EXPERIMENT THE EFFECTS OF SOAKING TIME VARIATION ON THE BEARING CAPACITY AND SWELLING OF SOFT CLAY STABILIZED USING IONIC SOIL STABILIZER 2500

(1)

ABSTRAK

PENGUJIAN DAMPAK VARIASI WAKTU PERENDAMAN TERHADAP DAYA DUKUNG DAN PENGEMBANGAN TANAH LEMPUNG LUNAK YANG DISTABILISASI MENGGUNAKAN IONIC SOIL STABILIZER 2500

Oleh

ANIESSA RINNY ASNANING

Pembangunan suatu konstruksi atau bangunan sangat erat kaitannya dengan kondisi fisik dan mekanis dari tanah, serta membutuhkan kekuatan tanah dasar yang baik. Tetapi kenyataan di lapangan, tidak semua tanah memiliki sifat-sifat fisik dan mekanis yang baik dalam kondisi aslinya. Untuk itu, perlu dilapkukan usaha perbaikan tanah dengan metode stabilisasi. Usaha stabilisasi yang saat ini yang banyak dilakukan adalah stabilisasi dengan bahan tambahan, contohnya menggunakan Ionic Soil Stabilizer 2500 (ISS 2500).

Jenis tanah yang distabilisasi adalah lempung lunak yang berasal dari desa Belimbing Sari, Kecamatan Jabung, Kabupaten Lampung Timur. Penelitian ini dilakukan dengan dua perlakuan pada tanah, yaitu tanah asli tanpa penambahan bahan tambahan dan tanah yang distabilisasi dengan bahan tambahan ISS 2500 dengan pengujian CBR rendaman, batas konsistensi, dan pengembangan tanah. Kadar optimum ISS 2500 yang dicampurkan pada tanah sebanyak 0,8 ml yang kemudian dilakukan perendaman sampel tanah selama 7 hari, 14 hari, dan 28 hari.

Semakin lama variasi waktu perendaman mengakibatkan air yang terserap semakin banyak yang akan membuat nilai CBR rendaman semakin menurun, sedangkan nilai Indeks Plastisitas cenderung meningkat. Nilai Potensi Pengembangan juga cenderung meningkat seiring lamanya waktu perendaman.


(2)

ABSTRACT

EXPERIMENT THE EFFECTS OF SOAKING TIME VARIATION ON THE BEARING CAPACITY AND SWELLING OF SOFT CLAY STABILIZED

USING IONIC SOIL STABILIZER 2500 By

ANIESSA RINNY ASNANING

Development of a construction or building is closely related with the physical and mechanical condition of the soil, and requires a good strength subgrade. But in practice, not all kind of soil has a good physical and mechanical characteristic in its original condition. Therefore, needs soil improvement efforts with the stabilization method. Stabilization effort which currently is mostly done is stabilization with additive materials, for example using Ionic Soil Stabilizer 2500 (ISS 2500).

The type of soil which stabilized is soft clay from Belimbing Sari Village, District Jabung, East Lampung Regency. This research was conducted with two treatments on soil, that are original soil without adding materials and stabilized soil with adding materials ISS 2500 with examination for soaked CBR, consistency limit, and swelling potential. ISS 2500 optimum content was mixed with 0,8 ml and then carried out soaking the soil samples for 7 days, 14 days, and 28 days.

The longer soaking time variations cause increase of water absorbed of the soil that will make getting soaked CBR values decrease, while the Plasticity Index value tends to increase. Swelling Potential value also tends to increase as the length of time of soaking.


(3)

(4)

PENGUJIAN DAMPAK VARIASI WAKTU PERENDAMAN TERHADAP DAYA DUKUNG DAN PENGEMBANGAN TANAH

LEMPUNG LUNAK YANG DISTABILISASI MENGGUNAKAN IONIC SOIL STABILIZER 2500

Oleh

ANIESSA RINNY ASNANING

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA TEKNIK

Pada

Jurusan Teknik Sipil

Fakultas Teknik Universitas Lampung

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2010


(5)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Klasifikasi Tanah Berdasarkan Tekstur ... 8

Gambar 2. Kondisi Tanah Asli Sebelum Stabilisasi Menggunakan ISS 2500 ... 18

Gambar 3. Kondisi Tanah Asli Setelah Stabilisasi Menggunakan ISS 2500 ... 19

Gambar 4. Kondisi Tanah Lempung pada Saat Kering ... 25

Gambar 5. Kondisi Tanah Lempung pada Saat Basah ... 25

Gambar 6. Proses Pengikatan Ionik ISS 2500 dengan Partikel Tanah ... 26

Gambar 7. Diagram Alir Penelitian ... 58

Gambar 8. Rentang (range) dari Batas Cair (LL) dan Indeks Plastisitas (PI) Berdasarkan Sistem AASHTO ... 61

Gambar 9. Diagram Plastisitas ... 62

Gambar 10. Hubungan Antara Batas Atterberg dan Kadar Campuran ISS 2500 ... 66

Gambar 11. Hubungan Antara Batas Cair dan Kadar ISS 2500 ... 67

Gambar 12. Hubungan Antara Batas Plastis dan Kadar ISS 2500 ... 68

Gambar 13. Hubungan Antara Indeks Plastisitas dan Kadar ISS 2500 ... 69

Gambar 14. Hubungan Antara Berat Jenis dan Kadar ISS 2500 ... 70

Gambar 15. Hasil Pengujian Nilai CBR Tanah Campuran ISS 2500 Tanpa Rendaman ... 72


(6)

Gambar 16. Hasil Pengujian Nilai CBR Tanah Campuran ISS 2500

dengan Rendaman ... 74 Gambar 17. Hubungan Antara Nilai Batas-batas Atterbergdengan Lama

Waktu Perendaman ... 76 Gambar 18. Hubungan Antara Nilai Berat Jenis dengan Variasi Waktu

Perendaman ... 78 Gambar 19. Hubungan Antara Nilai Pengembangan Tanah dengan

Variasi Lama Waktu Perendaman ... 79 Gambar 20. Hubungan Antara Nilai CBR dengan Variasi Waktu


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR NOTASI ... x

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 3

C. Batasan Masalah ... 3

D. Tujuan Penelitian ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanah ... 5

B. Klasifikasi Tanah ... 6

1. Klasifikasi Berdasarkan Tekstur dan Ukuran... 7

2. Sistem Klasifikasi AASHTO ... 8

3. Sistem Klasifikasi Unified ... 10

C. Tanah Lempung ... 13

1. Definisi Tanah Lempung ... 13

2. Kriteria Tanah Lempung ... 14

3. Jenis Mineral Lempung ... 14

4. Sifat Tanah Lempung ... 15

D. Ionic Soil Stabilizer 2500 (ISS 2500)... 17

E. Laporan Komposisi Kimia dan Uji Toksisitas ISS 2500 ... 20

F. Stabilisasi Tanah ... 21

G. Stabilisasi Tanah dengan Ionic Soil Stabilizer 2500 ... 23

H. California Bearing Ratio (CBR) ... 26

1. CBR Lapangan ... 28

2. CBR Lapangan Rendaman ... 28

3. CBR Rencana Titik ... 29


(8)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Sampel Tanah ... 35

B. Metode Pengambilan Sampel ... 35

C. Metode Pengujian Sampel ... 36

D. Pelaksanaan Pengujian ... 36

1. Pengujian Sifat Fisik dan Mekanis Tanah ... 36

a. Kadar Air (Moisture Content) ... 37

b. Berat Volume (Unit Weight) ... 38

c. Berat Jenis (Specific Gravity) ... 39

d. Batas Cair (Liquid Limit) ... 41

e. Batas Plastis (Plastic Limit) ... 44

f. Analisis Saringan (Sieve Analysis) ... 45

g. Pemadatan Tanah Modified Proctor ... 47

h. CBR (California Bearing Ratio) ... 51

i. Pengembangan Tanah (Swelling) ... 54

2. Metode Pencampuran Sampel Tanah dan ISS 2500 ... 55

E. Pengolahan dan Analisa Data ... 57

IV.HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Sampel Tanah Asli ... 59

1. Hasil Pengujian Kadar Air (ω) ... 59

2. Hasil Pengujian Berat Jenis (Gs) ... 59

3. Hasil Pengujian Batas Atterberg ... 60

4. Hasil Pengujian Analisa Saringan ... 61

5. Hasil Pengujian Pemadatan Tanah ... 62

6. Hasil Pengujian CBR ... 63

B. Pembahasan Klasifikasi Sampel Tanah AASHTO (American AssociationHighway and Transportation Official) ... 64

C. Perhitungan Kadar Efektif ISS 2500 ... 65

D. Hasil Pengujian Sampel Tanah dengan Penambahan ISS 2500 ... 65

1. Pengujian Batas-Batas Atterberg ... 65

2. Hubungan Penambahan Kadar ISS 2500 Dengan Batas Cair ... 66

3. Hubungan Penambahan Kadar ISS 2500 Dengan Batas Plastis .... 68

4. Hubungan Penambahan Kadar ISS 2500 dengan Indeks Plastisitas ... 69

5. Pengujian Berat Jenis Tanah ... 70

6. Hasil Pengujian CBR Tanpa Rendaman ... 71

7. Hasil Pengujian CBR Rendaman ... 73

E. Hasil Pengujian Tanah Stabilisasi ISS 2500 dengan Perlakuan Perendaman ... 75

1. Hasil Pengujian Batas-Batas Atterberg ... 75

2. Hasil Pengujian Berat Jenis ... 77

3. Hasil Pengujian Pengembangan Tanah (Swelling) ... 79


(9)

V. PENUTUP

A.Kesimpulan ... 86 B.Saran ... 87 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN A ( Hasil Pengujian Laboratorium ) LAMPIRAN B ( Foto Alat Pengujian )


(10)

DAFTAR NOTASI

γ = Berat Volume

γu = Berat Volume Maksimum

ω = Kadar Air

Gs = Berat Jenis

LL = Batas Cair

PI = Indeks Plastisitas PL = Batas Plastis

q = Persentase Berat Tanah yang Lolos Saringan

Ww = Berat Air

Wc = Berat Container

Wcs = Berat Container + Sampel Tanah Sebelum dioven Wds = Berat Container + Sampel Tanah Setelah dioven Wn = Kadar Air Pada Ketukan ke-n

W1 = Berat Picnometer

W2 = Berat Picnometer + Tanah Kering

W3 = Berat Picnometer + Tanah Kering + Air

W4 = Berat Picnometer + Air

Wci = Berat Saringan


(11)

Wai = Berat Tanah Tertahan

H = Pengembangan Akibat Peningkatan Air H1 = Tinggi Benda Uji Sebelum Penambahan Air H2 = Tinggi Benda Uji Setelah Penambahan Air


(12)

DAFTAR PUSTAKA

Afryana. 2009. Studi Daya Dukung Lapis Pondasi Stabilisasi Tanah Lempung dengan Sekam Padi. Skripsi Universitas Lampung. Lampung.

Agustin, Rosa Ria. 2009. Pengaruh Daya Dukung terhadap Lapisan Soil Cement sebagai Tanah Lempung Dengan Penambahan Garam. Skripsi Universitas Lampung. Lampung.

Bowles, E.J. 1989. Sifat-sifat Fisis dan Geoteknis Tanah. PT. Erlangga. Jakarta. Bowles, E.J. Johan K. Helnim. 1991. Sifat-Sifat Fisis dan Geoteknis Tanah

(Mekanika Tanah). PT. Erlangga. Jakarta.

Craig, R.F. 1991. Mekanika Tanah. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Das, Braja M. 1995. Mekanika Tanah (Prinsip-Prinsip Rekayasa Geoteknis). PT. Erlangga. Jakarta.

