Identifikasi Sistem Produksi Teh di PT. Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah Butong

i

IDENTIFIKASI SISTEM PRODUKSI TEH
DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA IV
KEBUN BAH BUTONG

RYO FANDY TINDAON

DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
2009
Ryo Fandy Tindao : Identifikasi Sistem Produksi Teh di PT. Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah Butong,
2009.

ii

IDENTIFIKASI SISTEM PRODUKSI TEH
DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA IV
KEBUN BAH BUTONG


SKRIPSI

OLEH :
RYO FANDY TINDAON
050308027/ TEKNIK PERTANIAN

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Dapat Memperoleh
Gelar Sarjana di Departemen Teknologi Pertanian Fakultas
Pertanian Universitas Sumatera Utara

DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
2009
Ryo Fandy Tindao : Identifikasi Sistem Produksi Teh di PT. Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah Butong,
2009.

iii

Judul Skripsi : Identifikasi Sistem Produksi Teh di PT. Perkebunan Nusantara IV

Kebun Bah Butong
Nama
: Ryo Fandy Tindaon
NIM
: 050308027
Depatemen : Teknologi Pertanian
Program Studi : Teknik Pertanian

Disetujui Oleh :
Komisi Pembimbing

(Achwil P. Munir, STP, M.Si)
Ketua

(Taufik Rizaldi, STP, MP)
Anggota

Mengetahui

Ir. Saipul Bahri Daulay, M.Si

Ketua Departemen Teknologi Pertanian

Tanggal Lulus: Agustus 2009
Ryo Fandy Tindao : Identifikasi Sistem Produksi Teh di PT. Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah Butong,
2009.

i

ABSTRACT

Tea of North Sumatera which is known as black tea and still under profit.
Bah Butong Plantataion as one unit of PT. Perkebunan Nusantara IV which
produce tea, had a descend of production. To formulate programme and scenario
to ascend Bah Butong product, system approach was applied by taking
information from stakeholders. The system of tea production was interpreted into
blackbox diagram. They consisted of environmental input, controllable and
uncontrollable input, controllable and uncontrollable output, parameter, and
feed back control of production system. It was found that 79% of respondent was
between 40 to 59 years old. It means that most of them would enter unproductive
age. Beside that, 35% of respondent was less satisfied with their monthly salary.

Environmental aspect and labour condition were the most important factors
which influenced the system. Because of the significant change of climate, 187.16
Ha of tea plantation was converted into oil palm plantation. It reduced the
number of afdeling and rationalization of labour.
Key words: system, production, tea plantation, Bah Butong, blackbox diagram

ABSTRAK

Teh Sumatera Utara yang dikenal dengan teh hitam masih belum
menguntungkan. Kebun Bah Butong sebagai salah satu unit usaha PT. Perkebunan
Nusantara IV yang mengembangkan komoditas teh mengalami penurunan
produksi. Untuk merumuskan kebijaksanaan dan skenario peningkatan produksi
teh Bah Butong digunakan pendekatan sistem (system approach) dengan cara
menggali informasi dan pengetahuan dari para stakeholder. Hasil dari identifikasi
sistem produksi teh ini diinterpretasikan kedalam diagram kotak hitam (blackbox
diagram) yang terdiri dari input lingkungan, input terkendali dan tidak terkendali,
output terkendali dan tidak terkendali, parameter, dan pengendalian sistem
produksi. Hasil kuisioner menunjukkan bahwa 79% dari jumlah responden berusia
40-59 tahun. Hal ini berarti kebanyakan dari pekerja sudah hampir memasuki usia
yang tidak produktif lagi. Disamping itu, 35% dari responden juga mengatakan

kurang puas dengan pendapatan yang mereka terima perbulannya. Aspek
lingkungan dan tenaga kerja merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap
sistem. Karena terjadinya perubahan iklim yang signifikan maka areal kebun Bah
Butong seluas 187,16 Ha dikonversi ke kelapa sawit. Hal ini menyebabkan
terjadinya penciutan jumlah afdeling dan rasionalisasi tenaga kerja.
Kata kunci: sistem, produksi, kebun teh, Bah Butong, diagram kotak hitam

Ryo Fandy Tindao : Identifikasi Sistem Produksi Teh di PT. Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah Butong,
2009.

ii

RINGKASAN

RYO FANDY TINDAON “Identifikasi Sistem Produksi Teh di PT.
Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah Butong” dibimbing oleh Achwil Putra
Munir sebagai ketua komisi pembimbing dan Taufik Rizaldi sebagai anggota.
Satu-satunya produsen teh di Sumatera Utara, PT. Perkebunan Nusantara
IV selama ini masih disubsidi oleh komoditas sawit. Padahal, kualitas teh
sumatera utara sangat diminati Amerika Serikat dan Eropa. Kebun Bah Butong

sebagai salah satu unit usaha PT. Perkebunan Nusantara IV yang mengembangkan
komoditas teh mengalami penurunan produksi. Untuk merumuskan kebijaksanaan
dan skenario peningkatan produksi teh Bah Butong digunakan pendekatan sistem
(system approach) dengan cara menggali informasi dan pengetahuan dari para
stakeholder. Penggunaan pendekatan sistem dalam penelitian ini diharapkan akan
menghasilkan keputusan yang efektif dan operasional yang sesuai dengan tujuan
produksi perusahaan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak manajemen PT. Perkebunan
Nusantara IV (Persero) Kebun Bah Butong sebagai salah satu stakeholder,
diidentifikasi adanya sejumlah kebutuhan yaitu proses budidaya teh dilapangan
secara efektif, optimalisasi biaya produksi, ketersediaan faktor-faktor produksi
seperti tenaga kerja yang terampil dan alat-alat produksi, informasi penting
mengenai produksi, produktifitas yang stabil bahkan relatif meningkat setiap
tahunnya dan laba bagi perusahaan.
Analisis kebutuhan stakeholder berikutnya adalah kebun seinduk. Kebun
seinduk ini juga mempunyai kebutuhan terhadap sistem yaitu keharmonisan
dalam menjalin kerjasama dan kemudahan administratif atau birokratif. Selain itu
Ryo Fandy Tindao : Identifikasi Sistem Produksi Teh di PT. Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah Butong,
2009.


