Pengaruh Orangtua Terhadap Anak Dalam Novel Midah Simanis Bergigi Emas Karya Pramoedya Ananta Toer Tinjauan: Strukturalisme

(1)

PENGARUH ORANGTUA TERHADAP ANAK DALAM NOVEL MIDAH SIMANIS BERGIGI EMAS

KARYA PRAMOEDYA ANANTA TOER TINJAUAN: STRUKTURALISME

SKRIPSI

OLEH:

SEPTA FRENLY BARNES BARUS NIM 100701005

DEPARTEMEN SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(2)

Pengaruh Orangtua Terhadap Anak dalam NovelMidah Simanis Bergigi Emas

Karys Pramoedya Ananta Toer Tinjauan: Strukturalisme

Skripsi

Oleh:

Septa Frenly Barnes Barus Nim 100701005

Pembimbing I. Pembimbing II.

Drs. Isma Tantawi, M.A. Dra. Kristiana, M.Hum. NIP 19600207 198901 1 001 NIP 19610610 198601 2 001

Departemen Sastra Indonesia Ketua,

Prof. Dr. Ikhwanudin Nasution, M.Si. NIP 19620925 198903 1 017


(3)

PERNYATAAN

Pengaruh Orangtua Terhadap Anak dalam Novel Midah Simanis Bergigi Emas

Karya Pramoedya Ananta Toer Tinjauan: Strukturalisme

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi saya ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila pernyataan yang saya perbuat ini tidak benar, saya bersedia menerima sanksi berupa pembatalan gelar kesarjanaa yang saya peroleh.

Medan, Oktober 2015 Yang Menyatakan,


(4)

PRAKATA

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang MahaKuasa yang selalu melimpahkan rahmat dan kasih sayang-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Orangtua terhadap Anak dalam Novel Midah Simanis Bergigi Emas. Karya Pramoedya Ananta Toer Tinjauan: Strukturalisme. Penyusunan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan pada Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara. Dalam proses pengerjaan skripsi ini, peneliti sangat banyak mendapat bimbingan, dorongan, dan dukungan. Oleh sebab itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu terwujudnya skripsi saya ini, yaitu

1. Prof. Drs. Subhilhar, M.A.,PH.D selaku Pejabat Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Ir. Zukifli Nasution, M.Sc., Ph.d selaku Wakil Rektor I Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Ir. Armansyah Ginting, M.Eng selaku Wakil Rektor II Universitas Sumatera Utara, Drs. Bongsu Hutagalung, M.Si. selaku Wakil Rektor III Universitas Sumatera Utara, Ibu Prof. Dr. Ningrum Natasya Sirait, S.H., M.LI selaku Wakil Rektor IV Universitas Sumatera Utara, dan Ir. Yusuf Husni Selaku Wakil Rektor V Universitas Sumatera Utara, yang telah banyak memberikan sarana dan prasarana dalam proses penyelesaian skripsi ini.

2. Dr. Syahron Lubis, M.A. selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya, Dr. M. Husnan Lubis, M.A. selaku Wakil Dekan I Fakultas Ilmu Budaya, Drs. Samsul Tarigan selaku Wakil Dekan II Fakultas Ilmu Budaya, Drs. Yuddi Adrian Mulyadi, M.A. selaku Wakil Dekan III Fakultas Ilmu Budaya, yang telah banyak memberikan sumbangsih berupa sistem pendidikanyang baik sesuai dengan kurikulum


(5)

3. Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.Si. selaku Ketua Departemen Sastra Indonesia dan Drs. Haris Sutan Lubis, M.S.P. selaku Sekretaris Departemen Sastra Indonesia, yang telah memberikan dorongan, nasihat dan saran dalam proses penyelesaian skripsi ini.

4. Drs. Isma Tantawi, M.A. selaku Dosen Pembimbing I dan Ibu Dra. Kristiana, M. Hum.selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktu, memberikan kritik, dan saran dalam proses penyelesaian skripsi ini.

5. Staf pengajar dan Administrasi di Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan proses pengajaran yang baik dan ilmu yang bermanfaat dalam proses penyelesaian skripsi ini.

6. Ayah anda Ng. Barus, Ibunda R. Br. Tarigan, kakak saya Nera Br. Barus, dan adik saya Elita Br. Barustercinta yang tidak henti-hentinya memberikan semangat dan dorongan baik secara moril dan materil untuk menyelesaikan skripsi ini.

7. Semua pihak yang telah membantu penulis. Terimakasih segala bentuk bantuannya. Walaupun saya tidak menyebutnamanya satu persatu, tetapipenulis akan tetap mengenangnyasampai akhir hayat.Teman-teman kampus stambuk 2010 terkhusus Geng 14: Ari Acem Woyo, Bima Rio Gendut, Hendra Morgan, Elwin Profesor, Edwin Gendut, Rianto, Osen Sabur Lapet, Jimmi Aca-aca, Eli Kombes, Hotman, Wernando Legend, Toga Kurus Tinggi Langsing, Bunga Lamria Preman, dan sahabat seperjuangan saya dari ilmu sejarah Ginanjar dan Evan yang memberi motivasi untuk menyelesaikan skripsi ini.

Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, karena kesempurnaan hanya milik Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu, peneliti mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan skripsi ini.


(6)

Medan, Oktober 2015 Penulis


(7)

Pengaruh Orangtua Terhadap Anak dalam Novel Midah Simanis Bergigi Emas

Karya Pramoedya Ananta Toer Tinjauan: Struktturalisme

Oleh

Septa Frenly Barnes Barus Departemen Sastra Indonesia

Fakultas Ilmu Budaya USU

ABSTRAK

Penelititan ini menganalissi strukturalisme dan pengaruh orangtua terhadap anak pada novel Midah Simanis Bergigi Emas Karya Pramoedya Ananta Toer. Penelititan bertujuan untuk mendeskripsikan karya sastra dari segi struktur dan pengaruh orangtua terhadap anaknya. Metode dalam penelitian ini adalah metode penelititan kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik pustaka. Teknikm analis data dalam penelititan ini adalah mendeskripsikan data yang diperoleh dari hasil membaca dan menghayati data primer dan data skunder, kemudian melakukan pemahaman dan penafsiran terhadap data yang sudah ada serta mengidentifikasi struktur dan pengaruh orangtua kepada anak yang terdapat pada novel MSMBE. Teori yang digunakan adalah teori strukturalisme Novel yang dianalisis adalah novel MSMBE. Struktur yang membangun novel ini terdiri dari alur maju. Tahap awal terdiri dari kehidupan keluarga Midah, tengah mulai munculnya konflik-konfik dalam diri Midah, tahap akhir terdiri dari klimaks ketika Midah menjadi penynyi sekaligus jadi pelacur. Karakter tokoh terdiri atas tiga yaitu Midah, Haji Abdul, dan Ahmad Latar tempat berada di Kota Jakarta, latar sosial menunjukkan keluarga Haji Abdul yang terpandang karena kekayaannya. Sudut pandang dalam penelitian ini orang ketiga yang serba tahu. Gaya bahasa yang digunakan adalah menggunakan “dan” serta “ah”. Tema terdiri atas tema sentral dan tema bawahan. Pengaruh orangtua terhadap anaknya membahas Masalah keluarga terdiri atas ketidak seimbangan perhatian orangtua terhadap anak, sehingga hal tersebut membuat anak-anak menderita dan kekurangan kasih sayang. Bertambahnya anggota keluarga juga menyebabkan kemiskinan.


(8)

DAFTAR ISI

LEMBR PENGESAHAN ………i

PERNYATAAN... ....ii

PRAKATA...iii

ABSTRAK...vi

DAFTAR ISI...vii

BAB I PENDAHULUAN...1

1.1 Latar Belakang ...1

1.2 Rumusan Masalah...3

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ...3

1.3.1 Tujuan Penelitian ...3

1.3.2 Manfaat Penelitian ...3

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA...5

2.1 Konsep ...5

2.1.1 Novel ...5

2.1.2 Pengaruh ...6

2.1.3 Orangtua ...6

2.1.4 Anak ...7

2.2. Landasan Teori ...7

2.2.1 Teori Strukturalisme ...7

2.3 Tinjauan Pustaka ...10

BAB III METODE PENELITIAN...13

3.1 Sumber Data ...13


(9)

3.3 Teknik Analisis Data ...14

BAB IV ANALISIS STRUKTUR NOVEL MIDAH SIMANIS BERGIGI EMAS KARYA PRAMOEDYA ANANTA TOER ...16

4.1 Alur ...16

4.1.1 Tahapan Alur ...16

4.1.2 Hubungan Kausalitas ...22

4.1.3 Hubungan Plausiblitas ...24

4.1.4 Konflik dan Klimaks ...25

4.1.5 Klimaks ...28

4.2 Karakter...29

4.3 Latar ...37

4.4 Sudut Pandang ...41

4.5 Gaya Bahasa ...43

4.6 Tena ………...45

BAB V ANALISIS PENGARUH ORANGTUA TERHADAP ANAK DALAM NOVEL MIDAH SIMANIS BERGIGI EMAS KARYA PRAMOEDYA ANANTA TOER ...50

5.1 Masalah Keluarga ...50

BAB VI SIMPULAN ...54

DAFTAR PUSTAKA...56


(10)

Pengaruh Orangtua Terhadap Anak dalam Novel Midah Simanis Bergigi Emas

Karya Pramoedya Ananta Toer Tinjauan: Struktturalisme

Oleh

Septa Frenly Barnes Barus Departemen Sastra Indonesia

Fakultas Ilmu Budaya USU

ABSTRAK

Penelititan ini menganalissi strukturalisme dan pengaruh orangtua terhadap anak pada novel Midah Simanis Bergigi Emas Karya Pramoedya Ananta Toer. Penelititan bertujuan untuk mendeskripsikan karya sastra dari segi struktur dan pengaruh orangtua terhadap anaknya. Metode dalam penelitian ini adalah metode penelititan kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik pustaka. Teknikm analis data dalam penelititan ini adalah mendeskripsikan data yang diperoleh dari hasil membaca dan menghayati data primer dan data skunder, kemudian melakukan pemahaman dan penafsiran terhadap data yang sudah ada serta mengidentifikasi struktur dan pengaruh orangtua kepada anak yang terdapat pada novel MSMBE. Teori yang digunakan adalah teori strukturalisme Novel yang dianalisis adalah novel MSMBE. Struktur yang membangun novel ini terdiri dari alur maju. Tahap awal terdiri dari kehidupan keluarga Midah, tengah mulai munculnya konflik-konfik dalam diri Midah, tahap akhir terdiri dari klimaks ketika Midah menjadi penynyi sekaligus jadi pelacur. Karakter tokoh terdiri atas tiga yaitu Midah, Haji Abdul, dan Ahmad Latar tempat berada di Kota Jakarta, latar sosial menunjukkan keluarga Haji Abdul yang terpandang karena kekayaannya. Sudut pandang dalam penelitian ini orang ketiga yang serba tahu. Gaya bahasa yang digunakan adalah menggunakan “dan” serta “ah”. Tema terdiri atas tema sentral dan tema bawahan. Pengaruh orangtua terhadap anaknya membahas Masalah keluarga terdiri atas ketidak seimbangan perhatian orangtua terhadap anak, sehingga hal tersebut membuat anak-anak menderita dan kekurangan kasih sayang. Bertambahnya anggota keluarga juga menyebabkan kemiskinan.


(11)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Karya sastra diungkapkan sebagai karakter manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, semangat, ide, dan keyakinan dalam suatu bentuk gambaran kehidupan yang dapat membangkitkan pesona dengan alat bahasa yang diceritakan dalam bentuk tulisan. Karya sastra bukan hanya merupakan kumpulan atau himpunan hal atau benda yang berdiri sendiri melainkan saling berkaitan dengan ilmu yang lainnya.

Salah satu karya satra adalah novel. Novel sebagai sebuah karya fiksi menawarkan sebuah dunia, dunia yang berisi model kehidupan yang diidealkan, dunia imajinatif yang dibangun melalui berbagai unsur intrinsiknya seperti peristiwa, alur, tema, plot, amanat, sudut pandang, dan lain-lain yang kesemuanya tentu saja bersifat imajinatif. (Nurgiantoro, 2005:4).

