3. Memahami penerapan analisis laporan keuangan untuk dijadikan dasar dalam
pengambilan keputusan investasi.
2.2.1.2 Analisis Rasio
Menurut Munawir dalam bukunya Analisa Laporan Keuangan 2007, Analisis rasio adalah suatu metode analisa untuk mengetahui hubungan pos-pos tertentu
dalam neraca atau laporan rugi laba secara individu atau kombinasi dari kedua laporan tersebut. Sedangkan menurut Harahap dalam bukunya Analisis Kritis atas
Laporan Keuangan 2004, rasio keuangan adalah angka yang diperoleh dari hasil perbandingan dari satu pos laporan keuangan dan pos lainnya yang mempunyai
hubungan yang relevan dan signifikan berarti. Tehnik ini sangat lazim digunakan para analisa laporan keuangan. Rasio keuangan sangat penting dalam
melakukan analisa laporan keuangan terhadap kondisi keuangan laporan kondisi keuangan perusahaan.
Menurut Mahmud M Hanafi Rasio dalam bukunya manajemen keuangan 2004 yang rasio-rasio sering digunakan adalah:
1. Rasio profitabilitas, yaitu yang mengukur kemampuan perusahaan
menghasilkan keuntungan profitabilitas pada tingkat penjualan, aset, dan modal saham tertentu. Ada tiga rasio yang sering digunakan, yaitu profit
margin, return on investment ROI dan return on equity ROE. Mahmud M . Hanafi, 2004
Sedangkan dalam penelitian ini rasio yang digunakan menilai kinerja perusahaan adalah rasio on invesment ROI yaitu rasio profitabilitas untuk
mengukur tingkat penghasilan sebelu pajak yang diperoleh dari total aktiva perusahaan yang diinvestasikan.
Return on invesment ROI = 2.
Rasio likuiditas, yaitu menggambarkan kemampuan perusahaan untuk menyelesaikan kewajiban jangka pendeknya dengan melihat besarnya aktiva
lancar relatif terhadap utang lancarnya. 3.
Rasio utangleverage, yaitu rasio yang mengukur kemampuan perusahaan memenuhi total kewajibannya.
4. Rasio aktivitas, yaitu menggambarkan aktivitas yang dilakukan perusahaan
dalam menjalankan operasinya baik dalam kegiatan penjualan, pembelian, dan kegiatan lainnya.
5. Rasio pasar, yaitu rasio yang mengukur prestasi pasar relatif terhadap nilai
buku, pendapatan, atau dividen. Meskipun analisis rasio dapat menghasilkan informasi yang bermanfaat tentang
operasi dan keuangan perusahaan, tetapi analisis rasio mempunyai kelemahan menurut Warsono 2003; 25 yaitu :
1. Kadang sulit untuk mengidentifikasi kategori industri dengan perusahaan
berada jika perusahaan beroperasi dalam beberapa bidang usaha. 2.
Angka rata-rata industri yang diterbitkan hanya merupakan perkiraan saja dan hanya memberikan panduan umum, karena bukan merupakan hasil
penelitian ilmiah dari seluruh perusahaan dalam industri maupun sampel yang cocok dari beberapa perusahaan dalam industri.
3. Rasio keuangan dapat terlalu tinggi atau terlalu rendah.
4. Rata-rata industri mungkin tidak memberikan target rasio atau norma yang
diinginkan. Rata-rata industri hanya dapat memberikan panduan atas posisi keuangan perusahaan rata-rata dalam industri.
5. Banyak perusahaan mengalami situasi musiman dalam kegiatan operasinya
sehingga pos neraca dan rasionya akan berubah sepanjang tahun saat laporan disiapkan.
2.2.1.3 Konsep Economic Value Added EVA
Konsep EVA merupakan suatu konsep penilaian kinerja keuangan perusahaan yang dikembangkan oleh Stern Stewart Co 1993, sebuah perusahaan
konsultan manajemen keuangan di Amerika Serikat. Konsep EVA membuat perusahaan lebih memfokuskan perhatian ke upaya penciptaan nilai perusahaan
dan menilai kinerja keuangan perusahaan secara adil yang diukur dengan mempergunakan ukuran tertimbang weighted dari struktur modal awal yang ada
Tunggal, 2008 Menurut Widiyanto dalam Ragil 2007, dalam tulisannya Economic Value
Added EVA atau disebut juga dengan nilai tambah ekonomis NITAMI diartikan sebagai suatu konsep yang dilandasi oleh pemikiran bahwa dalam
pengukuran laba operasi perusahaan harus dengan adil mempertimbangkan harapan
– harapan setiap penyedia dana kreditur dan pemegang saham. Derajat keadilannya dinyatakan dengan ukuran tertimbang dan struktur modal yang ada.
Menurut Irana dalam Wibowo 2006, EVA berbeda dengan pengukuran kinerja dalam akuntansi tradisional. Pengukuran kinerja dengan EVA mempertimbangkan
kepentingan share holder yaitu meningkatkan kemampuan shareholder. EVA
secara eksplisit mempertimbangkan biaya modal dan ekuitas dan mengakui bahwa dikarenakan lebih tingginya resiko yang dihadapi pemilik ekuitas, besarnya
tingkat biaya modal atas ekuitas adalah lebih tinggi dibanding biaya modal atas hutang. Kenyataan ini sering diabaikan oleh banyak perusahaan, karena banyak
yang menganggap bahwa dana ekuitas yang diperoleh dari pasar modal adalah dana murah yang tidak perlu dikompensasi dengan tingkat pengembalian yang
tinggi. Anggapan bahwa dana murah antara lain karena tidak diperhitungkannya biaya modal atas ekuitas dilaporan laba-rugi sehingga seolah-olah dana ekuitas
tersebut adalah gratis.
Menurut Steward 1999 dalam Wibowo 2006, EVA didefinisikan secara umum sebagai laba yang tertinggal setelah dikurangi biaya modalnya cost of capital.
EVA merupakan satu-satunya ukuran kinerja yang secara menyeluruh konsisten dengan ukuran standard capital budgeting dan dianggap lebih tepat untuk
mengukur kinerja perusahaan. Ada beberapa alasan untuk menjelaskannya:
1. Konsep ini dapat berdiri sendiri tanpa perlu analisis perbandingan dengan
perusahaan sejenis ataupun analisis kecenderungan seperti pengukuran kinerja yang bisa digunakan.
2. Konsep ini dapat menyajikan ukuran yang secara adil mempertimbangkan
harapan-harapan pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan seperti kreditur dan pemegang saham.
3. Konsep ini sangat membantu dalam memberikan pertimbangan keputusan
manajemen secara tepat, seperti penetapan tujuan capital budgeting, incentive