Penggunaan Parameter Morfometrik untuk Pendugaan Umur Siamang Sumatera (Hylobates syndactylus syndactylus Raffles, 1821)

(1)

PENGGUNAAN PARAMETER MORFOMETRIK

UNTUK PENDUGAAN UMUR SIAMANG SUMATERA

(

Hylobates syndactylus syndactylus

Raffles, 1821)

FIFIN NOPIANSYAH

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2007


(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Penggunaan Parameter Morfometrik untuk Pendugaan Umur Siamang Sumatera (Hylobates syndactylus syndactylus Raffles, 1821) adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi apapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Desember 2007

Fifin Nopiansyah


(3)

RINGKASAN

FIFIN NOPIANSYAH. Penggunaan Parameter Morfometrik untuk Pendugaan Umur Siamang Sumatera (Hylobates syndactylus syndactylus Raffles, 1821). Dibimbing oleh YANTO SANTOSA dan ABDUL HARIS MUSTARI.

Umur merupakan salah satu parameter yang penting untuk diketahui dalam pengelolaan suatu populasi karena berkaitan dengan kelestarian suatu spesies. Apabila umur telah diketahui maka struktur umur, umur matang seksual, angka kematian, angka kelahiran, fekunditas, umur spesifik dan kecenderungan pertumbuhan populasi dapat ditentukan. Pedugaan umur siamang sumatera dapat dilakukan melalui beberapa teknik, salah satu teknik yang mungkin lebih baik daripada teknik yang lain. Dalam menduga umur, beberapa teknik kadangkala menimbulkan dampak negatif sehingga dapat menyakiti bahkan dapat menyebabkan kematian. Untuk itu dilakukan pendekatan dalam pendugaan umur yang meminimalkan dampak negatif dan memberikan tingkat ketelitian yang baik yaitu melalui pengukuran bagian-bagian tubuh (morfometrik) siamang sumatera yang diduga berhubungan dengan umur. Penelitian ini bertujuan untuk mengindentifikasi bagian-bagian tubuh siamang sumatera (Hylobates syndactylus syndactylus) yang dapat dijadikan pendekatan dalam menduga umur dan merumuskan model matematika yang menggambarkan hubungan antara parameter morfometrik dengan umurnya.

Parameter morfometrik yang diukur yaitu: panjang badan dan kepala, panjang lengan, panjang kaki, panjang cranial, tinggi cranial, lebar cranial, lingkar dada (LD), lebar bahu, panjang telapak tangan (PTT), lebar telapak tangan, panjang telapak kaki, lebar telapak kaki, lingkar kepala, dan lingkar muka (LM). Pengukuran dilakukan terhadap 40 ekor siamang sumatera yang hidup, terdiri atas 24 ekor jantan dan 16 ekor betina dari umur 1-15 tahun.

Hasil analisis statistik regresi linear berganda dengan metode stepwise

menunjukkan bahwa parameter morfometrik siamang sumatera jantan umur 1-15 tahun yang paling menentukan dalam menduga umur adalah lingkar muka dengan model matematika Umur = -14.546 + 0.801 LM, sedangkan untuk umur 1-6 tahun adalah panjang telapak tangan dengan model matematika Umur = -2.091 + 0.496 PTT. Pada siamang sumatera betina umur 2-14 tahun adalah lingkar dada dengan model matematika Umur = -15.328 + 0.533 LD, sedangkan untuk umur 2-6 tahun adalah lingkar dada dengan model matematika Umur = -15.676 + 0.489 LD. Bila digabungkan antara siamang sumatera jantan dan betina umur 1-15 tahun, parameter yang paling menentukan umur adalah lingkar dada dengan model matematika Umur = -5.331 + 0.312 LD.


(4)

ABSTRACT

FIFIN NOPIANSYAH. Application of Morphometric Parameters to Estimate

the Age of Siamang Sumatra (Hylobates

s

yndactylus syndactylus Raffles,

1821). Under direction of YANTO SANTOSA and ABDUL HARIS MUSTARI.

Understanding of wildlife age is an important aspect to indentify its age structure. Age structure is one of the demografic parameters which is important to be studied for population management purposes. One of age estimation technique can be approached from organs size (morfometric). This research was carried out from May to August 2007 at Cikananga Animal Rescue Center, West Java and Kalaweit Center, West Sumatera. This research used 14 parameters and 40 sample of siamang sumatra (Hylobates syndactylus syndactylus Raffles, 1821), consist of 24 males and 16 females. Statistical analysis resulted (multiple linear regression with stepwise method) high correlation between age (Y) with the face circumference (LM) through regression formula Age = -14.546 + 0.801 LM for male (1-15 years), the hands lenght (PTT) with Age = -2.091 + 0.496 PTT for male (1-6 years), the chest circumference (LD) with Age = -15.328 + 0.533 LD for female (2-14 years), the chest circumference with Age = -15.676 + 0.489 LD for female (2-6 years) and the chest circumference Age = -5.331 + 0.312 LD for both male and female (1-15 years).


(5)

© Hak cipta milik IPB tahun 2007

Hak cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.


(6)

PENGGUNAAN PARAMETER MORFOMETRIK

UNTUK PENDUGAAN UMUR SIAMANG SUMATERA

(

Hylobates syndactylus syndactylus

Raffles, 1821)

FIFIN NOPIANSYAH

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesi pada

Sub Program Studi Konservasi Keanekaragaman Hayati Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2007


(7)

Judul Tesis : Penggunaan Parameter Morfometrik untuk Pendugaan Umur Siamang Sumatera (Hylobates syndactylus syndactylus

Raffles, 1821) Nama : Fifin Nopiansyah

NIM : E051054125

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. H. Yanto Santosa, DEA. Dr. Ir. Abdul Haris Mustari, M.Sc.F. Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Pengetahuan Kehutanan

Dr. Ir. Rinekso Soekmadi, M.Sc.F. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.


(8)

(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2007 adalah pendugaan umur siamang sumatera dengan judul “Penggunaan Parameter Morfometrik untuk Pendugaan Umur Siamang Sumatera (Hylobates syndactylus syndactylus Raffles, 1821)” yang dilakukan di dua lokasi yaitu Program Rehabilitasi Siamang dan Owa Yayasan Kalaweit Program Sumatera (KPS) Pulau Marak, Kabupaten Pesisir Selatan, Provinsi Sumatera Barat dan Pusat Penyelamatan Satwa Cikananga (PPSC), Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat.

Terima kasih dan penghargaan penulis ucapkan kepada:

1. Bapak Dr. Ir. H. Yanto Santosa, DEA. dan Bapak Dr. Ir. Abdul Haris Mustari, M.Sc.F. selaku pembimbing yang telah memberikan arahan selama penelitian. 2. Manajer KPS, Manajer PPSC, Kepala BKSDA Sumatera Barat, Kepala

BKSDA Jawa Barat, Kepala BTN. Siberut beserta staf yang telah membantu dan memfasilitasi penelitian.

3. Teman-teman seangkatan pada Magister Profesional Konservasi Biodiversitas (Abdul Muin, Mamat Rahmat, Agustinus Kris, Nico Sinaga, Sandi Kusuma, Diyah Kartikasari, Amin Suprayitno, Elisa Iswandono, Zeth Parinding, Tri Satyatama, Supartono, Erna Ristianti, Utin dan Vitriana Yulalita) yang telah memberi semangat dan dorongan selama proses belajar.

4. Ayah, mamak, mertua dan saudaraku, (H.M. Ayib Kenawas, BBA, Hj. Siti Rohma, Zainul, Miswarni, Nesi Novita, M.Kes, Malhanzaldi, SH, Rispa, SH, Lukmedi, Lizwar, Yudis dan Ade) atas segala doa dan kasih sayangnya. 5. Istri dan putraku tercinta (Saridayani, S.Hut dan M. Gilbran Firdiansyah) atas

kasih, pengorbanan dan dukungannya selama penulis menjalani studi, sehingga mengurangi hari-hari kebersamaan kita. Tanpa pengertian dan dukungan keluarga tercinta mustahil studi ini dapat terselesaikan dengan baik. Selain itu tesis ini dapat terselesaikan juga atas dukungan dan dorongan berbagai pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, untuk itu penulis menyampaikan terimakasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Desember 2007


(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Baturaja, Provinsi Sumatera Selatan pada tanggal 24 November 1977 dari ayah H.M. Ayib Kenawas, BBA. dan ibu Hj. Siti Rohma. Penulis merupakan putra ketiga dari lima bersaudara.

Pendidikan dasar penulis selesaikan di Sekolah Dasar No. 151 Palembang dan Sekolah Menengah Pertama No. 22 Palembang hingga tahun 1992, kemudian penulis melanjutkan ke Sekolah Kehutanan Menengah Atas (SKMA) Pekanbaru dan lulus tahun 1995. Tahun 1998 melanjutkan pendidikan di Jurusan Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan, Universitas Muhamaddiyah Sumatera Barat dan lulus pada tahun 2002. Tahun 2006 diterima sebagai mahasiswa S2 Sekolah Pascasarjana IPB pada Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan (IPK) Sub Program Studi Konservasi Biodiversitas atas biaya Departemen Kehutanan.

Penulis bekerja sejak tamat SKMA Pekanbaru dan ditempatkan di Kantor Wilayah Kehutanan Provinsi Sumatera Barat pada tahun 1996, kemudian dimutasi ke Taman Nasional Siberut Departemen Kehutanan pada tahun 1997 sampai sekarang.


(11)

vii

Halaman

DAFTAR TABEL ... ... ix

DAFTAR GAMBAR ... ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... ... xi

PENDAHULUAN Latar Belakang ... ... 1

Tujuan Penelitian ... ... 3

Hipotesis ... ... ... 4

Manfaat Penelitian ... ... ... 4

Perumusan Masalah ... ... ... 4

Kerangka Pemikiran ... ... ... 5

TINJAUAN PUSTAKA Bio-Ekologi Siamang Sumatera ... ... 8

Sistematika ... ... 8

Morfologi ... ... 8

Habitat dan Perilaku ... ... 10

Perkembangan Metode Pendugaan Umur ... 11

Pendugaan Umur Melalui Gigi Geligi ... 12

Pendugaan Umur Melalui Struktur Fisiologi ... 14

Pendugaan Umur Melalui Ukuran Tubuh ... 15

Parameter Morfometrik yang Berkaitan dengan Umur Siamang Sumatera ... ... 16

Karakteristik Lokasi Penelitian ... ... 19

Pusat Rehabilitasi Siamang dan Owa Yayasan Kalaweit Program Sumatera ... ... 19

Pusat Penyelamatan Satwa Cikananga ... 21

METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu ... ... 23

Bahan dan Alat ... ... 23

Parameter yang Diukur ... ... 23

Pengambilan Data ... ... 23

Pembagian Umur di Lapangan . ... 24

Teknik Pengukuran Tubuh ... ... 24

Pengolahan Data ... ... 26

HASIL DAN PEMBAHASAN Riwayat Siamang Sumatera Sebagai Objek Penelitian ... 29

Karakteristik Morfometrik Siamang Sumatera ... 30

Analisis Parameter Morfometrik yang Berkorelasi dengan Umur Siamang Sumatera Jantan ... ... 38

Analisis Pengaruh Parameter terhadap Pendugaan Umur Siamang Sumatera Jantan ... ... 38


(12)

viii

Pendugaan Umur Siamang Sumatera Jantan (1-6 Tahun) ... 43

Analisis Parameter Morfometrik yang Berkorelasi dengan Umur Siamang Sumatera Betina ... ... 45

Analisis Pengaruh Parameter terhadap Pendugaan Umur Siamang Sumatera Betina ... ... 45

Pendugaan Umur Siamang Sumatera Betina (2-14 Tahun) ... 47

Pendugaan Umur Siamang Sumatera Betina (2-6 Tahun) ... 50

Analisis Parameter Morfometrik yang Berkorelasi dengan Umur Siamang Sumatera ... ... 51

