Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Perjanjian Kepemilikan Rumah Antara Bank Dengan Pihak Ketiga Di Hubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan

(1)

(2)

NOMOR 10 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS

UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN

LEGAL PROTECTION OF CUSTOMERS IN HOME OWNERSHIP

AGREEMENT BETWEEN THE BANK TO CONNECT WITH A THIRD

PARTY IN LAW NUMBER 10 OF 1998 TO AMEND THE LAW NUMBER

7 OF 1992 ON BANKING

SKRIPSI

Untuk memenuhi salah satu syarat ujian guna memperoleh

gelar Sarjana Hukum Jurusan Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum

Universitas Komputer Indonesia

Di Susun Oleh :

Andrea Kusuma Nugaha

3.16.06.005

Di bawah bimbingan :

Arinita Sandria.,SH.,M.Hum

NIP. 4127. 3300. 006

FAKULTAS HUKUM

JURUSAN ILMU HUKUM

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

BANDUNG


(3)

(4)

vi

ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN ABSTRAK

ANDREA KUSUMA NUGRAHA 3.16.06.005

Perbankan yang bedasarkan demokrasi ekonomi dengan fungsi utamanya sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat memiliki peranan yang strategis untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan pembangunan nasional dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional, kearah peningkatan taraf hidup rakyat banyak, seperti rumah adalah kebutuhan primer bagi sebagian besar keluarga. Pemenuhan kebutuhan primer tersebut, tidak dapat dipenuhi jika tidak ada pembiayaan serta perlindungan nasabah terhadap pihak ketiga, oleh karena itu, diperlukan suatu lembaga keuanganuntuk memberikan bantuan dana dalam bentuk penyaluran kredit terutama dalam Kredit Pemilikan Rumah (KPR).

Metode pendekatan dalam penulisan tesis ini adalah yuridis empiris,

Yaitu penulis berusaha melakukan pendekatan dengan masalah yang diteliti sesuai dengan sifat hukum riil berlaku di masyarakat, sedangkan teknik pengambilan samplenya adalah purposive sampling yang didasarkan pada tujuan tertentu.

Pihak Ketiga dalam hal ini tidak memenuhi tanggung Jawabnya terhadap nasabah bank dengan melakukan wanprestasi. Tindakan wanprestasi yang dilakukan oleh pihak ketiga mengakibatkan kerugian pada nasabah yang bersangkutan, diantaranya adalah nasabah yang bersangkutan tidak mendapatkan haknya sesuai perjanjian dan nasabah yang bersangkutan dikategorikan dalam collectibilitas5 (kreditmacet), untuk itu perlindungan hukum bagi nasabah bank sangat perlu di samping itu juga adanya hak bagi nasabah untuk melakukan pengaduan nasabah, serta menggunakan forum mediasi perbankan untuk mendapatkan penyelesaian sengketa di bidang perbankan.


(5)

vii ABSTRACT

ANDREA KUSUMA NUGRAHA 3.16.06.005

Based on the banks of the economic democracy with its primary function as a collector and distributor society fund has a strategic role to support the implementation of national development in order to improve the equitable distribution of national development and its results, economic growth and national stability, the direction of increasing standard of living of many, such as home is a primary requirement for most families. The fulfillment of these primary needs, can not be met if there is no financing and customer protection against third parties, therefore, required a financial institution to provide financial assistance in the form of lending, especially in the Home Ownership Loan (mortgage). Method of approach in the writing of this thesis is empirical juridical, the authors attempted to approach the problems examined in accordance with the legal nature of the real force in society, while the sampling technique was purposive sampling samplenya based on specific goals.

Third parties in this case does not fulfill its answer to the customers of the bank by default. Breach of contract action by a third party to the detriment of the customer concerned, including the customer in question did not get his rights under the agreement and the customer in question fall within collectibilitas 5 (bad debts), for the legal protection for bank customers really need in addition is also the right for customers to conduct customer complaints, as well as the use of banking mediation forum for settlement of disputes in the banking.


(6)

i Bismilahirohmanirrohim,

Assalamualaikum Wr. Wb.

Segala puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia yang telah dilimpahkan sehingga pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan Laporan Tugas Akhir (Skripsi) yang berjudul " PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH DALAM PERJANJIAN KEPEMILIKAN RUMAH ANTARA BANK DENGAN PIHAK KETIGA DI HUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN”. Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Kelulusan Pada Program Stara-1 Jurusan Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia.

Pada kesempatan ini Penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih serta penghargaan yang setinggi-tingginya kepada para pihak yang telah membantu, membina maupun memberikan dorongan sehinggga penulis dapat menyelesaikan Laporan Tugas Akhir (Skripsi) ini tepat pada waktunya.

Merupakan suatu kebahagiaan tersendiri bagi penulis yang telah menyelesaikan Laporan Tugas Akhir (Skripsi) ini, walaupun penulis sangat menyadari dalam penulisan ini masih jauh dari nilai kesempurnaan. Hal ini tidak terlepas dari keterbatasan penulis sebagai manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan dan kekurangan.


(7)

i

1. Yth. Bpk Dr.Ir.Eddy Suryanto Soegoto.M.sc selaku Rektor Universitas Komputer Indonesia.

2. Yth. Ibu Prof. Dr. Hj. Ria Ratna Ariawati, SE, AK, MS selaku Pembantu Rektor I Universitas Komputer Indonesia.

3. Yth. Ibu Prof. Dr. Moh. Tajduddin, MA selaku Pembantu Rektor II Universitas Komputer Indonesia.

4. Yth. Ibu Dr. Hj. Aerlina Surya, selaku Pembantu Rektor III Universitas Komputer Indonesia.

5. Yth Bapak Prof.Dr.H.R. Otje Salman Soemadiningrat, SH selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia.

6. Yth Ibu Hetty Hassanah, SH selaku Ketua Jurusan Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia.

7. Yth. Bapak Budi Fitriadi, SH selaku Dosen Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia.

8. Yth. Ibu Arinita Sandria, SH, M. Hum selaku Dosen Pembimbing Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia.

9. Yth. Ibu Febilita Wulansari, SH selaku Dosen Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia.


(8)

i

11. Seluruh staf dan karyawan Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia.

12. Kepada Orang Tua ku yang telah memberi dorongan dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.

13. Kepada teman-teman yang telah ikut serta membantu dalam menyelesaikan Laporan Tugas Akhir ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Laporan Tugas Akhir (Skripsi) ini masih banyak terdapat kekurangan serta jauh dari kesempurnaan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran bagi penulis supaya tidak ada kesalahan dikemudian hari.

Wassalamualaikum. Wr. Wb.

Bandung, Agustus 2012


(9)

iv

KATA PENGANTAR …………..……… i

DAFTAR ISI ……….……… iv

ABSTRAK………..………... vi

ABSTRACT ………. vii

BAB I PENDAHULUAN ………..……… 1

a. Latar Belakang... 1

b. Identifikasi Masalah... 4

c. Tujuan Penelitian... 5

d. Kegunaan Penelitian... 5

e. Kerangka Pemikiran... 5

f. Metode Penelitian... 17

BAB II TINJAUAN TEORETIS MENGENAI PERJANJIAN DALAM PERBANKAN ……… 22

a. Perjanjian Pada Umumnya... 22

b. Perjanjian Pada Perbankan... 30

c. Ruang Lingkup Perbankan... 37

BAB III PERJANJIAN ANTARA BANK DENGAN PIHAK KETIGA DAN NASABAH... 41

a. Perjanjian Penyediaan Rumah antara Bank dengan Pihak Ketiga... 41 b. Perjanjian Kepemilikan Rumah antara Bank dengan


(10)

iv

antara Pihak Ketiga dan Bank... 54

d. Permasalahan dalam Perjanjian Kerjasama antara Bank dengan Pihak Ketiga dalam Pembiayaan Kepemilikan Rumah... 55

e. Kasus……… 56

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN KERJASAMA ANTARA BANK DENGAN PIHAK KETIGA DALAM PEMBIAYAAN KEPEMILIKAN RUMAH………. 60

a. Akibat Perjanjian Kerjasama antara Bank dengan Pihak Ketiga dalam Pembiayaan Kepemilikan Rumah untuk Kepentingan Nasabah jika Pihak Ketiga Tidak Memenuhi Tanggung Jawabnya terhadap Hak Nasabah... 57

b. Pelaksanaan perlindungan hukum tentang nasabah di bidang Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan... 74

BAB V SIMPULAN DAN SARAN... 82

A. Simpulan………... 82

B. SARAN………. 83


(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perbankan yang bedasarkan demokrasi ekonomi dengan fungsi uatamanya sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat memiliki peranan yang strategis untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan pembangunan nasional dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional, ke arah peningkatan taraf hidup rakyat banyak. Perkembangan perekonomian nasional dan internasional senantiasa bergerak cepat disertai dengan tantangan-tantangan yang semakin luas harus selalu diikuti secara tanggap oleh perbankan nasional dalam menjalankan fungsi dan tanggung jawabnya kepada masyarakat. Salah satu tindakan yang dilakukan oleh pemerintah dalam usahanya mencapai kesejahteraan bagi seluruh masyarakat adalah dengan mengundangkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan Sebagaimana Diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 (lebih lanjut disebut dengan Undang-Undang Perbankan).

Lembaga perbankan, seperti juga lembaga perasuransian, dana pensiun, penggadaian dan lain-lain merupakan suatu lembaga keuangan yang menjembatani antara pihak yang berkelebihan dana dan pihak yang

memerlikan dana. Lembaga perbankan juga dapat didefinisikan sebagai lembaga yang berperan sebagai perantara keuangan masyarakat (financial

intermediary)1.

1 Muhamad Djumhana, Asas-asas Hukum Perbankan Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2008, Hlm. 1.


(12)

Tindakan lain yang dilakukan oleh pemerintah dalam usahanya untuk mencapai tujuan pembanguna nasional adalah dengan mengali semua potensi yang ada dalam masyarakat Tindakan lain yang dilakukan oleh pemerintah dalam usahanya untuk mencapai tujuan pembangunan nasional adalah dengan menggali semua potensi yang ada dalam masyarakat.

Salah satu fungsi bank adalah sebagai penyatur dana masyarakat yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Suatu masyarakat dikatakan sejahtera jika dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, terutama kebutuhan primer yaitu sandang, pangan dan papan. Kebutuhan papan adalah tersedianya rumah tinggal. Tingginya harga tanah, bahan bangunan dan rumah, menyebabkan menurunnya daya beli masyarakat untuk membeli rumah secara tunai. Hat ini menyebabkan sebagian masyarakat membeli rumah dengan pembiayaan yaitu melalui Kredit Kepemilikan Rumah (KPR).