Darmady, Dhody. 2009. Pengaruh Rendaman Terhadap Kualitas Tanah Semen (Soil Cement) Menggunakan Tanah Lempung Lunak. Skripsi Universitas Lampung. Lampung.

Hardiyatmo, Hary Christady. 1992. Mekanika Tanah 1. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Hardiyatmo, Hary Christady. 2002. Mekanika Tanah 2. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Hendarsin, Shirley L. 2000. Penuntun Praktis Perencanaan Teknik Jalan Raya. Politeknik Negeri Bandung. Bandung.

Herina, Silvia F. 2005. Kajian Pemanfaatan Abu Sekam Padi sebagai Bahan Stabilisasi Tanah Fondasi Ekspansif untuk Bangunan Sederhana. Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman. Departemen Pekerjaan Umum. Mariea, Ivone. 2009. Pengaruh Durabilitas Terhadap Daya Dukung Lapisan

Soil Lime. Skripsi Universitas Lampung. Lampung.


(13)

Sumsago, Ricky R. 2009. Pengaruh Resapan Air Terhadap Lapisan Pondasi Tanah Semen (Soil Cement Base).Skripsi Universitas Lampung.

Lampung.

Universitas Lampung. 2009. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Universitas Lampung. Universitas Lampung. Lampung.

Usman, Taufik. 2008. Pengaruh Stabilisasi Tanah Berbutir Halus yang Distabilisasi Menggunakan Abu Merapi pada Batas Konsistensi dan CBR Rendaman. Skripsi Universitas Islam Indonesia. Yogyakarta.

Verhoef, P.N.W. 1994. Geologi Untuk Teknik Sipil. PT. Erlangga. Jakarta. Warsiti. 1998. Meningkatkan CBR dan Memperkecil Swelling Tanah Sub

Grade dengan Metode Stabilisasi Tanah dan Kapur. Skripsi Politeknik Negeri Semarang. Semarang.

Wikoyah, Qunik. 2006. Pengaruh Kadar Kapur, Waktu Perawatan dan Perendaman terhadap Kuat Dukung Tanah Lempung. Dinamika Teknik Sipil Vol. 6, No. 1.

www.a2m-roads.com


(14)

DAFTAR PUSTAKA

Afryana. 2009. Studi Daya Dukung Lapis Pondasi Stabilisasi Tanah Lempung dengan Sekam Padi. Skripsi Universitas Lampung. Lampung.

Agustin, Rosa Ria. 2009. Pengaruh Daya Dukung terhadap Lapisan Soil Cement sebagai Tanah Lempung Dengan Penambahan Garam. Skripsi Universitas Lampung. Lampung.

Bowles, E.J. 1989. Sifat-sifat Fisis dan Geoteknis Tanah. PT. Erlangga. Jakarta. Bowles, E.J. Johan K. Helnim. 1991. Sifat-Sifat Fisis dan Geoteknis Tanah

(Mekanika Tanah). PT. Erlangga. Jakarta.

Craig, R.F. 1991. Mekanika Tanah. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Das, Braja M. 1995. Mekanika Tanah (Prinsip-Prinsip Rekayasa Geoteknis). PT. Erlangga. Jakarta.

Darmady, Dhody. 2009. Pengaruh Rendaman Terhadap Kualitas Tanah Semen (Soil Cement) Menggunakan Tanah Lempung Lunak. Skripsi Universitas Lampung. Lampung.

Hardiyatmo, Hary Christady. 1992. Mekanika Tanah 1. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Hardiyatmo, Hary Christady. 2002. Mekanika Tanah 2. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Hendarsin, Shirley L. 2000. Penuntun Praktis Perencanaan Teknik Jalan Raya. Politeknik Negeri Bandung. Bandung.

Herina, Silvia F. 2005. Kajian Pemanfaatan Abu Sekam Padi sebagai Bahan Stabilisasi Tanah Fondasi Ekspansif untuk Bangunan Sederhana. Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman. Departemen Pekerjaan Umum. Mariea, Ivone. 2009. Pengaruh Durabilitas Terhadap Daya Dukung Lapisan

Soil Lime. Skripsi Universitas Lampung. Lampung.


(15)

Sumsago, Ricky R. 2009. Pengaruh Resapan Air Terhadap Lapisan Pondasi Tanah Semen (Soil Cement Base).Skripsi Universitas Lampung.

Lampung.

Universitas Lampung. 2009. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Universitas Lampung. Universitas Lampung. Lampung.

Usman, Taufik. 2008. Pengaruh Stabilisasi Tanah Berbutir Halus yang Distabilisasi Menggunakan Abu Merapi pada Batas Konsistensi dan CBR Rendaman. Skripsi Universitas Islam Indonesia. Yogyakarta.

Verhoef, P.N.W. 1994. Geologi Untuk Teknik Sipil. PT. Erlangga. Jakarta. Warsiti. 1998. Meningkatkan CBR dan Memperkecil Swelling Tanah Sub

Grade dengan Metode Stabilisasi Tanah dan Kapur. Skripsi Politeknik Negeri Semarang. Semarang.

Wikoyah, Qunik. 2006. Pengaruh Kadar Kapur, Waktu Perawatan dan Perendaman terhadap Kuat Dukung Tanah Lempung. Dinamika Teknik Sipil Vol. 6, No. 1.

www.a2m-roads.com


(16)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Klasifikasi Tanah Berdasarkan Sistem Internasional... 8

Tabel 2. Klasifikasi Tanah Berdasarkan Sistem AASTHO ... 9

Tabel 3. Klasifikasi Tanah Berdasarkan Sistem Unified ... 12

Tabel 4. Analisis Laporan Kimia ... 20

Tabel 5. Laporan Tingkat Toksisitas ... 21

Tabel 6. Potensi Pengembangan Berbagai Nilai Indeks Plastisitas ... 33

Tabel 7. Berat Spesifik Mineral-Mineral Penting ... 60

Tabel 8. Hasil Pengujian Sampel Tanah Asli ... 64

Tabel 9. Batas-Batas Atterberg Campuran Tanah dengan ISS 2500 ... 66

Tabel 10. Hasil Pengujian Batas Cair Dengan Kadar Campuran ISS 2500 67 Tabel 11. Hasil Pengujian Batas Plastis Tanah dengan Campuran ISS 2500 ... 68

Tabel 12. Hasil Pengujian Indeks Plastisitas Tiap Campuran ISS 2500 ... 69

Tabel 13. Nilai Berat Jenis Tanah dengan Campuran ISS 2500 ... 70

Tabel 14. Hasil Pengujian CBR Tanah Campuran ISS 2500 Tanpa Rendaman ... 71

Tabel 15. Hasil Pengujian CBR Tanah Campuran ISS 2500 dengan Rendaman ... 73

Tabel 16. Hasil Pengujian Batas-Batas Atterberguntuk Lama Waktu Perendaman 0 Hari, 7 Hari, 14 Hari, dan 28 Hari ... 75


(17)

Tabel 17. Hasil Pengujian Berat Jenis Tanah untuk Lama Waktu

Perendaman 0 Hari, 7 Hari, 14 Hari, dan 28 Hari ... 78 Tabel 18. Hasil Pengujian CBR Rendaman untuk Lama Waktu

Perendaman 0 Hari, 7 Hari, 14 Hari, dan 28 Hari ... 81 Tabel 19. Hasil Pengujian CBR Campuran Soil Cement untuk Tiap Siklus 83 Tabel 20. Hasil Pengujian CBR Campuran Soil Lime untuk Tiap Siklus ... 84


(18)

Judul Skripsi : PENGUJIAN DAMPAK VARIASI WAKTU

PERENDAMAN TERHADAP DAYA DUKUNG DAN PENGEMBANGAN TANAH LEMPUNG LUNAK YANG DISTABILISASI MENGGUNAKAN IONIC SOIL STABILIZER 2500

Nama Mahasiswa : Aniessa Rinny Asnaning No. Pokok Mahasiswa : 0615011006

Jurusan : Teknik Sipil Fakultas : Teknik

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

Iswan, S.T., M.T. Ir. Idharmahadi Adha, M.T.

NIP. 132 306 818 NIP. 195906171988031003

2. Ketua Jurusan

Ir. Syukur Sebayang, M.T. NIP. 195003091986031001


(19)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Iswan, S.T., M.T. ………...

Sekretaris : Ir. Idharmahadi Adha, M.T. ………...

Penguji

Bukan Pembimbing : Ir. Setyanto, M.T

.

………...

2. Dekan Fakultas Teknik Universitas Lampung

Dr. Lusmeilia Afriani, S.T., D.E.A.

NIP. 196505101993032008


(20)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya manusia membutuhkan sarana dan prasarana yang baik. Seiring dengan perkembangan zaman, maka sarana dan prasarana pun ikut berkembang. Pembangunan suatu konstruksi atau bangunan sangat erat kaitannya dengan kondisi fisik dan mekanis dari tanah. Hal ini disebabkan karena tanah merupakan salah satu material yang memegang peranan penting dalam mendukung suatu konstruksi.

Suatu konstruksi membutuhkan pondasi yang kuat dan kokoh sebagai pendukung konstruksi di atasnya dan untuk mewujudkannya dibutuhkan kekuatan tanah dasar (subgrade) yang baik. Tetapi kenyataannya di lapangan, tidak semua tanah memiliki sifat-sifat fisik dan mekanis yang baik dan diinginkan dalam kondisi aslinya. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan formasi proses alamiah dalam pembentukan tanah, perbedaan topografi dan geologi yang membentuk lapisan tanah. Untuk mengantisipasi sifat tanah yang buruk untuk suatu konstruksi, sejak dahulu manusia telah mencoba untuk melakukan perbaikan tanah. Berbagai macam metode pun dilakukan, dari metode tradisional sampai metode moderen. Metode tradisional seperti tanah ditumbuk secara konvensional, menambahkan pada tanah rusak tersebut


(21)

tanah yang baik, batu, pasir, atau pun kayu seadanya pada permukaan secara vertikal. Metode moderen seperti melakukan perbaikan tanah dengan cara mekanis, dengan perkuatan, secara hidrolis, dan dengan menambahkan bahan kimia.

Perbaikan tanah yang pada masa ini sangat umum dilakukan adalah dengan metode stabilisasi. Banyak material yang dapat digunakan sebagai stabilisator tanah, salah satunya dengan menggunakan bahan additive. Salah satu jenis bahan additive yang kini telah dikembangkan dan dapat digunakan sebagai stabilisator tanah dikenal dengan nama Ionic Soil Stabilizer 2500 (ISS 2500). Perbaikan ini dilakukan dengan cara mencampur bahan additive dengan air dan disiramkan pada tanah yang dihamparkan, dan kemudian dipadatkan pada batas kadar air tertentu dan pada tingkat kepadatan yang disyaratkan.

Umumnya perbaikan tanah dilakukan pada tanah lunak karena tanah lunak mengandung persentase air yang cukup tinggi yaitu lebih dari 60% bahkan lebih dari 100%. Artinya jika suatu konstruksi dibangun di atasnya, maka konstruksi tersebut akan memberikan beban yang besar terhadap tanah yang akan menyebabkan terjadinya proses pemerasan air. Hal tersebut sangat membahayakan konstruksi di atasnya karena penurunan muka tanah. Permasalahan yang muncul biasanya adalah stabilitas, besar penurunan, dan faktor waktu pengaruh.