Analisis Pengaruh Parameter terhadap Pendugaan Umur Siamang Sumatera ... ... 51

Pendugaan Umur Siamang Sumatera (1-15 Tahun)... 53

Aplikasi pada Manajemen Populasi ... 55

SIMPULAN DAN SARAN ... ... 57

DAFTAR PUSTAKA ... ... 58


(13)

ix

Halaman

1 Daftar pergantian gigi seri kambing .... ... 13 2 Pembagian umur siamang sumatera yang diukur di lapangan ... 24 3 Asal siamang sumatera yang dijadikan objek penelitian ... 29 4 Pembagian siamang sumatera yang diukur di lapangan berdasarkan kelas umur ... ... ... 30 5 Karakteristik panjang badan siamang sumatera berdasarkan kelas umur .... 32 6 Karakteristik panjang lengan siamang sumatera berdasarkan kelas umur ... 33 7 Karakteristik panjang kaki siamang sumatera berdasarkan kelas umur ... 34 8 Karakteristik lingkar kepala dan lingkar muka siamang sumatera berdasar- kan kelas umur ... ... ... 34 9 Karakteristik panjang, tinggi dan lebar cranial siamang sumatera

berdasarkan kelas umur ... ... ... 34 10 Karakteristik lingkar dada dan lebar bahu siamang sumatera berdasarkan

kelas umur ... ... ... 35 11 Karakteristik panjang dan lebar telapak tangan siamang sumatera

berdasarkan kelas umur ... ... ... 36 12 Karakteristik panjang dan lebar telapak kaki siamang sumatera

berdasarkan kelas umur ... ... ... 37 13 Rata-rata ukuran tubuh siamang sumatera ... 37 14 KMO dan Bartlett's Test untuk data siamang sumatera jantan ... 38 15 Model rekapitulasi analisis regresi untuk menduga umur siamang sumatera jantan ... ... ... 40 16 ANOVA untuk menduga umur siamang sumatera jantan ... 40 17 Kofisien-kofisien analisis regresi untuk menduga umur siamang sumatera jantan ... ... ... 40 18 Model rekapitulasi analisis regresi dengan metode stepwise untuk menduga umur siamang sumatera jantan ... ... 41 19 ANOVA analisis regresi dengan metode stepwise untuk menduga umur siamang sumatera jantan ... ... ... 41 20 Kofisien-kofisien analisis regresi dengan metode stepwise untuk menduga umur siamang sumatera jantan ... ... 42 21 Model rekapitulasi analisis regresi dengan metode stepwise untuk menduga umur siamang sumatera jantan hingga umur 6 tahun ... 44


(14)

x

22 ANOVA analisis regresi dengan metode stepwise untuk menduga umur siamang sumatera jantan hingga umur 6 tahun ... 44 23 Kofisien-kofisien analisis regresi dengan metode stepwise untuk menduga umur siamang sumatera jantan hingga umur 6 tahun ... 44 24 KMO dan Bartlett's Test (tes I) untuk data siamang sumatera betina ... 45 25 KMO dan Bartlett's Test (tes IV) untuk data siamang sumatera betina ... 45 26 Model rekapitulasi analisis regresi untuk menduga umur siamang sumatera betina ... ... ... 46 27 ANOVA untuk menduga umur siamang sumatera betina ... 46 28 Kofisien-kofisien analisis regresi untuk menduga umur siamang sumatera betina ... ... ... 47 29 Model rekapitulasi analisis regresi dengan metode stepwise untuk menduga umur siamang sumatera betina ... ... 48 30 ANOVA analisis regresi dengan metode stepwise untuk menduga umur siamang sumatera betina ... ... ... 48 31 Kofisien-kofisien analisis regresi dengan metode stepwise untuk menduga umur siamang sumatera betina ... ... 48 32 Model rekapitulasi analisis regresi dengan metode stepwise untuk menduga umur siamang sumatera betina hingga umur 6 tahun ... 50 33 ANOVA analisis regresi dengan metode stepwise untuk menduga umur siamang sumatera betina hingga umur 6 tahun ... 50 34 Kofisien-kofisien analisis regresi dengan metode stepwise untuk menduga umur siamang sumatera betina hingga umur 6 tahun ... 50 35 KMO dan Bartlett's Test untuk data siamang sumatera ... 52 36 Model rekapitulasi analisis regresi untuk menduga umur siamang

sumatera ... ... ... 52 37 ANOVA untuk menduga umur siamang sumatera ... 52 38 Kofisien-kofisien analisis regresi untuk menduga umur siamang

sumatera ... ... ... 52 39 Model rekapitulasi analisis regresi dengan metode stepwise untuk menduga umur siamang sumatera... ... ... 53 40 ANOVA analisis regresi dengan metode stepwise untuk menduga umur siamang sumatera ... ... ... 53 41 Kofisien-kofisien analisis regresi dengan metode stepwise untuk menduga umur siamang sumatera... ... ... 54


(15)

xi

Halaman

1 Kerangka pemikiran penelitian ... ... 7

2 Peta penyebaran H. syndactylus syndactylus ... 9

3 Bagan gigi seri kambing dan ruminansia lainnya ... 13

4 Barisan anuli pada gigi rusa yang menandakan perkiraan umur... 14

5 Siamang sumatera di KSP Pulau Marak dan PPSC Sukabumi ... 20

6 Pengukuran siamang sumatera di lapangan ... 31

7 Ukuran bagian tubuh siamang sumatera yang dijadikan parameter morfo- metrik untuk menduga umur ... ... 32

8 Ukuran bagian tubuh siamang sumatera jantan yang dijadikan parameter morfometrik untuk menduga umur ... ... 35

9 Ukuran bagian tubuh siamang sumatera betina yang dijadikan parameter morfometrik untuk menduga umur ... ... 36

10 Komponen Plot dalam Rotated Space untuk data siamang sumatera Jantan ... ... 39

11 Grafik Scatterplot dan Normal P-P Plot analisis regresi untuk menduga umur siamang sumatera jantan ... ... 42

12 Komponen Plot dalam Rotated Space (tes IV) untuk data siamang sumatera betina ... ... 45

13 Grafik Scatterplot dan Normal P-P Plot analisis regresi untuk menduga umur siamang sumatera betina ... ... 48

14 Komponen Plot dalam Rotated Space untuk data siamang sumatera ... 51

15 Grafik Scatterplot dan Normal P-P Plot analisis regresi untuk menduga umur siamang sumatera... ... 54


(16)

xii

Halaman

1 Data ukuran tubuh siamang sumatera jantan ... 61 2 Data ukuran tubuh siamang sumatera betina ... 62 3 Data ukuran tubuh siamang sumatera jantan dan betina ... 63 4 Hasil output uji validasi parameter morfometrik siamang sumatera

(H. syndactylussyndactylusRaffles, 1821) ... 64 5 Hasil output uji reliabilitas parameter morfometrik siamang sumatera

(H. syndactylussyndactylusRaffles, 1821) ... 65 6 Hasil output uji persyaratan regresi linear ganda pada parameter morfo-

metrik untuk menduga umur siamang sumatera (H. syndactylus

syndactylus Raffles, 1821) ... ... 66 7 Ringkasan hasil analisis linearitas garis regresi dan simpulannya berdasar-

kan tingkat alpha ... ... 68 8 Hasil output analisis faktor parameter morfometrik untuk menduga umur

siamang sumatera (H. syndactylussyndactylusRaffles, 1821) jantan ... 69 9 Hasil output analisis regresi parameter morfometrik untuk menduga umur

siamang sumatera (H. syndactylussyndactylusRaffles, 1821) jantan ... 70 10 Hasil output analisis regresi dengan metode stepwise pada parameter

morfometrik untuk menduga umur siamang sumatera (H. syndactylus

syndactylusRaffles, 1821) jantan ... ... 72 11 Hasil output analisis regresi dengan metode stepwise pada parameter

morfometrik untuk menduga umur siamang sumatera (H. syndactylus

syndactylusRaffles, 1821) jantan umur 1-6 tahun ... 75 12 Hasil output analisis faktor parameter morfometrik untuk menduga umur

siamang sumatera (H. syndactylussyndactylusRaffles, 1821) betina ... 78 13 Hasil output analisis regresi parameter morfometrik untuk menduga umur

siamang sumatera (H. syndactylussyndactylusRaffles, 1821) betina ... 81 14 Hasil output analisis regresi dengan metode stepwise pada parameter

morfometrik untuk menduga umur siamang sumatera (H. syndactylus

syndactylusRaffles, 1821) betina ... ... 83 15 Hasil output analisis regresi dengan metode stepwise pada parameter

morfometrik untuk menduga umur siamang sumatera (H. syndactylus

syndactylusRaffles, 1821) betina umur 2-6 tahun ... 86 16 Hasil output analisis faktor parameter morfometrik untuk menduga umur


(17)

xiii

17 Hasil output analisis regresi pada parameter morfometrik untuk menduga

umursiamang sumatera (H. syndactylussyndactylusRaffles, 1821) ... 90 18 Hasil output analisis regresi dengan metode stepwise pada parameter

morfometrik untuk menduga umur siamang sumatera (H. syndactylus

syndactylusRaffles, 1821) ... ... 93 19 Pendugaan umur siamang sumatera berdasarkan model matematik ... 96 20 Parameter morfometrik kerangka Hylobates sp ... 98 21 Parameter morfometrik (a) telapak kaki dan (b) telapak tangan

Hylobates sp. ... ... ... 99 22 Parameter morfometrik tengkorak (cranial) Hylobates sp. ... 99 23 Peta lokasi penelitian Kalaweit Program Sumatera dan Pusat


(18)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pengelolaan satwaliar pada dasarnya merupakan pengelolaan terhadap populasi yang terdapat dalam suatu kawasan sebagai bagian dari suatu ekosistem yang menggunakan prinsip-prinsip ekologi sebagai konsep dasarnya. Pengelolaan satwaliar juga berarti mengamati fluktuasi komponen-komponen lingkungan dan dapat mengatur parameter populasi guna menyusun strategi yang tepat bagi pengelolaan (Alikodra 1997). Menurut Caughley (1977), populasi merupakan unit biologi pada level ekologi yang terintegrasi, berbicara tentang nisbah kelamin (sex ratio), laju kematian (natality rate), laju kelahiran (mortality rate) dan struktur umur.

Parameter populasi (seks rasio, tingkat kematian, kelahiran, dan struktur umur) merupakan komponen penting dalam mempelajari perkembangan populasi satwaliar. Disamping sebagai indikator kuantitatif dari pertumbuhan populasi (Dajoz 1971; Barbault 1981; Gaillard 1988 dalam Santosa 1993), pengetahuan tentang parameter populasi juga merupakan data dasar dalam mengelola satwaliar (Bailey 1984).

Studi kuantitatif terhadap populasi satwaliar relatif banyak dilakukan sejak tahun 1930 (Lincoln 1930; Leopold 1933 dalam Santosa 1995). Pada umumnya penelitian-penelitian tersebut banyak diarahkan untuk mengetahui ukuran populasi (Otis et al. 1978 dalam Santosa 1995). Mengingat betapa pentingnya data dan informasi tentang demografi populasi, sejak tahun 1980, penelitian-penelitian tentang demografi satwaliar berkembang pesat (Lincoln 1930; Leopold 1933; Gailard 1988 dalam Santosa 1993).

Studi-studi tentang dinamika populasi sangat tergantung dari kemampuan mengenali umur individu. Apabila umur telah diketahui maka struktur umur, umur matang seksual, angka kematian, angka kelahiran, fekunditas, umur spesifik dan kecenderungan pertumbuhan populasi dapat ditentukan. Parameter populasi dan kondisi fisiologi penting untuk diketahui dalam pelestarian jenis satwa, hal ini untuk menciptakan kestabilan populasi (Caughley 1977).