Melalui sebuah karya sastra seorang pengarang berusaha untuk meyampaikan pemikiran-pemikiran melalui jalinan cerita. Begitu halnya juga dengan Pramoedya Ananta Toer, seorang pengarang dalam kesusasteraan Indonesia berusaha menemukan pengertian kepada pembaca tentang masalah kehidupan yang terjadi melalui tokoh-tokoh yang tersusun dalam sebuah jalinan cerita. Dalam sebagian besar karangannya, Pramoedya Ananta Toer memperlihatkan rasa keadilan yang kritis dan bahkan cenderung fanatik serta kebencian mendalam terhadap segala macam ketidakadilan. Hampir dalam seluruh karya Pramoedya Anan Toer, tokoh-tokoh protagonisnya hadir untuk berjuang demi cita-citanya secara gigih, namun kemudian secara paksa menyerah kepada kenyataan yang ada. Pramoedya Ananta


(12)

Toer memang seringkali tidak menempatkan karya sastranya dalam semboyan atau teriakannya tentang cita-cita yang muluk. Yang penting bagi dirinya adalah bangkitnya kesadaran pembaca (masyarakat) akan tanggungjawab sebagai manusia untuk keadilan dan kebenaran. (Kurniawan, 1999:16).

Novel Midah Simanis Bergigi Emas(MSMBE)merupakan suatu novel yang menggambarkan pengaruh orangtua terhadap anaknya serta serta situasi keadaan keluarga. Pengaruh pola asuh yang diterapkan kepada anaknya yang bernama Midah, dan ketika Midah menjadi seorang ibu. Novel ini sangat menarik untuk diteliti karena pengarang mampu mengangkat situasi sebuah keluarga dan memberi motivasi kepada pembaca untuk memaknainya. Gaya bahasa dalam penulisan novel ini sangat sederhana dan mudah dipahami. Dalam novel tersebut, pengarang menceritakan seorang perempuan yang bernama Midah. Pada awalnya ia berasal dari keluarga terpandang danpatuh terhadap agama. Karena ketidakadilan dalam rumah akibat orangtua yang memberikan pola asuh yang berbeda pada anak dalam keluarga tersebut, akibatnya ia memilih kabur dan terhempas di tengah jalanan Jakarta pada tahun 50-an yang ganas. Midah tampil sebagai orang yang tidak mudah menyerah dengan nasib hidup, walaupun ia hanya seorang penyanyi dengan panggilan “Simanis Bergigi Emas” dalam kelompok pengamen keliling dari satu resto ke resto lain, bahkan dari pintu ke pintu rumah warga. Dalam kondisi hamil berat Midah memang tampak kelelahan. Tapi manusia tidak boleh menyerah pada kelelahan. Kondisi kehidupan jalanan yang liar dan ganas harus diarungi dan ujung-ujungnya Midah memang kalah (secara moral) dalam pertahanan hidup.


(13)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang dikemukakan di atas, masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah struktur yang terdapat dalam novel MSMBE?

2. Bagaimanakah pengaruh orangtua kepada anak yang terdapat dalam novel MSMBE?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan penelitian ini sebagai berikiut:

1. Mendeskripsikan struktur yang membangun dalam novel MSMBE.

2. Mendeskripsikan pengaruh orangtua terhadap anaknya dalam novel MSMBE. 1.3.2 Manfaat penelitian

1.3.2.1 Manfaat Teoretis

1. Memperkaya khasanah ilmu pengetahuan khususnya dibidang sastra. 2. Dapat menjadi bahan perbandingan dan rujukan terhadap penelititan lain.

1.3.2.2 Manfaat Praktis

1. Penelititan ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagimahasiswauntuk memotivasi ide atau gagasan baru yang lebih kreatif dan inovatif di masa yang akan datang demi kemajuan diri mahasiswa dan jurusan.

2. Membantu pembaca memahami karya sastra dari segi unsur intrinsiknya dan pengaruh orangtua terhadap anaknya.


(14)

3. Penelititan sastra ini dapat digunakan untuk menambah koleksi atau kelengkapan perpustakaan sebagai peningkatan penggandaan buku atau refrensi yang berguna bagi penunjang perpustakaan.


(15)

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep

Menurut Malo (1985:47) konsep-konsep yang dipakai dalam ilmu sosial, walaupun kadang-kadang istilahnya sama dengan yang digunakan sehari-hari, namun makna dan pengertiannya dapat berubah.Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi Terbaru:449), konsep adalah gambaran mental dari objek, proses, atau apa pun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain. Rancangan kasar dari sebuah tulisan.

2.1.1Novel

Novel sebagai bentuk karya sastra merupakan jalan hidup yang di dalamnya terjadi peristiwa dan perilaku yang dialami dan diperbuat manusia.(Siswantoro 2005:29). Novel merupakan prosa fiksi yang berisi tentang kehidupan tokohnya dari awal hingga akhir. Novel sendiri merupakan gambaran hidup tokoh yang menceritakan hampir keseluruhan perjalanan hidup tokoh. Penokohan serta karakter tokoh dalam novel digambarkan dengan lengkap atau jelas oleh pengarang. Setiap tokoh diberi gambaran fisik dan kejiwaan yang berbeda-beda sehingga cerita tersebut seperti nyata atau menjadi hidup.

Novel sebagai sebuah karya fiksi menawarkan sebuah dunia, dunia yangberisi model kehidupan yang diidealkan, dunia imajinatif yang dibangun melaluiberbagai unsur intrinsiknya seperti peristiwa, plot, tokoh, latar, sudut pandang, dan lain-lain yang kesemuanya tentu saja juga bersifat imajinatif. (Nurgiyantoro, 2005:4).Untuk menganalisis novel, sebaiknya dilihat terlebih dahulu prinsipkepaduan sebuah novel.


(16)

Kepaduan di sini berarti koheren, saling berhubunganantara unsur yang satu dengan yang lain dan segala sesuatu yang diceritakan bersifat mendukung tujuan utama atau tema. Pembaca sebaiknyamembaca novel dengan cermat, mempertimbangkan berbagai episode, tokoh, alur,dan hubungan antarunsur serta bagaimana setiap bagian pada keseluruhan sampaimenemukan maksud atau tema yang mendasari semuanya. (Stanton, 2007:97).

2.1.2 Pengaruh

Menurut Kamus Besar Bahasa

Indonesia(EdisiTerbaru:597)“pengaruh”adalah daya yang adaatau timbul dari sesuatu (orang,benda, dan sebagainya) yang ikut membentukkepercayaan, watak atau perbuatan seseorang.Sehubungandengan itu,Poerwadarmitamengartikan bahwa ”pengaruh” adalah daya yang ada atau yang timbul dari seseorang atau berkekuatan gaib.Secara signifikan ’pengaruh’ dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang ada diluar dari individu yang dapat mempepengaruhi bagi dirinya.Sesuai dengan pemaparan diatas, dapat disimpulkan bahwa pengaruh merupakan sebagai suatu kekuatan atau daya yang mencoba menguasai kehidupan manusia.

2.1.3Orangtua

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia(Edisi Terbaru:563) menyebutkan bahwa Orangtua merupakan orang yang sudah berumur, orang yang usianya sudah banyak, orang yang sudah lama hidup di dunia; ayah dan ibu kita; orang yang cerdik cendekia; dukun, orang yang bisa menyembuhkan penyakit melalui ilmu kebatinannya, orang pintar dalam ilmu gaib. Setiap anak pada umumnya memiliki sifat atau karakter yang dimiliki oleh orangtuanya. Selain sifat atau karakter yang sama, cara mendidiknya juga sangat berpengaruh terhadap anaknya apakah itu


(17)

didikan yang bersifat positif atau negatif. Menurut Wadedan Carol (2007:215)menyebutkan bahwa Orangtua merupakan agen pengubah yang mampu membantu anak berubah haluan ke arah yang lebih sehat dengan selalu memastikan bahwa mereka rajin bersekolah, mengawasi mereka secara dekat, dan memberikan nilai-nilai kedisplinan yang konsisten.

2.1.4 Anak

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia(Edisi Terbaru:47) menyebutkan bahwa Anak merupakan keturunan dari ayah dan ibu. (keturunan yang kedua).

2.2 Landasan Teori

Sebuah penelitian yang bersifat objektif harus menggunakan landasan teori. Landasan teori merupakan dasar sebuah penelitian. Landasan teori diharapkan mampu menjadi tumpuan seluruh pembahasan.

2.2.1 Teori Strukturalisme

Kehadiran strukturalisme dalam penelitian sastra, sering dipandang sebagai teori dan pendekatan. Hal tersebut tidak salah, baik pendekatan maupun teori saling melengkapi dalam penelitian sastra. Pendekatan strukturalisme akan menjadi sisi pandang apa yang akan diungkap melalui karya sastra sedangkan teori adalah pisau analisisnya. (Endraswara, 2008:49).

Strukturalisme sebenarnya paham filsafat dunia sebagai realitas berstruktur. Dunia sebagai suatu hal yang tertib, sebagai sebuah relasi dan keharusan jaringan relasi ini merupakan struktur yang bersifat otonom. Karena keteraturan struktur itu, akan membentuk sebuah sistem yang baku dalam penelitian sastra. Menurut Junus (dalam Endraswara, 2008:49) strukturalisme memang sering dipahami sebagai


(18)

bentuk. Karya sastra adalah bentuk. Karena itu, strukturalisme sering dianggap sekadar formalisme modern. Memang ada kesama antara strukturalisme dengan formalisme yang sama-sama mencari arti dari teks itu sendiri. Namun, melalui kehadiran Levi-Strause dan Propp yang mencoba menganalisis struktur mitos (cerita rakyat), strukturalisme berkaitan pula dengan filsafat. Strukturalisme mampu menggambarkan pemikiran pemilik cerita. Hal ini berarti strukturalisme baik dalam sastra modern maupun sastra tradisional, tetapi akan berhubungan dengan hal-hal diluar struktur.

Strukturalisme merupakan cabang penelitian sastra yang tidak bisa lepas dari aspek-aspek linguistik. Sejak jaman Yunani, Aristoteles telah mengenalkan strukturalisme dengan konsep: wholeness, unity, complexity, dan coherence. Hal ini mempersentasikan bahwa keutuhan makna bergantung pada koherensi keseluruhan unsur sastra. Keseluruhan sangat berharga dibanding unsur yang berdiri sendiri. Karena msasing-masing unsur memiliki peraturan yang membentuk sistem makna. Setiap unit struktur teks sastra hanya akan bermakna jika dikaitkan hubungannya dengan struktur lainnya. Hubungan tersebut dapat berupa pararelisme, pertentangan, inversi, dan kesetaraan. Yang terpenting adalah bagaimana fungsi hubungan tersebut menghadirkan makna secara keseluruhan. Sebagai contoh, kata manis baru bermakna lengkap ketika dipertentangkan kata pahit. Ini berarti struktur sastra memiliki fungsi. (Endraswara, 2008:50).

Menurut Jean Peaget (dalam Endraswara 2008:50) strukturalisme mengandung tiga hal pokok. Pertama, gagasan keseluruhan (wholness), dalam arti bahwa bagian-bagian atau unsurnya menyesuaikan diri dengan seperangkat kaidah intrinsik yang menentukan baik keseluruhan struktur maupun bagian-bagiannya.


(19)

Kedua, gagasan transformasi (transformation), struktur itu menyanggupi prosedur transformasi yang terus-menerus memungkinkan pembentukan bahan-bahan baru. Ketiga, gagasan keteraturan yang tersendiri (self regulations) yaitu tidak memerlukan hal-hal diluar dirinya untuk mempertahankan prosedur transformasinya, struktur itu otonom terhadap rujukan sistem lain. (Endraswara, 2008:50).

Paham strukturalis secara langsung maupun tidak langsung sebenarnya telah menganut paham pruralis Paris yang dikembangkan oleh Ferdinand de Saussure. Paham ini mencuatkan konsep sign dan mean (bentuk dan makna/isi) atau seperti yang dikemukakan Luxemburg tentang signifant-signife dan paradigma-syntagma. Kedua unsur tersebut saling berhubungan dan merajut makna secara keseluruhan. Karenanya, kedua unsur penting ini tidak dapat dipisahkan dalam penulisan sastra. (Endraswara, 2008:50).

Karya sastra yang dibangun atas dasar bahasa, memiliki ciri bentuk (form) dan isi (content) atau makna (signifance) yang otonom. Artinya pemahaman sastra dapat diteliti dari teks sastra itu sendiri. Hanya saja pemahaman harus mampu mengaitkan kebertautan antar sunsur pembangun karya sastra. Kebertautan unsur itu akan membentuk sebuah makna utuh. Berarti prinsip menyeluruh sangat dipegang oleh kaum strukturalis. (Endraswara, 2008:50).

Ide dasar strukturalis adalah menolak kaum mimetik (yang menganggap karya sastra sebagai tiruan kenyataan), teori ekspresif (yang menganggap karya sastra sebagai ungkapan watak dan perasaan pengarang), dan menentang asumsi bahwa karya sastra sebagai media komunikasi antara pengarang dan pembaca. Singkatnya, strukturalisme menekankan pada otonomi penelitian sastra. (Endraswara, 2008:50).


