Pengujian asam semut dan cuka kayu dalam pengendalian tungau, Varroe destructgor pada lebah madu, Apis mellifera

PENGUJIAN ASAM SEMUT DAN CUKA KAYU DALAM
PENGENDALIAN TUNGAU (Varroa destructor)
PADA LEBAH MADU (Apis mellifera)

Oleh :
Restu Widyasari
E14201047

PROGRAM STUDI BUDIDAYA HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITU PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2006

RINGKASAN
Restu Widyasari (E14201047). Pengujian Asam Semut dan Cuka Kayu
dalam Pengendalian Tungau (Varroa destructor) pada Lebah Madu (Apis
mellifera), dibawah bimbingan Ir. Kasno, MSc dan Drs. Chandra Widjaja, MS
Madu dan lebah sudah sejak lama dikenal secara luas oleh masyarakat di
Indonesia. Selain madu, kini berbagai produk lain misalnya bee pollen, royal jelly
dan bahkan propolis menjadi produk sampingan dari kegiatan budidaya lebah

madu di Jawa. Sejak tiga dasawarsa yang lalu, diperkenalkan lebah madu jenis
impor asal (Apis mellifera) di beberapa daerah khususnya di Jawa Timur dan Jawa
Tengah. Praktek kegiatan budidaya lebah madu jenis impor ini dilakukan secara
berpindah-pindah (migratory) yang secara tidak langsung telah memberi peluang
yang lebih besar penyebaran hama dan penyakit lebah. Salah satu hama lebah
yang berupa tungau Varroa destructor sudah menjadi hama umum bagi lebah
madu di Jawa. Pada tahun 1999-2004 di Asia khususnya Indonesia dan Philiphina
penggunaan bahan kimia asam semut dengan konsentrasi rendah efektif dapat
mengontrol tungau lebah V. destructor di Jawa dan Irian jaya (Anderson 2004).
Selain dengan asam semut dicobakan juga bahan kimia lain yaitu dengan
menggunakan cuka kayu atau wood vinegar. Berdasarkan artikel yang termuat
dalam Tabloid AgroIndonesia tanggal 26 April 2005 menyatakan bahwa cuka
kayu adalah cairan yang berasal dari asap hasil pembakaran pada proses
pembuatan arang kayu yang dapat dimanfaatkan sebagai insektisida dan herbisida
organik yang ramah lingkungan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui keefektifan cuka kayu dan asam semut terhadap mortalitas tungau
lebah jenis Varroa destructor yang menyerang lebah madu jenis Apis mellifera.
Pada perlakuan dengan menggunakan asam semut dan cuka kayu
menunjukkan jumlah mortalitas tungau tidak berbeda nyata dengan kontrol.
Perlakuan dengan menggunakan asam semut dan cuka kayu menunjukkan jumlah

mortalitas dari waktu ke waktu cenderung meningkat sampai hari ke-12.
Kecenderungan (trend) peningkatan mortalitas tungau dari perlakuan tersebut ada
sedikit perbedaan, tetapi perbedaannya tidak nyata jika dibandingkan pada trend
penyebab mortalitas bakau pada koloni pembanding (kontrol). Terlihat pada
jumlah mortalitas tungau mengalami penurunan tajam pada hari ke-13 dan ke-14.
Penurunan ini dimungkinkan kandungan kimia asam semut dan cuka kayu sudah
mulai berkurang volumenya, karena sifat senyawa asam semut yang mudah
menguap. Sehingga keefektifan asam semut dalam pengendalian tungau V.
destructor semakin berkurang. Adanya kecenderungan peningkatan mortalitas
pada semua koloni lebah mengundang spekulasi adanya faktor lain yang
menyebabkan peningkatan mortalitas tungau kecuali pada perlakuan cuka kayu
bakau. Faktor yang menyebabkan peningkatan mortalitas tungau dimungkinkan
adanya aktivitas lebah pekerja yang cenderung membuang benda asing yang
berada dalam sarang. Semakin efektif kerja lebah pekerja membuang benda asing
merupakan ciri makin kuatnya koloni lebah secara merata.
Jumlah mortalitas tungau tertinggi pada perlakuan kontrol sebanyak 209
ekor (ulangan 2), cuka kayu bakau (Rhizophora sp) sebanyak 212 ekor (ulangan
4), cuka kayu Akasia (A. mangium) sebanyak 256 ekor (ulangan 2), cuka kayu

Kaliandra (C. callothyrsus) sebanyak 258 ekor (ulangan 4), asam semut sebanyak

223 ekor (ulangan 1). Sedangkan jumlah mortalitas tungau terendah masingmasing pada perlakuan kontrol sebanyak 162 ekor (ulangan 4), cuka kayu bakau
(Rhizophora sp) 127 ekor (ulangan 2), cuka Akasia (A. mangium) sebanyak 128
ekor (ulangan 1), cuka kayu kaliandra (C. callothyrsus) sebanyak 147 ekor
(ulangan 3), asam semut sebanyak 111 ekor (ulangan 4). Berdasarkan pengamatan
dilapangan, mortalitas tungau V. destructor terbesar adalah cuka kayu jenis A.
mangium sebanyak 747 ekor. Perlakuan cuka kayu A. mangium dilapangan lebih
cepat menguap bila dibandingkan dengan asam semut dan cuka kayu jenis lain.
Dengan sifat tersebut tungau dapat cepat menghirup partikel-partikel cuka kayu A.
mangium sehingga tungau mengalami pengurangan peluang O2 sehingga
mengakibatkan konsumsi O2 semakin berkurang. Dengan demikian, jaringan
tubuh tungau akan mengalami gangguan pernapasan yang mengakibatkan tungau
menjadi lemas dan akhirnya mati. Walaupun perlakuan cuka kayu jenis A.
mangium memiliki mortalitas paling tinggi tetapi tidak begitu signifikan jika
dibandingkan pada perlakuan yang lain.
Perhitungan Analisis Sidik Ragam diperoleh nilai Jumlah Kuadrat Tengah
(JKT) sebesar 33359, Jumlah Kuadrat Perlakuan (JKP) sebesar 1294 dan nilai
Jumlah Kuadrat Sisaan (JKS) sebesar 32064. Sedangkan kriteria pengujian adalah
nilai F-Hitung pada pengujian asam semut dan cuka kayu terhadap mortalitas
tungau V. destructor sebesar 0.15. Pada tingkat nyata 1% diperoleh nilai F0.01=
4.89, pada tingkat nyata 5% diperoleh nilai F0.05= 3.06. Karena nilai F hitung < F

tabel, maka keputusannya Hipotesis alternatif (H1) ditolak dan Hipotesis yang
tidak diharapkan (Ho) diterima artinya penggunaan cuka kayu atau asam semut
tidak memberikan pengaruh yang berbeda terhadap respon percobaan pada
tingkat nyata 1% maupun tingkat nyata 5%. Sehingga dapat disimpulkan metode
pengendalian dengan menggunakan asam semut dan cuka kayu tidak memberikan
pengaruh nyata terhadap mortalitas tungau V. destructor.