(19)

Struktur umur merupakan perbandingan jumlah individu di dalam berbagai kelas umur dari suatu populasi, perbandingan tersebut dapat juga dibedakan menurut jenis kelaminnya. Pengetahuan tentang struktur umur penting diketahui untuk melihat pertumbuhan dan dinamika populasi suatu satwaliar (Brower dan Zar 1977). Menurut Alikodra (2002), struktur umur dapat dipergunakan untuk menilai keberhasilan pengembangan satwa liar, sehingga dapat dipergunakan pula untuk menilai prospek kelestarian satwa liar. Pertumbuhan populasi satwaliar dapat diketahui dari cohort atau satu gugus individu yang dianggap berasal dari kelas umur yang sama (Brower dan Zar 1977), tetapi perhitungannya bersifat simulasi dan perkiraan umur satwaliar harus diketahui (Caughley 1977).

Pengetahuan tentang pertumbuhan populasi satwaliar kadangkala terkendala dalam upaya menentukan umurnya. Pedugaan umur satwaliar di lapangan sulit untuk dilakukan, kecuali untuk satwa yang berada di penangkaran. Pertama, karena sulitnya menangkap sejumlah satwaliar untuk menjadi sampel penelitian (Alikodra 1997). Kedua, sifat antogonistik satwaliar juga akan menambah sulitnya pendugaan umur di lapangan, sehingga hasil pendugaan umur di lapangan lebih bersifat perkiraan.

Terdapat beberapa teknik untuk menduga umur satwa, semua teknik dalam pendugaan umur dapat mempunyai kesalahan, beberapa teknik mungkin lebih baik daripada yang lain (Caughley 1977). Pendugaan kelas umur siamang di lapangan dapat dilakukan karena kekhasan yang dimiliki fase pertumbuhannya (Gittins dan Raemaekers 1980). Selain itu, metode pendugaan umur dapat dilakukan melalui gigi geligi (Caughley 1977), tetapi metode ini mempunyai kelemahan dapat merusak atau menyakiti satwa sehingga beresiko pada kematian. Selanjutnya menurut Caughley (1977), ukuran-ukuran bagian tubuh dapat dijadikan tanda-tanda untuk menduga umur.

Siamang sumatera merupakan salah satu primata yang dilindungi oleh Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia No. 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Tumbuhan dan Satwa yang menyatakan bahwa semua spesies dalam famili Hylobatidae dilindungi. Pelestarian terhadap primata ini dilakukan untuk menjaga keanekaragaman plasma nuftahnya, untuk itu penangkapan di alam tidak diperbolehkan kecuali dengan ijin khusus dan guna keperluan khusus seperti


(20)

penelitian. Di dunia internasional siamang juga dilindungi, IUCN (International Union for Conservation of Nature and Nature Resources) memasukan siamang dalam Daftar Merah (red data books) dengan status genting (endangered), begitu juga CITES (Convention on International Trade in Endangered Species) memasukannya ke dalam Appendix I.

Keberadaan siamang sangat berperan penting dalam ekosistem, pertama membantu proses pertumbuhan tanaman (regenerasi dan suksesi hutan) dengan memakan daun dan buah, kedua siamang juga berperan sebagai polinator dan penyebar biji tumbuh-tumbuhan, sehingga pada umumnya primata memainkan peran sebagai spesies kunci (key species) dalam sebuah ekosistem (Cowlishaw dan Dunbar 2000). Peran penting dari spesies kunci adalah bila terjadi kepunahan pada spesies tersebut, maka dapat menyebabkan gangguan dalam ekosistem yang akan menyebabkan hilangnya beberapa spesies lain.

Sehubungan dengan hal-hal di atas dan hasil penelusuran pustaka bahwa penelitian siamang sumatera banyak dilakukan pada aspek penyebaran, bio-ekologi, habitat, perilaku dan reproduksi serta belum adanya literatur pendugaan umur siamang sumatera berdasarkan ukuran-ukuran bagian tubuhnya, maka penelitian mengenai pendugaan umur siamang sumatera melalui ukuran bagian-bagian tubuh (morfometrik) sangatlah penting. Penelitian ini, disamping berguna untuk mendukung upaya-upaya menjaga keberadaan dan fungsi siamang sumatera di alam juga bermanfaat bagi pengembangan pengetahuan tentang satwaliar di Indonesia.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengindentifikasi bagian-bagian tubuh siamang sumatera yang dapat dijadikan dasar bagi pendugaan umur.

2. Merumuskan model matematika yang menggambarkan hubungan antara parameter morfometrik dengan umur siamang sumatera.


(21)

Hipotesis

Hipotesa yang diuji dalam penelitian ini adalah:

H0 : Tidak terdapat hubungan antara parameter morfometrik siamang sumatera

dengan umurnya.

H1 : Paling sedikit terdapat satu parameter morfometrik siamang sumatera yang

mempengaruhi umurnya.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, yaitu: 1. Menjadi pegangan dalam pendugaan umur siamang sumateradi lapangan. 2. Menjadi pedoman dalam pengelolaan populasi siamang sumatera, khususnya

menyangkut monitoring populasi.

3. Memberikan kontribusi bagi pusat-pusat penyelamatan satwaliar (PPS) dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) berupa kemudahan untuk menduga umur siamang sumaterasewaktu penyitaan dan penerimaan satwa.

Perumusan Masalah

Umur merupakan salah satu parameter yang penting untuk diketahui dalam pengelolaan suatu populasi karena berkaitan dengan kelestarian suatu spesies yaitu untuk mengetahui struktur umur sehingga dapat dipergunakan untuk menilai keberhasilan perkembangbiakkan satwaliar (Alikodra 2002).

Pendugaan umur siamang sumatera dapat dilakukan karena kekhasan pada fase pertumbuhannya (Gittins dan Raemaekers 1980), tetapi hasil pendugaan akan lebih bersifat perkiraan kasar bahkan cukup besar rentangnya (Semiadi dan Nugraha 2005) karena umur terbagi dalam kelas-kelas umur. Gigi banyak digunakan sebagai parameter dalam pendugaan umur karena gigi mengalami fase pertumbuhan yang mengikuti perkembangan umur sebagai indikator telah dewasanya tubuh. Kendala dalam pendugaan umur melalui gigi yaitu satwa harus dalam kondisi terbius, tetapi cara ini tetap belum akan memberikan hasil yang akurat. Hasil yang akurat bila dilakukan dengan cara merusak (destructive) yaitu


(22)

mencabut gigi geraham (molar) guna menghitung garis lapisan tahun gigi (Semiadi dan Nugraha 2005).

Berdasarkan kelemahan-kelemahan pendugaan umur di atas, maka dibutuhkan metode pendugaan umur dengan tingkat ketelitian yang cukup baik dan tidak menyakiti satwaliar, untuk itu pendekatan melalui ukuran bagian-bagian tubuh dapat dijadikan acuan dalam menduga umur siamang sumatera. Hal ini sejalan dengan pendapat Frandson (1992) bahwa pertumbuhan tubuh hewan akan mengikuti perkembangan tulangnya karena tulang memberikan bentuk pada tubuh dan menurut pendapat Giles (1981) bahwa ukuran tubuh akan berkembang sesuai dengan bertambahnya umur hingga pada suatu titik akan mencapai kematangan dan tidak akan membesar lagi.

Dengan demikian, rumusan permasalahan dalam penelitian ini ditujukan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:

1. Apakah terdapat hubungan antara parameter morfometrik siamang sumatera dengan umurnya?

2. Sejauhmana keeratan hubungan antara parameter morfometrik siamang sumatera dengan umurnya?

3. Bagaimana model matematika yang terbentuk untuk dapat menjelaskan umur siamang sumatera?

Kerangka Pemikiran

Bertolak dari kelemahan-kelemahan dalam pendugaan umur satwaliar yang biasa dilakukan, maka perlu dicari parameter morfometrik siamang sumatera yang dapat dijadikan parameter penduga umur. Parameter morfometrik yang digunakan merupakan bagian-bagian tubuh yang mudah terlihat dan mudah diukur.

Bagian-bagian tubuh siamang sumatera yang diduga mempunyai hubungan dengan umur yaitu lengan, bagian tubuh ini merupakan salah satu ciri khas famili Hylobatidae. Seperti pada spesies-spesies dalam famili Hylobatidae, siamang mempunyai pola bergerak yang khusus dan spektakuler dengan cara berayun dari satu cabang ke cabang lain menggunakan lengannya (brachiation). Brachiation


(23)

makanan, dengan kemampuan ini siamang dapat menjangkau bagian-bagian pohon yang dihindari oleh monyet-monyet lain (Lekagul dan McNeely 1977). Pola bergerak dengan brachiation mempengaruhi seluruh kerangka tubuh, dalam

brachiation dibutuhkan otot-otot yang kuat dan lengan menjadi lebih efektif, sehingga famili Hylobatidae mempunyai ukuran lengan lebih panjang daripada semua jenis primata (Young 1981).

Ciri khas lain dari famili Hylobatidae terdapat pada kaki dan tangannya. Jari jemarinya yang panjang memungkinkan untuk berpegangan dengan kuat ketika melakukan brachiation dan dengan bentuk telapak kaki yang lebih mendukung pola bergerak secara brachiation dibandingkan berjalan (bipedals). Tangan-tangan dan bentuk telapak kaki ini merupakan organ untuk menggenggam yang efisien. Spesialisasi dalam brachiation turut mempengaruhi rongga dada famili Hylobatidae yang lebih besar dari kera-kera lain (kecuali pada ape dan manusia) (Young 1981). Sejalan dengan pendapat di atas menurut Hoeve (1992), rongga dada yang lebar ini memberi keleluasaan bergerak bagi lengan.

Bagian tubuh siamang sumatera yang juga diduga mempunyai hubungan dengan umur adalah kepala. Bagian kepala merupakan bagian vital dari satwaliar, menurut Frandson (1992) banyak pengamatan yang menunjukkan adanya perbedaan antar spesies terutama pada bagian kepala, perbedaan ini tergantung pada variasi pars fasialis kranium.

Keberadaan pusat penyelamatan satwaliar memungkinkan untuk memperoleh sejumlah siamang sumatera yang dapat dijadikan objek penelitian. Di pusat penyelamatan, umur siamang sumatera telah diketahui sehingga tidak perlu dilakukan analisis awal untuk menduga umurnya. Pendugaan parameter morfometrik yang paling menentukan umur akan menggunakan perhitungan secara statistikal.

Asumsi-asumsi yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah:

1. Siamang sumatera yang menjadi objek penelitian di pusat penyelamatan berasal dari lingkungan yang sama sehingga mempunyai pertumbuhan yang sama dan tidak mengalami malnutrisi.


(24)

3. Model matematika untuk menduga umur akan terbatas sesuai ketersediaan tingkatan umur siamang sumatera yang dijadikan objek penelitian.

Secara skematis, kerangka pemikiran yang menjelaskan penelitian ini disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian.

Validasi Model Matematika Indentifikasi Peubah

Penciri Umur

Pemilihan Satwa KU yang telah diketahui

Pengukuran Parameter Morfometrik

Permasalahan-permasalahan dalam Pendugaan Umur Siamang Sumatera

Pendugaan Umur Melalui Ukuran Bagian-bagian Tubuh


(25)

TINJAUAN PUSTAKA

Bio-ekologi Siamang Sumatera Sistematika

Famili Hylobatidae dikelompokkan dalam tiga marga berdasarkan jumlah kromosomnya, yaitu marga Hylobates yang memiliki 44 kromosom, marga

Symphalangus dengan 50 kromosom dan marga Nomascus dengan 52 kromosom (Lekagul dan McNeely 1977). Marga Hylobates dibagi lagi menjadi tiga submarga dengan tujuh spesies yaitu submarga Hylobates dengan spesies H. lar

(Miller 1903), H. agilis (Cuvier 1821), H. moloch (Audebert 1798), H. muelleri

(Martin 1841) dan H. pileatus (Gray 1861); submarga Bunopithecus dengan spesies H. hoolock (Harlan 1834) dan submarga Brachitanytes dengan spesies H. klossii (Miller 1903). Marga Symphalangus hanya memiliki satu spesies yaitu H. syndactilus (Raffles 1821) dan marga Nomascus yang juga hanya memiliki satu spesies yaitu H. concolor (Harlan 1826).