(20)

Kehadiran strukturalisme telah mengalami evolusi yang panjang dan dinamis. Sampai sekarang penelitian struktural masih banyak dipakai di berbagai perguruan tinggi. Bahkan, di berbagai lembaga seperti Balai Bahasa dan Pusat Bahasa selalu mengandalkan strukturalisme.sebagai pisau penelitian. Hal ini memang beralasan karena penelitian struktural, peneliti justru tidak tergantung pada aspek lain di luar karya sastra. Melalui dikotomi bentuk dan isi juga telah melebar ke bidang antropologi struktural yang dipelopori oleh Levi-Strauss. Strukturalisme hadir sebagai upaya melengkapi penelitian sastra yang ekspresivisme dan berbau historis. Menurut paham strukturalisme, penelitian ekspresivisme dan historis telah “gagal” memahami karya sastra yang sesungguhnya. Karena, selalu mengaitkan karya sastra dengan bidang lain. Padahal, karya sastra itu sendiri telah dibangunkode-kode tertentu yang disepakati, sehingga memungkinkan pemahaman secara mandiri. (Endraswara, 2008:51).

2.3 Tinjauan Pustaka

Sepengetahuan penulis belum pernah mahasiswa dari Sastra Indonesia USU maupun dari mahasiswa lainnya mengaanalisis dari segi strukturalismenya, namun dari pendekatan teori lain sudah pernah dibahas. Penelitian mengenai novelMSMBE ini sudah pernah dilakukan oleh ThariqAsadi (99/131040/SA/11497), peneliti dari Universitas Gadjah Mada, pada tugasakhirnya tahun 2006 yang berjudul Novel MSMBE KajianFeminis Sastra. Dengan pendekatan feminis tersebut dijelaskan bahwa kajianfeminis MSMBE diawali dengan mengidentifikasi tokoh-tokoh perempuan, karenamelalui tokoh-tokoh perempuan dapat dipahami peran dan kedudukan perempuandalam masyarakat. Identifikasi terhadap tokoh-tokoh


(21)

perempuan dititikberatkanpada tokoh-tokoh perempuan yang memiliki peran sentral. Tahap selanjutnya menggunakan stereotipe perempuan dalam novel MSMBE. Stereotipe ini dapatditentukan berdasarkan gambaran yang telah diberikan pengarang maupuninteraksi antar tokoh.

Martha Lusiana merupakan mahasiswa Universitas Gajah Mada yang judul skripsinya Hegemoni tandingan dalam Novel Midah Simanis Bergigi Emas Karya Pramoedya Ananta Toer: Analisis Hegemoni Gramscian. Dalam skripsinya ia membahas tiga masalah yaitu mengungkap formasi ideologi yang ada dalam novel Midah Simanis Bergigi Emas, menguraikan hegemoni tandingan dalam novel MSMBE, dan mendeskripsikan konteks soaial Pramoedya Ananta Toer sebagai pengarang novel tersebut. Metode penelititan yang ia gunakan yaitu mendeskripsikan fakta-fakta yang terdapat dalam novel MSMBE lalu menganalisisnya dengan perspektif teori Hegemoni Gramscian. Berdasarkan analisis yang telah ia lakukan ia memaparkan delapan ideologi yakni feodalisme, materialisme, konsumerisme, teisme, liberalisme, humanisme, patriarki, dan feminisme. Delapan ideologi ini tersusun dalam formasi ideologi yang berelasi satu sama lain. Ideologi feodalisme didukung oleh ideologi konsumerisme, materialisme, patriarki, dan teisme, sementara ideologi humanisme bersinergi dengan ideologi liberalisme dan feminisme karena liberalisme menjunjung tinggi kebebasan manusia sebagai individu dan humanisme memperhatikan sesama manusia, termasuk kehidupan perempuan yang terungkap dalam ideologi feminisme. Ideologi feodalisme bertentangan dengan ideologi humanisme karena ideologi ini mendukung adanya kekuasaan dan kepemimpinan atas kelompok masyarakat yang dianggap tidak sederajat dengan


(22)

feodalis, sementara humanisme mengkritisi hal tersebut dengan mengupayakan hal-hal kemanusiaan dan persamaan derajat antar sesama manusia.

Selanjutnya skripsi Hevi Nurhayati yang berjudul Aspek Kepribadian Tokoh Utama Dalam Novel MSMBE Tinjauan: Psikologi Sastra. Ia membahas tujuan dalam penelitiannya mendeskripsikan struktur yang membangun novel MSMBE dan aspek kepribadian tokoh utamanya. Metode penelitian yang ia gunakan adalah metode kualitatif deskriptif. Objek dalam penelitiannya yaitu aspek kepribadian tokoh utama dalam novel MSMBE. Data dalam penelitiannya berupa kata, ungkapan, frase, dan kalimat, dalam novel MSMBE yang diklasifikasikan sesuai dengan analisis yang dikaji yaitu aspek kepribadian novel Midah. Teknik pengumpulan data dalam penelititan ini menggunakan teknik pustaka simak dan catat. Teknik analisis data menggunakan pembacaan heuristik dan hermeutik dengan pendekatan psikologi sastra.Hal ini membuat peneliti ingin meneliti strukturalisme novel MSMBE untuk mengetahui strukturnya dan pengaruh orangtua terhadap anaknya.


(23)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian adalah petunjuk yang memberi arah dan corak penelitian, sehingga dengan metode yang tepat suatu penelitian akan memperoleh hasil yang maksimal.

Metode dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. Metodepenelitian kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan datadeskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan tentang sifat-sifat suatu individu, keadaan atau gejala dari kelompok tertentu yang dapat diamati. (Moleong, 2002:6).

Data deskriptif yang dimaksud dalam penelitian ini adalah data yangdikumpulkan berbentuk kata-kata, frase, klausa, kalimat atau paragraf dan bukan angka-angka. Dengan demikian, hasil penelitian ini berisi analisis data yang sifatnya menuturkan, memaparkan, memberikan, menganalisis dan menafsirkan. (Satoto, 1991:15).

3.1Sumber Data

Sumber data yang akan dianalisis sebagai berikut: Judul : Midah Simanis Bergigi Emas Pengarang : Pramoedya Ananta Toer Penerbit : Lentera Dipantara Tebal Buku : 132 halaman Ukuran : 20 cm


(24)

Tahun : 2003

Warna Sampul : Biru dan Hijau

Gambar Sampul : Sekumpulan manusia dan seorang perempuan manisyang duduk tersenyum.

3.2Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah teknik pustaka, yaitu pengumpulan data yang menggunakan sumber-sumber tertulis untuk memperoleh data.Pengumpulan data diambil setelah membaca karya sastra dengancermat. Pengumpulan data bertujuan agar mempermudahkan peneliti dalammenganalisis. Selain itu, peneliti akan lebih akurat dan cermat dalampemerolehan data. Pengumpulan data dalam penelitian ini dengan mencermati struktur novelnya, dan pengaruh orangtuanya terhadap anaknya. Semua yang menjadi pemikiran, dialog, sertakutipan dan ungkapan hati tokoh menjadi data yang utama. Semua data harusdicermati berulang-ulang agar data yang diambil lebih akurat.

3.3Teknik Analisis Data

Adapun teknik analisis data yang diterapkan dalam penelitian ini adalah mendeskripsikan data yang diperoleh dari hasil membaca dan mengahayati data primer dan data sekunder, kemudian melakukan pemahaman dan penafsiran terhadap data yang sudah ada serta mengidentifikasi strukturnya dan pengaruh orangtua yang terdapat pada novel Midah Simanis Bergigi Emas.


(25)

Adapun langkah-langkah yang dilakukan untuk menganalisis data adalah sebagai berikut:

1. Memahami secara mendalam obyek yang dikaji atau diteliti.

2. Menyajikan data yang diperlukan lewat membaca berulang-ulang obyek yang akan diteliti.

3. Menginterpretasi data dan melakukan penafsiran secara sistematis terhadap data.

4. Menyimpulkan hasil analisis sehingga diperoleh informasi mengenai struktur serta keterangan yang berkaitan dengan pengaruh orangtuanyaterhadap anaknya pada novelMidah SiManis Bergigi EmasKarya Pramoedya Ananta Toer.


(26)

BAB IV

ANALISIS STRUKTUR NOVEL MIDAH SIMANIS BERGIGI EMAS KARYA PRAMOEDYA ANANTA TOER

4.1 Alur

Alur cerita merupakan jalannya suatu cerita dari awal hingga akhir. Biasanya istilah ini dibatasi pada peristiwa-peristiwa yang dihubungkan secara sebab-akibat (kausal) yakni peristiwa-peristiwa yang secara langsung merupakan sebab atau akibat dari peristiwa lain, dan jika dihilangkan akan merusak jalannya cerita. Peristiwa-peristiwa itu hanya melibatkan kejadian-kejadian fisik seperti percakapan atau tindakan tetapi juga melibatkan perubahan sikap, pandangan hidup, keputusan, dan segala sesuatu yang dapat mengubah jalannya cerita. (Stanton, 2007:14).

4.1.1 Tahapan Alur

Stanton mengemukakan bahwa alur memiliki bagian awal, tengah, dan akhir. Dalam Nuirgiyantoro (2005:125), Aristoteles mengemukakan bahwa awal cerita memperkenalkan peristiwa yang membuat pembaca mendapatkan informasi penting yang berkaitan dengan hal-hal yang akan muncul pada tahap-tahap berikutnya. Pada bagian awal masalah sudah mulai ditampilkan. Bagian tengah menampilkan pertentangan atau konflik yang sudah mulai dimunculkan pada bagian awal dan konflik itu semakin meningkat hingga mencapai klimaks. Bagian akhir merupakan penyelesaian akhir yang merupakan akibat dari klimaks dan menjadi bagian akhir dari cerita. Alur dalam novel MSMBE pada penelitian ini menggunakan alur


(27)

progresif (alur maju) yaitu jalinan cerita atau peristiwa ditampilkan secara brurutan dan berkembang dari tahap awal sampai akhir. Analisis alur novel MSMBE adalah berupa kutipan-kutipan peristiwa yang diawali para tokoh.

a. Tahap Awal

Alur yang diceritakan dalam novel MSMBE diawali saat Midah mengalami pertambahan adik. Peristiwa yang dialami Midah adalah peristiwa yang telah mengguncangkan hatinya. Kejadian yang dialami Midah ketika Midah tidak mendapat perhatian dari orangtuanya lagi. Berikut kutipannya.

“Kelahiran siadik bukan saja menggoncangkan iman bapak! juga hati Midah goncang karenanya. Tak cukup kiata-kata padanya untuk mengucapkan itu. Hanya dalam hatinya timbul perasaan yang tidak enak. Sejak kelahiran siadik, ia tidak mendapat perhatian dari bapak. Juga tidak dari emak. Berbagai lagak dan lagu ia perlihatkan, tapi semua luput”. (Toer, 2003:15).

Ketidakadilan yang dialami Midah membuat ia tidak betah tinggal di rumah. Oleh karena itu, Midah sering keluar rumah dan biasanya pulang sore bahkan malam hari. Ibu dan ayah Midah tidak mepedulikannya sama sekali. Hal tersebut semakin membetahkan Midah untuk berkeliaran di jalanan. Di jalanan itulah Midah terpengaruh oleh pengamen jalanan. Dibelinya beberapa piringan hitam keroncong. Dengan cepat Midah sudah menghafal semua isi lagu tersebut.

“Sehabis mengaji, atau apabila suara Kalsum tak menarik hatinya lagi, Ia tak senang lagi tinggal di rumah. Ia tak mendapat sesuatu lagi dari emak dan bapaknya-sesuatu yang dahulu indah dan nikmat. Ia mencari yang indah dan nikmat itu di luar rumahnya”. (Toer, 2003:16).

“Dalam pengembaraannya di sekita kampung Duri, dimana ia tinggal sejak dilahirkan, ia temui satu rombongan pengamen keroncong. Ia sudah biasa mendengar keroncong, karenanya tidak heran mendengar lagu yang berlainan dengan yang datang dari Mesir itu. Namun sekali ini ia memperlihatkan dan menikmatinya, dengan kata-kata yang ia mengerti akhirnya ia tertawa olehnya”. (Toer, 2003:16).


(28)

b. Tahap Tengah

Kesukaan Midah pada lagu keroncong, ternyata bertentangan dengan ayahnya. Bagi ayahnyanya musik keroncong adalah musik yang tidak layak untuk diputar. Saat menghafal lagu keroncong, Midah dimarahi dan dipukul habis-habisan oleh bapaknya. Berikut kutipan dari penjelasan tersebut.

