Identifikasi dan Rumusan Masalah

8 Dari beberapa permasalahan diidentifikasi seperti belum tertanganinya penyandang buta aksara yang benar dan sungguh-sungguh, belum terlaksananya kegiatan pembelajaran keaksaraan secara fungsional, belum optimalnya peningkatan layanan belajar untuk pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil, dan potensi lokal masyarakat pertanian belum dioptimalkan, serta tantangan target pemerintah tahun 2012 nanti, yakni jumlah buta aksara akan ditekan menjadi satu persen maka fokus penelitian ini adalah “Pengembangan pembelajaran keaksaraan fungsional melalui penguatan potensi lokal pertanian bagi pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil.”

B. Identifikasi dan Rumusan Masalah

Pemberantasan buta aksara merupakan salah satu program pendidikan jalur pendidikan nonformal, sampai sekarang sedang dilaksanakan dan menjadi bagian integral dari upaya pemerintah untuk mengentaskan masyarakat dari kebodohan, kemiskinan, keterbelakangan serta ketidakberdayaan. Melalui program ini penyandang buta aksara akan memperoleh keterampilan lanjutan membaca, menulis, mampu berbahasa Indonesia, memperoleh keterampilan fungsional, yang bermakna dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Namun kenyataan banyak peserta belajar setelah mengikuti kegiatan pembelajaran keaksaraan mereka berhenti belajar karena belajar tidak menarik, sangat membosankan, buang waktu, tenaga, serta tidak sesuai dengan kebutuhan mereka. Yang menjadi permasalahan adalah rendahnya pengembangan model belajar pada masyarakatKomunitas Adat diakibatkan oleh rencana penyelenggara program, pelatihan tutor, persediaan materi belajar potensi daerah, terbatasnya 9 pengetahuan dan keterampilan tutor serta kegiatan belajar. Masalah-masalah tersebut jelas terlihat setelah program belajar keaksaraan selesai dilaksanakan peserta memperoleh Surat Tanda Selesai Belajar STLB, namun peserta merasa tidak tuntas belajar karena belum memiliki keterampilan fungsional yang berarti bagi kehidupannya. Masalah-masalah tersebut terlihat dari ketidak berhasilan penyelenggaraan program belajar pada peserta belajar, pengetahuan, keterampilan tutor terbatas, pelayanan terhadap kelompok belajar rendah dan penyelenggara program tidak memiliki kemampuan dalam mengembangkan model belajar sesuai potensi lokal masyarakat, dimana kelompok belajar dibentuk. Memperhatikan kondisi tersebut di atas maka diperlukan sebuah model pembelajaran untuk pengembangan yang disesuaikan dengan kemampuan dan daya dukung nara sumber, penyelenggara, pelatihan tutor, motivasi tutor serta peserta belajar. Oleh karena itu pengembangan model pembelajaran keaksaraan fungsional berbasis potensi lokal pertanian diharapkan mampu menjawab permasalahan. Mencoba mengembangkan materi pembelajaran serta evaluasi hasil belajar potensi pertanian sesuai kebutuhan hidupnya Komunitas Adat Terpencil. Konsep pengembangan dalam penelitian disini diarahkan sebagai peningkatan belajar. Dengan demikian, maka model pengembangan pembelajaran keaksaraan fungsional yang dikembangkan didalamnya mencakup, perencanaan program, pelatihan tutor, pelaksanaan kegiatan belajar, penyiapan materi belajar, proses belajar dan latihan, evaluasi hasil belajar, dan penyadaran. Pengembangan pembelajaran keaksaraan fungsional didefinisikan sebagai proses pemberdayaan masyarakat yang belum memiliki keterampilan potensi lokal, sehingga peserta 10 belajar merasa memiliki agar dapat bertahan survive dalam mempertahankan serta