iii

pihak ketiga yaitu Pusat Penelitian Teh dan Kina (PPTK) Gambung Jawa Barat
yang membantu pihak manajemen dalam melangsungkan produksi memiliki
kebutuhan yang relatif sama dengan kabun seinduk. Stakeholder lainnya adalah
pekerja atau karyawan. Penyediaan lapangan pekerjaan dan pembangunan
infrastruktur desa merupakan kebutuhan yang terpenting.
Adapun ruang lingkup atas permasalahan utama yang terjadi pada sistem
produksi teh adalah :
1. Usia tenaga kerja produktif
Usia dominan dari para pekerja sistem berada pada usia 40-59 tahun. Usia ini
sudah hampir tidak produktif lagi dalam sistem sehingga keterbatasan tenaga
menjadi permasalahan sistem. Hal ini muncul karena masyarakat yang
produktif lebih tertarik bekerja di luar sistem seperti di perkotaan yang
memiliki banyak pilihan pekerjaan yang dirasa dapat meningkatkan taraf
hidup.
2. Pemeliharaan konsistensi mutu
Melalui analisa persentase grade I teh jadi yang di produksi selama periode 10
tahun terakhir yaitu mulai dari tahun 1999 hingga tahun 2008 dapat diperoleh
informasi bahwa kebijakan standar pemetikan teh di PT. Perkebunan

Nusantara IV Kebun Bah Butong pada umumnya adalah untuk menjaga
keseimbangan antara kuantitas dan kualitas sehingga kualitas teh jadi sebagian
besar masuk pada kategori mutu sedang.
3. Kondisi cuaca
Terhambatnya kegiatan produksi seringkali disebabkan oleh cuaca hujan. Jika
hujan deras, para pekerja tidak dapat melakukan kegiatan produksi secara
Ryo Fandy Tindao : Identifikasi Sistem Produksi Teh di PT. Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah Butong,
2009.

iv

optimal khususnya pada pemetikan pucuk teh segar di lapangan. Hasil
produksi daun teh yang di panen juga akan mengandung banyak air yang
menyebabkan selisih timbangan di lapangan dengan jembatan timbang yang
ada di pabrik cukup besar.
4. Kondisi iklim
Kondisi iklim yang kurang mendukung seringkali menjadi penyebab
produktifitas teh berfluktuasi dan cenderung menurun yaitu pada produksi
pucuk daun teh basah yang pada akhirnya berdampak pada teh jadi yang
dihasilkan.

Cakupan upaya peningkatan produktifitas dan kualitas teh kebun Bah
Butong sangat luas, karena meliputi aspek industri dan produksi yang
mengevaluasi produktivitas, mutu dan biaya produksi. Aspek lingkungan
mengevaluasi terjadinya perubahan iklim yang signifikan yakni dampak
pemanasan global sehingga areal kebun Bah Butong seluas 187,16 Ha di konversi
ke kelapa sawit. Hal ini menyebabkan terjadinya penciutan jumlah afdeling dan
rasionalisasi tenaga kerja. Evaluasi aspek yang terakhir adalah aspek sosial
ekonomi. Hasil kuisioner menunjukkan bahwa 79% dari jumlah responden berusia
40-59 tahun. Hal ini berarti kebanyakan dari pekerja sudah hampir memasuki usia
yang tidak produktif lagi. Disamping itu, 35% dari responden juga mengatakan
kurang puas dengan pendapatan yang mereka terima perbulannya.
Hasil identifikasi sistem diinterpretasikan ke dalam diagram kotak gelap
(blackbox diagram) yang terdiri dari input lingkungan, input terkendali dan tidak
terkendali, output terkendali dan tidak terkendali, parameter rancangan sistem,
dan pengendalian sistem produksi teh.
Ryo Fandy Tindao : Identifikasi Sistem Produksi Teh di PT. Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah Butong,
2009.

v


RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Emplasmen Tobasari Kecamatan Pematang
Sidamanik, Kabupaten Simalungun pada tanggal 27 Maret 1987, dan merupakan
anak ketiga dari empat bersaudara, dari pasangan Bapak Bernard Tindaon dan
Ibu Magdalena Siallagan. Pada tahun 2002 penulis melanjutkan pendidikan di
SMU Negeri I Sidamanik Kabupaten Simalungun dan lulus pada tahun 2005.
Pada tahun yang sama penulis diterima di Program Studi Teknik Pertanian
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur Panduan Minat dan
Prestasi (PMP-USU).
Selama mengiuti perkuliahan, penulis menjadi anggota koordinator bidang
akademik Ikatan Mahasiswa Teknik Pertanian (IMATETA) dan pernah mengikuti
kegiatan Kebaktian Mahasiswa Kristen Fakultas Pertanian Universitas Sumatera
Utara (UKM-KMK UP FP USU).
Pada tanggal 16 Juli sampai dengan 15 Agustus 2008, penulis
melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di pabrik pengolahan kopi CV.
Prima Harapan yang beralamat di Jalan Kongsi Nomor 278 A, Mariendal, Medan.

Ryo Fandy Tindao : Identifikasi Sistem Produksi Teh di PT. Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah Butong,
2009.


vi

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas
segala rahmat dan berkat-Nya yang memberikan kesehatan dan hikmat kepada
penulis sehingga penelitian ini dapat diselesaikan. Penelitian ini dilaksanakan
pada bulan April sampai dengan bulan Mei 2009 di dengan judul “Identifikasi
Sistem Produksi Teh di PT. Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah Butong”.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Komisi Pembimbing yaitu
Bapak Achwil Putra Munir, STP, M.Si selaku ketua komisi pembimbing dan
Bapak Taufik Rizaldi, STP, MP selaku anggota komisi pembimbing yang telah
banyak memberikan arahan dan saran dalam penyempurnaan penelitian, sampai
dengan penyelesian skripsi ini.
Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terimakasih kepada
Ayahanda Bernard Tindaon dan Ibunda Magdalena Siallagan, serta saudarasaudaraku (Tongam Frando Tindaon, SP, Frantyka Hotdear Tindaon, S.Si, dan
Rotua Lenawati Tindaon), atas segala dukungan dan doa, dan juga seluruh
keluarga yang telah memberikan dukungan moril dan materil selama penulis
mengikuti pendidikan sarjana di Teknik Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Penulis juga mengucapkan terimakasih buat dukungan teman-teman TEP’05.
Penulis mengharapkan saran dan masukan yang bersifat membangun demi
kesempurnaan penelitian ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih,
semoga skripsi ini dapat bermanfaat.
Medan, Juli 2009
Penulis
Ryo Fandy Tindao : Identifikasi Sistem Produksi Teh di PT. Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah Butong,
2009.

vii

DAFTAR ISI

Hal
ABSTRACT ....................................................................................................... ii
RINGKASAN .................................................................................................. iii
RIWAYAT HIDUP ......................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ...................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ............................................................................................ x
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xii
PENDAHULUAN
Latar Belakang ......................................................................................
Tujuan Penelitian...................................................................................
Kegunaan Peneliatian ............................................................................
Batasan Penelitian ................................................................................