“Dan waktu dilihatnya Midah masih asyik mengiringi lagu itu, ia tampar gadis itu pada pipinya. Midah terjatuh di lantai. Kekagetan lebih terasa padanya daripada kesakitan. Ia pandangi bapaknya yang bermata merah di depannya, kemudian dengan ketakutan ia bangun. Ia menangis pelahan. Dan waktu dilihat mata bapaknya masih mendeliknya, ia menjerit ketakutan”. (Toer, 2003:18).

Peristiwa kekerasan yang dialami midah telah menggoncangkan anggapannya terhadap ayah dan ibunya. Kejadian tersebut membuat Midah menjadi gadis kecil yang liar. Diantara rasa takut yang berkecamuk dihati, Midah menyimpan benci kepada bapaknya. Peristiwa tersebut merupakan peristiwa yang menandai awal munculnya konflik dalam hati Midah. Peristiwa lain yang menandai konflik yaitu, ketika Midah dikawinkan dengan orang yang tidak ia cintai. Pada bagian ini Midah lari dari suaminya setelah perkawinannya mencapai tiga bulan, karena Midah Tahu suaminya memiliki banyak istri. Berikut kutipannya.

“Waktu ia tak sanggup lagi menanggung segalanya, dengan diam-diam ia kembali ke Jakarta. Tetapi tak berani ia terus langsung ke rumah orangtuanya. Mula-mula sekali ditujunya adalah rumah babu yang pernah memmberinya perlindungan terhadap pukululan bapaknya”. (Toer, 2003:21).

Dalam fase pelarian inilah, Midah menjadi orang yang tak pernah mudah menyerah dengan nasib hidup. Kepergian Midah dari suaminya membuat Midah


(29)

hidup di jalanan. Dengan bakatnya yang pandai menyanyi, Midah bergabung dengan pengamen keroncong di jalanan.

“Di Senen ia temui rombongan keroncong yang agak besar. Ia mulai mengikuti. Ia mencoba-coba hendak menegur dan menyatakan keinginannya, tetapi keberaniannya tidak cukup untuk itu. Ia hanya mengikuti dari belakang kemanapun rombongan itu bergerak. Kadang-kadang ia lihat salah seorang diantara mereka memasuki restoran dan mengulurkan pecinya meminta sedekah”. (Toer, 2003:28).

Kini SiManis mendapat kesempatan di depan umum. Dengan peci Mimin kurus ia memasuki restoran-restoran, melemparkan senyum ke kiri dan ke kanan. (Toer, 2003:36).

Kutipan diatas mejelaskan bahwa Midah telah menemukan kehidupan baru dengan para pengamen keroncong. Dalam kehidupan tersebut, Midah telah menemukan suasana hati yang baru yang belum pernah dialaminya, kebebasan tanpa ikatan apapun juga dalam pengabdian pada keroncong.

Dari kejadian terebut dapat diketahui bahwa Midah adalah wanita yang selalu kuat dalam menjalani hidupnya, walaupun ia hanya seorang penyanyi dengan panggilan simanis bergigi emas dalam kelompok pengamen keliling dari satu tempat ke tempat lainnya, bahkan dari pintu ke pintu rumah warga. Kehidupan baru yang dialami Midah juga mendatangkan konflik dalam kehidupannya dengan para pengamen tersebut, Midah menjadi rebutan para lelaki. Dalam rombongan tersebut Midah juga selalu mendapat perlindungan dari ketua rombongan. Sebagai kepala rombongan ia mempergunakan otoritasnya, salah satunya memaksa Midah untuk dijadikan istrinya, namun Midah tidak bersedia.

“Kepala rombongan sekali-dua kali mengulangi lamarannya. Tetapi simanis tetap menolak. Kegagalan perkawinannya merupakan sebab utama mengapa ia menjijiki jenis lelaki, dan mengapa ia tidak punya perhatian lagi untuk menjadi istri orang. Sebaliknya sikap yang keluar


(30)

dari alasan-alasan itu menjengkelkan kepala rombongan, dan dari jengkel akhirnya berubah menjadi benci”. (Toer, 2003:61-62).

Peristiw yang dialami Midah ketika menjadi rebutan para lelaki kelompok pengamen keroncong tersebut, menimbulkan kecemburuan bagi anggota perempuan lainnya yaitu nini. Kebencian Nini kepada Midah dapat dilihat pada kutipan berikut.

“Jangan kau hina lagi anakku. Dan seluruh rombongan tertawa Aku bisa tusuk perutmu

Kerjakan sekarang juga kalau berani!

Sebuah tempeleng melayang pada pipi Midah. Ia terjatuh disamping anaknya”. (Toer, 2003:64-65).

Alur berikutnya menggambarkan kisah cinta Midah dengan laki-laki yang dicintainya, yaitu Ahmad.

“Hampir tiap hari Ahmad datang untuk mengajar menyanyi. Dan wanita ini merasa aman di dekat pemuda itu. Cinta yang terpendam dalam dadanya memperlunak kekerasan kehidupnya selama itu. Kadang-kadang ia telah merubah dirinya sekaligus, dalam berbagai hal. Tiap hari ia mengharapkan, sekalipun harapan kosong, tapi harapan itu ada suatu kali ia menjadi istri Ahmad: Suami istri penyanyi, pemusik”. (Toer, 2003:89).

Ahmad sebenarnya mencintai Midah, bahkan ia ingin menikahi Midah, tapi Midah tahu dirinya tidak mungkin bersatu dengan Ahmad karena kegagalan pada suaminya terdahulu yang mempunyai istri banyak membuat ia takut untuk berumah tangga lagi, selain itu karena riwayat masing-masing yang berbeda jauh, dimana Ahmad seorang penyanyi sekaligus polisi lalu lintas.

“Kita sudah tahu riwayat masing-masing, akhirnya Midah memulai. Aku tahu kita tak mungkin kawin. Ya.

Aku adalah milik diriku dan anakku. Engkau milik orangtuamu. Ya

Engkau bisa saja menyerahkan kesulitanmu pada mereka. Dan aku pada diriku sendiri.


(31)

Ya.

Kita tak bisa kawin. Ya, aku tahu.

Karena itu tak perlu dibicarakan lagi”. (Toer, 2003:91-92).

Peristiwa berikutnya merupakan peningkatan konflik. Peristiwa ini diawali ketika Midah dan Ahmad tidak sanggup menahan hawa nafsu. Peristiwa ini merupakan konflik yang menjadi akar permasalahan Midah dalam mengarungi kehidupannya.

“Kemudian tak terdengar mereka berbisik ataupun bergerak. Lama. Beberapa jam. Kemudian Djali menangis. Ketiga-tiganya bangun. Mulai pula berangsang nafsu mengamuk dalam dada Ahmad. Dan mulai lagi kedua orang itu jatuh tenggelam.

Dan anak kecil itu terus menangis, menjerit, kaki dan tangan menghentak-hentak.

Dia menyaksikan bagaimana untuk pertama kali karena cintanya ibunya rela dinodai. Dan yang menodai adalah engkau”. (Toer, 2003: 95).

Setelah peristiwa itu terjadi, timbul perasaan takut dalam diri Midah. Sejak saat itu Ahmad bukan saja melatih menyanyi, tetapi juga sebagai tamu yang terus menerus menagih.

c. Tahap Akhir

Peristiwa berikutnya adalah menceritakan tentang kehamilan Midah karena perbuatan Ahmad. Peristiwa ini telah mengejutkan hati Midah karena Ahmad tidak mau bertranggung jawab dan mengakui perbuatannya.

“Ada Makhluk aku simpan dibawah jantungku sekarang. Dan makhluk itu adalah anakmu.

Anakku?

Ahmad! mengapa engkau terkejut? Bukankah ini akibat sewajarmu dari perbuatanmu atas diriku? Tiba-tiba meledak dari mulutnya:

Tidak mungkin!

Engkaulah satu-satunya orang yang kucintai


(32)

Karena Ahmad tidak mau mengakui anak yang dikandung Midah, selanjutnya Midah memutuskan pulang ke rumah orangtuanya.

Selanjutnya alur menuju pada tahap klimaks. Pada tahap ini ditentukan nasib Midah yang tak karuan. Peristiwa yang menandai perubahan sifat Midah adalah setelah Midah dikecewakan oleh Ahmad. Sejak itu Midah meladeni para pria hidung belang untuk memuaskan nafsu birahinya.

“Midah dalam sepotong hidupnya yang sekarang, telah banyak bertemu lelaki, pertemuan antara segala-galanya. Ia tidak mempersoalkan cinta atau tidak, karena cintanya pada Ahmad mengikutinya barang kemana ia pergi dan merupakan satu-satunya harta benda yang mengisi kekosongan jiwanya. Bertemu dengan begitu banyak lelaki, hatinya tawar”. (Toer, 2003:131).

Klimaks dari peristiwa yang dialami Midah yaitu Midah menjadi pelacur. Peristiwa tersebut merupakan puncak permasalahan yang dihadapi Midah. Selanjutnya tokoh Haji Abdul yang sebelumnya menjadi orang yang paling benar, setelah mengalami peristiwa-peristiwa dalam hidupnya, ia menjadi orang yang rendah hati.

4.1.2 Hubungan Kausalitas

Alur cerita dalam novel MSMBE dihubungkan secara sebab dan akibat merupakan peristiwa yang secara langsung sebab akibat dari peristiwa-peristiwa lain dan jika dihilangkan akan merusak jalan cerita. Peristiwa-peristiwa-peristiwa ini tidak hanya melibatkan kejadian fisik, seperti percakapan tetapi juga melibatkan perubahan sikap (watak), pandangan hidup, keputusan dan segala sesuatu yang dapat mengubah jalannya cerita. Berikut ini penjelasan mengenai terjalinnya peristiwa-peristiwa di dalam novel MSMBE yang mempunyai hubungan sebab-akibat.


(33)

Peristiwa kelahiran adik Midah adalah peristiwa yang telah merubah hidup Midah. Hal ini dikarenakan kelahiran adik Midah telah menyebabkan Midah tidak mendapat perhatian orangtuanya lagi. Peristiwa tersebut membuat Midah tidak betah tinggal di rumah dan memutuskan untuk mencari kebebasan di luar rumahnya.

“Kelahiran siadik bukan saja mengguncangkan iman bapak! Juga hati Midah guncang karenanya. Tak cukup kata-kata padanya mengucapkan itu. Hanya dalam hatinya timbul perasaan yang tidak enak. Sejak kelahiran siadik, ia tidak mendapat perhatian dari bapak, juga tidak dari emak, berbagai lagak dan lagu ia perlihatkan, tapi semua luput”. (Toer, 2003:15).

“Sehabis mengaji atau apabila suara Kalsum tak menarik hatinya lagi, ia tak senang lagi tinggal di rumah. Ia tak mendapat sesuatu lagi dari emak dan bapaknya, sesuatu yang dahulu indah dan nikmat. Ia mencari yang indah dan nikmat itu di luar rumahnya”. (Toer, 2003:16).

Peristiwa kelahiran adik Midah tersebut menyebabkan Midah menjadi gadis yang liar dan suka pada musik keroncong. Peristiwa lain yang menyatakan hubungan kausalitas yaitu peristiwa Midah yang menjadi gadis yang setiap saat dapat memuaskan para lelaki hidung belang. Hal ini disebabkan Midah kecewa pada laki-laki yang ia cintai bahkan telah menghamilinya dan tidak bertanggungjawab. Sejak itu Midah menjadi gadis yang mencintai laki-laki tanpa cinta dan menjadi pelacur. Berikut kutipan dari penjelasan tersebut.

“Aku tidak keberatan apabila engkau tak mau mengakui anakmu sendiri. Akupun tidak keberatan kau tuduh bercampur dengan lelaki-laki lain. Baiklah semua ini aku ambil untuk diriku sendiri. Dan engkau kak, engkau boleh terpandang sebagai orang baik-baik untuk selama-lamanya. Biarlah segala yang kotor aku ambil sebagai tanggungjawabku sendiri”. (Toer, 2003:110).

“Midah dalam sepotong hidupnya yang sekarang, telah banyak bertemu lelaki, pertemuan antara segala-galanya. Ia tidak mempersoalkan cinta atau tidak, karena cintanya pada Ahmad mengikutinya kemana ia pergi dan merupakan satu-satunya harta benda yang mengisi kekosongan jiwanya. Bertemu dengan begitu


(34)

banyak lelaki, hatinya tawar. Sekali ia hidup untuk beberapa bulan di villa peristirahatan dengan wartawan Indonesia, Tionghoa, Arab, dan bangsa apalagi yang tidak”. (Toer, 2003:131-132).

Peristiwa kelahiran adik Midah dan kegagalan cinta dengan Ahmad tersebut yang menyatakan hubungan kausalitas. Dua hal tersebut yang menjadi inti cerita dari novel MSMBE.