3

PENGUJIAN ASAM SEMUT DAN CUKA KAYU DALAM
PENGENDALIAN TUNGAU (Varroa destructor)
PADA LEBAH MADU (Apis mellifera)

Oleh :
Restu Widyasari
E14201047

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk Memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan

pada Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI BUDIDAYA HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2006

4

Judul Skripsi : Pengujian Asam Semut dan Cuka Kayu dalam Pengendalian
Tungau (Varroa destructor) pada Lebah Madu (Apis
mellifera)
Nama

: Restu Widyasari

NIM


: E14201047

Menyetujui,

Pembimbing I

Pembimbing II

(Ir. Kasno, MSc)
NIP 130 891 379

(Drs. M. Chandra Widjadja, MM)
NIP 080 057 508

Mengetahui,
Dekan Fakultas Kehutanan

Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS
NIP. 131 430 799


Tanggal Lulus :

5

Karya ini Kupersembahkan untuk :
Bapak, Ibu, kedua adikku (widya, desy) , utik , kakkung (alm) serta
keluarga besarku di Pati.terimakasih atas kasih sayang, dukungan
dan doanya, karya ini tidaklah seberapa untuk membalas kebaikan,
semua pengorbanan, yang selama ini diberikan kepadaku.

Sahabat-sahabat terbaikku yang selalu mengiringi
langkahku disaat suka dan duka, kalian akan selalu ada
dihatiku

Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan
Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu).Dari perut lebah itu keluar minuman
(madu) yang bermacam-macam warnanya, didalamnya terdapat obat yang
menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benarbenar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan.

(An-Nahl 69).


6

Maturnuwun Kagem :
Keluarga Besarku di Pati
Bapak, Ibu, kedua adikku (Widya dan Desy), Utik, Kakkung (alm),
Bulik Ririn, Om Sohar,dik Sinta, dik Kiki, terimakasih atas semua
kasih sayang, pengorbanan, nasehat dan doanya dan tak lupa
keluarga besar Giso Maryoto terimakasih atas suport yang
diberikan.

Dosen, Staf dan Karyawan Fahutan
Pak Kasno (babe) terimakasih atas bimbingannya selama di IPB
khususnya di Fahutan,inget motto-nya ”Restu ingat!!! Pilih Mandiri
atau Mati” semangatnya yang luar biasa dalam mendidik dan
mengajarkan tentang makna hidup kepadaku. KPAP ers Duo kompak
(Pak Ismail dan Ibu Alia) dengan kesabarannya, yang telah
membantu dalam mengurusi administrasi selama studi.

Keluarga Besar KPH Sukabumi,

Pak Asper,Pak Hendi,Pak Dadang, Keluarga Pak Ano dan ibu ili
terimakasih telah memberi tumpangan tidurnya selama Penelitian di
Sukabumi: Pak Andry,Agung,Pak ujang,si Jawa,buat nenek
terimakasih tumpangan mandinya tiap sore.

Keluarga Besar Pusbahnas,
Pak Chandra maaf pak jarang konsultasi plus ngilangin buku,☺
kapok pak, buat Pak Subkhan,Pak Erwin terimakasih ilmu
perlebahan yang diberikan.

Keluarga Besar Litbang Lab. kimia kayu
Ibu Tjutju Nurhayati terimakasih cuka kayunya,Pak Slamet, ibu
Rena makasih atas tinpus Cuka kayunya sangat berguna sekali,
bapak2 yang diperpus litbang terimakasih telah banyak membantu
dalam mencari literatur skripsi.

Keluarga besar Apiari Mutiara Tugu Ibu
Pak Haji, Pak dayat sekeluarga, terimakasih atas tumpangan tidur,
akomodasinya, mas Nata, mas Nirin,teh epi, Emak terimakasih.


7

Sahabat-sahabat terbaikku :
Cewek” Uhuyy

(Samsi, Esin, Siti, Silvana,Erica, Epi, Nani, Elen,
mami Ira),ak membayangkan klo qt kumpul2 aduhh kaya pasar
kaget ☺
Pondok malea atas yang dimotori Bounce: Mira, Indah, kiki, mba
Icut (Kepala Suku), Tesy, Fitri (thank parsel buat sidangnya),
Yustin, Atik (makasih atas pinjaman printernya), Nia, Lely, Hida,
Lia, Onet, Dea.
Sahabat-sahabatku nun jauh disana buat Adi makasih telah
dengerin curhat aku,support,doa dan terimakasih atas kiriman
bahan skripsi formic acidnya berguna sekali buatku makasih ya
di,buat mba Tinuk di Semarang masuk kul qt sama, lulus sama,asal
jangan semuanya sama yak ☺, Trio BDH 38 (Nani, Rinto, Efi) yang
di Aceh rukun2lah kalian.
Kelompok P3H Aji dengan topi hawaii, Galuh dengan anak
tercintanya Sebastian (bule Jerman), Erin miss tingi, Cemplok UGM

(Pakde),Yames, Irma, Kripani,Rinul, yang selalu kompak waktu
praktek.
Groups KKN Esin, Siti, Mami Ira, Ika, Yeni, Yuni, Cristin, Jeng
Leny, Penyok, Pepen,buat Titin makasih dah nganter2 aku selama
penelitian.
Lab Hama Hutan (sahabatku Rini akhirnya qt lulus bareng, bom2
semangat penelitiannya),
Temen2 Budidaya Hutan 38 Buat Gita yang banyak becanda dengan
data2 penelitiannya Semangat!!!, Mukhti dan Surya (terimakasih
dah dipinjemin labtopnya buat seminar dan sidang),Tedy
(terimakasih telah buatin konsentrasi asam semut), Gethuk, Danu,
asri, mute, Beni, Agung (master Statistik, terimakasih dalam
membantu pengolahan datanya), Efi (transletter prosidingku,
thenkyu)
Alumni Ponzoer Grup pembuat onar,(ike, dan yeye), eka juga Sendi
yang udah nungguin sidang manurnuwun gugoyane sing ra jelas.
Terimakasih buat semuanya semoga allah SWT membalas amal
kebaikan kalian, Amin

8

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik yang berjudul
Pengujian Asam Semut dan Cuka Kayu dalam Pengendalian Tungau
(Varroa destructor) pada Lebah Madu (Apis mellifera). Dalam penelitian dan
penyusunan skripsi ini penulis telah banyak dibantu dan dibimbing oleh berbagai
pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu, Bapak, kedua adikku (Widya dan Desy), Utik, Kakkung (alm) serta
segenap keluarga besar di Pati yang senantiasa memberikan doa, kasih
sayang, kebahagiaan, motivasi dan nasehatnya.
2. Bapak Ir. Kasno, MSc dan Bapak Drs. Chandra Widjaja, MS selaku dosen
pembimbing skripsi yang telah memberikan banyak arahan dan bimbingan
dari awal sampai selesainya skripsi ini.
3. Bapak Dr. Ir. Achmad M. Thohari, DEA selaku dosen penguji dari
Departemen

Konservasi

Sumberdaya

Hutan

dan

Bapak

Ir.T.R.