.Perjanjian kerjasama antara bank dengan pihak ketiga mengatur tentang penyediaan fasilitas pembiayaan Kredit Kepemilikan Rumah (KPR). Bank tersebut mengadakan perjanjian untuk membeli rumah yang disediakan oleh pihak ketiga yang pada akhirnya bank akan menjual kepada nasabah yang oleh nasabah akan dibayar secara angsuran. Bank mengadakan perjanjian pembiayaan dengan nasabah karena nasabah tidak mampu membeli rumah secara kontan.

Perjanjian kerjasama antara bank dengan pihak ketiga untuk menyediakan perumahan bagi nasabah diadakan karena pengembang tidak mampu mengadakan rumah siap huni (ready stock) sementara peminat akan rumah yang dibangun oleh pihak ketiga sangat besar, sehingga pembelian rumah tersebut dilakukan dengan sistem pemesanan (indent).


(13)

Berdasarkan perjanjian kerjasama antara bank dengan pihak ketiga,

maka bank akan mencairkan dana untuk pembangunan rumah nasabah sesuai dengan kemajuan yang dilakukan oleh pihak ketiga dan dana akan dicairkan seluruhnya setelah pembangunan rumah telah selesai dan pihak ketiga telah menyerahkan rumah kepada nasabah dan nasabah merasa puas atas kondisi rumah tersebut.

Perjanjian kerjasama antara bank dengan pihak ketiga menyebutkan bahwa jika dalam waktu 3 bulan setelah perjanjian Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) antara bank dengan nasabah ditandatangi, pembangunan rumah belum selesai dan belum diserahterimakan kepada nasabah maka pihak ketiga wajib melakukan pembelian kembali (buy back) atas rumah tersebut.

Berdasarkan perjanjian, bank dalam hal ini tidak akan mencairkan dana kepada pihak ketiga karena kemajuan yang dibuat oleh pihak ketiga tidak sesuai dengan perjanjian, namun bank tetap mencairkan dana dengan mempertimbangkan kepentingan nasabah. Pihak ketiga memerlukan dana tersebut untuk mengurus surat-surat yang diperlukan agar IMB dapat keluar dan meneruskan pembangunan rumah nasabah.

Bank dalam hal ini berpendapat bahwa uang yang telah dicairkan oleh bank tidak digunakan sesuai peruntukkannya oleh pihak ketiga, selain itu bank juga berpendapat bahwa pihak ketigatidak memiliki good will (itikad baik).

Pihak ketiga dalam hal ini telah melakukan wanprestasi karena tidak memenuhi prestasi yang seharusnya dilakukan yaitu menyelesaikan pembangunan rumah nasabah dalam waktu 3 bulan dan melakukan pembelian


(14)

kembali (buy back) atas rumah nasabah jika pembangunan rumah nasabah tidak selesai dalam waktu 3 bulan.

Wanprestasi yang dilakukan oleh pihak ketiga mengakibatkan kerugian, baik pada pihak bank maupun pada nasabah. Akibat wanprestasi terhadap pihak bank syariah antara lain adaiah jaminan yang tidak mencukupi dan macetnya pembiayaan bank (Not Performance Loan/NPL), sedangkan akibat wanprestasi terhadap nasabah antara lain adaiah nasabah tidak mendapatkan haknya untuk segera tinggal di rumahnya dan masuk dalam daftar hitam (black list) Bank Indonesia (Bl). Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka penulis tertarik untuk menulis tesis dengan judul

"PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH DALAM PERJANJIAN KEPEMILIKAN RUMAH ANTARA BANK DENGAN PIHAK KETIGA DI HUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN.”

B. Identifikasi Masalah

Permasalahan yang diangkat oleh penulis dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana akibat perjanjian kerjasama antara bank dengan pihak ketiga

dalam pembiayaan kepemilikan rumah untuk kepentingan nasabah jika pihak ketiga tidak memenuhi tanggung jawabnya terhadap hak nasabah ?

2. Bagaimana pelaksanaan perlindungan hukum terhadap nasabah di bidang Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan?


(15)

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk menganalisis dan mendapatkan gambaran akibat perjanjian kerjasama antara bank dengan pihak ketigadalam pembiayaan kepemilikan rumah untuk kepentingan nasabah jika pihak ketiga tidak memenuhi tanggung jawabnya terhadap hak nasabah.

2. Untuk menganalisis Bagaimana pelaksanaan perlindungan hukum tentang nasabah di bidang Undang-Undang Perbankan.

D. Kegunaan Penelitian

1. Kegunaan Secara Teoretis

Penelitian ini diharapkan dapat berguna pengembangan ilmu hukum, khususnya Hukum Perbankan.

2. Kegunaan Secara Praktis

Hasil penelitian ini secara praktis diharapkan dapat berguna sebagai sumber informasi bagi pihak-pihak yang akan melakukan penelitian lebih lanjut mengenai perjanjian jual beli rumah untuk kepentingan nasabah bank dengan pengembang.

E. Kerangka Pemikiran

Indonesia merupakan negara hukum berdasarkan Pancasila yang bertujuan untuk menciptakan ketertiban umum dan masyarakat adil dan makmur secara spiritual dan materil. Salah satu ciri negara hukum adalah adanya konstitusi atau undang-undang dasar. Menurut Sri Soemantri, tidak ada satupun negara di dunia yang tidak mempunyai konstitusi. Negara dan konstitusi bagaikan dua sisi mata uang, merupakan dua lembaga yang tidak


(16)

dapat dipisahkan satu sama lain2. Undang-Undang Dasar 1945 merupakan konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pemikiran tentang negara hukum pertama kali dikemukakan oleh Plato dalam tulisannya tentang nomoi Istilah negara hukum tidak terdapat dalam naskah asli Undang-Undang Dasar 1945, namun hanya terdapat dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 sebelum amandemen, yang meyatakan bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum (rechtstaaf) dan tidak berdasar atas kekuasaan belaka

(machtstaat)3. Istilah negara hukum baru ditemukan dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen ketiga yang secara tegas menyebutkan, bahwa:

"Negara Indonesia adalah negara hukum".

Hal ini berarti bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum (rechtstaaf) dan bukan negara yang berdasarkan kekuasaan belaka (machtstaat) dan pemerintahan berdasarkan sistem konstitusi (hukurri dasar), bukan absolutism (kekuasaan yang tidak terbatas). Salah satu konsekuensi dari negara hukum adalah bahwa tindakan dan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah harus berdasarkan hukum dan peraturan perundang-undangan yang beriaku atau yang disebut dengan asas legalitas4.

Istilah negara hukum datam bahasa Belanda disebut rechtstaat,

sedangkan dalam'terminologi inggris disebut rule of law. Istilah rule of law

2

Dahlan Thaib, Teori Hukum dan Konstitusi, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1999, Hlm. 33.

3

Diana Halim Koentjoro, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Bogor, 2004, Hlm. 35.

4 Ibid.


(17)

dalam perkembangan hukum di Indonesia disebut dengan negara hukum yang diartikan sebagai negara atau pemerintah berdasarkan atas hukum.

Wade mengidentifikasikan lima aspek dalam the rule of law, yaitu5: 1. Semua tindakan pemerintah harus berdasarkan hukum.

2. Pemerintah harus berperilaku di dalam suatu bingkai yang diakui peraturan perundang-undangan dan prinsip-prinsip yang membatasi kekuasaan diskresi.

3. Sengketa mengenai keabsahan tindakan pemerintah akan

diputuskan olehpengadilan yang murni independen dari kekuasaan

eksekutif.

4. Harus seimbang antara pemerintah dan warga negara.

5. Tidak seorangpun dapat dihukum, kecuali atas kejahatan yang

ditegaskan menurut undang-undang.

Peraturan perundang-undangan merupakan hukum yang in abstracto atau

general norm yang sifatnya mengikat umum (berlaku umum) dan tugasnya adalah mengatur hal-hal yang bersifat umum (general)6. Pasal 1 angka 2 Undang-Undang

Nomor 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan menyebutkan, bahwa:

"Peraturan perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang dibentuk oleh lembaga Negara atau pejabat yang berwenang dan mengikat secara umum" Setiap negara memiliki tujuan tertentu yang ingin dicapai. Tujuan yang ingin dicapai oleh pemerintah Indonesia salah satunya adalah memberikan perlindungan

5

H.W.R. Wade, Dikutip dalam Agussalim Andi Gadjong, Pemerintahan Daerah - Kajian Politik dan Hukum, Ghalia Indonesia, Bogor, 2007, Hlm. 25.

6

Ridwan H.R., Hukum AdministrasI Negara, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006. Hlm. 133.


(18)

bagi seluruh warga negara Indonesia. Hal ini teriihat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat yang menyatakan, bahwa:

"... kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum..."

Pembukaan UUD 1945 alinea keempat tersebut menegaskan bahwa pemerintah Indonesia hams berusaha semaksimal mungkin untuk memajukan kesejahteraan umum. Hal ini sejalan dengan prinsip welfare state (negara kesejahteraan) yang dianut oleh pemerintah Indonesia.

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 - 2025 merupakan kelanjutan dari pembangunan sebelumnya untuk mencapai tujuan pembangunan nasional. Visi pembangunan nasional Indonesia Tahun 2005 - 2025 adalah Indonesia yang mandiri, maju, adil dan makmur.

Pembangunan nasional memiliki 8 (delapan) misi, yaitu :

1. Mewujudkan masyarakat yang berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudi dan beradab berdasarkan falsafah Pancasila.

2. Mewujudkan bangsa yang berdaya saing.

3. Mewujudkan masyarakat demokratis berlandaskan hukum.

4. Mewujudkan Indonesia aman, damai dan bersatu.


(19)

6. Mewujudkan Indonesia asri dan lestari.

7. Mewujudkan Indonesia menjadi negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat

dan berbasiskan kepentingan nasional.

8. Mewujudkan Indonesia berperan penting dalam pergaulan dunia

internasional.

Strategi untuk melaksanakan visi dan misi tersebut dijabarkan secara bertahap dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Saat ini, Indonesia sudah memasuki RPJMN Tahapan ke-2 (2010 - 2014). Visi Indonesia 2014 adalah terwujudnya Indonesia yang sejahtera, demokrasi dan berkeadilan. Perwujudan visi Indonesia 2014 dijabarkan dalam misi pembangunan 2010 - 2014 sebagai berikut:

1. Melanjutkan pembangunan menuju Indonesia yang sejahtera.

2. Memperkuat pilar-pitar demokrasi.

3. Memperkuat dimensi keadilan dalam semua bidang.

Sistem yang demokratis harus disertai dengan tegaknya rule of law, oleh karena itu agenda penegakan hukum masih merupakan agenda yang penting dalam periode 2010 - 2014. Wujud dari penegakan hukum adalah munculnya kepastian hukum bag! seluruh rakyat Indonesia. Kepastian hukum akan memberikan rasa aman, adil dan kepastian berusaha bagi masyarakat yang terkait dengan kepastian usaha. Salah satu persoalan yang dianggap menggangu masuknya Investasi ke Indonesia adalah lemahnya kepastian hukum, oleh karena itu penegakan hukum akan membawa dampak positif bagi perbaikan iklim investasi yang pada gilirannya akan memberi dampak positif bagi perekonomian Indonesia.