Terdapat 8 spesies famili Hylobatidae di Paparan Sunda yaitu H. syndactilus, H. agilis, H. lar di Pulau Sumatera, H. klosii yang endemik di Kepulauan Mentawai dan H. moloch dijumpai di Pulau Jawa, serta H. agilis dan

H. muelleri dijumpai di Pulau Kalimantan. H. syndactilus terdiri dari 2 subspesies yaitu H. syndactylus continentis (Thomas 1908) yang terdapat di Semenanjung Malaya dan H. syndactylus syndactylus terdapat di hutan-hutan sepanjang Bukit Barisan dan Sumatera bagian timur (Chivers 1977). Penyebaran siamang sumatera lebih lanjut ditunjukkan pada Gambar 2.

Siamang sumatera secara taksonomi diklasifikasikan ke dalam dunia Animalia, filum Chordata, subfilum Vertebrata, kelas Mamalia, ordo Primata, famili Hylobatidae, genus Symphalangus, spesies Hylobates syndactylus Raffles, 1821 dan subspesies H. syndactylus syndactylus Raffles, 1821.

Morfologi

Siamang merupakan jenis primata tak berekor dan mempunyai ukuran tubuh terbesar dibandingkan dengan jenis lain dari famili Hylobatidae. Individu jantan dewasa memiliki berat badan 10-12 kg sedangkan betina sedikit lebih kecil.


(26)

Siamang mempunyai panjang badan mencapai 90 cm dengan warna rambut hitam polos seperti lutung tetapi tidak berjambul dikepalanya. Siamang mempunyai kantong suara ditenggorokan yang berukuran sebesar kepalanya sendiri (PPA 1978). Kantong suara (laryngeal sac) yang dimiliki siamang sangat berguna untuk membantu memperkeras suaranya (Chivers 1977).

Gambar 2 Peta penyebaran H. syndactylus syndactylus (Groves 1970; Chivers 1974; Marshall dan Marshall 1975; Wilson dan Wilson 1978).

Secara umum siamang dikenal juga sebagai gibbon, berbeda tetapi serupa dalam bentuk tubuh. Siamang mempunyai kulit yang tebal, berambut kasar dan semua berwarna hitam pekat kecuali disekitar mulut dan dagu yang berwarna lebih muda. Rambut lengan bawah tumbuh menuju siku seperti pada ape besar dan manusia. Mata berwarna gelap, mempunyai kemampuan membedakan warna dan kurang dalam earlobes. Siamang juga mempunyai bantalan duduk (ischial callosities) yang umumnya ditemukan di monyet bukan pada ape. Jantan mempunyai garis preputal yang mencolok berupa rambut-rambut hitam sepanjang 15 cm (Napier dan Napier 1967). Siamang diketahui juga mempunyai kemampuan untuk merubah (berbalik) arah ketika berada di udara.

Selanjutnya Napier dan Napier (1967) menuliskan bahwa panjang badan siamang jantan dari kepala hingga badan berkisar antara 46,8–84,6 cm dengan berat berkisar 9,5–12,7 kg, sedangkan panjang badan siamang betina dari kepala


(27)

hingga badan berkisar pada 46–63 cm dengan berat berkisar 9–11,6 kg. Tangan mempunyai formula dijital yaitu 3.2.4.5.1. Susunan gigi siamang adalah 2/2 1/1 2/2 3/3 = 32. Kapasitas kepala 125 cc atau berkisar antara 100-152 cc. Berat otak siamang dewasa adalah 121,7 gram (Harvey et al. 1987). Selanjutnya Napier dan Napier (1986) menyatakan bahwa terdapat sedikit perbedaan pada ukuran tubuh (dimorphism) antara jantan dan betina pada famili Hylobatidae.

Siamang mempunyai lengan yang panjang dengan rata-rata 230–243% dari panjang tubuhnya. Tangan siamang juga panjang dengan telapak yang kurang luas dibandingkan ape, begitu juga dengan kakinya yang panjang dengan jari kaki pertama lebih panjang dan kuat. Tangan digunakan untuk berpegangan pada waktu berayun di dahan atau berpindah dari dahan ke dahan. Kakinya dipakai untuk memegang ranting dan makanan sambil berayun. Ciri khas lain dari siamang adalah jari-jari tangan kedua dan ketiga dipertautkan oleh selaput seolah-olah keduanya bersatu (Chivers 1977). Indeks intermembral adalah 147, indeks inimerupakan perbandingan dari panjang kaki dengan panjang tangan (Myers dan Sheffield 1996).

Habitat dan Perilaku

Habitat utama siamang adalah hutan hujan tropika dan hutan pegunungan di bawah 2.000 m di atas permukaan laut, tetapi lebih umum dijumpai pada hutan dataran rendah (Napier dan Napier 1967). Siamang termasuk ke dalam primata arboreal, sebagian besar hidupnya tergantung pada tajuk yang tinggi dan saling bersambungan. Tajuk pohon yang saling bersatu membantu siamang untuk berpindah dalam mencari makanan dan sebagai tempat berlindung dari pemangsa. Siamang hidup dalam kelompok-kelompok sosial terkecil, terdiri dari jantan dan betina dewasa dengan 1-4 ekor anaknya. Pada tempat yang alami, ukuran kelompok siamang rata-rata 4 ekor (Gittin dan Raemaekers 1980). Pasangan siamang merupakan pasangan monogami dan hidup dengan pola kelompok dengan sistem kekerabatan yang menggunakan daerah teritori spesifik dimana

home range seluas 15–30 ha (Chivers 1977).

Matang seksual dicapai siamang di alam pada umur 7-8 tahun baik jantan maupun betina (Napier dan Napier 1986), sedangkan menurut Geissmann (1986)


(28)

dalam Nowak (1999) matang seksual di alam pada umur 8-9 tahun dan di penangkaran pada umur 4-6 tahun baik jantan maupun betina. Periode gestation

(kehamilan) adalah 230-235 hari dengan berat anak saat lahir sekitar 6 ons. Betina biasanya melahirkan setiap 2–3 tahun sekali dengan satu anak, tetapi kelahiran kembar mungkin terjadi. Betina jarang melahirkan lebih dari 10 kali selama hidupnya (Preuschoft 1990). Masa hidup siamang antara 30-40 tahun (Napier dan Napier 1986), sedangkan menurut Chiver (1977) sepasang siamang yang hidup di alam liar diketahui berumur sekitar 25 tahun. Di penangkaran spesimen siamang diketahui sampai berumur 40 tahun (Marvin 1995 dalam

Nowak 1999).

Siamang termasuk hewan omnivora dengan komposisi pakan 43% daun (38% daun muda dan 5% daun tua), 36% buah (22% Ficus sp. dan 14% lainnya), 6% bunga, 15% serangga dan binatang kecil lainnya (Gittin dan Reamakers 1980). Siamang sumatera merupakan primata frugivorous dibandingkan saudaranya di semenanjung malaya. Chivers (1977) melaporkan bahwa siamang menghabiskan waktu 5,5 jam untuk kegiatan makan atau kira-kira 52% dari waktu efektifnya.

Perkembangan Metode Pendugaan Umur

Pendugaan umur mamalia dapat dilakukan dengan berbagai teknik, salah satu dari beberapa teknik dapat diaplikasikan untuk menduga umur spesies yang diteliti. Tanda-tanda untuk menduga umur satwaliar dapat terlihat dari pertumbuhan gigi geligi, hilangnya gigi geligi, ukuran tubuh, pengelompokkan frekuensi ukuran, derajat penyatuan epifiseal, berat lensa mata, pertumbuhan tahunan lingkar cakar, tanduk, gigi dan tulang serta jumlah placental atau goresan-goresan ovarian pada betina (Caughley 1977).

Selanjutnya menurut Caughley (1977), indikator penduga umur dapat dikelompokkan sebagai berikut:

a. Tanda-tanda individu (misalnya: pemberian tanda pengenal pada hewan muda yang diketahui datanya).

b. Indikasi morfologikal.

- Karakter yang berubah terus-menerus sesuai umur (misalnya: berat lensa mata dan hilangnya gigi geligi).


(29)

- Karakter yang berubah sesuai lompatan tahun.

1) Anual quanta (misalnya: pertumbuhan lingkar pada tanduk, gigi dan sisik).

2) Non anual quanta (misalnya: fase-fase plumage dan pertumbuhan gigi geligi).

Literatur yang membahas pendugaan umur siamang sumatera masih terbatas, hal ini terlihat dari sulitnya memperoleh literatur sesuai pokok bahasan. Pendugaan umur siamang sumatera di lapangan dapat dilakukan melalui pendekatan- pendekatan sebagai berikut:

Pendugaan Umur Melalui Gigi Geligi

Penggunaan parameter gigi telah banyak dilakukan dalam pendugaan umur. Gigi merupakan salah satu organ tubuh yang paling aktif dipakai, perubahan bentuk permukaan gigi dapat mengindikasikan kualitas pakan yang dikonsumsi serta umur satwa tersebut. Gigi juga mengalami fase pertumbuhan awal, lewat gigi susunya yang akan lepas saat memasuki umur tertentu dan digantikan dengan gigi tetap, sehingga dapat menjadi indikator dari telah dewasanya anggota tubuh. Peralihan gigi susu ke gigi permanen dan tinggi relatif mahkota gigi (crown heights; sebagai indikator tingkat keausan) dapat dipakai sebagai indikator umur pada kelompok kelelawar, karnivora, ungulata dan rodensia (Semiadi dan Nugraha 2005).

Sosroamidjojo (1975) dalam Mukhtar (1996) mengungkapkan bahwa pada satwa ruminansia, umur dapat diketahui dengan mengamati pergantian gigi seri yang terdapat hanya pada rahang bawah, seperti disajikan pada Tabel 1 dan Gambar 3.

Tabel 1 Daftar pergantian gigi seri kambing

Umur (Tahun) Gigi Seri yang Berganti

1-1,5 1,5-2 2,5-3 3-4

Gigi seri dalam (I1) berganti Gigi seri tengah dalam (I2) berganti Gigi seri tengah luar (I3) berganti Gigi seri luar (I4) berganti


(30)

Gambar 3 Bagan gigi seri kambing dan ruminansia lainnya (Sumber: Sumoprastowo 1994 dan Sosroamidjojo 1975 dalam Mukhtar 1996). Selanjutnya menurut Semiadi dan Nugraha (2005), tingkat keausan gigi sangat spesifik terhadap habitat dan jenis mamalia sehingga generalisasi pola keausan gigi kurang tepat diterapkan. Indentifikasi umur dengan mengamati pola keausan gigi dapat dilakukan pada satwa hidup lewat pembiusan terlebih dahulu. Gigi kemudian dicermati pola keausannya atau ditempeli dengan pasta cetakan yang akan mengeras setelah waktu tertentu. Pola keausan yang terbentuk dalam pasta gel yang akan mengeras kemudian diukur atau dikaji dan dibandingkan dengan standar yang ada.

Pendugaan umur satwaliar secara lebih akurat berbasiskan pada gigi harus dilakukan secara destructive (merusak) dengan cara mencabut gigi geraham (molar) guna menghitung lapisan garis tahunan gigi. Biasanya dentin dan

9 bulan 1–1.5 tahun

1.5-2 tahun 2-3 tahun


(31)

cementum terakumulasi di bagian bawah badan gigi yang disebut annuli, membentuk suatu baris garis yang diasumsikan terbentuk setiap tahun. Pada mamalia daerah tropika, diindikasikan terbentuknya annuli ini berkaitan erat dengan musim penghujan, dimana kaya dengan hijauan pakan. Apabila terdapat periode dimana musim kemarau panjang, maka jarak lapisan annuli cenderung melebar. Mengingat prosedur indentifikasi lapisan annuli mengharuskan gigi dicabut, maka pekerjaan ini hanya dilakukan pada satwa mati yang tidak terpakai lagi (Semiadi dan Nugraha 2005).