Mardikanto, MS selaku dosen penguji dari Departemen Teknologi Hasil
Hutan atas tambahan pengetahuan dan bimbingannya.
4. Ibu Tjutju Nurhayati terimakasih telah memberikan cuka kayu sebagai
bahan penelitian serta pengetahuannya yang telah diberikan.
5. Teman - teman Budidaya Hutan 38, Pondok Malea Atas yang tidak
mungkin disebut satu persatu, atas ilmu dan pengalaman yang telah
diberikan.
6. Seluruh Dosen, Staf dan Karyawan Fakultas Kehutanan IPB atas
bantuannya selama penulis melaksanakan studi.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini jauh dari sempurna dan memiliki
banyak kekurangan, oleh karena itu penulis dengan segala kerendahan hati
menerima saran dan kritik untuk menyempurnakan skripsi ini.
Bogor,

2006

Penulis

9

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pati Jawa Tengah pada tanggal 1 Juli 1983 sebagai
anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Bapak Purwiyanto dan Ibu Kemini.
Tahun 2001 penulis lulus dari SMU Negeri 3 Pati dan pada tahun yang
sama penulis diterima menjadi mahasiswi Institut Pertanian Bogor, Fakultas
Kehutanan, Program Studi Budidaya Hutan melalui jalur USMI (Undangan
Seleksi Masuk IPB). Selama menempuh pendidikan di Fakultas Kehutanan IPB,
pada tahun 2004 penulis mengikuti kegiatan Praktek Lapangan. Penulis mengikuti
Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) di BKPH Rawa Timur, KPH
Banyumas Barat dan BKPH Gunung Slamet, KPH Banyumas Timur dan Praktek
Pengelolaan Hutan di Getas, Kampus Praktek Lapang Universitas Gajah Mada.
Pada bulan Februari-April tahun 2005, penulis mengikuti Kuliah Kerja Nyata
(KKN) di Desa Cihideung Ilir, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Jawa
Barat.
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di
Fakultas Kehutanan IPB, Penulis melakukan penelitian dengan judul Pengujian
Asam Semut dan Cuka Kayu dalam Pengendalian Tungau (Varroa
destructor) pada Lebah Madu (Apis mellifera), dibawah bimbingan Ir. Kasno,
MSc dan Drs. Chandra Widjaja, MM.

10

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR ISI .............................................................................................

i

DAFTAR TABEL ....................................................................................

ii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................

iii

DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................

iv

PENDAHULUAN ....................................................................................

1

TINJAUAN PUSTAKA
Lebah madu jenis Apis mellifera .......................................................
Klasifikasi Apis mellifera ..................................................................
Kehidupan sosial lebah Apis mellifera ..............................................
Tahap perkembangan hidup lebah ....................................................
Tungau lebah jenis Varroa destructor ..............................................
Kedudukan dan taksonomi V destructor dalam klasifikasi binatang
Bahan aktif asam semut (formic acid) ..............................................
Cuka kayu (wood vinegar) ................................................................

3
3
3
6
6
7
8
9

METODE PENELITIAN
Waktu dan lokasi ...............................................................................
Bahan dan alat ...................................................................................
Metode penelitian ..............................................................................
Prosedur pengujian ............................................................................
Analisis data ......................................................................................

11
11
11
12
14

HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik tungau Varroa destructor ............................................
Efektifitas asam semut ......................................................................
Efektifitas cuka kayu .........................................................................
Pengaruh perlakuan ...........................................................................
Rancangan percobaan........................................................................
Kualitas madu ...................................................................................

16
17
20
21
23
24

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ......................................................................................
Saran .................................................................................................

25
25

DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................

26

LAMPIRAN ..............................................................................................

29

i

DAFTAR TABEL

Halaman
1. Analisis Ragam Percobaan Rancangan Acak Lengkap (RAL) ...........

14

2. Daftar Sidik Ragam (Anova) ..............................................................

15

3. Jumlah mortalitas tungau Varroa destructor perlakuan asam semut
dan cuka kayu selama 14 hari ............................................................

22

4. Analisis Sidik Ragam Percobaan ........................................................

24

ii

DAFTAR GAMBAR

Halaman
1 Skema penempatan cairan asam semut dan cuka kayu dalam
pengujian efektifitasnya untuk pemberantasan tungau lebah.............

13

2 Arah dorsal tungau V. destructor dilihat dari mikroskop ..................

16

3 Pupa lebah yang diserang tungau V. destructor ...............................

16

4. Contoh penggunaan asam semut cair yang disemprotkan langsung
pada sisiran sarang (Nasr 1996)..........................................................

18

5 Contoh penggunaan asam semut dalam bentuk gel yang dikemas
dalam kantong plastik berpori untuk pengendalian Varroa destructor
(Nasr 2002)........................................................................................

19

6

21

Rata-rata mortalitas Varroa destructor selama 14 hari ....................

iii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
1 Jumlah mortalitas tungau Varroa destructor perlakuan asam
semut dan cuka kayu pengamatan selama 14 hari ...........................

30

2 Rata-rata mortalitas tungau Varroa destructor perlakuan pada
Kontrol…………........................................................................ ......

37

3 Rata-rata mortalitas tungau Varroa destructor perlakuan pada cuka
kayu Bakau (Rhizophora sp) ............................................................

38

4 Rata-rata mortalitas tungau Varroa destructor perlakuan pada cuka
kayu Akasia ( A. mangium) ..............................................................
39
5 Rata-rata mortalitas tungau Varroa destuctor perlakuan pada cuka
kayu Kaliandra (C. calothyrsus) .......................................................

40

6 Rata-rata mortalitas tungau Varroa destuctor perlakuan pada asam
semut (formic acid) ...........................................................................

41

7 Hasil pengolahan data dengan menggunakan program Minitab 13 ..

42

8 Gambar jumlah mortalitas tungau Varroa destructor pada beberapa
perlakuan .......................................................... ................................ .

43

iv

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Madu dan lebah sudah sejak lama dikenal secara luas oleh masyarakat di
Indonesia. Selain madu, kini berbagai produk lain misalnya bee pollen, royal jelly
dan bahkan propolis menjadi produk sampingan dari kegiatan budidaya lebah
madu di Jawa. Periode sebelum tahun tujuh puluhan, produksi madu nasional
mengandalkan pada madu dari lebah hutan (Apis dorsata). Dalam masa itu
produksi madu asal lebah hutan masih mendominasi produksi madu nasional.
Selain madu asal lebah hutan, madu produksi dari lebah ternakan asli Asia yang
lain (Apis cerana) khususnya juga banyak beredar di pasaran.
Sejak tiga dasawarsa yang lalu, diperkenalkan lebah madu jenis impor asal
Eropa “Allien species” jenis Apis mellifera di beberapa daerah khususnya di Jawa
Timur dan Jawa Tengah. Dalam perkembangannya kegiatan budidaya lebah madu
jenis impor (A. mellifera) tersebut makin menunjukkan peran pentingnya sebagai
suatu kegiatan ekonomi masyarakat di pedesaan.
Praktek kegiatan budidaya lebah madu jenis impor ini dilakukan secara
berpindah-pindah