Karena ISS 2500 merupakan bahan additive yang baru dikembangkan dan belum banyak orang yang menggunakan, banyak pula yang belum


(22)

mengetahui sifat dan karakteristik serta hal-hal yang dapat mempengaruhi kualitas dari tanah yang distabilisasi dengan menggunakan ISS 2500. Seperti perubahan sifat fisik tanah karena pengaruh air, dan seberapa besar air dapat mempengaruhi daya dukung dari tanah stabilisasi ISS 2500 tersebut. Misalnya dalam kondisi di lapangan yaitu untuk jalan tanah di daerah dengan curah hujan tinggi yang sangat rentan terhadap banjir dan perendaman air selama berhari-hari. Oleh karena itu perlu diadakan penelitian yang objektif terhadap masalah ini.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang akan digunakan pada penelitian ini adalah pengaruh yang ditimbulkan oleh air pada saat tanah terendam dengan jangka waktu yang ditentukan terhadap daya dukung, pengembangan tanah, dan batas-batas konsistensi tanah lempung lunak yang distabilisasi dengan menggunakan ISS 2500.

C. Batasan Masalah

Penelitian ini akan dibatasi beberapa masalah :

1. Sampel tanah yang digunakan adalah tanah lempung lunak yang diperoleh dari daerah Rawa Sragi, Desa Belimbing Sari, Kecamatan Jabung, Kabupaten Lampung Timur.

2. Bahan pencampur yang digunakan adalah bahan additive dengan nama


(23)

3. Pengujian yang dilakukan di laboratorium untuk sampel tanah asli meliputi pengujian kadar air, berat jenis, batas Atterberg, analisa saringan, berat volume, pemadatan, dan CBR.

4. Pencampuran dengan ISS 2500 menggunakan kadar tertentu dari berat total sampel yang kemudian diuji untuk mendapatkan kadar ISS optimum untuk campuran yang akan mendapat perlakuan berupa perendaman sampel tanah campuran selama 7 hari, 14 hari, dan 28 hari.

5. Pengujian terhadap tanah stabilisasi ISS 2500 meliputi batas Atterberg, berat jenis, pengembangan tanah (swelling), dan CBR.

6. Pengujian pengembangan tanah dilakukan dengan perbandingan perlakuan perendaman mulai dari 0 hari sampai dengan 7 hari, 14 hari, dan 28 hari.

D. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Mengetahui sifat-sifat fisik dan mekanis tanah lempung dari Desa Belimbing Sari, Kecamatan Jabung, Kabupaten Lampung Timur.

2. Mengetahui nilai daya dukung, batas konsistensi, dan pengembangan tanah lempung lunak dengan stabilisasi ISS 2500 setelah dilakukan proses perendaman air dalam jangka waktu yang telah ditentukan.


(24)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tanah

Tanah didefinisikan sebagai material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain dari bahan-bahan organik yang telah melapuk disertai dengan zat cair dan zat gas yang mengisi ruang-ruang kosong di antara partikel-partikel padat (Das, 1995).

Tanah adalah kumpulan-kumpulan dari bagian-bagian yang padat dan tidak terikat antara satu dengan yang lain (diantaranya mungkin material organik) rongga-rongga di antara material tersebut berisi udara dan air (Verhoef, 1994).

Tanah merupakan akumulasi partikel mineral atau ikatan antar partikelnya, yang terbentuk karena pelapukan dari batuan (Craig, 1991).

Tanah menurut teknik sipil dapat didefinisikan sebagai sisa atau produk yang dibawa dari pelapukan batuan dalam proses geologi yang dapat digali tanpa peledakan dan dapat ditembus dengan peralatan pengambilan contoh


(25)

Menurut Bowles, tanah adalah campuran partikel-partikel yang terdiri dari salah satu atau seluruh jenis berikut :

1. Berangkal (boulders), merupakan potongan batu yang besar, biasanya lebih besar dari 250 mm sampai 300 mm. Untuk kisaran antara 150 mm sampai 250 mm, fragmen batuan ini disebut kerakal (cobbles).

2. Kerikil (gravel), partikel batuan yang berukuran 5 mm sampai 150 mm. 3. Pasir (sand), partikel batuan yang berukuran 0,074 mm sampai 5 mm,

berkisar dari kasar (3-5 mm) sampai halus (kurang dari 1 mm).

4. Lanau (silt), partikel batuan berukuran dari 0,002 mm sampai 0,074 mm. Lanau dan lempung dalam jumlah besar ditemukan dalam deposit yang disedimentasikan ke dalam danau atau di dekat garis pantai pada muara sungai.

5. Lempung (clay), partikel mineral yang berukuran lebih kecil dari 0,002 mm. Partikel-partikel ini merupakan sumber utama dari kohesi pada tanah yang kohesif.

6. Koloid (colloids), partikel mineral yang “diam” yang berukuran lebih kecil

dari 0,001 mm.

B. Klasifikasi Tanah

Sistem klasifikasi tanah adalah suatu sistem pengaturan beberapa jenis tanah yang berbeda-beda lapisan mempunyai sifat yang serupa ke dalam kelompok-kelompok dan sub kelompok-kelompok berdasarkan pemakaiannya (Das, 1995).

Sistem klasifikasi tanah dimaksudkan untuk menentukan dan mengidentifikasikan tanah dengan cara sistematis guna menentukan


(26)

kesesuaian terhadap pemakaian tertentu dan juga berguna untuk menyampaikan informasi mengenai kondisi tanah dari suatu daerah ke daerah lain dalam bentuk suatu data dasar. Klasifikasi tanah juga berfungsi untuk studi yang lebih terperinci mengenai keadaan tanah tersebut serta kebutuhan akan pengujian untuk menentukan sifat teknis seperti karakteristik pemadatan, kekuatan tanah, berat isi, dan sebagainya (Bowles, 1989).

Adapun sistem klasifikasi tersebut adalah sebagai berikut :

1. Klasifikasi Berdasarkan Tekstur dan Ukuran

Sistem klasifikasi tanah berdasarkan tekstur dikembangkan oleh Departemen Pertanian Amerika dan klasifikasi internasional yang dikembangkan oleh Atterberg. Tekstur tanah dipengaruhi oleh ukuran tiap-tiap butir yang ada dalam tanah. Pada umumnya tanah asli merupakan campuran dari butir-butir yang mempunyai ukuran yang berbeda-beda. Sistem ini relatif sederhana karena hanya didasarkan pada sistem distribusi ukuran butiran tanah yang membagi tanah dalam beberapa kelompok, yaitu :

Pasir : Butiran dengan diameter 2,0–0,05 mm. Lanau : Butiran dengan diameter 0,05–0,02 mm.


(27)

100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 0 10 30 40 50 60 70 80 90 100 Prosentase pasir Pro se nta se la n au Pro se nta se le mp un g Lempung Lempung berlanau Tanah liat berlempung Tanah liat Pasir Tanah liat berpasir Pasir bertanah liat Tanah liat berlanau Lanau Lempung berpasir Tanah liat dan lempung berpasir

Tanah liat dan lempung

berlanaur 2

0

Gambar 1. Klasifikasi Tanah Berdasarkan Tekstur oleh Departemen Pertanian Amerika Serikat (sumber : Das, 1993).

Tabel 1. Klasifikasi Tanah Berdasarkan Sistem Internasional

No. Nama Ukuran Butiran (mm)

1 Pasir kasar 2,0–0,63 2 Pasir medium 0,63–0,20 3 Pasir halus 0,20–0,063

4

Debu kasar Debu medium Debu halus

0,063–0,020 0,020–0,0063 0,0063-0,0020 5 Lempung/liat kasar Lempung/liat medium Lempung/liat halus 0,002-0,00063 0,0063-0,0002 < 0,0002 Sumber : M. Isa Darmawijaya (1997).

2. Sistem Klasifikasi AASHTO

Dalam sistem ini tanah dikelompokkan menjadi tujuh kelompok besar yaitu A-1 sampai dengan A-7. Tanah yang termasuk dalam golongan A-1,


(28)

A-2, dan A-3 masuk dalam tanah berbutir dimana 35% atau kurang dari jumlah tanah yang lolos ayakan No. 200. Sedangkan tanah yang masuk dalam golongan A-4, A-5, A-6, dan A-7 adalah tanah lempung atau lanau. A-8 adalah kelompok tanah organik yang bersifat tidak stabil sebagai lapisan struktur jalan raya, maka revisi terakhir oleh AASHTO diabaikan (Sukirman, 1992).

Tabel 2. Klasifikasi Tanah Berdasarkan AASHTO

Klasifikasi umum Tanah berbutir (35% atau kurang dari seluruh contoh tanah lolos ayakan No.200) Klasifikasi kelompok A-1 A-3 A-2

A-1-a A-1-b A-2-4 A-2-5 A-2-6 A-2-7 Analisis ayakan (%

lolos) No.10 No.40 No.200 Maks 50 Maks 30 Maks 15 Maks 50 Maks 25 Min 51

Maks 10 Maks 35 Maks 35 Maks 35 Maks 35 Sifat fraksi yang lolos

ayakan No.40 Batas Cair (LL)

Indeks Plastisitas (PI) Maks 6 NP

Maks 40 Maks 10 Min 41 Maks 10 Maks 40 Min 11 Min 41 Min 41 Tipe material yang

paling dominan

Batu pecah, kerikil dan pasir

Pasir halus

Kerikil dan pasir yang berlanau atau berlempung

Penilaian sebagai bahan

tanah dasar Baik sekali sampai baik

Klasifikasi umum Tanah berbutir (Lebih dari 35% dari seluruh contoh tanah lolos ayakan No.200 Klasifikasi kelompok A-4 A-5 A-6 A-7 Analisis ayakan (%

lolos) No.10 No.40

No.200 Min 36 Min 36 Min 36 Min 36 Sifat fraksi yang lolos

ayakan No.40 Batas Cair (LL) Indeks Plastisitas (PI)

Maks 40 Maks 10 Maks 41 Maks 10 Maks 40 Maks 11 Min 41 Min 11 Tipe material yang

paling dominan Tanah berlanau Tanah Berlempung Penilaian sebagai bahan

tanah dasar Biasa sampai jelek Sumber : Das (1995).


(29)

Sistem klasifikasi ini didasarkan pada kriteria dibawah ini : a. Ukuran butiran

Kerikil adalah bagian tanah yang lolos ayakan diameter 75 mm dan tertahan pada ayakan No. 200. Pasir adalah tanah yang lolos ayakan No.10 (2 mm) dan tertahan ayakan No. 200 (0,075 mm). Lanau dan lempung adalah yang lolos ayakan No. 200.

b. Plastisitas

Tanah berlanau mempunyai indeks plastis sebesar 10 atau kurang. Tanah berlempung bila indeks plastisnya 11 atau lebih.

c. Bila dalam contoh tanah yang akan diklasifikasikan terdapat batuan yang ukurannya lebih besar dari 75 mm, maka batuan tersebut harus dikeluarkan dahulu tetapi persentasenya harus tetap dicatat.

Data yang akan didapat dari percobaan laboratorium telah ditabulasikan pada Tabel 2. Kelompok tanah yang paling kiri kualitasnya paling baik, makin ke kanan semakin berkurang kualitasnya.

3. Sistem Klasifikasi Unified

Sistem klasifikasi Unified pada mulanya diperkenalkan oleh Prof. Arthur Cassagrande pada tahun 1942 untuk dipergunakan pada pekerjaan pembuatan lapangan terbang selama Perang Dunia II. Sistem ini disempurnakan oleh United Bureau of Reclamation pada tahun 1952.


(30)

Sistem ini mengelompokkan tanah ke dalam tiga kelompok besar, yaitu: 1. Tanah berbutir kasar (Coarse-Grained-Soil), yaitu tanah kerikil dan

pasir dimana kurang dari 50% berat total contoh tanah lolos ayakan No. 200.

2. Tanah berbutir halus (Fine-Grained-Soil), yaitu tanah dimana lebih dari 50% berat total contoh tanah lolos ayakan No. 200.