Gambar 4 Barisan anuli pada gigi rusa yang menandakan perkiraan umur. Tanda panah menunjukkan lapisan tahunan, dimulai dari paling atas. Dalam foto ini rusa diperkirakan berumur 11 tahun (sumber: Anonimous

dalam Semiadi dan Nugraha 2005).

Pendugaan Umur Melalui Struktur Fisiologi

Pendugaan umur melalui struktur fisiologi didasarkan pada penampakan kasat mata oleh peneliti karena mamalia mempunyai kekhasan dalam fase pertumbuhannya. Pendugaan umur ini dilakukan dalam kelompok-kelompok umur yang disebut kelas umur. Menurut Gittins dan Raemaekers (1980), berdasarkan fase pertumbuhannya siamang dapat dikelompokkan dalam lima kelas umur yaitu:

1. Bayi (infant), mulai lahir sampai berumur 2-3 tahun dengan ukuran tubuh yang sangat kecil. Pada tahun pertama digendong dan dibawa oleh induknya, sedangkan pada tahun kedua digendong dan dibawa induk jantan.


(32)

2. Anak (juvenile-1), berumur kira-kira 2-4 tahun, badannya kecil dan melakukan perjalanan sendiri, tetapi cenderung untuk selalu dekat dengan induknya. 3. Muda atau remaja (juvenile-2), berumur kira-kira 4-6 tahun, ukuran badannya

sedang dan sering melakukan perjalanan sendiri dan mencari makan sendiri. 4. Sub dewasa (sub-adult), yaitu mulai dari umur 6 tahun. Ukuran badannya

hampir sama dengan ukuran dewasa dan tetap tinggal di dalam kelompok, tetapi sering memisahkan diri dan belum matang secara seksual.

5. Dewasa (adult), yaitu mempunyai ukuran badan yang maksimal dengan selalu hidup berpasang-pasangan serta selalu dekat dengan anaknya.

Pendugaan Umur Melalui Ukuran Tubuh

Semua benda hidup disusun oleh satuan terkecil yang disebut sel, apabila terjadi peningkatan jumlah sel maka akan mengalami satu atau lebih kekhususan fungsi. Istilah anatomi digunakan untuk menunjukkan ilmu yang mempelajari bentuk dan struktur semua organisme makhluk hidup. Pengertian mengenai struktur organisme makhluk hidup biasanya disertai dengan fungsinya, sedangkan ilmu yang mempelajari fungsi tubuh secara lengkap dan fungsi semua bagian-bagian tubuhnya seperti sistem, organ, jaringan, sel dan komponen sel disebut fisiologi (Frandson 1992).

Kelompok sel yang berkembang mengalami fungsi khusus disebut jaringan. Bermacam-macam jaringan bergabung membentuk kelompok dan mempunyai fungsi tertentu, yang disebut organ. Sekelompok organ yang berperan dalam suatu kegiatan tertentu akan membentuk suatu sistem (Giles 1981).

Selanjutnya menurut Giles (1981), masuknya sel dalam sistem berkaitan dengan perwujudan fungsi kehidupan. Fungsi tersebut mencakup pertumbuhan (peningkatan ukuran), metabolisme (pemanfaatan makanan), respon terhadap stimulus, kontraksi (pemendekan ke satu arah) dan reproduksi (pembentukan individu baru dari spesies yang sama). Proses perkembangan sel menjadi jaringan tertentu memerlukan waktu. Pembelahan sel baik melalui mitosis atau miosis mengalami suatu interfase dan panjangnya bervariasi. Pada satu masa tertentu pembentukan jaringan ini akan terhenti dan terbentuk satu jaringan khusus.


(33)

Menurut Frandson (1992), skeleton hewan yang dibentuk oleh tulang merupakan suatu struktur yang hidup. Tulang mempunyai vasa darah, vasa limfatik dan nervus; dapat menjadi sasaran penyakit, mampu memperbaiki diri terhadap perubahan dengan adanya suatu stres. Kira-kira sepertiga berat tulang terdiri dari atas kerangka organik yang berupa jaringan fibrosa dan sel-sel. Senyawa organik terutama adalah kollogen dan polisakarid yang disebut

glikosaminaglikan (GAGS), yang mengandung khodroitin sulfat. Bahan tersebut menyebabkan sifat elastis dan keras pada tulang, sedang dua pertiganya terdiri dari komponen anorganik (garam kalsium dan fosfat) yang terdeposit pada kerangka organik.

Selanjutnya menurut Frandson (1992), bahwa pengetahuan tentang tulang yang membentuk kerangka atau skeleton tubuh disebut osteologi. Tulang merupakan salah satu jaringan pengikat yang terbentuk dari sel pembentuk tulang (osteoblast) yang tampilannya mudah dilihat.

Morfologi merupakan ilmu yang mempelajari bentuk pada spesies dalam populasi khususnya polimorfolisme (Campbell dan Lack 1985), sedangkan morfometri adalah pengukuran bentuk tubuh yang dilakukan pada spesies. Pengukuran panjang tulang-tulang mempunyai ketelitian yang lebih baik dalam pendugaan umur dibandingkan dengan pengukuran terhadap bobot badan. Pertambahan panjang dari ukuran-ukuran tubuh bisa dijadikan dasar untuk pendugaan umur lebih lanjut (Caughley 1977). Keragaman ukuran tubuh hewan disebabkan oleh faktor genetik dan lingkungan (Mansjoer et al. 1989).

Parameter Morfometrik yang Berkaitan dengan Umur Siamang Sumatera

Ukuran morfologikal merupakan pertumbuhan panjang hewan yang mudah dilihat dengan mata (Giles 1981). Parameter morfometrik yang digunakan merupakan bagian-bagian tubuh yang mudah terlihat dan mudah diukur, morfometrik ini mengikuti bentuk kerangka siamang. Sesuai dengan pendapat Frandson (1992) bahwa tulang-tulang merupakan pembentuk kerangka tubuh sehingga dapat memberikan kekerasan dan bentuk tubuh. Berikut dijelaskan bagian-bagian tubuh yang diukur karena diduga mempunyai hubungan erat dengan umur, sebagai berikut:


(34)

1. Badan dan Kepala

Siamang tergolong dalam vertebrata karena mempunyai kolom vertebral. Struktur ini tersusun atas tulang-tulang yang tidak berpasangan dan ireguler (vertebrae) terletak pada bidang median dan hanya satu struktur yang tampak. Perkembangan kolom vertebral tidak dipengaruhi oleh ukuran-ukuran lainnya (Fradson 1992).

Kepala menjadi penting karena merupakan tempat beradanya otak, dimana otak menjadi tempat mengolah informasi yang berasal dari indera-indera primata. Salah satu kemajuan dari primata dari hewan lain adalah ukuran otak yang lebih besar. Perbandingan antara ukuran tubuh dengan berat otak memungkinkan untuk membedakan antara primata (Myers dan Sheffield 1996).

2. Dada dan Bahu

Kebiasaan melakukan brachiation berpengaruh pada seluruh kerangka tubuh famili Hylobatidae (Young 1981). Spesialisasi dalam brachiation

mempengaruhi rongga dada famili hylobatidae yang lebih besar dari kera-kera lain, dimana rongga dada yang lebar dan tulang belikat (skapula) di belakang membuat pusat gaya berat lebih ke tengah tubuh apabila hewan ini berdiri tegak dan memberi keleluasaan gerak bagi lengan (Hoeve 1992).

3. Lengan dan Tangan

Lengan merupakan salah satu pembentuk anggota badan yang tersusun dari beberapa tulang yang merupakan bagian anggota tulang depan (ekstremitas pektoralis). Ekstremitas pektoralis terdiri dari tulang belikat (scapula), tulang lengan atas (humerus), dua tulang lengan bawah (radius dan

ulna), tulang carpus, tulang metacarpus dan tulang-tulang jari (digiti).

Humerus merupakan tulang panjang yang ujung atasnya bersendi dengan

scapula membentuk persendian bahu, dimana tonjolan yang terbentuk disebut titik atau kedudukan bahu. Radius dan ulna merupakan tulang yang besar pada lengan bawah dan ulna yang kecil. Radius merupakan tulang panjang yang terletak di sisi medial lengan bawah yang dapat langsung diraba di bawah kulit. Tulang radius kemudian dilanjutkan tulang carpus, tulang


(35)

Pada semua spesies, perkembangan radius sangat baik sedangkan ulna

mempunyai perkembangan yang bervariasi tergantung pada spesies hewan (Fradson 1992). Berdasarkan hal di atas maka radius lebih dapat dijadikan parameter ukuran tubuh daripada ulna.

Parameter pendugaan umur adalah panjang humerus, radius dan panjang telapak tangan yang apabila digabungkan maka dapat menjadi parameter panjang tangan. Panjang telapak tangan merupakan gabungan antara tulang

carpus, tulang metacarpus dan digiti yang terpanjang.

Pengetahuan tentang perbandingan panjang lengan primata akan sangat penting untuk mengetahui tipe pergerakan dan prilaku primata. Tipe-tipe pergerakan yang digunakan primata akan menunjukkan jenis-jenis habitat yang mendukung hidupnya. Telapak tangan siamang yang lebih sempit dibandingkan dari famili Pongidae dan Hominidae dikarenakan penyesuaian dalam melakukan brachiation, sesuai dengan pendapat Hoeve (1992) bahwa tangan siamang sangat panjang dan langsing dengan jari-jari yang panjang dan agak melengkung seperti kait

4. Kaki dan Telapak Kaki

Selain tangan, kaki merupakan salah satu pembentuk anggota badan, dimana tangan tersusun dari beberapa tulang yang merupakan bagian anggota tulang depan (ekstremitas pelvikalis). Ekstremitas pelvikalis terdiri dari tulang pinggul (ilium), tulang paha (femur), dua tulang kaki bawah (tibia dan fibula),

astralagus, metacarpus dan digiti.

Femur merupakan tulang yang bulat, berpangkal pada persendian pinggul dan memanjang sampai persendian lutut. Tibia dan fibula, setara dengan radius dan ulna pada ekstremitas anterior. Tibia merupakan tulang yang besar dan terletak di sebelah medial, mempunyai ujung proksimal yang melekat pada persendian lutut. Metacarpus dan digiti sama dengan

ekstremitas anterior.

Parameter morfometrik untuk menduga umur adalah panjang femur dan

tibia yang apabila digabungkan menjadi parameter panjang kaki. Panjang telapak tangan merupakan gabungan antara tulang carpus, tulang metacarpus


(36)

perbandingan dari panjang kaki dengan panjang tangan, informasi ini sangat bermanfaat untuk mengindentifikasi sistem lokomosi primata (Myers dan Sheffield 1996).

Karakteristik Lokasi Penelitian

Penelitian pengukuran morfometrik siamang dilaksanakan di dua lokasi, yaitu Pusat Rehabilitasi Siamang dan Owa Yayasan Kalaweit Program Sumatera (KPS) dan Pusat Penyelamatan Satwa Cikananga (PPSC).

Pusat Rehabilitasi Siamang dan Owa Yayasan Kalaweit Program Sumatera

KPS merupakan kegiatan konservasi eksitu yang bertujuan untuk mendukung konservasi insitu yang bekerjasama Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (Ditjen PHKA) Departemen Kehutanan, dimana dalam implementasinya dilapangan selalu berkoordinasi dengan BKSDA Sumatera Barat sebagai unit pelaksana teknis Ditjen PHKA di daerah. Tujuan utama dari KPS adalah untuk menyelamatkan, merehabilitasi, mensejahterakan dan mengembalikan kembali owa dan siamang yang berasal dari Sumatera ke habitatnya.

KPS berada di Pulau Marak dengan luas sekitar 1.000 ha, sebuah pulau di Kanagarian Sungai Pinang, Kecamatan Batang Terusan, Kabupaten Pesisir Selatan, Provinsi Sumatera Barat. KPS dapat dijangkau dari Kota Padang dengan

speed boat bertenaga 40 daya kuda sekitar 1 jam atau perjalanan melalui darat dapat ditempuh sekitar 30 km melalui Nagari Sungai Pinang, tetapi jalan yang masih belum bagus, berkelok-kelok dan mendaki serta belum tersedianya transportasi umum menyebabkan perjalanan lebih lama dan kurang nyaman.