(migratory)

dari

satu

lokasi

pengangonan

ke

lokasi

pengangonan yang lain untuk mendekatkan kotak lebah dengan lokasi sumber
pakannya. Jarak antar satu lokasi pengangonan ke lokasi pengangonan yang lain
bisa mencapai puluhan atau bahkan ratusan kilometer. Kegiatan pengangonan
lebah dari suatu lokasi ke lokasi yang lain adalah dalam rangka mengoptimalkan
produktivitas lebah madu. Di sisi lain, sistem budidaya lebah madu berpindahpindah di Jawa ini secara tidak langsung telah makin memberi peluang yang lebih
besar penyebaran hama dan penyakit lebah. Salah satu hama lebah yang berupa
tungau Varroa destructor sudah menjadi hama umum bagi lebah madu di Jawa.
Tindakan pengendalian tungau lebah menjadi bagian penting dari kegiatan
budidaya lebah madu khususnya di Jawa. Pengendalian dengan menggunakan
pestisida sering kurang tepat sasaran sehingga residunya bisa terbawa pada madu
yang dipanen. Di negara maju berbagai macam upaya telah banyak dilakukan
dalam pengendalian tungau lebah. Salah satunya dengan menggunakan bahan
kimia formic acid atau asam semut. Pada tahun 1999-2004 di Asia khususnya

Indonesia dan Philiphina penggunaan bahan kimia asam semut dengan
konsentrasi rendah efektif dapat mengontrol tungau lebah V. destructor di Jawa
dan Irian jaya (Anderson 2004).
Selain dengan asam semut dicobakan juga bahan kimia lain yaitu dengan
menggunakan cuka kayu atau wood vinegar. Cuka kayu ini merupakan uji coba
yang pertama dilakukan dalam pengendalian tungau lebah. Berdasarkan artikel
yang termuat dalam Tabloid AgroIndonesia tanggal 26 April 2005 menyatakan
bahwa cuka kayu adalah cairan yang berasal dari asap hasil pembakaran pada
proses pembuatan arang kayu yang dapat dimanfaatkan sebagai insektisida dan
herbisida organik yang ramah lingkungan (Nurhayati 2005).
Dengan dasar kebutuhan ini, penulis ingin melakukan pengujian efektivitas
cuka kayu (wood vinegar) dan asam semut (formic acid) sebagai bahan untuk
mengatasi masalah tungau lebah.

Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui keefektifan asam semut dan
cuka kayu terhadap mortalitas tungau lebah jenis Varroa destructor yang
menyerang lebah madu jenis Apis mellifera.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini sebagai pertimbangan untuk menentukan dan mencari metodametoda yang tepat dan efektif untuk penelitian selanjutnya dalam pengendalian
tingkat serangan hama lebah.

2

TINJAUAN PUSTAKA
Lebah Madu Jenis Apis mellifera
Lebah madu jenis Apis mellifera merupakan jenis lebah madu yang berasal
dari Eropa yang dikenal sebagai “Western Honeybee” dan kini sudah
dibudidayakan secara luas dibanyak negara selain di Eropa (Ruttner 1988). Jenis
lebah ini pernah dicoba dimasukkan ke Jawa untuk pertama kali dalam masa
penjajahan Belanda tetapi tidak berhasil dikembangkan. Pada tahun 1972 jenis
lebah ini didatangkan dari Australia ke Indonesia dan sampai kini telah
dibudidayakan secara luas khususnya di Jawa Tengah dan Jawa Timur (Pusat
Perlebahan Apiari Pramuka 2003).

Klasifikasi Apis mellifera
Menurut Butler (1987) berdasarkan ahli taksonomi dari Swedia Linnaeus
dalam bukunya “Binomial System of Classification” menyatakan bahwa
kedudukan Apis mellifera dalam klasifikasi binatang adalah sebagai berikut :
Phyllum

: Arthropoda

Sub Phyllum : Uniramia
Klass

: Insecta

Ordo

: Hymenoptera

Sub Ordo

: Apocrita

Family

: Apidae

Sub Family

: Apinae

Genus

: Apis

Spesies

: Apis mellifera
Kehidupan sosial lebah Apis mellifera

Diantara banyak buku teks berbahasa Inggris yang merangkum hal ihwal
lebah madu adalah “ The Hive and Honey Bee “ yang disusun oleh beberapa pakar
spesialis aspek perlebahan. Buku teks tersebut dikenal luas baik dalam kalangan
ilmuwan maupun praktisi perlebahan dan sudah lebih dari sepuluh edisi sejak
untuk pertama kali diterbitkan pada tahun 1946 (Dadant & Sons, 1987). Selain itu

Ensiklopedi berbahasa Inggris yang berjudul “ ABC and XYZ of Bee Culture”,
walaupun sudah cukup lama tetapi dipandang masih cukup relevan juga
merupakan salah satu rujukan yang sangat dikenal dalam masyarakat perlebahan
(Root et al. 1983). Secara lebih spesifik suatu rangkuman rinci (detail review)
tentang kehidupan lebah madu dapat disimak dalam buku teks berbahasa Inggris
berjudul “ Bees as Superorganisms (koloni)” yang disusun oleh Moritz (1992).
• Lebah Ratu
Dari sisi ukuran tubuh, lebah ratu memiliki ukuran panjang dan lebar
tubuh relatif yang terbesar jika dibandingkan dengan tubuh lebah jantan dan
lebah pekerja. Dari sisi anatomis, lebah ratu memiliki alat sengat
(ovipositor) yang runcing dengan permukaan luarnya halus tak bergerigi.
Anatomis ovipositor ini membedakan dengan individu lebah pekerja yang
alat sengatnya

bergerigi.

Dari sisi jenis kelamin, lebah ratu merupakan individu yang berjenis
kelamin betina. Organ kelaminnya berfungsi secara sempurna baik untuk
proses perkawinan dan reproduksi. Sifat ini juga yang membedakan dengan
individu lebah pekerja. Lebah ratu melakukan aktivitas kawin sambil
terbang di angkasa dan bukan di dalam sarang. Seekor lebah ratu
memerlukan belasan ekor lebah jantan untuk mengawininya dalam satu
periode perkawinan. Setelah itu lebah ratu tidak lagi kawin sampai akhir
hidupnya.
Dari sisi fungsi / tugas dalam kehidupan sosial, lebah ratu merupakan
anggota dari koloni yang berfungsi untuk kelangsungan generasi dalam arti
menghasilkan sejumlah keturunan secara terus menerus seumur hidupnya..
Jika kondisi memungkinkan seekor lebah ratu bisa menghasilkan lebih dari
seribu butir telur yang diletakkan satu per satu ke dasar sel sarang. Selain itu
melalui senyawa feromon yang diekresikan, lebah ratu mengendalikan kerja
lebah pekerja dan memberi daya pikat pada lebah jantan.
Dari sisi peluang lama hidupnya, lebah ratu bisa menjalani hidup
selama beberapa tahun, adalah peluang lama kehidupan yang paling lama
jika dibandingkan dengan lebah pekerja dan lebah jantan.

