Bagian psikiatri

(1)

BAGIAN PSIKIATRI LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN 3 Februari 2017

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

GANGGUAN CAMPURAN ANXIETAS DAN

DEPRESI (F41.2)

Oleh:

Dwi Arnhilah Miranda

111 2015 2298

Pembimbing

dr. Ham F.Susanto, Sp.KJ, M.Kes

BAGIAN PSIKIATRI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR 2017

LAPORAN KASUS

GANGGUAN CAMPURAN ANXIETAS DAN DEPRESI (F41.2)


(2)

Nama : Tn. SY Umur : 49 tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Alamat :

Pekerjaan : Agama : Islam Warga Negara : Indonesia

Suku :

Status Perkawinan : Menikah

Tanggal Pemeriksaan : 20 Januari 2017

Tempat Pemeriksaan : RS.Bhayangkara Perawatan Kasuari Panem 5

LAPORAN PSIKIATRIK I. RIWAYAT PENYAKIT


(3)

Lemas seluruh badan

B. Riwayat Gangguan Sekarang

Pasien laki-laki umur 49 tahun dirawat di perawatan Kasuari Rs. Bhayangkara dengan keluhan lemas seluruh badan, pasien merasa lehernya tegang dan kram-kram seluruh badan hal ini dirasakan sejak 3 hari yang lalu. Pasien dikonsul ke psikiatri dikarenakan setelah diperiksa di bagian penyakit dalam tidak ditemukan kelainan dan pasien mengaku telah 5 tahun berobat ke ahli psikiatri. Pasien mengatakan awal pasien berobat ke psikiatri dikarenakan pasien sulit tidur dan sering merasa cemas. Pasien mengatakan akhir-akhir ini pasien sulit berkonsentrasi terhadap pekerjaannya dan mudah lelah ketika beraktivitas sering merasa murung dan sedih tiba-tiba serta malas melakukan aktivitas. Pasien bercerita bahwa pasien seorang dosen dan juga penulis sehingga dia membutuhkan konsentrasi tinggi untuk pekerjaannya sebagai seorang penulis dan juga pasien selalu berusaha agar hasil tulisannya memuaskan bagi pemesan dimana dalam hal ini pasien menerima pesanan tulisan autobiografi untuk pejabat di Makassar seperti walikota dan gubernur serta pejabat-pejabat lainnya. Dalam proses penulisannya pasien terkadang seharian penuh duduk di depan komputer dan konsentrasinya tidak bias terputus sehingga jadwal makan dan tidurnya terganggu. Pasien selalu berpikir urusannya harus selesai dengan hasil sempurna, terkadang tidak jarang pekerjaannya kurang memuaskan dan akhirnya dia merasa kecewa. Di tahun 2013 pasien kehilangan istrinya dengan meninggalkan 4 orang anak yang masih kecil-kecil, paien merasa sangat kehilangan. Namun pasien berusaha bangkit dan tetap tegar untuk membesarkan keempat anaknya. Di tahun 2015 pasien menikahi seorang perempuan yang juga mahasiswinya, hal ini dilakukannya agar anak-anaknya mendapatkan perhatian dan kasih sayang seorang ibu. Namun menurut pasien langkah yang diambilnya ini justru menambah bebannya dan merasa khawatir dengan masalah rumah tangganya dikarenakan sang istri tidak bisa menjalankan perannya sebagai


(4)

seorang ibu, dimana sang istri kedua selalu memarahi anaknya dengan kasar sementara pasien dan anak-anaknya merasa bahwa istri terdahulunya tidak kasar . Ditambah lagi sang istri kedua selalu mengatur pasien soal ekonomi, istri kedua selalu merasa suami tidak adil dalam membagikan uang untuk dirinya dan anak-anaknya. Karena itu hubungan keempat anaknya dengan sang istri kedua kurang baik dan pasien memilih untuk memisahkan tempat tinggal istri kedua dengan anak-anaknya. Pasien membelikan rumah tepat di depan rumah yang ditinggali anak-anaknya, pasien lebih banyak menetap tinggal di rumah istri kedua tetapi menurut pasien dia tetap memerhatikan kebutuhan anak-anaknya. Hal ini membuat anak keduanya memberontak dengan cara pergi meninggalkan rumah dan memilih menetap dengan tantenya yang juga saudara dari ibu kandungnya, menurut pasien sang anak juga semakin menjadi-jadi dan sempat mencuri uangnya. Ini membuat pasien semakin pusing ditambah lagi hubungannya dengan ipar-ipar dari istri terdahulu kurang harmonis akibat sang istri baru yang kurang memerhatikan anak-anaknya. Menurut pasien ini juga yang membuat dia kurang konsentrasi dalam pekerjaannya pasien merasa tida bersemangat.