mengembangkan hidupnya. Pernyataan tersebut dinyatakan oleh Marrifield dalam Wahyudin 2008 bahwa “the social impacts of literacy appear to be the guiding purfose for public investment in literacy educatioan”. Dampak sosial dari keaksaraan seandainya menjadi tujuan untuk membantu investasi publik penyelenggaraan pendidikan keaksaraan. Makna sosialnya bisa bervariasi antara bangsa satu dengan bangsa lain, namun makna esensinya tetap saja sama, yakni bagi mereka yang memperoleh pengetahuan dan keterampilan menjadi bisa memanfaatkan serta mengaplikasikan secara fungsional dalam kebutuhan hidup sehari-hari. Pembelajaran berbasis potensi lokal dijadikan landasan pengembangan model belajar, yakni materi ajar, kegiatan belajar, kegiatan latihan, media belajar, evaluasi hasil belajar. Pendapat para ahli pendidikan nonformal dimana isu kajian dan penelitian pengembangan belajar, khususnya mengenai pembelajaran berbasis potensi lokal dapat ditelusuri yaitu, merujuk kepada hasil-hasil kajian pustaka yang berkaitan dengan konteks sosial potensi lokal dan kebutuhan khusus Komunitas Adat. Kajian lapangan field work para peneliti beserta referensi tentang belajar berbasis potensi lokal yaitu bagaimana memanfaatkan kemampuan membaca dan menulis berkelanjutan tiap individu guna memecahkan masalah, melaksanakan tugas-tugas serta kewajibannya dalam kehidupan. Untuk mengkaji pembelajaran peserta belajar dalam penelitian ini, kedua cara tersebut diterapkan secara berkesinambungan dan utuh. 11 Potensi lokal merupakan sumber daya terdapat dalam suatu wilayah tertentu merupakan sumberdaya yang dikembangkan dari tradisi kearipan yang dimiliki dalam suatu masyarakat bersahaja sebagai bagian dari kebudayaannya. Pendapat Tutik et.al, 2008 mengemukakan ciri-ciri umum potensi lokal adalah: 1 ada pada lingkungan suatu masyarakat; 2 masyarakat merasa memiliki; 3 bersatu dengan alam; 4 memiliki sifat universal; 5 bersifat praktis; 6 mudah digunakan dengan menggunakan common sense; 7 merupakan warisan turun- temurun. Dengan penggunaan potensi sumber daya daerah pengembangan belajar pada kelompok belajar, maka hasil belajar akan segerah dirasakan dan bermakna dalam kehidupannya. Pendapat Kindervatter 1979, mengatakan bahwa pada prinsipnya masyarakat itu memiliki potensi atau kekuatan yang dapat dikembangkan dalam kehidupannya melalui partisipasi, kolaborasi, demokrasi, kesederajatan, pembebasan dan peningkatan. Unsur-unsur potensi lokal terdapat di setiap daerah dan melekat dalam memenuhi kehidupan masyarakat sehari-hari dikemas dalam buku modul belajar keaksaraan dan dikembangkan tutor dalam kegiatan belajar, kegiatan latihan, evaluasi hasil belajar dan latihan diduga akan berpengaruh secara signifikan terhadap pemberdayaan Komunitas Adat. Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil dalam penelitian ini mengacu pada tiga hal yaitu: 1 tingkat pemahaman materi-materi belajar berbasis potensi lokal; 2 pengembangan model belajar tergambar dalam modul belajar potensi pertanian; 3 pemberdayaan pada Komunitas Adat Terpencil mengacu pada keputusan Presiden RI. Nomor: 111 tentang Pembinaan Kesejahteraan Sosial Komunitas Adat 12 Terpencil. Sedangkan pengembangan model pembelajaran keaksaraan materi belajar, kegiatan belajar, latihan, evaluasi belajar latihan menjawab kebutuhan peserta belajar mengacu pada standar pelayanan jasa yang berkualitas, yaitu tangible, emphaty, responsiveness, reliability, assurance, selanjutnya diadaptasi dan diberlakukan dalam pelayanan publik oleh