1
3
3
3

TINJAUAN PUSTAKA
Sejarah Teh ..........................................................................................
Botani Tanaman Teh (Camellia sinensis) ...............................................
Syarat Tumbuh ......................................................................................
Iklim ..........................................................................................
Tanah .........................................................................................
Tanaman Teh Produktif (Tanaman Teh Menghasilkan) ..........................
Pemetikan Daun Teh .............................................................................
Pengolahan Pascapanen .........................................................................
Manfaat Teh Bagi Kesehatan .................................................................
Kualitas dan Strategi..............................................................................
Metode Pendekatan Sistem ....................................................................
Sistem Produksi .....................................................................................
Analisis Kebutuhan ...............................................................................
Identifikasi Sistem .................................................................................
Formulasi Masalah ................................................................................

4
7
8
8
10
13
14
16
22
23
24
25
26
26
29

METODOLOGI PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................. 30
Alat dan Bahan Penelitian...................................................................... 30
Alat ........................................................................................... 30
Bahan ......................................................................................... 30
Metode Penelitian ................................................................................. 31
Prosedur Penelitian ............................................................................... 32
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sejarah Singkat Perusahaan .................................................................. 33
Struktur Organisasi PT. Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah Butong .. 34
Produktifitas Teh di PT. Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah Butong . 35
Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) ............. 44
Ryo Fandy Tindao : Identifikasi Sistem Produksi Teh di PT. Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah Butong,
2009.

viii

Stakeholder dan Analisis Kebutuhan Sistem Budidaya Teh ................... 45
Identifikasi Permasalahan Sistem........................................................... 47
Evaluasi Aspek ...................................................................................... 49
Aspek Industri dan Produksi ........................................................ 50
Aspek Lingkungan ...................................................................... 52
Aspek Sosial-Ekonomi Sistem Produksi Teh ............................... 55
Penyusunan Diagram Kotak Hitam (Blackbox Diagram) ....................... 61
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ........................................................................................... 62
Saran .................................................................................................... 63
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 64
LAMPIRAN .................................................................................................... 66

Ryo Fandy Tindao : Identifikasi Sistem Produksi Teh di PT. Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah Butong,
2009.

ix

DAFTAR TABEL
Hal
1. Uraian komponen sistem ............................................................................... 28
2. Produksi daun teh basah dan teh jadi periode 1999-2008 ............................... 36
3. Produksi daun teh basah dan teh jadi per hektar periode 1999-2008 .............. 38
4. Produksi grade I teh jadi ............................................................................... 39
5. Rendemen teh jadi selama 10 tahun .............................................................. 43
6. Analisis kebutuhan para stakeholder ............................................................. 47
7. Data iklim Kebun Bah Butong selama 10 tahun ............................................ 53

Ryo Fandy Tindao : Identifikasi Sistem Produksi Teh di PT. Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah Butong,
2009.

x

DAFTAR GAMBAR

Hal
1. Produksi Teh PT. Perkebunan Nusantara IV periode 2003 hingga tahun
2007...................................................................................................... 6
2. Pucuk daun teh ............................................................................................. 14
3. Diagram alir pengolahan teh hitam sistem orthodox rotorvane ...................... 17
4. Input-output sistem produksi ......................................................................... 25
5. Diagram kotak gelap ..................................................................................... 27
6. Produksi daun teh basah peiode 1999-2008 .................................................. 37
7. Produksi teh jadi periode 1999-2008 ............................................................. 37
8. Produksi daun teh basah per hektar ............................................................... 38
9. Produksi teh jadi per hektar ........................................................................... 39
10. Produksi grade I teh jadi ............................................................................. 40
11. Rendemen teh jadi selama 10 tahun ............................................................. 43
12. Biaya produksi per kilogram teh jadi .......................................................... 50
13. Usia pekerja sistem produksi ....................................................................... 55
14. Pendapat para pekerja terhadap gaji per bulan ............................................. 56
15. Diagram kotak gelap sistem produksi teh kebun Bah Butong....................... 61

Ryo Fandy Tindao : Identifikasi Sistem Produksi Teh di PT. Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah Butong,
2009.

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Hal
1. Bagan alir penelitian ..................................................................................... 66
2. Data hasil kuisioner ...................................................................................... 67
3. Alur proses pengolahan teh hitam di PT. Perkebunan Nusantara IV Kebun
Bah Butong .......................................................................................... 71
4. Dokumentasi proses pengolahan teh Kebun Bah Butong ............................... 72

Ryo Fandy Tindao : Identifikasi Sistem Produksi Teh di PT. Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah Butong,
2009.

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Dalam era perdagangan bebas produsen komoditas pertanian akan
menghadapi persaingan ketat dengan produsen lain dari seluruh dunia.
Meningkatnya intensitas persaingan dan jumlah pesaing menuntut setiap produsen
memenuhi kebutuhan konsumen dengan cara yang lebih memuaskan daripada
yang dilakukan oleh para pesaing sehingga dalam perdagangan global ini
diperlukan suatu persamaan persepsi dalam mendefinisikan suatu produk. Oleh
karena itu mutu merupakan faktor penting bagi produsen. Namun perhatian
produsen tidak terbatas pada mutu produk yang dihasilkan saja tetapi juga pada
aspek proses, sumberdaya manusia dan lingkungan. Sedangkan lingkungan yang
dihadapi produsen semakin kompleks dan hanya produsen yang benar-benar
berkualitas yang dapat bersaing dalam pasar global.
Teh sebagai komoditas andalan masih memiliki peluang yang besar untuk
dikembangkan. Peranan ekspor teh terhadap ekspor hasil pertanian masih rendah
sementara peningkatan ekspor non migas merupakan alat penting dalam
pengembangan perekonomian di Indonesia.
Teh sumatera utara yang dikenal dengan teh hitam masih belum
menguntungkan. Satu-satunya produsen teh sumatera utara, PT. Perkebunan
Nusantara IV selama ini masih disubsidi oleh komoditas sawit. Padahal, kualitas
teh sumatera utara sangat diminati Amerika Serikat dan Eropa.
Selama ini, komoditas teh masih dibantu dengan sawit. Kerugian budidaya
teh bisa tertutupi dengan sawit. Di Sumatera Utara hanya tinggal tiga kebun teh
Ryo Fandy Tindao : Identifikasi Sistem Produksi Teh di PT. Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah Butong,
2009.