4

• Lebah jantan
Dari sisi ukuran tubuh, lebah jantan memiliki panjang tubuh relatif
lebih pendek dari pada lebah ratu tetapi kurang lebih sama dengan lebah
pekerja. Dari sisi lebar tubuh bagian dada kurang lebih sama dengan sama
dengan lebah ratu tetapi sedikit lebih lebar dari pada lebah pekerja. Suatu
ciri yang agak khas dari lebah jantan adalah bahwa bulu tubuhnya relatif
lebih rapat dari pada lebah ratu dan lebah pekerja. Selain berjenis kelamin
jantan, secara anatomis yang mencirikan lebah jantan adalah tidak memiliki
alat sengat.
Dari sisi fungsi / tugas dalam kehidupan sosial, lebah jantan memiliki
organ kelamin yang befungsi untuk perkawinan. Seekor lebah jantan hanya
memiliki peluang untuk kawin sekali dalam hidupnya. Kebanyakan lebah
jantan tidak pernah kawin sampai akhir hidupnya karena keterbatasan
jumlah lebah ratu yang memerlukannya. Tugas lebah jantan adalah hanya
mengawini lebah ratu yang harus diemban walaupun tidak selalu bisa
dilaksanakan.
Dari sisi peluang masa hidupnya, rata-rata lebah jantan menjalani
kehidupannya dalam masa 2-3 bulan. Masa itu adalah lama waktu yang
jauh lebih singkat dari masa kehidupan lebah ratu pada umumnya.
• Lebah Pekerja
Dari sisi ukuran tubuh, lebah pekerja memiliki ukuran panjang
tubuh relatif paling pendek dan lebar tubuh bagian dada yang relatif paling
sempit dibanding dengan lebah ratu dan lebah jantan. Secara anatomis,
lebah pekerja berjenis kelamin betina tetapi organ kelaminnya tidak
berfungsi untuk kawin tetapi fungsi repropduksinya bisa diaktifkan jika
kondisinya mendukung. Suatu ciri khas dari sifat anatomis lebah pekerja
adalah permukaan alat sengatnya bergerigi dimana arah mata geriginya
seperti anak panah. Anatomi gerigi alat sengat yang demikian tidak
memberi kemudahan lebah pekerja untuk menariknya ketika organ
tersebut digunakan untuk menyengat korban.

5

Dari sisi fungsi / tugas, lebah pekerja berperan sebagai pelaksana
semua kegiatan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan kehidupan
koloni selain kawin dan menghasilkan telur untuk kelangsungan generasi.
Dari sisi peluang lamanya hidup, secara umum lebah pekerja
menjalani kehidupan tidak lebih dari dua bulan terhitung sejak muncul dari
stadium pupa. Periode peluang lama kehidupan lebah pekerja adalah
paling singkat diantara individu lebah ratu dan lebah jantan.

Tahap Perkembangan Hidup Lebah
Menurut Free (1982) sebagaimana jenis-jenis serangga yang lain, lebah
madu mengalami perkembangan dari stadium telur sampai dengan stadium
dewasa melalui empat tahap kehidupan (stadia) yakni telur, larva, pupa dan imago
(dewasa). Stadia telur, larva dan pupa secara bersama-sama disebut sebagai
stadium muda (imature stage), sedang imago dikenal sebagai stadium dewasa
(imago, adult stage).
Selama masa perkembangan stadium muda, setiap individu berada di dalam
ruangan sempit yang merupakan bagian dari lembaran sarang yang dikenal
dengan istilah sel sarang (cells). Pada sarang terdapat tiga tipe sel yakni sel ratu
(queen cells), sel jantan (drone cells) dan sel pekerja (worker cells) yang setiap
tipe diperuntukan stadium muda dari calon lebah ratu, calon lebah jantan dan
calon lebah pekerja

Tungau Lebah Jenis Varroa destructor
Keberhasilan dan kegagalan budidaya lebah madu A. mellifera sangat
tergantung pada kemampuan pemeliharaan dan upaya pengendalian hama dan
penyakit yang menyerang lebah. Koloni lebah ini dapat diserang oleh musuhmusuh alaminya seperti tungau lebah “Bee Mite” ektoparasit yang menyerang dari
bagian luar tubuh lebah. Salah satu tungau yang paling berbahaya bagi lebah
adalah Varroa destructor (Perum Perhutani 2000).
Tungau ini merupakan jenis hama lebah yang menyerang dari bagian luar
tubuh lebah (ektoparasit) Apis mellifera. Sejak permulaan perkembangan
perlebahan dengan A. mellifera di benua Asia telah dilaporkan bahwa tungau ini

6

menyebabkan kerusakan, baik di Eropa maupun di Asia (Ritter 1985, diacu dalam
Bachori 1994).

Kedudukan dan taksonomi Varroa destructor dalam klasifikasi binatang
Menurut Erwan (2003) menyatakan bahwa kedudukan tungau Varroa
destructor dalam klasifikasi binatang adalah sebagai berikut :
Phyllum

: Arthropoda

Sub Phyllum : Chelicerata
Klass

: Arachnida

Ordo

: Acari

Sub Ordo

: Parasitiformes

Family

: Dermanicidae

Sub Family

: Varroinae

Genus

: Varroa

Spesies

: Varroa destructor

Dampak Penyerangan
Penyerangan

tungau

V.

destructor

pada

lebah

dilakukan

dengan

menggunakan ujung chelicera yang menembus membran halus antar segmen
lebah dan menyerang darah lebah dengan cara mengalirkannya melalui chelicera
ke tubuhnya dengan sifat kapiler. Serangan tersebut akan menyebabkan sayap
lebah menjadi buruk, abdomen memendek dan kaki hilang, yang berakibat
penurunan daya hidup lebah yang bersangkutan (Akratanakul 1987, diacu dalam
Bachori 1994).

Pengendalian
Menurut

Departemen Kehutanan (2004) Pemberantasan tungau Varroa

secara hayati dapat dilakukan dengan dua cara yaitu pemberantasan biologis dan
pemberantasan kimia. Cara biologi sebenarnya merupakan cara yang paling baik
karena tidak mempergunakan bahan kimia, namun hanya efektif dapat diterapkan
pada volume hasil usaha yang kecil dengan jumlah koloni yang sedikit. Untuk

7

jumlah koloni yang besar cara ini sulit diterapkan karena memerlukan tenaga,
biaya dan waktu yang relatif besar sehingga kurang ekonomis. Sedangkan
pemberantasan secara kimiawi pada umumnya digunakan oleh peternak lebah
Apis mellifera, hal ini karena efektif dan biayanya relatif rendah, namun bila
dilakukan dengan tidak seksama dapat mematikan lebah. Untuk mencegah dan
menanggulangi serangga hama V. destructor ini, pemangsa bahan aktif harus
memperhatikan faktor ketahanan, resiko terkontaminasinya madu, bahaya makin
resistensinya hama, selain itu harus mempertimbangkan dosis dan lamanya obat
dipasang, karena pengaruh pada peningkatan residu yang ditemukan pada produk
perlebahan.
Bahan Aktif Asam semut (formic acid)
Karakteristik
Menurut Staf Jurusan Kimia (2002) rumus kimia asam semut adalah
HCOOH mempunyai bau yang sangat tajam dan secara alami dapat ditemukan
pada hewan semut digunakan sebagai perlindungan dari musuh. Asam semut
termasuk dalam asam karboksilat, dengan pemanasan asam semut dapat terurai
menjadi karbon monoksida dan air. Asam semut mempunyai titik didih pada 76
cmHg adalah 101 0C. Titik leburnya 8 0C dengan berat molekul 46. Asam semut
ini mempunyai berat jenis pada suhu 20 0C sebesar 1,22.

Kelebihan
Kelebihan dengan menggunakan teknik ini selain efektif juga biayanya
relatif rendah dan mudah untuk digunakan. Penelitian telah menunjukkan bahwa
lebah mempunyai toleransi jauh lebih baik dengan menggunakan asam semut
dalam pengendalian Varroa. Walaupun toleransinya lebih baik bukan berarti asam
semut cuka tidak bisa membunuh lebah madu. Apabila dilakukan dengan tidak
hati-hati cara ini beresiko tinggi terhadap keselamatan manusia maupun lebahnya
sendiri. Akibatnya bila dilakukan dengan tidak seksama residu zat kimia dapat
mencemari madu atau lilin dan pada dosis tinggi dapat berakibat hijrahnya koloni
lebah dan dapat mematikan lebah (Pusbahnas 2000).