4.1.3 Hubungan Plausiblitas

Suatu karya sastra dikatakan plausibel atau masuk akal, jika tokoh-tokoh dan dunianya dapat dibayangkan dan peristiwa-peristiwa layak terjadi. Cerita dikatakan masuk akal jika tindakan-tindakan tokohnya benar-benar mengikuti kepribadian yang telah diketahui pada bagian sebelumnya dan bertindak sesuai apa yang memang harus dilakukannya. Berikut ini kutipan mengenai keterjalinannya peristiwa-peristiwa dalam novel MSMBE yang mempunyai hubungan plausibel. Kesukaan Midah pada lagu keroncong bertentangan pada bapaknya. Bapaknya adalah orang fanatik terhadap agama. Bagi bapaknya musik keroncong adalah musik yang haram. Oleh sebab itu, ketika Midah memutar lagu keroncong di rumahnya, seketika itu juga ia di pukul oleh ayahnya.

“Sedang ia asyik bernyanyi mengikuti gramapun, tiba-tiba bapak pulang dari toko. Mendengar Moresko melayang-layang di rumahnya, jauh-jauh bapak sudah berteriak dengan suara kejam:

Haram! Haram!

Siapa memutar lagu itu di rumah?

Dan waktu dilihatnya Midah asyik mengiringi lagu itu, ia tampar gadis itu pada pipinya”. (Toer, 2003:18).

Berikutnya, peristiwa pernikahan Midah tersebut tidak bertahan lama, karena Midah tahu suaminya memiliki istri banyak dan Midah memutuskan untuk lari dari suaminya, meski sedang hamil tua.


(35)

“Dengan semua uang yang dibawanya dari rumah suaminya, dengan mengatasi kemualan perut dan pening kepalanya, sejak pagi ia telah minta diri dengan Riah. Berulang-ulang ia mengucapkan terimakasihnya atas pertolongan perempuan yang hanya percaya kepada kebaikan itu”. (Toer, 2003:27).

Selanjutnya, kecantikan yang dimiliki Midah membuat para lelaki jatuh cinta padanya. Akan tetapi Midah memiliki jiwa yang kuat dan tidak mudah terpengaruh, termasuk ketika para anggota pengamen keroncong merayu Midah.

“Mimin kurus menjadi panas oleh suara-suara itu dan tubuhnya diterkamnya mentah-mentah. Kini ia menghadapi kenyataan sebagai wanita dalam kerumunan pria gelap kamar. Kini ia berhadapan dengan tenaga gila yang dibuat darah yang sedang mendidih.

Ia melawan, tetapi percuma. Akhirnya ia berbisik lemah: Jangan ganggu aku, aku sedang mengandung.

Tetapi Mimin tidak peduli. Tubuhnya telah tergoncang-goncang oleh terkaman itu.

Jangan ganggu aku! Simanis mengeraskan cegahannya. Aku sedang mengandung!”. (Toer, 2003:40).

Peristiwa lain yang menyatakan hubungan plausibilitas yaitu peristiwa percintaan antara Ahamad dengan Midah. Peristiwa tersebut membuat Midah hamil, tetapi ahmad tidak mau mengakuinya. Midah tidak bisa menolak ketika ia diajak bersetebuh dengan Ahmad, akan tetapi Ahmad tidak mau bertanggung jawab atas kehamilan Midah. Midah sangat kecewa dengan sikap Ahmad, sejak saat itu Midah menjadi perempuan yang setiap saat dapat memuaskan para lelaki demi uang.

4.1.4 Konflik dan Klimaks

Dua elemen dasar yang membangun alur adalah ‘konflik’ dan ‘klimaks’. Setiap karya fiksi setidak-tidaknya memiliki konflik internal (yang tampak jelas) yang hadir melalaui hasrat dua orang karakter atau hasrat seorang karakter dengan lingkungannya. Konflik-konflik sfesifik ini merupakan subordinasi satu “konflik utama” yang bersifat eksternal, atau dua-duanya. (Stanton, 2007:31).


(36)

Klimaks adalah saat ketika konflik terasa sangat intens sehingga ending (akhir cerita) tidak dapat dihindari. Klimaks merupakan titik yang mempertemukan kekuatan-kekuatan konflik dan menentukan bagaimana oposisi tersebut dapat terselesaikan. Satu kekuatan mungkin menaklukkan kekuatan laian, namun selayaknya kehidupan, keseimbanganlah yang sering kali menjadi penyelesaian karena tidak ada satu kekuatan pun yang sepenuhnya kalah ataupun menang. (Stanton, 2007:32).

a. Konflik Eksternal

Konflik eksternal merupakan konflik antara tokoh yang satu dengan tokoh yang lain atau antara tokoh dengan lingkungannya.

1. Konflik antara Midah dengan Haji Abdul

Konflik diawali ketika Midah menyukai lagu-lagu keroncong. Hal tersebut sangat bertentangan dengan ayahnya yang tidak suka dengan musik keroncong. Ketika ketahuan oleh bapaknya sedang memainkan musik keroncong, seketika itu Midah dipukul habis-habisan, tangan bapaknya melayang di kepala Midah. Diantara rasa takut berkecamuk di hati, pada saat itu Midah amat dendam terhadap bapaknya. Sekali Midah dimarahi ayahnya, ia menjadi gadis yang liar dan Midah telah malu pada segala-galanya. Hal tersebut membuat Midah tunduk terhadap segala perintah ayahnya termasuk ketika midah dijodohkan. Midah dijodohkan dengan pria yang tidak ia cintai. Berikut ini merupakan kutipan dari pernyataan tersebut.

“Dan waktu dilihatnya Midah asyik mengiringi lagu itu, ia tampar gadis itu pada pipinya. Midah terjatuh di lantai. Kekagetan lebih terasa padanya daripada kesakitan. Ia pandangi bapaknya yang bermata merah didepannya, kemudian dengan ketakutan ia bangun. Ia menangis perlahan. Dan waktu dilihat mata bapaknya masih mendeliknya, ia menjerit ketakutan”. (Toer, 2003:18).


(37)

Konflik diawali ketika Midah mengandung anak dari Ahmad. Pada awalnya Ahmad bersikap baik terhadap Midah, ia yang mengajari Midah menyanyi. Kebiasaan tersebut membuat keduanya saling jatuh cinta. Ketika mereka tidak bisa menahan hawa nafsu satu sama lain, Midah pun dinodai oleh Ahmad. Ahmad mencintai Midah tidak untuk dijadikan istri karena latar belakang Midah berbeda dengannya, tetapi sebaliknya, Midah menyimpan harapan yang besar untuk diperistri oleh Ahmad. Setelah kejadian itu, Midah hamil karena Ahmad, tapi Ahmad tidak mau mengakuinya. Midah dituduh telah menjebak Ahmad karena Midah diperistri oleh Ahmad dan Midah dituduh bayi yang dikandungnya bukan hanya anak Ahmad, mengingat Midah yang hidup dijalanan pasti banyak lelaki yang tidur bersama Midah. Hal itu membuat Midah menjadi wanita yang liar, sehingga Midah menjadi penyanyi sekaligus pelacur. Berikut kutipannya.

“Aku tidak punya anak! Tidak

Cahaya dimana ada makhluk tergolek menjadi terang. Midah dengar makhluk itu menjerit-jerit memanggilnya. Ia ingin segera pergi. Tapi ia harus selesaikan urusannya dulu. Sebelum anak ini lahir, bapaknya sudah tidak mengakui. Apakah jadinya anak ini kelak?

Jangan kau coba agar aku mengakui ini lagi. Anak siapa ini?

Anak siapa? Bukankah ada banyak lelaki lain di ranjangmu? Ya Tuhan! Midah menyebut. Kemudian ia tak bisa meneruskan. Dadanya sesak. Cengkramannya pada baju lelaki itu dilepaskannya. Dan akhirnya:

Kalau betul tuduhanmu itu, setidak-tidaknya karena cintaku kepadamu semua ini terjadi.

Omong kosong. Kau mau tipu aku.

Lama Midah tak bisa berkata apa-apa. Kembali air matanya yang lama bercucuran”. (Toer, 2003:109).

b. Konflik Internal

Konflik internal merupakan konflik antara dua keinginan dalam diri seorang tokoh. Konflik internal yang dapat ditemukan dalam novel MSMBE adalah.


(38)

1. Konflik yang terjadi dalam diri Midah yang menikah dengan orang yang tidak ia cintai. Kekerasan yang dialami Midah, membuat ia menjadi anak yang penurut pada kemauan ayahnya. Midah dinikahkan dengan lelaki yang kaya raya, tetapi Midah tidak mencintainya setelah ia tahu bahwa suaminya mempunyai istri banyak. Berikut ini kutipannya.

“Di tangan lelaki ini Midah tak ubahnya dengan sejumput tembakau. Ia bisa dipilin pendek dipilin panjang, dipilin dalam berbagai bentuk. Di daerah dimana bapaknya dahulu dilahirkan, ia merasa sebagai sebatang tunggal terpancang di tengah-tengah padang. Apalagi setelah diketahuinya bahwa Haji Terbus bukan bujang dan bukan muda. Bininya telah tersebar banyak di seluruh Cibatok. Ini dketahuinya waktu ia mengandung tiga bulan”. (Toer, 2003:20-21).

2. Konflik yang terjadi dalam diri Midah yang mencintai Ahmad, tetapi cinta itu tidak kesampaian karena latar belakang yang berbeda. Pertemuan Midah dengan Ahmad membuat Midah jatuh cinta pada Ahmad. Ahmad adalah laki-laki yang Midah cintai, tetapi Ahmad laki-laki yang tidak mau bertanggung jawab terhadap perbuatannya. Hal ini dapat diketahui bahwa Midah punya keinginan menjadi istri Ahmad, tapi cintanya tidak kesampaian karena sikap Ahmad yang tidak mau bertanggung jawab. Berikut kutipan pernyataannya.

“Setidak-tidaknya aku mengerti, bukan engkau tidak mau mengakui anakmu sendiri. Bukannya engkau membimbangkan cintaku kepadamu. Tapi aku kini mengetahui bahwa seorang yang kucintai itu adalah pengecut yang tidak punya keberanian sedikitpun juga. Itupun aku tidak menyesal, karena tak ada gunanya lagi. Biarlah semua itu. Hanya satu yang tidak akan terlupa olehmu: anak ini adalah anakmu”. (Toer, 2003:110).

4.1.5 Klimaks

Konflik yang memucak akan mengakibatkan terjadinya penyelesaian yang tidak dapat dihindari yang disebut klimaks. Dalam novel MSMBE, klimaks terjadi ketika Midah menjadi pemeluk kepercayaan yang fanatik. Karena kegagalannya


(39)

cintanya pada Ahmad, Midah menjadi fanatik terhadap cinta. Ketika bertemu dengan banyak lelaki, ia tidak mempersoalkan cinta atau tidak, hatinya menjadi tawar. Dan akhirnya Midah menjadi penyanyi sekaligus jadi pekerja seks komersial.

“Midah dalam sepotong hidupnya yang sekarang telah banyak bertemu lelaki, pertemuan antara segala-galanya. Ia tidak mempersoalkan cinta atau tidak, karena cintanya pada Ahmad mengikutinya barang kemana ia pergi dan merupakan satu-satunya harta benda yang mengisi kekosongan jiwanya. Bertemu dengan begitu banyak lelaki, hatinya tawar. Sekali ia hidup untuk beberapa bulan di villa peristirahatan dengan hartawan Indonesia, Tionghoa, Arab, dan bangsa apalagi yang tidak”. (Toer, 2003:131-132).

Peristiwa kehidupan Midah selalu berubah-ubah. Dulu ia dikenal sebagai wanita yang tak mudah menyerah dalam mengarungi hidup. Akan tetapi kehidupan Midah berubah total. Hatinya menjadi goyah menemui laki-laki yang ia cintai sebab ia mengalami kegagalan cinta. Hal tersebut membuat kehidupan Midah berubah menjadi pekerja seks komersial.

4.2 Karakter

Istilah karakter menyaran pada dua pengertian yang berbeda, yaitu sebagai tokoh-tokoh cerita yang ditampilkan dan sebagai sikap, ketertarikan, keinginan dan prinsip-prinsip moral yang dimiliki tokoh-tokoh tersebut. (Stanton, 2007:33). Untuk menganalisis karakter tokoh-tokoh dalam novel MSMBE digunakan dua hal tersebut dan dapat dispesifikasikan menjadi dimensi fisiologis, sosiologis dan psikologis tokoh-tokoh novel MSMBE. Dalam penelitian ini, tokoh dalam novel MSMBE yang akan dianalisis adalah Midah, Haji Abdul, dan Ahmad. Alasan peneliti memilih ketiga tokoh tersebut karena sering muncul dalam cerita dibandingkan dengan tokoh-tokoh yang lainnya.