2

yang tersisa; kebun Sidamanik, Tobasari, dan Bah Butong. Lahan yang tercatat itu
berada di ketinggian 900 meter di atas permukaan air laut (dpl). Berdasarkan data
Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sumatera Utara, ekspor teh pada Januari
2007 mencapai 404.390 kg dengan nilai 475.862 dollar AS. Ekspor pada Februari
menurun menjadi 314.300 kg dengan nilai 425.720 dollar AS. Total ekspor
selama dua bulan di tahun 2007 sebesar 718.690 kg dengan nilai 901.582 dollar
Amerika Serikat (Kompas, 2007).
Berdasarkan Annual Report PTPN IV Tahun 2007, produksi daun teh
basah (tea leaves production) mengalami penurunan rata-rata 6,56 % selama
rentang waktu 5 (lima) tahun. Demikian juga dengan teh jadi (black tea
production) mengalami penurunan rata-rata 5,65%. Hal ini disebabkan antara lain
karena adanya konversi areal tanaman teh menjadi areal tanaman kelapa sawit dan
pengaruh fenomena alam yang berdampak kepada penurunan produktifitas
tanaman teh.
Cakupan upaya peningkatan produktifitas dan kualitas teh kebun Bah
Butong sangat luas, karena meliputi aspek industri dan produksi (kualitas,
kuantitas, dan biaya produksi), aspek lingkungan dan aspek sosial ekonomi. Oleh
karena itu, untuk merumuskan kebijaksanaan dan skenario peningkatan produksi
digunakan pendekatan sistem (system approach). Penggunaan pendekatan sistem
dalam penelitian ini diharapkan akan menghasilkan keputusan yang efektif dan
operasional yang sesuai dengan tujuan produksi perusahaan. Dengan memandang
sistem

secara keseluruhan yang terdiri dari beberapa faktor yang terkait,

kompleks dan dinamis maka pendekatan sistem akan mencari keterpaduan antar
elemen melalui pemahaman yang utuh.
Ryo Fandy Tindao : Identifikasi Sistem Produksi Teh di PT. Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah Butong,
2009.

3

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi sistem produksi teh dan
faktor-faktor yang mendukung tujuan sistem produksi teh di PT. Perkebunan
Nusantara IV Kebun Bah Butong. Hasil identifikasi sistem diinterpretasikan ke
dalam diagram kotak gelap (blackbox diagram).

Kegunaan Penelitian
1.

Penulis
Sebagai bahan dasar penulisan skripsi untuk melengkapi syarat melaksanakan
ujian sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

2.

Manajemen Perusahaan
Sebagai bahan pertimbangan dalam manajemen pengawasan produksi teh di
PT. Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah Butong.

3.

Mahasiswa
Sebagai bahan untuk pengembangan metodologi berfikir sistem.

Batasan Penelitian
Penelitian mengenai sistem produksi teh ini dibatasi hanya untuk
menguraikan dan menerangkan sistem produksi teh PT. Perkebunan Nusantara IV
Kebun Bah Butong, mulai dari pemetikan sampai pengemasan produk yang siap
untuk dipasarkan.

Ryo Fandy Tindao : Identifikasi Sistem Produksi Teh di PT. Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah Butong,
2009.

4

TINJAUAN PUSTAKA

Sejarah Teh
Pada mulanya tanaman teh (Camellia sinensis) diduga berasal dari daratan
Asia Selatan dan Tenggara, namun sekarang telah dibudidayakan di seluruh dunia,
baik daerah tropis, maupun subtropis (Wikipedia, 2007). Tumbuhan ini
merupakan perdu atau pohon kecil yang biasanya dipangkas bila dibudidayakan
untuk dipanen daunnya. Tanaman teh pertama kali masuk ke Indonesia pada tahun
1684, berupa biji teh dari Jepang yang di bawa oleh orang Jerman bernama
Andreas Cleyer, dan ditanam sebagai tanaman hias di Jakarta.
Pada tahun 1910, mulai dibangun perkebunan teh di daerah Simalungun,
Sumatera Utara. Demikian pula di Jawa berdiri perkebunan-perkebunan teh
terutama di Jawa Barat yang keadaan iklim dan tanahnya lebih cocok bagi
tanaman teh. Industri tanaman teh di Indonesia mengalami pasang surut sejalan
dengan perkembangan situasi pasar maupun keadaan di Indonesia sendiri. Pada
tahun 1941, luas perkebunan teh di Indonesia adalah sekitar 200.000 ha yang
terdiri dari perusahaan perkebunan besar seluas 125.000 ha dan perkebunan teh
rakyat 75.000 ha, dengan jumlah total perkebunan sebanyak 299 buah.
Setelah Indonesia merdeka, tepatnya pada tahun 1958 dilakukan
pengambilalihan perkebunan teh milik perusahaan-perusahaan Belanda dan
Inggris oleh pemerintah Indonesia. Selanjutnya, secara bertahap dilaksanakan
rehabilitasi terhadap perkebunan teh yang telah menjadi milik negara tersebut.
Meski demikian dalam manajemen di tingkat perkebunan, proses pengolahan
bahkan sampai teknologi, perusahaan milik negara ini masih menggunakan
Ryo Fandy Tindao : Identifikasi Sistem Produksi Teh di PT. Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah Butong,
2009.

5

teknologi atau mesin buatan Belanda. Dalam perkembangannya potensi besar
dalam komoditi teh ini tidak hanya dimanfaatkan oleh BUMN, namun juga
perusahaan swasta. Perusahaan-perusahaan swasta melakukan pengelolaan
industri teh dari hulu hingga hilir. Sampai pada tahun 2004, terdapat 143
perusahaan perkebunan di Indonesia baik yang dikelola oleh perusahaan swasta
maupun BUMN.
Lahan yang digunakan untuk perkebunan teh di Indonesia semakin
berkurang dari tahun ke tahun. Jika dihitung secara keseluruhan pertumbuhan luas
areal teh pada tahun 2004 mengalami penurunan sebesar 0,58%. Lahan-lahan ini
sebagian dikonversi menjadi kebun kelapa sawit, sayuran dan tanaman lainnya
yang dianggap lebih menguntungkan (Kompas, 2004).
Volume ekspor teh Indonesia setiap tahun turun sekitar 5%. Penurunan
tersebut disebabkan penurunan mutu teh dalam negeri. Selama 6 tahun terakhir
industri teh dalam negeri mengalami kerugian. Akibatnya PT. Perkebunan
Nusantara IV di Sumatera Utara, membongkar lebih kurang 4.000 hektar kebun
teh dan menggantinya dengan kelapa sawit. Pada tahun 2005 produksi teh
Indonesia sebesar 149 ribu ton dan mengalami penurunan produksi tahun 2008
menjadi sekitar 145 ribu ton. Harga teh Indonesia di pasar internasional saat ini
sekitar US$ 1,4 per kilogram.
Dampak dari penurunan tersebut, posisi Indonesia sebagai eksportir teh
turun dari posisi lima ke posisi enam. Indonesia hanya menguasai 6% pangsa
pasar teh dunia. Posisi pertama ditempati Srilanka dan Kenya dengan pangsa
masing-masing pasar 20 %, Cina 18 %, India 13 % dan Vietnam 6%. Pangsa teh
terbesar Indonesia adalah Rusia sebesar 17 % dan Eropa 30 % (Tempo, 2008)
Ryo Fandy Tindao : Identifikasi Sistem Produksi Teh di PT. Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah Butong,
2009.