Hendaya Disfungsi

Hendaya Sosial (-) Hendaya Pekerjaan (+) Hendaya waktu senggang (+)


(5)

o Tuntutan pekerjaan pasien yang mengharuskan pasien untuk berkonsentrasi tinggi dan menghasilkan tulisan yang sempurna karena berhubungan dengan pejabat tinggi di Makassar

o Pasien merasa kehilangan istri

o Hubungan anak-anak pasien dengan istri kedua yang kurang harmonis

o Hubungan pasien dengan ipar-ipar dari istri terdahulu kurang harmonis

 Hubungan gangguan sekarang dengan riwayat penyakit sebelumnya

Pasien pernah berobat ke poliklinik Jiwa RSU Bhayangkara

sebelumnya.

C. Riwayat Gangguan Sebelumnya.

 Riwayat penyakit terdahulu :

- Riwayat penggunaan zat psikoaktif (-) D. Riwayat Kehidupan Peribadi

Riwayat Prenatal dan Perinatal

Pasien lahir di Batak dengan cukup bulan persalinan dibantu dengan dukun beranak. Anak merupakan anak tunggal.

Riwayat Masa Kanak Awal (1-3 tahun)

Pasien mendapatkan ASI eksklusif hingga umur 6 bulan, pertumbuhan dan perkembangan sesuai umur, tidak ada riwayat kejang, trauma atau infeksi pada masa ini. Pasien mendapatkan kasih sayang dari kakek neneknya dikarenakan saat pasien berusia 2 tahun ibunya meninggal dunia.


(6)

Riwayat Masa Pertengahan (4-11 tahun)

Pasien diasuh oleh kedua kakek neneknya. Pertumbuhan dan perkembangan baik. Pertumbuhan dan perkembangan sama dengan anak seusianya. Pasien memiliki banyak teman.

Riwayat Masa Kanak Akhir dan Remaja. ( 12-18 tahun)

Pasien melanjutkan pendidikan sampai ke tingkat SMP-SMA di

Batak. Pasien merupakan orang yang memiliki banyak teman dan

ramah pada orang lain.

Riwayat Masa Dewasa a. Riwayat Pekerjaan

Pasien merupakan dosen di ….

b. Riwayat Pernikahan

Sudah menikah. Pasien menikah dua kali dikarenakan istri pertama meninggal dan menikah lagi di tahun 2015.

c. Riwayat Agama

Pasien memeluk agama Islam dan menjalankan kewajiban agama dengan cukup baik.

d. Riwayat pelanggaran hukum

Selama ini pasien tidak pernah terlibat masalah hukum. e. Aktivitas sosial

Pasien dikenal sebagai orang yang ramah dan mudah bergaul.

E. Riwayat Kehidupan Keluarga

 Pasien anak tunggal.

 Hubungan dengan istri kedua dan keempat anaknya kurang baik

 Tidak ada riwayat keluarga dengan keluhan yang sama F. Situasi Sekarang

Pasien tinggal bersama istri kedua dan tinggal berseberangan rumah dengan keempat anaknya.


(7)

Pasien merasa kesulitan dalam memperbaiki hubungan istri kedua dengan keempat anaknya dan hubungannya dengan ipar-ipar dari istri terdahulu .

STATUS MENTAL A. Deskripsi Umum

 Penampilan:

Tampak seorang pria, wajah sesuai dengan umur menggunakan baju lengan pendek, celana panjang dan topi. Perawatan diri cukup dan perawakan kurus.

 Kesadaran: baik

 Perilaku dan aktivitas psikomotor : Tenang

 Pembicaraan : pasien menjawab spontan, lancar, intonasi biasa dengan nada yang biasa

 Sikap terhadap pemeriksa : Kooperatif B. Keadaan afektif

 Mood : depresi

 Afek : depresi

 Keserasian : serasi

 Empati : dapat dirabarasakan C. Fungsi Intelektual (Kognitif)

 Taraf pendidikan, pengetahuan umum dan kecerdasan Pengetahuan dan kecerdasan sesuai taraf pendidikannya.

