tropical Tree Diversity: Population Implications and The Importance of Spatial Scale. American. 140:526–530.

___________. 1993. Quantity, Quality, and The Effectiveness of Seed Dispersal by Animals. Vegetatio. 107/108:15–29.

Setia, M.T. 2003. Penyebaran Biji oleh Satwa Liar di Kawasan Pusat Pendidikan Konservasi Alam Bodogol dan Pusat Riset Bodogol, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Jawa Barat. Vis Vitalis. 01:1–4.

Sipayung, J.S. 2011. Distribusi dan Populasi Siamang (Hylobates syndactylus) Keterkaitannya dalam Pengembangan Ekowisata di Areal Kelola SHK Lestari Tahura WAR. (Skripsi). Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung. Tidak Dipublikasikan.

Supriatna, J. dan H.E. Wahyono. 2002. Panduan Lapangan Primata Indonesia. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.

Sutardi, T. 2008. Landasan Ilmu Nutrisi. Jilid 1. Departemen Ilmu Makanan Ternak Fakultas Peternakan. IPB. Bogor.

Sutarno, H. dan Sudibyo. 1997. Pengenalan Pemberdayaan Pohon Hutan. Prosea Bogor. Indonesia Prosea Network Office, Pusat Diklat Pegawai & SDM Kehutanan.

Suyanto, A. 2001. Kelelawar di Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi LIPI. Bogor.

Tanudimadja, K. dan S. Kusumamihardja. 1985. Perilaku Hewan Ternak. Diktat Kuliah Bagian Anatomi Fakultas Kedokteran IPB. Bogor.

Tenaza, R.R. 1975. Territory and Monogamy Amongkloss Gibbons (Hylobates kloosii) in Siberut Island, Indonesia. Folia Primatologica. 24:60–80. Tunquist, J.E. dan N. Hong. 1995. Functional Morphology. In. B.T. Bennet, C.R.

Abee, and R. Henrickson. (Editor). Nonhuman Primates in Biomedical Research. Academic Press,Inc. California.

Van, S.C., P. Assink, and N. Salafsky. 1992. Territorial Behavior in Southeast Asian Langurs: Resource Defense or Mate Defense?. American Journal of Primatology. 26:333–342.


(2)

73

Vaughan, T.A., J.M. Ryan, dan N.J. Czaplewski. 1999. Mammalogy. Fourth Edition. Thomson Learning Academic Center Resources Center. USA. Washitani, I. and T. Yahara. 1996. A primer of Conservation Biology-From

Genetic to Landscape. Bunichi Sogo Press.Tokyo. p.270.

WCS-IP. 2000. Siamang Lestari. Wildlife Conservation Society Indonesia Program. Jakarta.

Weisz, P.P. 1959.The Science of Biology. McGraw-Hill Book Company, Inc. New York. p.796.

Whitten, A.J., M. Mustafa, dan G.S. Henderson. 1987. Ekologi Sulawesi. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press.

Wrangham, R.W., C.A. Chapman, dan L.J. Chapman. 1994. Seed Dispersal by Forest Chimpanzees in Uganda. Journal of Tropical Ecology. 10:355−368.

Yuliana, R. 2012. Analisis Habitat Siamang (Hylobates syndactylus) di Repong Damar Pekon Pahmungan Kecamatan Pesisir Tengah Kabupaten Lampung Barat. (Skripsi). Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung. Tidak Dipublikasikan.


(3)

(4)

77

Lampiran 2.

Gambar 1. Siamang yang sedang melakukan aktivitas makan.

Gambar 2. Siamang sedang melakukan aktivitas istirahat.

Gambar 3. Pengamatan aktivitas makan dan aktivitas defekasi siamang di lapangan menggunakan binokuler.


(5)

Gambar 4. Pengambilan titik lokasi pohon pakan siamang menggunakan GPS.

Gambar 5. Proses analisis kotoran siamang.

Gambar 6. Sampel perbandingan komposisi kotoran siamang antara daun dan biji setelah dilakukan analisis.


(6)

79

Gambar 7. Petugas yang membantu penelitian di lapangan.

Gambar 8. Rekan mahasiswa yang membantu penelitian di lapangan.