(20)

Hukum merupakan alat untuk memelihara ketertiban dalam masyarakat. Ketertiban adalah tujuan pokok dan pertama dari segala hukum. Kebutuhan terhadap ketertiban ini merupakan syarat pokok (fundamental) bagi adanya suatu masyarakat manusia yang teratur. Ketertiban sebagai tujuan utama hukum merupakan suatu fakta objektif yang berlaku bagi segala masyarakat manusia dalam segala bentuknya. Tujuan hukum lainnya selain ketertiban adalah tercapainya keadilan yang berbeda-beda isi dan ukurannya menurut masyarakat dan zamannya.

Salah satu hal yang diperlukan untuk mencapai ketertiban dalam masyarakat adalah kepastian dalam pergaulan antar manusia dalam masyarakat, oleh karena itu terdapat lembaga hukum seperti perkawinan, hak milik dan kontrak/perjanjian yang harus ditepati oleh para pihak yang mengadakannya. Tanpa kepastian hukum dan ketertiban masyarakat yang dijelmakan olehnya, manusia tidak mungkin mengembangkan bakat-bakat dan kemampuan yang diberikan Tuhan kepadanya secara optimal di dalam masyarakat7. Manusia bersifat dinamis, demikian juga masyarakat, oleh karena itu menurut pendapat Roscoe Pound, hukum harus dapat membantu proses perubahan masyarakat, law as a tool of social engineering8.

Warga Negara Indonesia yang terdiri dari individu-individu memiliki berbagai macam kebutuhan, baik kebutuhan primer maupun sekunder. Masing-masing individu akan berusaha semaksimal mungkin agar kebutuhannya dapat terpenuhi. Salah satu kebutuhan primer individu adalah perumahan. Masing-masing individu akan berusaha

agar mampu memiliki rumah yang dapat ditinggali secara layak. Individu yang bersangkutan dapat memiliki rumah dengan membeli rumah yang semula dimiliki oleh

7

Mochtar Kusumaatmadja, Konsep-konsep Hukum dalam Pembangunan, Alumni, Bandung, 2002, Hlm. 3.

8 Ibid.


(21)

individu lain, dalam hal ini individu yang bersangkutan akan melakukan jual beli. Jual beli adalah suatu perjanjian bertimbal balik, dalam mana pihak yang satu (si penjual) berjanji untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang, sedang pihak yang lainnya (si pembeli) berjanji untuk membayar harga yang terdiri atas sejumlah uang sebagai imbalan dari perolehan hak milik tersebut9.

Perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seseorang berjanji kepada seorang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Perjanjian menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya, dengan kata lain dapat dikatakan bahwa perjanjian adalah sumber perikatan10.

Berdasarkan ketentuan dalam Pasat 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, maka syarat sahnya suatu perjanjian adalah sebagai berikut:

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.

2. Cakap untuk membuat suatu perjanjian.

3. Mengenai suatu hal tertentu.

4. Suatu sebab yang halal.

Dua syarat yang pertama dinamakan syarat subyektif, karena mengenai orangnya atau subyeknya yang mengadakan perjanjian, sedangkan dua syarat yang terakhir dinamakan syarat obyektif karena mengenai perjanjiannya sendiri atau obyek dari perbuatan hukum yang dilakukan itu11.

9

Subekti, Aneka Perjanjian, Cetakan Kesepuluh, Citra Aditya Bakti, Bandung 1995, Hlm. 1.

10 Ibid. 11


(22)

Unsur-unsur pokok (essentialia) perjanjian jual beli adalah barang dan harga. Sesuai dengan asas konsensualisme yang menjiwai hukum perjanjian Burgerlijk Wetboek (BW), perjanjian jual beli sudah dilahirkan pada detik tercapainya sepakat mengenai barang dan harga. Perjanjian jfual beli yang sah lahir pada saat kedua belah pihak setuju tentang barang dan harga12. Sifat konsensual dari jual beli tersebut ditegaskan dalam Pasal 1458 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang berbunyi:

"Jual beli dianggap sudah terjadi antara kedua belah pihak seketika setelah mereka mencapai sepakat tentang barang dan harga, meskipun barang itu belum diserahkan maupun harganya belumdibayar".

Perbankan merupakan suatu bidang yang sangat kompleks, oleh karena itu diperlukan suatu hukum yang khusus mengatur masalah perbankan, yaitu Hukum Perbankan. Hukum Perbankan merupakan sekumpulan peraturan hukum yang mengatur kegiatan lembaga keuangan bank yang meliputi segala aspek, dilihat dari segi esensi dan eksistensinya serta hubungannya dengan bidang kehidupan yang lain.

Berdasarkan rumusan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa pengaturan di bidang perbankan akan menyangkut beberapa hal, diantaranya adalah13:

1. Dasar-dasar perbankan, yaitu menyangkut asas-asas kegiatan perbankan, seperti norma efesiensi, keefektifan, kesehatan bank, profesionalisme pelaku perbankan, maksud dan tujuan lembaga perbankan serta hubungan hak dan kewajiban.

12

Ibid. 13


(23)

2. Kedudukan hukum pelaku di bidang perbankan, misalnya kaidah-kaidah mengenai pengelolanya, seperti dewan komisaris, dewan direksi ataupun pihakyang terafiliasi.

3. Kaidah-kaidah perbankan yang secara khusus memperlihatkan kepentingan umum, seperti kaidah-kaidah yang mencegah terjadinya persaingan yang tidak wajar, antitrust, perlindungan terhadap konsumen (nasabah) dan lain-lain.

4. Kaidah-kaidah yang menyangkut struktur organisasi, yang mendukung kebijaksanaan ekonomi dan moneter pemerintah, seperti dewan moneter dan bank sentral.

5. Kaidah-kaidah yang mengarahkan kehidupan perekonomian berupa kemampuannya untuk mewujudkan tujuan-tujuan yang hendak dicapainya melaiui organisasi dan personal yang tersusun baik, diantaranya penegakan hukum.

6. Peraturan-peraturan hukum tersebut satu sarna lain saling berhubungan, keterkaitannya merupakan hubungan logis dari bagian-bagian lainnya.

Indonesia saat ini telah mengundangkan Undang-Undang Perbankan.

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Perbankan menyatakan, bahwa:

"Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya".


(24)

Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Perbankan menyatakan, bahwa:

"Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak".

Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Perbankan menyatakan, bahwa:

"Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran".

Pasal 1 angka 16 Undang-Undang Perbankan menyatakan, bahwa: "Nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa bank".

Nasabah sebagai pihak yang menggunakan jasa bank dapat menyimpan kelebihan dana yang dimilikinya pada bank yang bersangkutan, atau sebaliknya jika nasabah tersebut kekurangan dana maka nasabah yang bersangkutan dapat meminjam dana pada bank.

Nasabah suatu bank, baik bank konvensional maupun bank dapat mendapatkan fasilitas pinjaman dari bank jika ingin membeli rumah. Perjanjian yang dibuat antara bank dengan nasabah dalam hal ini adalah perjanjian Kredit Kepemilikan Rumah (KPR).

Pihak bank juga akan melakukan perjanjian dengan pihak pengembang yang membangunkan rumah untuk nasabah bank yang bersangkutan. Perjanjian yang dibuat antara bank dengan pihak pengembang merupakan perjanjian penyediaan rumah bagi nasabah. Suatu perjanjian tentu harus dilaksanakan dengan itikad baik


(25)

ditentukan dalam perjanjian, jika salah satu pihak tidak melaksanakan prestasi maka hal tersebut akan menimbulkan wanprestasi.

Pengertian wanprestasi, lalai, ingkar janji, sering disebut juga deogan istilah cidera janji, adalah kebalikan dari pengertian prestasi, yaitu idak dilaksanakannya suatu prestasi atau kewajiban sebagaimana mestinya yang telah disepakati bersama. Wanprestasi antara lain dapat berupa14:

1. Tidak memenuhi prestasi sama sekali.

2. Memenuhi prestasi tapi terlambat

3. Memenuhi prestasi tapi keliru.

Akibat hukum dari tindakan wanprestasi adalah timbulnya hak dari pihak yang dirugikan dalam kontrak tersebut untuk menuntut kepada pihak yang merugikan, antara lain15:

1. Ganti rugi (biaya, rugi, bunga). 2. Pemenuhan prestasi.

3. Pemenuhan prestasi dan ganti rugi. 4. Pembatalan perjanjian.

5. Pembatalan perjanjian dan ganti rugi.

Bank dalam perjanjian penyediaan fasilitas Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) dengan pihak ketiga telah sepakat, jika pihak ketiga melakukan wanprestasi maka pihak ketiga harus melakukan buy back (pembelian kembali). Buy back adalah suatu

klausul dalam perjanjian jual beli yang menyatakan bahwa penjual mempunyai kewajiban untuk membeli kembali barang yang telah dijualnya tersebut dalam hal-hal

14

Nina Nurani, Hukum Bisnis- Suatu Pengantar, Insan Mandiri, Bandung, 2006, Hlm.13. 15


(26)

tertentu sebagaimana tercantum dalam perjanjian kedua belah pihak16. Klausul buy back dalam perjanjian antara bank dengan pihak ketigadidasarkan pada Pasal 29 ayat (3) Undang-Undang Perbankan yang menyatakan, bahwa:

" Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah dan melakukan kegiatan usaha lainnya, bank wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya kepada bank".

Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 29 ayat (3) Undang-Undang Perbankan tersebut, dapat disimpulkan bahwa pada dasamya klausul buy tack dalam perjanjian yang dibuat antara bank dengan pihak ketiga merupakan upaya yang dilakukan oleh bank dalam memberikan perlindungan kepada nasabahnya.

llmu hukum mengenai beberapa asas hukum dalam suatu perjanjian atau kontrak, diantaranya adalah17:

1. Asas Kebebasan Berkontrak (Freedom of Contract)

Adalah suatu asas yang mengajarkan bahwa para pihak dalam suatu kontrak pada prinsipnya bebas untuk membuat atau tidak membuat kontrak. Bebas untuk mengatur sendiri isi kontrak tersebut.

2. Asas Pacta Sunt Servanda

Adalah suatu yang menyatakan bahwa suatu kontrak yang dibuat secara sari oleh para pihak mengikat para pihak tersebut secara penuh sesuai dengan isi kontrak tersebut. Kekuatan mengikat secara penuh tersebut

16

Normin S. Pakpahan, Kamus Hukum Ekonomi Elips, Elips, Jakarta, 1997, Hlm. 17. 17


(27)

dianggap sama dengan kekuatan mengikatnya undang-undang, oleh karena itu jika salah satu pihak tidak memenuhinya maka akan dikenakan sanksi.