 Daya konsentrasi : baik

 Orientasi : Baik

 Daya ingat

Jangka Pendek : Baik Jangka Sedang : Baik Jangka Panjang : Baik

 Bakat kreatif : ada, pasien adalah seorang penulis


(8)

D. Gangguan persepsi

 Halusinasi : Tidak ada

 Ilusi : Tidak ada

 Depersonalisasi : Tidak ada

 Derealisasi : Tidak ada E. Proses berpikir

 Arus pikiran :

A.Produktivitas : Cukup B. Kontinuitas : Relevan C. Hendaya berbahasa : Tidak ada

 Isi Pikiran :

A. preokupasi : tidak ada B. Gangguan isi pikiran : Tidak ada F. Pengendalian impuls

Baik G. Daya nilai

 Norma sosial : Tidak terganggu

 Uji daya nilai : Baik

 Penilaian Realitas : Baik H. Tilikan (insight)

Derajat VI: Pasien menyadari dirinya sakit dan butuh pengobatan dari dokter.

I. Taraf dapat dipercaya Dapat dipercaya

II. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK LEBIH LANJUT Pemeriksaan fisik : Tidak dilakukan pemeriksaan fisik III. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA


(9)

 Didapatkan gejala-gejala psikotik berupa (hendaya dalam menilai realita) bicara sendiri, gelisah, mudah tersinggung, rasa takut, mudah curiga, dan mendengar bisikan aneh

 Keluhan-keluhan di atas dialami sejak 5 tahun yang lalu

 Didapatkan hendaya di waktu senggang dan tidak didapatkan adanya hendaya sosial dan pekerjaan.

 Tampak pasien sesuai umur seorang pria, wajah sesuai dengan umur menggunakan baju lengan pendek, celana panjang dan topi. Perawatan diri cukup dan perawakan kurus.

 Perilaku dan Aktivitas Psikomotor tenang

 Pembicaraan spontan, lancar, intonasi biasa dengan nada yang biasa

 Mood depresi

 Daya konsentrasi baik

 Orientasi (waktu, tempat dan orang) baik

 Daya Ingat baik

 Arus pikiran relevan

 Tilikan derajat VI, taraf dapat dipercaya

IV. EVALUASI MULTIAKSIAL

Aksis I :

 Berdasarkan anamnesa didapatkan adanya gejala klinis yang bermakna berupa rasa khawatir yang berlebihan tentang pekerjaan dan masalah rumah tangganya, pasien merasa sulit konsentrasi terhadap pekerjaan dan mudah lelah ketika beraktivitas, tegang pada leher, murung, sedih, dan pasien merasa malas melakukan aktivitas sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami Gangguan Jiwa.


(10)

 Pada pasien tidak hendaya berat dalam menilai realita, tidak terdapat halusinasi ataupun waham dll, sehingga pasien didiagnosa sebagai Gangguan Jiwa Non Psikotik.

 Pada riwayat penyakit sebelumnya dan pemeriksaan status interna tidak ditemukan adanya kelainan yang mengindikasi gangguan medis umum yang menimbulkan gangguan fungsi otak serta dapat mengakibatkan gangguan jiwa yang diderita pasien ini,sehingga diagnose Gangguan mental dapat disingkirkan dan didiagnosa Gangguan Jiwa Non Psikotik Non Organik.

 Berdasarkan deskripsi kasus diatas, dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami gangguan neurotik. Pasien pada kasus ini merupakan pasien dengan gangguan campuran anxietas dan depresi. Adapun gejala utama pada anxietas yaitu: khawatir atau waspada berlebihan, ketegangan motorik, dan overeaktif otonomik sedang episode depresif yaitu: afek depresif, kehilangan minat dan kegembiraan, berkurangnya energi. Gejala lainnya pada episode depresi yaitu konsetrasi dan perhatian berkurang; harga diri dan kepercayaan berkurang; rasa bersalah dan tidak berguna; pandangan masa depan suram dan pesimistis; gagasan/perbuatan yang membahayakan diri; tidur terganggu dan nafsu makan berkurang. Kriteria gangguan afektif episode depresi ringan dapat ditegakkan sekurang-kurangnya 2 dari 3 gejala utama, ditambah minimal 3 gejala lain; lamanya seluruh episode sekurang-kurangnya 2 minggu akan tetapi periode lebih pendek dapat dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya daan berlangsung cepat. Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan social yang biasa dilakukannya. Pada pasien ini ditemukan 3 gejala anxietas yaitu khawatir yang berlebihan tentang pekerjaan dan masalah rumah tangganya (khawatir/waspada berlebihan), tegang pada leher (ketegangan motorik) dan pusing kepala (overeaktivitas otonomik) dan 2 gejala utama


