8 tersebut yang digambarkan sebagai wanita yang begitu kuat. Haji Abdul adalah tokoh
antagonis. Ahmad adalah tokoh yang memiliki karakter kompleks karena mengalami perubahan pada akhir ceritanya. Haji Terbus, Riah, dan Rois adalah tokoh tambahan
yang mempunyai karakter sederhana. 3.2.2.2
Latar Latar tempat pada novel ini di antaranya adalah Cibatok, Kampung Duri,
Jatinegara, Matraman, Glodok, Pasar Baru, dan Pasar Senen. Latar waktu dalam novel
Midah Simanis Bergigi Emas
ini terjadi pada tahun 1950-an. Latar sosial yakni kehidupan di mana perempuan masih berada di bawah laki-laki dan keterbatasan akan
kebebasan perempuan dalam menuntut haknya sangat dibatasi. 3.2.2.3
Alur Alur yang digunakan dalam novel
Midah Simanis Bergigi Emas
adalah alur progresif alur maju. Alur maju adalah alur yang dimulai dari tahap awal atau
perkenalan sampai tahap akhir atau penyelesaian. Tahap awal dimulai pemunculan konflik tokoh Midah, dan diakhiri dengan berakhirnya konflik tokoh Midah.
3.3 Ketidakadilan Gender dalam Novel
Midah Simanis Bergigi Emas
3.3.1 Kekerasan
Violence
Bentuk ketidakadilan gender terkait dengan kekerasan yang terdapat dalam novel
Midah Simanis Bergigi Emas
karya Pramoedya Ananta Toer sebagai berikut. 3.3.1.1
Kekerasan Seksual Kekerasan seksual dalam novel
MSBE
karya Pramoedya Ananta Toer dilakukan oleh Mimin terhadap Midah.
Jangan ganggu aku. Aku sedang mengandung. Tetapi Mimin tidak peduli. Tubuhnya telah terguncang-guncang oleh terkaman
itu. Jangan ganggu aku Simanis mengeraskan cegahannya. Aku sedang mengandung MSBE, 2015:40.
3.3.1.2 Kekerasan Fisik
Bentuk kekerasan fisik dalam novel
MSBE
dapat dilihat lewat adegan tokoh Haji Abdul saat menampar Midah yang sedang mendengarkan lagu Moresko di rumahnya.
9 Haram Haram Siapa memutar lagu itu di rumah?
Dan waktu dilihatnya Midah masih asyik mengiringi lagu itu, ia tampar gadis itu pada pipinya MSBE, 2015:18.
3.3.1.3 Kekerasan Prostitusi
Kekerasan lain yang terdapat dalam novel
MSBE
adalah bentuk kekerasan prostitusi
pelacuran yang dialami oleh tokoh utama, Midah. Pelacuran dalam hal tersebut adalah suatu bentuk kekerasan terhadap perempuan.
Midah dalam sepotong hidupnya sekarang, telah bertemu dengan banyak lelaki, pertemuan antara segala-galanya. Bertemu dengan banyak lelaki, hatinya tawar.
Sekali ia hidup untuk beberapa bulan di villa peristirahatan dengan hartawan Indonesia, Tionghoa, Arab dan bangsa apalagi yang tidak MSBE, 2015:132.
3.3.2 Marginalisasi Perempuan
Ketidakadilan gender terkait dengan marginalisasi perempuan dalam novel
Midah Simanis Bergigi Emas
sebagai berikut. 3.3.2.1
Marginalisasi dalam Bentuk PHK Marginalisasi dalam bentuk Pemutusan Hubungan Kerja PHK dialami oleh
tokoh Riah. Tokoh Riah dipecat karena dituduh melindungi Midah oleh Haji Abdul. Tidak ada orang yang bisa menjawab tuduhan bang Haji. Dan karena amarahnya
tidak dapat ditahannya lagi, semua orang yang bekerja di dapur diusirnya hari itu juga MSBE, 2015:19.
3.3.2.2 Marginalisasi dalam Bentuk Deskriminasi di Rumah Tangga
Bentuk marginalisasi dalam rumah tangga seringkali berupa tindakan deskriminasi atas anggota keluarga, baik laki-laki dengan perempuan, maupun sesama
perempuan. Bentuk deskriminasi tersebut dialami oleh tokoh utama, Midah. Kelahiran adiknya yang semakin banyak membuat Midah tersingkir dari rumah.
Bertambah banyak adik gadis dan laki-laki Midah, bertambah jauh pula ia tercerai berai dari kedua orang tuanya MSBE, 2015:20.
3.3.3 Subordinasi Atas Laki-laki
Ketidakadilan gender terkait subordinasi atas laki-laki dalam novel
Midah Simanis Bergigi Emas
sebagai berikut.
10 3.3.3.1
Subordinasi dalam Dunia Kerja Subordinasi dalam dunia kerja ini dialami oleh tokoh Nini. Nini sebagai
perempuan tunggal dalam rombongan keroncong tersebut tidak mempunyai hak untuk menyuarakan pendapatnya. Perempuan dalam dunia kerja tidak mempunyai hak untuk
memimpin, ia hanya memiliki posisi sebagai seseorang yang harus rela dipimpin oleh laki-laki.
Bangsat Kau kira apa aku ini? Teriak wanita itu. Cuma satu orang perempuan yang boleh ikut rombongan. Tidak boleh lebih.
Nini Di sini aku kepalanya. Bukan engkau MSBE, 2015:33.
3.3.3.2 Subordinasi dalam Rumah Tangga
Bentuk subordinasi dalam rumah tangga dialami oleh tokoh Nyonya Abdul. Nyonya Abdul sebagai seorang istri juga sekaligus perempuan tidak berhak mengambil
keputusan dalam rumah tangga. Tugas seorang istri hanyalah mengurus dapur sekaligus mengikuti keputusan yang telah ditentukan oleh laki-laki sebagai pemimpin keluarga.
Ah, pak. Biarlah aku bicara sendirian dengan anakmu. Tidak Haji menggeleng. Dahulu aku takut penyakit karena itu aku jatuh jadi
kurbannya. Katakan anakku, katakana pada bapakmu MSBE, 2015:118-119.
3.3.4 Stereotipe pelabelan negatif
Bentuk pelabelan negatif atau stereotipe terkait novel tersebut dialami oleh tokoh Midah. Pekerjaan penyanyi yang dilakukannya dipandang oleh orang tua Midah
sekaligus masyarakat sekitar menjadi pekerjaan yang tidak bermoral bahkan dianggap asusila.
Apakah layak kau balas aku dengan ikut mempercepat kehancuranku? Jadi penyanyi pengamen keroncong Jadi doger. Anakku Anakku.
Walau bagaimana juga, akhirnya dia anakku sendiri. Walau doger walau lebih buruk dari itu, dia harus kubawa pulang dan kuperbaiki MSBE, 2015: 68.
3.3.5 Beban Kerja Ganda dan Lebih Lama
Burden
Ketidakadilan gender terkait beban kerja ganda dan lebih lama dialami oleh Midah. Midah memutuskan pergi dari rumah suaminya dalam keadaan hamil dan
membuat dirinya harus menanggung beban kerja ganda serta harus bekerja keras demi menghidupi calon anaknya.
11 Kandunganku bertambah tua. Tenagaku habis. Ijinkanlah aku untuk tidak ikut
bekerja sehingga melahirkan. Aku mengerti juga, Manis. Tetapi engkau harus ingat, tiada bekerja engkau pun
tiada menerima nafkah MSBE, 2015:46.
3.4 Implementasi Hasil Penelitian dalam Pembelajaran Sastra di SMA