F. Metode Penelitian

1. Spesifikasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan secara deskriptif analitis, yaitu memberikan gambaran secermat mungkin mengenai fakta-fakta yang ada, baik berupa data sekunder bahan hukum primer seperti, Kitab Undang- Undang Hukum Perdata, Undang-Undang Perbankan dan data sekunder bahan sekunder berupa pendapat para ahli, hasil-hasil penelitian, hasil karya dari kalangan hukum serta bahan hukum tersier berupa data yang didapat dari majalah dan internet yang berkaitan dengan penelitian. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran yang jelas dan menyeluruh mengenai hal-hal yang berkaitan dengan tinjauan hukum atas perjanjian kerjasama antara bank syariah dengan pihak ketiga dalam pembiayaan kepemilikan rumah.

2. Metode Pendekatan

Metode pendekatan yang digunakan adalah secara yuridis normatif, yaitu suatu metode di mana hukum dikonsepsikan sebagai norma, kaidah, asas atau dogma. Metode pendekatan dalam penelitian ini menggunakan data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier yang berkenaan dengan perlindungan hukum terhadap

nasabah dalam perjanjian kepemilikan rumah antara bank dengan pihak ketiga di hubungkan dengan undang-undang nomor 7 Tahun 1992 tentang


(28)

perbankan sebagaimana diubah dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 (lebih lanjut disebut dengan undang-undang perbankan).

3. Tahap Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap, yaitu :

a. Penelitian Kepustakaan (Library Research)

Langkah ini dilakukan untuk memperoleh bahan hukum primer berupa bahan hukum yang mengikat yaitu peraturan perundang-undangan, seperti Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-Undang Perbankan, bahan hukum sekunder yang meliputi referensi hukum dan non hukum berupa hasil penelitian, karya tulis dan bahan-bahan hukum tersier berupa berbagai artikel dari mass media, ensiklopedia, kamus dan lain-lain.

b. Data Lapangan

Data lapangan dimaksud untuk mendukung data kepustakaan. Penelitian lapangan dilakukan dengan melakukan wawancara dengan berbagai pihak yang berkompeten berkaitan dengan penelitan ini

4.Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian dilakukan dengan dua cara, yaitu:

a. Studi Dokumen

Pengumpulan data melalui studi dokumen digunakan untuk

mengumpulkan data sekunder. Cara ini merupakan konsekuensi dari penelitian normatif/kepustakaan yang berdasarkan data sekunder.


(29)

1) Bahan Hukum Primer

Yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, yang terdiri dari.

a) Norma/kaidah dasar yaitu Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 Alinea keempat.

b) Peraturan Dasar, yaitu Batang Tubuh Undang-Undang Dasar 1945, yaitu Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 23 dan Pasa! 33 Undang-Undang Dasar 1945.

c) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

d) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan.

e). Undang-undang Nomor 6 Tahun 2009 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia menjadi Undang-Undang. 2). Bahan Hukum Sekunder

Yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan hokum primer dan memberikan penjelasan mengenai hukum primer, misalnya: a) Buku-buku ilmiah yang berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap nasabah dalam perjanjian kepemilikan rumah antara bank dengan pihak ketiga di hubungkan dengan undang-undang nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas undang-undang nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan.

b) Hasil penelitian yang berkaitan perlindungan hukum terhadap

nasabah dalam perjanjian kepemilikan rumah antara bank dengan pihak ketiga di hubungkan dengan undang-undang nomor 10


(30)

Tahun 1998 tentang perubahan atas undang-undang nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan.

c) Makalah dari berbagai seminar yang berkaitan perlindungan hukum terhadap nasabah dalam perjanjian kepemilikan rumah antara bank dengan pihak ketiga di hubungkan dengan undang-undang nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas undang-undang nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan.

3). Bahan Hukum Tersier

Yaitu bahan yang memberikan petunjuk dan penjelasan temadap bahan hukum primier dan sekunder, misalnya :

a) Kamus hukum. b) Ensiklopedia.

c) Majalah, surat kabar, jumal, website.

b. Wawancara

Wawancara merupakan teknik pengumpulan data secara langsung dari lapangan untuk mendapatkan data primer sebagai data pendukung. Wawancara juga merupakan cara utama untuk mengumpulkan data atau informasi18.

Peneliti dalam penelitian ini mengadakan wawancara dengan para pihak yang mampu dan memiliki wewenang serta kompeten untuk menjawab pertanyaan yang diajukan yang berkaitan dengan tinjauan hukum atas perjanjian jual beli rumah untuk kepentingan nasabah dengan pengembang.

18

Sanapiah Faisal, Penelitian Kualitatif - Dasar- dasar dan Aplikasi, YA3, Malang, 1999, Hlm. 61.


(31)

5. Metode Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan menggunakan metode analisis yuridis kualitatif, yaitu metode penelitian yang bertitik tolak dari norma-norma, asas-asas dan peraturan perundang-undangan yang ada sebagai norma hukum positif yang kemudian dianalisis secara kualitatif.

6. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian untuk memperoleh data dalam penulisan ini adalah : a. Perpustakaan, yaitu Perpustakaan Universitas Padjadjaran –Bandung. b. Instansi yang bersangkutan dengan penelitian ini, diantaranya

adalah:

1) Bank Cimb Niaga


(32)

BAB II

TINJAUAN TEORETIS MENGENAI PERJANJIAN DALAM PERBANKAN A. Perjanjian pada Umumnya

1. Pengertian Perjanjian

Perjanjian adalah suatu kesepakatan yang diperjanjikan (promissory agreement) di antara dua pihak atau lebih yang dapat menimbulkan, memodifikasi atau menghiiangkan hubungan hukum. Hukum memberikan ganti rugi terhadap wanprestasi dari perjanjian, oleh karena itu pelaksanaan dari suatu perjanjian merupakan suatu tugas yang harus dilaksanakan oleh para pihak. Perjanjian di antaranya diaturdalam Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan sebagai berikut:

"Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan yang terjadi antara satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap orang lain atau lebih".

Undang-undang menentukan bahwa perjanjian yang sah berkekuatan sebagai undang-undang. Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang membuatnya. Persetujuan-persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain karena kesepakatan kedua belah pihak atau alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu. Persetujuan harus dilakukan dengan itikad baik.

2. Asas-asas dalam Perjanjian

Beberapa asas yang dikenal dalam perjanjian adalah sebagai berikut: a. Asas Perjanjian sebagai Hukum yang Mengatur (Aanvullenrecht,


(33)

Yaitu peraturan hukum yang beriaku bagi subjek hukum. ketentuan hukum ini tidak mutlak berlakunya karena jika para pihak mengatur sebaiiknya, maka yang beriaku adalah apa yang diatur oleh para pihak tersebut, dengan demikian peraturan hukum yang bersifat mengatur dapat disimpangi oleh para pihak. Hukum perjanjian pada prinsipnya adalah hukum yang mengatur.

b. Asas Kebebasan Berkontrak (Freedom of Contract)

Adalah suatu asas yang mengajarkan bahwa para pihak daiam suatu kontrak pada prinsipnya bebas untuk membuat atau tidak membuat kontrak. Bebas untuk mengatur sendiri isi kontrak tersebut.

Asas kebebasan berkontrak harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1) Harus memenuhi syarat sebagai suatu kontrak. 2) Tidak diiarang oleh undang-undang.

3) Tidak bertentangan dengan kebiasaan yang berlaku. 4} Harus dilaksanakan dengan itikad baik.

c. Asas Pacta Sunt Servanda

Adalah suatu asas yang menyatakan bahwa suatu perjanjian yang dibuat secara sah oleh para pihak mengikat para pihak tersebut secara penuh sesuai dengan isi perjanjian tersebut. Kekuatan mengikat secara penuh tersebut dianggap sama dengan kekuatan mengikatnya undang-undang, oleh karena itu jika salah satu pihak tidak memenuhinya maka akan dikenakan sanksi.


(34)

d. Asas Obligatoir

Adalah asas yang menentukan bahwa jika suatu perjanjian telah dibuat maka para pihak telah terikat, namun hanya sebatas timbulnya hak dan kewajiban, sedangkan prestasi belum dapat dipaksakan karena perjanjian kebendaan belum terjadi, misalnya dalarn perjanjian jual beti, kata sepakat yang dituangkan dalam perjanjian betum memindahkan hak milik. Hak milik baru berpindah pada saat terjadinya levering atau barang diserahkan.

e. Asas Konsensual

Yaitu asas yang menyatakan jika suatu perjanjian telah disepakati maka perjanjian tersebut sah mengikat secara penuh, bahkan persyaratan tertulispun tidak disyaratkan oleh hukunrt kecuali untuk beberapa jenis perjanjian tertentu yang disyaratkan secara tertulis.

3. Syarat Sahnya Perjanjian

Suatu perjanjian dapat dinyatakan sah oleh hukum apabila memenuhi beberapa persyaratan yuridis tertentu, antara lain sebagai berikut:

a. Syarat Sah Subjektif dan Objektif Berdasarkan Pasal 1320 KUH Perdata Pasal 1320 KUH Perdata mengatur bahwa perjanjian dapat dinyatakan sah apabila memenuhi empat persyaratan, yaitu:

1). Sepakat Mereka untuk Mengikatkan Diri.

Sepakat diantara mereka yang mengikatkan diri terjadi apabila kedua belah pihak menyatakan kehendak yang isinya sesuai dengan apa yang diatur dalam perjanjian tersebut. Menurut teori

hukum, adanya kesepakatan kehendak apabila tidak terjadinya salah satu unsur-unsur sebagai berikut:


(35)

a) Paksaan (dwang).

b) Penipuan (bedrog).

c) Kekeliruan (dwaling).

2) Cakap untuk Membuat Suatu Perjanjian

Orang yang membuat suatu perjanjian harus cakap menurut hukum. Pada asasnya setiap orang yang sudah dewasa dan sehat pikirannya adalah cakap menurut hukum. Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 1330 KUH Perdata, yang disebut sebagai orang-orang yang tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian adalah :

a) Orang yang Belum Dewasa.

Jika ditinjau dari sudut keadilan, orang yang membuat perjanjian nantinya akan terikat oleh perjanjian tersebut, oleh karena itu orang tersebut harus mempunyai cukup kemampuan untuk benar-benar menyadari tanggung jawabnya

b) Mereka yang Ditaruh di Bawah Pengampuan.

Orang yang membuat perjanjian berarti mempertaruhkan harta kekayaannya, oteh karena itu orang tersebut haruslah seseorang yang benar-benar berhak bebas berbuat apapun dengan harta kekayaannya. Orang yang berada di bawah pengampuan menu rut hukum tidak dapat berbuat bebas dengan harta kekayaannya. Orang tersebut berada di bawah pengawasan pengampuan. Kedudukannya sama. dengan orang yang belum dewasa. Anak yang belum dewasa harus diwakili oleh orang tuanya, sedangkan

orang yang berada di bawah pengampuan harus diwakiti oleh pengampu atau kuratomya.