3. Tanah organik yang dapat dikenal dari warna, bau, dan sisa tumbuh-tumbuhan yang terkandung di dalamnya.


(31)

Tabel 3. Klasifikasi Tanah Berdasarkan Sistem Unified

Divisi Utama Simbol Nama Umum Kriteria Klasifikasi

Ta na h be rb ut ir ka sa r≥ 5 0 % b u ti ra n te rt ah an sari n g an N o . 2 0

0 Ker

ik il 5 0 % ≥ fra ksi k asar te rt ah an sari n g an N o . 4 K er ik il b er si h (h an y a k er ik il ) GW

Kerikil bergradasi-baik dan campuran kerikil-pasir, sedikit atau sama sekali tidak mengandung butiran halus

K la si fi k asi b er d as ar k an p ro se n ta se b u ti ra n h al u s ; K u ra n g d ar i 5 % lo lo s sari n g an n o .2 0 0 : G M , G P , S W , S P . L eb ih d ar i 1 2 % l o lo s s ar in g an n o .2 0 0 : G M , G C , S M , S C . 5 % 1 2 % l o lo s sari n g an N o .2 0 0 : B at as an k la si fi k as i y an g mem p u n y ai s im b o l d o b el

Cu = D60 > 4

D10

Cc = (D30)2 Antara 1 dan 3

D10 x D60 GP

Kerikil bergradasi-buruk dan campuran kerikil-pasir, sedikit atau sama sekali tidak mengandung butiran halus

Tidak memenuhi kedua kriteria untuk GW K er ik il d en g an B u ti ra n h al u

s GM Kerikil berlanau, campuran

kerikil-pasir-lanau

Batas-batas

Atterberg di bawah garis A atau PI < 4

Bila batas

Atterberg berada didaerah arsir dari diagram plastisitas, maka dipakai dobel simbol GC Kerikil berlempung, campuran

kerikil-pasir-lempung

Batas-batas

Atterberg di bawah garis A atau PI > 7

Pa si r≥ 5 0 % f ra k si k as ar lo lo s sari n g an N o . 4 P asi r b er si h ( h an y a p as ir

) SW

Pasir bergradasi-baik , pasir berkerikil, sedikit atau sama sekali tidak mengandung butiran halus

Cu = D60 > 6

D10

Cc = (D30)2 Antara 1 dan 3

D10 x D60 SP

Pasir bergradasi-buruk, pasir berkerikil, sedikit atau sama sekali tidak mengandung butiran halus

Tidak memenuhi kedua kriteria untuk SW P asi r d en g an b u ti ra n h al u s

SM Pasir berlanau, campuran pasir-lanau

Batas-batas

Atterberg di bawah garis A atau PI < 4

Bila batas

Atterberg berada didaerah arsir dari diagram plastisitas, maka dipakai dobel simbol SC Pasir berlempung, campuran

pasir-lempung

Batas-batas

Atterberg di bawah garis A atau PI > 7

Ta n ah b er b u ti r h al u s 50 % at au l eb ih l o lo s ay ak an N o . 2 0 0 La n au d an l em p u n g ba ta s c ai r ≤ 5 0 % ML

Lanau anorganik, pasir halus sekali, serbuk batuan, pasir halus berlanau atau berlempung

Diagram Plastisitas:

Untuk mengklasifikasi kadar butiran halus yang terkandung dalam tanah berbutir halus dan kasar. Batas Atterberg yang termasuk dalam daerah yang di arsir berarti batasan klasifikasinya menggunakan dua simbol.

60

50 CH

40 CL

30 Garis A

CL-ML

20

4 ML ML atau OH 0 10 20 30 40 50 60 70 80

Batas Cair LL (%) Garis A : PI = 0.73 (LL-20) CL

Lempung anorganik dengan plastisitas rendah sampai dengan sedang lempung berkerikil, lempung berpasir, lempung

berlanau, lempung “kurus” (lean clays)

OL

Lanau-organik dan lempung berlanau organik dengan plastisitas rendah La n au d an l em p u n g ba ta s c ai r ≥ 5 0 % MH

Lanau anorganik atau pasir halus diatomae, atau lanau diatomae, lanau yang elastis

CH

Lempung anorganik dengan plastisitas tinggi, lempung

“gemuk” (fat clays)

OH

Lempung organik dengan plastisitas sedang sampai dengan tinggi

Tanah-tanah dengan kandungan organik sangat tinggi

PT

Peat (gambut), muck, dan tanah-tanah lain dengan kandungan organik tinggi

Manual untuk identifikasi secara visual dapat dilihat di ASTM Designation D-2488 Sumber : Hary Christady, 1996.


(32)

C. Tanah Lempung

1. Definisi Tanah Lempung

Tanah lempung terdiri dari berbagai golongan tekstur yang agak susah dicirikan secara umum. Sifat fisika tanah lempung umumnya terletak di antara sifat tanah pasir dan liat. Pengolahan tanah tidak terlampau berat, sifat merembeskan airnya sedang dan tidak terlalu melekat.

Warna tanah pada tanah lempung tidak dipengaruhi oleh unsur kimia yang terkandung di dalamnya, karena tidak adanya perbedaan yang dominan dimana kesemuanya hanya dipengaruhi oleh unsur Natrium saja yang paling mendominasi. Semakin tinggi plastisitas, grafik yang dihasilkan pada masing-masing unsur kimia belum tentu sama. Hal ini disebabkan karena unsur-unsur warna tanah dipengaruhi oleh nilai Liquid Limit (LL) yang berbeda-beda (Marindo, 2005 dalam Afryana, 2009).

Tanah lempung merupakan partikel mineral yang berukuran lebih kecil dari 0,002 mm. Partikel-partikel ini merupakan sumber utama dari kohesi di dalam tanah yang kohesif (Bowles, 1991).

Tanah lempung merupakan tanah yang berukuran mikroskopis sampai dengan sub mikroskopis yang berasal dari pelapukan unsur-unsur kimiawi penyusun batuan, tanah lempung sangat keras dalam keadaan kering dan bersifat plastis pada kadar air sedang. Pada kadar air lebih tinggi lempung bersifat lengket (kohesif) dan s angat lunak (Das, 1995).


(33)

2. Kriteria Tanah Lempung

Suatu tanah dapat digolongkan sebagai tanah lempung jika memenuhi syarat sebagai berikut :

a. Mengandung 30% pasir, 40% butiran-butiran ukuran lanau, dan 30% butiran-butiran ukuran lempung.

b. Butiran yang lolos saringan No. 200 (0,075 mm) berdasarkan ASTM standar dan berukuran < 0,002 mm.

c. Suatu bahan yang hampir seluruhnya terdiri dari pasir, tetapi ada yang mengandung sejumlah lempung.

3. Jenis Mineral Lempung

a. Kaolinite

Kaolinite merupakan anggota kelompok kaolinite serpentin, yaitu

hidrus alumino silikat dengan rumus kimia Al2 Si2O5(OH)4.

Kekokohan sifat struktur dari partikel kaolinite menyebabkan sifat-sifat plastisitas dan daya pengembangan atau menyusut kaolinite

menjadi rendah. b. Illite

Illite adalah mineral bermika yang sering dikenal sebagai mika tanha

dan merupakan mika yang berukuran lempung. Istilah illite dipakai untuk tanah berbutir halus, sedangkan tanah berbutir kasar disebut

mika hidrus.


(34)

c. Montmorilonite

Mineral ini memiliki potensi plastisitas dan mengembang atau menyusut yang tinggi sehingga bersifat plastis pada keadaan basah dan keras pada keadaan kering. Rumus kimia montmorilonite adalah Al2Mg(Si4O10)(OH)2 xH2O.

4. Sifat Tanah Lempung

Tanah lempung lunak mempunyai karakteristik yang khusus diantaranya daya dukung yang rendah, kemampatan yang tinggi, indeks plastisitas yang tinggi, kadar air yang relatif tinggi, dan mempunyai gaya geser yang kecil. Kondisi tanah seperti itu akan menimbulkan masalah jika dibangun konstruksi di atasnya.

Tanah lempung adalah tanah yang mempunyai partikel mineral tertentu yang menghasilkan sifat-sifat plastis pada tanah bila dicampur dengan air (Grim, 1953 dalam Darmady, 2009).

Mineral lempung merupakan senyawa alumunium silikat yang kompleks yang terdiri dari satu atau dua unit dasar, yaitu silica tetrahedral dan

alumunium octahedral. Silicon dan alumunium mungkin juga diganti


(35)

Sifat-sifat yang dimiliki tanah lempung adalah sebagai berikut (Hardiyatmo, 1999) :

a. Ukuran butir halus, kurang dari 0,002 mm. b. Permeabilitas rendah.

c. Kenaikan air kapiler tinggi. d. Bersifat sangat kohesif.

e. Kadar kembang susut yang tinggi. f. Proses konsolidasi lambat.

Tanah butiran halus khususnya tanah lempung akan banyak dipengaruhi oleh air. Sifat pengembangan tanah lempung yang dipadatkan akan lebih besar pada lempung yang dipadatkan pada kering optimum daripada yang dipadatkan pada basah optimum. Lempung yang dipadatkan pada kering optimum relatif kekurangan air, oleh karena itu lempung ini mempunyai kecenderungan yang lebih besar untuk meresap air sebagai hasilnya adalah sifat mudah mengembang (Hardiyatmo, 1999).

Selain itu juga lempung mempunyai sifat thixotrophyl, yaitu tanah yang mengalami kehilangan kekuatan setelah diremas, kemudian akan dapat kembali sebagian dari kekuatan yang hilang itu, ini disebabkan karena adanya air terserap (absorb water) di sekeliling permukaan dari partikel lempung.


(36)

D. Ionic Soil Stabilizer 2500 (ISS 2500)

Ionic Soil Stabilizer 2500 (ISS 2500) merupakan suatu bahan kimia sebagai

zat additive untuk bahan stabilisasi tanah yang baru dikembangkan. ISS 2500

adalah stabilisator tanah secara elektrokimia dan dapat meningkatkan bahan kelas bawah untuk suatu konstruksi jalan. Menurut spesifikasi pabrik, ISS 2500 dapat mengurangi biaya konstruksi jalan sampai 75% untuk pengaplikasian pada jalan tanah atau jalan kerikil, permukaan jalan, jalan perkotaan ataupun pedesaan, dan jalan-jalan pada area pertambangan maupun perkebunan.

ISS 2500 terbuat dari pertukaran ion semacam getah pohon (resin) damar berbentuk minyak larut air dan merupakan bahan yang 100% organik, didapat dari kombinasi belerang dan asam-asam penyangga yang dikombinasikan sebagai bi-sulfit, dimana bahan aktif terlarut yang termasuk di dalamnya adalah + 20% merupakan asam. ISS 2500 merupakan larutan kimia yang tidak beracun (non-toxic)dan tidak menimbulkan ancaman bagi pasokan air bawah tanah ataupun flora dan fauna apabila dipergunakan sesuai dengan keperluan dan prosedur yang disarankan.