Pada awal berdirinya bulan Juli tahun 2003, KPS telah merehabilitasi sebanyak 122 ekor gibbon (H. agilis dan H. syndactylus). Selain jenis-jenis dari

gibbon, KSP dapat juga merawat beberapa primata lain seperti beruk endemik dari Mentawai (Macaca pagaensis). Fasilitas pendukung yang tersedia yaitu 55 unit kandang (rehabilitasi, karantina, sosialisasi dan sanctuary), klinik satwa, asrama, gudang buah dan sarana transportasi. Pada bulan Juli 2007 KPS telah mendapat hak siar Radio Kalaweit pada gelombang 87.6 FM. Pelaksana di KPS terdiri dari


(37)

1 orang manajer, 1 orang administrasi, 2 orang tenaga medis, 8 orang animal keeper, 1 orang dokter hewan, 1 orang bidang volunteer dan ditambah 2 orang

counterpart dari BKSDA.

Gambar 5 Siamang sumatera di KSP Pulau Marak dan PPSC Sukabumi.

Kandang-kandang satwa terbuat dari kawat besi dengan tiang dari kayu, bentuk kandang segitiga dengan ukuran 6m x 6m x 6m. Di dalam kandang terdapat sejumlah kayu panjang dan ban bekas mobil yang digantung sebagai tempat bergelayutan (mainan) satwa. Kandang-kandang terdiri dari:

a. Kandang karantina. Di kandang ini dilakukan proses untuk mengindentifikasi dan mengobati penyakit yang di derita siamang. Pemeriksaan dilakukan baik kondisi fisik dan non fisik, pemeriksaan darah (Hepatitis A, B dan C;

Tuberculosis/TBC; Herpes simplex), meminimalkan stres, mengadaptasi makanan dan pemeriksaan parasit.

b. Sanctuary. Satwa yang tidak dimungkinkan untuk lepasliarkan ke alam akan ditempatkan dalam kandang-kandang ini, misalnya siamang yang bentuk fisiknya abnormal (tangan atau kaki yang patah adan buntung) serta siamang yang terkena penyakit Herpes maupun TBC. Kandang sanctuary bertujuan untuk mensejahterakan siamang-siamang tersebut.

c. Sosialisasi. Siamang yang telah dinyatakan sehat akan ditempatkan di kandang sosialisasi. Dalam kandang ini, siamang ditempatkan untuk mendapatkan pasangan masing-masing dan selalu dipantau setiap perkembangan dan tingkah lakunya. Siamang yang betul-betul bebas dari penyakit dan siamang yang telah remaja ditempatkan dalam satu kandang,


(38)

dimana beberapa kandang dihubungkan dengan terowongan sehingga siamang bisa berkontak visual dan fisik. Pengamatan dilakukan dengan intensif, apabila siamang telah menemukan pasangan maka dipindahkan ke kandang rehabilitasi.

d. Rehabilitasi. Kandang ini ditujukan untuk proses utama yaitu “meliarkan” siamang, di kandang ini kontak antar siamang dihindarkan begitu juga kontak dengan manusia diminimalkan.

Pemberian makanan dilakukan dua kali sehari yaitu sekitar pukul 7.30 dan 15.00 WIB. Kombinasi makanan adalah pisang, wortel, buncis, tomat dan mentimun, sedangkan telur sebagai sumber protein diberikan seminggu sekali. Siamang yang sakit diberikan makanan yang lebih “eksklusif” seperti apel, sawo, pir dan multivitamin dengan tujuan mengembalikan vitalitas tubuh dan mempercepat kesembuhan.

Pembersihan kandang dilakukan satu kali seminggu dan sebulan sekali dilakukan penyemprotan desifektan. Pengawasan terhadap kesehatan siamang dilakukan tenaga medis sedangkan siamang yang sakit diperiksa oleh dokter hewan yang bekerjasama dengan Balai Vertereiner Departemen Peternakan.

Pusat Penyelamatan Satwa Cikananga

PPSC didirikan oleh Yayasan Gibbon yang merupakan lembaga swadaya masyarakat yang menyalurkan dana dari para donatur internasional untuk program konservasi di Indonesia, khususnya dalam penyelamatan satwaliar. Yayasan Gibbon bekerjasama dengan PHKA untuk membangun PPS dalam rangka penyelamatan satwa-satwa yang dilindungi, sebagai salah satu bentuk peran keanggotaan Indonesia dalam konvensi internasional perlindungan hewan dan tumbuhan (Convention on Internasional Trade for Endanger Spesies/CITES). Terdapat tujuh PPS yang beroperasi di Indonesia yaitu di Tegal Alur di Jakarta yang sudah berhenti beroperasi, Cikananga di Sukabumi, Gadog di Ciawi-Bogor, Petung Sewu di Malang, Bali, Yogyakarta dan Tasikoki di Sulawesi.

PPSC diresmikan pada tanggal 1 Nopember 2003 pada lahan seluas 14,9 ha terletak 36 km di selatan Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat, tepatnya di Kampung Cikananga, Desa Cisitu Kecamatan Nyalindung. Fasilitas PPSC


(39)

terbilang lengkap, karena memiliki gedung perkantoran, laboratorium, klinik hewan dan tempat penginapan. Sejak 2001 hingga 2005 hewan yang diselamatkan oleh PPSC mencapai 3.433 ekor, tapi sekarang tinggal 1.142 ekor karena telah di translokasi ataupun dilepasliarkan.

Pertengahan bulan April 2006 Departemen Kehutanan dalam hal ini Ditjen PHKA memutus hubungan kerjasama dengan Yayasan Gibbon dan pelarangan yayasan ini melakukan kegiatan apapun yang terkait konservasi sumberdaya alam di Indonesia. Hal ini berdampak pada upaya penyelamatan satwaliar Indonesia yang saat ini berada di PPSC, dengan pendanaan yang terbatas satwa menjadi kurang terurus dan suplai makanan terbatas.


(40)

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Pusat Rehabilitasi Siamang dan Owa Kalaweit Program Sumatera, Pulau Marak, Kabupaten Pesisir Selatan, Provinsi Sumatera Barat dan Pusat Penyelamatan Satwa Cikananga, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat (peta lokasi pada Lampiran 23 dan 24) selama 4 bulan yaitu dari bulan Mei hingga Agustus 2007.

Bahan dan Alat

Objek penelitian adalah siamang sumatera (Hylobates syndactylus syndactylus), dimana untuk selanjutnya dalam tesis ini disebut sebagai siamang. Bahan kimia yang digunakan adalah Ketamil injection, Ilium Xylazil-20 injection, dan sebagai antidotnya Atipamezole Reverzine injection. Alat yang digunakan adalah meteran, caliper (jangka sorong), timbangan, sarung tangan, masker, suntikan 1 ml, kapas, kamera dijital, komputer dan alat tulis.

Parameter yang Diukur

Parameter morfometrik yang diukur untuk menduga umur adalah panjang badan dan kepala, panjang lengan, panjang kaki, panjang cranial, tinggi cranial, lebar cranial, lingkar dada, lebar bahu, panjang telapak tangan, lebar telapak tangan, panjang telapak kaki, lebar telapak kaki, lingkar kepala, dan lingkar muka.

Pengambilan Data

Data-data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari hasil pengukuran parameter morfometrik siamang (data primer) dan data-data penunjang (data sekunder). Data primer yang diambil dikelompokkan menjadi dua yaitu jantan dan betina, hal ini didasarkan pada adanya dimorphism ukuran badan siamang dimana jantan memiliki ukuran tubuh yang lebih besar dibanding betina. Data sekunder yang diambil meliputi keadaan umum lokasi pusat penyelamatan satwa, proses rehabilitasi, jumlah individu yang sedang direhabilitasi, asal, jenis kelamin dan umur siamang.


(41)

Pembagian Umur di Lapangan

Berdasarkan hasil pelaksanaan penelitian diperoleh data jumlah dan umur siamang yang di ukur, seperti disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Pembagian umur siamang sumatera yang diukur di lapangan

Tabel 2 menunjukkan hanya terdapat 15 tingkatan umur siamang yang menjadi objek penelitian. Berdasarkan tingkatan umur tersebut, pendugaan umur siamang jantan hanya berlaku untuk umur 1-15 tahun dan 2-14 tahun untuk siamang betina. Apabila digabungkan antara jantan dan betina, maka pendugaan umur hanya untuk 1-15 tahun.

Batasan lain dalam penelitian ini yaitu pengukuran hanya dilakukan pada siamang yang diketahui umurnya dan berkondisi sehat, alasannya adalah bahwa tidak semua siamang yang berada di pusat penyelamatan diketahui umurnya secara pasti dan hanya dikelompokkan ke dalam kelas umur. Kondisi siamang yang sehat merupakan prasyarat pengukuran dengan tujuan menghindari kondisi fatal akibat pembiusan.

Teknik Pengukuran Tubuh

Data ukuran tubuh yang akurat diperoleh apabila pengukuran dilakukan saat siamang diam, untuk itu dilakukan pembiusan pada semua siamang yang diteliti.

Umur (tahun)

Jumlah Sampel (ekor)

KPS PPSC

♂ ♀ Jumlah ♂ ♀ Jumlah

1 1 - 1 - - - 2 1 - 1 1 - 1 3 - - - 4 - - - 5 1 - 1 - 1 1 6 1 - 1 1 - 1 7 1 - 1 2 - 2 8 3 1 4 4 - 4 9 5 - 5 1 - 1 10 1 2 3 2 - 2 11 1 - 1 1 - 1 12 1 1 2 1 - 1 13 - 1 1 - - - 14 1 1 2 1 1 2 15 - 1 1 - - -

Jumlah 17 7 24 14 2 16


(42)

Dalam penelitian ini pembiusan berguna untuk menghindari bias hasil pengukuran akibat perlakuan yang tidak sama. Pembiusan dilakukan oleh tenaga medis atau paramedis yang bekerja di KPS dan PPSC untuk menghindari kesalahan penanganan yang dapat menyebabkan kematian pada siamang.

Tujuan utama dari pembiusan adalah untuk membuat siamang mengurangi gerakan tubuhnya yang dapat menyebabkan kecelakaan pada peneliti dan staf yang membantu di lapangan. Pembiusan bersifat penenangan (sedatif) dan tidak sampai pembiusan total (anastesia) sehingga pengukuran dilakukan dalam waktu yang relatif singkat.

Untuk dapat menduga umur siamang dilakukan pengukuran terhadap parameter morfometriknya (lihat Lampiran 20, 21 dan 22). Teknik pengukuran parameter morfometrik siamang (satuan dalam cm), sebagai berikut:

1. Panjang badan dan kepala (PB), diukur mulai dari ujung kepala sampai ujung tulang ekor.

2. Panjang lengan (PL) merupakan gabungan dari panjang lengan atas/humerus

dan panjang lengan bawah/radius. Panjang lengan humerus, diukur pada pangkal humerus bagian atas sampai tonjolan bawah humerus. Panjang lengan radius, diukur dari pangkal siku sampai pergelangan telapak tangan. 3. Panjang kaki (PK) merupakan gabungan dari panjang paha/femur dengan

panjang betis/tibia. Panjang femur, diukur dari pangkal femur sampai bawah

femur. Panjang tibia, diukur dari penonjolan tempurung lutut sampai pergelangan telapak kaki.

4. Panjang cranial (PCr), diukur dari cranial yang paling depan sampai cranial

paling belakang.

5. Tinggi cranial (TCr), diukur mulai dari atas cranial sampai cranial bawah. 6. Lebar cranial (LbC), diukur mulai dari tepi cranial kiri sampai tepi kanan. 7. Lingkar dada (LD), diukur di sekeliling dada, bawah tulang bahu.