8

Menurut Patti et all. (2004) Tungau V. destructor pernah menyerang secara
hebat di Amerika Serikat. Untuk itu dibutuhkan pengontrolan yang tepat. Hasil uji
dengan menggunakan asam semut dilapangan efektif dalam mengontrol V
destructor dibeberapa kondisi lingkungan diwilayah bagian selatan Amerika
serikat, meskipun sifatnya beracun pada larva lebah dewasa.

Cuka Kayu (wood vinegar)
Penelitian sifat dasar berbagai jenis kayu diseluruh Indonesia dilakukan
setiap tahun di Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan dan Sosial
Ekonomi Kehutanan, Bogor dengan tujuan untuk memperkenalkan dan
mengetahui sifat jenis kayu yang berasal dari hutan alam. Salah satu penelitian
sifat

penelitian

sifat

dasar

tersebut

adalah

destilasi

kering

kayu

(Nurhayati. et al. 1997).

Karakteristik
Menurut Nurhayati dan Hartoyo (1988) Destilasi kayu kering adalah proses
pemanasan terhadap kayu pada suhu tinggi tanpa udara atau dengan udara
terbatas, sehingga kayu tersebut terurai menjadi komponen-komponen kimia yang
lebih sederhana. Jika dalam proses ini asap atau gas yang terjadi didinginkan,
dapat dipisahkan menjadi cairan encer berwarna coklat kemerahan (piroligneous
liquor), cairan kental hitam (ter) dan gas kayu. Residu padat yang tinggal adalah
arang.
Upaya pemanfaatan destilat karbonisasi kayu pada formula komponen kimia
destilat relatif sama yang terdapat pada jenis pestisida tertentu misalnya formulasi
senyawaan dari turunan phenol atau creosot dan alkohol pada destilat terdapat
juga pada kelompok pestisida desinfektan dan herbisida dengan nama dagang
lysol, karbol, DNOC, PCP dan lain-lain.

Proses pembuatan
Menurut Haris dan Kresno (2005) Asap hasil pembakaran pada proses
pembuatan arang kayu dengan menggunakan metode tungku tanah dan metode

9

drum dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan cuka kayu (wood
vinegar). Dengan menggunakan bambu segar sebagai bahan kondensor pada
proses pendinginan bambu dilubangi dan dipotong dipasangkan pada bagian atas
cerobong pada proses pembuatan arang kemudian diusahakan agar sebagian asap
masuk melewati bambu sehingga diperoleh hasil akhir proses pendinginan asap
pembakaran kayu berupa cuka kayu (wood vinegar).

Kelebihan
Beberapa manfaat dari cuka kayu, antara lain dapat digunakan inseksida dan
herbisida organik. Hal ini berarti pemanfaatan cuka kayu sebagai insektisida akan
lebih aman bagi lingkungan. Destilat kering (wood vinegar) disebut dengan nama
populer disebut cuka kayu. Cuka kayu ini dapat diproses kembali menjadi bahan
yang dapat bernilai komersial seperti ter, creosote, karbon aktif, dan gas bakar. Di
jepang piroligneus liquor digunakan sebagai bahan pengawet dan untuk
menghilangkan bau yang tidak diinginkan pada daging, ikan, ham, sausage dan
bacon. Kandungan komponen kimia destilat berasal dari hasil penguraian karena
panas dari air, selulosa, hemiselulosa, zat ekstraktif, dan lignin yang terkandung
pada kayu menjadi uap atau gas yang terkondensasi membentuk senyawaan yang
dikelompokkan dalam 4 grup yaitu phenol, asam alkohol, dan senyawaan bersifat
netral termasuk air (Nurhayati dan Hartoyo 1988).
Penelitian-penelitian penggunaan cuka kayu atau destilat kayu sebagai
pencegah hama dan penyakit serta pertumbuhan tanaman telah dilakukan pada
beberapa jenis tanaman holtikultura dengan hasil yang menunjukkan bahwa
penggunaan destilat pada pengenceran 0,1 % sangat berpegaruh nyata terhadap
percepatan pembibitan dan pertumbuhan (Nurhayati 2000).

10

BAHAN DAN METODE
Waktu dan lokasi
Penelitian ini dilakukan selama 2 minggu dilokasi UP3 Gunung Arca KPH
Sukabumi, Jawa Barat pada Bulan September 2005.
Bahan dan Alat
Bahan – bahan yang digunakan meliputi :
1. Koloni lebah madu Apis mellifera yang terserang hama.
2. Asam semut (formic acid).
3. Cuka kayu (wood vinegar).
Alat – alat yang digunakan meliputi :
1. Masker.
2. Pinset.
3. Mistar.
4. Spidol.
5. Kawat kasa berbingkai dengan ukuran panjang : 50 cm, lebar : 40 cm.
6. Kertas perangkap lalat cap Gajah 20 lembar.
7. Wadah/ kotak penampung larutan asam semut (formic acid) / baki.
8. Meja kecil.
9. Kotak super.

Metode penelitian
Penelitian ini menggunakan 5 perlakuan dimana setiap perlakuan terdapat
4 kali ulangan yaitu :
1. Kontrol.
2. Asam semut (formic acid)100 ml konsentrasi 10%
3. Cuka kayu 100 ml dari jenis kayu Bakau (Rhizophora sp).
4. Cuka kayu 100 ml dari jenis kayu Kaliandra (Calliandra calothyrsus).
5. Cuka kayu 100 ml dari jenis kayu Akasia (Acacia mangium).

Prosedur pengujian
Persiapan Bahan
Penyiapan bahan dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut :
1. Melarutkan asam semut (formic acid) dengan konsentrasi 10 %.
2. Menyiapkan larutan cuka kayu (wood vinegar)
Persiapan Alat
Penyiapan alat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut :
1. Mempersiapkan kotak super.
Kotak super berfungsi sebagai tempat untuk memindahkan seluruh bingkai
sisiran sarang lebah beserta lebahnya yang berada pada kotak eram.
2. Mempersiapkan wadah / kotak yang kedap air.
Untuk itu lapisan dalam kotak perlu dilapisi lilin agar tidak bocor.
Wadah/kotak penampung larutan asam semut dan cuka kayu terbuat dari
papan dengan ukuran dalam panjang : 46 cm, lebar : 40 cm, tinggi : 17 cm.
3. Mengisikan larutan asam semut, cuka kayu dan mengisikan ke dalam
wadah/kotak penampung.
4. Mempersiapkan meja kecil.
Ukuran meja kecil dengan panjang 28 cm, lebar 40 cm, tinggi 17 cm. Meja
kecil tersebut diletakkan pada masing-masing kotak penampung dan
diletakkan di tengah kotak penampung.
5. Meletakkan kertas perangkap lalat.
Kertas perangkap lalat diletakkan pada masing-masing di atas tempat meja
kecil berfungsi untuk mempermudah penghitungan tungau lebah yang mati.
6. Pemasangan kawat kasa.
Pemasangan kawat kasa berfungsi sebagai pembatas kotak penampung larutan
(asam semut dan cuka kayu) dengan kotak super yang telah berisi bingkai
sarang dan lebahnya.
7. Melakukan pengamatan selama 2 minggu berturut-turut untuk mengetahui
tungau yang rontok yang menempel pada kertas perangkap lalat. Untuk
mempermudah dalam penghitungan tungau V. destructor digunakan pinset.