(40)

- Fisiologis

Midah adalah seorang perempuan yang memiliki wajah yang bulat, manis, serta gigi yang putih. Berikut kutipan dari pernyataan tersebut.

Itu tidak baik bagi dirimu. Engkau cantik, lagipula tidak bisa diperintah orang. Engkau gampang tersinggung dan tidak cekatan. (Toer, 2003:23).

Midah tersenyum. Giginya putih gemerlapan. Ah-ah itulah yang aku takuti. Dengan senyummu itu runtuhlah iman lelaki yang melihatmu. (Toer, 2003:25).

Pernyataan tersebut diketahui dari penjelasan Riah seorang pembantu Midah \]yang mgagumi kemanisan serta kecantikan fisiknya. Ciri-ciri fisik Midah ini juga dapat diketahui dari pernyataan haji Abdul ketika sedang melacak keberadaan Midah.

Bagaimana orangnya pak haji? Mukanya bulat. Wajahnya manis. Ada tahi lalat di kupingnya? (Toer, 2003:69).

Ketika sedang mencari keberadaan Midah, Haji Abdul bertanya kepada seorang tukang dengan memberi ciri-ciri fisik yang dimiliki Midah.

Dalam novel ini, umur Midah tidak diceritakan secara jelas, akan tetapi dalam cerita tersebut dikisahkan bahwa Midah sudah besar dan sudah waktunya menikah. Jadi dapat diperkirakan umur Midah sudah dewasa. Selain itu perkiraan umur Midah yang dewasa dapat dilihat dari pengalaman Midah dengan pengamen keroncong yang masih muda.

- Sosiologis

Midah terlahir dari keluarga yang beragama muslim. Ayahnya seorang haji. Jadi dapat diperkirakan Midah beragama Islam, karena ayahnya orang yang fanatik dan sejak kecil Midah dididik sebagai orang yang taat beragama.


(41)

Sehabis mengaji, atau apabila suara Kalsum tak menarik hatinya lagi, ia tak senang lagi tinggal di rumah. (Toer, 2003:16).

Menginjak dewasa Midah mengalami perubahan hidup, hal tersebut terjadi karena Midah tidak mendapat keadilan dan perhatian dari orangtuanya. Kehidupan Midah semakin renggang dari orangtuanya ketika ia dinikahkan dengan lelaki yang berasal dari Cibatok pilihan bapaknya sendiri. Dikisahkan pula bahwa Midah merupakan seorang penyanyi. Ia mempertaruhkan hidupnya di jalanan dengan menyanyi dari satu tempat ke tempat lainnya.

“Daerah simanis bukanlah di jantung kota dimana banyak terdapat restoran. Ia memilih daerah Jatinegara yang aman untuk keselamatannya. Dan disini tidak banyak terdapat restoran. Ia menyanyi di depot-depot. Ia pergunakan senyum pemikat sebaik-baiknya. Kadang-kadang ia menyanyi dari rumah ke rumah dan lebih banyak diusir daripada menerima rezeki”. (Toer, 2003:77).

Kutipan tersebut merupakan pernyataan bahwa Midah memiliki pekerjaan sebagai penyanyi. Tidak hanya menyanyi dari jalan ke jalan saja, tetapi Midah juga berhasil menyanyi di radio dan ia menjadi terkenal oleh masyarakat umum.

-Psikologis

Midah dideskripsikan sebagai kepribadian yang mandiri, pantang menyerah dan tidak mau terikat oleh pengaruh-pengaruh orang lain. Sejak Midah lari dari suaminya, ia menjadi seorang wanita yang pantang menyerah serta optimis dalam menjalani kehidupannya. Dengan membawa beban hamil berat, Midah terus melanjutkan hidupannya dan ia memutuskan untuk bergabung dengan rombongan keroncong.

“Daerah simanis bukanlah di jantung kota dimana banyak terdapat restoran. Ia memilih daerah Jatinegara yang aman untuk keselamatannya. Dan disini tidak banyak terdapat restoran. Ia menyanyi di depot-depot. Ia pergunakan senyum pemikat


(42)

sebaik-baiknya. Kadang-kadang ia menyanyi dari rumah ke rumah dan lebih banyak diusir daripada menerima rezeki.

Tapi walau apapun jua yang terjadi, dengan anaknya sendiri dalam gendongan itu, ia merasa lebih kaya daripada siapaun juga. Suaranya yang cynis hilang, dan iapun tidak lagi menyanyi untuk hati sendiri dan anaknya. Yang tersuarakan oleh hatinya kini adalah lagu yang bernafaskan kebebasan dan keberuntungan”. (Toer, 2003:77).

Dengan bernyanyi,Midah digambarkan sebagai tokoh yang pantang menyerah dan dapat bertahan hidup di jalanan dengan anaknya, ia tidak kenal malu dan terus berjuang untuk kehidupannya. Karakter Midah tersebut berubah ketika ia bertemu dengan laki-laki yang ia cintai. Dalam hal ini Midah mengalami kegagalan cinta dengan orang yang ia cintai. Midah hamil untuk yang kedua kalinya dan laki-laki itu tidak mau untuk bertanggung jawab. Hal ini membuat Midah putus asa dengan hidupnya.

“Dan Midah terpancang kuat di atas bumi pendiriannya. Wanita ini akhirnya menjadi pemeluk kepercayaan cinta yang fanatik. Ah mengapa tidak kalau cinta itu menjadi satu-satunya harapan baginya, harapan akan berkahnya kedamaian jiwa”. (Toer, 2003:121).

Sikapnya tersebut telah membuat sifat Midah yang disebut sebagai wanita yang pantang menyerah. Kegagalan cintanya tersebut membuat Midah menjadi gadis yang pesimis dan mudah menyerah dan akhirnya Midah kalah secara moral dalam pertaruhan hidupnya.

2. Haji Abdul - Fisiologis

Haji Abdul adalah ayah Midah, ia memiliki tubuh yang besar dan gemuk. “Tiap hari ia bawa tubuhnya yang mulai menggemuk itu pergi ke toko kulitnya. Dan disepanjang jalan ia pandangi lalulintas yang begitu gelisah, begitu pontang-panting dalam keterbanan nasib manusia”. (Toer, 2003:10).


(43)

Kutipan diatas merupakan ciri-ciri fisik dari Haji Abdul yang memiliki tubuh yang gemuk. Tubuh Haji Abdul mulai menggemuk karena hidupnya serba kecukupan dan tidak pernah kekurangan. Haji Abdul digambarkan sebagai tokoh yang memiliki penyakit jantung.

“Sebelum kemudian Haji Abdul boleh meninggalkan rumah sakit. Ia mendapat keterangan dari dokter, bahwa ia mempunyai penyakit jantung. Ia tak boleh bekerja kasar dan sebaik-baiknya tinggal duduk-duduk dan berjalan-jalan sedikit sampai kuat benar, mungkin dalam setahun mungkin dalam dua tahun ia harus berbuat begitu terus-menerus”. (Toer, 2003:74).

Haji Abdul menderita penyakit jantung ketika ia mendapat kabar bahwa anaknya Midah sudah mempunyai anak dan menjadi penyanyi di radio. Umur Haji Abdul dalam novel tersebut tidak digambarkan secara jelas.

- Sosiologis

Haji Abdul merupakan tokoh yang digambarkan sebagai orang yang beragama muslim. Hal ini dapat terlihat dari gelar haji yang ia proleh.

Cita-citanya yang terbesar sudah terkabul pula, dan sekarang kawan-kawannya akan menyebutnya Haji Abdul. (Toer, 2003:9).

Haji Abdul adalah tokoh yang taat beragama, bahkan fanatik. Ia juga digambarkan sebagai tokoh yang sukses dengan penghidupan yang mencukupi dan berasal dari kalangan yang terpandang ditengah-tengah masyarakat.

“Dan Haji Abdul tidaklah merugi tiap hari mengucapkan syukur kepada Tuhannya yang telah begitu murah terhadapnya, memberinya segala kesenangan dan kenikmatan yang sejak kecil didambakannya. Dan ia yakin apabila seluruh umat seibadah dirinya, tidak lama lagi, dan dunia benar-benar akan berubah menjadi surga”. (Toer, 2003:10).


(44)

Dikisahkan pula bahwa Haji Abdul adalah seorang pengusaha ia mempunyai perusahaan toko kulit.

“Dan dengan sikapnya yang tenang ia anggukkan kepala kepada buruhnya yang telah sedia menunggu di depan toko kulitnya. Ia perlakukan semua mereka dengan kelemah lembutan dan ia beri mereka upah yang patut. Dalam hal ini semua tingkkah lakunya ikut menguntungkan jalannya perusahannya. Ia tak perlu takut menghadapi persaingan baik dari pihak pengusaha asing maupun sebangsanya. Ia tetap percaya kepada kemurahan Tuhannya dalam usaha yang baik dan jujur”. (Toer, 2003:10).

Karena sifat Haji Abdul yang baik dan kekayaan yang ia miliki, membuat ia disegani oleh tetangga sekitarnya.

- Psikologis

Pengarang menggambarkan Haji Abdul sebagai kepribadian yang diskriminatif. Hal ini dapat dilihat ketika ia menghukum Midah ketika Midah memainkan musik keroncong di rumahnya.

“Dan waktu dilihatnya Midah asyik mengiringi lagu itu, ia tampar gadis itu pada pipinya. Midah terjatuh di lantai. Kekagetan lebih terasa padanya daripada kesakitan. Ia pandangi bapaknya yang bermata merah di depannya, kemudian dengan ketakutan ia bangun. Ia menangis perlahan. Dan waktu dilihat mata bapaknya masih mendelikinya, ia menjerit ketakutan”. (Toer, 2003:18).

Kutipan diatas menjelaskan bahwa Haji adalah tokoh yang keras dan kejam meskipun dengan anak kandungnya sendiri. Midah dipukul ketika memainkan musik keroncong, sebab bagi Haji Abdul musik keroncong merupakan musik yang haram dan tidak pantas untuk dimainkan. Disamping sebagai seorang yang diskriminatif, Haji Abdul juga diceritakan sebagai orangtua yang menunjukkan ketidakadilan berupa perampasan hak orang lain untuk memilih. Hal ini dapat dilihat ketika ia menjodohkan anaknya dengan lelaki pilihannya. Midah dijodohkan dengan pria yang sama sekali tidak dikenal dan dicintainya.


(45)

“Midah, sekarang engkau sudah besar. Sebentar lagi kawin. Jangan kira engkau tidak cantik. Sudak banyak bapakmu menerima lamaran. Tapi bapakmu hanya mau menerima lamaran kalau ada haji dari Cibatok yang mengerjakannya”. (Toer, 2003:20).

Keadaan psikologi Haji Abdul tersebut tidak berlangsung selamanya, kehidupannya berubah setelah ia mengalami kebangkrutan. Setelah keadaan ekonominya semakin amburadul, kehidupannya berubah total, ditambah lagi ketika ia mendengar bahwa Midah mempunya anak dan menjadi penyanyi pada salah satu siaran radio. Keadaan psikologis yang ia alami membuat ia terkena penyakit jantung dan ingatannya semakin pikun karena tekanan batin dan banyak berpikir.

“Istrinya bergirang hati melihat ucapannya mendapat sambutan. Ia bertanya lagi, tapi Haji Abdul kembali tenggelam dalam tasaufnya. Wanita itu telah menyangka suaminya berubah ingatan. Tetapi ia tak menyampaikan sangkaannya kepada siapapun juga. Dalam keadaan seperti itu tidak ada satu orangpun yng bisa menolongnya. Yang kuasa menolong hanya satu kekuatan gaib itu adalah rahmat dari Tuhannya”. (Toer, 2003:73).

Dengan keadaannya tersebut Haji Abdul merasa menjadi kecil dalam hubungan segala-galanya. Pandangan hudup dan cara berpikirnya berubah seketika. 3. Ahmad

- Fisiologis

Dalam novel tersebut Ahmad berjenis kelamin laki-laki, dan diperkirakan ia masih muda. Hal ini dapat dilihat ketika ia masih dipanggil sebagai seorang pemuda. Hampir tiap hari Ahmad datang untuk mengajar menyanyi. Dan wanita ini merasa aman di dekat pemuda itu. (Toer, 2003:89).

Ciri-ciri fisik lain pada diri Ahmad tidak digambarkan secara jelas, seperti keadaan tubuh, ciri-ciri muka, dan bentuk badannya.


(46)

Ahmad merupakan seorang polisi lalu lintas. Hal tersebut dapat dilihat ketika ia sedang mengamankan kekacauan dalam rombongan musik keroncong Midah.