8. Lebar bahu (LbB), diukur dari tepi paling kiri bahu sampai tepi kanan bahu. 9. Panjang telapak tangan (PTT), diukur dari tulang metacarpus sampai ujung

jari tangan terpanjang. Pengukuran ini tanpa kuku yang disebut sine unguis


(43)

10.Lebar telapak tangan (LTT), diukur mulai dari sisi kiri sampai sisi kanan telapak tangan di bawah tulang phalanges.

11.Panjang telapak kaki (PTK), diukur dari ujung tumit sampai ujung jari kaki terpanjang.

12.Lebar telapak kaki (LTK), diukur mulai dari sisi kiri sampai sisi kanan telapak kaki di bawah tulang phalanges.

13.Lingkar kepala (LK), diukur di sekeliling kepala di atas telinga. 14.Lingkar muka (LM), diukur di sekeliling muka.

Pengolahan Data

Data yang diperoleh dianalisis menggunakan pendekatan multivariate analysis dengan metode multiple regression analysis (MRA) atau regresi linear berganda guna menghasilkan suatu persamaan regresi. Persamaan ini dapat menentukan parameter yang paling menentukan untuk menduga umur siamang dan menjelaskan hubungan antara umur dengan parameter morfometriknya. Analisis data dilakukan dengan menggunakan software SPSS 14.0 for windows evaluation version karena melibatkan banyak variabel.

Bentuk persamaan regresi yang menghubungkan antara umur dengan parameter morfometrik siamang, sebagai berikut (Supranto 2004):

Y = bo + b1X1 + b2X2 + … + b14X14

keterangan:

Y = umur siamang (tahun) b0 = nilai intersep

b1 = nilai koefisien regresi parameter morfometrik ke-1

b2 = nilai koefisien regresi parameter morfometrik ke-2

b14 = nilai koefisien regresi parameter morfometrik ke-14

X1 = parameter morfometrik ke-1 (cm)

X2 = parameter morfometrik ke-2 (cm)

X14 = parameter morfometrik ke-14 (cm)

dalam hal ini peubah tidak bebas (Y) adalah umur siamang, sedangkan peubah bebas (X) adalah peubah-peubah yang berasal dari hasil pengukuran morfometrik siamang.


(44)

Hipotesis yang diuji adalah:

Ho: b1 = b2 =... = b14 = 0 (semua variabel bebas X tidak ada yang mempengaruhi

variabel tidak bebas Y)

H1: b1 ≠ b2 ≠... ≠ b14 ≠ 0 (paling sedikit ada satu variabel bebas X yang

mempengaruhi Y)

Dalam output analisis software SPSS nilai signifikan t dan F sudah dihitung maka tidak perlu melihat nilai tabel t dan F, cukup dengan membandingkan nilai p-valuenya. Apabila p-value ≤0,05, maka Ho ditolak dan diterima H1 atau

sebaliknya. Hal ini dinyatakan oleh Supranto (2004), korelasi yang tinggi ditandai oleh rasio t yang tidak nyata (rasio t < t tabel).

Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam analisis data adalah sebagai berikut:

a. Uji validasi (kesahihan) dan Uji realibilitas (keandalan). Menurut Sudarmanto (2005) bahwa Uji validasi dilakukan untuk mengetahui apakah alat ukur yang telah disusun dapat digunakan untuk mengukur apa yang hendak diukur secara tepat. Uji realibilitas dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana konsistensi hasil pengukuran yang dilakukan. Kesahihan dinyatakan bila koefisien > 0,50, sedangkan keandalan dinyatakan bila koefisien alpha hitung > 0,50 atau sebaliknya.

b. Uji linearitas garis regresi. Menurut Sudarmanto (2005) bahwa uji ini digunakan untuk mengambil keputusan dalam memilih model regresi yang akan digunakan. Uji ini berkaitan dengan suatu pembuktian apakan model garis regresi linera yang ditetapkan benar-benar sesuai dengan keadaannya atau tidak. Kriteria pengujian untuk menyatakan kelinearan garis regresi adalah jika Signifikasi > 0,50 (alpha 5%) atau sebaliknya.

c. Analisis faktor. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui kelayakan ke-14 parameter morfometrik untuk diproses lebih lanjut dalam regresi. Kelayakan tersebut dapat dilihat dari besarnya nilai K-M-O MSA (Kaiser–Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy), apabila nilai K-M-O MSA >0,50 (alpha 5%) maka kumpulan parameter dapat diproses lebih lanjut.


(45)

d. Uji kelayakan menggunakan analisis regresi. Agar analisis regresi dapat digunakan, maka harus memenuhi 3 asumsi yaitu kenormalan, independensi dan homogenitas variansi.

e. Analisis regresi dengan semua peubah. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui apakah parameter morfometrik yang dianalisis mempengaruhi umur, hal ini dapat dianalisis dari nilai p-value <0,05.

f. Analisis regresi dengan metode stepwise (regresi bertahap). Pembuatan model matematika dengan memasukkan semua parameter morfometrik yang berkorelasi tinggi membuat persamaan tidak nyata karena diantara parameter akan saling menghilangkan. Menurut Supranto (2004) apabila terjadi parameter morfometrik saling berkorelasi (multikolinearitas) maka bisa dilakukan pendekatan dengan metode stepwise. Selain itu, metode ini dapat langsung mengetahui parameter morfometrik yang paling menentukan.


(46)

Riwayat Siamang Sumatera Sebagai Objek Penelitian

Pengukuran parameter morfometrik dilakukan terhadap 40 ekor siamang yang hidup, terdiri dari 24 ekor siamang jantan dan 16 ekor siamang betina. Siamang yang diukur berumur antara 1-15 tahun dan dapat dikelompokkan ke dalam 4 kelas umur (KU), yaitu KU I (1-4 tahun), KU II (5-6), KU III (7-8 tahun), dan KU IV (9 tahun ke atas), seperti ditunjukkan pada Tabel 4.

Siamang yang direhabilitasi/diselamatkan di KPS dan PPSC merupakan satwa titipan BKSDA sebagai unit pelaksana teknis dari Departemen Kehutanan. Status satwa titipan dikarenakan siamang merupakan satwa yang dilindungi dalam PP No. 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Tumbuhan dan Satwa yang menyatakan bahwa semua famili Hylobatidae dilindungi.

Secara umum, siamang yang diterima KSP dan PPSC berasal dari hasil penegakan hukum atau sitaan BKSDA, penyerahan oleh masyarakat dan serahan dari lembaga lain atau translokasi. Translokasi merupakan mutasi siamang antar lembaga konservasi ek situ. Asal siamang dari translokasi banyak terdapat di KSP karena lembaga ini secara khusus merehabilitasi siamang dan owa yang akan dilepasliarkan.

Tabel 3 Asal siamang sumatera yang dijadikan objek penelitian

No Asal Siamang Sumatera Jumlah (ekor) %

1 Sitaan BKSDA 3 7,5

2 Serahan masyarakat 6 15

3 Serahan dari lembaga lain (translokasi) 28 70

4 Lahir di pusat rehabilitasi/ penyelamatan 3 7,5

Total 40 100

Tabel 3 menunjukkan bahwa 70% siamang berasal dari translokasi dan sebagian kecil yang lahir atau berasal dari pusat rehabilitasi/penyelamatan. Persentase ini menunjukkan bahwa hanya beberapa ekor siamang yang diketahui umurnya dengan pasti, sedangkan umur siamang yang lain merupakan hasil pendugaan oleh tenaga ahli dari lembaga yang bersangkutan.


(47)

Tabel 4 Pembagian siamang sumatera yang diukur di lapangan berdasarkan kelas umur

Tabel 4 menunjukkan bahwa hanya terdapat 15 tingkatan umur siamang yang diperoleh dari penelitian ini. Sesuai dengan batasan penelitian maka model matematika yang terbentuk hanya dapat menduga umur sesuai tingkatan umur yang dianalisis. Apabila dipisahkan antara jantan dan betina, pendugaan umur siamang jantan hanya berlaku untuk umur 1-15 tahun dan 2-14 tahun untuk siamang betina. Apabila digabungkan antara jantan dan betina, maka pendugaan umur hanya berlaku sampai 15 tahun. Hal ini berarti pendugaan umur di atas 15 tahun pada siamang jantan dan gabungan antara jantan dan betina serta 14 tahun untuk siamang betina dinyatakan tidak valid.

Karakteristik Morfometrik Siamang Sumatera

Rata-rata panjang badan dan kepala (PB) siamang dari umur 1-15 tahun adalah 48,59 cm, nilai minimumnya 19 cm pada umur 1 tahun dan maksimum pada umur 9 tahun sebesar 64 cm (Tabel 5). Rata-rata PB siamang jantan 48,16 cm dan rata-rata PB siamang betina 49,23 cm. Gambar 7 menunjukkan bahwa ukuran PB siamang meningkat pesat dari umur 1-6 tahun atau pada kelas KU I dan II, hasil ini sesuai dengan masa pertumbuhan makhluk hidup yang tinggi di masa bayi dan remaja kemudian lebih stabil hingga umur 15. Hasil pengukuran parameter morfometrik siamang disajikan pada Lampiran 1, 2 dan 3.

Umur

(tahun) Kelas Umur

Jumlah Sampel (ekor)

Total

♂ % ♀ %

1

I (Bayi dan Anak)

1 2,5 - - 1 2,5

2 1 2,5 1 2,5 2 5

3 - - -

4 - - -

5 II

(Muda/Remaja)

1 2,5 1 2,5 2 5

6 1 2,5 1 2,5 2 5

7 III

(Sub Dewasa)

1 2,5 2 5 3 7,5

8 4 10 4 10 8 20

9

IV (Dewasa)

5 12,5 1 2,5 6 15

10 3 7,5 2 5 5 12,5

11 1 2,5 1 2,5 2 5

12 2 5 1 2,5 3 7,5

13 1 2,5 - - 1 2,5

14 2 5 2 5 4 10

15 1 2,5 - - 1 2,5


(48)

Gambar 6 Pengukuran siamang sumatera di lapangan.

Menurut Napier dan Napier (1967) rata-rata PB siamang jantan adalah 53,30 cm atau berkisar 46,80-84,60 cm, sedangkan rata-rata PB siamang betina adalah 54,20 cm atau berkisar 46,00-63,00 cm dengan persentase perbandingan PB antara jantan dan betina adalah 101,69%. Rata-rata PB siamang jantan dewasa 50,49 cm atau berkisar 35,60-64,00 cm, sedangkan rata-rata PB siamang betina adalah 51,30 cm atau berkisar 45,20–58,50 cm dengan persentase perbandingan PB antara jantan dan betina adalah 101,60%. Apabila rata-rata PB di atas dibandingkan, maka hasil PB dalam penelitian ini mempunyai nilai yang lebih kecil, tetapi jika persentase perbandingan PB antara jantan dan betina dibandingkan maka nilai perbandingan hasil kedua penelitian ini hampir sama. Hasil perbandingan yang hampir sama ini menunjukkan bahwa teknik pengukuran PB dalam penelitian ini telah benar, sedangkan perbedaan nilai rata-rata PB dapat disebabkan oleh perbedaan dari jumlah dan tingkatan umur siamang yang teliti.

Apabila PB siamang dibandingkan dengan PB bekantan(Nasalis lavartus), maka ukuran badan siamang lebih pendek. Pada KU bayi, bekantan mempunyai PB sekitar 32 cm dan pada KU dewasa yang mempunyai ukuran badan yang lebih tinggi dimana jantan mempunyai PB 65,50 cm dan betina 56,25 cm, sedangkan siamang jantan dewasa mempunyai PB rata-rata 46,81 cm dan betina dewasa 51,30 cm. Ukuran tubuh siamang yang lebih pendek ini dimungkinkan karena berat badan bekantan yang jantan dewasa sekitar 20 kg dan betina dewasa 10 kg (Bennet dan Sebastian 1988 dalam Bismarck 1994) sedangkan siamang jantan dewasa mempunyai berat sekitar 10-12 kg dan betina mempunyai ukuran sedikit lebih kecil (PPA 1978).