(11)

depresif yaitu gejala murung dan sedih (afek depresif) dan mudah lelah (berkurangnya energi) dan sulit konsentrasi terhadap pekerjaan (gejala lain) Berdasarkan PPDGJ III, pasien dapat digolongkan dalam Gangguan Campuran Anxietas dan Depresi (F41.2).

Aksis II

Pasien merupakan orang yang ramah dan mudah bergaul dikeluarga dan lingkungannya , sehingga diarahkan pada pasien dengan ciri kepribadian tidak khas.

Aksis III

Aksis IV

Stressor psikososial yaitu tuntutan pekerjaan pasien yang mengharuskan pasien untuk berkonsentrasi tinggi dan menghasilkan tulisan yang sempurna karena berhubungan dengan pejabat tinggi di Makassar, pasien kehilangan istri dan meninggalkannya 4 orang anak, terbebani dengan hubungan istri kedua dengan keempat anaknya serta hubungan pasien dengan ipar-iparnya dari istri terdahulu.

Aksis V

GAF scale 70-61 ( beberapa gejala ringan dan menetap, disabilitas ringan dalam fungsi, secara umum masih baik).

VI. DAFTAR MASALAH

 Organobiologik

Terdapat ketidakseimbangan neurotransmitter sehingga pasien memerlukan psikofarmaka.

 Psikologik

Ditemukan adanya masalah/ stressor psikososial sehingga pasien memerlukan psikoterapi.


(12)

 Sosiologik

Hendaya dalam sosial sehingga pasien memerlukan sosioterapi. VII. PROGNOSIS

Ad bonam

 Faktor pendukung kearah prognosis baik: - Keinginan yang jelas dari pasien untuk sembuh - Tidak ada kelainan organik

- Adanya dukungan dari keluarga

- Tidak ada riwayat penyalahgunaan zat dan alkohol - Tidak ada riwayat gangguan jiwa dalam keluarga pasien

 Faktor penghambat:

- Perjalanan penyakit sudah lama VIII. RENCANA TERAPI

 Farmakoterapi :

 Golongan Benzodiazepin: Alprazolam 0,5 mg ½-½-1

 Golongan SSRI: Nopress 20mg 1 dd 1

 Psikoterapi suportif

 Ventilasi

Memberikan kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan isi hati dan keinginannya sehingga pasien merasa lega

 Cognitive Behavioral Theraphy (CBT)

 Sosioterapi

Memberikan penjelasan kepada keluarga dan orang-orang sekitarnya sehingga tercipta dukungan sosial dengan lingkungan yang kondusif untuk membantu proses penyembuhan pasien serta melakukan kunjungan berkala.


(13)

Memantau keadaan umum pasien dan perkembangan penyakit serta menilai efektifitas pengobatan yang diberikan dan kemungkinan munculnya efek samping obat yang diberikan.

X. PEMBAHASAN

Kelainan fundamental dari kelompok gangguan afektif/mood adalah perubahan suasana perasaan (mood) atau afek, biasanya kearah depresi (dengan atau tanpa ansietas yang menyertai), atau kearah elasi (suasana perasaan meningkat). Perubahan ini biasanya disertai dengan suatu perubahan pada keseluruhan tingkat aktivitas dan kebanyakan gejala lainnya adalah sekunder terhadap perubahan itu atau mudah dipahami hubungan dengan dengan perubahan tersebut. 1

Sindrom depresi disebabkan oleh defisiensi relative salah satu atau beberapa aminergik neurotransmitter (Noradrenaline, serotonin, dopamine) pada celah sinaps neuron di system saraf pusat khususnya system limbic sehingga aktivitas serotonin menurun.2

Gejala utama (pada derajat ringan, sedang dan berat):1 - Afek depresif

- Kehilangan minat dan kegembiaraan

- Berkurangnya energy yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa lelah yang nyata sesudah kerja) dan menurunnya aktivitas.