(36)

c) Orang Perempuan dalam Hal-hal yang Ditetapkan oleh Undang-Undang, dan Semua Orang kepada Siapa Undang-Undang Telah Melarang Membuat Perjanjian-perjanjian Tertentu. Berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3/1963 Tanggal 4 Agustus 1963 kepada Ketua Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi di sefuruh Indonesia, Mahkamah Agung menganggap ketentuan tentang hai tersebut sudah tidak berlaku lagi.

3) Suatu Hal Tertentu

Perjanjian harus mengenai hai tertentu, artinya apa yang diperjanjikan, hak-hak dan kewajiban-kewajiban kedua befah pihak jika timbul suatu perselisihan.

4) Suatu Sebab yang Halal

Sebab (dalam bahasa Belanda disebut oorzaak dan dalam bahasa latin disebut causa) dari perjanjian adalah isi perjanjian tersebut,

misalnya dalam perjanjian jual beli maka isinya adalah satu pihak menghendaki uang sedangkan pihak lain menghendaki barang. Kedua syarat pertama disebut syarat subjektif karena kedua syarat tersebut mengenai subjek perjanjian. Jika syarat subjektif tidak dipenuhi maka perjanjian tersebut dapat dibatatkan, artinya salah satu pihak mempunyai hak untuk meminta supaya perjanjian tersebut dibatatkan. Perjanjian tersebut dinamakan voidable atau vemietigbaar yang selalu diancam dengan bahaya pembataian (canceling). Kedua syarat terakhir

disebut syarat objektif karena mengenai objek dari perjanjian. Perjanjian tersebut batal demi hukum jika syarat objektif tidak dipenuhi, artinya dari


(37)

semula tidak pernah dilahtrkan perjanjian dan tidak pernah ada perikatan. Tujuan para pihak yang mengadakan perjanjian tersebut untuk melahirkan perikatan adalah gagal, dengan demikian tidak ada dasar untuk saling menuntut di depan hakim. Perjanjian tersebut dalam bahasa Inggris dikatakan null and void.

b. Syarat Sah Umum di Luar Pasal 1320 KUH Perdata

Syarat perjanjian yang berlaku umum yang diatur di luar Pasal 1320 KUH Perdata adalah sebagai berikut:

1) Harus dilakukan dengan itikad baik.

2) Tidak boleh bertentangan dengan kebiasaan yang berlaku. 3) Harus dilakukan berdasarkan asas kepatutan.

4) Tidak boleh melanggar kepentingan urnum. c. Syarat Sah yang Khusus

Perjanjian harus pula memenuhi beberapa syarat khusus yang ditujukan untuk perjanjian-perjanjian khusus, syarat yang dimaksud adalah:

1) Syarat tertulis untuk perjanjian-perjanjian tertentu. 2) Syarat akta notaris untuk perjanjian-perjanjian tertentu.

3) Syarat akta pejabat tertentu (selain notaris) untuk perjanjian-perjanjian tertentu.

4) Syarat ijin dan pejabat yang berwenang untuk perjanjian-perjanjian tertentu.


(38)

4. Wanprestasi dan Force Majeur

Prestasi merupakan objek dari perikatan, berupa hak bagi kreditur dan kewajiban bagi debitur. Prestasi adalah pelaksanaan dari isi perjanjian yang telah diperjanjikan menurut tata cara yang telah disepakati bersama, jika debitur tidak melakukan apa yang dijanjikan maka debitur dapat dikatakan telah melakukan wanprestasi, alpa, lalai atau ingkar janji. Perkataan wanprestasi berasal dari bahasa Belanda yang berarti prestasi buruk. Pada debitur terletak kewajiban untuk memenuhi prestasi, jika debitur tidak melaksanakan kewajibannya bukan karena keadaan memaksa maka debitur dianggap melakukan wanprestasi atau ingkar janji19.

Wanprestasi (kelalaian atau kealpaan) seorang debitur dapat berupa empat macam, yaitu20:

a. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya.

b. Melaksanakan apa yang dijanjikannya tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan.

c. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi teriambat.

d. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya. Wanprestasi membawa akibat yang merugikan bagi debitur karena sejak saat tersebut debitur berkewajiban untuk mengganti kerugian yang timbul akibat wanprestasi tersebut, datam hal debitur melakukan wanprestasi, maka kreditur dapat menuntut21:

a. Pemenuhan perikatan.

b. Pemenuhan perikatan dengan ganti rugi.

19

R. Setiavvan, Pokok-pokok Hukum Parikatan, Putra A. Bard in, Bandung. 1999, Hlm. 17.

20

Subekti, Op. Cit., Hlm. 45. 21


(39)

c. Ganti rugi.

d. Pembatalan persetujuan timbat balik. e. Pembatalan dengan ganti rugi

Akibat yang sangat penting dari tidak dipenuhinya perjanjian adalah kreditur dapat meminta ganti rugi atas biaya rugi dan bunga yang dideritanya.

Debitur yang tidak dapat membuktikan bahwa tidak teriaksananya prestasi bukan karena kesalahannya diwajibkan membayar ganti rugi, sebaliknya debitur bebas dan kewajibannya membayar ganti rugi jika debitur karena keadaan memaksa tidak memberi atau berbuat sesuatu yang diwajibkan atau telah melakukan perbuatan yang seharusnya tidak dilakukan.

Keadaan memaksa (overmacht atau force majeur) adalah suatu keadaan

yang terjadi setelah dibuatnya persetujuan yang menghalangi debitur untuk memenuhi prestasinya, di mana debitur tidak dapat dipersalahkan dan tidak harus menanggung risiko serta tidak dapat menduga pada waktu persetujuan dibuat. Keadaan memaksa menghentikan bekerjanya perikatan dan menimbulkan berbagai akibat, yaitu:

a. Kreditur tidak lagi dapat meminta pemenuhan prestasi.

b. Debitur tidak lagi dapat dinyatakan lalai, dan karenanya tidak wajib membayar ganti rugi.

c. Risiko tidak beralih kepada debitur.

d. Kreditur tidak dapat menuntut pembatalan pada persetujuan timbal balik.


(40)

Uraian lebih lanjut mengenai keadaan memaksa adalah sebagai berikut: a. Keadaan yang menimbulkan keadaan memaksa tersebut harus terjadi

setelah dibuatnya persetujuan, karena jika petaksanaan prestasinya sudah tidak mungkin dilakukan sejak dibuatnya persetujuan maka persetujuan tersebut batal demi hukum disebabkan obyeknya tidak ada atau tanpa kuasa.

b. Keadaan yang menghalangi pemenuhan prestasi harus mengenai prestasinya sendih.

c. Debitur yang tidak dapat menyerahkan barangnya karena dicuri tidak dapat dinyatakan bersalah, jika debitur tersebut telah berusaha sebaik-baiknya untuk menyimpan barang tesebut.

d. Debitur tidak harus menanggung risiko, berarti debitur baik berdasarkan undang-undang, persetujuan maupun menurut pandangan yang berlaku datam masyarakat tidak harus menanggung risiko.

e. Debitur ttdak dapat menduga akan terjadinya peristiwa yang menghalangi pemenuhan prestasi pada waktu perikatan dibuat, dalam hai ini baik debitur sebagai manusia yang normal maupun berdasarkan pengetahuannya yang khusus atau keahliannya tidak dapat menduga akan timbulnya peristiwa atau keadaan tersebut.

B. Perjanjian pada Perbankan 1. Pengertian Perbankan

Perbankan (banking) pada umumnya ialah kegiatan-kegiatan dalam menjual/belikan mata uang, surat efek dan instrumen-instrumen yang dapat diperdagangkan. Penerimaan deposito, untuk memudahkan penyimpanannya atau untuk mendapat-kan bunga, dan atau pembuatan, pemberian


(41)

pinjaman-pinjaman dengan atau tanpa barang-barang tanggungan, penggunaan uang yang ditempatkan atau diserahkan untuk disimpan22.

2. Asas-Asas Perbankan

Didalam melaksanakan kemitraannya antara bank dan nasabah perlu dilandasi beberapa asas hukum supaya tercipta suatu kemitraan yang baik. Beberapa asas hukum tersebut antara lain :

a. Asas Demokrasi Ekonomi

Asas ini secara tegas ada dalam Pasal 2 Undang-Undang Perbankan yang menyatakan: ”Perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berdasarkan demokrasi ekonomi yang menggunakan prinsip kehati-hatian”.

b. Asas Kepercayaan

Dalam penjelasan Pasal 29 Undang-Undang Perbankan menyatakan bahwa bank terutama bekerja dengan dana dari masyarakat yang disimpan pada bank atas dasar kepercayaaan. Menurut Sutan Remy Syahdeni:

“bunyi pasal itu mengandung makna bahwa nasabah menyimpan dana dalam hubungan dengan bank dilandasi oleh kepercayaan bahwa bank akan berkemauan membayar kembali simpanan nasabah penyimpan dana itu pada waktu ditagih sehingga hubungan antara Kreditor dan debitor bukan hanya secara kontekstual semata melainkan hubungan berdasarkan kepercayaan”.

22

DR. Sentosa Sembiring, SH., MH, Hukum Perbankan,Mandar Maju, Bandung, Hlm. 1.


(42)

c. Asas Kerahasiaan (Confidential Principle)

Asas Kerahasiaan adalah asas yang mengharuskan atau mewajibkan bank merahasiakan segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan dan lain-lain dari nasabah bank yang menurut kelaziman bank wajib dirahasiakan.

d. Asas Kehati-hatian (Prudental Principle)

Asas Kehati-hatian adalah suatu asas yang menyatakan bahwa dalam menjalankan fungsi dan kegiatan usahanya wajib menerapkan prinsip kehati-hatian dalam rangka melindungi dana masyarakat yang dipercaya.

3. Jenis-Jenis Perbankan Dan Kegiatan Usahanya

a. Menurut Undang-Undang Perbankan dalam Pasal 5, dikenal 2 (dua) jenis bank yaitu :

1. Bank Umum

Bank Umum menurut Pasal 1 ayat (3) dan (4) Undang-Undang Perbankan diartikan sebagai Bank yang dapat melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

2. Bank Perkreditan Rakyat

Bank yang dapat melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak


(43)

Menurut fungsinya, bank dibagi 3 jenis yaitu: a. Bank Sentral

Yaitu Bank Indonesia sebagaimana dimaksud Undang-Undang Nomor 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia

b. Bank Umum

Yaitu bank yang dapat memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran

c. Bank Perkreditan Rakyat

Yaitu Bank yang dapat menerima simpanan hanya dalam bentuk deposito berjangka, tabungan dan bentuk lainnya yang dipersamakan

dengan itu.

d. Bank Umum yang mengkhususkan diri untuk melaksanakan

kegiatan tertentu atau memberikan perhatian yang lebih besar kepada kegiatan tertentu. Yang dimaksud dengan mengkhususkan

kegiatan tertentu antara lain: melaksanakan kegiatan pembiayaan jangka panjang, pembiayaan untuk mengembangkan koperasi, pengembangan pengusaha golongan ekonomi lemah/usaha kecil, pengembangan ekspor non migas dan pengembangan pembangunan perumahan23.