ISS 2500 dapat diaplikasikan pada sebagian besar jenis tanah yang dijumpai pada pembangunan jalan dengan hasil uji tanah yang direkomendasikan. ISS 2500 bekerja dengan baik untuk tanah tipe A-2-4, A-2-6, A-4, A-5, A-6 dan A-7. ISS 2500 dapat digunakan untuk menggantikan material pada bagian


(37)

Formulanya dirancang untuk meningkatkan bahan kelas rendah pada tanah lempung atau tanah laterit, sehingga material-material yang buruk tidak perlu dibuang tetapi cukup distabilisasi saja dengan ISS 2500 sehingga dapat menghemat biaya penggantian dan pembuangan material. Penggunaan ISS 2500 menciptakan daya tahan tanah yang kuat terhadap perubahan iklim dan beban-beban dinamis pada tanah. Berdasarkan tes lapangan oleh pihak internal, peningkatan kekuatan lapisan tanah tidak hanya terjadi karena pemadatan, tetapi juga karena perbaikan sifat-sifat fisik material seperti indeks plastisitas, angka modulus, dan penyusutan linier. Perbaikan dengan ISS 2500 melepaskan air yang diserap oleh partikel tanah, meminimalkan ruang pori (void), dan memungkinkan partikel yang akan dipadatkan dengan kepadatan lebih besar sehingga dapat meningkatkan kekuatan geser tanah dan kekuatan bantalan lapisan. ISS 2500 secara permanen mengubah kepadatan tanah maksimum yang diizinkan dan mencegah penyerapan kembali air

(reabsorbtion). Reaksi yang ditimbulkan setelah penambahan ISS 2500

merupakan reaksi elektrokimia yang permanen dan tidak dapat diubah.

Gambar 2. Kondisi Tanah Asli Sebelum Stabilisasi Menggunakan ISS 2500

Pada Gambar 2 dapat dilihat kondisi tanah asli sebelum dilakukan stabilisasi dengan menggunakan ISS 2500, yaitu pori-pori tanah terisi dengan air yang


(38)

terjebak di dalamnya. Air yang terjebak ini, dapat mempengaruhi nilai daya dukung tanah menjadi menurun.

Sedangkan kondisi tanah yang telah distabilisasi dengan menggunakan ISS 2500 dapat dilihat pada Gambar 3. Air yang terjebak dalam pori-pori tanah akan dilepaskan oleh ISS 2500 dan kemudian bahan ini menggantikan air dalam pori-pori tanah sekaligus mengikat antar partikel tanah.

Gambar 3. Kondisi Tanah Asli Setelah Stabilisasi Menggunakan ISS 2500

Keuntungan yang didapatkan dari penggunaan ISS 2500 antara lain :

1. Meningkatkan standar jalan, ISS 2500 mengurangi cacat normal pada suatu konstruksi jalan seperti alur, lubang, lumpur, dan debu.

2. Menghemat biaya, karena hanya membutuhkan upaya persiapan dan konstruksi yang seminimal mungkin untuk pembuatan jalan.

3. Mudah dalam pengaplikasian, karena hanya cukup disemprotkan dengan alat semprot yang sederhana dan tidak memerlukan peralatan khusus.

4. Pemeliharaan jalan yang mudah dan terjangkau, karena dilakukan seperti pada permukaan jalan biasa tanpa memerlukan keahlian khusus dan hanya menggunakan peralatan-peralatan standar.


(39)

5. Tidak membutuhkan masa perawatan (curing period), karena jalan dapat langsung segera dibuka untuk lalu lintas setelah distabilisasi dengan ISS 2500.

ISS 2500 dapat diaplikasikan pada tanah sebagai permukaan jalan (surface) langsung tanpa ada lapisan apapun seperti agregat kasar maupun aspal. Biasa digunakan pada jalan perkebunan maupun pedesaan dengan material yang sulit didapat.

E. Laporan Komposisi Kimia dan Uji Toksisitas ISS 2500

Hasil pengujian terhadap komposisi kimia ISS 2500 telah dilakukan di laboratorium yang telah terakreditasi secara internasional dan sesuai dengan

International Laboratory Accreditation Cooperation (ILAC). Untuk laporan

analisis kimia berdasarkan SGS South Africa (Pty) Ltd Agricultural & Food

Services (SANAS Accredited Laboratory T0114) SGS Reference No. 2712

tanggal 30 November 2000 adalah sebagai berikut :

Tabel 4. Analisis Laporan Kimia

Analysis Performed Units Method Result

Pesticides

Organo Chlorides P/ND PAM (304) ND

Organo Phospates P/ND PAM (304) ND

Carbamates P/ND PAM (401) ND

Pyrethroids P/ND PAM (304) ND

Organo Compounds

PAHs µg/L APHA 6440B ND

VOCs µg/L APHA 6200C ND


(40)

Sedangkan untuk tingkat toksisitas ISS 2500 berdasarkan SANAS Accredited

Laboratory T0045 Analysis Report 2000/1352 (H2) pada tanggal 4 Desember

2000, yaitu sebagai berikut :

Tabel 5. Laporan Tingkat Toksisitas

Acute toxicity test Method Number % Survival

(US EPA 1991)

24-hour Daphnia pulex 1.1.2.04.1 100

48-hour Daphnia pulex 1.1.2.04.1 95

96-hour Poecila reticulata 1.1.2.05.1 95

ISS 2500 5ml : 5L

ISS 2500 memenuhi persyaratan untuk dianggap aman bagi lingkungan jika ditangani sesuai dengan prosedur yang ditetapkan oleh produsen serta tidak akan menimbulkan bahaya apapun untuk kesehatan atau lingkungan.

F. Stabilisasi Tanah

Stabilisasi tanah secara prinsip adalah suatu tindakan atau usaha yang dilakukan guna menaikkan kekuatan tanah, mempertahankan kekuatan gesernya, dan mendapatkan sifat-sifat yang diinginkan dari tanah sehingga sesuai untuk proyek pembangunan. Faktor yang sangat penting dalam penentuan tebal perkerasan yang dibutuhkan pada suatu jalan aspal (flexible

pavement) atau pondasi suatu gedung adalah tanah dasar. Apabila tanah

dasar merupakan tanah lempung yang mempunyai kuat dukung yang rendah dan sangat sensitif terhadap perubahan kadar air, akan menyebabkan ketidakstabilan jalan atau pondasi gedung tersebut. Oleh karena itu diperlukan perbaikan atau stabilisasi pada tanah tersebut.


(41)

Tanah yang akan digunakan pada suatu proyek bangunan teknik sipil (pondasi gedung, perkerasan jalan) harus memiliki sifat-sifat fisik maupun teknis yang baik. Namun kenyataan menunjukan bahwa tidak semua tanah dalam kondisi aslinya memiliki sifat-sifat yang diinginkan.

Apabila tanah bersifat sangat lepas atau sangat mudah tertekan, permeabilitas yang terlalu tinggi, dan sifat-sifat lain yang tidak diinginkan sehingga tidak sesuai untuk proyek pembangunan, maka tanah tersebut harus distabilisasi.

Stabilisasi dapat dikelompokkan berdasarkan empat jenis klasifikasi utama, yaitu :

1. Fisiomekanikal, contohnya dengan melakukan pemadatan.

2. Granulometrik, contohnya dengan pencampuran tanah berkualitas buruk dan tanah dengan kualitas yang lebih baik.

3. Fisiokimia, contohnya pencampuran tanah dengan semen, kapur, atau aspal.

4. Elektrokimia, contohnya dengan menggunakan bahan kimia sebagai zat

additive.

Stabilisasi tanah dapat terdiri dari satu atau kombinasi dari pekerjaan-pekerjaan :

1. Mekanis, yaitu pemadatan dengan berbagai jenis pemadatan mekanis, seperti mesin gilas, benda berat yang dijatuhkan, pemanasan, dan sebagainya.


(42)

2. Bahan pencampur (additive), seperti kerikil untuk tanah kohesif, lempung untuk tanah berbutir dan pencampur kimia seperti semen, gamping, abu batu bara, dan lain–lain (Bowles, 1989).

Salah satu usaha stabilisasi yaitu dengan pemadatan untuk mempertinggi kerapatan tanah dengan pemakaian energi mekanis untuk menghasilkan pemampatan partikel.

Tujuan pemadatan adalah untuk memperbaiki sifat–sifat teknis massa tanah.

Beberapa keuntungan yang didapatkan :

1. Mengurangi penurunan permukaan tanah. 2. Menambah kuat geser tanah.

3. Mengurangi kompresibilitas. 4. Mengurangi permeabilitas.

5. Mengurangi penyusutan (Bowles, 1989).

G. Stabilisasi Tanah dengan Ionic Soil Stabilizer 2500

Metode stabilisasi yang banyak digunakan adalah stabilisasi mekanis dan stabilisasi kimiawi. Stabilisasi mekanis yaitu menambah kekuatan dan kuat dukung tanah dengan cara perbaikan struktur dan perbaikan sifat-sifat mekanis tanah, sedangkan stabilisasi kimiawi yaitu menambah kekuatan dan kuat dukung tanah dengan jalan mengurangi atau menghilangkan sifat-sifat teknis tanah yang kurang menguntungkan dengan cara mencampur tanah dengan bahan kimia seperti semen, kapur atau pozzolan serta bahan additive lain.


(43)

Stabilisasi tanah dengan menggunakan ISS 2500 merupakan jenis stabilisasi dengan klasifikasi elektrokimia, yaitu stabilisasi tanah dengan menggunakan bahan additive. Pencampuran tanah dan ISS 2500 dilaksanakan dengan cara mencairkan bahan ISS 2500 dengan 100 ml sampai 200 ml air agar tidak terlalu kental dengan perbandingan yang akan ditentukan apabila telah didapatkan data berat volume kering dari uji pemadatan. Perbandingan ini didapatkan dari spesifikasi produk yang disarankan oleh produsen bahan tersebut. Setelah dilakukan pencampuran air dengan ISS 2500, kemudian cairan dicampur dengan sampel tanah yang dihamparkan dengan cara disiramkan dan kemudian dilakukan pemadatan.

Tidak seperti pencampuran tanah dengan kapur maupun semen yang sukar dilakukan karena tanah akan mengalami proses penggumpalan, proses pencampuran tanah dengan ISS 2500 tidak sulit karena bahan additive

berbentuk cairan sehingga mudah menyatu dengan tanah. Hal ini merupakan salah satu keuntungan dari pemakaian ISS 2500 sebagai bahan stabilisasi tanah yang merupakan keunggulan produk yang ditonjolkan dari pihak produsen.

Mekanisme kerja ISS 2500 pada partikel tanah adalah sebagai berikut : 1. Tanah lempung dan lanau memiliki partikel-partikel halus yang secara

mikroskopis terlihat seperti lempengan-lempengan pelat dengan susunan yang beraturan yang mengandung ion positif (kation) pada permukaannya dan ion negatif (anion) pada bagian tepinya. Dalam kondisi kering, ikatan antar ion pada bagian tepi cukup kuat untuk


(44)

membentuk tanah lempung dalam satu kesatuan, tetapi sangat rentan terhadap penyerapan air.

Gambar 4. Kondisi Tanah Lempung pada Saat Kering

2. Karena komposisi mineralogi ini membuat tanah lempung memiliki kelebihan ion negatif yang akan menarik banyak ion positif dari air apabila tanah bereaksi dengan air. Hal ini akan menyebabkan air menjadi pekat dan melekat pada partikel tanah yang beraksi sebagai pelumas antar partikel tanah lempung yang menghalangi terjadinya pemadatan tanah, sehingga tanah lempung tidak cocok untuk konstruksi jalan.

Gambar 5. Kondisi Tanah Lempung pada Saat Basah

3. Dengan komposisi kimianya, ISS 2500 mempunyai potensi pertukaran ion yang sangat besar. Ketika sedikit kadar ISS 2500 dicampurkan dengan air, maka ISS 2500 akan mengionisasi air dengan mengaktifkan ion H+ dan OH-. Kemudian dengan kuat akan melakukan penukaran


(45)

muatan elektiknya dengan partikel tanah sehingga bagian tepi tanah menjadi memiliki ion positif yang memaksa air yang melekat pada partikel tanah untuk memecahkan ikatan elekrokimianya dengan partikel tanah sehingga menjadi air bebas yang akan dibuang atau dialirkan dari tanah lempung melalui gaya gravitasi maupun proses penguapan.