“Diamlah. Aku sedang dinas sekarang. Dan jangan bikin ribut lagi. Baiklah sekarang aku pergi. Lain kali aku datang kemari. Dan sebelum pergi diangkatnya dagu simanis. Ia tertegun melihat kemanisan wanita itu. Ia memandanginya lama-lama..

Ah, tuan polisi ini nanti bisa kena bujukannya, Nini mengejek.

Jangan menangis, siapa namamu? Panggil dia simanis, tuan polisi!”. (Toer, 2003:60-61).

Kutipan diatas merupakan pernyataan bahwa Ahmad bekerja sebagai seorang pemuda polisi lalu lintas. Hal tersebut dapat dilihat ketika pengamen menyebut ia tuan polisi. Selain sebagai polisi lalu lintas Ahmad juga bekerja sebagai pemusik. Hal ini dapat dilihat ketika ia memperkenalkan kepada pengamen bahwa ia juga sebagai tukang musik.

“Ah, saudara, aku sendiri tukang musik juga. Tuan?

Tentu saja Di radio?

Kadang-kadang di radio juga.

Bawalah aku ke radio, Nini mengusulkan. Polisi lalu lintas itu tertawa”. (toer, 2003:60).

Kutipan lain yang menyatakan bahwa Ahmad seorang musik adalah ketika Ahmad mengajari Midah menyanyi.

“Mula-mula engkau harus kulatih menyanyi yang baik. Engkau harus bisa baca not balok. Engkau mau belajar, bukan? Masih mau belajar bukan?”. (Toer, 2003:81).

Kutipan diatas menyatakan bahwa Ahmad pandai menyanyi. - Psikologis

Ahmad diceritakan sebagai kepribadian yang memiliki rasa empati dan suka membantu. Hal dilihat ketika ia menolong Midah ketika dihadapkan pada satu masalah dengan kelompok keroncongnya.


(47)

“Biarlah dia ikut menyanyi sambil menggendong anaknya, katanya. Baik ada yang menyanyi atau tidak, atau teriak anak kecil, orang-orang itu toh tidak mendengarkan kalian. Mereka tak menghargai musik musik kalian sama sekali”. (Toer, 2003:59).

“Baiklah. Baiklah. Harap dia jangan banyak diganggu. Dia baru melahirkan dan sebaiknya mendapat perawatan yang baik. Tetapi sebagian dari kalian memusuhinya. Itu aku tidak setuju”. (Toer, 2003: 61).

Kutipan tersebut menyatakan bahwa Ahmad adalah pemuda yang suka menolong. Karena kaebaikannya, Midah mendapat tempat lagi dalam kelompoknya, karena bantuan Ahmad juga Midah bisa menyanyi di radio sampai terkenal. Disamping sebagai sosok yang suka menolong, Ahmad juga sebagai tokoh yang pecundang. Kebaikannya terhadap Midah ternyata mengandung maksud tertentu, hanya melihat kecantikan dan kemanisan Midah, ia tidak dapat menahan hawa nafsunya terhadap Midah. Ahmad pun menodai Midah dan ia tak sanggup melawan dikarenakan ia menyimpan rasa cinta kepada Ahmad, akibat perbuatan tersebut Midah akhirnya hamil. Ketika Midah mengatakan bahwa anak yang ia kandung adalah anak dari Ahamad, namun ia tak mau mengakuinya.

“Setidak-tidaknya aku mengerti, bahwa engkau tidak mau mengakui anakmu sendiri. Bukannya engkau membimbangkan cintaku padamu. Tapi kini aku mengetahui bahwa seseorang yang kucintai itu adalah seorang pengecut yang tidak mempunyai keberanian sedikitpun juga. Itupun aku tidak menyesal, karena tak ada gunanya lagi. Biarlah semua itu. Hanya satu yang tidak akan terlupa olehmu: anak ini adalah anakmu”. (Toer, 2003:110).

Kutipan diatas menyatakan pernyataan Midah atas kekecewaannya terhadap sikap Ahmad. Ahmad tidak mau mengakui anak dalam kandungan Midah tersebut karena Ahmad merasa latar belakang kehidupan Midah yang berbeda jauh dari kehidupannya. Dalam kaitannya dengan peristiwa yang dialami oleh seseorang karakter, segala sesuatu yang menjadi dasar atau landasan bagi seorang karakter dalam mengerjakan sesuatu disebut motivasi.


(48)

4.3 Latar

Unsur latar dapat dibedakan kedalam tiga unsur pokok, yaitu tempat, waktu, dan sosial. Ketiga unsur itu walau masing-masing menawarkan permasalahan yang berbeda dan dapat dibicarakan secara sendiri, pada kenyataannya saling berkaitan dan saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya.Dalam analisis latar novel MSMBE akan digunakan tiga kategori pendekatan yaitu latar tempat, latar waktu, dan latar sosial.

a. Latar Tempat

Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah cerita fiksi. Unsur yang dipergunakan mungkin berupa tempat-tempat dengan nama tertentu, inisial tertentu,dan lokasi tertentu. Novel MSMBE mengambil latar tempat di beberapa daerah di Jakarta, diantaranya adalah Cibatok, hal tersebut dapat dilihat dalam kutipan berikut.

“Kalau kelak mereka pulang ke Cibatok, semua kawan-kawannya yang dahulu begitu penakut tak berani merantau ke Jakarta. Pasti akan datang berjejel di rumah dan mengagumi mereka. Apalagi kerja di Jakarta. Kumpul-kumpul uang dan akhirnya terbeli juga rumah di Cibatok”.(Toer, 2003:9).

Kutipan tersebut menjelaskan bahwa keluarga Haji Abdul tinggal di Jakarta, tepatnya di daerah Cibatok. Latar berikutnya adalah kampung duri.

“Demikianlah kesukaannya pada lagu Mesir pada suatu hari menemui perubahannya. Dalam pengembaraannya di sekitar Kampung duri, dimana ia tinggal sejak dilahirkan, ia temui satu rombongan pengamen keroncong”. (Toer, 2003:16).

Kampung Duri merupakan kampung tempat tinggal Midah. Di kampung Duri ini untuk pertama kalinya Midah bertemu dengan pengamen keroncong dan menyukai musik keroncong.


(49)

Selanjutnya latar mengacu ke arah Pasar Senen, hal tersebut dapat dilihat berdasarkan kutipan berikut.

“Di Senen ia temui rombongan keroncong yang agak besar. Ia mulai mengikuti. Ia mencoba-coba hendak menegur dan menyatakan keinginannya, tetapi keberaniannya tidak cukup untuk itu. Ia hanya mengikuti dari belakang kemanapun rombongan itu bergerak”. (Toer, 2003:28).

Latar tempat tersebut merupakan tempat bertemunya Midah dengan pengamen setelah ia kabur dari rumah suaminya, dan di tempat itu Midah telah bergabung dengan pengamen keroncong yang ia inginkan. Berikut latar tempatnya di Jatinegara.

Kami tidur dalam rombongan, mencari penginapan murah. Kami sudah punya penginapan sendiri, di Jatinegara. (Toer, 2003:37).

Latar tersebut merupakan tempat tinggal para pengamen dan dengan pengamen tersebut Midah ikut tinggal di tempat itu.Jatinegara juga merupakan tempat Midah menyanyi.

b. Latar Waktu

latar waktu merupakan masalah kapan terjadinya suatu cerita tersebut. Latar waktu pada awal novel MSMBEdiawali pada suatu hari yang mendung, ketika Midah dikawinkan dengan laki-laki yang tidak ia kenal yang menurut ayahnya merupakan pemuda yang jujur.

Demikian pada suatu hari yang mendung, Midah dikawinkan dengan Haji Terbus dari Cibatok, seorang yang berperawakan gagah, tegap, berkumis lebat, dan bermata tajam. (Toer, 2003:20).


(50)

Latar waktu tersebut merupakan pemicu awal Midah hidup di jalanan. Berikitnya, latar waktupada pagi harisaat Midah mulai hidup di jalanan dan mencari rombongan pengamen keroncong.

Dengan semua uang yang dibawanya dari rumah suaminya, dengan mengatasi kemualan perut dan pening kepalanya, sejak pagi ia telah minta diri dengan Riah. (Toer, 2003:27).

Latar waktu berikutnya adalah jam sebelas malam, Midah kembali ke rumah orangtuanya.

“Baru ia memerintahkan tukang becak menuju ke rumah orangtuanya. Sayup-sayup ia dengar jam sebelas yang dipukul bersambut-sambutan. Dan lalulintas kota telah lama mengendur”. (Toer, 2003:113-114).

Kutipan diatas menjelaskan latar waktu yang terakhir ynng menejelaskan dalam novel MSMBE. Latar waktu tentang kehidupan Midah untuk yang terakhir kalinya tidak dijelaskan lagi dalam novel ini.

c. Latar Sosial

Latar sosial merupakan latar yang menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam novel MSMBE, dapat berupa adat istiadat, pemakaian bahasa, tradisi, keyakinan, cara berpikir dan sikap.

Latar sosial yang ditunjukkan dalam novel MSMBE diawali dengan penggambaran keadaan keluarga haji Abdul. Keluarga haji Abdul merupakan keluarga yang berasal dari latar sosial yang terpandang dalam masyarakat. Ia haji yang kaya, mempunyai rumah yang mewah, dan mempunyai perusahaan toko kulit. Keberhasilannya karena usaha yang keras dan rajin menabung,


(51)

sehingga dia bisa naik haji. Dengan gelar haji yang ia sandang dan keyakinannya pada Tuhannya menyebabkan iadisegani oleh tetangganya.

“Keyakinannya pada Tuhannya telah menyediakan jalan yang tegas dan menuju ke arah yang pasti bagi Haji Abdul. Ketegasan, kepastian, ditambah dengan keyakinan pada kebaikan menyebabkan ada sesuatu kekuatan padanya yang sanggup menundukkan daerah selingkungannya”.(Toer, 2003:11).

Ajaran agama yang dianut haji Abdul merupakan ajaran islam yang fanatik. Hal ini dapat dilihat ketika ia benar-benar membenci musik keroncong dan hari-harinya hanya diisi dengan bersembahyang kepada Tuhan.Latar sosial yang ditunjukkan dalam novel MSMBEjuga dijelaskan dengan penggambaran keadaan disekitar Jatinegara yang dihuni oleh pengamen keroncong. Kehidupan para pengamen keroncong adalah kehidupan yang bebas tanpa aturan dan dapat dipastikan kehidupan mereka adalah kehidupan kasta terendah.

“Mengapa kehidupan kalian mesti begini?

Bagaimana aku tahu, selamanya memang begini. Sejak kecil aku hidup dalam rombongan seperti ini.

Kan masih ada cara lain yang lebih baik?

Tentu saja, tetapi yang lebih baik tidaklah ikut dalam rombongan penggelandang demikian. Kalau engkau menghendaki cara kehidupan yang baik, tentu saja rombongan ini bukan tempatmu, Manis, tetapi engkauharus kembali ke rumah suamimu, atau orang-orang yang engkau cintai”. (Toer, 2003:41).

Kutipan diatas menjelaskan bahwa kehidupan pengamen keroncong merupakan kehidupan yang bebas dan tanpa aturan.Para pengamen keroncong tersebut hanya sebatas mencari tempat di Jatinegara saja dan bukan merupakan masyarakat asli daerah Jatinegara. Mereka hanya sebatas pengamen rendahan yang hanya keliling dari satu tempat ke tempat yang lain untuk mencari uang.


(52)

Sudut pandang yaitu dasar bagi pembaca untuk melihat berbagai peristiwa yang digambarkan oleh pengarang. Pengarang membantu menghayati dan memahami pengalaman-pengalamam tokoh dalam karya sastra. Dalam keseluruhan novel MSMBE, pengarang menghadirkan cerita melalui sudut pandang orang ketiga-tidak terbatas, yaitu pengarang yang mengacu pada setiap karakter dan memposisikannya sebagai orang ketiga. Pengarang juga dapat membuat beberapa karakter melihat, mendengar, atau berpikir atau saat ketika tidak ada satu karakter pun hadir. (Stanton, 2007:54).

Sudut pandang orang ketiga mahatahu dalam MSMBE, memungkinkan pembaca untuk mengetahui hal-hal yang sudah dipikirkan atau dilakukan oleh tokoh, seperti tindakan yang dilakukan Midah setelah mengalami kegagalan cinta dalam hidupnya.

“Midah dalam sepotong hidupnya yang sekarang telah banyak bertemu lelaki, pertemuan antara segala-galanya. Ia tidak mempersoalkan cinta atau tidak, karena cintanya pada Ahmad mengikutinya barang ke mana iapergi dan merupakan satu-satunya harta benda yang mengisi kekosongan jiwanya. Bertemu dengan banyak lelaki, hatinya tawar. Sekali ia hidup untuk beberapa bulan di villa peristirahatan dengan hartawan Indonesia, Tionghoa, Arab, dan bangsa apalagi yang tidak”. (Toer, 2003:131-132).