6

Pada tahun 2003 hingga tahun 2004 kebun teh PT. Perkebunan Nusantara
IV mengalami pengurangan luas areal tanaman sebesar 3.175,14 ha di unit usaha
kebun Marjandi dan Bah Birong Ulu. Luas areal tanaman teh PT. Perkebunan
Nusantara IV tinggal hanya 5.396,11 ha. Namun dari tahun 2005 hingga tahun
2007 areal tanaman teh tidak mengalami pengurangan luas areal. Berikut ini
jumlah produksi teh hitam PT. Perkebunan Nusantara IV periode tahun 2003
hingga tahun 2007.

Gambar 1. Produksi teh PT. Perkebunan Nusantara IV periode 2003 hingga 2007
(Annual Report PTPN IV, 2007)
Dalam perkembangannya sebagai produsen teh, dewasa ini secara nasional
perusahaan perkebunan teh di Indonesia tergabung dalam Asosiasi Teh Indonesia,
dan secara internasional, Indonesia telah menjadi anggota berbagai organisasi teh
internasional, seperti United States Tea Council (Amerika Serikat), United
Ryo Fandy Tindao : Identifikasi Sistem Produksi Teh di PT. Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah Butong,
2009.

7

Kingdom Tea Council (Inggris), Australian Tea Council (Australia), International
Tea promotion di Genewa, dan International Tea Commitee di Inggris. Sebagai
negara pengekspor teh, Indonesia telah mengadakan perbaikan-perbaikan, baik
dalam pengolahan budidaya, panen dan pascapanen, peningkatan kualitas, sistem
pemasaran, maupun usaha-usaha penelitian. Semua usaha tersebut diharapkan
dapat dimanfaatkan oleh semua produsen teh di Indonesia, baik PT. Perkebunan
Negara, Perkebunan Besar Swasta, maupun perkebunan teh yang dimiliki oleh
rakyat (Setyamidjaja, 2000).

Botani Tanaman Teh (Camellia sinensis)
Tanaman teh merupakan tanaman sub tropik yang bergenus Camellia dari
family Theceae. Secara umum tanaman teh berakar dangkal, peka terhadap
keadaan fisik tanah dan cukup sulit untuk menembus lapisan tanah. Perakaran
utama berkembang pada lapisan tanah atas dengan kedalaman 0 cm hingga 25 cm,
yang merupakan tempat utama berakumulasinya unsur-unsur hara tanaman di
dalam tanah (Setyamidjaja, 2000).
Tanaman teh di klasifikasikan sebagai berikut:
Divisi

: Spermatophyta (tumbuhan biji)

Sub divisi

: Angiospermae (tumbuhan biji terbuka)

Kelas

: Dicotyledoneae (tumbuhan biji belah)

Ordo (bangsa): Guttiferales (Clusiales)
Familia (suku): Camelliceae (Theaceae)
Genus (marga): Camellia
Spesies (jenis) : Camellia sinensis
Ryo Fandy Tindao : Identifikasi Sistem Produksi Teh di PT. Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah Butong,
2009.

8

Pertumbuhan daun pada semaian (seedling) atau setek (cutting) dimulai
dari poros utama dan duduk secara filotaksis (tata letak daun) berselang-seling.
Ranting dan daun baru, tumbuh dari tunas pada ketiak daun tua. Daun selalu
berwarna hijau, berbentuk lonjong, ujungnya runcing, dan tepinya

bergerigi.

Daun-daun baru yang mulai tumbuh setelah pemangkasan, lebih besar daripada
daun-daun yang terbentuk sesudahnya. Pucuk dan ruas berambut. Daun tua
bertekstur seperti kulit (Wikipedia, 2007).

Syarat Tumbuh
Secara umum, lingkungan fisik yang paling berpengaruh terhadap tanaman
teh adalah iklim dan tanah.

Iklim
Faktor iklim yang berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman teh adalah
curah hujan, sinar matahari, suhu udara, tinggi tempat, dan angin.

Curah Hujan
Tanaman teh menghendaki daerah penanaman yang lembab dan sejuk.
Tanaman teh tidak tahan terhadap kekeringan.

Curah hujan tahunan yang

diperlukan adalah 2000 mm sampai 2500 mm, dengan jumlah hujan pada musim
kemarau rata-rata tidak kurang dari 100 mm.

Sinar Matahari
Sinar matahari sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman teh.
Makin banyak sinar matahari, pertumbuhan tanaman teh makin cepat, sepanjang

Ryo Fandy Tindao : Identifikasi Sistem Produksi Teh di PT. Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah Butong,
2009.

9

curah hujan mencukupi. Apabila suhu mencapai 300C, maka pertumbuhan
tanaman teh akan terhambat. Fungsi pohon pelindung di daerah dataran rendah
adalah mengurangi intensitas sinar matahari, sehingga suhu tidak meningkat
terlalu tinggi.

Suhu Udara
Tanaman teh mengkehendaki udara sejuk. Suhu udara yang baik bagi
tanaman teh adalah suhu yang berkisar antara 130C sampai dengan 250C, yang
diikuti oleh cahaya matahari yang cerah, dengan kelembaban relatif pada siang
hari tidak kurang dari 70%.

Tinggi Tempat
Di Indonesia, penanaman teh dilakukan pada ketinggian antara 400m
sampai dengan 1200m dari permukaan laut (dpl). Sehingga daerah penanaman teh
dapat dibagi menjadi :
a. Daerah dataran rendah: berada di ketinggian 400m hingga 800m dpl, suhu
mencapai 230C sampai dengan 240C.
b. Daerah dataran sedang: berada di ketinggian 800 hingga 1200m dpl, suhu
mencapai 21 0C sampai dengan 220C.
c. Daerah dataran tinggi: berada di ketinggian di atas 1200m dpl, suhu mencapai
180C sampai dengan 190C.

Angin
Pada umumnya angin yang berasal dari dataran rendah membawa udara
panas dan kering. Angin yang bertiup kencang dapat menurunkan kelembaban
Ryo Fandy Tindao : Identifikasi Sistem Produksi Teh di PT. Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah Butong,
2009.

10

nisbi sampai 30%, meskipun hanya berpengaruh sedikit pada kelembapan tanah
lapisan bawah (Soehardjo, dkk, 1996).

Tanah
Tanah yang baik dan sesuai dengan kebutuhan tanaman teh adalah tanah
yang cukup subur dengan kandungan bahan organik cukup, tidak bercadas, serta
mempunyai derajat keasaman (pH) antara 4,5 sampai 6,0.