Gejala lainnya:1

- Konsentrasi dan perhatian berkurang - Harga diri dan kepercayaan diri berkurang

- Gagasan tentang merasa bersalah dan tidak berguna - Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis

- Gagasan atau perbuatan yang membahayakan diri atau bunuh diri - Tidur terganggu


(14)

Untuk episode depresif dari ketiga tingkat keparahan tersebut diperlukan sekurang-kurangnya 2 minggu untuk penegakan diagnosis, akan tetapi periode lebih pendek dapat dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan berlangsung cepat.1

Episode depresi ringan

- Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 dari gejala utama depresi seperti disebut diatas

- Ditambah sekurang-kurangnya 2 dari gejala lainnya - Tidak boleh ada gejala yang berat diantaranya

- Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2 minggu - Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan social yang biasa

dilakukannya. Episode depresi sedang

- Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 dari gejala utama depresi seperti pada episode ringan

- Ditambah sekurang-kurangnya 3 dan sebaiknya 4 dari gejala lainnya

- Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2 minggu - Menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan social , pekerjaan

dan urusan rumah tangga

Episode depresif berat tanpa gejala psikotik - Semua 3 gejala utama depresi harus ada

- Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya, dan beberapa diantaranya harus berintensitas berat

- Bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi psikomotor) yang mencolok, maka pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu untuk melaporkan banyak gejalanya secara rinci

- Episode depresif biasanya harus berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu, akan tetapi jika gejala amat berat dan beronset sangat cepat, maka masih dibenarkan untuk menegakkan diagnosis dalam kurun waktu kurang dari 2 minggu.

- Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan social, pekerjaan atau urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang sangat terbatas


(15)

Episode depresif berat dengan gejala psikotik

- Episode depresif yang memenuhi kriteria menurut Episode depresif berat tanpa gejala psikotik

- Disertai waham, halusinasi, atau stupor depresif. Waham biasanya melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan atau malapetaka yang mengancam, dan pasien merasa bertanggung jawab atas hal itu. halusinasi auditorik atau olfaktorik biasanya berupa suara menghina atau menuduh, atau bau kotoran atau daging membusuk. Retardasi psikomotor yang berat dapat menuju pada stupor. Jika diperlukan, waham atau halusinasi dapat ditentukan sebagai serasi atau tidak serasi dengan afek (mood-congruent). 1

Pengobatan pasien dengan gangguan mood harus diamanahkan pada sejumlah tujuan. Pertama, keamanan pasien harus terjamin. Kedua, pemeriksaan diagnostik yang lengkap pada pasien harus dilakukan. Ketiga,suatu rencana pengobatan harus dimulai yang menjawab bukan hanya gejala sementara tetapi juga kesehatan pasien selanjutnya. Dokter harus mengintegrasikan farmakoterapi dengan intervensi psikoterapeutik. Jika dokter memandang gangguan mood pada dasarnya berkembang dari masalah psikodinamika, ambivalensi mengenai kegunaan obat dapat menyebabkan respons yang buruk, ketidakpatuhan, dan kemungkinan dosis yang tidak adekuat untuk jangka waktu yang singkat. Sebaliknya, jika dokter mengabaikan kebutuhan psikososial pasien, hasil dari farmakoterapi mungkin terganggu.

1. Terapi Farmakologis

Antidepresan yang tersedia sekarang cukup bervariasi di dalam efek farmakologisnya. Variasi tersebut merupakan dasar untuk pengamatan bahwa pasien individual mungkin berespons terhadap antidepresan lainnya. Variasi tersebut juga merupakan dasar untuk membedakan efek samping yang terlihat pada antidepresan. Pembedaan yang paling dasar diantara antidepresan adalah pada proses farmakologis yang terjadi, dimana ada antidepresan yang memiliki efek farmakodinamika jangka pendek utamanya pada tempat ambilan kembali (reuptake sites) atau pada tingkat inhibisi enzim monoamine oksidasi bekerja


(16)

untuk menormalkan neurotransmitter yang abnormal di otak khususnya epinefrin dan norepinefrin. Antidepresan lain bekerja pada dopamin. Hal ini sesuai dengan etiologi dari depresi yang kemungkinan diakibatkan dari abnormalitas dari sistem neurotransmitter di otak . Obat antidepresan yang akan dibahas adalah antidepresi generasi pertama (Trisiklik dan MAOIs), tetrasiklik, (SSRIs) dan antidepresi golongan ketiga (SRNIs) .