Selain pikiran tokoh Midah dalam novel MSMBE, juga dihadirkan pikiran dan tindakan yang dialami tokoh lain, seperti pikiran haji Abdul yang jatuh sakit ketika mendengar Midah menjadi penyanyi di jalanan dan kebangkrutan yang dialami keluargannya.

“Semua itu telah melampaui batas, terlampau berat untuk jantung Haji Abdul yang dihembalang kegagalan dari kiri dari kanan. Ia terjatuh di meja dan tidak bergerakgerak. Dan apabila ia bangun kembali ia telah terbujur di ranjang runahsakit”. (Toer, 2003:69). “Perubahan itu tidak membuat jalan perusahaannya lebih baik lagi. Tambah lama tambah mundur. Dan akhirnya tak kuat lagi ia


(53)

membayar buruhnya. Tak mau ia mencari usaha bagaimana ia harus memperbaiki keuangan rumahtangganya yang juga ikut memburuk itu. Kasihnya pada suaminya yang menderitamenyebabkan istrinya dengan tidak setahunya mencari pekerjaan jahit-menjahit di luar rumah”. (Toer, 2003:75).

Dari kutipan tersebut dapat diketahui bahwa kehidupan Haji Abdul yang dulu adalah orang yang berada, kini menjadi bangkrut karena sikap haji Abdul sendiri yang otoriter dan mementingkan diri sendiri. Penggunaan sudut pandang orang ketiga mahatahu juga membuat pembaca mengetahui pandangan atau pikiran seorang tokoh lain.

Penggunaan sudut pandang orang ketiga mahatahu dalam novel MSMBE memiliki beberapa keutamaan. Pertama, lewat sudut pandang ketiga mahatahu, kita seolah-olah dilibatkan oleh pengarang dalam setiap peristiwa yang dialami oleh beberapa tokoh. Penggunaan sudut pandang ini memungkinkan kita tahu tentang pikiran tokoh dan apa yang dilihat serta didengar oleh tokoh secara berkelanjutan. Kedua, sudut pandang orang ketiga mahatahu dapat menghadirkan tokoh melalui pandangan dan pikiran tokoh lain. Ketiga, dengan sudut pandang orang ketiga mahatahu, pengarang dapat mengekspresikan sedemikian rupa ceritanya dengan penuh kebebasan.

4.5 Gaya Bahasa

Pengarang menyampaikan cerita dalam novel MSMBE dengan menggunakan bahasa yang sederhana. Pembaca dapat menikmati keahlian pengarang dalam menggunakan bahasa karena sebagian besar kalimat ditulis dengan kata-kata menarik. Dalam novel MSMBE pengarang menggunakan kata penghubung “dan” pada awal kalimat. Hal tersebut terlihat pada kutipan berikut.

“Dan Haji Abdul tidaklah merugi tiap hari mengucapkan syukur kepada Tuhannya yang telah begitu murah terhadapnya,


(1)

memberikan perhatian pada Midah. Hal itu membuat Midah tidak terurus dan

kurang mendapatkan kasih sayang dari orangtuanya.

“Sejak kelahiran siadik, ia tidak mendapat perhatian dari bapak. juga tidak dari emak.Berbagai lagak dan lagu ia perlihatkan. Tapi semua luput. Waktu ia sembuh darisakitnya, dengan pipi kempot dan kakigemetar melangkah, ia melihat siadik darisisi emak. Emak tertawa kepadanya. Tapimata Midah terbuka lebar dan kosong dari segala kesan”. (Toer, 2003:15).

Pada saat kelahiran anaknya yang kedua, perhatian yang diberikan Haji

Abdul kepada anak-anaknya tidak seimbang. Haji Abdul lebih memperhatikan

anaknya yang kedua daripada Midah anaknya yang sulung. Kelahiran adik Midah

seakan-akan membawa bencanadalam kehidupan Midah. Perhatian Haji Abdul dan

nyonya Abdul lebih tertuju pada adik Midah. Midah berpikir bahwa adiknya telah

merebut perhatian kedua orangtuanya dan telah merampas kasih sayang yang pernah

dirasakannya sebelumnya.

Pada saat Midah menjadi seorang ibu, ia juga tidak memberikan perhatian

terhadap anaknya. Dia lebih sibuk memikirkan pekerjaannya, akibatnya anak

Midah tidak terurus dan keadaan tubuhnya juga tidak sehat.

“Nyonya rumah mengeluarkan seorang anak kecil yang kurus dan nampak tak terpelihara. Masya Allah! Inikah cucuku? Alangkah kurus. Ya, nyonya, Midah terus menrus sibuk dengan musiknya. Tapi anak ini tidak sakit. Dia sehat nyonya. Sehat? Ah cucuku. Begini kurus engkau! Dan diciuminya anak kecil itu. Djali menjeritjerit. Alangkah amis baumu. Alangkah amis. Barangkali tidak pernah dimandikan. Nyonya rumah tak menyatakan pendapatnya”. (Toer, 2003:102).

Kutipan diatas menunjukkan kurangnya kasih sayang orangtua terhadap

anak. Sebagai seorang ibu, Midahtidak pernah memperhatikan keperluan anaknya.


(2)

sebagai seorangpenyanyi. Midah sering meninggalkan Rodjali dirumah nyonya

rumah. Midah tidak pernahmemandikan dan memberi makan anaknya, sehingga

anaknya terlantar, berbadan kurus, dan anaknya juga kurang sehat.

Faktor kedua yang menjadi pemicu timbulnya masalah keluarga adalah

keluarga yang kaya ataumiskin. Keluarga kaya merupakan keluarga

yangmampu menyediakan keperluan materi bagi anak-anaknya. Anak tidak

perlu bekerja dirumah, sebab pembantu rumah tangga siap melayaninya.

Haltersebut mempunyai pengaruh yang besar terhadap perkembangan anak karena

anak akan terbiasa dilayani oleh pembantunya.

“Waktu anak kedua lahir, sekali lagi diadakan pesta besar yang menyita banyak sekali dana persediaan uangnya. Tamu datang darimana-mana. Bahkan kawan-kawannya sepermainan di Cibatok ia undangi belaka. Seluruh biayaperjalanan ditanggung. Kesana kemari memperlihatkan tertawanya,cerutu danmakanan yang paling mahal beredar, lampu menghiasi seluruh sudut pekarangan, dan malam dibuat menjadi siang”. (Toer, 2003:13).

Data diatas menunjukkan bahwa Haji Abdul merupakan suatu keluarga

yang kaya. Hal ituterlihat ketika dia merayakan pesta besar hanya

untukkelahiran anaknya yang kedua. Dalam pesta tersebut,Haji Abdul

mengeluarkan dana yang besar.Tamunya diundang dari berbagai daerah termasuk

teman-teman sepermainannya yang berasal dari Cibatok. Dia juga menanggung

semua biaya perjalananpara tamu yang diundang. Pada perayaan pesta

tersebut,tersedia berbagai macam cerutu mahal dan makananmewah. Lampu

warana-warni juga menghiasipekarangannya, sehingga malam hari tampak

sepertisiang hari.


(3)

pengeluaran setiap harinya juga bertambah. Hal itu dialami keluarga Haji Abdul

ketika perdaganganya mulai bangkrut dan anaknya yang mulai bertambah.

Keluarga Haji Abdul kemudian miskin dan tidak dapat memenuhi kebutuhan

anaknya secara maksimal.

“Ia tahu kegarangan orang itu di hari-hari belakangan. Perdagangannya yang mundur, anaknya yang bertambah banyak juga,hutangnya yang mulai meningkat, semua itu menyebabkan orang itu seakan pisau cukur yang kehilangan sarungnya dan tiap waktubisa melukai orang”. (Toer, 2003:22).

Kutipan diatas menjelaskan perekonomian rumah tangga Haji Abdul yang

semakin menurun. Hal tersebut dikarenakan perdagangannya yang gulung tikar dan

anggota keluarganya semakin bertambah, sehingga dia tidak dapat membiayai

kebutuhan hidupnya, istri, dan anak-anaknya. Akibat dari kurangnya

kesejahteraan perekonomian keluarganya, hutang Haji Abdul juga mulai meningkat,

sehingga Haji Abdul selalu bersikap kasar terhadap orang yang datang


(4)

BAB VI SIMPULAN

Setelah dilakukan penelitian terhadap novell Midah Simanis Bergigi Emas,

dapat diambil kesimpulan, sebagai berikut:

1. struktur novel MSMBE adalah sebagai berikut:

a. Alur

Alur yang terdapat dalam novel MSMBE adalah alur maju, dimulai dari awal

sampai cerita itu berakhir. Tahap awal terdiri dari kehidupan keluarga Midah, tahap

tengah mulai munculnya konflik-konflik dalam diri Midah, konflik-konflik tersebut

memuncak klimaks ketika Midah menjadi penyanyi sekaligus menjadi pelacur.

b. Karakter

Terdapat tiga tokoh karakter tokoh yang paling menonjol yaitu Midah, Haji

Abdul, dan Ahmad. Midah berkarakter pantang menyerah tapi keras kepala dan

psimis. Ahmad berkarakter pengecut dan tidak bertanggung jawab. Haji Abdul

berkarakter diskriminatif.

c. Latar

Latar tempat berada di kota Jakarta. Latar waktu diawali pada suatu hari yang


(5)

harisaat Midah mulai hidup di jalanan dan mencari rombongan pengamen keroncong.

Selanjutnya, latar waktu pada pukul sebelas malam ketika Midah kembali ke rumah

orangtuanya. Latar sosial menunjukkan keluarga Haji Abdul yang terpandang dalam

masyarakat karena kekayaannya.

d. Sudut Pandang

Sudut pandang yang digunakan pengarang adalah sudut pandang orang

ketigayang serba tahu.

e. Gaya Bahasa

Gaya yang digunakan pengarang adalah dengan bahasa yang sederhana,

banyak menggunakan “dan” serta kata yang menarik yaitu “ah”.

f. Tema

Tema terhadap novel ini terdiri atas dua yaitu tema utama dan tema bawahan.

Tema utama dalam novel MSMBE adalah perjuangan seorang perempuan dalam

mempertahankan hidup dan tidak mudah menyerah dengan nasib hidup, tetapi pada

akhirnya kalah secara moral dalam pertaruhan hidupnya. Tema bawahan terdiri atas:

kekerasan dalam rumah tangga, kawin paksa, perjuangan dalam mempertahankan

hidup, penyesalan masa lalu, kasih tak sampai, dan pengkhianatan cinta.

2. Berdasarkan dari segi pengaruh orangtua terhadap anaknya yang terjadi adalah

ketidakseimbangan perhatian orangtua terhadap anak, sehingga hal tersebut membuat

anak-anak menderita dan kekurangan kasih sayang. Bertambahnya anggota keluarga

juga menyebabkan kemiskinan. Hal itu dialami keluarga Haji Abdul yang awalnya

keluarga kaya, tetapi pada akhirnya menjadi miskin karena bertambahnya keturunan


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Asadi, Thariq. 2006. “Novel Midah SiManis Bergigi Emas Kajian: Feminis Sastra” (Skripsi). Yogyakarta: Fakultas Sastra UGM.

Endraswara, Suwardi. 2008. Metodologi PenelitianSastra. Yogyakarta: MedPress. Kurniawan, Eka. 1999. Pramoedya Ananta Toer dan Sastra realisme Sosialis.

Yogyakarta: Yayasan Aksara Indonesia.

Lusiana, Martha. 2014. Hegemoni Tandingan Dalam Novel Midah SiManis Bergigi Emas Karya Pramoedya Ananta Toer: Analisis Hegemoni Gramscian.Yogyakarta: Fakultas Sastra Universitas Gajah Mada

Malo, Monase. 1985. Metode Penelitian Sosial. Jakarta: Karunika.

Moleong, L. J. 2002. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Nurgiyantoro, Burhan. 2005. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Nurhayati, Hevi. 2008. Aspek Kepribadian Tokoh Utama dalam Novel

MidahSiManis Bergigi Emas Karya Pramoedya Ananta Toer: Tinjauan Psikologi Sastra. Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UMS

Satoto, Soediro. 1991. Metode Penelitian Sastra (Buku Pegangan Kuliah).Surakarta: UNS Press.

Siswantoro. 2005. Metode Penelitian Sastra: Analisis Psikologi Sastra. Surakarta: Muhammadyah University Press.

Stanton, Robert. 2007. Teori Fiksi Robert Stanton. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Tim Prima Pena. Edisi Terbaru. Kamus Besar Bahasa Indonesia.