Gambar 6. Proses Pengikatan Ionik ISS 2500 dengan Partikel Tanah

Setelah partikel air terpisah dari partikel tanah melalui proses elektrokimia yang tidak dapat diubah, antar partikel tanah akan menyatu dan saling mengikat. Kemudian dengan proses pemadatan, akan membuat kepadatan massa tanah menjadi lebih besar dan menghilangkan semua pori (void) yang ada yang menyebabkan tanah menjadi lebih kedap air.

Stabilisasi tanah dengan menggunakan ISS 2500 tidak membutuhkan alat yang terlalu khusus, tetapi cukup dengan peralatan standar pembangunan jalan saja.

H. California Bearing Ratio (CBR)

CBR (California Bearing Ratio) merupakan perbandingan antara beban yang


(46)

CBR adalah nilai yang menyatakan kualitas tanah dasar dibandingkan dengan bahan standar berupa batu pecah yang mempunyai nilai CBR 100% dalam memikul beban lalu lintas (Sukirman, 1992).

1. Penetrasi 0,1” (0,254 cm) CBR (%) = x 100%

1000 P1

2. Penetrasi 0,2” (0,508 cm)

CBR (%) = x 100% 1500

P2

dengan :

P1 : tekanan uji pada penetrasi 0,1” (g/cm3). P2 : tekanan uji pada penetrasi 0,2” (g/cm3).

Dari kedua nilai perhitungan tersebut digunakan nilai terbesar.

Menurut AASHTO T-193-74 dan ASTM D-1883-73, California Bearing

Ratio adalah perbandingan antara beban penetrasi suatu beban terhadap beban

standar dengan kedalaman dan kecepatan penetrasi yang sama.

Menurut Soedarmo dan Purnomo (1997), berdasarkan cara mendapatkan contoh tanah, CBR dapat dibagi atas :

1. CBR lapangan (CBR inplace atau field CBR).

2. CBR lapangan rendaman (undisturbed soaked CBR). 3. CBR rencana titik (laboratory CBR).


(47)

1. CBR Lapangan

CBR lapangan disebut juga CBR inplace atau field CBR dengan kegunaan sebagai berikut :

 Untuk mendapatkan nilai CBR asli di lapangan, sesuai dengan kondisi tanah dasar saat itu. CBR lapangan umumnya digunakan untuk perencanaan tebal lapisan perkerasan yang lapisan tanah dasarnya sudah tidak akan dipadatkan lagi. Pemeriksaan dilakukan dalam kondisi kadar air tanah tinggi (musim penghujan) atau dalam kondisi terburuk yang mungkin terjadi.

 Untuk mengontrol apakah kepadatan yang diperoleh sudah sesuai dengan yang diinginkan. Pemeriksaan seperti ini umumnya tidak digunakan, dan lebih sering menggunakan pemeriksaan yang lain seperti sand cone, dan lain sebagainya.

Pemeriksaan dilakukan dengan meletakkan piston pada kedalaman dimana nilai CBR hendak ditentukan, lalu dipenetrasi dengan menggunakan beban yang dilimpahkan melalui gandar truk.

2. CBR Lapangan Rendaman

CBR lapangan rendaman disebut juga undisturbed soaked CBR. Berfungsi untuk mendapatkan besarnya nilai CBR asli di lapangan pada keadaan jenuh air, dan tanah mengalami pengembangan (swelling) yang maksimum. Pemeriksaan dilaksanakan pada kondisi tanah dasar tidak dalam keadaan jenuh air. Metode ini biasanya digunakan untuk menentukan daya dukung tanah di daerah yang lapisan tanah dasarnya


(48)

sudah tidak akan dipadatkan lagi, terletak di daerah yang badan jalannya sering terendam air pada musim hujan dan kering pada musim kemarau.

Pemeriksaan dilakukan dengan mengambil contoh tanah dalam mold

yang ditekan masuk ke dalam tanah mencapai kedalaman yang diinginkan. Mold berisi contoh tanah dikeluarkan dan direndam dalam air selama beberapa hari sambil di ukur pengembangannya (swelling). Setelah pengembangan tak lagi terjadi baru dilaksanakan pemeriksaan besarnya CBR.

3. CBR Rencana Titik

CBR rencana titik biasanya disebut juga CBR laboratorium atau design

CBR. Adapun tanah dasar (subgrade) yang diperiksa merupakan tanah dasar jalan raya baru yang berasal dari tanah asli, tanah timbunan, atau tanah galian yang sudah dipadatkan sampai mencapai kepadatan 95% (kepadatan maksimum). Dengan demikian daya dukung tanah dasar tersebut merupakan nilai kemampuan lapisan tanah memikul beban setelah tanah tersebut dipadatkan.

Berarti nilai CBR rencana titik adalah nilai CBR yang diperoleh dari contoh tanah yang dibuatkan mewakili keadaan tanah tersebut setelah dipadatkan. Karena pemeriksaan dilaksanakan di laboratorium, maka disebut juga CBR laboratorium.

Pemeriksaan CBR laboratorium dilaksanakan dengan dua macam metode yaitu CBR laboratorium rendaman (soaked design CBR) dan CBR


(49)

laboratorium tanpa rendaman (unsoaked design CBR) (Sukirman, 1992). Hal yang membedakan pada dua macam metode tersebut adalah contoh tanah atau benda uji sebelum dilakukan pemeriksaan CBR.

Uji CBR metode rendaman adalah untuk mengasumsikan keadaan hujan atau saat kondisi terjelek di lapangan yang akan memberikan pengaruh penambahan air pada tanah yang t elah berkurang airnya, sehingga akan mengakibatkan terjadinya pengembangan (swelling) dan penurunan kuat dukung tanah (Wikoyah, 2006).

Untuk metode CBR rendaman, contoh tanah di dalam cetakan direndam dalam air sehingga air dapat meresap dari atas maupun dari bawah dengan permukaan air selama perendaman harus tetap kemudian benda uji yang direndam telah siap untuk diperiksa.

Sedangkan untuk metode CBR tanpa rendaman, contoh tanah dapat langsung diperiksa tanpa dilakukan perendaman (ASTM D-1883-87).

I. Sifat Pengembangan Tanah (Swelling)

Tanah lempung lunak merupakan jenis tanah ekspansif. Tanah ekspansif merupakan tanah yang mempunyai karakteristik yang unik. Pada kondisi kering tanah ekspansif mengalami susut dan menjadi sangat keras seperti batu, sedangkan pada kondisi basah tanah ekspansif merupakan tanah yang mempunyai potensi pengembangan yang besar. Proses pengembangan tanah (swelling) pada prinsipnya adalah peristiwa perubahan volume yang akan terus berlangsung sepanjang tahun seiring dengan perubahan musim.


(50)

Tanah lempung dengan kandungan mineral montmorillonite yang besar, mempunyai sifat ketidakstabilan yang tinggi. Hal ini disebabkan karena mineral montmorillonite terdiri dari lapisan-lapisan unit silica-aluminum-silica yang dipisahkan oleh ion H2O yang sangat mudah lepas dan sangat

tidak stabil. Pada kondisi tergenang, air dapat dengan mudah masuk ke dalam sela antar lapisan ini sehingga tanah mengembang, sedangkan pada saat musim kemarau, air diantara lapisan mengering sehingga tanah menyusut. Mineral montmorillonite pada tanah lempung akan mengikat molekul-molekul air dengan tiga proses, yaitu :

a. Kutub positif molekul dipolar air akan langsung saling menarik dengan permukaan lempung yang bermuatan negatif.

b. Air diikat oleh lempung melalui ikatan hidrogen (hidrogen ditarik oksigen atau hydroxyl lainnya yang barada di permukaan partikel lempung).

c. Permukaan partikel lempung yang bermuatan negatif menarik kation yang mengapung di air (diffuse double layer).

Selanjutnya proses ikatan adalah hidrogen yang paling dominan dengan demikian proses diffuse double layer yang terbentuk menunjukkan kemampuan mineral lempung menarik partikel air. Dengan kata lain bahwa partikel lempung dengan permukaan partikel lebih besar akan cenderung memiliki kemampuan tersebut, hal ini hanya dimiliki oleh partikel lempung dengan specific surface yang besar.

Perilaku kembang susut tanah ekspansif adalah akibat dari perubahan kadar air yang dikandung dan jenis mineral yang sangat kuat menyerap air,


(51)

sehingga dapat terindikasi pada tanah lempung akan bersifat ekspansif pada nilai Indeks Plastisnya > 35%. Mineral lempung, ukuran butiran tanah, kadar air, dan indeks plastisitas sangat berpengaruh pada potensi pengembangan tanah lempung. Peningkatan persentase ukuran butiran berdasarkan fraksi lempung (0,002 mm) dan indeks plastisitas pada berbagai mineral lempung akan meningkatkan persentase potensial pengembangan (Chen, 1975 dalam Wikoyah, 2006).

Penelitian Holtz dan Seed dalam Herina (2005), menyatakan kadar air awal merupakan pengendali besarnya kembang susut tanah. Tanah lunak yang sangat kering dengan kadar air dibawah 15% dengan mudah akan berkembang susut, karena jika ada air yang diserap, kelembabannya dapat naik sampai 35%, sedangkan tanah dengan kadar air 30% mengindikasikan bahwa hampir semua ekspansi mineral sudah terjadi, sehingga kemungkinan terjadinya perpindahan mineral sangat kecil. Pengendalian kadar air sangat membantu dalam menjaga kestabilan tanah, penambahan material yang dapat mengikat ekspansi mineral montmorillonite meningkatkan daya dukung dan kestabilan tanah.

Swelling Potential atau kemampuan mengembang tanah dipengaruhi oleh

nilai aktivitas tanah. Setiap tanah lempung memiliki nilai aktivitas yang berbeda-beda, yang diindentifikasikan tingkat aktivitas tanah dalam empat kelompok, yaitu :

Low / Rendah : Tanah yang memiliki nilai Swelling Potential ≤ 1,5%.


(52)

sampai ≤ 5%.

High / Tinggi : Tanah yang memiliki nilai Swelling Potential > 5% sampai

≤ 25%.

Very High / Sangat Tinggi : Tanah yang memiliki nilai Swelling Potential

> 25%.

Tabel 6. Potensi Pengembangan Berbagai Nilai Indeks Plastisitas

Indeks Plastisitas (PI)

Potensi Pengembangan

0–15 Rendah

10–20 Sedang

20–35 Tinggi

> 35 Sangat Tinggi

Sumber : Chen, 1975 (dalam Warsiti, 1998).

Tanah-tanah yang banyak mengandung lempung mengalami perubahan volume ketika kadar air berubah. Perubahan itulah yang membahayakan bangunan. Tingkat pengembangan secara umum bergantung pada beberapa faktor, yaitu :

1) Tipe dan jumlah mineral yang ada di dalam tanah. 2) Kadar air.

3) Susunan tanah.

4) Konsentrasi garam dalam air pori. 5) Sementasi.


(53)

Secara umum sifat kembang susut tanah lempung tergantung pada sifat plastisitasnya, semakin plastis mineral lempung semakin potensial untuk menyusut dan mengembang (Usman, 2008).


(54)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Sampel Tanah

Tanah yang akan diuji adalah jenis tanah lempung lunak (soft clay) yang diambil dari daerah Rawa Sragi, Desa Belimbing Sari, Kecamatan Jabung, Kabupaten Lampung Timur. Pengambilan sampel dilakukan pada saat musim penghujan telah selesai.

B. Metode Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel tanah menggunakan tabung contoh seperti pipa paralon sebanyak 3 buah untuk mendapatkan data-data primer.