Sifat-Sifat Fisika Tanah
Sifat-sifat fisika tanah yang cocok untuk tanaman teh adalah: solum cukup
dalam, tekstur lempung ringan atau sedang, atau debu, keadaan gembur (deep
friable), mampu menahan air, dan memiliki kandungan hara yang cukup.
Sifat-Sifat Kimia Tanah
Pada umumnya, tanah yang digunakan untuk perkebunan teh memiliki
kesuburan yang cukup, kadar kation basa dan fosfor rendah, dan kadar nitrogen
bervariasi.
Tanaman teh menghendaki tanah asam dengan pH berkisar antara 4,5
sampai 6,0. Untuk pemupukan nitrogen sebaiknya digunakan pupuk yang bersifat
asam seperti ZA, sehingga tanah tetap dalam kondisi asam. Tiga unsur hara
pembatas (dalam jumlah yang kurang) dalam tanah adalah N, P, dan K. Ketiga
unsur tersebut diperlukan dalam usaha meningkatkan produksi daun. Daun yang
rontok, baik dari daun teh, pupuk hijau, ataupun dari pohon naungan, dapat
memperbaiki kesuburan tanah, karena dapat meningkatkan kandungan bahan
organik tanah.
Ryo Fandy Tindao : Identifikasi Sistem Produksi Teh di PT. Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah Butong,
2009.

11

Tipe Tanah
Menurut Schoorel, ada enam tipe tanah yang ditanami teh di Indonesia.
Keenam tipe tanah tersebut adalah :
a. Tanah pegunungan tinggi, yaitu jenis tanah andosol dengan luas 35%.
b. Tanah pegunungan tinggi yang tua, meliputi luas 14%.
c. Tanah laterit merah, meliputi luas 28%.
d. Tanah kuarsa berasal dari tuf liparit (Podsolik merah kuning), meliputi luas
15%.
e. Tanah merah yang mengandung liat, meliputi luas 7%.
f. Tanah merah yang berasal dari batu-batuan kapur, meliputi luas 1%,
(Setyamidjaja, 2000).
Penanaman teh dapat dilaksanakan sebagai penanaman baru (new
planting), penanaman ulang (replanting), konversi ataupun rehabilitasi. Tanaman
teh dapat ditanam dengan berbagai jarak tanam. Jarak tanam yang optimal
dipengaruhi beberapa faktor, jarak tanam antar barisan tanaman 120 cm dan jarak
tanam dalam barisan beragam antara 60 cm sampai 90 cm (Setyamidjaja, 2000).
Hasil teh diperoleh dari daun-daun pucuk tanaman teh yang dipetik dengan 7
hingga 14 hari, tergantung dari keadaan tanaman di masing-masing daerah.
Tanaman teh dapat tumbuh sekitar 6 sampai dengan 9 meter tingginya. Di
perkebunan-perkebunan, tanaman teh dipertahankan hanya sekitar 1 meter
tingginya dengan pemangkasan secara berkala. Tanaman teh umumnya dapat
dipetik secara terus-menerus setelah umur 5 tahun dan dapat memberi hasil daun

Ryo Fandy Tindao : Identifikasi Sistem Produksi Teh di PT. Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah Butong,
2009.

12

teh cukup besar selama 40 tahun, kemudian diadakan kegiatan peremajaan
tanaman teh (Spillane, 1992).
Untuk terus meningkatkan produksi, perlu ditempuh upaya-upaya khusus
jangka pendek dan jangka panjang berupa :
a. Pelaksanaan rehabilitasi tanaman tua, baik berupa penyulaman maupun
peremajaan/penanaman baru dengan menggunakan bahan tanaman unggul
yang lebih responsif terhadap pemupukan berat, dan memiliki kuantitas serta
kualitas produksi yang tinggi.
b. Pemberian pupuk pada seluruh penanaman dengan dosis optimal, tidak hanya
pupuk N, P, dan K tetapi juga dengan pupuk yang mengandung unsur hara
lainnya (antara lain Mg dan Zn)
c. Pengendalian hama, penyakit dan gulma secara lebih efektif dengan
menggunakan pestisida dan herbisida yang cocok.
d. Penerapan cara-cara pemangkasan dan pemetikan yang disesuaikan dengan
tindakan-tindakan intensif tersebut diatas, sehingga diharapkan dapat
diperoleh hasil optimal rata-rata tiap tahunnya.
e. Pengusahaan bahan tanaman (klon dan bibit kultur jaringan) yang tinggi
produktifitas dan kualitas produksinya.
f.

Pembinaan petani teh secara lebih terkoordinasi, agar mampu menghasilkan
bahan olah yang lebih baik.
Pengolahan tanaman teh non produktif yang intensif akan menghasilkan

tanaman teh produktif dengan masa non produktif yang pendek. Tanaman teh
menjadi produktif setelah berumur lebih dari tiga tahun, dapat dipetik pucuknya

Ryo Fandy Tindao : Identifikasi Sistem Produksi Teh di PT. Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah Butong,
2009.

13

secara terus-menerus setelah umur 5 tahun. Tanaman teh produktif dan tanaman
teh non produktif memiliki perlakuan pemeliharaan yang berbeda.

Tanaman Teh Produktif (Tanaman Menghasilkan)
Tanaman teh produktif adalah tanaman teh yang pucuk-pucuknya dipetik.
Tanaman menghasilkan (TM) mengalami giliran atau daur petik yaitu jangka
waktu antara satu pemetikan dengan pemetikan berikutnya dihitung dalam hari.
Panjang pendeknya giliran petik tergantung pada kecepatan pertumbuhan pucuk.
Kecepatan pertumbuhan pucuk sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
1. Umur pangkas
Semakin tua umur pangkas, semakin lambat pertumbuhan pucuk tanaman teh
sehingga daur petik akan makin panjang.
2. Iklim
Pada musim kemarau, pertumbuhan tunas makin lambat, sehingga giliran
petik lebih panjang daripada saat musim hujan.
3. Elevasi atau ketinggian tempat dan kesehatan tanaman.
Pemeliharaan TM terdiri atas pemeliharaan saluran drainase, pengendalian
gulma, pengendalian hama dan penyakit, pemangkasan, pemetikan, dan
pemupukan. Intensitas pengendalian gulma pada areal tanaman teh produktif
sangat bergantung dari keadaan tajuk tanaman, umur dan waktu setelah
pangkasan. Cara pengendalian gulma terdiri atas tiga cara yaitu kultur teknis
dengan melaksanakan petikan rata agar tajuk tanaman tumbuh melebar, dan
dapat menekan pertumbuhan gulma, cara manual dan cara kimiawi.
Pengendalian gulma secara kimiawi dengan memakai jenis herbisida.

Ryo Fandy Tindao : Identifikasi Sistem Produksi Teh di PT. Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah Butong,
2009.

14

Pada kebun teh baik produktif maupun non produktif terdapat pohon
pelindung. Pohon pelindung yang umumnya terdapat pada kebun teh adalah
Crotalaria sp dan Theprosia sp. Penanaman pohon pelindung disini, terutama
didasarkan pada pertimbangan kemiringan lereng, arah lereng terhadap sinar
matahari dan angin (Spillane, 1992).