Pemerintah Indonesia melalui Keputusan Menpan Nomor: 811995. Selama ini pembelajaran yang digunakan dalam program pendidikan keaksaraan lebih menekankan pada materi belajar telah disediakan penyelenggara program, belum menyesuaikan dengan karakteristik potensi daerah dimasyarakat. Materi belajar yang digunakan oleh tutor homogen untuk semua daerah. Sedikit sekali perangkat pembelajaran keaksaraan fungsional yang mengembangkan dari karakteristik potensi lokal peserta belajar. Pembelajaran ini tidak akan membawa perubahan berarti pada pencapaian penguasaan kompotensi dasar peserta belajar, terutama untuk memberdayakan dan memenuhi kebutuhan hidup. Pengembangan pembelajaran seperti ini hanya menghasilkan belajar pada tataran kerangka berpikir yang ada, dan sebatas menambah keterampilan yang belum tentu diaplikasikan. Tanpa mengecilkan manfaatnya pengetahuan yang diperolehnya belum mampu sebagai daya ungkit untuk memenuhi, meningkatkan dan mengembangkan, serta mampu memberi kontribusi pada upaya peningkatan kualitas hidup masyarakat bukan dari segi kemampuan baca-tulis, namun hendaknya program pendidikan keaksaraan itu betul-betul berperan dalam upaya mengurangi jumlah warga masyarakat miskinKomunitas Adat Terpencil serta 13 meningkatkan kesejahteraan melalui pembelajaran berorientasi untuk perbaikan serta peningkatan pendapatan mereka. Penelitian ini selanjutnya memfokuskan kajian pada pengembangan model pembelajaran keaksaraan fungsional berbasis potensi lokal pertanian bagi pemberdayaan Kominitas Adat Terpencil di Kecamatan Waiapo, Kabupaten Buru. Kecamatan Waiapo dipilih sebagai lokasi penelitian karena penyandang buta aksara rmasuk dalam kategori tinggi saat penelitian dilakukan, walaupun Provinsi Maluku tidak termasuk dalam 12 Provinsi penyandang buta aksara tertinggi di Indonesia, namun dari sebelas kabupatenkota, lima Kabupaten penduduknya masih menyandang buta aksara dan cukup tinggi terdapat di Kabupaten Buru. Permasalahan model pembelajaran keaksaraan fungsional terkait dengan pengembangan kemampuan penyelenggara, tutor, hasil belajar saat ini belum menjawab kebutuhan peserta belajarKomunitas Adat Terpencil. Untuk itu maka pemecahannya diperlukan pengembangan pembelajaran keaksaraan yang mampu mengangkat potensi daerah Komunitas Adat Terpencil. Sehubungan dengan itu maka masalah penelitian ini adalah: “Bagaimana Pandangan Komunitas Adat Terpencil terhadap pendidikan, pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, serta penyelenggaraan program keaksaraan fungsional untuk memberdayakan kehidupannya”?. Pendekatan pada konsep permasalahan penelitian tersebut di atas mengarahkan pada fokus penelitian, yaitu: “Pengembangan Model Pembelajaran Keaksaraan Fungsional Berbasis Potensi Lokal Pertanian bagi Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil” maka penelitian berfokus kearah ini. Secara operasional pertanyaan penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: 14 1. Bagaimana kondisi aktual sosial ekonomi, dan pengembangan program pendidikan keaksaraan fungsional ? 2. Bagaimana model konseptual pembelajaran keaksaraan fungsional berbasis potensi lokal pertanian dapat memberdayakan Komunitas Adat Terpencil ? 3. Bagaimana implementasi model pembelajaran keaksaraan fungsional berbasis potensi lokal pertanian dapat memberdayakan Komunitas Adat Terpencil ? 4. Bagaimana efektivitas model pembelajaran keaksaraan fungsional berbasis potensi lokal pertanian dapat memberdayakan Komunitas Adat Terpencil ?

C. Tujuan Penelitian