23

Lukman Dendawijaya, Manajemen Perbankan, Ghalia Indonesia, Jakarta 2001, hlm.26.


(44)

b. Kegiatan usaha Bank

Dasar hukum bagi kegiatan bank umum adalah :  Undang- Undang Perbankan.

 Pasal 1 angka 3, Pasal 5 ayat (1), Pasal 6 Undang-Undang Perbankan Dalam Pasal 6 Undang-Undang Perbankan, disebutkan

usaha bank umum meliputi :

a. Menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, Deposito Berjangka, Sertifikat Deposito dan Tabungan. b. Memberikan kredit.

c. Menerbitkan Surat Pengakuan Hutang.

d. Membeli, Menjual atau menjamin resiko sendiri maupun untuk kepentingan dan atas perintah nasabahnya.

e. Memindahkan uang bank untuk kepentingan sendiri maupun nasabah.

f. Menempatkan dana pada, meminjamkan dana dari atau

meminjamkan dana kepada bank lain baik dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun dengan wesel tunjuk, cek atau sarana lainnya.

g. Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan atau antar pihak ketiga. h. Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat

berharga.

i. Melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan lain berdasarkan suatu kontrak.


(45)

lainnya dalam surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek. k. Membeli melalui pelelangan agunan baik semua maupun

sebagian dalam hal debitor tidak memenuhi kewajibannya kepada bank dengan ketentuan agunan yang dibeli tersebut dicairkan secepatnya.

l. Melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit dan kegiatan wali amanat

m. Menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan

prinsip bagi hasil sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh peraturan pemerintah.

n. Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank

sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang Perbankan.”

Selain melakukan kegiatan usaha sebagaimana tersebut di atas, bank umum dapat pula :

a. Melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. b. Melakukan kegiatan penyertaan modal pada bank atau

perusahaan lain dibidang keuangan seperti sewa guna usaha, modal ventura, perusahaan efek, asuransi serta lembaga kliring penyelesaian dan penyimpanan dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. c. Melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk


(46)

menarik kembali penyertaannnya dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia

d. Bertindak sebagai pendiri dana pensiun dan pengurus dana pensiun sesuai peraturan perundang-undangan dana pensiun yang berlaku.

Dasar hukum bagi kegiatan Bank Perkreditan Rakyat adalah :  Undang-Undang Perbankan.

 Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 32/35/KEP/DIR tentang Bank Perkreditan Rakyat tanggal 12 Mei 1999.

 Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 32/36/KEP/DIR tentang Bank Perkreditan Rakyat berdasarkan prinsip syariah tanggal 12 Mei 1999.

 Pasal 1 angka 4, Pasal 13, Pasal 14 Undang-Undang Perbankan Kegiatan usaha Bank Perkreditan Rakyat meliputi :

a. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu

b. Memberikan kredit.

c. Menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah.

d. Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito berjangka, sertifikat deposito, dan/atau tabungan pada bank lain.


(47)

C. Ruang Lingkup Perbankan 1. Perbankan pada Umumnya

a. Pengertian Bank dan Perbankan

Secara etimologis, bank berasal dan bahasa Italia, yang berarti bantu atau pembantu, namun datam perkembangannya, bank merupakan suatu pranata sosial yang bersifat finansial yang melaksanakan jasa-jasa keuangan24. Keberadaan bank di Indonesia dimulai dengan didirikannya De

Bank van Leening oleh Vereenigde Oosf Indische Compagnie (VOC) di Jawa pada tahun 1746. Banktersebutkemudian diuban menjadi De Bank CQurant&n Bank van Leening pada tahun 1752. Bank tersebut merupakan cikal bakal dari dunia perbankan pada masa selanjutnya25.

Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang bank dl Indonesia terus menerus disempunakan, undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan telah diubah dan disempumakan dengan Undang Nomor 18 tahun 1998 (selanjutnya disebut Undang-Undang Perbankan). Pasal 1 angka 1 Undang-Undang-Undang-Undang Perbankan merumuskan pengertian perbankan, yaitu sebagai berikut:

" Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya".

Selanjutnya, Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Perbankan menyebutkan bahwa:

24

Tinjauan Umum tentang Bank, http://pimkienz.multtply.com, Diakses Tanggal 22 Juli 2010, Pukul 14.05 WIB.

25


(48)

" Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk latnnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak".

b. Hukum Perbankan di Indonesia

Menurut Muhamad Djumhana, ruang lingkup Hukum Perbankan di Indonesia adalah26:

"Hukum yang mengatur masalah-masalah perbankan yang berlaku sekarang di Indonesia. Dengan demikian, berarti akan membicarakan aturan-aturan perbankan yang masih berlaku sampai saat ini, sedangkan peraturan perbankan yang berlaku pada masa yang lalu, hanya dibahas apabila mempunyai keterkaitan dengan ketentuan yang berlaku saat ini atau pembahasan dalam kerangka sejarah perbankan di Indonesia",

Munir Fuady menguraikan Hukum Perbankan sebagai berikut27:

"Hukum yang mengatur masalah perbankan disebut dengan Hukum Perbankan (Banking Law). Yakni merupakan seperangkat kaidah hukum dalam bentuk peraturan perundang-undangan, yurisprudensi, doktrin dan iain-lain sumber hukum, yang mengatur masalah-masalah perbankan sebagai lembaga, dan aspek kegiatan sehari-hari, rambu-rambu yang hams dipenuhi oieh suatu bank, perilaku petugas-petugasnya, hak, kewajiban, tugas dan tanggung jawab para pihak yang tersangkut dengan bisnis perbankan, apa yang boieh dan tidak boleh dilakukan oleh bank, eksistensi perbankan dan lain-lain yang berkenaan dengan dunia perbankan tersebut.

Definisi Hukum Perbankan lainnya dikemukakan oleh H.R. Daeng

Naja, yaitu sebagai berikut28:

26

Muhamad Djumhana, Op, Cit., Hlm. 24. 27

Munir Fuady, Hukum Perbankan Modern Berdasarkan Undang-Undang Tahun 1998 (Buku Kesatu), Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999, Hlm. 14.


(49)

"Hukum Perbankan adalah aturan-aturan, baik aturan pokok maupun aturan pelaksanaan, baik menyangkut perdata mapun pidana, baik mengenai pengurusan maupun pemilikan tentang suatu badan usaha yang pada pokoknya menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kembali dalam bentuk kredit serta bidang-bidang yang berhubungan dengan kegiatan badan usaha tersebut".

Berdasarkan definisi-definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa seluruh aspek dalam perbankan diatur dan dibatasi oleh berbagai peraturan perundang-undangan, oleh karena itu Hukum Perbankan mengalami perkembangan yang sangat pesat.

c. Fungsi Perbankan

Sesuai Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Perbankan, Perbankan mempunyai fungsi pokok sebagai finansial intermediasi atau lembaga perantara keuangan serta mempunyai fungsi tambahan memberikan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran.

Menurut Iswantoro, Bank mempunyai fungsi sebagai berikut:

1. Mengumpulkan dana yang sementara menganggur untuk dipinjamkan

2. kepada pihak lain atau membeli surat-surat berharga (Financial Investment)

3. Mempermudah di dalam lalu lintas pembayaran uang;

4. Menjamin keuangan masyarakat yang sementara tidak digunakan;

28

H.R. Daeng Naja, Hukum Kredit dan Bank Garansi The Bankers Hand Book, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2005, Hlm. 6.


(50)

5. Menciptakan Kredit (Credit Money deposit) yaitu dengan cara menciptakan Demand Deposit (Deposit yang dapat diuangkan sewaktu-waktu dari kelebihan cadangan) excess reserves29.

d. Tujuan Perbankan

Dalam Pasal 4 Undang-Undang Perbankan diatur tentang tujuan Perbankan Indonesia adalah menunjang pelaksanaan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan/pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional kearah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak.

29

Iswardono, Uang dan Bank, edisi ke-4 cetakan pertama, BPFE, Yogyakarta, 1990, hlm. 62.


(51)

(52)

BAB III

PERJANJIAN ANTARA BANK DENGAN PIHAK KETIGADAN NASABAH

A. Perjanjian Penyediaan Rumah antara Bank dengan Pihak Ketiga

Bank memiliki fasilitas kredit kepemilikan rumah untuk menyediakan rumah bagi nasabah. Perjanjian penyediaan rumah untuk kepentingan nasabah melibatkan 3 pihak, yaitu :

1. Bank 2. Pihak Ketiga

3. Nasabah, yaitu perseorangan yang memperoleh fasititas untuk membeli satuan tanah dan rumah yang dibangun pada proyek. Terdapat dua perjanjian dalam perjanjian penyediaan rumah, yaitu: 1. Perjanjian yang dibuat antara bank dengan pihak ketiga

2. Perjanjian yang dibuat antara bank dengan nasabah.

Perjanjian yang dibuat antara bank dengan pihak ketiga menyebutkan bahwa bank telah mengajukan penawaran kepada pihak ketiga untuk menyediakan fasilitas Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) kepada masyarakat yang akan membeli rumah atau rumah toko atau rumah kantor di lokasi perumahan yang dibangun dan dikelola oleh pihak ketiga.

Perjanjian kerjasama antara bank dengan pihak ketiga antara lain mengatur tentang realisasi pencairan Kredit Kepemilikan Rumah (KPR).

Perjanjian tersebut menyebutkan bahwa bank akan melakukan realisasi pencairan fasilitas Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) kepada pihak ketiga dengan

cara pemindahbukuan sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah fasilitas Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) atas nama nasabah untuk pembelian tanah kavling


(53)

dengan sertifikat induk baik yang belum atau sudah dipecah apabila nasabah tetah membayar lunas uang muka pembiayaan kredit sebesar 20% (dua puluh persen) kepada bank atau dibuktikan dengan penyerahan kuitansi pembayaran uang muka dari pihak ketiga yang diserahkan kepada bank.

Bank selanjutnya akan melakukan realisasi pencairan sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah fasilitas Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) untuk pembelian bahan material pembangunan rumah (di luar upah) realisasi pencairan dilakukan secara pemindahbukuan pada rekening pihak ketiga dan dilakukan pemblokiran sebesar 50% (lima puluh persen) dengan ketentuan, diantaranya:

1. Nasabah telah membayar lunas uang muka pembiayaan kredit sebesar 20% (dua puluh persen) kepada bank atau kepada pihak ketiga dengan dibuktikan penyerahan kuitansi pembayaran uang muka kepada bank.