12

Gambar 1 Skema penempatan cairan asam semut dan cuka kayu dalam pengujian
efektifitasnya untuk pemberantasan tungau lebah.

Prosedur pengujian
Prosedur-prosedur yang dilakukan di lapangan antara lain :
1. Persiapan kondisi awal.


Penyeragaman jumlah sisiran yang bertujuan untuk menciptakan suatu
koloni awal yang homogen.



Pemilihan koloni yang memiliki populasi tungau yang relatif seragam.
Pada tahap kerja ini ada 20 koloni terpilih yang memiliki populasi tungau
relatif sama.

13

2. Penempatan asam semut dan cuka kayu sesuai dengan rancangan percobaan
3. Melakukan pengamatan harian selama 2 minggu untuk mengetahui tungau
yang rontok yang menempel pada kertas perangkap berperekat sebagai
parameter mortalitas.
4. Mencatat jumlah tungau V. destructor yang mati tiap pada tabel pengamatan.

Analisis Data
Untuk mengetahui adanya pengaruh perlakuan terhadap parameter yang
diukur maka dilakukan analisis data sesuai dengan Rancangan Acak Lengkap
(RAL) dalam 5 perlakuan dan 4 kali ulangan dengan menggunakan program
Minitab 1.3.
1.

Bentuk linier Rancangan Percobaan
Yij = μ + τ + εij
i

= Kontrol, Asam semut (Formic acid), Bakau (Rhizophora sp) , Akasia
(Acacia mangium), Kaliandra (Calliandra calothyrsus).
j = 1, 2, 3, 4, )

Yij = Hasil pengamatan kematian Varroa destructor akibat perlakuan ke-i dan
ulangan ke-j
μ = Rataan umum kutu Varroa destructor yang mati

τ

=

Pengaruh perlakuan taraf ke -i

εij = Sisaan acak pada unit percobaan yang dikenai perlakuan ke i dan
ulangan ke j
Tabel 1 Analisis Ragam Percobaan Rancangan Acak Lengkap
Ulangan

Perlakuan
Kaliandra
A. mangium

Kontrol

Bakau

1
2
3

YK1
YK2
YK3

YB1
YB2
YB3

YA1
YA2
YA3

YC1
YC2
YC3

YF1
YF2
YF3

4

YK4

YB4

YA4

YC4

YF4

Yi
YRi

YKtot

YBtot

YAtot

YCtot

YFtot

YK

YB

YA

YC

YF

Ytot

Y..

14

Asam semut

Tabel 2 Daftar Sidik Ragam (Anova)
Sumber Keragaman

db

JK

KT

Perlakuan

t-1

JKP

JKP/dbp

Sisaan

t (r- 1)

JKS

JKS/dbs

Total

tr - 1

JKT

F- Hit
KTP/KTS

Cara perhitungan Jumlah Kuadrat:
Faktor koreksi (C)

= Y2/tr

JK total

= Σσij2 – C

JK perlakuan

= ΣY.2/r – C

JK sisa

= JK Total – JK Perlakuan

Uji analisis sidik ragam dihitung dengan rumus
F Hitung = KTP/KTS

2. Hipotesis
Ho = α1= α2 = .........= 0
(Tidak ada pengaruh perlakuan terhadap parameter yang diukur)
H1 = minimal ada satu αi 0 untuk i = 1, 2, 3,4
(minimal ada satu perlakuan yang mempengaruhi parameter yang diukur)
Pengambilan keputusan
Bila F hitung > F tabel (1%) berati sangat nyata
> F tabel (5%) berarti nyata
< F tabel (5%) berarti tidak nyata (tn)
Bila F hitung < F tabel berati tidak perlu uji lanjut.

15

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik tungau Varroa destructor
Menurut Anderson (2004) secara umum V. destructor mempunyai 6
genotipe, 2 genotipe diantaranya V. destructor strain Korea dan strain Jepang yang
merupakan parasit pada lebah madu Apis mellifera. Di Indonesia serangan V.
destructor pada A. mellifera baru diketahui penyebabnya V. destructor strain

Korea saja.

1 mm

Gambar 2 Arah dorsal tungau V. destructor terlihat dari mikroskop

1 cm

Gambar 3 Pupa lebah yang diserang tungau V. destructor

Menurut Bashori (1994) sifat parasitik tungau lebih terasa pada pupa lebah
yang masih ada dalam sel tertutup. Tungau menyerang anak lebah satu atau dua
hari sebelum sel ditutup. V. destructor menyerang lebah dengan cara menusukkan
alat mulutnya (checlicera) pada bagian antar ruas (intersegmental) sehingga
menembus membran antar ruas lebah dengan alat mulutnya tersebut tungau
menghisap cairan tubuh dan menyerap hemolymph lebah.

Dampak serangan
Menurut Bashori (1994) ketika tungau hendak mengisap darah, checlicera
yang berfungsi sebagai pencucuk dan pengisap ditusukkan pada tubuh lebah
(larva, pupa, atau imago) sampai menembus dinding tubuh. Setelah itu, checlicera
masuk kedalam cairan tubuh (darah) dan menghisapnya. Kemudian masuk
kedalam alat pencernaan melalui saluran mulut, rongga mulut dan kerongkongan.
Dinding tubuh dan organ bagian dalam lebah mengalami luka permanen akibat
tusukan checlicera. Luka permanen tersebut terjadi ketika larva atau pupa telah
berkembang menjadi imago. Luka permanen tersebut mengakibatkan cacat pada
kaki, sayap dan lain sebagainya.

Efektifitas Asam Semut
Asam semut yang digunakan dalam pengujian adalah asam semut dalam
bentuk cair yang ditempatkan pada kotak penampung. Asam semut dinilai lebih
efektif bila dibandingkan dengan asam semut bentuk gel seperti yang sering
dilakukan peternak di Amerika. Penggunaan asam semut gel ternyata dapat
mengakibatkan kebocoran dalam kotak eram sehingga dapat membunuh lebah.
Sedangkan penggunaan asam semut cair pada kotak penampung dirasa lebih
efektif, praktis dan aman dalam penggunaannya bagi lebah maupun peternak jika
dibandingkan asam semut cair yang disemprot (Nasr 2002).

17

Penelitian Nasr
Menurut Nasr (1996) penelitian asam semut di Ontario yang dilakukan sejak
tahun 1992 dengan pemakaian asam semut cair yang disemprot konsentrasi 85%
menyebabkan lebah ratu yang masih dalam sel terbunuh seperti ditunjukkan pada
Gambar 4. Para peternak menggunakannya dengan cara disemprot yang
dibawahnya dialasi dengan handuk. Cara ini berbahaya bagi peternak apabila
penggunannya melebihi dosis.
Seperti asam pada umumnya, asam semut dapat membahayakan pelaksana
penyemprotan apabila terkena kulit dan mata. Pemakaian konsentrasi yang tinggi
dapat mengganggu kerja pheromone yang bisa mengakibatkan koloni lebah pergi
meninggalkan sarang. Dari beberapa observasi yang dilakukan ditemukan telur
menjadi kering, larva dan ratu mati jika penggunaan asam semut mencapai
konsentrasi 85%.