a. Trisiklik

Trisiklik merupakan antidepresan yang paling umum digunakan sebagai pengobatan lini pertama untuk gangguan depresif berat . Golongan obat trisiklik bekerja dengan menghambat reuptake neurotransmitter di otak. Secara biokimia, obat amin sekunder diduga bekerja sebagai penghambat reuptake norepinefrin, sedangkan amin tersier menghambat reuptake serotonin pada sinaps neuron. Hal ini mempunyai implikasi bahwa depresi akibat kekurangan norepinefrin lebih responsif terhadap amin sekunder, sedangkan depresi akibat kekurangan serotonin akan lebih responsif terhadap amin tersier.

b. Tetrasiklik

Terdapat tetrasiklik amin sekunder (nortriptyline, desipramine) dan tetrasiklik tersier (imipramine, amitriptlyne). Yang paling sering digunakan adalah tetrasiklik amin sekunder karena mempunyai efek samping yang lebih minimal. Obat golongan tetrasiklik sering dipilih karena tingkat kepuasan klinisi dikarenakan harganya yang murah karena sebagian besar golongan dari obat ini tersedia dalam formulasi generik .

c. MAOIs (Monoamine Oxidase Inhibitors)

MAOIs telah digunakan sebagai antidepresan sejak 15 tahun yang lalu. Golongan ini bekerja dalam proses penghambatan deaminasi oksidatif katekolamin di mitokondria, akibatnya kadar epinefrin, noreprinefrin dan 5-HT dalam otak naik . Obat ini sekarang jarang digunakan sebagai lini pertama dalam pengobatan depresi karena bersifat sangat toksik bagi tubuh. Selain karena dapat menyebabkan krisis hipertensif


(17)

akibat interaksi dengan tiramin yang berasal dari makanan-makanan tertentu seperti keju, anggur dan acar, MAOIs juga dapat menghambat enzim-enzim di hati terutama sitokrom P450 yang akhirnya akan mengganggu metabolisme obat di hati.

d. SSRIs (Selective Serotonin Reuptake Inhibitors)

SSRIs adalah jenis pengobatan yang juga menjadi pilihan lini pertama pada gangguan depresif berat selain golongan trisiklik. Obat golongan ini mencakup fluoxetine, citalopram dan setraline. SSRIs sering dipilih oleh klinisi yang pengalamannya mendukung data penelitian bahwa SSRIs sama manjurnya dengan trisiklik dan jauh lebih baik ditoleransi oleh tubuh karena mempunyai efek samping yang cukup minimal karena kurang memperlihatkan pengaruh terhadap sistem kolinergik, adrenergic dan histaminergik. Interaksi farmakodinamik yang berbahaya akan terjadi bila SSRIs dikombinasikan dengan MAOIs, karena akan terjadi peningkatan efek serotonin secara berlebihan yang disebut sindrom serotonin dengan gejala hipertermia, kejang, kolaps kardiovaskular dan gangguan tanda vital.

e. SNRIs (Serotonin and Norepinephrine Inhibitors)

Golongan antidepresan SNRIs bekerja dengan mekanisme yang hampir sama dengan golongan SSRIs, hanya saja pada SNRIs juga menghambat dari reuptake norepinefrin. Selain dari golongan obat yang telah dibahas sebelumnya, masih ada beberapa alternatif yang digunakan untuk terapi medikamentosa pada pasien depresi dengan keadaan tertentu. Hal tersebut dapat terlihat lebih jelas pada gambar di bawah ini .


(18)

Gambar 2.1.10.1 Pilihan obat-obatan antidepresan pada lini pertama f. Terapi Non Farmakologis