2. Perjanjian kredit kepemilikan rumah (KPR)telah ditandatangani.

3. Biaya-biaya telah dibayar nasabah, seperti biaya administrasi, premi asuransi jiwa, notaris dan lain-lain

4. Jaminan rumah yang akan dibangun harus ditutup asuransi kerugian perusahaan asuransi yang menjadi rekanan bank dan dengan pihak ketiga Pembukuan blokir saldo rekening pihak ketiga dilakukan secara 3 (tiga) tahap sesuai prestasi pembangunan rumah:

a. Sebesar 10% (sepuluh persen) apabila prestasi rumah telah mencapai 50% (lima puluh persen).

b. Sebesar 20% (dua puluh persen) apabila prestasi rumah telah

mencapai 70% (tujuh puluh persen).


(54)

d. telah mencapai 100% (seratus persen).

Para pihak dalam perjanjian kerjasama mempunyai hak dan kewajiban tertentu. Hak satu pthak merupakan kewajiban bagi pihak lain dan begttu pula sebaliknya.

Hak bank adalah :

1. Menentukan besarnya Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) yang dibebankan kepada nasabah dan memberitahukan perkiraan besamya Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) secara tertulis kepada pihak ketiga, perkiraan Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) tersebut dapat berubah sewaktu-waktu sesuai ketentuan yang ada pada bank.

2. Melakukan pendebetan Rekening Giro Operasional atau Rekening Giro Penampungan pihak ketiga untuk:

a. Pembayaran denda keterlambatan penyelesaian suatu kewajiban yang harus dilaksanakan oleh pihak ketiga berdasarkan perjanjian tersebut

b. Pembayaran pelunasan fasilitas Kredit Kepemilikan Rumah (KPR). Kewajiban bank adalah:

1. Melakukan analisa dan memberi keputusan atas permohonan fasititas Kredit Kepemilikan Rumah (KPR).

2. Melaksanakan realisasi fasilitas Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati.

Hak pihak ketiga adalah memperoleh dana realisasi pencairan fasilitas Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) sesuai dengan jumlah pembiayaan yang


(55)

memperhatikan ketentuan-ketentuan sebagaimana yang ditetapkan dalam perjanjian tersebut, sedangkan kewajiban pihak ketiga adalah:

1. Membantu pemasaran Kredit Kepemilikan Rumah (KPR).

2. Membantu pembeli dalam menyiapkan berkas-berkas permohonan fasilitas Kredit Kepemilikan Rumah (KPR).

3. Membuka Rekening Giro Operasionai dan Rekening Giro Penampungan.

4. Menyerahkan sertifikat induk atau sertifikat pecahan apabila sertifikat induk sudah dipecah, Kepada bank atau Notaris/PPAT yang ditunjuk bank selambat-lambatnya pada saat penandatanganan Kredit Kepemilikan Rumah (KPR).

5. Menyelesaikan pemecahan sertifikat induk menjadi atas nama nasabah (melalui Notaris yang ditunjuk bank) paling lambat 12 bulan sejak Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) antara bank dengan nasabah dengan ditandatangani.

6. Melakukan pemecahan IMB induk menjadi IMB atas Satuan Rumah dan menyerahkan IMB tersebut kepada bank selambat-lambatnya 12 bulan sejak Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) material untuk pembangunan rumah ditandatangani.

7. Menyelesaikan pembangunan rumah sehingga menjadi rumah siap huni paling lambat 3 bulan sejak Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) ditandatangani oleh bank dan nasabah.

8. Apabila bank terlambat menyerahkan dokumen, dikenakan denda per


(56)

9. Menjamin peiunasan pembayaran uang muka yang telah dibayarkan nasabah dan seluruh kewajiban nasabah kepada bank yang timbul dari pembiayaan Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) termasuk tunggakan angsuran pembiayaan, denda keterlambatan dan seturuh biaya-biaya yang timbul sehubungan dengan kewajibannya nasabah yang tertunggak yang disebabkan pihak ketiga tidak dapat memenuhi kewajibannya.

10. Pelaksanaan kewajiban sebagaimana dimaksud.

11. Untuk menandatangani Akta Subrogasi dengan bank yang dibuat secara notaris selambat-lambatnya 7 hari kerja sejak dilakukan pembayaran pelunasan, untuk mengambil alih segala hak dan wewenang bank serta menjamin dan melepaskan bank dari segala tuntutan hukuman yang mungkin timbul sehubungan dengan subrogasi dan pelaksanaan ketentuan.

12. Apabila pihak ketiga terlambat atau tidak dapat menyelesaikan pembangunan rumah atau menyerahkan rumah siap huni pada nasabah daiam jangka waktu 3 bulan seteiah jangka waktu sebagaimana yang telah ditentukan dalam butir f ayat ini, maka nasabah wajib membeli tanah dan bangunan rumah tersebut dari nasabah dan seluruh klaim atau ganti dari nasabah atas keterlambatan tersebut menjadi beban pihak ketiga, termasuk apabila nasabah mengakhiri Kredit Kepemilikan Rumah (KPR).

Bank sebagai pihak yang menyalurkan dana kepada pihak ketiga sesuai dengan pencapaian progress (kemajuan) bangunan milik nasabah memerlukan


(57)

jaminan dari pihak ketiga . Hal ini dimaksudkan karena setiap pemberian kredit selalu mengandung risiko tertentu.

Bank wajib mempunyai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan pihak ketiga untuk menyelesaikan pembangunan rumah milik nasabah sesuai waktu yang diperjanjikan. Hal ini dikarenakan datam pemberian kredit terkait dengan suatu degree of risk, maka bank akan berupaya melakukan langkah-langkah pengamanan kredit yang bersifat technical, artinya dilakukan dengan teknik dan cara yang intensif 30.

Fungsi jaminan dalam pemberian kredit bank merupakan source of the last resort bagi pelunasan kredit yang diberikan oteh bank kepada nasabah debitor, artinya bila temyata surnber utama pelunasan nasabah debitur yang berupa hasil keuangan yang diperoleh dan usaha debitur (first way out) tidak memadai sebagaimana yang diharapkan, maka hasil eksekusi dari jaminan itu

(second way out) diharapkan menjadi sumber pelunasan alternatif terakhir yang dapat diharapkan oleh bank dan debitur tersebut.

Berkaitan dengan jaminan, Subekti berpendapat bahwa jaminan yang ideal adalah jaminan yang31:

1. Dapat dengan mudah membantu perolehan kredit oleh pihak yang membutuhkannya.

2. Tidak melemahkan posisi (kekuatan) si penerima kredit untuk

meneruskan usahanya.

30

Muchdarsyah Sinungan, Manajemen Dana Bank, Bumi Aksara, Jakarta, 1993, Hlm. 263.

31

Subekti, Jaminan-jaminan untuk Pemberian Kresit menurut Hukum Indonesia Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991, Hlm 10.


(58)

3. Memberikan kepastian kepada kreditur dalam arti bahwa apabila perlu, mudah diuangkan untuk melunasi utang debitur.

Pemberian kredit atau penyaluran dana yang diberikan oleh bank kepada pihak ketiga mengandung banyak risiko, oleh dalam perjanjian kerjasama yang dibuat oleh bank dengan pihak ketiga, pihak ketiga menjamin, memberi kuasa dan menyatakan, bahwa:

1. Tanah dan bahan material pembangunan rumah yang akan dijual kepada Pembeli adalah benar hak penuh pihak ketiga, tidak ada pihak lain yang turut memiliki atau mempunyai hak apapun juga, tidak pernah dijual, dipindahkan haknya serta tidak tersangkut dalam suatu perkara atau sengketa atau dalam suatu sitaan, apabila ternyata di kemudian hari terdapat gugatan atau tuntutan dari pihak lain maka hal tersebut merupakan tanggung jawab pihak ketiga dan dengan ini melepaskan bank dari segala tuntutan dan gugatan berupa apapun juga dan dari siapapun juga.

2. Bersedia diikat sebagai penjamin pelunasan pembiayaan nasabah yang diterima nasabah dari bank termasuk tunggakan angsuran pembiayaan, denda keterlambatan dan seiuruh biaya-biaya yang timbul sehungan dengan kewajibannya nasabah yang tertunggak yang disebabkan pihak ketiga tidak dapat memenuhi kewajibannya, penjaminan ini berlaku sejak kredit kepemilikan rumah (KPR) ditandatangani antara nasabah dengan bank sampai dengan sertifikat pecahan atas nasabah tetah terbit dan diserahkan kepada bank serta


(59)

3. Apabila nasabah mengunggak pembayaran angsuran kredit kepada bank selama 2 bulan berturut-turut yang disebabkan karena pihak ketiga tidak memenuhi ketentuan, maka pada akhir bulan kedua tersebut pihak ketiga wajib membayar seluruh fasilitas kredit kepemilikan rumah (KPR) nasabah, termasuk denda keteriambatan dan seluruh biaya-biaya yang timbul, selanjutnya pihak ketiga

membeli tanah dan bangunan rumah tersebut dan nasabah dengan harga sesuai kesepakatan antara pihak ketiga dan nasabah mendapat persetujuan dari bank.

4. Sebagai dasar pelaksanaan jaminan-jaminan dan kewajiban-kewajiban pihak ketiga serta pelaksanaan pemenuhan hak-hak bank, pihak ketiga dengan ini memberikan kuasa kepada bank, kuasa mana tidak dapat ditarik kembali dan tidak akan berakhir oleh sebab apapun juga termasuk namun tidak terbatas oleh sebab-sebab yang tercantum dalam Pasal 1813, 1814, dan 1816 KUH Perdata, untuk melakukan pendebetan/pencairan dana pada Rekening Giro Operasional dan atau Rekening Giro Penampunangan.

5. Harga jual rumah yang diberikan kepada bankadalah harga jual rumah yang diberikan pihak ketiga kepada pembeli atau kepada pihak umum

(Publish Price List) setelah dikurangi potongan harga.

6. Untuk pemberian jaminan ini, pihak ketiga melepaskan semua hak yang diberikan oleh Undang-undang kepada pihak ketiga termasuk tetap tetapi tidak terbatas pada apa yang dicantumkan dalam Pasal


(60)

B. Perjanjian Kepemilikan Rumah antara Bank dengan Nasabah

Kredit kepemilikan Rumah adalah paket kredit yang dilaksanakan oleh Bank kepada masyarakat yang ingin membeli/mendapatkan rumah yang dibangun oleh pihak ketiga dengan cara kredit, berdasarkan pembiayaan kredit Bank yang dikeluarkan oleh Bank.

Perjanjian pembiayaan kredit kepemilikan rumah selanjutanya yang disingkat dengan KPR adalah kredit yang diberikan oleh Bank untuk membantu anggota masyarakat guna membeli sebuah rumah berikut tanahnya, untuk dimiliki dan dihuni sendiri.

Bagi konsumen yang membutuhkan perjanjian pembiayaan kredit kemilikan rumah (KPR) di Bank berlaku ketentuan suku bunga dari KPR Bank antara lain sebagai berikut :

1. Sistem suku bunga

Yaitu setiap saat dapat berubah sesuai dengan ketentuan Bank.