Pemetikan Daun Teh
Pemetikan adalah pekerjaan memungut sebagian dari tunas-tunas teh
berserta daunnya yang masih muda, untuk kemudian diolah menjadi produk teh
kering yang merupakan komiditi perdagangan. Pemetikan harus dilakukan
berdasarkan ketentuan-ketentuan sistem petikan dan syarat-syarat pengolahan
yang berlaku. Pemetikan berfungsi pula sebagai usaha pembentukan kondisi
tanaman agar mampu berproduksi tinggi secara berkesinambungan.
Pemetikan berkaitan erat

dengan pertumbuhan tunas. Kecepatan

pertumbuhan tunas dipengaruhi oleh daun-daun yang tertinggal pada perdu yang
biasa disebut dengan daun pemeliharaan. Tebal lapisan pemeliharaan yang
optimal adalah 15 cm sampai 20 cm. Jika lebih tebal atau lebih tipis dari ukuran
tersebut, akan menyebabkan pertumbuhan tunas telambat.
Or a n g e P e k o e

Pe k o e S o u c h o n g

Flo w e r y Or a n g e P e k o e

Pe k o e

So u cho n g

P+2
P+3

Gambar 2. Pucuk daun teh
Ryo Fandy Tindao : Identifikasi Sistem Produksi Teh di PT. Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah Butong,
2009.

15

Panen atau pemetikan teh dapat digolongkan menjadi 3 golongan petikan,
yaitu:
1. Petikan jendangan
Petikan ini dilakukan pada tanaman yang baru dipangkas yang bertujuan
untuk membentuk petikan yang lebar dengan ketebalan lapisan daun
pemeliharaan yang cukup agar tanaman mempunyai potensi produktifitas
daun yang tinggi.
2. Petikan produksi
Petikan ini disebut juga petikan biasa yaitu pemetikan yang dilaksanakan
setelah pemetikan jendangan selesai dilakukan, dan terus dilakukan secara
rutin hingga tiba giliran pemangkasan produksi berikutnya. Pemetikan ini
biasanya dimulai setelah 3 sampai 5 kali petikan jendangan.
3. Petikan gendesan
Petikan gendesan adalah pemetikan yang dilakukan pada kebun yang akan di
pangkas produksi. Maksud pemetikan gendesan adalah memafaatkan tunastunas dan daun-daun muda yang ada pada perdu, yang bila tidak dipetik akan
terbuang dengan dilaksanakannya pemangkasan. Pemetikan gendesan
dilakukan seminggu sebelum pemangkasan dilaksanakan.
Menurut Pusat Penelitian Perkembangan Gambung (1992), jenis petikan
dapat dibedakan menjadi 3 kategori yaitu:
1. Petikan halus, apabila pucuk yang dihasilkan terdiri dari pucuk peko (p)
dengan satu daun, atau pucuk burung (b) dengan satu daun muda (m), biasa
ditulis dengan rumus p+1 atau p+1m.

Ryo Fandy Tindao : Identifikasi Sistem Produksi Teh di PT. Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah Butong,
2009.

16

2. Petikan medium, apabila pucuk yang dihasilkan terdiri dari pucuk peko
dengan dua daun, tiga daun muda serta pucuk burung dengan dua atau tiga
daun, ditulis dengan rumus p+1, p+3m, b+2m, b+3m.
3. Petikan kasar, apabila pucuk yang dihasilkan terdiri dari pucuk peko dengan
empat daun atau lebih, dan pucuk burung dengan beberapa daun tua, ditulis
dengan rumus p+4 atau lebih.
Adanya

sistem

petikan

yang

dilaksanakan

diharapkan

dapat

mampertahankan kuantitas dan kualitas hasil panen. Untuk maksud tersebut,
berbagai peraturan menyangkut mutu produk teh seperti Keppres, Surat-Surat
Keputusan Menteri Perdagangan, Surat Keputusan Direktur Jenderal Perdagangan
Luar Negeri, maupun Ketentuan Dewan Standar Nasional mengenai teh
Indonesia, sehingga dapat bersaing dipasaran Internasional (Setyamidjaja, 2000).

Pengolahan Pascapanen
Pengolahan teh terbesar didominasi dalam bentuk teh hitam, sisanya teh
hijau, sedangkan industri teh wangi merupakan hasil olahan teh hitam.
Pengolahan daun teh dimaksudkan untuk mengubah komposisi kimia daun teh
segar secara terkendali, sehingga menjadi hasil olahan yang dapat memunculkan
sifat-sifat yang dikehendaki pada air seduhannya, seperti warna, rasa, dan aroma
yang baik dan disukai. Bahan kimia yang terkandung dalam daun teh terdiri dari
empat kelompok yaitu substansi fenol (catechin dan flavanol), substansi bukan
fenol (pectin, resin, vitamin, dan mineral), substansi aromatik, dan enzim-enzim.
Sistem pengolahan teh hitam di Indonesia dapat dibagi menjadi dua yaitu
sistem orthodox (orthodox murni dan orthodox rotorvane) dan sistem baru yaitu
Ryo Fandy Tindao : Identifikasi Sistem Produksi Teh di PT. Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah Butong,
2009.

17

sistem CTC (Crushing, Tearing, Curling). Sistem yang paling umum di Indonesia
adalah sistem orthodox rotorvane.
Pengolahan teh hitam orthodox rotorvane terdiri dari beberapa tingkat
kegiatan yang dapat dilihat pada skema berikut:
Penyediaan Pucuk Daun Segar
Pelayuan
Penggulungan
Penggilingan
Sortasi Basah
Fermentasi
Pengeringan
Sortasi Kering
Pengemasan
Gambar 3. Diagram alir pengolahan teh hitam sistem orthodox rotorvane

Penyediaan Pucuk Daun Segar
Mutu teh hitam hasil pengolahan terutama ditentukan oleh bahan bakunya
yaitu daun teh yang segar hasil petikan. Mutu teh hitam yang baik sebenarnya
akan lebih mudah dicapai apabila bahan segarnya (pucuk) bermutu baik. Secara
fisik, pucuk yang bermutu adalah daun muda yang utuh, segar dan berwarna
kehujauan. Menurut beberapa ahli pengolahan, 75% mutu teh ditentukan di kebun
(ketinggian tempat, jenis petikan, dan penanganan hasil petikan), sisanya yang
25% ditentukan oleh proses pengolahan. Untuk mencapai tujuan, sebelum masuk
proses pengolahan di pabrik, daun hasil petikan harus:
Ryo Fandy Tindao : Identifikasi Sistem Produksi Teh di PT. Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah Butong,
2009.

18

1. Masih dalam keadaan segar, tidak rusak seperti patah-patah, sobek, dan
terperam.
2. Tidak terlalu lama tertahan di kebun dan tidak terkena sinar matahari secara
langsung.
3. Ditampung dalam wadah pengumpul daun dengan tidak melebihi kapasitas
optimum.
4. Diangkut dari kebun dengan hati-hati.
5. Dipisahkan antara daun yang baik dari daun yang rusak.