Pipa ditekan perlahan-lahan sampai kedalaman 50 cm, kemudian diangkat ke permukaan sehingga terisi penuh oleh tanah dan ditutup dengan plastik agar terjaga kadar air aslinya. Sampel yang sudah diambil ini selanjutnya digunakan sebagai sampel untuk pengujian awal, dimana sampel ini disebut tanah tidak terganggu. Sedangkan pengambilan sampel tanah untuk tanah terganggu, dilakukan dengan cara penggalian menggunakan cangkul.


(55)

C. Metode Pengujian Sampel Tanah

Pengujian dilakukan di Laboratorium Mekanika Tanah, Fakultas Teknik, Universitas Lampung. Ada 3 tahap yang dilakukan dalam pengujian, yaitu : 1. Pengujian sifat fisik dan mekanis tanah.

2. Membandingkan sampel tanah yang dicampur ISS 2500 dengan kadar tertentu kemudian dilakukan pengujian untuk mendapatkan kadar ISS 2500 optimum.

3. Melakukan pemeraman selama 7 hari dan perendaman terhadap sampel tanah yang dicampur dengan ISS 2500 persentase optimum dengan lama waktu perendaman untuk setiap sampel tanah masing-masing 1 minggu, 2 minggu, dan 4 minggu yang kemudian diuji sifat fisiknya.

D. Pelaksanaan Pengujian

1. Pengujian Sifat Fisik dan Mekanis Tanah

Sifat-sifat fisik tanah berhubungan erat dengan kelayakan pada banyak penggunaan yang diharapkan dari tanah. Kekokohan dan kekuatan pendukung, kapasitas penyimpanan air, plastisitas semuanya secara erat berkaitan dengan kondisi fisik tanah. Hal ini berlaku apakah tanah ini akan digunakan sebagai bahan struktural dalam pembangunan jalan raya, bendungan, dan pondasi untuk sebuah gedung atau untuk sistem pembuangan limbah.

Pengujian sifat fisik tanah dilakukan berdasarkan Standar PB 0110 – 76 atau ASTM D-4318. Pengujian-pengujian yang dilakukan antara lain :


(56)

a. Kadar air (Moisture Content)

Sesuai dengan ASTM D-2216-92, pengujian ini bertujuan untuk mengetahui kadar air suatu sampel tanah, yaitu perbandingan antara berat air yang terkandung dalam tanah dengan berat butir kering tanah tersebut yang dinyatakan dalam persen.

Bahan - bahan: - Sampel tanah asli - Air secukupnya

Peralatan:

1. Container

2. Oven

3. Neraca dengan ketelitian 0,01 gram

4. Desicator

Langkah Kerja :

1. Menimbang container dalam keadaan bersih dan kering, serta memberi nomor.

2. Memasukkan sampel tanah yang akan diuji ke dalam container.

3. Menimbang container yang telah berisi sampel tanah.

4. Memasukkan container berisi tanah ke dalam oven dengan temperatur 105oC selama 24 jam.

5. Setelah itu, memasukkan container ke dalam desicator untuk menghindari penyerapan uap air dari udara selama proses pendinginan berlangsung.


(57)

6. Menimbang container beserta tanah yang telah kering.

Perhitungan :

1. Berat air (Ww) = Wcs – Wds 2. Berat tanah kering (Ws) = Wds – Wc

3. Kadar air (ω) = x100%

Ws Ww

Dimana:

Wc = Berat cawan yang akan digunakan Wcs = Berat benda uji + cawan

Wds = Berat cawan yang berisi tanah yang sudah di oven

b. Berat Volume (Unit Weight)

Sesuai dengan ASTM D-2937, pengujian ini bertujuan untuk menentukan berat volume tanah basah dalam keadaan asli (undisturbed

sample), yaitu perbadingan antara berat tanah dengan volume tanah.

Bahan-bahan: Sampel tanah

Peralatan: 1. Ring contoh 2. Pisau

3. Neraca dengan ketelitian 0,01 gram 4. Alat pendorong sampel


(58)

Langkah Kerja :

1. Membersihkan dan menimbang ring contoh.

2. Memberikan oli pada ring contoh agar tanah tidak melekat pada

ring.

3. Mengambil sampel tanah dari tabung contoh dengan cara menekan

ring ke dalam sampel tanah sehingga ring masuk ke dalam sampel

tanah.

4. Meratakan permukaan tanah dengan pisau. 5. Menimbang ring dan tanah.

Perhitungan : 1. Berat ring (Wc)

2. Volume ring bagian dalam (V) 3. Berat ring dan tanah (Wcs) 4. Berat tanah (W) = Wcs – Wc 5. Berat volume (γ)

V W

 (gr/cm3 atau t/m3)

c. Berat Jenis (Specific Gravity)

Percobaan ini dilakukan untuk menentukan kepadatan massa butiran atau partikel tanah yaitu perbandingan antara berat butiran tanah dan berat air suling dengan volume yang sama pada suhu tertentu, sesuai dengan ASTM D-854.


(59)

Bahan-bahan : - Sampel tanah lempung - Air suling

Peralatan :

1. Picnometer

2. Thermometer dengan ketelitian 0,01oC

3. Neraca dengan ketelitian 0,01 gram

4. Boiler (tungku pemanas)

Langkah Kerja :

1. Menimbang picnometer kosong dalam keadaan bersih dan kering, termasuk tutupnya.

2. Memasukkan sampel tanah kering ke dalam picnometer.

3. Menimbang picnometer beserta tanah kering.

4. Mengisi air ke dalam picnometer yang telah berisi tanah kering sebanyak 2/3 dari volume picnometer, kemudian memanaskan

picnometer di atas tungku pemanas (boiler).

5. Setelah mendidih, kemudian mendinginkan picnometer hingga temperaturnya sama dengan temperatur ruangan. Lalu menambahkan air ke dalam picnometer hingga mencapai garis batas picnometer dan ditutup rapat.

6. Menimbang picnometer yang berisi tanah dan air. 7. Mengukur temperatur air di dalam picnometer.


(60)

9. Mengisi picnometer dengan air sampai batas garis picnometer

kemudian menutup dan menimbangnya.

Perhitungan :

) (

)

( 4 1 3 2

1 2

W W W W

W W Gs

  

Dimana : Gs = Berat jenis

W1 = Berat picnometer (gram)

W2 = Berat picnometer + tanah kering (gram)

W3 = Berat picnometer + tanah + air (gram)

W4 = Berat picnometer + air (gram)

d. Batas Cair (Liquid Limit)

Batas cair adalah kadar air minimum dimana tanah tidak mendapat gangguan dari luar (Scott.C.R, 1994). Sifat fisik tanah dapat ditentukan dengan mengetahui batas cair suatu tanah, tujuannya adalah untuk menentukan kadar air suatu jenis tanah pada batas antara keadaan plastis dan keadaan cair sesuai dengan ASTM D-423.

Tujuan pengujian ini adalah untuk menentukan kadar air suatu jenis tanah pada batas antara keadaan plastis dan keadaan cair.


(61)

Bahan-bahan :

- Sampel tanah yang telah dikeringkan di udara atau oven - Air bersih atau air suling sebanyak 300 cc

Peralatan :

1. Alat batas cair (mangkuk Cassagrande)

2. Alat pembuat alur (grooving tool) ASTM untuk tanah yang lebih plastis

3. Spatula

4. Gelas ukur 100 cc

5. Container 4 buah

6. Plat kaca

7. Porcelain dish (mangkuk porselen)

8. Timbangan dengan ketelitian 0,01 gram 9. Oven

Langkah Kerja :

1. Mengayak sampel tanah yang sudah dihancurkan dengan menggunakan saringan No. 40.

2. Mengatur tinggi jatuh mangkuk Cassagrande setinggi 10 mm. 3. Mengambil sampel tanah yang lolos saringan No. 40 sebanyak 150

gram, kemudian diberi air sedikit demi sedikit dan aduk hingga merata, kemudian dimasukkan ke dalam mangkuk Cassagrande


(62)

4. Membuat alur tepat di tengah-tengah dengan membagi benda uji dalam mangkuk Cassagrande tersebut dengan menggunakan

grooving tool.

5. Memutar tuas pemutar sampai kedua sisi tanah bertemu sepanjang 13 mm sambil menghitung jumlah ketukan dengan jumlah ketukan harus berada diantara 10 – 40 kali.

6. Mengambil sebagian benda uji di bagian tengah mangkuk untuk pemeriksaan kadar air dan melakukan langkah kerja yang sama untuk benda uji dengan keadaan adonan benda uji yang berbeda sehingga diperoleh 4 macam benda uji dengan jumlah ketukan yang berbeda yaitu 2 buah di bawah 25 ketukan dan 2 buah di atas 25 ketukan.

Perhitungan :

 Menghitung kadar air (ω) masing-masing sampel sesuai dengan jumlah ketukan.

 Membuat hubungan antara kadar air dan jumlah ketukan pada grafik semi logaritma, yaitu sumbu x sebagai jumlah pukulan dan sumbu y sebagai kadar air.

 Menarik garis lurus dari keempat titik yang tergambar.

 Menentukan nilai batas cair pada ketukan ke-25 atau x = log 25.


(63)

e. Batas Plastis (Plastic Limit)

Batas plastis adalah kadar air minimum dimana tanah dapat dibentuk secara plastis, maksudnya tanah dapat digulung-gulung sampai diameter 3 mm. Tujuannya adalah untuk menentukan kadar air suatu jenis tanah pada keadaan batas antara keadaan plastis dan keadaan semi padat sesuai dengan ASTM D-424.

Tujuannya adalah untuk menentukan kadar air suatu jenis tanah pada keadaan batas antara keadaan plastis dan keadaan semi padat.

Bahan-bahan :

1. Sampel tanah sebanyak 100 gram yang telah dikeringkan 2. Air bersih atau air suling sebanyak 50 cc

Peralatan : 1. Plat kaca 2. Spatula

3. Gelas ukur 100 cc

4. Container 3 buah

5. Timbangan dengan ketelitian 0,01 gram 6. Oven


(64)

Langkah Kerja :

1. Mengayak sampel tanah yang telah dihancurkan dengan saringan No. 40.

2. Mengambil sampel tanah kira-kira sebesar ibu jari kemudian digulung-gulung di atas plat kaca hingga mencapai diameter 3 mm sampai retak-retak atau putus-putus.

3. Memasukkan benda uji ke dalam container kemudian ditimbang. 4. Menentukan kadar air benda uji.

Perhitungan :

1. Nilai batas plastis (PL) adalah kadar air rata-rata dari ketiga benda uji.

2. Plastis Indeks (PI) adalah harga rata-rata dari ketiga sampel tanah yang diuji, dengan rumus:

PI = LL – PL

f. Analisis Saringan (Sieve Analysis)

Tujuan pengujian analisis saringan adalah untuk mengetahui persentasi butiran tanah dan susunan butiran tanah (gradasi) dari suatu jenis tanah yang tertahan di atas saringan No. 200 (Ø 0,075 mm).

Bahan-bahan :

1. Tanah asli yang telah dikeringkan dengan oven sebanyak 500 gram


(65)

Peralatan :

1. Saringan (sieve) 1 set

2. Timbangan dengan ketelitian 0,01 gram 3. Mesin penggetar (sieve shaker)

4. Kuas halus 5. Oven 6. Pan

Langkah Kerja :

1. Mengambil sampel tanah sebanyak 500 gram, memeriksa kadar airnya.

2. Meletakkan susunan saringan di atas mesin penggetar dan memasukkan sampel tanah pada susunan yang paling atas kemudian menutup rapat.