(49)

Tabel 5 Karakteristik panjang badan siamang sumatera berdasarkan kelas umur

No Kelas Umur Umur

(tahun)

Jumlah Sampel (ekor)

Panjang Badan (cm)

1 Bayi dan anak 1-4 3 19,00–35,10

2 Muda/remaja 5-6 4 44,50–53,40

3 Sub dewasa 7-8 11 42,40–57,50

4 Dewasa 9 ke atas 22 35,60–64,00

Jumlah 40

Gambar 7 Ukuran bagian tubuh siamang sumatera yang dijadikan parameter morfometrik untuk menduga umur.

Panjang Lengan (PL) siamang rata-rata 56,34 cm, PL merupakan gabungan dari panjang humerus, radius dan carpus. Rata-rata PL siamang jantan adalah 56,45 cm sedangkan rata-rata PL siamang betina adalah 56,19 cm. Pada Gambar 7 disajikan ukuran PL siamang yang meningkat pesat dari umur 1-6 tahun, hasil ini sama dengan peningkatan ukuran PB, selanjutnya ukuran PL lebih stabil tetapi pada umur 11-13 tahun terjadi fluktuasi.

Menurut Nowak (1999) PL siamang dapat mencapai 150 cm, sedangkan dalam penelitian ini PL terpanjang sebesar 67,60 cm pada siamang jantan berumur 14 tahun. Perbedaan yang cukup besar ini terjadi karena perbedaan tingkatan umur dan jumlah siamang yang dijadikan objek penelitian. Pada Gambar 7 ditunjukkan ukuran PL siamang umur 13 hingga 15 tahun masih meningkat.

Lengan merupakan salah satu penciri famili Hylobatidae, dimana lengan-lengan dari jenis-jenis famili ini sangat panjang yaitu 230-243% dari panjang

0 10 20 30 40 50 60 70 80

1 2 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

Umur (tahun)

U

k

u

ra

n

ba

gi

a

n

tubuh

(c

m

)

PL PB LD PK LK LM LbB PTT PTK PCr TCr LbC LTK LTT


(50)

tubuhnya (Lekagul dan McNeely 1977). Berdasarkan hasil perbandingan, diperoleh PL siamang 115,89% dari PBnya. Perbedaan terjadi karena penelitian ini menggunakan ukuran panjang tubuh yang merupakan gabungan badan dan kepala, sedangkan hasil penelitian dalam Lekagul dan McNeely (1977) hanya menggunakan ukuran panjang badan tanpa ukuran panjang kepala.

Tabel 6 Karakteristik panjang lengan siamang sumatera berdasarkan kelas umur

No Kelas Umur Umur

(tahun)

Jumlah Sampel (ekor)

Panjang Lengan (cm)

1 Bayi dan anak 1-4 3 18,00–37,70

2 Muda/remaja 5-6 4 53,90–64,50

3 Sub dewasa 7-8 11 48,90–66,60

4 Dewasa 9 ke atas 22 46,80–67,60

Jumlah 40

Panjang Kaki (PK) siamang rata-rata 42,79 cm, PK merupakan gabungan dari panjang femur dan tibia. Rata-rata PK siamang jantan adalah 42,55 cm sedangkan rata-rata PK siamang betina adalah 43,15 cm. PK terpendek adalah 14,90 cm pada bayi siamang jantan umur 1 tahun sedangkan PK terpanjang adalah 51,00 cm pada siamang jantan umur 15 tahun (Tabel 7).

Apabila dibandingkan antara rata-rata PL dengan PK, diketahui bahwa lengan siamang jantan lebih panjang daripada kakinya yaitu 0,76% begitu pula dengan siamang betina yaitu 0,77% atau PL siamang 3/4 lebih panjang dari PKnya. Hasil ini sesuai dengan penelitian dalam Lekagul dan McNeely (1977) bahwa PL famili Hylobatidae lebih panjang sekitar 2/3-3/4 PKnya. Panjangnya lengan siamang dibandingkan kakinya menandakan siamang lebih banyak menggunakan lengan dalam melakukan pergerakan. Hasil perbandingan PL dan PK diketahui bahwa indeks intermembral siamang yaitu 131,44. Menurut Napier dan Napier (1967), apabila primata mempunyai nilai indeks intermembral dari 100-150 maka dikategorikan sebagai primata yang bergerak dengan cara


(51)

Tabel 7 Karakteristik panjang kaki siamang sumatera berdasarkan kelas umur

No Kelas Umur Umur

(tahun)

Jumlah Sampel (ekor)

Panjang Kaki (cm)

1 Bayi dan anak 1-4 3 14,90–29,20

2 Muda/remaja 5-6 4 40,30–47,10

3 Sub dewasa 7-8 11 37,80–49,30

4 Dewasa 9 ke atas 22 39,80–51,00

Jumlah 40

Lingkar kepala (LK), lingkar muka (LM), panjang cranial (PCr), tinggi

cranial (TCr) dan lebar cranial (LbC) merupakan morfometrik yang diukur di bagian kepala. Rata-rata LK siamang adalah 31,163 cm, rata-rata LM adalah 29,79 cm, rata-rata PCr adalah 10,03 cm, rata-rata TCr adalah 8,25 dan rata-rata LbC adalah 7,59 cm. Kepala merupakan bagian dari evolusi makhluk hidup, kepala adalah tempat terletaknya otak dan volume otak dapat menjadi pembeda antara makhluk hidup. Pada Gambar 7 ditunjukkan bahwa terjadi peningkatan ukuran bagian kepala siamang hingga berumur 15 tahun.

Tabel 8 Karakteristik lingkar kepala dan lingkar muka siamang sumatera berdasarkan kelas umur

No Kelas Umur Umur

(tahun)

Jumlah Sampel (ekor)

Lingkar Kepala (cm)

Lingkar Muka (cm)

1 Bayi dan anak 1-4 3 21,30-27,10 18,20-25,20

2 Muda/remaja 5-6 4 30,10-31,60 28,60-29,30

3 Sub dewasa 7-8 11 28,10-33,00 27,10-33,50

4 Dewasa 9 ke atas 22 30,10-34,90 28,40-32,90

Jumlah 40

Tabel 9 Karakteristik panjang, tinggi dan lebar cranial siamang sumatera berdasarkan kelas umur

No Kelas Umur Umur

(tahun)

Jumlah Sampel

Cranial (cm)

Panjang Tinggi Lebar

1 Bayi dan anak 1-4 3 6,31-7,93 5,22-7,29 5,28-6,89

2 Muda/remaja 5-6 4 8,94-9,40 7,04-8,60 6,95-8,06

3 Sub dewasa 7-8 11 8,20-12,20 7,63-9,64 6,48-8,87

4 Dewasa 9 ke atas 22 8,62-12,20 7,01-11,10 6,98-8,94

Jumlah 40

Lingkar dada (LD) siamang rata-rata 45,84 cm dengan rata-rata LD siamang jantan 46,36 cm sedangkan siamang betina 45,07 cm. Rata-rata lebar bahu (LbB) adalah 15,28 cm. Pada Gambar 7, 8 dan 9 ditunjukkan bahwa hingga umur 6


(1)

Lanjutan

Residuals Statisticsa

-.07 12.27 8.95 2.388 40

-3.776 1.390 .000 1.000 40

.364 1.439 .468 .218 40

-.75 12.53 8.93 2.491 40

-3.996 4.752 .000 2.273 40

-1.735 2.063 .000 .987 40

-1.762 2.090 .004 1.009 40 -4.193 4.876 .022 2.379 40 -1.814 2.192 .005 1.026 40

.000 14.256 .975 2.787 40

.000 .113 .024 .031 40

.000 .366 .025 .071 40

Predicted Value Std. Predicted Value Standard Error of Predicted Value Adjusted Predicted Value Residual

Std. Residual Stud. Residual Deleted Residual Stud. Deleted Residual Mahal. Distance Cook's Distance Centered Leverage Value

Minimum Maximum Mean Std. Deviation N

Dependent Variable: Y a. 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0

Observed Cum Prob

1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 Expecte d Cum P rob

Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual

Dependent Variable: Y

2 1 0 -1 -2 -3 -4

Regression Standardized Predicted Value

2 0 -2 R e gress ion S tudent iz ed D e let e d (Pres s ) Res id u a l Scatterplot

Dependent Variable: Y

3 2 1 0 -1 -2

Regression Standardized Residual

10 8 6 4 2 0 Frequency Mean =-1.64E-15 Std. Dev. =0.987

N =40

Histogram


(2)

Lampiran 19 Pendugaan umur siamang sumatera berdasarkan model matematik

A. Pendugaan umur siamang sumatera jantan 1-15 tahun dengan model

matematika Y = -14.546 + 0.801 X

12

Ukuran Lingkar

Muka (cm)

Dugaan Umur

(tahun)

18.2 - 19.4

0 – 1

19.5 - 20.6

> 1 – 2

20.7 - 21.9

> 2 – 3

22.0 - 23.1

> 3 – 4

23.2 - 24.4

> 4 - 5

24.5 - 25.6

> 5 - 6

25.7 - 26.9

> 6 - 7

27.0 - 28.1

> 7 - 8

28.2 - 29.4

> 8 - 9

29.5 - 30.6

> 9 – 10

30.7 - 31.8

> 10 - 11

31.9 - 33.1

> 11 - 12

33.2 - 34.3

> 12 - 13

34.4 - 35.6

> 13 - 14

35.7 - 36.8

> 14 - 15

B. Pendugaan umur siamang sumatera betina 2-14 tahun dengan model

matematika Y = -15.328 + 0.533 X

5

Ukuran Lingkar

Dada (cm)

Dugaan Umur

(tahun)

28.9 - 30.6

0 – 1

30.7 - 32.5

> 1 – 2

32.6 - 34.3

> 2 – 3

34.4 - 36.2

> 3 – 4

36.3 - 38.1

> 4 – 5

38.2 - 40.0

> 5 – 6

40.1 - 41.9

> 6 – 7

42.0 - 43.7

> 7 – 8

43.8 - 45.6

> 8 – 9

45.7 - 47.5

> 9 – 10

47.6 - 49.4

> 10 – 11

49.5 - 51.2

> 11 – 12

51.3 - 53.1

> 12 – 13

53.2 - 55.0

> 13 – 14


(3)

C. Pendugaan umur siamang sumatera 1-15 tahun dengan model matematika

Y = -5,331 + 0,312 X

5

Ukuran

Lingkar Dada (cm)

Dugaan Umur

(tahun)

17.1 - 20.3

0 – 1

20.4 - 23.4

> 1 – 2

23.5 - 26.7

> 2 – 3

26.8 - 29.9

> 3 – 4

30.0 - 33.1

> 4 – 5

33.2 - 36.3

> 5 – 6

36.4 - 39.5

> 6 – 7

39.6 - 42.7

> 7 – 8

42.8 - 45.9

> 8 – 9

46.0 - 49.1

> 9 – 10

49.2 - 52.3

> 10 – 11

52.4 - 55.5

> 11 – 12

55.6 - 58.7

> 12 – 13

58.8 - 61.9

> 13 – 14


(4)

Lampiran 20 Parameter morfometrik pada kerangka

Hylobates sp

. (insert kanan

atas.

H. syndactylus

).

S

u

m

b

e

r: N

api

er

, 1

967

PB PH PR

PF

PT

LD

Sumber: Young (1981)

PR + PH = PL


(5)

Lampiran 21 Parameter morfometrik (a) telapak kaki dan (b) telapak tangan

Hylobates sp

.

Lampiran 22 Parameter morfometrik tengkorak (

cranial

)

Hylobates sp

.

PTK LTK

(a)

PTT

LTT

(b)

PCr

TCr LbC


(6)

Lampiran 23 Peta lokasi penelitian Kalaweit Program Sumatera dan Pusat

Penyelamatan Satwa Cikananga

Kabupaten Pesisir Selatan

Provinsi Sumatera Barat

Sumatera Barat

Lokasi Kalaweit

Program Sumatera

Jawa Barat

Provinsi Jawa Barat

Kabupaten Sukabumi

Lokasi Pusat Penyelamatan

Satwa Cikananga