Pelayuan
Pada pelayuan sistem orthodox rotorvane, digunakan palung pelayuan
(withering trough). Kegiatan pelayuan ini terdiri atas:
1. Pembeberan pucuk, disebar merata sampai palung penuh dengan ketebalan
±30 cm atau disebut 30 cm per m2. Sementara itu, udara segar segera dialirkan
untuk menghilangkan panas dan air pada pucuk dengan palung terbuka. Setiap
selesai membeberkan pucuk dalam satu palung, palung ditutup dan udara terus
dialirkan.
2. Pengaturan udara, udara yang baik digunakan untuk proses pelayuan adalah
udara yang bersih dengan kelembaban rendah (60 sampai 75%), suhu tidak
melebihi 280C (optimum 26,70C atau 800F) dan volume yang cukup sesuai
dengan kapasitas palung pelayuan. Untuk memperoleh suhu udara yang
diharapkan diperlukan mesin pemanas (heat exchanger).

Ryo Fandy Tindao : Identifikasi Sistem Produksi Teh di PT. Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah Butong,
2009.

19

Penggulungan (Rolling)
Penggulungan akan membuat daun memar dan dinding sel rusak, sehingga
cairan sel keluar di permukaan dengan merata, dan pada saat itu sudah mulai
oksidasi enzimatis (fermentasi). Dengan adanya penggulungan, secara fisik daun
yang sudah di gulung akan memudahkan tergiling dalam proses penggilingan.
Penggulungan dilakukan dalam alat penggulung yang disebut dengan open top
roller (OTR). Lama penggulungan pada mesin OTR ini adalah 30 sampai 40
menit.

Penggilingan
Mesin penggiling yang biasa dipakai dalam pengolahan teh adalah press
cap roller (PCR) dan rotorvane. Dengan dilaksanakannya penggilingan maka
gulungan akan tergiling menjadi partikel-partikel yang lebih kecil sesuai dengan
yang dikehendaki konsumen, gulungan akan berukuran lebih pendek, cairan sel
keluar

sebanyak

mungkin, dan dihasilkan bubuk basah yang sebanyak-

banyaknya.
Lama penggilingan dihitung sejak pucuk dimasukkan sampai keluar dari
mesin penggilingan yaitu berkisar antara 25 sampai 40 menit di dataran rendah
dan 40 sampai 70 menit di dataran tinggi. Penggunaan mesin rotorvane dapat
ditempatkan pada tahap penggilingan kedua, ketiga, dan keempat tergantung pada
jenis mutu yang ingin dicapai. Pengolahan teh hitam sistem orthodox rotorvane,
bertujuan agar dapat memproduksi jenis-jenis mutu bubuk (broken grades) dan
jenis mutu halus (small grades) yang sesuai dengan permintaan pasar.

Ryo Fandy Tindao : Identifikasi Sistem Produksi Teh di PT. Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah Butong,
2009.

20

Sortasi Bubuk Basah
Sortasi bubuk basah bertujuan untuk memperoleh bubuk yang seragam,
memudahkan sortasi kering, serta memudahkan dalam pengaturan proses
pengeringan. Mesin sortasi basah yang dipakai adalah rotary ball breaker. Mesin
ini memasang ayakan dengan mesh yang sesuai dengan grade yang diinginkan.
Hasil sortasi terdiri dari bubuk dan badag. Setiap jenis bubuk diberi nomor
sesuai dengan nomor urut gilingan bubuk tersebut dihasilkan, seperti bubuk 1,
bubuk 2, dan bubuk 3, serta badag. Badag adalah bubuk kasar yang tidak dapat
melewati ayakan terakhir.

Fermentasi
Fermentasi merupakan proses oksidasi senyawa polifenol dengan bantuan
enzim polifenol oxidase. Fermentasi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu
kadar air dalam bahan (hasil sortasi basah), suhu dan kelembaban relatif, kadar
enzim, jenis bahan, serta tersedianya oksigen. Selama fermentasi dihasilkan
substansi theaflavin dan theaurigin yang akan menentukan sifat air seduhan dari
teh kering yang dihasilkan setelah proses pengeringan. Komposisi antara
theaflavin dan theaurigin pada hasil fermentasi yang baik adalah 1: 10 atau 1:12.
Komposisi ini menentukan strength, colour quality, dan briskness dari teh kering.

Pengeringan
Tujuan utama dari pengeringan adalah menghentikan proses fermentasi
senyawa polifenol dalam bubuk teh pada saat komposisi zat-zat pendukung
kualitas mencapai keadaan optimal. Dengan adanya pengeringan, kadar air dalam
Ryo Fandy Tindao : Identifikasi Sistem Produksi Teh di PT. Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah Butong,
2009.

21

teh bubuk akan berkurang, sehingga teh kering akan tahan lama dalam
penyimpanan.
Proses pengeringan berlangsung dalam mesin pengering. Mesin pengering
teh hitam ada dua macam yaitu mesin pengering jenis ECP (Endless Chain
Pressure Dryer) dan FBD (Fluid Bed Dryer). Pabrik-pabrik di Indonesia pada
umumnya menggunakan mesin pengering ECP.

Sortasi Kering
Sortasi kering adalah kegiatan memisah-misahkan teh bubuk kering (teh
hitam) menjadi jenis-jenis tertentu sesuai dengan yang dikehendaki dalam
perdagangan. Tujuan sortasi kering adalah mendapatkan ukuran dan warna
partikel teh kering yang seragam sesuai dengan standar yang diinginkan. Sortasi
kering dilakukan dengan cara memasukkan teh kering ke dalam mesin pengayak
yang memiliki ukuran mesh berkisar antara 8 sampai 32 mesh.
Berdasarkan SK Menperindag No. 266/KP.X/76 dan SK Dirjen
Perdagangan Luar Negeri No. 42 DAGLU/KP/IV/86, standar teh hitam Indonesia
digolongkan dalam jenis mutu teh hitam orthodox seperti berikut:
1. Teh daun (Leavy Grades) mengandung potongan-potongan daun yang lebih
besar dan lebih panjang daripada teh bubuk (brokens), yang dalam proses
sortasinya tertahan ayakan 7 mesh, terdiri dari OP (Orange Pekoe), OP Sup
(Orange Pekoe Superior), FOP (Flowery Orange Pekoe), S (Sauchon), BS
(Broken Souchon), BOP Sup (Broken Orange Pekoe Superior), BOP Sp
(Broken Orange Pekoe Special) dan LM (Leavy Mixed).

Ryo Fandy Tindao : Identifikasi Sistem Produksi Teh di PT. Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah Butong,
2009.

22

2. Teh bubuk (Broken Grades), jenis teh yang dalam proses sortasinya dapat
melewati ayakan 7 mesh dan tertahan oleh ayakan 20 mesh, terdiri dari BOP I/
BOP (Broken Orange Pekoe I/ Broken Orang