3. Mengencangkan penjepit mesin dan menghidupkan mesin penggetar selama kira-kira 15 menit.

4. Menimbang masing-masing saringan beserta sampel tanah yang tertahan di atasnya.

Perhitungan :

1. Berat masing-masing saringan (Wci)

2. Berat masing-masing saringan beserta sampel tanah yang tertahan di atas saringan (Wbi)


(66)

4. Jumlah seluruh berat tanah yang tertahan di atas saringan ( Wai  Wtot)

5. Persentase berat tanah yang tertahan di atas masing-masing saringan (Pi)

x100%

W Wci Wbi Pi

total 

 

 

6. Persentase berat tanah yang lolos masing-masing saringan (q) : qi 100% pi%

q

 

11 qip

 

i1 Dimana : i = l (saringan yang dipakai dari saringan dengan diameter maksimum sampai saringan No. 200)

g. Pemadatan Tanah Modified Proctor

Pengujian ini bertujuan untuk menentukan kepadatan maksimal tanah dengan cara mengetahui hubungan atau kadar air dengan kepadatan tanah. Langkah kerja sesuai dengan ASTM D-698-78.

Bahan-bahan : - Sampel tanah lempung - Air suling

Peralatan:

1. Moldstandar 4” yang terdiri dari :

a. Plat dasar

b. Mold


(67)

2. Hammer seberat 4,5 kg 3. Pan segi empat / talam 4. Sendok pengaduk tanah 5. Gelas ukur 250 cc 6. Pisau pemotong

7. Saringan No.4 (4,75 mm)

8. Timbangan 1 kg dengan ketelitian 0,01 gram 9. Timbangan 20 kg dengan ketelitian 1 gram 10.Container

11.Kantong plastik 12.Oven

13.Kain lap

Langkah Kerja :

1. Penambahan air

a. Mengambil tanah sebanyak 12,5 kg dengan menggunakan karung goni lalu dijemur.

b. Setelah kering tanah yang masih menggumpal dihancurkan dengan tangan.

c. Butiran tanah yang telah terpisah diayak dengan saringan No. 4.

d. Butiran tanah yang lolos saringan No. 4 dipindahkan atas 5 bagian masing 2,5 kg, kemudian memasukkan masing-masing bagian ke dalam plastik dan ikat rapat-rapat.


(68)

e. Mengambil sebagian butiran tanah yang mewakili sampel tanah untuk menentukan kadar air awal.

f. Mengambil tanah seberat 2,5 kg, menambahkan air sedikit demi sedikit sambil diaduk dengan tanah sampai merata. Bila tanah yang diaduk telah merata, dikepalkan dengan tangan. Bila tangan dibuka, tanah tidak hancur dan tidak lengket ditangan.

Setelah dapat campuran tanah, mencatat berapa cc air yang ditambahkan untuk setiap 2,5 kg tanah, penambahan air dilakukan dengan selisih 3%.

g. Penambahan air untuk setiap sampel tanah dalam plastik dapat dihitung dengan rumus :

Wwb = wb . W 1 + wb

W = Berat tanah

wb = Kadar air yang dibutuhkan Penambahan air : Ww = Wwb – Wwa

h. Sesuai perhitungan, lalu melakukan penambahan air setiap 2,5 kg sampel di atas pan dan mengaduknya sampai rata dengan sendok pengaduk.

2. Pemadatan tanah

a. Menimbang mold standar beserta alas.

b. Memasang collar pada mold, lalu meletakkannya di atas papan.


(69)

c. Mengambil salah satu sampel yang telah ditambahkan air sesuai dengan penambahannya.

d. Dengan modified proctor, tanah dibagi kedalam 5 bagian. Bagian pertama dimasukkan ke dalam mold, ditumbuk 25 kali sampai merata. Dengan cara yang sama dilakukan pula untuk bagian kedua, ketiga, keempat dan kelima, sehingga bagian kelima mengisi sebagian collar (berada sedikit diatas bagian

mold).

e. Melepaskan collar dan meratakan permukaan tanah pada mold dengan menggunakan pisau pemotong.

f. Menimbang mold berikut alas dan tanah di dalamnya.

g. Mengeluarkan tanah dari mold dengan extruder, ambil bagian tanah (alas dan bawah) dengan menggunakan 2 container

untuk pemeriksaan kadar air (ω).

h. Mengulangi langkah kerja 2.b sampai 2.g untuk sampel tanah lainnya, maka akan didapatkan 5 data pemadatan tanah.

Perhitungan: 1. Kadar air

a. Berat cawan + berat tanah basah : W1 (gr) b. Berat cawan + berat tanah kering : W2 (gr) c. Berat air : W1 – W2

d. Berat cawan : Wc (gr)


(1)

83

Untuk perlakuan dengan variasi waktu perendaman, kadar ISS 2500 yang digunakan adalah konstan dan waktu yang diperlukan untuk perendaman lebih bervariasi dan lebih lama. Meskipun dalam prosedur pengujian tanah juga diperam terlebih dahulu, tetapi dengan waktu perendaman yang lebih lama mengakibatkan air tetap terserap oleh tanah dan semakin banyak seiring dengan semakin lamanya waktu perendaman.

Perbandingan lain adalah dengan tanah lempung yang distabilisasi dengan bahan stabilisator yang berbeda yaitu semen dan kapur dengan perendaman berdasarkan waktu siklus. Penelitian ini dilakukan oleh Sumsago (2009) untuk tanah lempung dengan semen dan Mariea (2009) untuk tanah lempung dengan kapur.

Hasil penelitian untuk stabilisasi dengan menggunakan semen disajikan pada Tabel 19, sedangkan untuk stabilisasi dengan menggunakan kapur disajikan dalam Tabel 20.

Tabel 19. Hasil Pengujian CBR Campuran Soil Cement untuk Tiap Siklus Siklus Resapan CBR Selisih Nilai CBR (%)

4 Siklus 118 % 8 % 8 Siklus 110 % 8 % 12 Siklus 102 %


(2)

Tabel 20. Hasil Pengujian CBR Campuran Soil Lime untuk Tiap Siklus Siklus Resapan CBR Selisih Nilai CBR (%)

2 Siklus 105,44%

4,56% 4 Siklus 100,84%

13,47% 6 Siklus 88,12%

Stabilisasi dengan menggunakan semen dan kapur menaikkan kekuatan, kekakuan, dan daya tahan dari tanah-tanah berbutir halus dan kadang digunakan untuk menaikkan sifat-sifat fraksi halus dari tanah-tanah granular. Kekuatan tanah lempung dapat dinaikkan apabila ditambahkan semen dan kapur dengan jumlah yang tepat diakibatkan sebagian oleh penurunan sifat-sifat plastis dari lempung dan sebagian oleh reaksi pozzolanis dari semen dan kapur dengan tanah yang menghasilkan bahan tersemen yang kenaikannya dipengaruhi waktu. Umumnya tanah menjadi mempunyai kekuatan yang lebih besar dan modulus elastisitas lebih tinggi. Hasil penelitian yang telah dilakukan dapat dilihat bahwa nilai CBR untuk masing-masing bahan stabilisator cenderung menurun seiring dengan semakin lamanya waktu siklus. Hal ini dikarenakan semakin lama waktu siklus perendaman, maka air yang terserap akan semakin banyak pula. Air yang terserap menurunkan nilai CBR tanah campuran dan berdampak negatif terhadap daya ikat partikel tanah campuran semen dan kapur.


(3)

85

Penurunan nilai CBR yang terlihat tidak terlalu signifikan, sehingga dapat disimpulkan lama waktu siklus perendaman tidak terlalu berpengaruh terhadap nilai CBR tanah stabilisasi semen dan kapur.

Pembekuan dan pencairan berulang-ulang terhadap tanah campuran menyebabkan tanah stabilisasi semen dan kapur mengalami kehilangan kekuatan, tetapi pada kenyataannya dapat pulih sendiri yang akan mengurangi keadaan ini sehingga tidak kehilangan kekuatan yang seluruhnya. Hal ini dapat dilihat pada nilai CBR yang cenderung masih cukup besar untuk sebuah konstruksi bangunan dan jalan.

Hasil berbeda dengan stabilisasi tanah menggunakan ISS 2500 yang beraksi dengan melepaskan air yang terserap oleh tanah pada saat perendaman. Kadar ISS 2500 yang digunakan dalam penelitian ini sangat kecil dan tidak terlalu banyak berpengaruh dengan semakin lamanya waktu perendaman sehingga nilai CBR akan semakin mengecil seiring dengan semakin lamanya waktu perendaman. Jumlah air yang banyak terserap akan cenderung melemahkan daya ikat antar partikel tanah.


(4)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian Pengujian Dampak Variasi Waktu Perendaman Terhadap Daya Dukung dan Pengembangan Tanah Lempung Lunak yang Distabilisasi Menggunakan Ionic Soil Stabilizer 2500 dan pembahasan yang telah dilakukan, diperoleh beberapa kesimpulan antara lain :

1. Sampel tanah yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah yang berasal dari daerah Rawa Sragi, Desa Belimbing Sari, Kecamatan Jabung, Kabupaten Lampung Timur yang merupakan jenis tanah lempung lunak. 2. Dari hasil pengujian material tanah, maka berdasarkan klasifikasi

AASHTO memberikan gambaran bahwa tanah tersebut berlempung dan jika digunakan sebagai tanah dasar merupakan bagian sedang sampai buruk, dan berdasarkan klasifikasi tanah sistem Unified tanah tersebut termasuk golongan CH atau tanah lempung anorganik yang merupakan tanah lempung dengan nilai plastisitas sedang sampai tinggi.

3. Penggunaan ISS 2500 cukup efektif dalam meningkatkan daya dukung tanah lunak yang berasal dari Rawa Sragi terutama sebagai subgrade, meskipun peningkatan yang terjadi tidak terlalu signifikan.


(5)

87

4. Faktor perendaman tanah dengan air dapat menurunkan kekuatan tanah stabilisasi ISS 2500 yang berbanding lurus dengan variasi lama waktu perendaman dan sangat signifikan perbedaannya dibandingkan dengan tanah stabilisasi ISS 2500 tanpa perlakuan perendaman.

5. Meskipun sifat ISS 2500 terhadap tanah adalah untuk melepaskan air yang terserap dan mencegah penyerapan kembali, tetapi akibat perendaman yang melibatkan banyak air, maka proses ionisasi ISS 2500 tersebut menjadi kurang efektif dan membuat sifat asli tanah lempung untuk menyerap banyak air akan kembali.

6. Nilai pengembangan tanah yang berkisar antara > 5% sampai < 25% menunjukkan tanah stabilisasi ISS 2500 ini tergolong dalam tanah dengan klasifikasi tingkat aktivitas pengembangan yang tinggi.

B. SARAN

Untuk penelitian selanjutnya mengenai stabilisasi tanah dengan menggunakan ISS 2500, disarankan beberapa hal di bawah ini untuk dipertimbangkan : 1. Untuk mengetahui nilai efektif dari campuran ISS 2500, perlu diteliti lebih

lanjut untuk tanah yang lain dengan menggunakan kadar campuran yang lebih tinggi dan lebih bervariasi untuk mendapatkan hasil yang maksimal dari stabilisasi tanah menggunakan ISS 2500 ini.

2. Sebaiknya dilakukan pembersihan alat/mesin sebelum melakukan berbagai kegiatan penelitian.


(6)

3. Perlu diadakan penelitian lanjutan yang menggunakan tanah yang berasal dari daerah perkebunan itu sendiri untuk mengetahui nilai nyata dari pengaruh penambahan ISS 2500 pada jalan tanah di daerah perkebunan dan dilakukan langsung di lapangan.

4. Perlu diperhatikan mengenai masalah ketelitian yang lebih dalam hal penggunaan dan pembacaan peralatan agar didapatkan hasil yang lebih tepat dan akurat.