Gambar 4 Contoh penggunaan asam semut cair yang disemprotkan langsung pada
sisiran sarang (Nasr 1996).
Menurut Nasr (1996, 2002) peternak lebah di Amerika biasa menggunakan
asam semut berbentuk gel yang dapat dibuat dengan cara mencampurkannya
dengan sejumlah gelatin yang dikemas dalam plastik berpori seperti ditunjukkan
pada Gambar 5. Kelemahan dengan menggunakan asam semut bentuk gel ini
adalah apabila penggunaannnya kurang berhati-hati dapat menyebabkan
kebocoran pada kotak eram sehingga mengakibatkan koloni lebah pindah dari
kotak sarang.

18

Lempengan kemasan
asam semut dalam
bentuk gel.

Gambar 5 Contoh penggunaan asam semut dalam bentuk gel yang dikemas dalam
kantong plastik berpori untuk pengendalian Varroa destructor (Nasr
2002)

Penelitian Perum Perhutani
Pusat Perlebahan (Perhutani) pernah melakukan pengujian efektivitas asam
semut dalam pengendalian tungau lebah. Konsentrasi asam semut yang digunakan
adalah 40% dengan volume 100 ml untuk setiap koloni lebah. Metode kerjanya
dengan cara larutan asam semut disimpan dalam tabung plastik yang bagian
atasnya diberi kertas karton yang setengahnya dicelupkan pada larutan tersebut.
Selanjutnya larutan tersebut disimpan pada bagian tengah kotak lebah. Pada
bagian bawah alas kotak, dilapisi karton putih untuk mengecek Varroa yang
rontok dalam sarang.
Selanjutnya dilakukan pula percobaan menggunakan metode kerja yang
sama dengan larutan asam semut 100 ml dengan konsentrasi 20% yang ditambah
10 tetes minyak cengkeh. Campuran tersebut disimpan dalam tabung plastik
selama 2 minggu. Untuk mengetahui keefektifan dari asam semut dilakukan
dengan cara melihat V. destructor yang rontok pada alas kotak yang diberi
kertas/karton putih.
Pengendalian tungau V. destructor dengan menggunakan asam semut
konsentrasi 40% ternyata kurang efektif apabila dibandingkan dengan asam semut
konsentrasi 20% ditambah minyak cengkeh.

19

Penelitian Anderson
Dengan sifatnya asam semut yang mudah menguap mengakibatkan partikel
asam semut dapat terhisap ke dalam sistem pernapasan lebah dan tungau. Selama
tungau dan lebah menghisap partikel-parikel asam semut, dalam jaringan tubuh
keduanya akan mengalami pengurangan peluang O2 sehingga mengakibatkan
konsumsi O2 semakin berkurang. Dengan demikian, jaringan tubuh tungau dan
lebah akan mengalami gangguan pernapasan yang mengakibatkan tungau maupun
lebah menjadi lemas dan akhirnya mati karena sifat asam semut sendiri apabila
kontak dengan jaringan tubuh dapat menyebabkan iritasi dan terjadi pelukaan.
Walaupun demikian tungau lebih peka daripada lebah madu karena perbedaan
ukuran tubuhnya (Anderson 2004).
Pada tahun 2004 Anderson melakukan uji coba penggunaan asam semut
untuk memberantas V. destructor di Irian Jaya dan Philiphina. Konsentrasi yang
diujicobakan adalah 10-45%. Hasil pengujian menunjukkan bahwa konsentrasi
10-20% cukup efektif dalam pengendalian sedangkan konsentrasi lebih tinggi
menimbulkan efek samping. Konsentrasi 35% dan 45% mengakibatkan lebah
mati, larva dan pupa keluar dari sel sarang, dan kotak sarang berubah warna dari
kuning menjadi coklat kehitaman seolah terbakar. Sebelumnya penelitian yang
dilakukan diberbagai negara lain menunjukkan penggunaan asam semut dengan
konsentrasi rendah dirasa sangat lambat kerjanya dalam penanggulangan
V. destructor dibandingkan menggunakan konsentrasi tinggi.

Efektifitas cuka kayu (Wood vinegar)
Pengendalian yang kedua adalah dengan penggunaan cuka kayu (wood
vinegar). Penggunaan cuka kayu dalam pengendalian tungau lebah madu belum

pernah dilakukan sebelumnya. Uji coba ini pertama kali dilakukan untuk
mengendalikan tungau lebah. Ide penggunaan cuka kayu ini muncul ketika penulis
membaca artikel di Tabloid Agro Indonesia tanggal 26 April 2005 yang
menyatakan cuka kayu dapat digunakan untuk pengendalian hama.
Cuka kayu yang dipakai dalam pengujian adalah jenis kayu bakau,
A. mangium, kaliandra. Cuka kayu merupakan cairan dari hasil pembakaran pada

pembuatan arang kayu. Asap dari pembakaran arang kayu tersebut ditampung

20

dalam suatu alat kondensor yang nantinya setelah dingin berubah menjadi cairan
yang disebut cuka kayu (wood vinegar).

Penelitian Nurhayati
Menurut Nurhayati (2000) cuka kayu dapat dimanfaatkan sebagai bahan
pestisida. Hal ini didasarkan pada komponen kimia destilatnya yang relatif sama
dengan formula kimia yang terdapat pada jenis pestisida tertentu. Sebagai contoh,
formulasi senyawaan turunan phenol atau creosot dan alkohol pada destilat
terdapat juga pada kelompok desinfektan dan herbisida dengan nama dagang
lysol, karbol, DNOC, PCP dan lain-lain.

Pengaruh perlakuan
Pada perlakuan dengan menggunakan asam semut dan cuka kayu
menunjukkan jumlah mortalitas tungau tidak berbeda nyata dengan kontrol.
Perlakuan dengan menggunakan asam semut dan cuka kayu menunjukkan jumlah
mortalitas dari waktu ke waktu cenderung meningkat sampai hari ke-12 (Gambar
6). Kecenderungan (trend) peningkatan mortalitas tungau dari perlakuan tersebut
ada sedikit perbedaan, tetapi perbedaannya tidak nyata jika dibandingkan pada
trend penyebab mortalitas bakau pada koloni pembanding (kontrol). Terlihat pada
jumlah mortalitas tungau mengalami penurunan tajam pada hari ke-13 dan ke-14.
Penurunan ini dimungkinkan kandungan kimia asam semut dan cuka kayu sudah
mulai berkurang volumenya, karena sifat senyawa asam semut yang mudah
menguap. Sehingga keefektifan asam semut dalam pengendalian tungau V.

Rata-rata mortalitas V.
destructor

destructor semakin berkurang.
Kontrol

25

20

Bakau (Rhizophora sp)
15

10

Akasia (A. mangium)

5

0
1

2

3

4

5

6

7

8

9

10 11 12 13 14

Waktu Pengamatan (hari)

Kaliandra (Calliandra
calothyrsus)
Asam semut (Formid acid)

Gambar 6 Rata-rata mortalitas Varroa destructor selama 14 hari

21

Adanya kecende