Tiga jenis psikoterapi jangka pendek yang digunakan dalam pengobatan depresif berat adalah terapi kognitif, terapi interpersonal dan terapi perilaku. Telah ditemukan prediktor respons terhadap berbagai pengobatan sebagai berikut ini : (1) disfungsi sosial yang rendah menyatakan respons yang baik terhadap terapi interpersonal, (2) disfungsi kognitif yang rendah menyatakan respons yang baik terhadap terapi kognitif-perilaku dan farmakoterapi, (3) disfungsi kerja yang tinggi mengarahkan respons yang baik terhadap farmakoterapi, (4) keparahan depresi yang tinggi menyatakan respons yang baik terhadap terapi interpersonal dan farmakoterapi. Terapi kognitif dikembangkan oleh Aaron Beck yang memusatkan pada distorsi kognitif yang didalilkan ada pada gangguan depresi berat. Tujuan terapi ini untuk menghilangkan episode depresif dan mencegah rekurennya dengan membantu pasien mengidentifikasi dan uji kognitif negatif. Terapi interpersonal dikembangkan oleh Gerald Klerman,memusatkan pada satu atau dua masalah interpersonal pasien yang sedang dialami sekarang, dengan menggunakan dua anggapan: pertama, masalah interpersonal sekarang kemungkinan memiliki akar pada hubungan awal yang disfungsional. Kedua, masalah


(19)

interpersonal sekarang kemungkinan terlibat di dalam mencetuskan atau memperberat gejala depresif sekarang .


(20)

DAFTAR PUSTAKA

1. Maslim R, 2001. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III. Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya, Jakarta.

2. Maslim R, 2007. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik (Psychotropic Medication). Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya, Jakarta.

3. Elvira S, Hadisukanto G, 2013. Buku Ajar Psikiatri Edisi Kedua. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.

4. Gunawan S, Setiabudy R, Nafrialdi, 2008. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Departemen Farmakologi dan Terapetik. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta


(1)

Episode depresif berat dengan gejala psikotik

- Episode depresif yang memenuhi kriteria menurut Episode depresif berat tanpa gejala psikotik

- Disertai waham, halusinasi, atau stupor depresif. Waham biasanya melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan atau malapetaka yang mengancam, dan pasien merasa bertanggung jawab atas hal itu. halusinasi auditorik atau olfaktorik biasanya berupa suara menghina atau menuduh, atau bau kotoran atau daging membusuk. Retardasi psikomotor yang berat dapat menuju pada stupor. Jika diperlukan, waham atau halusinasi dapat ditentukan sebagai serasi atau tidak serasi dengan afek (mood-congruent). 1

Pengobatan pasien dengan gangguan mood harus diamanahkan pada sejumlah tujuan. Pertama, keamanan pasien harus terjamin. Kedua, pemeriksaan diagnostik yang lengkap pada pasien harus dilakukan. Ketiga,suatu rencana pengobatan harus dimulai yang menjawab bukan hanya gejala sementara tetapi juga kesehatan pasien selanjutnya. Dokter harus mengintegrasikan farmakoterapi dengan intervensi psikoterapeutik. Jika dokter memandang gangguan mood pada dasarnya berkembang dari masalah psikodinamika, ambivalensi mengenai kegunaan obat dapat menyebabkan respons yang buruk, ketidakpatuhan, dan kemungkinan dosis yang tidak adekuat untuk jangka waktu yang singkat. Sebaliknya, jika dokter mengabaikan kebutuhan psikososial pasien, hasil dari farmakoterapi mungkin terganggu.

1. Terapi Farmakologis

Antidepresan yang tersedia sekarang cukup bervariasi di dalam efek farmakologisnya. Variasi tersebut merupakan dasar untuk pengamatan bahwa pasien individual mungkin berespons terhadap antidepresan lainnya. Variasi tersebut juga merupakan dasar untuk membedakan efek samping yang terlihat pada antidepresan. Pembedaan yang paling dasar diantara antidepresan adalah pada proses farmakologis yang terjadi, dimana ada antidepresan yang memiliki efek farmakodinamika jangka pendek utamanya pada tempat ambilan kembali (reuptake sites) atau pada tingkat inhibisi enzim monoamine oksidasi bekerja


(2)

untuk menormalkan neurotransmitter yang abnormal di otak khususnya epinefrin dan norepinefrin. Antidepresan lain bekerja pada dopamin. Hal ini sesuai dengan etiologi dari depresi yang kemungkinan diakibatkan dari abnormalitas dari sistem neurotransmitter di otak . Obat antidepresan yang akan dibahas adalah antidepresi generasi pertama (Trisiklik dan MAOIs), tetrasiklik, (SSRIs) dan antidepresi golongan ketiga (SRNIs) .