2. Apabila terjadi perubahan suku bunga, juga berlaku untuk kredit yang sudah diberikan yang belum dilunasi.

3. Perhitungan bunga :

- Perhitungan bunga tahun pertama dihitung berdasarkan jumlah maksimal kredit.

- Perhitungan bunga tahun-tahun berikutnya dihitung berdasarkan saldo akhir yang mendahuluinya.

4. Apabila terjadi tunggakan dikenakan sanksi-sanksi antara lain berupa denda.

Di dalam pengajuan kredit perumahan tersebut, sebelum memberikan kredit bank melihat secara seksama terhadap watak (character), kemampuan


(61)

(capacity) modal (capital), agunan (collateral) dan keadaan (condition), yaitu melalui prosedur yang dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan berupa tahap pemberian kredit berupa penilaian terhadap calon debitur terhadap watak (character), kemampuan (capacity), modal (capital), agunan (collateral) dan keadaan conditions) serta sejalan dengan asas-asas dalam hukum perjanjian terutama asas kepercayaan yang terdapat dalam Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata yang berbunyi “Persetujuan-persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik”.

Kemudian pada tahap berikutnya dalam prosedur perjanjian kredit kepemilikan rumah ini berupa pembinaan bagi nasabah yang telah menerima kredit. Apabila pada tahap pertama tadi pihak bank telah melaksanakan pengawasan pencegahan dengan mengumpulkan keterangan-keterangan oleh bank di dalam surat permohonan dari calon nasabah, maka pihak bank akan mengambil keputusan untuk mengabulkan atau menolak permohonan. Apabila permohonan nasabah tidak memenuhi kriteria, maka permohonan tersebut langsung ditolak, namun apabila dikabulkan, kredit mulai dilaksanakan. Dan pada tahap ini pihak Bank mengadakan pembinaan melalui cara-cara pendekatan yang dapat diterima oleh nasabah yaitu melalui penyuluhan dan pengarahan serta memberikan motivasi kepada nasabah agar menyadari dan melakukan kewajibannya untuk membayar secara tertib dan teratur.

Tindakan terakhir yang dilakukan oleh Bank dalam prosedur perjanjian KPR ini adalah melakukan upaya-upaya penyelamatan kredit, yang dimaksudkan dengan penyelamatan kredit adalah usaha bank untuk :


(1)

e) Sengketa yang diajukan belum pernah diproses dalam Mediasi perbankan yang difasilitasi oleh Bank Indonesia

f) Pengajuan penyelesaian Sengketa tidak melebihi 60 (enam puluh) hari kerja sejak tanggal surat hasil penyelesaian Pengaduan yang disampaikan Bank kepada Nasabah.

Proses Mediasi dilaksanakan setelah Nasabah atau Perwakilan Nasabah dan Bank menandatangani perjanjian Mediasi (agreement to mediate) yang memuat:

a. Kesepakatan untuk memilih Mediasi sebagai alternatif penyelesaian Sengketa.

b. Persetujuan untuk patuh dan tunduk pada aturan Mediasi yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.

Jika proses mediasi telah selesai dilaksanakan, maka pihak bank wajib mengikuti dan mentaati perjanjian Mediasi yang telah ditandatangani oleh Nasabah atau Perwakilan Nasabah dan Bank.

Pemaparan di atas merupakan sebagian dari peraturan perundang-undangan yang dapat dijadikan sarana perlindungan bagi nasabah selaku konsumen di bidang perbankan. Demi optimalnya peraturan perundang-undang dimaksud, maka diperlukan adanya kerja sama antar stake holder terkait, yaitu pihak bank, nasabah, pemerintah, dan lembaga penyelesaian sengketa sesuai dengan kapasitas dan kewenangan masing-masing.


(2)

BAB V PENUTUP A. Simpulan

1. Akibat perjanjian kerjasama antara bank dengan pihak ketiga dalam

pembiayaan kepemilikan rumah untuk kepentingan nasabah jika pihak ketiga tidak memenuhi tanggung jawabnya terhadap hak nasabah

Pihak Ketiga dalam hal ini tidak memenuhi tanggung Jawabnya terhadap nasabah bank dengan melakukan wanprestasi. Tindakan wanprestasi yang dilakukan oleh pihak ketiga mengakibatkan kerugian pada nasabah yang bersangkutan, diantaranya adalah nasabah yang bersangkutan tidak mendapatkan haknya sesuai perjanjian dan nasabah yang bersangkutan dikategorikan dalam collectibilitas 5 (kredit macet), pelanggran yang di lakukan pihak ketiga itu di kenakan sanksi pasal 1243 KUH Perdata tentang ingkar janji dan 1365 KUH Perdata tentang melawan hukum,

2. Pelaksanaan perlindungan hukum terhadap nasabah di bidang Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan

Perlindungan hukum bagi nasabah bank selaku konsumen ditinjau dari peraturan perundang-undangan di bidang perbankan, misalnya adanya kewajiban bagi bank untuk menjadi anggota LPS sehingga dapat memberi perlindungan bagi nasabah akan perlindungan kepemilikan rumah (KPR). Di samping itu juga adanya hak bagi nasabah untuk melakukan pengaduan nasabah, serta menggunakan forum mediasi perbankan untuk mendapatkan penyelesaian sengketa di bidang perbankan secara sederhana, murah, dan cepat, Bank yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), Pasal 9 ayat (2), Pasal 13, dan Pasal 14 dikenakan sanksi


(3)

administratif sesuai Pasal 52 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998,berupa teguran tertulis.

B. Saran

1. Bank seharusnya tidak mengkategorikan nasabahnya dalam collectibilitas 5 Karena macetnya pembayaran angsuran yang dilakukan oleh nasabah disebabkan karena kesalahan pihak ketiga tidak menyelesaikan pembangunan rumah nasabah pada waktunya.

2. Peraturan perundang-undangan di bidang perbankan, terutama Undang-Undang Perbankan sebaiknya dilakukan perubahan sehingga

mencantumkan perlindungan hukum tentang nasabah di bidang Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1992 Tentang Perbankan.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Agussalim Andi Gadjong, Pemerintahan Daerah -Kajian Politik dan Hukum, Ghalia Indonesia, Bogor, 2007.

Dahlan Thaib, Teori Hukum dan Konstitusi, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1999.

Diana Halim Koentjoro, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Bogor, 2004.

H,R. Daeng Naja, Hukum Kredit dan Bank Garansi The Bankers Hand Book, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2005.

Iswardono, Uang dan Bank, edisi ke-4 cetakan pertama, BPFE, Yogyakarta, 1990.

Lukman Dendawijaya, Manajemen Perbankan, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2001.

Mochtar Kusumaatmadja, Konsep-konsep Hukum dalam Pembangunan, Alumni, Bandung, 2002.

Muchdarsyah Sinungan, Manajemen Dana Bank, Bumi Aksara, Jakarta, 1993.

Muhammad Djumhana, Asas-asas Hukum Perbankan Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2008.

Munir Fuady, Hukum Perbankan Modem Berdasarkan Undang-Undang Tahun 1998 (Buku Kesatu), Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999.

Nina Nuraini, Hukum Bisnis - Suatu Pengantar, Insan Mandiri, Bandung, 2006.

Normin S. Pakpahan, Kamus Hukum Ekonomi Elips, Elips, Jakarta, 1997. Ridwan H.R., Hukum Administrasi Negara, Raja Grafindo Persada, Jakarta,

2006.

R. Setiawan, Pokok-pokok Hukum Perikatan, Putra A. Bardin, Bandung, 1999,

Sanapiah Faisal, Penelitian Kuatitatff - Dasar-dasar dan Aplikasi, YA3, Malang, 1999.


(5)

Subekti, Aneka Perjanjian - Cetakan Kesepuluh, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995.

Subekti, Jaminan-jaminan untuk Pemberian Kredit menurut Hukum Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991.

Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Islam, Grafiti, Jakarta.

B. Peraturan Perundang-undangan Perubahan Undang-Undang Dasar1945. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Sebagaimana Diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan.

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 - 2025.

Pasal 1 angka 5 PBI No. 8/5/PBI/2006 tentang Mediasi Perbankan Oleh: Khotibul Umam, S.H.

C. Website

Perbankan, http://www.id.wikipedia.org

Tinjauan Umum tentang Bank, http://pimkien2.multiply.com

Tinjauan Umum tentang Bank, http://pimkienz.multtply.com, Diakses Tanggal 22 Juli 2010, Pukul 14.05 WIB.


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Data Pribadi.

a. Nama Lengkap : Andrea Kusuma Nugraha b. Nama Panggilan : Andre

c. Tempat, Tanggal Lahir : Samarinda, 31 Juli 1988

d. Agama : Islam

e. Jenis Kelamin : Laki – Laki

f. Alamat : Jl. Gagak no. 32, Kel. Sukaluyu, Kec. Cibenyiung Kaler

Bandung 40123 g. Telephone : 0852-1996-8162

h. e-mail : Andreakusumanugraha@yahoo.com

Latar Belakang Pendidikan.

a. 2003 – 2006

SMA Negeri 2 Pandeglang (Banten) b. 2000 - 2003

SLTP Negeri 2 Pandeglang (Banten) c. 1995 - 2000

SD Negeri Karaton 1 Pandeglang (Banten) d. 1994 – 1995

Tk 2 Kebon Jeruk (Jakarta Barat) e. 1993 – 1994

Tk 1 Samarinda (Kalimantan Timur

Demikianlah daftar riwayat hidup ini saya buat dengan sebenar –

benarnya.

Hormat Saya, Andrea Kusuma Nugraha


Dokumen yang terkait

Pengangkatan Dewan Komisaris dan Direksi Bank menurut Undang-Undang Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 jo. Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 Tentang Perbankan

0 38 105

Perlindungan Hukum Atas Data Pribadi Nasabah dalam Penyelenggaraan Layanan Internet Banking Dihubungkan dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan

0 3 11

Perlindungan Hukum Terhadap Bank Perkreditan Rakyat Dalam Hal Kredit Bermasalah (Non Perfoming Loan) Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan

0 5 1

Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Penyelanggaraan Layanan SMS Banking Dihubungkan Dengan Undnag-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Jo. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008

0 8 1

TESIS PROSPEK PEMBENTUKAN BANK INDUSTRI BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN.

0 3 13

PENDAHULUAN PROSPEK PEMBENTUKAN BANK INDUSTRI BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN.

0 3 19

TINJAUAN PUSTAKA PROSPEK PEMBENTUKAN BANK INDUSTRI BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN.

0 4 43

PENUTUP PROSPEK PEMBENTUKAN BANK INDUSTRI BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN.

0 2 5

Perlindungan Hukum dan Tanggung Jawab Pegawai Bank terhadap Data Nasabah Dikaitkan Prinsip Kerahasiaan Bank Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.

0 1 45

Tanggung Jawab Bank Dalam Pemberian Kredit Dengan Jaminan Tanah Dihubungkan Dengan Prinsip Kehati-hatian Didasarkan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan Dan Undang-undang Nomor 4 Tahun

0 0 20