a. Trisiklik

Trisiklik merupakan antidepresan yang paling umum digunakan sebagai pengobatan lini pertama untuk gangguan depresif berat . Golongan obat trisiklik bekerja dengan menghambat reuptake neurotransmitter di otak. Secara biokimia, obat amin sekunder diduga bekerja sebagai penghambat reuptake norepinefrin, sedangkan amin tersier menghambat reuptake serotonin pada sinaps neuron. Hal ini mempunyai implikasi bahwa depresi akibat kekurangan norepinefrin lebih responsif terhadap amin sekunder, sedangkan depresi akibat kekurangan serotonin akan lebih responsif terhadap amin tersier.

b. Tetrasiklik

Terdapat tetrasiklik amin sekunder (nortriptyline, desipramine) dan tetrasiklik tersier (imipramine, amitriptlyne). Yang paling sering digunakan adalah tetrasiklik amin sekunder karena mempunyai efek samping yang lebih minimal. Obat golongan tetrasiklik sering dipilih karena tingkat kepuasan klinisi dikarenakan harganya yang murah karena sebagian besar golongan dari obat ini tersedia dalam formulasi generik .


(3)

akibat interaksi dengan tiramin yang berasal dari makanan-makanan tertentu seperti keju, anggur dan acar, MAOIs juga dapat menghambat enzim-enzim di hati terutama sitokrom P450 yang akhirnya akan mengganggu metabolisme obat di hati.

d. SSRIs (Selective Serotonin Reuptake Inhibitors)

SSRIs adalah jenis pengobatan yang juga menjadi pilihan lini pertama pada gangguan depresif berat selain golongan trisiklik. Obat golongan ini mencakup fluoxetine, citalopram dan setraline. SSRIs sering dipilih oleh klinisi yang pengalamannya mendukung data penelitian bahwa SSRIs sama manjurnya dengan trisiklik dan jauh lebih baik ditoleransi oleh tubuh karena mempunyai efek samping yang cukup minimal karena kurang memperlihatkan pengaruh terhadap sistem kolinergik, adrenergic dan histaminergik. Interaksi farmakodinamik yang berbahaya akan terjadi bila SSRIs dikombinasikan dengan MAOIs, karena akan terjadi peningkatan efek serotonin secara berlebihan yang disebut sindrom serotonin dengan gejala hipertermia, kejang, kolaps kardiovaskular dan gangguan tanda vital.

e. SNRIs (Serotonin and Norepinephrine Inhibitors)

Golongan antidepresan SNRIs bekerja dengan mekanisme yang hampir sama dengan golongan SSRIs, hanya saja pada SNRIs juga menghambat dari reuptake norepinefrin. Selain dari golongan obat yang telah dibahas sebelumnya, masih ada beberapa alternatif yang digunakan untuk terapi medikamentosa pada pasien depresi dengan keadaan tertentu. Hal tersebut dapat terlihat lebih jelas pada gambar di bawah ini .


(4)

Gambar 2.1.10.1 Pilihan obat-obatan antidepresan pada lini pertama f. Terapi Non Farmakologis

Tiga jenis psikoterapi jangka pendek yang digunakan dalam pengobatan depresif berat adalah terapi kognitif, terapi interpersonal dan terapi perilaku. Telah ditemukan prediktor respons terhadap berbagai pengobatan sebagai berikut ini : (1) disfungsi sosial yang rendah menyatakan respons yang baik terhadap terapi interpersonal, (2) disfungsi kognitif yang rendah menyatakan respons yang baik terhadap terapi kognitif-perilaku dan farmakoterapi, (3) disfungsi kerja yang tinggi mengarahkan respons yang baik terhadap farmakoterapi, (4) keparahan depresi yang tinggi menyatakan respons yang baik terhadap terapi interpersonal dan farmakoterapi. Terapi kognitif dikembangkan oleh Aaron Beck yang memusatkan pada distorsi kognitif yang didalilkan ada pada gangguan depresi berat. Tujuan terapi ini untuk menghilangkan episode depresif dan


(5)

interpersonal sekarang kemungkinan terlibat di dalam mencetuskan atau memperberat gejala depresif sekarang .


(6)

DAFTAR PUSTAKA

1. Maslim R, 2001. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III. Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya, Jakarta.

2. Maslim R, 2007. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik (Psychotropic Medication). Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya, Jakarta.

3. Elvira S, Hadisukanto G, 2013. Buku Ajar Psikiatri Edisi Kedua. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.

4. Gunawan S, Setiabudy R, Nafrialdi, 2008. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Departemen Farmakologi dan Terapetik. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta